Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA (PENUMPANG)
ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :
DIAN NATALIA
NIM : 070200147

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA (PENUMPANG)
ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009


SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
DIAN NATALIA
NIM : 070200147
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum
NIP. 196603031985081001

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum

NIP. 196603031985081001

Maria Kaban, S.H., M.Hum
NIP. 196012251987032091

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia Nya
yang selalu memenuhi hari-hari saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini untuk melengkapi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Saya telah berupaya dan berusaha sebaik dan semaksimal mungkin dalam
mengerjakan skripsi ini untuk memperoleh hasil yang terbaik. Adapun judul skripsi ini
adalah “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009”. Skripsi ini membahas tentang

kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang) angkutan umum sebagai konsumen fasilitas
publik transportasi. Kemudian juga akan dibahas mengenai hal-hal apa saja yang dapat
menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum dalam
penyelenggaraan pengangkutan. Dan dalam skripsi ini juga membahas mengenai bentuk
perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 kepada
pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dalam tata bahasa maupun ruang lingkup pembahasannya.

Hal ini tidak terlepas dari

keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, dengan senang hati
saya akan menerima setiap kritik dan saran yang sifatnya membangun dan membantu penulis
dalam menyempurnakan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada saya selama proses
penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Maria Kaban, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak
membantu dan memberikan pengarahan kepada saya selama proses penyusunan dan
penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum sebagai Dosen Wali saya selama saya
berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Keluarga saya yang sangat saya cintai, untuk Bapak ku Dorman Simbolon dan Mama

ku Roshinta Herawaty Sinaga, anugrah terbesar yang diberikan Tuhan ke dalam
kehidupan saya, yang selalu mendukung saya secara jasmani dan rohani, yang selalu
mendoakan saya dan memberikan saya semangat dan kasih sayang, yang menjadi
inspirasi terbesar dalam kehidupan saya. Untuk Kakak saya Desy Purnamasari
Simbolon, Amk dan adik-adik saya Dionisius Pandapotan Simbolon, Dea Ananda
Simbolon, dan Debora Anzelika Simbolon yang selalu memberikan semangat dan

selalu membuat saya tersenyum sehingga saya menjadi kuat dan dapat menyelesaikan
skripsi ini.
10. Kelompok Kecil Jingle Bells, abang saya Erwin A.P Silaban, saudara-saudara saya
Desy K.C Sitepu, Sarah Simanjuntak, Julieta Simorangkir, R.N Abdelina, Linda,
Jepta Panjaitan,

Andryanto Pasaribu, dan Adik-Adik saya Revany Bangun, Sri

Hartaty dan Pasca Putri.
11. Sahabat-sahabat saya di Fakultas Hukum USU: Rotua Hasibuan, Peggy Siahaan, Rina
Stephanie, Rini Laura, Elsamaria, Andy Sitorus, Daniel, Bardixcon, Satra, Ismed,
Aris, Christanti, Borry, dan yang lainnya. Rekan-Rekan MDC (Meriam Debating
Club): Bang Anov, Bang Ucup, Kak Witra, Kak Wina, Satra, Jojo, Miranda, Li Pei

Yung, Udur dan Akmal. Dan saudara saya Kak Rina Ginting.
12. Rekan-rekan saya di Permahi (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia) cabang
Medan dan saudara-saudara saya di UKM KMK UP FH USU.
13. Untuk seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah membantu saya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima Kasih.

Medan, Februari 2011

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iv
ABSTRAK ........................................................................................................................................vi
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Perumusan Masalah .........................................................................................................8
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................................8
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan.........................................................................................8
E. Keaslian Penulisan ...........................................................................................................9
F. Tinjauan Kepustakaan ......................................................................................................10
G. Metode Penelitian ............................................................................................................16
H. Sistematika Penulisan ......................................................................................................18
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN
A. Perjanjian Secara Umum Menurut KUHPerdata
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian ...................................................................21
2. Subjek dan Objek Perjanjian......................................................................................24
3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian ......................................................................26
4. Jenis-Jenis Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian ..........................................31
5. Akibat Hukum Suatu Perjanjian dan Berakhirnya Suatu Perjanjian .........................34
B. Pengangkutan Pada Umumnya
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Pengangkutan ..................................................................38
2. Tujuan dan Unsur-Unsur dalam Pengangkutan .........................................................41
3. Prinsip –Prinsip Tanggung Jawab dalam Pengangkutan ...........................................44
C. Perjanjian Pengangkutan

1. Pengertian Perjanjian Pengangkutan..........................................................................45
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan ..............................47
3. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan ..................................51

BAB III : KEDUDUKAN HUKUM PENGGUNA JASA (PENUMPANG) ANGKUTAN
UMUM
A. Pengertian Pengguna Jasa dan Angkutan Umum ............................................................53
B. Jenis-Jenis Angkutan Umum ...........................................................................................57
C. Pengaturan Mengenai Pemberian Izin Angkutan Umum di Indonesia ............................61
D. Kedudukan Hukum Pengguna Jasa ( Penumpang) Angkutan Umum .............................66
E. Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Angkutan Umum Sebagai Konsumen Fasilitas
Publik Transportasi ..........................................................................................................68
BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA (PENUMPANG)
ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN UU NO. 22 TAHUN 2009
A. Hal-Hal yang Dapat Menyebabkan Kerugian Bagi Pengguna Jasa ( Penumpang)
Angkutan Umum Akibat Kesalahan dari Pengangkut .....................................................74
B. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Terhadap Kesalahan yang di Lakukan Pihak
Pengangkut dan Pihak Penumpang yang Mengakibatkan Kerugian Bagi Pengguna
Jasa ( Penumpang) Angkutan Umum ..............................................................................79
C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa ( Penumpang) Angkutan

Umum Sebagai Konsumen Fasilitas Publik Transportasi Berdasarkan UU No. 22
Tahun 2009 ......................................................................................................................85
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................................91
B. Saran .................................................................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Dian Natalia 1
Hasim Purba 2
Maria Kaban 3
ABSTRAK
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya masih sering
pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi
penumpang. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi
pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha

angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Permasalahan yang diangkat dalam
skripsi ini adalah kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang) angkutan umum sebagai
konsumen fasilitas publik transportasi, hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi
pengguna jasa (penumpang) angkutan umum dalam penyelenggaraan pengangkutan, dan
bentuk perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 kepada
pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.
Metode penulisan yang mendasari penulisan skripsi ini adalah metode penelitian
normatif dan penelitian sosiologis. Dalam penelitian normatif, penulis melakukan penelitian
melalui peraturan-peraturan dan bahan hukum yang berhubungan dengan penulisan ini
sedangkan dalam penelitian sosiologis, penulis melakukan penelitian terhadap salah satu
perusahaan pengangkutan di kota Pematangsiantar, yaitu pada perusahaan pengangkutan CV.
Karya Agung. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan studi
kepustakaan (library research), yaitu mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, catatan kuliah dan sumber literatur lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini
dan studi lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke objek
penelitian untuk mengumpulkan data dan keterangan-keterangan yang diperlukan.
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pihak pengangkut dan
pihak pengguna jasa sama tinggi. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi
penumpang akibat kesalahan pihak pengangkut antara lain kecelakaan yang diakibatkan
kelalaian pengemudi, kondisi angkutan yang tidak layak pakai, maupun akibat barang
bawaan penumpang hilang atau rusak.

Pemerintah hendaknya semakin meningkatkan kegiatan sosialisasi UU No. 22 Tahun
2009, baik terhadap penyelenggara angkutan umum dan terhadap masyarakat luas sebagai
pengguna jasa angkutan umum, agar upaya perlindungan hukum terhadap pengguna jasa
(penumpang) angkutan umum yang sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 dapat
benar-benar dilaksanakan oleh seluruh perusahaan pengangkutan umum.
Kata Kunci : * perlindungan hukum
* pengguna jasa
* angkutan umum
1
2
3

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau
yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna
menjangkau seluruh wilayah Indonesia 4. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan
kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran
pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran
kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan
diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan,
pariwisata, dan pendidikan 5.
Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbedabeda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor)
maupun angkutan umum (paratransit dan masstransit). Angkutan umum paratransit
merupakan angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam beroperasi
disepanjang rutenya, sedangkan angkutan umum masstransit merupakan angkutan yang
memiliki rute dan jadwal yang tetap serta tempat pemberhentian yang jelas.
Pada umumnya sebagian besar masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum
bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat
ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi.

4
5

Abdulkadir Muhammad,Hukum Pengangkutan Niaga;Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.7.
Ibid, hlm.8.

Banyaknya kelompok yang masih tergantung dengan angkutan umum ini tidak diimbangi
dengan penyediaan angkutan umum yang memadai, terutama ditinjau dari kapasitas angkut.
Akibatnya hampir semua angkutan umum yang tersedia terisi penuh sesak oleh penumpang.
Hal ini menyebabkan para penumpang berusaha memilih alternatif angkutan umum lainnya
yang dirasa lebih nyaman, efektif dan efisien meskipun dengan biaya yang cukup besar.
Hal tersebut menunjukkan arti pentingnya tranportasi di Indonesia, sehingga
pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan transportasi atau pengangkutan mutlak
diperlukan. Pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya mengenai peningkatan mutu
sarananya saja, tetapi juga harus menyangkut pembangunan aspek hukum transportasi
sendiri.
Pembangunan hukum tidak hanya menambah peraturan baru atau merobah peraturan
lama dengan peraturan baru tetapi juga harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan
hukum bagi semua pihak yang terkait dengan sistem transportasi terutama pengguna jasa
transportasi. Mengingat penting dan strategisnya peran lalu-lintas dan angkutan jalan yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta sangat penting bagi seluruh masyarakat, maka
pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan perlu di tata dan
dikembangkan dalam sistem terpadu 6 dan kepentingan masyarakat umum sebagai pengguna
jasa transportasi perlu mendapatkan prioritas dan pelayanan yang optimal baik dari
pemerintah maupun penyedia jasa transportasi. Selain itu perlindungan hukum atas hak-hak
masyarakat sebagai konsumen transportasi juga harus mendapatkan kepastian.
Penyelenggaraan lalu-lintas dan angkutan jalan juga perlu dilakukan secara
berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas jangkauan dan pelayanannya
kepada masyarakat, dengan tetap memperhatikan kepentingan umum, kemampuan
masyarakat, kelestarian lingkungan, dan ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan lalu-

6

Suwardjoko Warpani,Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,ITB, Bandung, hlm.13.

lintas dan angkutan jalan sekaligus mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan
terpadu.
Pembahasan pembangunan aspek hukum transportasi tidak terlepas dari efektivitas
hukum pengangkutan itu sendiri. Pengangkutan di Indonesia diatur dalam KUH Perdata pada
Buku Ketiga tentang perikatan, kemudian dalam KUH Dagang pada Buku II titel ke V.
Selain itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan
dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai
Pengganti UU No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang
Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU No. 14 tahun 1992 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324
UU No. 22 Tahun 2009 bahwa :
Pada saat Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ) mengatur
asas dan tujuan pengangkutan.
Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 UULLAJ yakni:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;

g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.
Sedangkan Pasal 3 UULLAJ menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yakni :
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Menurut Pasal 4 UULLAJ dinyatakan undang-undang ini berlaku untuk membina dan
menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yangaman, selamat, tertib, dan lancar
melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Demikian juga dalam Pasal 9 UULLAJ tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta Pasal 141 UULAJ tentang standar pelayanan
angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya
memberikan penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan pemakai jasa angkutan.

Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat membantu
mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa
angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara
operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir
angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diti untuk menjalankan
kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam
menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untk dapat melaksanakan kewajibannya
yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan
selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat
berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya,
luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuang pengangkutan dapat terlaksana
dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.
Namun dalam kenyataannya masih sering pengemudi angkutan melakukan tindakan
yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara
nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil), maupun kerugian yang secara immateriil
seperti kekecewaan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja
tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya
pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat
mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban. Hal ini tentu saja
melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ. Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan
penarikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif resmi, hal ini tentu saja melanggar pasal 42
UULLAJ tentang tarif. Atau tindakan lain seperti menurunkan di sembarang tempat yang
dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas, sehingga tujuan pengangkutan yang sebenarnya
diinginkan oleh penumpang menjadi tidak terlaksana. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan

pasal 45 (1) UULLAJ mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang
dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan. Dan adanya perilaku
pengangkut yang mengangkut penumpang melebihi kapasitas maksimum kendaraan.
Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam sektor pelayanan
angkutan umum masih banyak menyimpan permasalahan klasik. Dan dalam hal ini pengguna
jasa (penumpang) sering menjadi korban daripada perilaku pengangkut yang tidak
bertanggung jawab.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mempelajari, memahami, dan meneliti secara lebih mendalam mengenai bentuk perlindungan
hukum bagi pengguna jasa angkutan umum, yang mana dalam tulisan ini pengguna jasa yang
dimaksud adalah penumpang dan penulis menggunakan UU No. 22 Tahun 2009 sebagai
pedoman. Selanjutnya penulis menyusunnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul:
“PERLINDUNGAN

HUKUM

BAGI

PENGGUNA

JASA

(PENUMPANG)

ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN UU NO. 22 TAHUN 2009 ” .

B. Rumusan Masalah
Berlatar belakang pada uraian di atas, maka maka ada beberapa pokok permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang) angkutan umum?
2. Hal-hal apa yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang)
angkutan umum akibat kesalahan dari pihak pengangkut?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) angkutan
umum berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009?

C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi permasalahan yakni angkutan umum
yang akan dijelaskan dan dipaparkan dalam skripsi ini adalah angkutan umum berdasarkan
UU No. 22 Tahun 2009, hal ini mengingat banyaknya jenis angkutan umum. Dan dalam
skripsi ini, penulis mengambil contoh rill sebuah perusahaan pengangkutan, yaitu perusahaan
pengangkutan CV. Karya Agung.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selain itu berdasarkan
permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis
dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang)
angkutan umum.
2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna
jasa ( penumpang) angkutan umum akibat kesalahan dari pihak pengangkut dan
bagaimana

tanggung

jawab

pihak

pengangkut

terhadap

kesalahan

yang

mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.
3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa
(penumpang) angkutan umum sebagai konsumen fasilitas publik transportasi
berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009.
Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Secara

teoritis,

untuk

menambah

pengetahuan

penulis

tentang

bagaimana

perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum berdasarkan
UU No. 22 Tahun 2009.

2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukanmasukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap
perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.

E. Keaslian Penulisan
Penulisan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa (penumpang)
Angkutan Umum Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 belum pernah ada sebelumnya.
Keaslian penulisan skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan
mengambil panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan judul skripsi
penulis, ditambah dengan sumber riset dari lapangan .
Dalam penulisan ini yang ditekankan penulis adalah bagaimana bentuk perlindungan
hukum yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2009 terhadap kerugian yang diderita oleh
pengguna jasa (penumpang), apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak pengangkut
dan bagaimana penerapan hukum yang dilaksanakan dalam usaha pengangkutan di jalan raya.
Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan Hukum
Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan serta Peraturan Perundang-undangan yang
membahas mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.
Oleh karena itu, penulisan ini dapat dikatakan penulisan yang pertama kali dilakukan,
sehingga keaslian penulisan ini dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis.

F. Tinjauan Kepustakaan
Hukum adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku
manusia. 7 Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal, tetapi
seperangkat aturan yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu
7

Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Sekjen dan Kepaniteraan MK RI.
Jakarta. 2006, hlm. 13

sistem. Sehingga konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya
memperhatikan satu aturan saja. 8

Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum adalah untuk

mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian di antanra manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang
tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya.
Hukum mempertahankan perdamaian dengan kepentingan kepentingan yang bertentangan
secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena hukum hanya dapat mencapai
tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika hukum tersebut menuju peraturan yang
adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan
yang dilindungi sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi
bagiannya. 9

Aristoteles dalam buah pikirannya Ethica Nicomachea dan Rhetorica

menyatakan hukum mempunyai tugas yang suci yakni memberikan kepada setiap orang apa
yang berhak diterimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan Aristoteles berpendapat bahwa
hukum bertugas hanya membuat keadilan. 10 Sedangkan menurut Van Kant, tujuan hukum
adalah untuk menjaga kepentingan tiap-tiap manusia sehingga kepentingan itu tidak dapat
diganggu oleh manusia lain. Dengan kata lain hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak
setiap manusia yang diakui dan diatur oleh hukum. 11
Berdasarkan teori-teori tentang tujuan hukum sebagaimana yang telah diuraikan maka
dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa jika tujuan hukum semata-mata hanya untuk
mewujudkan keadilan saja maka tidak seimbang sehingga akan bertentangan dengan
kenyataan. Sebaliknya akan terjadi juga kesenjangan jika tujuan hukum hanya untuk
mewujudkan hal-hal yang berfaedah atau yang sesuai dengan kenyataan karena akan
bertentangan dengan nilai keadilan. Begitu juga jika tujuan hukum semata-mata hanya untuk

8

Ibid.
Chainur Arrasjid. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2000, hlm. 40.
10
Ibid.
11
Ibid, hlm. 42.
9

menwujudkan kepastian hukum saja, maka akan menggeser nilai keadilan maupun nilai
kegunaan dalam masyarakat. Sehingga kita harus melihat tujuan hukum dari ke tiga nilai
dasar hukum, yakni nilai keadilan, kegunaan atau manfaat dan kepastian hukum. 12
Perlindungan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Perbuatan (hal
tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.” 13

Pada umumnya perlindungan hukum merupakan

bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara emosional.
Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan hukum menurut Sudikno
Mertokusumo adalah suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang
melakukan Wanprestasi. 14 Pengertian perlindungan hukum juga menurut Soedikno
Mertokusumo yang dimaksud perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan
kewajiban manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan
dengan manusia lain. 15 Kata perlindungan di atas menunjuk pada adanya terlaksananya
penanganan kasus yang dialami dan akan diselesaikan menurut ketentuan hukum yang
berlaku secara penal maupun non penal dan juga adanya kepastian-kepastian usaha-usaha
untuk memberikan jaminan-jaminan pemulihan yang dialami.
Hukum merupakan wujud dari perintah dan kehendak negara yang dijalankan oleh
pemerintah untuk mengemban kepercayaan dan perlindungan penduduk, baik di dalam
maupun di luar wilayahnya. Pemerintah sendiri mendapat wewenang untuk menjalankan
tugasnya yang diatur dalam Hukum Nasional, yang mana Hukum Nasional berguna untuk
menyelaraskan hubungan antara pemerintah dan penduduk dalam sebuah wilayah negara
yang berdaulat, mengembangkan dan menegakkan kebudayaan nasional yang serasi agar

12

Ibid, hlm. 47.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Buku Satu. Balai Pustaka. Jakarta. 1989, hlm. 874.
14
Soedikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Liberty. Yogyakarta. 1991,hlm.9.
15
Ibid
13

terdapat kehidupan bangsa dan masyarakat yang rukun, sejahtera dan makmur. Hukum juga
berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi,
hukum harus dilaksanakan.
Pengangkutan adalah berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut dan
membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartika sebagai pembawa barang-barang
atau orang-orang (penumpang) 16. Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai
benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
meninggikan manfaat serta efisien 17. Sedangkan Hukum Pengangkutan adalah sebuah
perjanjian

timbal

balik,

yang mana pihak

pengangkut

mengikatkan

diri

untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan
pihak lainnya, yaitu pengirim barang, penerima barang dan penumpang wajib menunaikan
pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 18.
Adapun arti hukum pengangkutan jika ditinjau dari segi keperdataan, dapat diartikan
sebagai keseluruhan peraturan-peraturannya, di dalam dan di luar kodifikasi yang
berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit
karena keperluan pemindahan barang-barang dan/ atau orang-orang dari suatu tempat ke
tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian
tertentu, termasuk perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan. 19
Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan tersebut dapat diperoleh suatu
kesimpulan bahwa pada pokoknya pengangkutan merupakan perpindahan tempat, baik
mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak
diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.
16

W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemen P dan K, PN Balai Pustaka,
Jakarta, 1976, hlm.97.
17
Sinta Uli,Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan
Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hlm. 20.
18
Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
1990, hlm. 6-7.
19
Ibid, hlm. 5.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya ditulis dengan KUHD)
tidak ada aturan mengenai pengangkutan orang di darat, begitu juga dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis dengan KUH Perdata) tidak terdapat peraturan
umum mengenai pengangkutan orang. Oleh karena itu, perjanjian pengangkutan orang di
darat hanya dapat didasarkan atas pasal-pasal yang terdapat pada Bab I sampai dengan bab IV
Buku III KUH Perdata 20.
Diluar KUHD dan KUH Perdata terdapat peraturan mengenai pengangkutan orang di
darat, yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang UULLAJ, serta PP No. 41 Tahun 1993 tentang
Angkutan Jalan. Dalam UU No. 22 Tahun 2009 secara khusus diatur mengenai hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pengangkutan darat seperti asas-asas dan tujuan penyelenggaraan
lalu-lintas dan angkutan jalan, fasilitas dan elemen pendukung dalam penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalan, asuransi, tarif angkutan, dan juga diatur mengenai tanggung jawab
pihak pengangkut.
Pengertian pengguna jasa menurut Pasal 1 angka 20 UU No. 22 Tahun 2009 adalah
perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan umum, sedangkan
penumpang adalah orang yang mengikatkan diri kepada pihak pengangkut 21.
Pihak Pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan terhadap barang
dan penumpang (orang) yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan baik
dengan cara charter menurut waktu maupun menurut perjalanan 22. Perusahaan angkutan
umum menurut UU No. 22 Tahun 2009 adalah badan hukum yang menyediakan jasa
angkutan orang dan/ atau barang dengan kendaraan bermotor umum.
Angkutan umum merupakan sarana angkutan untuk masyarakat kecil dan menengah
agar dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam masyarakat.
20

H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Hukum Pengangkutan,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 1981, hlm. 50-51.
21
Sinta Uli, op.cit, hlm. 20.
22
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Penerbit Pustaka, Bangsa Prees, Medan, 2005, hlm.
135.

Sedangkan pengertian angkutan menurut UU No 22 Tahun 2009 adalah perpindahan orang
dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang
lalu lintas jalan.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 35 tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, angkutan adalah
perpindahan orang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan.
Keberadaan angkutan umum bertujuan untuk menyelenggarakan angkutan yang baik
dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik dan layak antara lain mencakup
pelayanan yang aman, nyaman, cepat, dan biaya murah.

G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini yakni perusahaan pengangkutan CV. Karya Agung yang beralamat di Jalan
Sidamanik No. 8, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif dan
penelitian sosiologis. Dalam penelitian normatif, penulis melakukan penelitian
melalui peraturan-peraturan dan bahan hukum yang berhubungan dengan penulisan
ini sedangkan dalam penelitian sosiologis, penulis melakukan penelitian terhadap
salah satu perusahaan pengangkutan di kota Pematangsiantar, yaitu pada perusahaan
pengangkutan CV. Karya Agung.
3. Sumber Data

Adapun data yang dikumpul dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder dibagi atas
3 (tiga), yaitu:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti KUH
Perdata, KUHD, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 dan peraturan perundang-undangan
lain yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan
memahami bahan hukum primer.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi
dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu mempelajari dan menganalisa
secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah
dan sumber literatur lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini sehingga diperoleh data ilmiah sebagai bahan dalam uraian
teoritis.
b. Field Research (Studi Lapangan), Field Research (Studi Lapangan), yaitu
penelitian di lapangan yang guna pengumpulan data yang diperoleh di
lapangan, berupa hasil wawancara yang dilakukan pada perusahaan
pengangkutan (tepatnya disalah satu perusahaan pengangkutan CV. Karya
Agung, Jalan Sidamanik Nomor 8, Pematangsiantar. Hal ini ditujukan pada
pencapaian hasil pemberitaan yang maksimal mengenai bentuk perlindungan

hukum yang diberikan oleh perusahaan pengangkutan apakah sesuai dengan
ketentuan yang terdapat pada UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
5. Analisis Data
Analisa data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisi data
secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang
jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan
permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke
dalam lima bab terperinci. Adapun bagian-bagiannya adalah :
Bab I :

Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II :

Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengangkutan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai perjanjian secara umum
menurut KUH Perdata, pengangkutan secara umum, dan perjanjian
pengangkutan.

Bab III :

Kedudukan Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum
Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengertian pengguna jasa dan
angkutan umum, jenis-jenis angkutan umum, kedudukan hukum
pengguna jasa (penumpang) angkutan umum, serta hak dan kewajiban

pengguna jasa (penumpang) angkutan umum sebagai konsumen
fasilitas publik transportasi.
Bab IV :

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan
Umum Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009
Pada bab ini merupakan inti dari pembahasan penulisan yang
mengetengahkan tentang pengaturan pemberian izin angkutan umum
di Indonesia, hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna
jasa (penumpang) angkutan umum akibat kesalahan dari pengangkut,
tanggung

jawab

pihak

pengangkut

terhadap

kesalahan

yang

mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan
umum, dan bentuk perlindungan hukum bagi pengguna jasa
(penumpang) angkutan umum berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009.
Bab V :

Penutup
Bab ini merupakan bab akhir dari skripsi ini, dan merupakan penutup
dari rangkaian bab-bab sebelumnya dimana dalam bab ini penulis
membuat suatu kesimpulan atas pembahasan skripsi ini yang kemudian
dilanjutkan dengan memberi saran-saran atas masalah-masalah yang
tidak terpecahkan yang diharapkan akan berguna dalam kehidupan
masyarakat dan praktek perkembangan ilmu pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN
A. Perjanjian Secara Umum Menurut KUHPerdata
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang
berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian,
sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang
berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.
Belanda,

perjanjian

disebut

juga

overeenkomst

dan

hukum

23

Dalam bahasa

perjanjian

disebut

overeenkomstenrech. 24 Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW ( KUHPerdata). Pada
pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daipada perjanjian.

Menurut

ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang
terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas. 25
Adapun kelemahan-kelemahan dari defenisi di atas adalah seperti diuraikan berikut
ini :

26

a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan
“satu orang atau lebih menguikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya dating dari satu pihak saja,
tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan
diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. Seperti misalnya pada perjanjian
jual-beli , sewa-menyewa.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus dalam pengertian “perbuatan”
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming),
tindakan melawan hokum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung
konsensus, seharusnya digunakan kata persetujuan.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut
terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang
23

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117.
C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 2006.
25
Ibid.
26
Ibid.
24

diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan
antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang
dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat
kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan perjanjian tersebut tidak disebutkan
tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu
tidak jelas untuk apa.
Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali
apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan
harta kekayaan”. 27 Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut :
“Perjanjian adalah : Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 28
Menurut Wirjono Projodikioro, yang dimaksud dengan perjanjian adalah :
“Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana
satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan
sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.” 29
Menurut M. Yahya Harahap mengemukakan:
“Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta
benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan
prestasi”. 30

27

Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2008, hlm.169.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987, hlm.9.
29
Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hlm.9.
30
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6.

28

Menurut Tirtodiningrat menyatakan bahwa:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua
orang atau lebihuntuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undangundang”. 31
Menurut Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa:
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan
diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan”. 32
Menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa:
“Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. 33
Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai defenisi dari perjanjian
memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab dalam mengemukakan
defenisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut memiliki sudut pandang yang saling
berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap defenisi yang dikemukakan oleh para sarjana
tersebut tetap mencantumkan secara tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang
menjadi subjek dan objek dari perjanjian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi
diantara para pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan.
Adapun yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain Buku ke Tiga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan.
2. Subjek dan Objek Perjanjian
Menurut R. Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain: 34
a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan perbuatan
hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu perjanjian harus
memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

31

Tirtodiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, PT. Pembangunan, Jakarta, 1986,

hlm.83.
32

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 78.
Sudikno Mertokusumo, op. cit, hlm. 97.
34
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1970, hlm 16.
33

b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar
kebebasan menentukan kehendaknya ( tidak ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan),
dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membuat perjanjian,
maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.
Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif akibat hukumnya perjanjian
tersebut dapat dibatalkan (veerneetigbaar), artinya perjanjian tersebut batal jika ada yang
memohonkan pembatalan.
Sedangkan untuk objek perjanjian, dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah
mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan. Bahwa
objek tersebut dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada.
Sehingga dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek
perjanjian, antara lain:
1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (pasal 1332 KUHPerdata),
2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (pasal 1333 KUHPerdata)
Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu, asal saja jumlah itu di
kemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.
3. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (pasal 1334 ayat 2 KUHPerdata).
Sedangkan barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah : 35
1. Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara,
2. Barang-barang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya narkotika,
3. Warisan yang belum terbuka.
Menurut Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa : 36
1. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak harus cukup jelas untuk menetapkan
kewajiban masing-masing.

35

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum USU,
Medan, 1974, hlm. 166.
36
R. Subekti, op.cit.

2. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum atau kesusilaan.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah perjanjian
tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 (empat) syarat agar suatu perjanjian
dinyatakan sah, antara lain:
a. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya,
Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang
diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang
lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan secara
bebas. 37
Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik. Dalam hal
persetujuan ini, kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang
bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Dengan demikian kata
sepakat antara kedua belah pihak atau lebih di dalam mengadakan perjanjian itu harus tanpa
cacat, sebab jika terdapat cacat dalam perjanjian itu, persetujuan itu dapat dimintakan
pembatalannya kepada pengadilah. 38 Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1321
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiada kesepakatan sah apabila kesepakatan itu
diberikan secara kekhilafan (dwaling) atau diperoleh dengan paksaan (dwang) atau penipuan
(bedrog).
37

Komaria

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

1 66 78

Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta (Whistleblower) Dalam Perkara Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban)

1 74 184

Aspek Perlindungan Hukum Pengguna Jasa (Penumpang) Transportasi Online Berbasis Aplikasi Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan (Studi Pada Dinas Perhubungan Kota Medan)

2 9 90

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 2009 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

0 3 11

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA ANGKUTAN TAKSI DALAM HAL TERJADINYA KETIDAKSESUAIAN TARIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAN UNDANG-UNDANG NOM.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGEMUDI ALAT ANGKUTAN UMUM DALAM HAL TERJADI KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

0 0 15

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUMPANG JASA ANGKUTAN UMUM KERETA API DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

4 32 119

Undang Undang No 22 Tahun 2009

0 0 203

undang undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

0 0 107

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM

0 0 87