Analisis kesesuaian lahan tambak konvensional melalui uji kualitas lahan dan produksi dengan bantuan data penginderaan jauh dan SIG
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh :
NANA SUWARGANA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
Nana Suwargana.
Analisis Kesesuaian Lahan Tambak Konvensional Melalui Uji
Kualitas Lahall dan Produksi dengan Bantuan Data Penginderaan Jauh dan SIG.
Dibimbing oleh Sudarsono dan Vincentius P Siregar.
Wilayah pesisir pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk areal
pengembangan budidaya tambak dan merupakan budidaya perairan air payau yang
Karena luasnya budidaya tambak di
mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Indonesia sulit untuk dilakukan
evaluasi secara konvensional, maka dengan
memanfaatkan teknologi remote sensing (penginderaan jauh) mampu menjawab
tantangan masalah tersebut.
Penutup lahan wilayali pesisir pantai seperti bakau, pemukiman, sawah dan
sebagainya merupakan factor penting dalam menentukan kesesuaian lahan pesisir. Data
citra Landsat-TM (satelit) dan System Informasi Geografi (SIG) nlampu dimanfaatkan
untuk nlengungkap fenomella penutup lahan tersebut, sehingga mampu membuat peta
kesesuaian lahan. kkususnya untuk lahan tambak udanghkan. Penentuan kesesuaian
lahan dilakukan dengan dua n~odel,pertama adalah model overlay dari beberapa peta
tematik (Hansanugraha, 2000), kedua adalah model yang diajukan yaitu dengan
menentukan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang dari
setiap kualitas lahan. Dari model yang diajukan dapat diperoleh nilai tingkat kesesuaian
lahan terhadap nilai produksinya.
Penentuan kesesuaian lahan dengan pembobotan parameter dari beberapa peta
tematik diperoleh gambaran tentang distribusi kesesuaian lahan tambak yang terdiri atas
Distribusi lahan yang sesuai
klasifikasi sesuui, cukup sesuai, dun tidak sesuai.
diperkirakan berkisar 22530,5 hektar dan areal cukup sesuai berkisar 20966,2 hektar.
Produksi tambak berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 berkisar 12027,9 ton per tahun
dari areal tambak yang dikelola seluas 15907 hektar. Sedangkan perkiraan produksi
berdasarkan luasan citra Landsat-TM tahun 2001 berkisar 13564,06 ton dari areal tambak
seluas 179393 hektar.
Penentuan kesesuaian lahan dengan mengikuti pemikiran Hansanugraha hasilnya
hanya memberikan informasi yang bersifat spasial saja dari beberapa peta tematik tanpa
memasukan parameter penunjang lainnya seperti mutu air dan mutu media, sehingga
tidak cukup banyak nlemberikan informasi. Sedangkan model penentuan kesesuaian
lahan yang diajukan dalam penelitian ini cukup lengkap, karena selain menganalisis data
tematik juga dimasukan factor penunjang lainnya, sehingga dapat memberikan informasi
yang lebih baik.
Hasil pengujian menjelaskan bahwa berdasarkan data produksi yang diuperoleh
dilapangan dapat menunjukan bahwa kriteria kesesuaian lahan tambak konvensional di
dalam lokasi penelitian untuk tingkat sesuai dan cukup sesuai sama, namun bersyarat
bergantung musim, karena parameter penunjang dari mutu air mudah dipengaruhi oleh
keadaan musim.
h t e r i a yang akan dipakai dalam menentukan evaluasi kesesuaian lahan tambak
udang ini adalah memakai kriteria yang diajukan karena selain dapat menunjukan yang
bersifat spasial (keruangan), juga dapat mengetahui kondi si dari kualitas lahannya yang
dapat membantu dalam pengembangadpemeliharaan tambak udang/ikan.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI DENGAN
BANTUAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
l ~ a n 'a~ u w a r ~ a n a
Nrp. 9981808
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh :
NANA SUWARGANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Tanah
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul
:ANALISIS KESESUAIAN
LAHAN TAMBAK
KONVENSIONAL MELALUI UJI KUALITAS LAHAN
DAN PRODUKSI DENGAN BANTUAN DATA
PENGINDERAAN JAUH DAN SIG.
Nama Mahasiswa
:Nana Suwargana
Nomor Pokok
:9981808
Program Studi
:Ilmu Tanah
Menyetujui :
1.
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc
Ketua
2. Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc
TANGGAL LULUS :22 AGUSTUS 2002
Dr. Ir. Vincentius P. S i w a r , DEA
Anggota
ram Pascasarjana IPB,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1955 di Banjar Jawa Barat.
Putera ke
empat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Djadja Hasanmuwardi (almarhum) dan
Ibu Tjutju Antinah (almarhum).
pasangan
Telah menikah pada tahun 1984 di Bogor dengan
Mulia Siti Nurochmah dan mempunyai satu
anak laki-laki
Arga
Mulia Qausar (17) dan dua anak perernpuan Liana Nurul Qowiyyu (12) dan Sulistia
Nurul Qomuyyu (5).
Pendidikan yang telah ditempuh adalah SD Negeri I Banjar Jawa Barat lulus
tahun 1967, SMP Negeri I Banjar Jawa Barat lulus tahun 1970, SMA Negeri I Banjar
Jawa Barat lulus tahun 1973, dan Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Ilmu Pasti
dan Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika lulus tahun 1982.
Penulis pernah mengajar di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dari tahun 1983 s/d
tahun 1987, di Universitas Yarsi Jakarta dari tahun 1990 s/d tahun 1998 dan ~ns'titut
Teknologi Budi Utomo Jakarta dari tahun 1992 s/d tahun 1998. Sejak tahun 1984 hingga
sekarang penulis bekerja di Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional
pada
Kedeputian Penginderaan Jauh, Pusat Pengembangan Pemanfaatan Inderaja Satelit
sebagai staf peneliti dalam bidang kelautan.
Tahun
2000 penulis
diterima sebagai mahasiswa Program S2 di Program
Pascasajana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Tanah, dengan biaya
studi dari Lapan.
PRAKATA
Syukur Alharndulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sejak memulai perkuliahan
hingga akhir penulisan tesis pada Program Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terirnakasih kepada Bapak
Prof. Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc, pembimbing utarna, Bapak Dr.Ir. Vincentius P Siregar,
DEA, anggota pembimbing atas segala saran dan waktu yang diberikan dalam
membimbing penulis, kemudian kepada Bapak Drs. Bambang S Tejasukmana, Dipl. Ing
selaku Deputi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antarikasa Nasional,
Pekayon Jakarta Tirnur yang telah memberikan kesempatan dan mengijinkan pehulis
mengtkuti Program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor serta saudara Syarif
Budman Spi, selaku staf Pengembangan Pemanfaatan ~ndtirijaSatelit,
juga saudara
Suhartono dan BMR Subowo selaku staf bidang Instalasi Pengolahan Data yang telah
membantu penulis dalam pengolahan citra, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Ucapan terirnakasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada teman-teman yang
telah memberikan saran dalam penyusunan tesis ini, dan teristimewa buat isteri tercinta
dan anak-anakku tersayang atas dorongan dan doa restu sehingga studi penulisan dapat
selesai.
Tidak ada gading yang tidak retak, oleh karena itu penulis menyadari bahwa
dalam penulisan tesis ini mungkin terdapat kekurangan, dengan dernikian segala saran
dan kritik sifatnya konstruktif sangat diharapkan untuk kesempumaan tesis ini.
Bogor,
Agustus 2002
Penulis.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................
xii
..........................................................
xlll
DAFTAR LAMPIRAN
...
PENDAHULUAN ....................................................................
1
Latar Belakang .........................................................................
1
Permasalahan ..........................................................................
3
.................................................................................
3
Hipotesis ................................................................................
4
Kegunaan ...............................................................................
4
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
5
Keadaan Daerah .......................................................................
Budidaya Tambak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya .................
5
6
Tambak konvensional .....................................................
9
Pemeliharaan tambak ......................................................
10
..............................................
11
Amplitudo pasang surut ....................................................
17
Kemiringan lahan ...........................................................
18
.......................................................................
19
Sumber air dan kualitasnya
Iklim
Tanah ..........................................................................
19
Jaringan sungai ...............................................................
23
Transportasi
.................................................................
23
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) .......................
Penginderaan j auh .........................................................
Sistem Informasi Geografi (SIG) .......................................
Evaluasi Lahan ........................................................................
BAHAN DAN METODE .............................................................
Tempat dan Waktu ....................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................
Metode
................................................................................
Interpretasi citra Landsat-TM
........................................
Basis Data dan Integrasi Citra Landsat-TM dalam SIG .............
Pengamatan Lapangan ..................................................
Kesesuaian Lahan dan Analisis Spasial .............................
Penentuan Kesesuaian Lahan Model Harsanugraha ...............
Penentuan Kesesuaian Lahan Model yang Diajukan ..............
Uji Kesesuaian lahan dengan Produksi dan Studi Bandingnya ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
Identifikasi Lahan
...................................................................
Penutup lahan berdasarkan citra Landsat-TM
.....................
Iklim dan Hidrologi ..................................................
Kualitas lahan .........................................................
Analisis dan Evaluasi Kesesuaian Lahan .........................................
Penaksiran Produksi ..................................................................
Kesesuaian Lahan Model yang Diajukan ........................................
Perbandingan antara Model Hansanugraha dengan Model yang Diajukan ..
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria Kualitas Air untuk Udang dan Bandeng .........................
12
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas .................................
13
Tabel 3. Pengaruh pH Terhadap Spesies Ikan .......................................
16
Tabel 4 . Hubungan Antara Tekstur Tanah dengan Pertumbuhan Klekap di
Tambak ...............................................................
22
Tabel 5 . Kriteria Kesesuaian Lahan Tambak .........................................
39
Tabel 6. Parameter Faktor Pembobot dan Nilai Kesesuaian Lahan Tambak ......
41
Tabel 7. Klasifikasi Bobot Nilai untuk Kesesuaian Lahan Tambak ...............
42
Tabel 8. Pembobotan Parameter untuk Kualitas Lahan (Data pendukung) ......
44
Tabel 9. Data Curah Hujan Rata-rata bulanan dan tahunan selama 10 tahun
untuk daerah Kabupaten Indrarnayu...........................
55
..................................
61
..
Tabel 10. Karakteristik Tanah Hasid Analisis
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kualitas Air di beberapa Sungai pada Bulan kering
( Tanggal 20-24 Oktober 2001) dan Bulan Bsah (Tanggal 29-3 1
Januari 2002) ........................................................
64
Tabel 12. Jadwal Pola Budidaya Udang Windu dan Bandeng ...................
76
Tabel 13 . Perkembangan Produksi Tambak Udanflkan Dirinci menurut Cabang
Usaha di Kabupaten Indramayu dan kabupaten Cirebon .........
77
Tabel 14 Produksi Panen Tambak dan bandeng Berdasarkan Wawancara
Langsung dengan Petani Tambak di Kabupaten Indramayu dan
Cirebon .................................................................
79
Tabel 15. Perhitungan Model Pendekatan Parametrik dengan Pembobotan dan
Nilai Skornya .........................................................
81
Tabel 16. Hasid Perhitungan Produksi dengan Perkiraan & A d a n Citra Satelit
dan Data Statistik Dinas Perkman & Kelautan...................
85
Tabel 17. Kriteria Kualitas Lahan Sekitra Lokasi S+Isld S+IO............ ... ....
93
Tabel 18. Hasil Perhitungan Model Pendekatan Parametrik ............ . .........
94
Tabel 19. Hasil Uji Produksi Kesesuaian Lahan Tambak dan Perbandingannya .
95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 . Peta Wdayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon ......
Gambar 2 . Layer Data Infomasi Geograti .........................................
Gambar 3. Tahapan Overlay masing-masing Peta Ternatik.....................
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Kesesuaian Lahan Tambak .......
Gambar 5. Citra Komposit Warna Kana1 542 .....................-.................
Gambar 6. Citra Hasil Klasifikasi
..........................................
Gambar 7. Pola Musim Basah dan Kering di Kabupaten Indramayu ............
Gambar 8a. Pola Prubahan Suhu .......................................................
Gambar 8b.Pola Penrbahan Kecerahan ...............................................
Gambar 8c.Pola Perubahan Oksigen Terlmt
.......................................
Gambar 8d.Pola Perubahan pH ........................................................
.......................
Gambar 8e.Pola Perubahan Salinitas .................... .
.
Gambar 9. Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model Hansanugraha
......
66
69
Gambar 10. Pola Produksi Berdasarkan Kesesuaian (Wawancara dengan Patani )
80
Gambar 11 . Luas Kawasan Tambak .........................................
86
Gambar 12. Pola Produksi Tambak Per tahun ............................
86
Gambar 13. Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model yang Diajukan ............
92
-C-
.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
1
Peta Iklim ..................................................................
101
2
Peta Kelerengan .............................................................
102
3
Peta Tekstur Tanah ........................................................
103
4
Peta Jenis Tanah .............................................................
104
5
Peta Buffer Sungai ........................................................... 105
6
Peta Buffer Pantai ...........................................................
Halaman
106
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Usaha pemerintah untuk meningkatkan devisa nonmigas dan meningkatkan
pendapatan petani tambak pada khususnya telah tertuang dalam Program Pemerintah pada
Pola Umum Jangka Panjang dan Pola Umum Jangka Pendek yang menjabarkannya tertuang
dalam Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Pertanian.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN,1993),
menetapkan bahwa pola pembangunan perikanan lebih diarahkan pada
upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan
desa pantai melalui peningkatan produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
serta meningkatkan nilai ekspor.
Agribisnis perikanan dikembangkan melalui pola
perikanan inti rakyat dengan memperkuat koperasi, melalui pembangunan serta penerapan
teknologi maju dalam berbagai usaha budidaya ikan di daerah pantai, tambak, dan air kawar,
serta usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan daerah lepas pantai.
Upaya tersebut
sangat realistis karena sebagian besar wilayah Repubilk Indonesia merupakan wilayah
perairan laut yang sangat luas, mempunyai sumber daya alam yang berlimpah dan belum
dimanfaatkan secara maksimal.
Oleh karena itu, perlu
dikelola secara terpadu agar
memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat khususnya petani tambak dan menjaga
kelestarian linglcungannya tetap terjaga.
Sehubungan dengan program pemerintah dalam upaya merealisasikan peningkatan
produksi di sektor perikanan, pengembangan tambak udang di Indonesia secara
ekstensifikasi akhir-akhir ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini selain didorong
oleh program pemerintah juga dorongan faktor ekonomi dan bisnis, karena pengelolaan
tambak udang memberikan keuntungan yang relatif besar.
Akan tetapi, pesatnya
pembukaan kawasan budidaya tambak udang ternyata banyak menimbullcan kerusakan
ekosistem di wilayah pesisir, seperti kerusakan hutan bakau.
Hal ini banyak terjadi di
wilayah pesisir timur Provinsi Lampung, wiiayah pantai utara Pulau Jawa, beberapa
di
wilayah pesisir Pulau Bali, dan
di Provinsi Sulawesi Selatan
lokasi
( Harsanugraha &
Budiman ,2000).
Sejalan dengan perkembangan tambak yang sangat pesat perlu diwaspadai pola
pengembangan teknik pengelolaan usaha tambak tersebut secara terkontrol dan terpadu,
demi untuk mempertahankan kelestarian lingkungannya
tidak dilakukan
Apabila dalam pengelolaannya
secara benar maka akan berdampak negatif dan berbahaya bagi
kelangsungan hidup biologis pantai.
Maka dari itu perlu diperhatikan persyaratan dan
kesesuaian lahan yang dapat menguntungkan bagi kelangsungan budidaya tambak untuk
masa jangka panjang dan berkelanjutan dengan menjaga prinsip kelestarian lingkmgannya.
Informasi kesesuaian lahan di wilayah pesisir sangat membantu dalam ha1
memformulasikan
berbagai kebijakan dalam perencanaan program-program pengelolaan
sumberdaya lahan pantai secara optimal dan lestari.
Untuk mengamb'il kebijakan tersebut
diperlukan adanya informasi yang cepat, lengkap dan akurat. Salah satu upaya untuk
memperoleh informasi tentang kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak
yang berpotensi secara ekstensif dan terpadu dapat dianalisis melalui penerapan teknologi
penginderaan jauh (Citra Landsat-TM) dan penerapan sistem informasi geografi (SIG), serta
penentuan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang.
Citra Landsat-TM mempunyai potensi pemanfaatan untuk mengaji jenis dan kondisi
obyek di permukaan bumi yang terbarukan serta dapat d i t k a n untuk menentukan
lokasi dan luasan areal pembangunan tambak. Sedangkan sistem informasi geografi (SIG)
diterapkan untuk menentukan sistem kesesuaian lahannya dan penentuan pendekatan
parametric untuk menentukan penilaian produktivitas terhadap setiap tingkat kesesuaian
lahannya.
Daerah yang dipilih sebagai obyek peneiitian adalah wilayah pesisir pantai kabupaten
Indramayu hingga
kabupaten Ciebon. Dengan dasar pertimbangan daerah tersebut
mempunyai areal yang relatif luas untuk wilayah Jawa Barat, lingkungan pesisir
yang
beragam yakni; banyak pemukiman, laju sedimentasi cukup tinggi, dan dekat dengan
wilayah pemsahaan migas Pertamina (unit pengolahan minyak).
Tambak udang merupakan budidaya perikana. air payau di pesisiu pantai yang
rentan terhadap lingkungan.
Banyak budidaya tambak konvensional yang dikembangkan
di Indonesia belum mendapat hasil yang optimum, karena terbentur oleh beberapa faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas lahannya.
Karena luasnya budidaya tambak
di Indonesia sulit untuk dilakukan evaluasi secara konvensional, maka dengan teknologi
penginderaan jauh dan SIG serta dengan cara penentuan model pendekatan parametrilk dari
pengujian kualitas lahan, merupakan alternatif yang tepat dalam mengatasi permasalahan di
atas.
Dengan menggunakan data penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi spasial dan luasannya, dan dengan menggunakan pendekatan model
parametrik dapat diperoleh informasi nilai kesesuaian lahan tambak yang sesuai terhadap
nilai produksinya.
Tuiuan
1. Mengevaluasi kesesuaian
lahan
tambak konvensional yang dipetakan berdasarkan
pengolahan citra satelit dan SIG.
2. Mengkaji kelas kesesuaian lahan tambak konvensional terhadap nilai produktivitasnya .
3. Menguji kriteria kualitas lahan ke dalam kelas kesesuaian lahan tambak konvensional.
Hiwtesis
1. Kriteria kesesuaian lahan tambak udang konvensional di dalam lokasi penelitian untuk
tingkat sesuai dan cukup sesuai sama.
2. Produktivitas tambak konvensional di dalam lokasi penelitian bergantung pada sistem
pengendalian manajemennya
Kegunaan
1. Untuk memberikan informasi berupa model kesesuaaian lahan tambak konvensional yang
dikaitkan dengan nilai produktivitasnya.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk rencana
pengembangan dan pemelihanurn tambak udanglikan.
TINJAUAN PUSTAKA
w a n Daerah
Wilayah Kabupaten Indramayu terletak di Pantai Utara Laut Jawa, let& geografisnya
antara 107' 52'
-
108' 36' Bujur Timur dan 6'
14' - 6' 40' Lintang Selatan. Luas
wilayahnya sekitar 2.000,99 l d dengan jumlah penduduk tahun 2000 sebanyak 1.563.390
jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 18.607 jiwa bermata-pencaharian dalam bidang
perikanan tambak.
Pengembangan budidaya perikanan di Kabupten Indramayu sesuai
dengan potensinya yang berada di sepanjang 114 km Pantai Utara Jawa, dengan kondisi
sumberdaya alam lainnya serta sumberdaya manusia yang ada, merupakan daerah yang
potensial bagi kegiatan perikanan.
kecamatan.
Kabupaten Indramayu terdii dari
Berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang tennasuk
22 wilayah
Sentra Usaha
Budidaya Air Payau (Tambak) hanya 9 kecamatan dan tercatat seluas 15.080 hektar, namun
dari luas tersebut telah dimanfaatkan seluas 13.497 hektar, yang dikelola oleh 4.939 RTP,
yaitu kecamatan Sukra (137,s hektar), kecamatan Kandanghaw (451 hektar), kecamatan
Losarang (4143,s hektar), kecamatan Lohbener (545,3 hektar), kecamatan Indramayu
(2391,4 hektar), kecamatan Balongan(80,6 hektar), kecamatan Sindang (4754,5 hektar),
kecamatan Krangkeng (975,5 hektar) dan kecamatan Juntinyuat (49,2 hektar).
Wilayah kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah sekitar 960,O lad dengan panjang
pantai 54,O km dan
merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di
bagian timur serta merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propimi Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108' 40'
- 108'
48' Bujur Timur dan 6'
00' - 7' 00' Lintang Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1.827.827
jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 3.462 jiwa adalah petani tambak. Kabupaten Cirebon
terdiri dari 23 kecamatan dan berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang termasuk
Sentra Usaha Budidaya Air Payau (tambak) hanya 6 kecamatan dan tercatat seluas 7500
hektar tetapi yang dikelola hanya seluas 2410 hektar tersebar di 6 kecamatan pantai yaitu
kecamatan Kapetakan (212,75 hektar), Cirebon Utara (135 hektar), kecamatan Mundu (4,5
hektar), kecamatan Astanajapura (141,lO hektar), kecamatan Babakan (112 hektar), dan
Kecamatan Losari(168,15 hektar).
Peta Wiayah kabupaten Indramayu dan kabupaten
Cirebon di sajikan pada Gambar 1.
Budidava Tambak dan Fakto~faktorvanv Memaenearuhinva
Pengertian tambak
adalah kolam ikan yang dibuat pada lahan pantai laut dan
menggunakan air laut (bercampur dengan sungai) sebagai penggenangannya.
Tambak
berasal dari kata "nambak'' yang berarti membendung air dengan pematang sehingga
terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan tiap petalcan
dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai 2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari tepi laut terus
ke pedalaman sejauh 1-3 km (bahkan ada yang sampai 20 km) tergantung dari sejauh mana
air pasang laut dapat mencapai daratan. Sika dilihat dari jauh daerah pertambakan akan
nampak seperti petak-pet& sawah yang tergenang air.
Kegiatan budidaya
tambak merupakan kegiatan pemanfaatan
lingkungan perairan untuk membesarkan biota air m
dan pengelolaan
a optimal. Agar kegiatan budidaya
tambak dapat berkelanjutan dan optimal maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara
benar dan menurut kaidah-kaidah ekologis dan ekonomis.
Menurut Hardjowigeno &
Widiatmaka ( 2001), berdasarkan atas letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang
memberi air ke tambak maka dapat dibedakan tiga jenis tambak, ydrtu :
Peta Adrnlnlmasl
Kabupaten lndrarnayu
Kabupaten Cirebon
Surnber data:
Peta Kabupsten (Pernda
lndramrrju dan Cjrebon]
Sistem Koordinat UTM. zone 48
Gambw 1. Peta Lokasi Penelitian di Wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
(a) tambak Lanyah , adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut atau
lebih jauh, tetapi air laut masih dapat menggenangi tambak tanpa mengurangi
salinitas yang menyolok, sehingga tambak tersebut berisi air laut yang berkadar
garam setinggi 30 o/oo
Air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa berkadar
garam tinggi, karena air yang mas& adalah air laut yang memang tinggi kadar
garamnya dan sebagai &bat penguapan sehari-hari sesudah air ditahan dalam
petakan tambak
bahkan tidak ada.
Campuran dengan air tawarlair sungai sangat sedikit atau
Air tambak sangat meningkat saliitasnya pada musii
kemarau karena penguapannya lebii tinggi dan kurangnya air hujan yang masuk
pada petakan tambak tersebut
tambak, dan hanya dapat
Keadaan ini akan menurunkan produktivitas
diperbaiki bila air laut pasang baru dapat dialirkan
ke dalam petakan tambak, atau terjadi hujan
(b) tambak Biasa ; adalah tambak yang terletak di belakang tambak lanyah dan
selalu terisi campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Setelah kedua
macam air tersebut ditahan dalam petakan tambak (petakan air ditutup setelah
petakan penuh air), maka terciptalah air payau dengan kadar garam sekitar 15
Oleo
Sebelum pintu tambak ditutup, yaitu waktu tambak belum digunakan untuk
memelihara ikan, airnya menjadi asin biia tambak terisi dengan air pasang laut,
dan menjadi tawar jika terisi air sungai waktu lautnya surut. Dalam musim
kemarau kadang-kadang hanya parit k e l i g dalam petakan tambak saja yang
terisi air
(c) tambak darat ; adalah tambak yang terletak jauh dari pantai laut. Kebanyakan
tambak darat pada mulanya tambak biasa, namun karena melebamya daratan
pantai maka letaknya menjadi jauh dari pantai sehingga menjadi tambak darat.
Persediaan air dapat dipertahankan cukup selama musim hujan saja. Kalau
hujan berkurang maka, sebagaian dari tambak itu menjadi kering sama sekali,
sehingga pengusahaannya
kadang-kadang hanya dapat berlangsung selama 9
bulan saja setiap tahunnya. Sebagai sarana produksi ikan dan udang air payau,
tambak darat ini kurang memenuhi syarat karena W t a s air yang terlalu
rendah (5-10 OIOO). Namun demikian tambak ini dapat digunakan untuk produksi
jenis ikan yang lain yang tahan terhadap salinitas yang rendah seperti ikan tawes
dan mujaer.
Walaupun yang dipelihara ikan air tawar, tetapi tetap disebut
tambak karena cara pengelolaannya masih menggunakan pengelolaan tambak.
Tambak Konvensional
Tambak konvensional
adalah usaha pemeliharaan udangliian, baik udang
(monokultural) maupun udang dan bandeng (polikultural)
yang sebagian besar
pengelolaannya bergantung pada iigkungan dan rnakanan alami tanpa bantuan peralatan
tambahan seperti peralatan untuk aerasi.
Sedangkan untuk budidaya tambak
modernlinsentif adalah usaha pemeliharaan u d a n g / i
dengan penebaran benih yang
tinggi, diberi makanan bantuan, dilengkapi perlengkapan tambahan untuk aerasi seperti
aerator, blower, kompresor, pompa air, kincir angin dengan kontruksi benar-benar kokoh dan
tidak bocor.
Pemeliharaan Tambak
Di dalam mengkaji
kesesuaian lahan
tambak, perlu diketahui terlebih dahulu
sumber air
parameter-parameternya yang sesuai. Parameter yang umum dipakai adalah
dan debitnya, amplitudo pasang surut, topograli, iklim, sifat tanah. Parameter-parameter
tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya tambak.
Disamping suplai air harus cukup, kualitasnyapun harus baik dan memenuhi syarat
bagi kehidupan dan p-buhan
udangikan serta organisme pakan ikan seperti kelekap.
Sebelum tambak ditebari dengan benih udangikan, perlu dilakukan pengeringan dasar
tambak yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, berlangsungnya mineralisasi
bahan organik dan membuang bahan-bahan beracun seperti H2S dan amoniak.
dilanjutkan dengan pemupukan tanah dasar tambak untuk merangsang
kelekap.
Kemudian
pertumbuhan
Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik sebanyak 0,s sampai 3,O
toniha/musim, tergantung dari kadar bahan organik tanah tersebut dan jenis pupuk kandang
yang dipakai.
Menurut S u r i a d i i a (1996), setelah dilakukan pemupukan organik, air dimasukan
ke dalam tambak setinggi 3 sampai 10 cm, dan pintu air ditutup rapat.
Selanjutnya air
dalam tambak dibiarkan menguap sampai keadaan dasar tambak kering seperti semula. Hal
ini dimaksudkan untuk meresapkan pupuk
mineralisasi pupuk organik.
ke dalam tanah dan tejadinya proses
Tambak kemudian diairi lagi sampai mencapai ketinggian 10
cm dan baru diberi pupuk anorganik yakni Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 50
sampai 100 kgMmusim.
Pemberian pupuk dilakukan secara bertahap. Tahap pertama diberi 113 bagian, dan
sisanya diberikan dua kali dalam waktu 1 minggu. Bila seluruh pennukaan bidang dasar
tambak telah terlihat adanya pertumbuhan kelekap dengan subur (warna hijau muda), maka
tambak diairi setinggi 20 cm dan secara bertahap dinaikkan lagi hingga mencapai tinggi air
40-60cm dari pelataran tambak. Selanjutnya tambak siap untuk ditebari benih udangtikan.
Tambak bandeng dapat dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan
perbandiigan 1:2 atau 1:3. Dalam satu unit tambak sebaiknya dilengkapi dengan petak
peneneran dan petak pengglondongan dengan luas masing-masing 300 sampai 500 mZ dan
1000 sampai 3000 mZ. Petak pengglondongan bertujuan untuk pemeliharaan nener menjadi
glondongan yaitu ikan muda yang berukuran panjang 5-12 cm, yang kemudian akan
dipelihara dalam petak pembesaran.
Sumber Air dan Kualitasnva
Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat perhunbuhan plankton yang
merupakan salah satu sumber rnakanan ikan. Air dalarn tambak umumnya kedalaman antara
40-60 cm dari d a m pelataran tambak atau 80-100cm dari d a m parit keliling. Permukaan
air tambak dibuat sejajar dengan permukaan air pasang rata-rata.
Kondisi wilayah hutan bakau sangat erat kaitannya dengan faktor hidro oseanografis.
Faktor-faktor yang berkenaan dengan karakteristik antara lain fluktuasi pasang surut,
gelombang, kecepatan arus sungai dan elevasi lahan.
Keempat komponen tersebut,
bersamaan dengan pengaruh berbagai faktor lainnya (karakteristik kimia-fisika)
oksigen terlarut (DO), salinitas, suhu, kekeruhan, derajat keasaman (pH),
asam sulfida akan memberikan c o d lingkungan hutan bakau tertentu.
seperti
amoniak, dan
1I
Boyd & Claude (1991),
mengemukakan bahwa produksi ikan dalam tambak
berhubungan erat dengan kualitas air. Penilaian kualitas air untuk udang dan bandeng
disajikan dalam Tabel 1
Sumber :
Boyd & Claude, E (1991)
Oksigen Terlarut (DO)
Pada umumnya ikan dan udang tidak dapat mengambii oksigen langsung dari udara,
oleh karena itu oksigen yang d i p untuk pernapasannya hams dalam bentuk terlarut dalam
air. Menurut S u r i a d i a (1996), oksigen terlarut merupakan salah satu peubah mutu air
yang mampu mempengaruhi peubah lain. Konsentrasi karbon dioksida dan pH harian air
tambak berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi oksigen terlarut.
Perubahan pH
mempengaruhi keseimbangan reaksi amoniak dan senyawa sulfida serta senyawa lain seperti
berbagai hidroksida logam.
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh peubah lain
seperti suhu, dinitas, bahan organik dan kecerahan. Peningkatan suhu, dinitas, bahan
organik dan kecerahan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut yang
terlalu rendah dapat menghambat perhmbuhan, bahkan mematikan ikan yang dipelihmya.
Menurut Achmad (1991), oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan udang
adalah > 5 @. Pada jumlah 1-5 mg/l perhmbuhan udang mulai terhambat, sedangkan di
bawah 1 mpjl udang akan mati.
a) Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah kandungan berbagai garam terutama garam NaCl
dalam air laut.
Menurut Suriadikarta (1996), salinitas adalah konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air, yang sering dinyatakan dalam rng, tetapi dalam bidang perikanan salinitas ini
sering diukur dalam &).
Salinitas membedakan jenis air menjadi air tawar, air laut dan
air payau. Pertambakan dibuat di daerah pantai dimana air laut dan air tawar bercampur
sehingga d i t a s n y a ditentukan oleh proporsi percampuran tersebut.
Bila sungai-sungai
kecil bermuara ke laut maka kadar gardsalinitas air di daerah estuarin itu akan tinggi,
tetapi bila sungai-sungai besar yang bermuara ke laut maka salinitas air daerah estuarin itu
akan rendah. Mintardjo et al, (1984), menyatakan bahwa berdasarkan d i t a s n y a , perairan
digolongkan menjadi berbagai kelas seperti tertera pada Tabel 2.
Perairan payau pada umumnya berada pada kelas oligohaline sampai polyhaline. Di
daerah yang curah hujannya tinggi air tambak berada pada kelas oligahiline dan mesohaline,
didaerah yang curah hujannya sedang pada kelas mesohaline sampai polyhaline, sedangkan
daerah yang relatif kering (curah hujan rendah) berada pada kelas perairan laut.
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas
Perairan tawar
I Mesohaline
I
3.0- 16.5
16.5 - 30.0
/ Polyhaline I
> 40.0
i
Hipersaline
Sumber : Mintardjo et.al, 1984.
7
Setiap jenis
ikan dan udang mempunyai kisaran toleransi salinitas yang berbeda
antara spesies satu dengan spesies yang lainnya dan antar kelompok umur dalam spesies
yang sama. Salinitas terbaik untuk udang antara 12-20 'loo . Pada salinitas 2 35 'loo
pertumbuhan udang terhambat, sedangkan pada salinitas 2 50
Menurut Achmad (1991), pada salinitas < 12 l'oo
OIOO
udang mulai mati.
udang tidak terganggu seperti pada
salinitas tinggi tapi metabolisme pigmen tidak sempurna (warna udang lebii b
i
n
)dan kulit
lunak sehingga lebih mudah diserang penyakit, sedangkan untuk bandeng salinitas yang
terbaik adalah 15 -30 '10~. Pada umumnya telah disepakati bahwa salinitas 10 - 15 'Im
adalah baik untuk dipertahankan di tambak.
b) Suhu
Suhu air sangat
berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air,
sehingga sangat berpengamh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
hewan air (ikan dan
udang). Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai
batas tertentu yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan selain berpengaruh langsung, suhu juga mempengaruhi kelarutan gas-gas
dalam air, termasuk oksigen.
Semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, padahal kebutuhan
oksigen bagi ikan dm udang semakin besar karena tingkat metabolisme semakin tinggi.
Achmad (1991) menyebutkan bahwa udang windu masih dapat tumbuh n o d pada suhu
35' C. Suhu air optimal bagi udang terletak antara 28' C sampai 30' C. Dibawah suhu 25'
C sampai 18' C udang mash bertahan hidup tetapi nafsu makan mulai menurun. Suhu air
di antara 12 O C sampai 18' C mulai berbahaya dan pada suhu < 12' C udang windu mati
kedinginan.
c) Kecerahan
Kekeruhan mencerminkan adanya jumlah bahan-bahan halus baik berupa bahan
organik (plankton), jasad renik, maupun berupa bahan anorganik (lurnpur dan pasir) yang
ada dalam air.
Terjadinya kekeruhan dalam tambak menurut Boyd & Claude (1991),
adalah pertama dihasilkan oleh banyaknya fitoplankton dalam air dan kedua oleh
tersuspensinya partikel-partikel tanah.
Kekeruhan ini menghalangi penetrasi cahaya ke
dalam tambak dan kurangnya cahaya dalam dasar tambak sehingga mengganggu
pertumbuhan algae dan tanaman air.
Menurut Achmad (1991), kecerahan yang baik bagi budidaya udang berkisar 30
sampai 40 cm, sedangkan untuk bandeng adalah 26-40 cm.
Biia kecerahan sudah mencapai
kedalaman kurang dari 25 cm, penggantian air sebaiknya segera dilakukan sebelum
phitoplankton "die off' yang diikuti oleh penurunan oksigen terlarut terjadi secara dratis.
Partikel lumpur dan pasir dapat berpengaruh langsung
menutupi insang ikan
sehingga menghambat pernapasan. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menghalangi
dihsi oksigen dari udara dan mengurangi daya penetrasi matahari sehmgga produktivitas
primer perairan berkurang.
d) Derajat Keasaman (pH)
Di dalam tanah atau air pH menunjukan konsentrasi ion hydrogen. Bia tanah atau
air mempunyai pH 7 dikatakan netral dan bila pH11
Titik mati basa
1
I
I
umber: Achmad (1991)
Air payau adalah baik sebagai penyangga perubahan pH, dan sangat jarang pH turun
kurang dari 6,5 atau lebih dari 9. Untuk pertumbuhan udang pH yang optimum adalah 7 - 9
(Achmad, 1991) dan untuk pertumbuhan bandeng pH yang baik adalah antara 7,5
-
8,5
(Arsyad & Samsi 1990).
e) Amoniak dan Hidrogen Sulfida
Sumber utama amoniak (NH3) adalah bahan organik baik dalam bentuk sisa pakan,
kotoran udang, maupun dalam bentuk plankton dan bahan organik tersuspensi. Pembusukan
bahan organik yang mengandung protein menghasilkan ammonium (NH43 dan ammoniak.
Bila proses lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berlangsung lancar, maka terjadi
penumpukan ammoniak sampai konsentrasi yang membahayakan udang.
Claude
(1982), ammoniak dalam air tambak berasal dari
udanglikan yang dibudidayakan dan
Menurut Boyd &
sisa metabolisme (sekresi)
(penguraian bahan organik, sisa pakan dan
organisme mati). Amoniak dalam proses oksidasi diubah menjadi nitrat sedangkan nitrit
merupakan bentukan dari proses oksidasi yang belum tuntas. Amoniak dan nitrit bers'iat
racun bagi udanghian, sedangkan nitrat merupakan nutrien utama bagi fitoplankton. Dalam
air, ammoniak terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammoniak yang tidak terionisasi (N&) dan
ion ammonium
CNH43. Pembentukan
gas amonium ini meningkat sejalan peningkatan pH
dari 4,s sampai 7,1 (Poerwowidodo, 1992). Karena ion O H meningkat sejalan pH, maka
pembentukan gas amoniak tergantung keseimbangan :
Temperatur juga berpengaruh dalam meningkatkan tejadinya ion ammonium namun
kurang dibandingkan dengan pengaruh pH. Menurut S u r i a d i i a (1996), pergantian air
merupakan alternatif dalam mengatasi konsentrasi ammoniak yang tinggi. Dalam tambak,
total amoniak yang optimum untuk pertumbuhan udang adalah < 0,3 mgilt.
Bahan organik selain dapat m e n g h a s i i ammoniak juga dapat memproduksi
hidrogen sulfida (HzS).
Udang bisa keracunan hidrogen sulfida pada konsentrasi 0,l-0,2
HzS~lt,dan pada konsentrasi 0,25 mgAt kematian masal bisa tejadi.
Menurut Boyd &
Claude (1982) konsentrasi 0,01 sampai 0,05 HzSflt akan mematikan terhadap organisme
perairan. Supaya tidak mengganggu pertumbuhan udang maka konsentrasi hidrogen sulfida
sebaiknya kurang dari 0,l mgilt.
HzS biasanya dapat dideteksi dari lumpur dasar yang
berwarna hitam (gelap) dan berbau belerang. Penggantian air dan pengeringan tanah dasar
waktu persiapan adalah cara yang baik untuk menghilangkan pengaruh HzS.
Amolitudo Pasaw Surut
Pengaruh pasang surut
antara lain terdapat penetrasi air laut ke sungai dan
melimpahnya ke lahan sekitarnya. Disamping itu akan menentukan jenis dan kerapatan
populasi flora dan fauna.
Pada dasamya pasang surut yang diterima oleh daerah pantai dan
estuari adalah pasang surut semi diural, dengan dua kali pasang dan dua kali surut terjadi
bergantian dalam satu hari yaitu tiap 12 jam 25 menit ~ d j o w i g e n o& Widiatmaka 1996).
Tingginya air pasang dan surut beruhah setiap hari dan yang tertinggi akan mencapai dua
kali setiap bulan yaitu pada waktu bulan purnama (pasang pumama) dan bulan kecil (pasang
perbani).
Tambak air payau selalu dibangun pada daerah pasang surut, yaitu di antara pasang
tertinggi dan surut terendah. Mengenai ukuran tinggi pasang surut ini, agaknya para ahli
menyetujui bahwa pasang surut sebesar 1,s - 2,s meter adalah ideal. Dengan pasang surut
sebesar ini, tambak tidak usah dibuat terlalu dalam dan tanggul tidak usah terlalu tinggi,
sehingga biaya kontruksi tidak terlalu besar.
Kemirinean Lahan
Untuk perencanaan tambak yang baik hams memerlukan daerah yang datar dan
masih dapat digenangi langsung oleh pasang surut air asin dari laut. Ketinggian tempat tidak
boleh melebihi tinggi permukaan pasang tertinggi.
Dan juga tidak boleh rendah daripada
tinggi permukaan air surut terendah (misalnya tempat-tempat yang merupakan cekungancekungan) sekalipun dekat pantai. Sumber peta dasar kelerengan lahn dapat diperoleh dari
peta tematik.
Topografi yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, keduanya akan mengalami
kesulitan dalam pengelolaan air. Bila terlalu tinggi, tidak dapat diairi dengan c u h p sesuai
kebutuhan, sedangkan bila terlalu rendah tidak dapat dikeringkan.
Dalam survei tanah di
lapangan jangkauan air pasang surut dapat diketahui dari informasi penduduk setempat.
Dalam keadaan alami daerah-daerah yang digenangi air yang hedinitas rendah (payau)
Iklim akan besar pengaruhnya terhadap pengelolaan tambak. Dasar tambak perlu
diieringkan secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki siiat fisik tanah, meningkatkan
mineralisasi bahan organik, dan rnenghilangkan bahan-bahan beracun seperti HzS, amoniak
serta metan.
Oleh karena itu diperlukan adanya bulan-bulan kering tertentu pada setiap
tahun. Curah hujan tinggi sepanjang tahun tanpa bulan kering, kurang cocok untuk tambak.
Hujan terus menerus sepanjang hari selama beberapa minggu akan menurunkan suhu air
tambak. Sebaliknya hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu panjang juga
kurang baik untuk daerah pertambakan. Menurut Soeseno (1988), curah hujan antara 20003000 d t h dengan bulan kering 2-3bulan cukup baik d i g u m h untuk tambak.
Tanah
Tanah sebagai diketahui adalah media tempat turnbuh atau lebih luas lagi suatu ruang
yang memungkinkan dapat mendukung kehidupan biologis, baik secara minimum maupun
maksimum tergantung dari kualitas tanah.
Tanah me~pi3kan salah satu faktor yang
menentukan produksi. Sebagai dasar untuk menahan air budi daya tambak, tanah umumnya
merupakan endapan (alluvial), yang kesuburannya sangat ditentukan oleh kualitas material
yang diendapkan. Tanah tambak di daerah hutan bakau sering kali bersiit agak masam,
dan jelas tanah demikian kurang produktif.
Untuk pembuatan tambak secara konvensional persyaratan tanah memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya tanah untuk kepentingan budidaya
ikan. Sedangkan dalam pembuatan tambak dengan teknologi modern, persyaratan tanah
sudah tidak memegang peranan yang sangat penting karena dasar tambak bisa juga dari
bahan lain misalnya plastik. Tanah yang baik tidak hanya tanah yang mampu menahan air,
akan tetapi lebii penting lagi apakah tanah tersebut mampu menyediakan berbagai unsur
hara bagi makanan alami untuk ikan yang d i p e l i a .
Fungsi utama tanah dalam pembuatan tambak yaitu :
-
Menjadi tempat tumbuhnya makanan alami yang berupa klekap maupun
berbagai organisme dasar lain.
-
Menahan air
Oleh karena itu tanah tambak h a s memenuhi kriteria
di atas.
Kemampuan tanah
menyediakan berbagai unsur hara yang sangat diperlukan oleh makanan alami, tergantung
pada kesuburan tanah yang berwmgkutan.
Kesuburan tanah sangat tergantung pada
komposisi kimiawi tanah. Sebagai contoh pengaruh sulfat masam dari lapisan pirit, sangat
kurang produktif karena pengaruh unsur beracun dari dalam tanah terhadap air tambak,
sebaliknya tanah alkali (basa) akan lebii subur dan produktif.
a. Lapisan Pirit
Pengaruh unsur-unsur beracun yang berasal dari tanah misalnya sulfat masam.
Menurut Suriadikarta (1996) bahwa penyebab utama rendahnya hasil udang dan ikan pada
sejumlah lahan pantai adalah adanya pirit (FeSz). Senyawa ini bila dalam keadaan kering
akan teroksidasi menjadi asam sulfat yang sangat masam.
tumbuhnya jasad makanan alami secara langsung dapat menyebabkan stress pada udang
sehingga udang menjadi tumbuh lambat, kulit lembek dan mudah terserang penyakit.
Akibat dari kemasaman ini dapat dikurangi dengan program oksidasi dan pencucian tanah
secara ekstensif dan penggunaan kapur yang cukup besar selama periode pertumbuhan.
Menurut Suriadikarta (1996), kapur yang diperlukan untuk menetralkan kemasaman adalah
kira-kira 150 tonha. Maka dengan oksidasi dan pencucian yang cukup, tanah akhimya
secara relatif akan bebas dari pirit.
b. Kedalaman Tanah Efektif
Kedalaman tanah sampai hamparan batuan mempengmhi kedalaman tambak yang
dibuat.
Karena untuk mendapatkan produktivitas tambak yang optimum diperlukan
penggalian parit keliling tambak, saluran luar dan petak pembagi air yang dalamnya lebih
dari 60 cm.
Maka batas kedalaman tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
tambak.
e. Drainase Tanah
Tambak memerlukan genangan , karena itu drainase tanah yang cepat yaitu air yang
mudah hilang baik melalui peresapan ke dalam tanah maupun aliran permukaan, tidak cocok
untuk tambak.
Dalam budidaya tambak, dasar tambak telah dibuat rata dan dibuat
pematang-pematang untuk menahan air sehingga aliran permukaan menjadi sangat kecil.
Dengan demikian drainase tanah banyak dipengaruhi oleh peresapan air ke dalam tanah, baik
secara vertikal maupun secara horisontd atau porositas tanah seperti diuraikan sebelumnya.
Jadi tanah tambak yang baik harus mampu menahan air. Kemampuan tanah menahan air
sangat dipengaruhi oleh struktur
tanah.
Semakin kompak strukturnya, semakin kuat
menahan air.
d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah memegang peranan sangat penting dalam menentukan apakah tanah
memenuhi syarat untuk pertambakan. Tekstur tanah sangat ditentukan oleh banyaknya
komposisi pasir, debu dan bat. Dalam Hadjowigeno (1993) dijelaskan bahwa tekstur tanah
menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm-50 p ), debu (50-2 p ), dan liat (
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh :
NANA SUWARGANA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
Nana Suwargana.
Analisis Kesesuaian Lahan Tambak Konvensional Melalui Uji
Kualitas Lahall dan Produksi dengan Bantuan Data Penginderaan Jauh dan SIG.
Dibimbing oleh Sudarsono dan Vincentius P Siregar.
Wilayah pesisir pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk areal
pengembangan budidaya tambak dan merupakan budidaya perairan air payau yang
Karena luasnya budidaya tambak di
mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Indonesia sulit untuk dilakukan
evaluasi secara konvensional, maka dengan
memanfaatkan teknologi remote sensing (penginderaan jauh) mampu menjawab
tantangan masalah tersebut.
Penutup lahan wilayali pesisir pantai seperti bakau, pemukiman, sawah dan
sebagainya merupakan factor penting dalam menentukan kesesuaian lahan pesisir. Data
citra Landsat-TM (satelit) dan System Informasi Geografi (SIG) nlampu dimanfaatkan
untuk nlengungkap fenomella penutup lahan tersebut, sehingga mampu membuat peta
kesesuaian lahan. kkususnya untuk lahan tambak udanghkan. Penentuan kesesuaian
lahan dilakukan dengan dua n~odel,pertama adalah model overlay dari beberapa peta
tematik (Hansanugraha, 2000), kedua adalah model yang diajukan yaitu dengan
menentukan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang dari
setiap kualitas lahan. Dari model yang diajukan dapat diperoleh nilai tingkat kesesuaian
lahan terhadap nilai produksinya.
Penentuan kesesuaian lahan dengan pembobotan parameter dari beberapa peta
tematik diperoleh gambaran tentang distribusi kesesuaian lahan tambak yang terdiri atas
Distribusi lahan yang sesuai
klasifikasi sesuui, cukup sesuai, dun tidak sesuai.
diperkirakan berkisar 22530,5 hektar dan areal cukup sesuai berkisar 20966,2 hektar.
Produksi tambak berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 berkisar 12027,9 ton per tahun
dari areal tambak yang dikelola seluas 15907 hektar. Sedangkan perkiraan produksi
berdasarkan luasan citra Landsat-TM tahun 2001 berkisar 13564,06 ton dari areal tambak
seluas 179393 hektar.
Penentuan kesesuaian lahan dengan mengikuti pemikiran Hansanugraha hasilnya
hanya memberikan informasi yang bersifat spasial saja dari beberapa peta tematik tanpa
memasukan parameter penunjang lainnya seperti mutu air dan mutu media, sehingga
tidak cukup banyak nlemberikan informasi. Sedangkan model penentuan kesesuaian
lahan yang diajukan dalam penelitian ini cukup lengkap, karena selain menganalisis data
tematik juga dimasukan factor penunjang lainnya, sehingga dapat memberikan informasi
yang lebih baik.
Hasil pengujian menjelaskan bahwa berdasarkan data produksi yang diuperoleh
dilapangan dapat menunjukan bahwa kriteria kesesuaian lahan tambak konvensional di
dalam lokasi penelitian untuk tingkat sesuai dan cukup sesuai sama, namun bersyarat
bergantung musim, karena parameter penunjang dari mutu air mudah dipengaruhi oleh
keadaan musim.
h t e r i a yang akan dipakai dalam menentukan evaluasi kesesuaian lahan tambak
udang ini adalah memakai kriteria yang diajukan karena selain dapat menunjukan yang
bersifat spasial (keruangan), juga dapat mengetahui kondi si dari kualitas lahannya yang
dapat membantu dalam pengembangadpemeliharaan tambak udang/ikan.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI DENGAN
BANTUAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
l ~ a n 'a~ u w a r ~ a n a
Nrp. 9981808
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh :
NANA SUWARGANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Tanah
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul
:ANALISIS KESESUAIAN
LAHAN TAMBAK
KONVENSIONAL MELALUI UJI KUALITAS LAHAN
DAN PRODUKSI DENGAN BANTUAN DATA
PENGINDERAAN JAUH DAN SIG.
Nama Mahasiswa
:Nana Suwargana
Nomor Pokok
:9981808
Program Studi
:Ilmu Tanah
Menyetujui :
1.
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc
Ketua
2. Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc
TANGGAL LULUS :22 AGUSTUS 2002
Dr. Ir. Vincentius P. S i w a r , DEA
Anggota
ram Pascasarjana IPB,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1955 di Banjar Jawa Barat.
Putera ke
empat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Djadja Hasanmuwardi (almarhum) dan
Ibu Tjutju Antinah (almarhum).
pasangan
Telah menikah pada tahun 1984 di Bogor dengan
Mulia Siti Nurochmah dan mempunyai satu
anak laki-laki
Arga
Mulia Qausar (17) dan dua anak perernpuan Liana Nurul Qowiyyu (12) dan Sulistia
Nurul Qomuyyu (5).
Pendidikan yang telah ditempuh adalah SD Negeri I Banjar Jawa Barat lulus
tahun 1967, SMP Negeri I Banjar Jawa Barat lulus tahun 1970, SMA Negeri I Banjar
Jawa Barat lulus tahun 1973, dan Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Ilmu Pasti
dan Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika lulus tahun 1982.
Penulis pernah mengajar di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dari tahun 1983 s/d
tahun 1987, di Universitas Yarsi Jakarta dari tahun 1990 s/d tahun 1998 dan ~ns'titut
Teknologi Budi Utomo Jakarta dari tahun 1992 s/d tahun 1998. Sejak tahun 1984 hingga
sekarang penulis bekerja di Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional
pada
Kedeputian Penginderaan Jauh, Pusat Pengembangan Pemanfaatan Inderaja Satelit
sebagai staf peneliti dalam bidang kelautan.
Tahun
2000 penulis
diterima sebagai mahasiswa Program S2 di Program
Pascasajana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Tanah, dengan biaya
studi dari Lapan.
PRAKATA
Syukur Alharndulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sejak memulai perkuliahan
hingga akhir penulisan tesis pada Program Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terirnakasih kepada Bapak
Prof. Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc, pembimbing utarna, Bapak Dr.Ir. Vincentius P Siregar,
DEA, anggota pembimbing atas segala saran dan waktu yang diberikan dalam
membimbing penulis, kemudian kepada Bapak Drs. Bambang S Tejasukmana, Dipl. Ing
selaku Deputi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antarikasa Nasional,
Pekayon Jakarta Tirnur yang telah memberikan kesempatan dan mengijinkan pehulis
mengtkuti Program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor serta saudara Syarif
Budman Spi, selaku staf Pengembangan Pemanfaatan ~ndtirijaSatelit,
juga saudara
Suhartono dan BMR Subowo selaku staf bidang Instalasi Pengolahan Data yang telah
membantu penulis dalam pengolahan citra, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Ucapan terirnakasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada teman-teman yang
telah memberikan saran dalam penyusunan tesis ini, dan teristimewa buat isteri tercinta
dan anak-anakku tersayang atas dorongan dan doa restu sehingga studi penulisan dapat
selesai.
Tidak ada gading yang tidak retak, oleh karena itu penulis menyadari bahwa
dalam penulisan tesis ini mungkin terdapat kekurangan, dengan dernikian segala saran
dan kritik sifatnya konstruktif sangat diharapkan untuk kesempumaan tesis ini.
Bogor,
Agustus 2002
Penulis.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................
xii
..........................................................
xlll
DAFTAR LAMPIRAN
...
PENDAHULUAN ....................................................................
1
Latar Belakang .........................................................................
1
Permasalahan ..........................................................................
3
.................................................................................
3
Hipotesis ................................................................................
4
Kegunaan ...............................................................................
4
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
5
Keadaan Daerah .......................................................................
Budidaya Tambak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya .................
5
6
Tambak konvensional .....................................................
9
Pemeliharaan tambak ......................................................
10
..............................................
11
Amplitudo pasang surut ....................................................
17
Kemiringan lahan ...........................................................
18
.......................................................................
19
Sumber air dan kualitasnya
Iklim
Tanah ..........................................................................
19
Jaringan sungai ...............................................................
23
Transportasi
.................................................................
23
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) .......................
Penginderaan j auh .........................................................
Sistem Informasi Geografi (SIG) .......................................
Evaluasi Lahan ........................................................................
BAHAN DAN METODE .............................................................
Tempat dan Waktu ....................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................
Metode
................................................................................
Interpretasi citra Landsat-TM
........................................
Basis Data dan Integrasi Citra Landsat-TM dalam SIG .............
Pengamatan Lapangan ..................................................
Kesesuaian Lahan dan Analisis Spasial .............................
Penentuan Kesesuaian Lahan Model Harsanugraha ...............
Penentuan Kesesuaian Lahan Model yang Diajukan ..............
Uji Kesesuaian lahan dengan Produksi dan Studi Bandingnya ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
Identifikasi Lahan
...................................................................
Penutup lahan berdasarkan citra Landsat-TM
.....................
Iklim dan Hidrologi ..................................................
Kualitas lahan .........................................................
Analisis dan Evaluasi Kesesuaian Lahan .........................................
Penaksiran Produksi ..................................................................
Kesesuaian Lahan Model yang Diajukan ........................................
Perbandingan antara Model Hansanugraha dengan Model yang Diajukan ..
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria Kualitas Air untuk Udang dan Bandeng .........................
12
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas .................................
13
Tabel 3. Pengaruh pH Terhadap Spesies Ikan .......................................
16
Tabel 4 . Hubungan Antara Tekstur Tanah dengan Pertumbuhan Klekap di
Tambak ...............................................................
22
Tabel 5 . Kriteria Kesesuaian Lahan Tambak .........................................
39
Tabel 6. Parameter Faktor Pembobot dan Nilai Kesesuaian Lahan Tambak ......
41
Tabel 7. Klasifikasi Bobot Nilai untuk Kesesuaian Lahan Tambak ...............
42
Tabel 8. Pembobotan Parameter untuk Kualitas Lahan (Data pendukung) ......
44
Tabel 9. Data Curah Hujan Rata-rata bulanan dan tahunan selama 10 tahun
untuk daerah Kabupaten Indrarnayu...........................
55
..................................
61
..
Tabel 10. Karakteristik Tanah Hasid Analisis
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kualitas Air di beberapa Sungai pada Bulan kering
( Tanggal 20-24 Oktober 2001) dan Bulan Bsah (Tanggal 29-3 1
Januari 2002) ........................................................
64
Tabel 12. Jadwal Pola Budidaya Udang Windu dan Bandeng ...................
76
Tabel 13 . Perkembangan Produksi Tambak Udanflkan Dirinci menurut Cabang
Usaha di Kabupaten Indramayu dan kabupaten Cirebon .........
77
Tabel 14 Produksi Panen Tambak dan bandeng Berdasarkan Wawancara
Langsung dengan Petani Tambak di Kabupaten Indramayu dan
Cirebon .................................................................
79
Tabel 15. Perhitungan Model Pendekatan Parametrik dengan Pembobotan dan
Nilai Skornya .........................................................
81
Tabel 16. Hasid Perhitungan Produksi dengan Perkiraan & A d a n Citra Satelit
dan Data Statistik Dinas Perkman & Kelautan...................
85
Tabel 17. Kriteria Kualitas Lahan Sekitra Lokasi S+Isld S+IO............ ... ....
93
Tabel 18. Hasil Perhitungan Model Pendekatan Parametrik ............ . .........
94
Tabel 19. Hasil Uji Produksi Kesesuaian Lahan Tambak dan Perbandingannya .
95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 . Peta Wdayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon ......
Gambar 2 . Layer Data Infomasi Geograti .........................................
Gambar 3. Tahapan Overlay masing-masing Peta Ternatik.....................
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Kesesuaian Lahan Tambak .......
Gambar 5. Citra Komposit Warna Kana1 542 .....................-.................
Gambar 6. Citra Hasil Klasifikasi
..........................................
Gambar 7. Pola Musim Basah dan Kering di Kabupaten Indramayu ............
Gambar 8a. Pola Prubahan Suhu .......................................................
Gambar 8b.Pola Penrbahan Kecerahan ...............................................
Gambar 8c.Pola Perubahan Oksigen Terlmt
.......................................
Gambar 8d.Pola Perubahan pH ........................................................
.......................
Gambar 8e.Pola Perubahan Salinitas .................... .
.
Gambar 9. Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model Hansanugraha
......
66
69
Gambar 10. Pola Produksi Berdasarkan Kesesuaian (Wawancara dengan Patani )
80
Gambar 11 . Luas Kawasan Tambak .........................................
86
Gambar 12. Pola Produksi Tambak Per tahun ............................
86
Gambar 13. Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model yang Diajukan ............
92
-C-
.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
1
Peta Iklim ..................................................................
101
2
Peta Kelerengan .............................................................
102
3
Peta Tekstur Tanah ........................................................
103
4
Peta Jenis Tanah .............................................................
104
5
Peta Buffer Sungai ........................................................... 105
6
Peta Buffer Pantai ...........................................................
Halaman
106
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Usaha pemerintah untuk meningkatkan devisa nonmigas dan meningkatkan
pendapatan petani tambak pada khususnya telah tertuang dalam Program Pemerintah pada
Pola Umum Jangka Panjang dan Pola Umum Jangka Pendek yang menjabarkannya tertuang
dalam Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Pertanian.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN,1993),
menetapkan bahwa pola pembangunan perikanan lebih diarahkan pada
upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan
desa pantai melalui peningkatan produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
serta meningkatkan nilai ekspor.
Agribisnis perikanan dikembangkan melalui pola
perikanan inti rakyat dengan memperkuat koperasi, melalui pembangunan serta penerapan
teknologi maju dalam berbagai usaha budidaya ikan di daerah pantai, tambak, dan air kawar,
serta usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan daerah lepas pantai.
Upaya tersebut
sangat realistis karena sebagian besar wilayah Repubilk Indonesia merupakan wilayah
perairan laut yang sangat luas, mempunyai sumber daya alam yang berlimpah dan belum
dimanfaatkan secara maksimal.
Oleh karena itu, perlu
dikelola secara terpadu agar
memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat khususnya petani tambak dan menjaga
kelestarian linglcungannya tetap terjaga.
Sehubungan dengan program pemerintah dalam upaya merealisasikan peningkatan
produksi di sektor perikanan, pengembangan tambak udang di Indonesia secara
ekstensifikasi akhir-akhir ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini selain didorong
oleh program pemerintah juga dorongan faktor ekonomi dan bisnis, karena pengelolaan
tambak udang memberikan keuntungan yang relatif besar.
Akan tetapi, pesatnya
pembukaan kawasan budidaya tambak udang ternyata banyak menimbullcan kerusakan
ekosistem di wilayah pesisir, seperti kerusakan hutan bakau.
Hal ini banyak terjadi di
wilayah pesisir timur Provinsi Lampung, wiiayah pantai utara Pulau Jawa, beberapa
di
wilayah pesisir Pulau Bali, dan
di Provinsi Sulawesi Selatan
lokasi
( Harsanugraha &
Budiman ,2000).
Sejalan dengan perkembangan tambak yang sangat pesat perlu diwaspadai pola
pengembangan teknik pengelolaan usaha tambak tersebut secara terkontrol dan terpadu,
demi untuk mempertahankan kelestarian lingkungannya
tidak dilakukan
Apabila dalam pengelolaannya
secara benar maka akan berdampak negatif dan berbahaya bagi
kelangsungan hidup biologis pantai.
Maka dari itu perlu diperhatikan persyaratan dan
kesesuaian lahan yang dapat menguntungkan bagi kelangsungan budidaya tambak untuk
masa jangka panjang dan berkelanjutan dengan menjaga prinsip kelestarian lingkmgannya.
Informasi kesesuaian lahan di wilayah pesisir sangat membantu dalam ha1
memformulasikan
berbagai kebijakan dalam perencanaan program-program pengelolaan
sumberdaya lahan pantai secara optimal dan lestari.
Untuk mengamb'il kebijakan tersebut
diperlukan adanya informasi yang cepat, lengkap dan akurat. Salah satu upaya untuk
memperoleh informasi tentang kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak
yang berpotensi secara ekstensif dan terpadu dapat dianalisis melalui penerapan teknologi
penginderaan jauh (Citra Landsat-TM) dan penerapan sistem informasi geografi (SIG), serta
penentuan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang.
Citra Landsat-TM mempunyai potensi pemanfaatan untuk mengaji jenis dan kondisi
obyek di permukaan bumi yang terbarukan serta dapat d i t k a n untuk menentukan
lokasi dan luasan areal pembangunan tambak. Sedangkan sistem informasi geografi (SIG)
diterapkan untuk menentukan sistem kesesuaian lahannya dan penentuan pendekatan
parametric untuk menentukan penilaian produktivitas terhadap setiap tingkat kesesuaian
lahannya.
Daerah yang dipilih sebagai obyek peneiitian adalah wilayah pesisir pantai kabupaten
Indramayu hingga
kabupaten Ciebon. Dengan dasar pertimbangan daerah tersebut
mempunyai areal yang relatif luas untuk wilayah Jawa Barat, lingkungan pesisir
yang
beragam yakni; banyak pemukiman, laju sedimentasi cukup tinggi, dan dekat dengan
wilayah pemsahaan migas Pertamina (unit pengolahan minyak).
Tambak udang merupakan budidaya perikana. air payau di pesisiu pantai yang
rentan terhadap lingkungan.
Banyak budidaya tambak konvensional yang dikembangkan
di Indonesia belum mendapat hasil yang optimum, karena terbentur oleh beberapa faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas lahannya.
Karena luasnya budidaya tambak
di Indonesia sulit untuk dilakukan evaluasi secara konvensional, maka dengan teknologi
penginderaan jauh dan SIG serta dengan cara penentuan model pendekatan parametrilk dari
pengujian kualitas lahan, merupakan alternatif yang tepat dalam mengatasi permasalahan di
atas.
Dengan menggunakan data penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi spasial dan luasannya, dan dengan menggunakan pendekatan model
parametrik dapat diperoleh informasi nilai kesesuaian lahan tambak yang sesuai terhadap
nilai produksinya.
Tuiuan
1. Mengevaluasi kesesuaian
lahan
tambak konvensional yang dipetakan berdasarkan
pengolahan citra satelit dan SIG.
2. Mengkaji kelas kesesuaian lahan tambak konvensional terhadap nilai produktivitasnya .
3. Menguji kriteria kualitas lahan ke dalam kelas kesesuaian lahan tambak konvensional.
Hiwtesis
1. Kriteria kesesuaian lahan tambak udang konvensional di dalam lokasi penelitian untuk
tingkat sesuai dan cukup sesuai sama.
2. Produktivitas tambak konvensional di dalam lokasi penelitian bergantung pada sistem
pengendalian manajemennya
Kegunaan
1. Untuk memberikan informasi berupa model kesesuaaian lahan tambak konvensional yang
dikaitkan dengan nilai produktivitasnya.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk rencana
pengembangan dan pemelihanurn tambak udanglikan.
TINJAUAN PUSTAKA
w a n Daerah
Wilayah Kabupaten Indramayu terletak di Pantai Utara Laut Jawa, let& geografisnya
antara 107' 52'
-
108' 36' Bujur Timur dan 6'
14' - 6' 40' Lintang Selatan. Luas
wilayahnya sekitar 2.000,99 l d dengan jumlah penduduk tahun 2000 sebanyak 1.563.390
jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 18.607 jiwa bermata-pencaharian dalam bidang
perikanan tambak.
Pengembangan budidaya perikanan di Kabupten Indramayu sesuai
dengan potensinya yang berada di sepanjang 114 km Pantai Utara Jawa, dengan kondisi
sumberdaya alam lainnya serta sumberdaya manusia yang ada, merupakan daerah yang
potensial bagi kegiatan perikanan.
kecamatan.
Kabupaten Indramayu terdii dari
Berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang tennasuk
22 wilayah
Sentra Usaha
Budidaya Air Payau (Tambak) hanya 9 kecamatan dan tercatat seluas 15.080 hektar, namun
dari luas tersebut telah dimanfaatkan seluas 13.497 hektar, yang dikelola oleh 4.939 RTP,
yaitu kecamatan Sukra (137,s hektar), kecamatan Kandanghaw (451 hektar), kecamatan
Losarang (4143,s hektar), kecamatan Lohbener (545,3 hektar), kecamatan Indramayu
(2391,4 hektar), kecamatan Balongan(80,6 hektar), kecamatan Sindang (4754,5 hektar),
kecamatan Krangkeng (975,5 hektar) dan kecamatan Juntinyuat (49,2 hektar).
Wilayah kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah sekitar 960,O lad dengan panjang
pantai 54,O km dan
merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di
bagian timur serta merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propimi Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108' 40'
- 108'
48' Bujur Timur dan 6'
00' - 7' 00' Lintang Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1.827.827
jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 3.462 jiwa adalah petani tambak. Kabupaten Cirebon
terdiri dari 23 kecamatan dan berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang termasuk
Sentra Usaha Budidaya Air Payau (tambak) hanya 6 kecamatan dan tercatat seluas 7500
hektar tetapi yang dikelola hanya seluas 2410 hektar tersebar di 6 kecamatan pantai yaitu
kecamatan Kapetakan (212,75 hektar), Cirebon Utara (135 hektar), kecamatan Mundu (4,5
hektar), kecamatan Astanajapura (141,lO hektar), kecamatan Babakan (112 hektar), dan
Kecamatan Losari(168,15 hektar).
Peta Wiayah kabupaten Indramayu dan kabupaten
Cirebon di sajikan pada Gambar 1.
Budidava Tambak dan Fakto~faktorvanv Memaenearuhinva
Pengertian tambak
adalah kolam ikan yang dibuat pada lahan pantai laut dan
menggunakan air laut (bercampur dengan sungai) sebagai penggenangannya.
Tambak
berasal dari kata "nambak'' yang berarti membendung air dengan pematang sehingga
terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan tiap petalcan
dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai 2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari tepi laut terus
ke pedalaman sejauh 1-3 km (bahkan ada yang sampai 20 km) tergantung dari sejauh mana
air pasang laut dapat mencapai daratan. Sika dilihat dari jauh daerah pertambakan akan
nampak seperti petak-pet& sawah yang tergenang air.
Kegiatan budidaya
tambak merupakan kegiatan pemanfaatan
lingkungan perairan untuk membesarkan biota air m
dan pengelolaan
a optimal. Agar kegiatan budidaya
tambak dapat berkelanjutan dan optimal maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara
benar dan menurut kaidah-kaidah ekologis dan ekonomis.
Menurut Hardjowigeno &
Widiatmaka ( 2001), berdasarkan atas letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang
memberi air ke tambak maka dapat dibedakan tiga jenis tambak, ydrtu :
Peta Adrnlnlmasl
Kabupaten lndrarnayu
Kabupaten Cirebon
Surnber data:
Peta Kabupsten (Pernda
lndramrrju dan Cjrebon]
Sistem Koordinat UTM. zone 48
Gambw 1. Peta Lokasi Penelitian di Wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
(a) tambak Lanyah , adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut atau
lebih jauh, tetapi air laut masih dapat menggenangi tambak tanpa mengurangi
salinitas yang menyolok, sehingga tambak tersebut berisi air laut yang berkadar
garam setinggi 30 o/oo
Air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa berkadar
garam tinggi, karena air yang mas& adalah air laut yang memang tinggi kadar
garamnya dan sebagai &bat penguapan sehari-hari sesudah air ditahan dalam
petakan tambak
bahkan tidak ada.
Campuran dengan air tawarlair sungai sangat sedikit atau
Air tambak sangat meningkat saliitasnya pada musii
kemarau karena penguapannya lebii tinggi dan kurangnya air hujan yang masuk
pada petakan tambak tersebut
tambak, dan hanya dapat
Keadaan ini akan menurunkan produktivitas
diperbaiki bila air laut pasang baru dapat dialirkan
ke dalam petakan tambak, atau terjadi hujan
(b) tambak Biasa ; adalah tambak yang terletak di belakang tambak lanyah dan
selalu terisi campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Setelah kedua
macam air tersebut ditahan dalam petakan tambak (petakan air ditutup setelah
petakan penuh air), maka terciptalah air payau dengan kadar garam sekitar 15
Oleo
Sebelum pintu tambak ditutup, yaitu waktu tambak belum digunakan untuk
memelihara ikan, airnya menjadi asin biia tambak terisi dengan air pasang laut,
dan menjadi tawar jika terisi air sungai waktu lautnya surut. Dalam musim
kemarau kadang-kadang hanya parit k e l i g dalam petakan tambak saja yang
terisi air
(c) tambak darat ; adalah tambak yang terletak jauh dari pantai laut. Kebanyakan
tambak darat pada mulanya tambak biasa, namun karena melebamya daratan
pantai maka letaknya menjadi jauh dari pantai sehingga menjadi tambak darat.
Persediaan air dapat dipertahankan cukup selama musim hujan saja. Kalau
hujan berkurang maka, sebagaian dari tambak itu menjadi kering sama sekali,
sehingga pengusahaannya
kadang-kadang hanya dapat berlangsung selama 9
bulan saja setiap tahunnya. Sebagai sarana produksi ikan dan udang air payau,
tambak darat ini kurang memenuhi syarat karena W t a s air yang terlalu
rendah (5-10 OIOO). Namun demikian tambak ini dapat digunakan untuk produksi
jenis ikan yang lain yang tahan terhadap salinitas yang rendah seperti ikan tawes
dan mujaer.
Walaupun yang dipelihara ikan air tawar, tetapi tetap disebut
tambak karena cara pengelolaannya masih menggunakan pengelolaan tambak.
Tambak Konvensional
Tambak konvensional
adalah usaha pemeliharaan udangliian, baik udang
(monokultural) maupun udang dan bandeng (polikultural)
yang sebagian besar
pengelolaannya bergantung pada iigkungan dan rnakanan alami tanpa bantuan peralatan
tambahan seperti peralatan untuk aerasi.
Sedangkan untuk budidaya tambak
modernlinsentif adalah usaha pemeliharaan u d a n g / i
dengan penebaran benih yang
tinggi, diberi makanan bantuan, dilengkapi perlengkapan tambahan untuk aerasi seperti
aerator, blower, kompresor, pompa air, kincir angin dengan kontruksi benar-benar kokoh dan
tidak bocor.
Pemeliharaan Tambak
Di dalam mengkaji
kesesuaian lahan
tambak, perlu diketahui terlebih dahulu
sumber air
parameter-parameternya yang sesuai. Parameter yang umum dipakai adalah
dan debitnya, amplitudo pasang surut, topograli, iklim, sifat tanah. Parameter-parameter
tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya tambak.
Disamping suplai air harus cukup, kualitasnyapun harus baik dan memenuhi syarat
bagi kehidupan dan p-buhan
udangikan serta organisme pakan ikan seperti kelekap.
Sebelum tambak ditebari dengan benih udangikan, perlu dilakukan pengeringan dasar
tambak yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, berlangsungnya mineralisasi
bahan organik dan membuang bahan-bahan beracun seperti H2S dan amoniak.
dilanjutkan dengan pemupukan tanah dasar tambak untuk merangsang
kelekap.
Kemudian
pertumbuhan
Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik sebanyak 0,s sampai 3,O
toniha/musim, tergantung dari kadar bahan organik tanah tersebut dan jenis pupuk kandang
yang dipakai.
Menurut S u r i a d i i a (1996), setelah dilakukan pemupukan organik, air dimasukan
ke dalam tambak setinggi 3 sampai 10 cm, dan pintu air ditutup rapat.
Selanjutnya air
dalam tambak dibiarkan menguap sampai keadaan dasar tambak kering seperti semula. Hal
ini dimaksudkan untuk meresapkan pupuk
mineralisasi pupuk organik.
ke dalam tanah dan tejadinya proses
Tambak kemudian diairi lagi sampai mencapai ketinggian 10
cm dan baru diberi pupuk anorganik yakni Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 50
sampai 100 kgMmusim.
Pemberian pupuk dilakukan secara bertahap. Tahap pertama diberi 113 bagian, dan
sisanya diberikan dua kali dalam waktu 1 minggu. Bila seluruh pennukaan bidang dasar
tambak telah terlihat adanya pertumbuhan kelekap dengan subur (warna hijau muda), maka
tambak diairi setinggi 20 cm dan secara bertahap dinaikkan lagi hingga mencapai tinggi air
40-60cm dari pelataran tambak. Selanjutnya tambak siap untuk ditebari benih udangtikan.
Tambak bandeng dapat dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan
perbandiigan 1:2 atau 1:3. Dalam satu unit tambak sebaiknya dilengkapi dengan petak
peneneran dan petak pengglondongan dengan luas masing-masing 300 sampai 500 mZ dan
1000 sampai 3000 mZ. Petak pengglondongan bertujuan untuk pemeliharaan nener menjadi
glondongan yaitu ikan muda yang berukuran panjang 5-12 cm, yang kemudian akan
dipelihara dalam petak pembesaran.
Sumber Air dan Kualitasnva
Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat perhunbuhan plankton yang
merupakan salah satu sumber rnakanan ikan. Air dalarn tambak umumnya kedalaman antara
40-60 cm dari d a m pelataran tambak atau 80-100cm dari d a m parit keliling. Permukaan
air tambak dibuat sejajar dengan permukaan air pasang rata-rata.
Kondisi wilayah hutan bakau sangat erat kaitannya dengan faktor hidro oseanografis.
Faktor-faktor yang berkenaan dengan karakteristik antara lain fluktuasi pasang surut,
gelombang, kecepatan arus sungai dan elevasi lahan.
Keempat komponen tersebut,
bersamaan dengan pengaruh berbagai faktor lainnya (karakteristik kimia-fisika)
oksigen terlarut (DO), salinitas, suhu, kekeruhan, derajat keasaman (pH),
asam sulfida akan memberikan c o d lingkungan hutan bakau tertentu.
seperti
amoniak, dan
1I
Boyd & Claude (1991),
mengemukakan bahwa produksi ikan dalam tambak
berhubungan erat dengan kualitas air. Penilaian kualitas air untuk udang dan bandeng
disajikan dalam Tabel 1
Sumber :
Boyd & Claude, E (1991)
Oksigen Terlarut (DO)
Pada umumnya ikan dan udang tidak dapat mengambii oksigen langsung dari udara,
oleh karena itu oksigen yang d i p untuk pernapasannya hams dalam bentuk terlarut dalam
air. Menurut S u r i a d i a (1996), oksigen terlarut merupakan salah satu peubah mutu air
yang mampu mempengaruhi peubah lain. Konsentrasi karbon dioksida dan pH harian air
tambak berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi oksigen terlarut.
Perubahan pH
mempengaruhi keseimbangan reaksi amoniak dan senyawa sulfida serta senyawa lain seperti
berbagai hidroksida logam.
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh peubah lain
seperti suhu, dinitas, bahan organik dan kecerahan. Peningkatan suhu, dinitas, bahan
organik dan kecerahan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut yang
terlalu rendah dapat menghambat perhmbuhan, bahkan mematikan ikan yang dipelihmya.
Menurut Achmad (1991), oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan udang
adalah > 5 @. Pada jumlah 1-5 mg/l perhmbuhan udang mulai terhambat, sedangkan di
bawah 1 mpjl udang akan mati.
a) Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah kandungan berbagai garam terutama garam NaCl
dalam air laut.
Menurut Suriadikarta (1996), salinitas adalah konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air, yang sering dinyatakan dalam rng, tetapi dalam bidang perikanan salinitas ini
sering diukur dalam &).
Salinitas membedakan jenis air menjadi air tawar, air laut dan
air payau. Pertambakan dibuat di daerah pantai dimana air laut dan air tawar bercampur
sehingga d i t a s n y a ditentukan oleh proporsi percampuran tersebut.
Bila sungai-sungai
kecil bermuara ke laut maka kadar gardsalinitas air di daerah estuarin itu akan tinggi,
tetapi bila sungai-sungai besar yang bermuara ke laut maka salinitas air daerah estuarin itu
akan rendah. Mintardjo et al, (1984), menyatakan bahwa berdasarkan d i t a s n y a , perairan
digolongkan menjadi berbagai kelas seperti tertera pada Tabel 2.
Perairan payau pada umumnya berada pada kelas oligohaline sampai polyhaline. Di
daerah yang curah hujannya tinggi air tambak berada pada kelas oligahiline dan mesohaline,
didaerah yang curah hujannya sedang pada kelas mesohaline sampai polyhaline, sedangkan
daerah yang relatif kering (curah hujan rendah) berada pada kelas perairan laut.
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas
Perairan tawar
I Mesohaline
I
3.0- 16.5
16.5 - 30.0
/ Polyhaline I
> 40.0
i
Hipersaline
Sumber : Mintardjo et.al, 1984.
7
Setiap jenis
ikan dan udang mempunyai kisaran toleransi salinitas yang berbeda
antara spesies satu dengan spesies yang lainnya dan antar kelompok umur dalam spesies
yang sama. Salinitas terbaik untuk udang antara 12-20 'loo . Pada salinitas 2 35 'loo
pertumbuhan udang terhambat, sedangkan pada salinitas 2 50
Menurut Achmad (1991), pada salinitas < 12 l'oo
OIOO
udang mulai mati.
udang tidak terganggu seperti pada
salinitas tinggi tapi metabolisme pigmen tidak sempurna (warna udang lebii b
i
n
)dan kulit
lunak sehingga lebih mudah diserang penyakit, sedangkan untuk bandeng salinitas yang
terbaik adalah 15 -30 '10~. Pada umumnya telah disepakati bahwa salinitas 10 - 15 'Im
adalah baik untuk dipertahankan di tambak.
b) Suhu
Suhu air sangat
berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air,
sehingga sangat berpengamh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
hewan air (ikan dan
udang). Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai
batas tertentu yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan selain berpengaruh langsung, suhu juga mempengaruhi kelarutan gas-gas
dalam air, termasuk oksigen.
Semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, padahal kebutuhan
oksigen bagi ikan dm udang semakin besar karena tingkat metabolisme semakin tinggi.
Achmad (1991) menyebutkan bahwa udang windu masih dapat tumbuh n o d pada suhu
35' C. Suhu air optimal bagi udang terletak antara 28' C sampai 30' C. Dibawah suhu 25'
C sampai 18' C udang mash bertahan hidup tetapi nafsu makan mulai menurun. Suhu air
di antara 12 O C sampai 18' C mulai berbahaya dan pada suhu < 12' C udang windu mati
kedinginan.
c) Kecerahan
Kekeruhan mencerminkan adanya jumlah bahan-bahan halus baik berupa bahan
organik (plankton), jasad renik, maupun berupa bahan anorganik (lurnpur dan pasir) yang
ada dalam air.
Terjadinya kekeruhan dalam tambak menurut Boyd & Claude (1991),
adalah pertama dihasilkan oleh banyaknya fitoplankton dalam air dan kedua oleh
tersuspensinya partikel-partikel tanah.
Kekeruhan ini menghalangi penetrasi cahaya ke
dalam tambak dan kurangnya cahaya dalam dasar tambak sehingga mengganggu
pertumbuhan algae dan tanaman air.
Menurut Achmad (1991), kecerahan yang baik bagi budidaya udang berkisar 30
sampai 40 cm, sedangkan untuk bandeng adalah 26-40 cm.
Biia kecerahan sudah mencapai
kedalaman kurang dari 25 cm, penggantian air sebaiknya segera dilakukan sebelum
phitoplankton "die off' yang diikuti oleh penurunan oksigen terlarut terjadi secara dratis.
Partikel lumpur dan pasir dapat berpengaruh langsung
menutupi insang ikan
sehingga menghambat pernapasan. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menghalangi
dihsi oksigen dari udara dan mengurangi daya penetrasi matahari sehmgga produktivitas
primer perairan berkurang.
d) Derajat Keasaman (pH)
Di dalam tanah atau air pH menunjukan konsentrasi ion hydrogen. Bia tanah atau
air mempunyai pH 7 dikatakan netral dan bila pH11
Titik mati basa
1
I
I
umber: Achmad (1991)
Air payau adalah baik sebagai penyangga perubahan pH, dan sangat jarang pH turun
kurang dari 6,5 atau lebih dari 9. Untuk pertumbuhan udang pH yang optimum adalah 7 - 9
(Achmad, 1991) dan untuk pertumbuhan bandeng pH yang baik adalah antara 7,5
-
8,5
(Arsyad & Samsi 1990).
e) Amoniak dan Hidrogen Sulfida
Sumber utama amoniak (NH3) adalah bahan organik baik dalam bentuk sisa pakan,
kotoran udang, maupun dalam bentuk plankton dan bahan organik tersuspensi. Pembusukan
bahan organik yang mengandung protein menghasilkan ammonium (NH43 dan ammoniak.
Bila proses lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berlangsung lancar, maka terjadi
penumpukan ammoniak sampai konsentrasi yang membahayakan udang.
Claude
(1982), ammoniak dalam air tambak berasal dari
udanglikan yang dibudidayakan dan
Menurut Boyd &
sisa metabolisme (sekresi)
(penguraian bahan organik, sisa pakan dan
organisme mati). Amoniak dalam proses oksidasi diubah menjadi nitrat sedangkan nitrit
merupakan bentukan dari proses oksidasi yang belum tuntas. Amoniak dan nitrit bers'iat
racun bagi udanghian, sedangkan nitrat merupakan nutrien utama bagi fitoplankton. Dalam
air, ammoniak terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammoniak yang tidak terionisasi (N&) dan
ion ammonium
CNH43. Pembentukan
gas amonium ini meningkat sejalan peningkatan pH
dari 4,s sampai 7,1 (Poerwowidodo, 1992). Karena ion O H meningkat sejalan pH, maka
pembentukan gas amoniak tergantung keseimbangan :
Temperatur juga berpengaruh dalam meningkatkan tejadinya ion ammonium namun
kurang dibandingkan dengan pengaruh pH. Menurut S u r i a d i i a (1996), pergantian air
merupakan alternatif dalam mengatasi konsentrasi ammoniak yang tinggi. Dalam tambak,
total amoniak yang optimum untuk pertumbuhan udang adalah < 0,3 mgilt.
Bahan organik selain dapat m e n g h a s i i ammoniak juga dapat memproduksi
hidrogen sulfida (HzS).
Udang bisa keracunan hidrogen sulfida pada konsentrasi 0,l-0,2
HzS~lt,dan pada konsentrasi 0,25 mgAt kematian masal bisa tejadi.
Menurut Boyd &
Claude (1982) konsentrasi 0,01 sampai 0,05 HzSflt akan mematikan terhadap organisme
perairan. Supaya tidak mengganggu pertumbuhan udang maka konsentrasi hidrogen sulfida
sebaiknya kurang dari 0,l mgilt.
HzS biasanya dapat dideteksi dari lumpur dasar yang
berwarna hitam (gelap) dan berbau belerang. Penggantian air dan pengeringan tanah dasar
waktu persiapan adalah cara yang baik untuk menghilangkan pengaruh HzS.
Amolitudo Pasaw Surut
Pengaruh pasang surut
antara lain terdapat penetrasi air laut ke sungai dan
melimpahnya ke lahan sekitarnya. Disamping itu akan menentukan jenis dan kerapatan
populasi flora dan fauna.
Pada dasamya pasang surut yang diterima oleh daerah pantai dan
estuari adalah pasang surut semi diural, dengan dua kali pasang dan dua kali surut terjadi
bergantian dalam satu hari yaitu tiap 12 jam 25 menit ~ d j o w i g e n o& Widiatmaka 1996).
Tingginya air pasang dan surut beruhah setiap hari dan yang tertinggi akan mencapai dua
kali setiap bulan yaitu pada waktu bulan purnama (pasang pumama) dan bulan kecil (pasang
perbani).
Tambak air payau selalu dibangun pada daerah pasang surut, yaitu di antara pasang
tertinggi dan surut terendah. Mengenai ukuran tinggi pasang surut ini, agaknya para ahli
menyetujui bahwa pasang surut sebesar 1,s - 2,s meter adalah ideal. Dengan pasang surut
sebesar ini, tambak tidak usah dibuat terlalu dalam dan tanggul tidak usah terlalu tinggi,
sehingga biaya kontruksi tidak terlalu besar.
Kemirinean Lahan
Untuk perencanaan tambak yang baik hams memerlukan daerah yang datar dan
masih dapat digenangi langsung oleh pasang surut air asin dari laut. Ketinggian tempat tidak
boleh melebihi tinggi permukaan pasang tertinggi.
Dan juga tidak boleh rendah daripada
tinggi permukaan air surut terendah (misalnya tempat-tempat yang merupakan cekungancekungan) sekalipun dekat pantai. Sumber peta dasar kelerengan lahn dapat diperoleh dari
peta tematik.
Topografi yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, keduanya akan mengalami
kesulitan dalam pengelolaan air. Bila terlalu tinggi, tidak dapat diairi dengan c u h p sesuai
kebutuhan, sedangkan bila terlalu rendah tidak dapat dikeringkan.
Dalam survei tanah di
lapangan jangkauan air pasang surut dapat diketahui dari informasi penduduk setempat.
Dalam keadaan alami daerah-daerah yang digenangi air yang hedinitas rendah (payau)
Iklim akan besar pengaruhnya terhadap pengelolaan tambak. Dasar tambak perlu
diieringkan secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki siiat fisik tanah, meningkatkan
mineralisasi bahan organik, dan rnenghilangkan bahan-bahan beracun seperti HzS, amoniak
serta metan.
Oleh karena itu diperlukan adanya bulan-bulan kering tertentu pada setiap
tahun. Curah hujan tinggi sepanjang tahun tanpa bulan kering, kurang cocok untuk tambak.
Hujan terus menerus sepanjang hari selama beberapa minggu akan menurunkan suhu air
tambak. Sebaliknya hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu panjang juga
kurang baik untuk daerah pertambakan. Menurut Soeseno (1988), curah hujan antara 20003000 d t h dengan bulan kering 2-3bulan cukup baik d i g u m h untuk tambak.
Tanah
Tanah sebagai diketahui adalah media tempat turnbuh atau lebih luas lagi suatu ruang
yang memungkinkan dapat mendukung kehidupan biologis, baik secara minimum maupun
maksimum tergantung dari kualitas tanah.
Tanah me~pi3kan salah satu faktor yang
menentukan produksi. Sebagai dasar untuk menahan air budi daya tambak, tanah umumnya
merupakan endapan (alluvial), yang kesuburannya sangat ditentukan oleh kualitas material
yang diendapkan. Tanah tambak di daerah hutan bakau sering kali bersiit agak masam,
dan jelas tanah demikian kurang produktif.
Untuk pembuatan tambak secara konvensional persyaratan tanah memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya tanah untuk kepentingan budidaya
ikan. Sedangkan dalam pembuatan tambak dengan teknologi modern, persyaratan tanah
sudah tidak memegang peranan yang sangat penting karena dasar tambak bisa juga dari
bahan lain misalnya plastik. Tanah yang baik tidak hanya tanah yang mampu menahan air,
akan tetapi lebii penting lagi apakah tanah tersebut mampu menyediakan berbagai unsur
hara bagi makanan alami untuk ikan yang d i p e l i a .
Fungsi utama tanah dalam pembuatan tambak yaitu :
-
Menjadi tempat tumbuhnya makanan alami yang berupa klekap maupun
berbagai organisme dasar lain.
-
Menahan air
Oleh karena itu tanah tambak h a s memenuhi kriteria
di atas.
Kemampuan tanah
menyediakan berbagai unsur hara yang sangat diperlukan oleh makanan alami, tergantung
pada kesuburan tanah yang berwmgkutan.
Kesuburan tanah sangat tergantung pada
komposisi kimiawi tanah. Sebagai contoh pengaruh sulfat masam dari lapisan pirit, sangat
kurang produktif karena pengaruh unsur beracun dari dalam tanah terhadap air tambak,
sebaliknya tanah alkali (basa) akan lebii subur dan produktif.
a. Lapisan Pirit
Pengaruh unsur-unsur beracun yang berasal dari tanah misalnya sulfat masam.
Menurut Suriadikarta (1996) bahwa penyebab utama rendahnya hasil udang dan ikan pada
sejumlah lahan pantai adalah adanya pirit (FeSz). Senyawa ini bila dalam keadaan kering
akan teroksidasi menjadi asam sulfat yang sangat masam.
tumbuhnya jasad makanan alami secara langsung dapat menyebabkan stress pada udang
sehingga udang menjadi tumbuh lambat, kulit lembek dan mudah terserang penyakit.
Akibat dari kemasaman ini dapat dikurangi dengan program oksidasi dan pencucian tanah
secara ekstensif dan penggunaan kapur yang cukup besar selama periode pertumbuhan.
Menurut Suriadikarta (1996), kapur yang diperlukan untuk menetralkan kemasaman adalah
kira-kira 150 tonha. Maka dengan oksidasi dan pencucian yang cukup, tanah akhimya
secara relatif akan bebas dari pirit.
b. Kedalaman Tanah Efektif
Kedalaman tanah sampai hamparan batuan mempengmhi kedalaman tambak yang
dibuat.
Karena untuk mendapatkan produktivitas tambak yang optimum diperlukan
penggalian parit keliling tambak, saluran luar dan petak pembagi air yang dalamnya lebih
dari 60 cm.
Maka batas kedalaman tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
tambak.
e. Drainase Tanah
Tambak memerlukan genangan , karena itu drainase tanah yang cepat yaitu air yang
mudah hilang baik melalui peresapan ke dalam tanah maupun aliran permukaan, tidak cocok
untuk tambak.
Dalam budidaya tambak, dasar tambak telah dibuat rata dan dibuat
pematang-pematang untuk menahan air sehingga aliran permukaan menjadi sangat kecil.
Dengan demikian drainase tanah banyak dipengaruhi oleh peresapan air ke dalam tanah, baik
secara vertikal maupun secara horisontd atau porositas tanah seperti diuraikan sebelumnya.
Jadi tanah tambak yang baik harus mampu menahan air. Kemampuan tanah menahan air
sangat dipengaruhi oleh struktur
tanah.
Semakin kompak strukturnya, semakin kuat
menahan air.
d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah memegang peranan sangat penting dalam menentukan apakah tanah
memenuhi syarat untuk pertambakan. Tekstur tanah sangat ditentukan oleh banyaknya
komposisi pasir, debu dan bat. Dalam Hadjowigeno (1993) dijelaskan bahwa tekstur tanah
menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm-50 p ), debu (50-2 p ), dan liat (