Pengaturan Kepailitan Tujuan dan Fungsi Kepailitan

xxxii maupun debitur untuk mendapatkan pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan proporsional. Di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan beberapa pengertian kepailitan yang diberikan oleh para sarjana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepailitan mengandung unsur- unsur sebagai berikut: b. Adanya sita umum atas seluruh kekayaan Si debitor; c. Untuk kepentingan semua kreditur; d. Debitur dalam keadaan berhenti membayar utang; e. Debitur tidak kehilangan hak keperdataannya; f. Terhitung sejak pernyataan pailit, debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya; g. merealisasikan asas yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal1132 KUH Perdata

2. Pengaturan Kepailitan

Kepailitan di Indonesia sudah diatur sejak zaman Belanda tepatnya tahun 1905 dengan berlakunya S.1905-217 juncto S. 1906-348, walaupun telah lama ada, namun dalam praktek peraturan tersebut hampir-hampir tidak dipakai. Pada xxxiii saat itu sangat sedikit kasus-kasus yang ada dan memakai peraturan tersebut dalam pelaksanaannya. Kemudian pada tanggal 22 April 1998 Undang-Undang Kepailitan Faillisement Verordening Stb. 1905 No. 308 ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998 akan tetapi adanya banyak kelemahan sehingga diadakan perubahan terhadap Undang-Undang 4 tahun 1998 menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Muatan materi yang tercantum dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdiri dari 7 bab yaitu Bab I Ketentuan Umum, Bab II Kepailitan, Bab III Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bab IV Permohonan Penunjauan Kembali, Bab V Ketentuan lain-lain, Bab VI Ketentuan Peralihan, Bab VII Ketentuan Penutup. Poppy Indrayati dalam tesisnya mengutip pendapat Jerry Hof bahwa: “Prinsip Umum Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Kepailitan adalah apa yang disebut dengan prioritas creditorum yang berarti bahwa semua kreditur mempunyai hak yang sama terhadap pembayaran dan bahwa hasil penjualan harta pailit harus didistribusikan secara proporsional terhadap besar kecilnya klaim mereka. Prinsip umum ini dinyatakan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.” 19

3. Tujuan dan Fungsi Kepailitan

Tujuan kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayartidak mampu membayar utang- 19 Poppy Indaryati, Diskriminasi Kurator di dalam Kepailitan, Semarang: Tesis Hukum dan Teknologi Program Pasca Sarjana Undip, hal 26. xxxiv utangnnya. Kepailitan mencegahmenghindari tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat merugikan semua pihak, yaitu menghindari eksekusi oleh kreditor dan mencegah terjadinya kecurangan oleh debitur sendiri. Menurut Rudhi Prasetya, adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak kreditur yang memaksa dengan berbagai cara agar debitur membayar utangnya 20 . Adanya lembaga kepailitan memungkinkan debitur membayar utang- utangnya secara tenang, tertib dan adil, yaitu: 1 Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh harta kekayaan yang tersisa dari debitur. 2 Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian kreditur yang telah diperiksa sebagai kreditur yang sah, masing-masing sesuai dengan: - hak preferensinya; - proporsional dengan hak tegihannya dibandingkan dengan besarnya hak tegihan kreditur kongkuren lainnya. 21

4. Para Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Kepailitan