Kondiloma Akuminata

KONDILOMA AKUMINATA

Riana Miranda Sinaga

NIP : 198104072009122004

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………..1
PATOFISIOLOGI……………………………………………………………………………….2
MANIFESTASI KLINIS………………………………………………………………………..2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM…………………………………………………………6
DIAGNOSIS BANDING………………………………………………………………………..7
KOMPLIKASI…………………………………………………………………………………...8

PENATALAKSANAAN………………………………………………………………………..9
PENCEGAHAN………………………………………………………………………………..16
PROGNOSIS……………………………………………………………………………………17
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..19

Universitas Sumatera Utara

KONDILOMA AKUMINATA
PENDAHULUAN
Kondiloma akuminata (KA) yang disebut juga kutil kelamin, penyakit jengger ayam,
venereal warts, anal warts dan anogenital warts, adalah infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh Virus Papiloma Humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.1-3 Dengan menggunakan cara hibridisasi DNA, sampai
saat ini telah dapat diisolasi lebih dari 100 tipe VPH, tetapi yang dapat menimbulkan KA
dikaitkan sedikitnya ada 20 tipe VPH yang berbeda, antara lain VPH 6,11,16,18,31,33,35,39,4145,51,56, dan 59.1-11 Namun hampir 90% kondiloma akuminata berhubungan dengan VPH tipe 6
dan 11.4,6,8,10,12-14 Berdasarkan kemungkinan terjadinya dysplasia epitel dan keganasan maka
VPH dibagi menjadi VPH yang mempunyai resiko rendah (low risk) dan VPH yang mempunyai
resiko tinggi (high risk). VPH tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik
dan pada dysplasia derajat rendah (low risk). Sedangkan VPH tipe 16 dan 18 sering ditemukan

pada dysplasia derajat tinggi dan keganasan (high risk). Tipe VPH lain yang mempunyai resiko
tinggi

untuk

terjadinya

kanker

genital,

terutama

servikal

mencakup

VPH

31,33,35,39,45,51,54,56,58,66 dan 68.1-10,15

Dipertimbangkan sebagai penyakit menular seksual yang tersering. Di Amerika Serikat
prevalensinya dilaporkan lebih dari 50%. 1% dari penduduk dewasa muda (berusia 15-19 tahun)
dapat menderita external genital wart atau kondiloma akuminata, bahkan insidennya meningkat
beberapa kali lipat selama 3 dekade terakhir di hampir semua negara di dunia. Prevalensi dan
resiko tertinggi pada wanita dewasa muda pada dekade ketiga dan remaja dewasa.1,3,4,6,10,14
Adapun faktor resiko terjadinya kondiloma akuminata disebabkan oleh berganti-ganti
pasangan seksual, hubungan seksual pada usia dini, merokok, penggunaan kontrasepsi oral,
sexual abuse dan melalui jalan lahir 3,4,10,12,16,17

Universitas Sumatera Utara

PATOFISIOLOGI
Transmisi VPH hampir selalu ditularkan melalui hubungan seksual dan dipermudah oleh
adanya lesi klinis kutil anogenital.1,3,5 Permukaan mukosa yang lebih tipis lebih rentan untuk
inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal sehingga mikroabrasi pada permukaan
epitel memungkinkan virion dari pasangan seksual yang terinfeksi masuk ke dalam lapisan sel
basal pasangan yang tidak terinfeksi. Agar dapat menimbulkan infeksi, VPH harus mencapai
epitel yang berdiferensiasi sedangkan sel basal relatif yang tidak berdiferensiasi hanya
terstimulasi untuk membelah secara cepat sehingga hanya terjadi ekspresi gen VPH. Sesuai
dengan pembelahan sel basal, virion VPH akan bergerak ke lapisan epidermis yang lebih atas.

Dan hanya lapisan epidermis di atas lapisan basal yang berdiferensiasi pada tahap lanjut, yang
dapat mendukung replikasi virus. Ekspresi gen virus pada lapisan ini diperlukan untuk
menghasilkan capsid protein dan kumpulan partikel virus. Setelah itu terjadi pelepasan virus
bersamaan dengan sel epitel yang deskuamasi, kemudian virus baru akan menginfeksi lapisan
basal yang lain.3-5,17 Waktu yang dibutuhkan mulai dari infeksi VPH sampai pelepasan virus baru
adalah 3 minggu (masa inkubasi kondiloma akuminata 3 minggu sampai 8 bulan).2,3,10

MANIFESTASI KLINIS
VPH masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi sehingga KA sering timbul di daerah yang
mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. Lokasi yang sering terkena pada pria
adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum, dan batang penis, sedangkan pada wanita adalah
fourchette posterior dan vestibulum. Selain itu , lesi dapat ditemukan di skrotum, labia,
perineum, perianal, dalam vagina atau di serviks, dan yang tidak begitu sering di kanal anal,
uretra, ataupun kandung kemih. Karena KA sering ditemukan dengan jumlah lesi lebih dari satu
pada satu sisi genital disertai lesi-lesi pada sisi genital yang lain, maka merupakan hal penting
untuk memeriksa genitalia secara menyeluruh.1,2,4-7,9
Kondiloma

akuminata


pada

umumnya

asimtomatis,

tetapi

dapat

menimbulkan

ketidaknyamanan karena mengakibatkan gatal, lembab, perdarahan, dispareunia, rasa terbakar,
dan menimbulkan discharge.3,4,6,7,9

Universitas Sumatera Utara

Ada empat tipe morfologik KA, yaitu :
1. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada derah lipatan dan lembab. Pada daerah epitel yang mengalami

keratinisasi sempurna seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan
perineum.Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti
jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak
seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami
fluor albus dan pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu.1-3
2. Bentuk papular
Lesi papul berbentuk kubah, permukaan halus dan licin, dengan warna seperti daging,
dan biasanya berdiameter 1-4 mm, multipel dan tersebar secara diskret. Biasanya didapati
didaerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah
perianal dan perineum.1-3
3. Bentuk keratotik
Mempunyai lapisan tebal lir-krusta dan dapat menyerupai veruka vulgaris atau keratosis
seboroik 1
4. Bentuk papul datar
Tampak sebagai makula atau sedikit meninggi atau bahkan sama sekali tidak tampak
dengan mata telanjang (infeksi subklinis), dan bias terlihat setelah dilakukan tes asam
asetat. Dapat dijumpai pada daerah epitel yang mengalami keratinisasi sebagian ataupun
sempurna 1-3

Universitas Sumatera Utara


Dijumpai pula bentuk klinis yang telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia,
yaitu :
1. Papulosis bowenoid
Kelainan ini merupakan varian dari papul bentuk kubah dan papul datar, terdiri dari
papul-papul hiperpigmentasi berwarna merah kecoklatan yang dapat berkonfluens
menjadi plakat. Pemeriksaan histopatologik memperlihatkan lesi intraepitelial skuamosa
derajat tinggi. Meskipun jarang berkembang menjadi karsinoma invasif, lesi ini sering
dikaitkan dengan infeksi VPH tipe 16 dan karsinoma serviks in situ.1,2,4

Universitas Sumatera Utara

2. Giant Condyloma of Buschke-Lowenstein
Pada beberapa orang, terutama yang mengalami penurunan imunitas selular akibat infeksi
HIV, terapi imunosupresif, penyakit Hodgkin, atau kehamilan, akan menderita KA yang
sangat besar. Pada keadaan yang jarang, KA yang besar ini menjadi tumor yang invasif
secara lokal, destruktif, tapi tidak bermetastasis, yang disebut giant condyloma atau
tumor Buschke-Lowenstein. Tumor ini biasanya berkaitan dengan VPH 6 atau 11 dan
umumnya refrakter terhadap pengobatan.1,2,4


Universitas Sumatera Utara

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis KA ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Tetapi pada lesi yang meragukan
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan :


Tes asam asetat (acetowhitening)
Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5 %, dapat menolong mendeteksi infeksi
VPH subklinis atau untuk menentukan batas pada lesi datar. Dalam beberapa menit lesi
akan berubah warna menjadi tampak putih (acetowhite). Pemeriksaan ini menolong
dalam membatasi infeksi VPH ke serviks dan anus. Sensitivitas acetowhitening pada
infeksi VPH cukup baik dan untuk beberapa lesi hasil pemeriksaan tersebut lebih baik
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi rutin.2-5,10



Pemeriksaan sitologi (pap smear)
Seluruh wanita seharusnya dimotivasi untuk melakukan pap smear setiap tahun karena
VPH merupakan penyebab utama pada patogenesis kanker serviks. Anal pap smear tes

dengan cervixcal brush dan larutan fiksasi membantu dalam mendeteksi kelainan pada
anus. Oleh karena itu, setiap wanita dengan kondiloma akuminata atau yang merupakan
pasangan seksual pria penderita kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan pap smear.
Pada sitologi tes tidak dapat mendiagnosis kondiloma akuminata, tetapi wanita yang
tampak dengan kondiloma akuminata harus diperiksa dengan pap smear (tes pap). Pada
temuan hasil pemeriksaan sitologi servikal diklasifikasikan sebagai abnormal atau
normal. Yang termasuk katagori abnormal adalah high-grade squamous intraephitelial
lesion (HSIL), low-grade squamous intraephitelial lesion (LSIL), atypical squamous
cells atau undetermined significance (ASC-US)3,5



Pemeriksaan histopatologi
Pada KA yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya akan memperlihatkan
gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan menebal,
parakeratosis, hyperkeratosis dan vakuolisasi pada sitoplasma (koilositosis). Biopsi
bukanlah digunakan untuk mendiagnosis KA, tetapi memberikan gambaran klinis yang

Universitas Sumatera Utara


khas. Meskipun demikian, direkomendasikan jika ditemukan bentuk yang atipikal seperti
pigmentasi, ulserasi, keras, massa nodular untuk melihat suatu dysplasia derajat tinggi
atau suatu penyakit keganasan.2,3,5


Deteksi DNA VPH
Adanya DNA VPH dan tipe VPH yang spesifik dapat ditentukan dengan hibridisasi pada
hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik hibridisasi, antara lain hibridisasi
insitu, Southern blot, Northern blot, dot blot, filter insitu hybridization, dan polymerase
chain reaction. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode hibridisasi, antara
lain : bahan klinis yang dianalisis, kondisi bahan klinis, ukuran sampel klinis atau hasil
DNA selular, sensitivitas, spesifisitas tipe VPH serta kepraktisan tes.3,4



Serologi
Teknik Enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA) digunakan untuk menentukan
IgM dan IgG serologi dari infeksi VPH dalam menentukan tipe spesifik dari partikel
virus. Pasien dengan kondiloma akuminata dan penyakit VPH-terkait lainnya ditemukan
memiliki tipe spesifik dari serologi VPH terhadap VPH-6 dan VPH-11. Pentingnya

tindakan serologik VPH belum jelas, dan saat ini hanya digunakan dalam pengaturan
penelitian. Respon antibodi VPH dapat bertahan selama beberapa tahun, dengan
demikian dapat menunjukkan baik infeksi saat ini atau masa lalu. Tetapi saat ini belum
ada indikasi klinis untuk penggunaan VPH serologi.5

DIAGNOSIS BANDING
1. Kondiloma lata pada sifilis stadium II : klinisnya berupa bentuk datar, disc-like, lesi
maserasi tampak pada daerah lipatan yang lembab seperti vulva dan sekitar anus. Pada
pemeriksaan lapangan gelap dari kerokan yang diambil dari lesi akan ditemukan
Treponema pallidum dan serologi untuk sifilis selalu positif.3-5,10
2. Moluskum kontagiosum : berupa papula milier kadang lentikuler dan berwarna putih
seperti lilin, berbentuk kubah, ditengahnya terdapat lekukan (delle). Pada pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

histopatologi didapatkan badan moluskum yang mengandung partikel virus di daerah
epidermis.2-5,7,10
3. pearly penile papules : secara klinis tampak sebagai papul berwarna sama seperti warna
kulit atau putih kekuningan, berukuran 1-2 mm, tersebar diskret, mengelilingi sulkus
koronarius dan memberi gambaran seperti cobblestone. Papul-papul ini merupakan varian
anatomi normal dari kelenjar sebasea, sehingga tidak memerlukan pengobatan.2,4,5,10
4.

Veruka vulgaris : vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu-abu atau
sama dengan warna kulit.3

5. Karsinoma sel skuamosa : vegetasi seperti kembang kol, mudah berdarah, dan berbau.2-4,7
6. Nodul skabies : terdapat tanda kardinal, yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia
secara kelompok, adanya terowongan (kunikulus) yang berwarna putih atau abu-abu
dengan papula atau vesikel di ujungnya serta ditemukan adanya tungau.3,4
7. Folikulitis : berupa papula atau pustula yang eritematosa dan di tengahnya terdapat
rambut, biasanya multipel.3
8. Seboroik keratosis : sering mengeluh gatal, mula-mula bercak coklat kehitaman makin
lama makin besar menjadi papula dengan permukaan verukous.3,4,10

KOMPLIKASI


Kerusakan lapisan kulit yang localized



Perubahan menjadi keganasan (kanker serviks (sering), kanker vulva, kanker anal,
kanker mulut dan kanker penis (jarang)) baik pada laki-laki maupun perempuan



Terinfeksi ke janin (respiratory papillomatosis) maupun pasangan seksual



Kekambuhan kondiloma akuminata 3,5,11

Universitas Sumatera Utara

PENATALAKSANAAN
Ada 3 alasan pengobatan VPH :
1. Kosmetik, karena bentuknya yang terlihat jelek, dan apabila membesar serta menggabung
dapat menyebabkan trauma atau infeksi yang berulang-ulang, bahkan jika lesinya cukup
besar dapat menutup uretra atau vagina.
2. Penularan, idealnya pengobatan infeksi VPH adalah mencegah transmisi virus ke orang
asing yang sehat.
3. Karsinogenesis, aspek lain dari infeksi VPH adalah onkogenik potensial dari virus, olah
karena itu pengobatan penyakit VPH telah dibenarkan sebagai metode pencegahan
pengembangan kanker.3
Terapi KA tidak dapat mengeradikasi VPH. Hal ini disebabkan karena adanya infeksi VPH
subklinis di sekitarnya. Terapi hanya bersifat simtomatik dan bagi kebanyakan penderita terapi
menghasilkan periode bebas kutil. Penghilangan lesi mungkin akan mengurangi transmisi dan
infektivitas virus, meskipun penelitian untuk menguji hipotesis ini belum pernah dilaporkan.1
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2006 merekomendasikan rejimen
berikut sebagai terapi KA lini pertama:
-

Terapi yang dilakukan oleh penderita sendiri, yaitu : podofiloks dan imiquimod

-

Terapi yang dilakukan oleh petugas kesehatan, yaitu : bedah beku, resin podofilin, asam
trikloroasetat atau asam bikloroasetat, dan tindakan bedah lain (eksisi skalpel atau
gunting, kuretase, bedah listrik, bedah laser)1

Pilihan terapi ditentukan oleh beberapa faktor, seperti jumlah, ukuran, morfologi, dan lokasi
anatomis dari kutil, biaya, pilihan penderita, pengalaman petugas kesehatan, dan efek samping
yang mungkin terjadi. Pada setiap modalitas terapi, bila kutil tidak memperlihatkan perbaikan
bermakna setelah 3 kali terapi yang dilakukan oleh petugas kesehatan atau hilang semua setelah
6 kali terapi, terapi lain harus dipertimbangkan.1-3,5

Universitas Sumatera Utara

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.7 dan 16
A. Terapi yang dilakukan oleh penderita sendiri
A.1.Podofiloks
Solusio atau gel podofiloks (atau podofilotoksin) 0,5% adalah senyawa antimitotik murni
yang telah distandardisasi. Penderita harus mampu melihat dan mencapai kutil yang akan
diterapi atau perlu orang lain untuk membantu penggunaannya. Senyawa ini dioleskan 2 kali
sehari dengan lidi kapas selam 3 hari, diikuti oleh 4 hari tanpa terapi. Setelah terapi tidak
diperlukan pencucian. Rejimen dapat diulangi sebanyak 4 sampai 6 siklus, sesuai kebutuhan.
Efek samping terapi yang sering terjadi adalah iritasi lokal yang ringan. Podofiloks memiliki
potensi toksisitas sistemik yang lebih rendah dibandingkan dengan podofilin. Meskipun
begitu, daerah terapi dianjurkan untuk dibatasi ≤ 10 cm2. Podofiloks kontraindikasi pada
penderita dalam keadaan hamil.1-7,9,11,12,14,16,17
A.2.Imiquimod

Universitas Sumatera Utara

Imiquimod adalah obat baru yang mempunyai efek imunomodulator. Terapi ini berbeda bila
dibandingkan dengan semua terapi KA lainnya karena tidak bergantung pada destruksi fisik
lesi, tetapi ditujukan pada eradikasi agen penyebab. Pemberian imiquimod merangsang
respon imun seluler dan respon imun lokal melalui stimulasi monosit, makrofag dan sel
dendritik di jaringan perifer untuk memproduksi sitokin proinflamasi, terutama IFN-α1,IFNα2,IFN-α5,IFN-α6,IFN-α8,IL-12 dan TNF-α. Mekanisme tersebut merupakan pertahanan
alami primer terhadap infeksi virus. INF-α akan menghambat respon Th2, sedangkan IL-2
dan TNF-α menstimulasi respon Th1. Imiquimod diketahui berperan pula dalam
meningkatkan maturasi dan migrasi sel Langerhans fungsional yang berperan sebagai antigen
presenting cell pada jaringan epidermis kulit, menuju kelenjar limfe regional. Keadaan ini
membuat respon imun yang diinduksi oleh imiquimod menjadi lebih spesifik terhadap
antigen tertentu.1,3,4,7,9-11,14,16,17
Imiquimod tersedia dalam bentuk krim 5 % dan dioleskan pada kutil sebelum tidur tiga kali
perminggu (selang sehari), selama maksimum 16 minggu. Pada pagi hari setelah pengolesan
(6-10 jam kemudian), daerah terapi harus dibersihkan dengan sabun dan air. Kutil akan
hilang dalam 8 – 10 minggu. Beberapa penelitian klinis telah memperlihatkan peningkatan
efikasi dan penurunan angka rekurensi dengan imiquimod, bila dibandingkan dengan placebo
atau modalitas terapi yang lain. Angka rekurensi yang lebih rendah dimungkinkan , karena
eradikasi kutil agaknya dilakukan oleh pertahanan imunologik tubuh sendiri. 1,3,4,7,9-11,14,16,17
Reaksi kulit lokal karena imiquimod sering terjadi, namun biasanya ringan sampai sedang,
meliputi eritema lokalisata, erosi, ekskoriasi, rasa terbakar dan nyeri. Reaksi sistemik belum
pernah dilaporkan. Keamanannya pada saat kehamilan belum pernah diteliti, meskipun tidak
bersifat teratogen.1,3-5,7,9,11,12,14-17

B. Terapi yang dilakukan oleh petugas kesehatan
B 1. Bedah beku.

Universitas Sumatera Utara

Bedah beku untuk terapi KA pertama kali digunakan oleh Ghosh(1977) dan Balsdon (1978)
dengan hasil cukup memuaskan. Terapi ini menggunakan nitrogen cair atau cryoprobe untuk
mengeradikasi kutil melalui sitolisis yang diinduksi termal. 1,3,4,7,9-11,14,16,17
Teknik yang paling sederhana adalah dengan menggunakan aplikator berujung kapas yang
dicelupkan dalam nitrogen cair dan dioleskan pada kutil selama 10-20 detik sehingga kutil
dan 1-2 mm kulit disekitarnya menjadi beku dan berwarna putih. Satu sampai enam siklus
freeze-thaw per kutil mungkin diperlukan per kali terapi. Penderita mungkin akan merasa
nyeri dan terbentuk lesi vesikobulosa yang sering hemoragik. Lepuh secara tipikal akan
mengalami erosi, membentuk ulkus dalam 1 sampai 3 hari, dan normalnya akan sembuh
dalam 1 sampai 2 minggu. Jika terapi pertama tidak berhasil, terapi dapat 3 kali terapi.
Karena bedah beku dapat disertai rasa nyeri, terapi lesi secara menyeluruh mungkin tidak
dapat dilakukan. Metode ini aman, efektif dan dapat digunakan untuk eradikasi KA di setiap
lokasi, tetapi tidak ideal untuk penderita dengan lesi yang luas.1,4,5,7,9,10,11,16,17
B.2. Podofilin
Penggunaan podofilin sebagi terapi KA telah banyak dilaporkan selama lebih dari 50 tahun
terakhir, tetapi saat ini senyawa tersebut lebih jarang digunakan karena tersedia terapi yang
lebih aman dan lebih efektif. Podofilin adalah senyawa dari tumbuhan Podophyllin peltatum
atau Podophyllin emodi yang menyebabkan mitosis sel terhenti pada metaphase dan
selanjutnya nekrosis jaringan, tersedia sebagai solusio resin podofilin 10% sampai 25%
dalam etanol atau tingtura benzoin. Podofilin dioleskan secukupnya pada masing-masing
kutil oleh petugas kesehatan dengan menggunakan lidi kapas serta dibiarkan kering.
Sebelumnya kulit sekitar lesi dilindungi dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi. Pada awal
terapi, obat dibiarkan hanya selama 1 jam lalu dicuci, khususnya untuk lesi di daerah vulva
dan daerah yang diliputi oleh frenulum. Dengan berlanjutnya terapi, podofilin dibiarkan
selama 4-6 jam sebelum dicuci. Lesi yang diterapi akan mengalami inflamasi dan terasa nyeri
selama 2-3 hari berikutnya. Terapi dilakukan satu sampai dua kali seminggu sampai enam
minggu. 1,3,4,7,9-11,14,16,17
Pengolesan podofilin tidak boleh berlebihan karena dapat diabsorbsi secara sistemik dan
berkaitan dengan resiko komplikasi yang mencakup mual, muntah, demam, takikardia,

Universitas Sumatera Utara

neuropati perifer, supresi sumsum tulang, peningkatan enzim hati, hipokalemia, oliguria,
anuria, ileus paralitik, koma, dan kematian. Selain ini, resin podofilin mengandung zat
mutagen (quersetin dan kaemferol) yang berpotensi karsinogen. Untuk mengurangi resiko
komplikasi, CDC merekomendasikan pembatasan daerah lesi yang diobati ≤ 10 cm2 per kali
terapi. Efek samping lokal minimal, dermatitis kontak iritan ringan terjadi pada hanya 10%
sampai 15% penderita. Seperti podofiloks, resin podofilin tidak aman untuk digunakan
selama kehamilan. Hasil terapi terbaik tampaknya diperoleh pada penderita dengan KA
lembab yang relatif baru dan sedikit jumlahnya.1,3,4,7,9-11,14,16,17
B.3. Asam trikloroasetat (ATA) dan asam bikloroasetat(ABA)
Solusio ATA/ABA 80% sampai 90% menyebabkan koagulasi protein secara kimiawi yang
mengakibatkan destruksi KA. Solusio ini dioleskan sekali atau dua kali seminggu pada
masing-masing kutil oleh dokter dengan menggunakan lidi kapas yang halus. Seperti halnya
resin podofilin, ATA/ABA harus dioleskan secukupnya untuk mencegah rasa nyeri yang
berlebihan atau komplikasi ulserasi. ATA/ABA akan menyebabkan koagulasi lesi menjadi
putih dengan sangat cepat. Jika kulit sekitarnya terkena secara tidak sengaja, senyawa ini
dapat dinetralisir dengan isopropil alkohol atau solusio sodium bikarbonat. Kedua asam ini
tidak perlu dicuci dari lesi. Terapi dapat diulang sampai enam minggu. Terapi ini paling
efektif untuk kutil-kutil yang kecil dan lembab serta untuk KA bentuk hiperkeratotik, dapat
dicoba pada KA yang resisten terhadap podofilin. ATA/ABA bersifat nontoksik dan dapat
digunakan pada anak-anak dan wanita hamil bila rejimen-rejimen lain dikontraindikasikan.1,37,9-12,16,17

B.4.Tindakan bedah lain (eksisi scalpel/gunting, kuretase, bedah listrik)
Metode ini membutuhkan anestesi topikal,lokal,atau umum
Kutil intrameatal atau labia minora yang distrik mudah dihilangkan dengan kuret tajam. Lesilesi berkeratin yang distrik dapat dihilangkan secara efektif dengan bedah listrik. Eksisi
gunting cocok untuk lesi perianal multipel yang tidak berespon terhadap terapi lain. Di
samping itu, metode-metode ini sering digunakan untuk kutil-kutil yang luas atau besar dan
untuk terapi KA selama kehamilan. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk bedah listrik.
Tindakan ini dikontraindikasikan bagi penderita yang menggunakan alat pacu jantung

Universitas Sumatera Utara

ataupun untuk lesi-lesi di proksimal dari tepi anus. Telah diutarakan pula adanya
kemungkinan inhalasi DNA VPH pada saat melaksanakan tindakan ini. Selain terapi lini
pertama di atas, terapi alternatif untuk KA menurut CDC mencakup bedah laser dan
interferon intralesi. Laser CO 2

paling bermanfaat untuk penderita dengan kutil yang

rekalsitran atau luas. Keuntungannya antara lain memiliki ketepatan yang tinggi sehingga
jaringan normal sekitarnya tidak mengalami kerusakan yang berarti, sterilitas lebih terjamin,
perdarahan relatif sedikit, relatif tidak nyeri, jaringan parut yang terjadi sangat minimal, serta
waktu penyembuhan lebih cepat. Bedah laser juga dapat digunakan pada penderita yang
sedang hamil karena tidak mempunyai efek sistemik. Sementara itu kendalanya adalah harga
alat serta pengobatan sangat mahal dan membutuhkan tenaga ahli yang sudah
berpengalaman. Anestesi lokal atau umum diperlukan dan evakuator asap harus digunakan
untuk menghindari inhalasi DNA VPH yang didapati dalam asap laser, meskipun saat ini
timbulnya infeksi atau rekurensi melalui DNA VPH dalam aerosol belum dapat dibuktikan
ataupun disangkal. 1,3-7,9,11,12,14,16,17
Interferon alfa intralesi mempunyai efek antivirus dan bekerja dengan cara menginduksi
enzim ribonuklease sehingga terjadi degradasi RNA messenger dan mengganggu sintesis
protein virus. Dosis yang diberikan adalah 1x106 IU per lesi disuntikkan ke dasar masingmasing lesi tiga kali seminggu (selang sehari) selama 3 minggu. Pada satu kali terapi dapat
dilakukan penyuntikan sampai sebanyak lima lesi, sedangkan lesi-lesi lain diobati pada kali
terapi yang lain. Efek samping yang dapat timbul antara lain gejala lir-influenza (demam,
menggigil, sakit kepala, mialgia), mual, muntah, diare, leukopenia dan trombositopenia yang
reversibel, neurotoksisitas, serta peningkatan tes fungsi hati. Selain itu juga pernah
dilaporkan tentang terjadinya perubahan lipid serum, insufisiensi ginjal, dan toksisitas pada
jantung. Interferon alfa intralesi mempunyai tingkat efikasi yang sama bila dibandingkan
dengan rejimen-rejimen yang lain serta dapat digunakan untuk KA resisten yang gagal
berespon terhadap rejimen terapi lainnya. Namun, CDC tidak merekomendasikan
pengunaanya secara rutin karena sering menimbulkan efek samping sistemik, biaya terapi
yang tinggi, injeksi yang nyeri, dan diperlukannya kunjungan ke dokter yang berulang kali.
Rejimen lain yang penggunaannya telah banyak dicatat dalam kepustakaan, namun tidak
direkomendasikan oleh CDC untuk terapi KA, adalah 5-fluorourasil (5-FU). 5-FU adalah
suatu antimetabolit yang menghambat pertumbuhan sel dengan cara mengganggu sintesis

Universitas Sumatera Utara

DNA dan RNA. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 1-5%, dioleskan
tipis-tipis pada lesi satu sampai tiga kali per minggu dan harus dicuci 3 sampai 10 jam
setelahnya, tergantung pada sensitivitas lokasi. Terapi dapat dilanjutkan selama beberapa
minggu sesuai kebutuhan. Penderita sebaiknya tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.
5-FU topikal sering menyebabkan iritasi lokal sehingga tidak dapat ditoleransi oleh beberapa
penderita. Metode ini memberikan hasil baik untuk KA yang persisten terhadap obat kaustik,
terutama untuk KA anorektal dan intrameatal, tetapi tidak direkomendasikan untuk
kondiloma vaginal karena adanya laporan-laporan tentang ulserasi vagina dan adanya satu
kasus adenosis vagina dengan karsinoma sel jernih. Selain 5-FU topikal, penggunaan gel 5FU/ epinefrin yang dapat disuntikkan untuk terapi KA juga telah diteliti, dengan angka
respons sebesar 55% sampai 77%. Efek sistemik belum pernah ditemukan, tetapi reaksi kulit
lokal sering terjadi dan suntikan menyebabkan nyeri. Pada satu penelitian didapati ulserasi
terjadi pada 63% penderita. Gel ini belum mendapat persetujuan dari Food and Drug
Administration(FDA).1,3-7,9,11,12,14,16,17

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.7 dan 16

Universitas Sumatera Utara

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.7 dan 16

PENCEGAHAN
Salah satu cara yang paling aman untuk mencegah infeksi VPH adalah dengan melakukan
hubungan seksual dengan satu orang yang telah diketahui kesehatannya atau dengan kata lain
melakukan hubungan seksual yang lebih aman seperti penggunaan kondom yang dapat
menurunkan resiko terjadinya penularan.3,6,5,10-12,16
Sampai saat ini baru terdapat satu vaksin VPH yang disetujui penggunaannya oleh FDA,
yaitu vaksin kuardivalen VPH (GardasilTM, produksi Merck and Co, Inc). Vaksin ini diberikan
intramuskular dengan tiga kali penyuntikan, masing-masing dengan dosis 0,5 ml. Dosis kedua
sebaiknya diberikan dua bulan setelah dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan sesudah
dosis pertama.1,4,6,11,13,17
Vaksin tersebut telah disetujui, aman, dan efektif dan dianjurkan penggunaannya terhadap
wanita berusia 9-26 tahun. Dari penelitian didapati bahwa vaksin VPH hampir 100% efektif
dalam pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh empat tipe VPH (tipe 6,11,16,18)
yang tercakup dalam vaksin ini.1,4-6,8,11,13,16,17
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapati bahwa setelah lima tahun sejak dosis pertama,
para wanita ini masih terlindungi.1

Universitas Sumatera Utara

Vaksinasi menghasilkan titer antibody yang lebih tinggi dibanding dengan mereka yang
terkena infeksi alami.1

PROGNOSIS
Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Oleh karena itu, faktor predisposisi
perlu dicari misalnya hygienenya, adanya fluor albus, kelembaban pada pria akibat tidak
disirkumsisi.4,5,10,12
Tingkat kekambuhan lebih dari 50% sesudah 1 tahun dan dapat terjadi karena :
1. Infeksi ulang dari kontak seksual
2. Masa inkubasi VPH yang panjang
3. Lokasi virus pada lapisan kulit superfisial yang jauh dari kelenjar limfe
4. Menetapnya virus pada kulit di sekitar lesi, folikel rambut atau tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh intervensi yang digunakan
5. Lesi yang tidak dijumpai atau lesi yang dalam
6. Lesi subklinis
7. Keadaan imunosupresi yang mendasari.4,5,10,12

KESIMPULAN
Kondiloma akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Virus
Papiloma Humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan
mukosa.1,2 KA perlu ditangani dengan baik karena terdapat hubungan antara infeksi VPH pada
genitalia dengan karsinoma serviks dan keganasan anogenital lainnya. Belum ada obat yang
spesifik untuk melawan dan mencegah replikasi virus. Tujuan utama pengobatan adalah
menghilangkan gejala klinis yang tampak atau bersifat simtomatik tetapi tidak dapat untuk
mengeradikasi VPH sehingga penyakit ini sering rekurens. 1,3,5,9,17
Perlu diperhatikan setiap penderita KA seharusnya diperiksa kemungkinan Infeksi Menular
Seksual yang lain juga, karena sampai 20% penderita KA dapat menderita PMS lain. Selama

Universitas Sumatera Utara

salah satu atau kedua pasangan seksual menderita KA, dianjurkan untuk tidak melakukan
hubungan seksual atau setidak-tidaknya memakai kondom. Higiene penderita diperbaiki karena
suasana yang basah, lembab, dan kotor akan mempercepat pertumbuhan KA.1
Pendekatan psikologis dengan cara memberikan penjelasan yang tepat (mengenai diagnosis,
pilihan terapi, kemungkian rekurensi, hubungan antara infeksi VPH dengan keganasan, serta
infektivitasnya) untuk mengurangi stress, terutama pada kasus yang sering mengalami
kekambuhan, akan sangat berfaedah untuk pengobatannya1.
Tindak lanjut penderita sebaiknya dilakukan selama mungkin karena kekambuhan sering
terjadi cukup lama setelah pengobatan selesai. Pap’s smear tahunan direkomendasikan bagi
wanita dengan atau tanpa KA.1

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
1. Suryaatmadja L. Penatalaksanaan Kondiloma Akuminata. Dalam : Skin Infection and
venereal Diseases. Symposium On Dermatology and Venereology in Daily Practice.
Surabaya, Maret 2008 : 67-79.
2. Zubier F.Kondiloma Akuminata.Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J.ed.
Infeksi Menular Seksual,ed ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005:126-131.
3. Kondiloma Akuminata. Dalam: Murtiastutik D. buku ajar Infeksi Menular Seksual. Bab
18. Surabaya: Airlangga University Press, 2008:165-9.
4. Ghadishah

D.

Condyloma

Acuminata.

2009

Available

at

:

http://www.emedicine.medscape.com
5. External Genital Warts. In: Klausner JD,Hook III EW. Current Diagnosis & Treatment of
Sexually Transmitted Diseases. Chapter 15. Lange Mc Graw Hill. 2007: 1-9
6. Human Papillomaviruses (HPVs) and Genital Warts. August 2010. Available at :
http://www.medicinenet.com/genital_warts_in_women/article.htm
7. Kodner C, Nasraty S. Management of Genital Warts. American Academy of Family
Physicians, 2004;70(12):2335-2342.
8. CDC. FDA Licensure of Quardivalent Human Papillomavirus Vaccine (HPV4, Gardasil)
for Use in Males and Guidance from the Advisory Committee on Immunization Practices
(ACIP).MMWR 2010;59(20):630-2
9. CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines .MMWR 2006:62-7
10. Fiallo P, Bastos R. Anogenital Warts and Molluscum Contagiosum. Available at:
http://www.aifo.it/english/resources/online/books/other/std/4-ANOGENITAL
WARTS.pdf
11. Human Papillomavirus(HPV) and Genital Warts. March 2010 Available at :
http://www.niaid.nih.gov/topics/genitalwarts/pages/default.aspx.

Universitas Sumatera Utara

 
 

12. Anal

Warts.

2000

Available

at

:

http://health.stateuniversity.com/pages/73/Anal_Warts.html
13. Dillner J. Four year efficacy of prophylactic human papillomavirus quadrivalent vaccine
against low grade cervical, vulvar, and vaginal intraepithelial neoplasia and anogenital
warts:randomized controlled trial. BMJ. 2010;340:c3493:1-9.
14. Raymond M, von Krogh G The Management of Anal Warts. British Medical Journal,
2000(321):910-11
15. Moore RA, Edwards JE, Hopwood J, Hicks D. Imiquimod for the treatment of genital
warts: a quantitative systematic review. BMC Infectious Diseases.2001;1:3
16. Ghaemmaghami F, Nazari Z, Mehrdad N. Female Genital Warts. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention. Vol 8.2007:339-347
17. Bourcier M, Thomas R. External Genital Warts. Vol.5. 2010. Available at:
http://www.skinpharmacies.ca/2_2_1.html.

 

22 
Universitas Sumatera Utara