Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN

MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

YOHANES EKA SEMBIRING 070308006

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN

MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

YOHANES EKA SEMBIRING 070308006/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

Taufik Rizaldi, STP, MP Ketua

Achwil Putra Munir, STP, M. Si Anggota


(3)

ABSTRAK

YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.

Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan

ABSTRACT

YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.

The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 1 Oktober 1989 dari ayah B. Sembiring dan ibu S Br Ginting. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Santa Maria Kabanjahe dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemanduan Minat dan Bakat. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Penerapan Komputer, penulis juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit Sei Silau PTPN III.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, Mei 2011


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor ... 5

Klasifikasi Traktor ... 6

Traktor Tangan ... 7

Tanah dan Air ... 7

Tujuan Pengolahan Tanah ... 9

Alat Pengolahan Tanah Primer ... 10

Alat Pengolahan Tanah Sekunder ... 11

Kedalaman Olah Tanah ... 12

Genangan Air Pengolahan ... 14

Pola Pengolahan Tanah ... 15

Kapasitas Pengolahan Tanah ... 19

Efisiensi Traktor ... 21

Bahan Bakar ... 22

Slip Roda Traktor ... 22

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 23

Biaya tetap ... 23

Biaya tidak tetap ... 24

Break event point ... 24

Net present value ... 25

Internal rate of return ... 26

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 28

Bahan dan Alat ... 28

Metode Penelitian ... 28

Prosedur Penelitian ... 29

Parameter Penelitian ... 30

Kapasitas lapang efektif ... 30

Efisiensi traktor ... 31

Konsumsi bahan bakar ... 31

Slip ban traktor ... 31


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapasitas Lapang Efektif ... 33

Efisiensi Traktor ... 36

Konsumsi Bahan Bakar ... 37

Slip Ban Traktor ... 39

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil ... 13

2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil ... 15

3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan ... 33

4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/Jam) ... 33

5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%) ... 36

6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha) ... 38

7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%) ... 39

8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) ... 40


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal. 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang ... 34 2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi ... 36 3. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar ... 38


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 47

2. Pola pengolahan tanah ... 49

3. Data pengamatan kapasitas lapang efektif (ha/jam) ... 51

4. Data pengamatan efesiensi traktor(%) ... 52

5. Data pengamatan konsumsi bahan bakar (l/ha) ... 54

6. Slip ban (%) masing-masing peralatan pengolahan tanah ... 55

7. Analisis ekonomi ... 56

8. Break event point ... 59

9. Net present value ... 60

10. Internal rate of return ... 64


(11)

ABSTRAK

YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.

Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan

ABSTRACT

YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.

The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok bagi sebagian rakyat Indonesia. Tanaman padi diusahakan di tanah sawah sehingga amat beralasan jika orang-orang yang berkecimpung dibidang pertanian perlu memahami sifat dan ciri tanah, sehingga mereka dapat mengelola sawah sebaik-baiknya (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Sebelum menanam padi di lahan sawah, maka perlu dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah dipersiapkan dua bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu dengan cara tradisonal yaitu pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuanya dikerjakan oleh manusia atau dibantu oleh hewan misalnya, kerbau atau sapi. Cara modern yaitu pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan mesin, yaitu dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat bekerja sendiri (Sugeng, 1998).

Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia. Dalam usaha pertanian pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di samping itu, pengolahan tanah bertujuan untuk: membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan; menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar dekomposisi dapat berjalan dengan baik; menurunkan laju erosi;


(13)

meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air (Rizaldi, 2006).

Kebutuhan akan traktor pertanian di Indonesia pada masa sekarang ini sangatlah penting. Traktor dapat menyediakan sumber tenaga yang cukup besar yang hampir dapat menggantikan sumber tenaga tradisional lainnya seperti tenaga kuda, kerbau maupun manusia yang memakan waktu cukup lama dalam pengerjaan suatu lahan pertanian.

Pemanfaatan traktor dan mesin-mesin lainnya untuk pengolahan lahan, penanaman dan pemanenan serta pemrosesan bergantung pada bahan bakar, dengan sedikit perkecualian, bahan bakar tidak dapat diperbaharui lagi. Mekanisasi bisa memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih baik, penanaman dan pemupukan lebih tepat waktu serta pemanenan lebih efisien hingga akhirnya memperkuat dampak unsur lain dari paket revolusi hijau (Reijntjes dkk, 1999).

Beberapa faktor input dari mekanisasi merupakan bahan bakar. Dalam penggunaan traktor, diharapkan penggunaan bahan bakar dapat dioptimalkan, salah satu cara pengoptimalan tersebut yaitu dengan menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar selama proses pengolahan lahan berlangsung.

Tenaga yang berasal dari traktor dapat digunakan untuk memproduksi pangan untuk kebutuhan nasional maupun dunia. Sebuah traktor dapat melakukan pekerjaan beberapa kuda dengan konsumsi waktu yang sama, tanpa harus istirahat karena kelelahan. Peningkatan produksi pangan harus dilakukan untuk


(14)

mengimbangi pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, sehingga penggunaan traktor akan semakin banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan tersebut (Shippen et al, 1980).

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan yaitu dengan cara intensifikasi pertanian. Salah satu contoh intensifikasi pertanian yaitu penggunaan traktor. Untuk menghindari penambahan unit traktor maka perlu dicari solusi untuk meningkatkan kapasitas kerja dan efisiensi traktor. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah pola pengolahan tanah dengan menggunakan traktor, sehingga dilakukan penelitian tentang pengaruh berbagai pola pengolahan dengan menggunakan traktor, sehingga diharapkan dapat diketahui pola pengolahan yang memiliki kapasitas kerja maupun efisiensi paling tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kapasitas lapang, efisiensi, konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor tangan pada berbagai variasi pola pengolahan lahan basah.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh pola pengolahan lahan terhadap kapasitas kerja, efisiensi traktor, konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor tangan.


(15)

Manfaat Penelitian 1. Penulis

Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Petani

Sebagai bahan informasi bagi para petani. 3. Mahasiswa


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Traktor

Sejarah menunjukkan bahwa proses mekanisasi pertanian adalah suatu proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam suatu sistem yang kompetitif, setiap pabrik mesin-mesin pertanian harus secara terus menerus memperbaiki produknya dan menciptakan produk baru agar posisi perusahaannya tetap menguntungkan (Daywin dkk, 2008).

Praktek penggemburan tanah sebelum penanaman telah berlangsung sejak lama. Dibeberapa daerah penggemburan sangat sulit dilakukan karena kondisi tanah yang tidak mendukung. Petani telah mengatasi masalah ini dengan menggunakan alat berat. Dibeberapa daerah yang biaya tenaga kerjanya tidak terlalu tinggi, banyak lahan digemburkan dengan menggunakan tenaga manusia. Pada saat mesin pengolah tanah belum tersedia, beberapa kuda digunakan untuk mengolah lahan. Namun selama pengolahan lahan dengan menggunakan tenaga kuda, luas olahan yang diperoleh masih terlalu kecil, mesin pengolahan tanah dapat mengolah lahan dalam ukuran yang lebih luas (Burton, 1997).

Jumlah penduduk yang semakin bertambah telah dan akan terus membutuhkan bahan makanan dan serat yang semakin banyak dan kenaikan produksi pertanian yang terjadi juga telah didorong oleh kemajuan di bidang non enjinering seperti bibit unggul, pemupukan dan budidaya tanaman yang lebih baik. Akan tetapi yang paling utama adalah meningkatnya penggunaan mekanis dan semakin efektifnya penggunaan mesin pertanian (Daywin dkk, 2008).

Mesin dapat membantu pekerja agar pekerjaan lebih aman dan dengan tingkat produktifitas tinggi. Semakin besar ukuran dan jumlah mesin, maka


(17)

semakin banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan per orangnya. Inilah dasar untuk meningkatkan produktifitas per orang dalam industri pertanian. Proses mekanisasi ini telah berlangsung dan mengalami peningkatan signifikan sejak 1950 (Herbs, 1980).

Klasifikasi Traktor

Menurut cara penggandengan peralatannya, maka traktor tangan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

a. Integrated mounted tractor (tipe unit); peralatannya langsung dihubungkan dengan poros (as) dengan transmisi.

b. Trailing type (tipe gusur); peralatannya digandengkan dengan traktor hanya dengan bantuan pen (pasak) saja. Jadi bekerjanya berdasarkan kekuatan tarik maju kedepan dari traktor.

c. Combination type (tipe kombinasi); dapat digunakan sebagai tipe unit maupun tipe gusur (Sugeng, 1998).

Menurut Rizaldi (2006) klasifikasi traktor dibedakan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan kegunaan dan jenis roda penggeraknya.

1. Traktor berdasarkan kegunaannya a. General purpose tractor b. Special purpose tractor c. Industrial tractor d. Plantation tractor e. Garden tractor


(18)

2. Traktor berdasarkan roda penggeraknya A. Traktor roda kepyak (crawler tractor)

a. Standard crawler tractor

b. Low ground pressure tractor (LGP) c. Swam crawler tractor

d. Extra swam crawler tractor

e. Special application crawler traktor B. Traktor roda karet (ban)

a. Single axle b. Double axle

Traktor Tangan

Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan lain-lain. Pekerjaan pertanian dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasang di bagian belakang mesin (Hardjosentono dkk, 2000).

Alat ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Traktor roda dua merupakan mesin serba guna karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain (Hardjosentono dkk, 2000).

Tanah dan Air

Pada saat pengolahan tanah dimulai, yaitu dari sejak air dimasukkan ke lapangan sampai tiba saatnya tanah dibajak/diluku untuk pertama kali, kehilangan


(19)

air oleh perkolasi, yaitu hilangnya air oleh peresapan melewati lubang pori dari lapisan atas ke lapisan bawah tanah adalah cukup tinggi. Untuk menghindarkan kehilangan air melalui perkolasi itu, segera setelah jenuh dengan air, digaru atau disisir dengan maksud agar tanah setelah dilakukan pembajakan pertama yang masih merupakan bongkahan besar dipecah menjadi bagian yang sekecil-kecilnya sehingga merupakan lumpur yang lunak serta halus sekali, jadi merupakan koloid. Koloid inilah yang nantinya menutup lobang kecil/pori-pori yang terdapat pada tanah, sehingga kehilangan air oleh perkolasi berkurang secara berangsur-angsur (Siregar, 1981).

Penyiapan lahan untuk budidaya padi dapat ditempuh dengan beberapa cara. Secara manual penyiapan lahan dilakukan menggunakan tangan dan alat sederhana. Secara mekanis menggunakan bajak (ploughing) dan garu (harrowing). Cara yang banyak digunakan pula adalah secara kimiawi yaitu dengan herbisida. Namun dapat pula digunakan gabungan dari cara-cara tersebut (Noor, 1996).

Evaluasi terhadap mudah tidaknya lahan dikerjakan sangat bergantung kepada sistem pengelolaan tanah dan air yang digunakan atau direncanakan. Penyiapan lahan dan pekerjaan lain termasuk penyiangan dan pemanenan dapat dilakukan secara manual tanpa kendala spesifik pada kebanyakan tipe lahan dan tanah. Kesulitan dijumpai pada lahan berbatu dan miring, meskipun hanya sebagian kecil dari daerah lahan sawah aktual dan potensial. Masalah juga dijumpai pada penyiapan lahan berlumpur (boggy) yang berdrainase buruk, karena kemudahan untuk dilewati (trafficability) sepanjang tahun amat rendah (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).


(20)

Capaian penggunaan alat olah tanah ialah untuk mengerjakan (mengubah, memindahkan, atau membentuk) tanah sebagaimana dikehendaki untuk memperoleh kondisi tanah tertentu. Tiga faktor rancangan abstrak yaitu kondisi awal tanah, bentuk alat, dan cara gerak alat akan mengendalikan atau menentukan pengolahan tanahnya. Hasil dari ketiga faktor masukan independen tersebut ditunjukkan oleh dua faktor keluaran yaitu kondisi akhir tanah dan gaya yang dibutuhkan untuk mengolah tanah. Kelima faktor tersebut seluruhnya berkaitan langsung dengan kepentingan perancang peralatan olah tanah (Tas, 2008).

Tingkatan paling rendah dari mekanisasi yakni penggunaan binatang penarik (terutama kerbau atau sapi) untuk pembajakan dan pelumpuran serta pengangkutan hasil panen dari lahan. Kendala yang ada mungkin seperti pengerjaan secara manual, yaitu trafficability yang buruk pada lahan berlumpur dan tingginya energi yang dibutuhkan pada tanah-tanah berliat halus (terutama Vertisol) sehingga waktu yang tersedia bagi lahan untuk dapat dikerjakan amat terbatas (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Tujuan Pengolahan Tanah

Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air terlebih dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan yang dalamnya antara 12-20 cm. Tujuan pembajakan adalah:

a. Mematikan dan membenamkan rumput

b. Membenamkan bahan-bahan organis seperti pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos sehingga bercampur dengan tanah


(21)

Tujuan pembajakan kedua adalah: a. Meratakan tanah

b. Meratakan pupuk dasar yang dibenamkan

c. Pelumpuran agar menjadi lebih sempurna (Sugeng, 1998).

Dengan menggunakan garu, gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan sedemikian rupa sehingga tanah itu merupakan bubur yang sangat lunak. Bubur yang sangat lunak ini terdiri dari butiran-butiran tanah yang sekecil-kecilnya. Pada lingkaran butir-butir tersebut, yang disebut koloid, melekat elektrolit berbagai zat hara seperti Ca, K, Mg yang kelak diperlukan tanaman melalui penyerapan oleh akar. Lebih kecil butiran-butiran itu maka makin banyak zat hara yang melekat sebagai elektrolit pada lingkaran tubuhnya dan lebih banyak zat hara yang tersedia untuk diserap oleh akar (Siregar, 1981).

Tujuan lain dari pada memecahkan gumpalan tanah sampai butir-butir yang sekecil-kecilnya ialah agar jarak antara dua butir tanah itu sekecil mungkin. Jika jarak antara kedua butir tanah itu sekecil mungkin, maka pori dalam tanah dengan sendirinya menjadi kecil pula dan lebih kecil pori dalam tanah lebih baik, oleh karena pori yang lebih kecil itu akan menghambat air menyusup ke bagian bawah tanah (Siregar, 1981).

Alat Pengolahan Tanah Primer

Peralatan yang digunakan oleh petani untuk memecah dan meremahkan tanah sampai suatu kedalaman dari 6 sampai 36 inci (15,2 sampai 91,4 cm) dikenal dengan alat pengolah tanah primer, yang mencakup bajak singkal, bajak piringan, putar, pahat, dan bajak bawah tanah (Smith dan Wilkes, 1990).


(22)

Alat pengolah tanah pertama adalah alat-alat yang pertama sekali digunakan yaitu untuk memotong, memecah dan membalik tanah. Alat-alat tersebut ada dikenal beberapa macam, yaitu bajak singkal. bajak piring, bajak pisau berputar, dan bajak chisel (Daywin dkk, 2008).

Bajak singkal

Bajak singkal ditujukan untuk pemecahan banyak tipe tanah dan cocok sekali untuk pembalikan tanah serta penutupan sisa-sisa tanaman. Telapak bajak secara keseluruhan merupakan hal yang sangat esensial untuk pembajakan yang baik, pemotongan oleh mata bajak dan sedikit pengangkatan irisan alur, pengendalian sisi samping, kemantapan bajak, sementara singkal menyelesaikan pengangkatan, penggemburan, dan pembalikan pemotongan tanah paliran. Terutama pada singkal-lah tergantung pembajakan yang berhasil. Lengkung dan panjang singkal menentukan derajat kegemburan yang diberikan kepada tanah potongan paliran (Smith dan Wilkes, 1990).

Pada saat bergerak maju, maka pisau akan memotong tanah dan mengarahkan potongan/keratin tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik dan dipecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik (Daywin dkk, 2008).

Alat Pengolahan Tanah Sekunder

Pengolahan tanah kedua diartikan sebagai pengadukan tanah sampai jeluk yang komperatif tidak terlalu dalam. Peralatan pengolahan lahan pertama mungkin digunakan untuk pengolahan lahan kedua. Bajak satu arah dan beberapa


(23)

jenis bajak brujul dapat disesuaikan dan diperlengkapi dengan alat-alat tambahan, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan lahan kedua pada jeluk yang lebih dangkal (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu

Garu adalah peralatan yang digunakan untuk meratakan tanah dan memecahkan bongkahan-bongkahan tanah, mengaduk tanah, mencegah dan membinasakan gulma. Di bawah kondisi tertentu, garu dapat digunakan untuk menutup biji. Ada tiga jenis utama garu, yaitu garu piringan, garu gigi paku dan garu gigi pegas (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu rotari ada dua macam, yaitu garu rotari cangkul dan garu rotari silang. Garu rotari cangkul merupakan susunan roda yang dikelilingi oleh gigi berbentuk pisau yang dipasangkan pada as dengan jarak tertentu dan berputar vertikal. Putaran roda garu ini disebabkan oleh tarikan traktor. Garu rotari silang terdiri dari gigi-gigi yang tegak lurus terhadap permukaan tanah dan dipasang pada rotor. Rotor diputar horisontal, yang gerakannya diambil dari putaran PTO. Dengan menggunakan garu ini, penghancuran tanah terjadi sangat intensif (Daywin dkk, 2008).

Kedalaman Olah Tanah

Seperti halnya diketahui, lapisan bunga tanah (top soil) tidaklah sama untuk semua jenis tanah. Ada tanah yang lapisan bunganya tebal dan ada juga tanah yang lapisan bunganya tipis. Lepas dari tebal tipisnya bunga tanah itu, dalamnya pengolahan tanah yaitu: dangkal, sedang, atau dalam, akan mempengaruhi hasil pertanaman. Ini dapat dibuktikan dengan angka-angka sebagai tersebut pada tabel di bawah ini.


(24)

Tabel 1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil

Dalamnya pengolahan tanah (cm) Hasil (gram/rumpun)

8 12.4

12 18.2

16 20.8

20 23.2

24 26.4

28 27.9

32 27.5

Angka-angka yang disajikan menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang terbaik ialah di sekitar 30 cm. Bandingkanlah pengolahan sedalam 28 cm dan 32 cm. Yang ini berarti dalam praktek dengan pencangkulan tanah hampir sama dengan satu kali saja mengayunkan cangkul yang panjangnya kurang lebih 30 cm (Siregar, 1981).

Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul. Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah. Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18 cm (IRRI) bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20 cm (AKK, 1990).

Untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang 15 cm saja. Karena itu selalu ada air irigasi yang cukup untuk tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau top soil. Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata, karena sifat-sifat permukaan air, sehingga petakan sawah yang dibuat kecil akan mempermudah pembuatan lapisan olah datar dan rata (Daywin dkk, 2008).

Pengolahan tanah meliputi pekerjaan penyiapan/pengolahan lahan sehingga siap ditanami. Pengolahan tanah secara umum dapat dibedakan menjadi


(25)

pengolahan tanah primer (pengolahan tanah pertama) dan pengolahan tanah sekunder (pengolahan tanah kedua), meskipun pada kenyataannya pembedaan tersebut kurang tegas (bisa saling tumpang tindih). Perbedaan antara pengolahan tanah primer dan pengolahan tanah sekunder biasanya didasarkan pada kedalaman pengolahan serta hasil olahannya. Pengolahan tanah pertama biasanya mempunyai kedalaman olah yang lebih dalam (>15 cm) dengan bongkah tanah hasil pengolahan lebih besar, sedangkan pengolahan tanah kedua mengolah tanah lebih dangkal (< 15 cm) serta hasil olahannya sudah halus dengan permukaan tanah yang relatif rata (siap untuk ditanami). Pada kenyataannya pengolahan tanah tidak harus dua kali, mungkin ada yang hanya satu kali, ada pula yang sampai 3 atau 4 kali sebelum lahan menjadi siap untuk ditanami. Dalam hal ini alat-alat pengolahan tanah yang ke-3 atau ke-4 akan masih digolongkan sebagai alat-alat pengolahan tanah kedua (Tas, 2008).

Genangan Air Pengolahan

Sebelum dilakukan pencangkulan, terlebih dahulu sawah harus digenangi air, sambil dilakukan perbaikan pada pematang. Begitu pula bila dilakukan pembajakan, air harus tergenang di sawah. Ketika penggaruan/penyisiran dilakukan, genangan air dikurangi dipetakan sawah , yaitu tinggi air sekitar 2 cm dari permukaan (Rasyid, 1991).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pertanaman padi dimana tanahnya diolah dengan mempergunakan air dalam jumlah yang cukup banyak senantiasa lebih tinggi daripada hasil pertanaman dimana tanahnya diolah secara kering ataupun dengan persediaan air yang serba kurang. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan angka sebagai dicantumkan di bawah ini.


(26)

Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil

Cara pengolahan tanah Penghasilan (kw/ha)

Varietas Mas Varietas Genjah Raci Tanah diolah dengan

genangan air yang cukup

26,9 100% 25 100%

Tanah diolah dengan persediaan air yang serba kurang

20,7 77% 13,6 54%

(Siregar, 1981).

Pola Pengolahan Tanah

Menurut Rizaldi (2006), pola pengolahan lahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat. Karena pada waktu diangkat alat tidak bekerja. Oleh karena itu harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi di lapangan. Makin banyak pengangkatan alat sewaktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus-menerus tanpa pengangkatan alat.

Menurut Tas (2008), dalam melakukan pengolahan tanah, perlu menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah agar lebih efektif dan efisien. Dengan menggunakan pola yang sesuai, diharapkan waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin, lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien. Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya


(27)

akan ditimbun kembali dari alur berikutnya. Sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif.

Belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land, kekasaran daerah belok dan lebar alat (Siregar, 2010).

Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah, pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow), yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain. Sehingga akan terjadi


(28)

penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan (Tas, 2008).

Pembajakan dengan pola tepi dilakukan dari tepi membujur lahan, lemparan hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pembajakan kedua pada sisi lain pembajakan pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kiri sampai ke tengah lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow)., yaitu alur bajakan yang saling berdampingan satu sama lain. Sehingga akan terjadi alur yang tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi lahan lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil pembajakan (Tas, 2008).

Membajak dengan sistem balik rapat dapat dilakukan dengan cara berikut. 1. Pada tanah kering mula-mula harus dibuat scratch pada kedua ujung

petakan. Pada tanah basah tidak perlu dibuat karena akan menyebabkan selipnya traktor. Pada tanah basah scratch nya hanya dibuat dengan membajak secara dangkal.

2. Membajak dimulai dari salah satu tepi petakan, pada tanah ditinggalkan strip (garis) selebar 2 jejak. Garis ini berguna untuk jalannya traktor pada waktu akan mengerjakan head land.


(29)

3. Apabila pekerjaan sudah selesai, pembajakan dilakukan pada salah satu head land. Kalau head land yang pertama selesai dikerjakan, maka kerjakan pula head land yang lain dengan sekaligus membajak strip tanah yang dibuat pada langkah pertama tadi.

4. Untuk menghindari kecelakaan terbaliknya traktor, pada waktu menjalankan apabila menyeberangi petakan atau bagian-bagian lain sawah yang tidak sama tingginya, kalau jalannya menurun traktor harus berjalan mundur, tapi kalau jalannya naik, traktor harus maju.

Membajak dengan sistem berkeliling dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Putaran keliling sebaiknya berlawanan arah dengan jarum jam.

2. Pada putaran pertama, pembajakan tanah dilakukan pada tepi petakan dan diusahakan betul-betul rapat dengan pematang. Slice dilemparkan kearah kiri atau kearah tengah petakan.

3. Pada putaran kedua sampai keempat cara berbelok berpusing kearah lebih dalam. Slice dilemparkan kearah kanan atau kearah pematang.

4. Pada putaran kelima dan selanjutnya cara berbelok biasa tidak seperti putaran sebelumnya. Traktor meninggalkan petakan dengan meninggalkan open furrow/dead furrow (Sugeng, 1998).

Pada pengolahan lahan dengan pola keliling tengah, pengolahan tanah dilakukan dari titik tengah lahan. Berputar ke kanan sejajar sisi lahan, sampai ke tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah dalam lahan. Pada awal pengolahan, operator akan kesulitan dalam membelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut,


(30)

dibajak pada 2 sampai 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Pada pengolahan tanah dengan pola keliling tepi, pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan kesulitan dalam mebelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Kapasitas Pengolahan Tanah

Penerapan alat dan mesin pertanian pada dasarnya adalah untuk memberikan kontribusi pada peningkatan efisiensi produksi tersebut. Ketidakselarasan antara desain dan ukuran alsintan dengan kondisi spesifik wilayah penerapannya akan mengakibatkan rendahnya kapasitas kerja alsintan yang akhirnya akan memperbesar inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam pengolahan tanah, hingga saat ini pemilihan tipe penggerak maupun implement yang digunakan belum sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan teknis (soil-tools interaction) dan ekologi wilayah. Sebagai akibatnya, hal tersebut mengarah pada kurang maksimalnya unjuk kerja alsintan yang digunakan, yang akhirnya mengarah pada rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya dan tingginya biaya operasional per luas penggarapan (Hendriadi dkk, 2002).


(31)

Kapasitas optimum dari peralatan pertanian tergantung dari faktor-faktor: 1. Jumlah hari kering untuk bekerja

2. Kecepatan kerja

3. Waktu yang tersedia untuk operasi lapang 4. Persentase keuntungan yang bakal didapat (Daywin dkk, 2008).

Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100 % dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Darun, 1990).

Persamaan untuk menentukan kapasitas lapang adalah sebagai berikut : KLT = W . V ... (1) dimana :

KLT = Kapasitas lapang teoritis (m2/jam) W = Lebar kerja alat (m)

V = Kecepatan (m/jam)

KLE =

... (2)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam) L = Luas lahan (ha)

T = Total waktu tempuh (jam) (Yunus, 2004).


(32)

Efisiensi Traktor

Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

Efisiensi = ...(3)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif KLT = Kapasitas lapang teoritis (Yunus, 2004).

Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut atau yang dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi (Yunus, 2004).

Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi hendaknya dilakukan: a. Pemeliharaan traktor dan alat-alatnya dengan seksama

b. Pemilihan operator/driver yang berpengalaman


(33)

Bahan Bakar

Ditinjau dari segi bahan bakar, dalam hal ini bahan bakar minyak yang disingkat BBM, yang pertama diingat bahwa kinerja optimal yang diperoleh seorang pengemudi dari bekerjanya mesin kendaraan adalah bergantung kepada dua sifat utama BBM, yaitu:

1. Dapat memberikan campuran bahan bakar-udara dalam perbandingan yang benar (yang biasanya diatur oleh karburator atau injektor).

2. Dapat memberikan pembakaran secara “normal” pada saat yang tepat di dalam siklusnya (Wartawan, 1997).

Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada mesin berkecepatan lambat, asalkan tidak kelebihan beban. Umumnya pada penurunan 20% putaran mesin, dapat menghemat 15%-30% bahan bakar. Penghematan yang lebih besar dapat diwujudkan apabila putaran mesin dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun, kemungkinan overloading pada mesin semakin besar. Kebanyakan traktor kehilangan daya pada saat putaran mesin lebih kecil dari 20%. Penurunan putaran mesin dibawah 20% menyebabkan traktor kehilangan tenaga (Koelsch, 1978).

Slip Roda Traktor

Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus: Slip roda = ... (4) dimana:

L1 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor tanpa mengolah tanah

L2 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor dengan mengolah tanah


(34)

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk mengetahui besarnya biaya pengoperasian traktor. Dengan begitu, maka dapat dihitung besarnya keuntungan ataupun kerugian finansial jika menggunakan traktor.

Biaya pokok = ...(5) dimana:

BT = Total biaya tetap (Rp/thn) BTT = Total biaya tidak tetap (Rp/jam) x = Total jam kerja per tahun (jam) C = Kapasitas kerja alat (jam/ha) Biaya tetap

Menurut darun (2002), biaya tetap terdiri atas: 1. Biaya penyusutan (metode garis lurus)

D = ...(6) dimana:

D = Biaya penyusutan (Rp/thn) P = Nilai awal alat (Rp)

S = Nilai akhir alsintan 10% dari P (Rp) n = Umur ekonomi (thn)

2. Biaya bunga modal dan asuransi

I = ...(7) dimana:


(35)

3. Biaya pajak

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin diperkirakan 2% pertahun dari nilai awalnya.

4. Biaya gudang/garasi

Biaya gudang atau garasi diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) pertahun (Darun, 2002).

Biaya tidak tetap

Komponen-komponen dari biaya tidak tetap pada penelitian yang dilaksanakan mencakup:

1. Bahan bakar

Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan mengalikan konsumsi bahan bakar traktor dengan harga pasar.

Biaya bahan bakar = Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar 2. Biaya oli

Biaya oli dihitung dengan membagi penggunaan oli dengan luas olahan. 3. Biaya operator

Biaya operator dapat diperkirakan dari gaji harian dibagi dengan jam kerja.

Break event point

Break event point (analisa titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan produksi berada di sebelah kiri titik impas


(36)

maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan (Pudjosumarto, 1998).

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas, dapat digunakan rumus:

N ...(8)

dimana:

N = Jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Ha) F = Biaya tetap per tahun (Rp)

R = Penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp) V = Biaya tidak tetap per unit produksi (Rp) (Darun, 2002).

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan (Pudjosumarto, 1998).

Secara singkat rumus net present value adalah:

CIF – COF > 0...(9) dimana:

CIF = Cash in flow COF = Cash out flow


(37)

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan:

Penerimaan (CIF) = Pendapatan x (P/A, I, n) + Nilai akhir x (P/F, I, n) ... (10) dan

Pengeluaran (COF) = Investasi + Pembiayaan (P/A, I, n) ... (11) Kriteria NPV yaitu:

1. NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

2. NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan

3. NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan (Darun, 2002).

Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif) atau NPV = Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:

IRR = p % + x (q% - p%) (positif dan negatif) ... (12)

dan


(38)

dimana:

p = Suku bunga bank paling atraktif q = Suku bunga coba-coba (> dari p) X = NPV awal pada p


(39)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2011 di Desa Sei Beraskata Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan basah, dan minyak solar. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor roda dua merk Quick Impala, stopwatch, meteran, bajak singkal, gelebek, garu, dan gelas ukur.

Metode Penelitian

Metode Penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial pada masing-masing lahan, dimana faktor tersebut adalah variasi pola pengolahan lahan.

Faktor 1: variasi pola pengolahan dengan 4 taraf P1 = Pola Spiral

P2 = Pola Tepi P3 = Pola Tengah P4 = Pola Alfa

Maka diperoleh jumlah ulangan terhadap perlakuan adalah : Tc (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 n ≥ 4,75 ≈ 5


(40)

Prosedur Penelitian 1. Pembajakan

- Dibagi lahan sebanyak 20 petak dengan ukuran 10 m x 20 m.

- Diisi tangki bahan bakar traktor sampai penuh sebelum traktor dijalankan.

- Digenangi lahan dengan air setinggi 5 cm di atas permukan tanah. - Diolah lahan dengan kedalaman olah 20 cm dengan pola spiral, pola

tepi, pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s. - Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola pengolahan.

2. Pengglebekan

- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah. - Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,

pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s. - Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola pengolahan.


(41)

3. Penggaruan

- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah. - Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,

pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s. - Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola pengolahan.

4. Slip roda

- Dijalankan traktor di lahan tanpa mengolah lahan.

- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran. - Diukur jarak tempuh traktor.

- Dijalankan traktor di lahan dengan menggunakan peralatan pengolahan.

- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran. - Diukur jarak tempuh traktor.

- Dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Parameter Penelitian Kapasitas lapang efektif

Kapasitas lapang efektif diperoleh dari luas olahan yang dikerjakan oleh traktor per satuan waktu dari masing-masing penggunaan implemen pada lahan basah. Kapasitas lapang efektif dapat dihitung dengan persamaan 2.


(42)

Efisiensi traktor

Efisiensi traktor merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif traktor terhadap kapasitas lapang teoritis. Efisiensi dinyatakan dalam satuan persen, dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.

Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar yaitu volume bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengolah suatu lahan per satuan waktu. Konsumsi bahan bakar dapat dihitung dengan rumus:

Konsumsi bahan bakar =

Slip ban traktor

Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus 4. Analisis ekonomi dan kelayakan usaha

a. Biaya pokok pemakaian traktor

Perhitungan biaya pengolahan lahan per hektar dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 5.

b. Break event point

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus 8.


(43)

c. Net present value

Net present value merupakan keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dapat dihitung dengan rumus 10 dan 11.

d. Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus 12 dan 13.


(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, secara umum dapat dilihat bahwa perbedaan pola pengolahan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas lapang, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan

Pola pengolahan Parameter

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)

Efisiensi (%) Bahan Bakar (L/Ha)

Spiral 0,0490 71,09 19,4

Tepi 0,0452 65,20 20,8

Tengah 0,0425 61,02 23,4

Alfa 0,0262 36,26 34,7

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas kerja tertinggi terdapat pada pola spiral. Demikian juga pada konsumsi bahan bakar dan efisiensi tertinggi terdapat pada pola spiral.

Kapasitas Lapang Efektif

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 3, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang efektif. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/jam)

Perlakuan RataanKapasitas Lapang (Ha/jam)

BNT

F.0.5 F.0.1

Alfa 0,0262 a A

Tengah 0,0425 b B

Tepi 0,0452 c C

Spiral 0,0490 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %


(45)

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan satu dengan yang lainnya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Kapasitas tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 0,0490 Ha/jam dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 0,0262 Ha/jam. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang dapat dilihat pada pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang

Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan hasil yang berbeda terhadap kapasitas lapang. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu yang hilang selama terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki jumlah belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat keterampilan operator untuk berbelok, dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik. Besarnya derajat pembelokan (besar ruang belok pada head land) juga mempengaruhi stamina operator. Derajat pembelokan yang tinggi pada saat awal

0,049

0,045

0,043

0,026

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)


(46)

pengolahan seperti pola tengah, akan membuat operator lebih cepat lelah sehingga untuk meyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun, terutama lahan dengan daerah olahan yang kecil. Demikian juga dengan pola tepi yang memiliki derajat pembelokan yang cukup tinggi pada saat akhir pengolahan lahan. Pola spiral memiliki jumlah belokan yang kecil dengan derajat pembelokan yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan ketiga pola yang lain, sehingga tidak terlalu menguras stamina operator, sehingga memberikan kapasitas lapang yang lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola pengolahan dengan jumlah belokan yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2010) yang menyatakan bahwa belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land, kekasaran daerah belok dan lebar alat.


(47)

Efisiensi Traktor

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap efisiensi untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%)

Perlakuan Rataan Efisiensi (%) BNT F.0.5 F.0.1

Alfa 40,49 a A

Tengah 65,75 b B

Tepi 69,79 c C

Spiral 75,73 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 75,73% dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 40,49. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi 75,73 69,79 65,75 40,49 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Efisiensi (%)


(48)

Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar 75,73%. Hal ini disebabkan oleh perbandingan antar kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator, amat mempengaruhi kerapihan kerja operator tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah, dapat menyebabkan hasil olahan yang kurang baik, sehingga daerah yang sudah diolah harus diolah kembali karena hasil yang belum sempurna. Ketepatan operator dalam mengambil alur pengolahan pada saat mengolah di samping alur yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi, sehingga diperlukan operator yang terampil dalam mengolah lahan. Hal tersebut yang mempengaruhi efisiensi pengerjaan lahan. Pola pengolahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi operator, akan sangat mempengaruhi efisiensi yang diperoleh.

Konsumsi Bahan Bakar

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap konsumsi bahan bakar untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.


(49)

Tabel 6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha)

perlakuan Rataan konsumsi bahan bakar (L/Ha)

BNT F.0.5 F.0.1

Spiral 19,4 a A

Tepi 20,8 b B

Tengah 23,4 c C

Alfa 34,7 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar terendah yaitu pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Konsumsi bahan bakar amat dipengaruhi oleh lama nya pengerjaan satu luasan lahan. Semakin lama

19,4 20,8 23,4 34,7 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa Konsumsi Bahan Bakar L/Ha


(50)

pengoperasian traktor, maka konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi. Lamanya pengoperasian traktor ini tidak terlepas dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu kedalaman pengolahan dan ketinggian air pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah tanah, maka beban yang ditarik oleh traktor juga akan semakin besar. Dalam penelitian ini digunakan kedalaman pembajakan sebesar 20 cm, penggelebekan dan penggaruan sebesar 10 cm. Ketinggian genangan pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan tanah yang akan diolah. Air yang cukup akan memperlunak tanah, sehingga beban yang ditarik oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan genangan pengolahan akan membuat beban traktor menjadi berat yang dapat memperbesar konsumsi bahan bakar.

Slip Ban

Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban seperti pada tabel 7. Tabel 7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%)

Perlakuan Jarak Tempuh (m) Slip Ban (%)

Pembajakan 9,66 16,42

Penggelebekan 9,86 14,69

Penggaruan 10,13 12,39

Tanpa Beban 11,566

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai slip tertinggi terdapat pada perlakuan pembajakan yaitu sebesar 16,42% dan terendah pada kegiatan penggaruan yaitu sebesar 12,39%. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat dan kedalaman pengolahan. Semakin besar kedalaman pengolahan, maka slip ban juga semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat dan jenis alat yang digunakan, akan berpengaruh terhadap slip ban.


(51)

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada saat menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui berapa besarnya biaya produksi, sehingga keuntungan penggunaan alat dapat diperkirakan.

Dari analisis biaya (Lampiran 7), diperoleh biaya pengoperasian traktor sebesar Rp. 23604,35/jam, yang merupakan hasil perhitungan biaya pokok produksi yaitu biaya tetap sebesar Rp. 8906,25/jam dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 14698,1/jam. Biaya pokok untuk setiap pola pengolahan dapat dilihat dari Tabel 8.

Tabel 8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) Pola Pengolahan Kapasitas Lapang

(Ha/Jam)

Biaya Pokok (Rp/Jam)

Biaya Pokok (Rp/Ha)

Spiral 0,049 23604,35 481729,98

Tepi 0,045 23604,35 522714,77

Tengah 0,043 23604,35 554845,93

Alfa 0,026 23604,35 900826,56

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya produksi terendah terdapat pada

pola pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar Rp. 481729,98/Ha. Hal ini tidak lepas dari kapasitas lapang yang cukup tinggi bila

dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Sedangkan biaya produksi tertinggi terdapat pada pola alfa yaitu sebesar Rp. 900826,56/Ha. Hal ini juga tidak terlepas dari rendahnya kapasitas lapang pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa.


(52)

Break event point

Manfaat perhitungan break event point (BEP) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini, income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kanan titik impas maka kegiatan usaha akan memberikan keuntungan.

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 8) yang dilakukan, traktor ini mencapai titik impas apabila setiap pola pengolahan telah mengolah lahan seperti terlihat pada Tabel 8.

Tabel 9. Nilai BEP untuk setiap pola pengolahan lahan Pola pengolahan Kapasitas kerja (Jam/Ha) Biaya tetap (Rp/Tahun) Biaya tidak tetap (Rp/Jam) Harga Sewa(Rp/Ha) BEP (Ha/Tahun) Spiral 0,049 4275000 14698,09 1200000 4,74

Tepi 0,045 4275000 14698,09 1200000 4,88

Tengah 0,043 4275000 14698,09 1200000 5,00

Alfa 0,026 4275000 14698,09 1200000 6,68

Dari tabel 9 dapat dilihat nilai BEP terendah terdapat pada pola spiral yaitu sebesar 4,74 ha/tahun dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,68 ha/tahun. Ini berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa lebih beresiko mengalami kerugian jika dibandingkan pola pengolahan lainnya, karena pola alfa memiliki batas produksi minimal yang cukup tinggi. Jika produksi dengan menggunakan pola alfa lebih kecil dari 6,68 ha/tahun, maka akan mengalami kerugian.


(53)

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 9) diketahui

besarnya NVP dari pola spiral sebesar Rp. 3.027.038, pola tepi sebesar Rp. 2.086.678dan pola tengah sebesar Rp. 1.349.457. NVP dari ketiga pola

pengolahan tersebut lebih besar dari 0 yang artinya pengerjaan lahan dengan pola tersebut menguntungkan. Namun pada pengolahan dengan pola alfa memiliki NVP lebih kecil dari nol, yaitu sebesar - Rp. 6.588.764. Ini berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa tidak layak untuk dijalankan.

Internal rate of return

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Dari hasil percobaan (Lampiran 10), diperoleh nilai IRR yang berbeda-beda untuk tiap pola pengolahan, pola spiral sebesar 18,85%, pola tepi sebesar 19,40%, pola tengah sebesar 19,28% dan pola alfa sebesar 22,12% . Angka tersebut menunjukkan tingkat bunga maksimum yang dapat dicapai. Apabila bunga dinaikkan lagi maka akan mengalami kerugian. Pola pengolahan tersebut masih layak dijalankan apabila tidak melebihi nilai IRR nya. Apabila bunga bank semakin mendekati nilai IRR, maka keuntungan yang diperoleh juga semakin sedikit.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pengolahan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang efektif, efisiensi, konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor. 2. Pengolahan lahan dengan pola spiral memiliki kapasitas lapang efektif

sebesar 0,049 ha/jam, efisiensi 71,09% dan konsumsi bahan bakar sebesar 19,4 liter/ha.

3. Pengolahan lahan dengan pola tepi memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,0452 ha/jam, efisiensi 65,2% dan konsumsi bahan bakar sebesar 20,8 liter/ha.

4. Pengolahan lahan dengan pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,0425 ha/jam, efisiensi 61,02% dan konsumsi bahan bakar sebesar 23,4 liter/ha. Pengolahan lahan dengan pola alfa memiliki kapasitas lapang efektif sebesar 0,0262 ha/jam, efisiensi 36,26% dan konsumsi bahan bakar sebesar 34,7 liter/ha.

5. Pola spiral merupakan pola yang paling baik untuk digunakan karena memiliki kapasitas lapang dan efisiensi yang tinggi dan konsumsi bahan bakar rendah.


(55)

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola pengolahan lahan dengan metode penelitian yang berbeda.

2. Perlu dilakukan percobaan dengan petakan yang lebih luas agar hasil yang diperoleh lebih akurat, dimana pada penelitian ini petakan sawah berukuran 10m x 20m.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Burton, L.D., 1997. Agriscience & Techonology. Delmal Publisher, New York. Darun., 1990. Pengantar Mekanisasi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas

Islam Sumatera Utara, Medan.

Darun., 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan.

Daywin, F.J., R.G. Sitompul dan M. Hidayat., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta

Hardjosentono, M., Wajito., E. Rachlan., I.W. Badra dan R.D. Tarmana. 2000. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Hardjowigeno, S dan L. Rayes. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing, Malang.

Hendriadi, A., K. Sulistiadji dan A. Prabowo. 2002. Analisis Sistem Dalam Pengembangan Alsintan Pengolahan Berbagai Jenis Tanah dalam http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_conte nt&view=article&id=158:analisa-sistem-dala-pengembangan-alsintan-pengolah –tanah-pada-berbagai-jenis-tanah-2002&catid=37:abstrak-litbang-mektan-2002&itemid=51 [20 Maret 2011]

Herbs, J.H. 1980. Farm Management Principles, Budget and Plans, Fifth Revised Edition. Stipes Publishing Company, Illnois.

Koelsch, R.K., 1978. To Save Fuel dalam http://www.wvu.edu/~exten/infores /pubs/ageng/pm18-3n.pdf

Noor, M., 1996. Padi Lahan Marginal. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pudjosumartono, M., 1998. Evaluasi Proyek, Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi Brawijaya, Malang.

Rizaldi, T., 2006. Mesin dan Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP USU, Medan.

Purba, R. 1997. Analisa Biaya dan Manfaat. Rineka Cipta, Jakarta.

SNI 0738., 2010., Traktor Roda Dua Unjuk Kerja dan Cara Uji Dalam websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/10970 [20 Maret 2011].


(57)

Shippen, J.M., C.R. Elin and C.H. Clover., 1980. Basic Farm Machinery. Pergamon Press, Potts Point.

Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Bogor. Siregar , S.B., 2010. Kapasitas Lapang dalam http://saipulbahrisiregar.blogspot

.com/ 2010/01/kapasitas-lapang.html [ 22Maret 2011].

Smith, H.P., dan L.H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani, Edisi Keenam. Terjemahan Tri Purwadi. UGM Press, Yogyakarta.

Sugeng, H.R., 1998. Bercocok Tanaman Padi. Aneka Ilmu, Semarang.

Rasyid, D., 1991. Peralatan Produksi Tradisional & Pengembangannya di Daerah Sulawesi Selatan. Depdikbud, Jakarta.

Reijntjes, C., B. Havekort dan W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit Kanisius,Yogyakarta.

Tas, P., 2008. Pengolahan dan Dinamika Tanah dalam http://teknoperta.wordpres s.com 2008/09/18/pengolahan-dan-dinamika-tanah-2/#more-703[22 Maret 2011].

Tas, P., 2008. Pengenalan Mesin dan Peralatan Pertanian dalam http://teknoperta. wordpress.com/2008/10/23/praktikum-mesin-pertanian-2/#more-706[22 Maret 2011].

Wartawan, A.L., 1997. Bahan Bakar Bensin Otomotif. Universitas Tri Sakti, Jakarta.


(58)

Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Mulai

Mengukur luas lahan

Membagi menjadi 12 petakan

Pembajakan

Penggelebekan

Pola pengolahan: -Spiral -Tepi -Tengah -Alfa

Pola pengolahan: -Spiral -Tepi -Tengah -Alfa Waktu

pembajakan

Waktu penggelebekan

Digenangi lahan dengan air hingga

ketinggian 5 cm

Digenangi lahan dengan air hingga

ketinggian 2 cm

Digenangi lahan dengan air hingga

ketinggian 2 cm


(59)

Penggaruan Pola pengolahan: -Spiral -Tepi -Tengah -Alfa Waktu

penggaruan

Analisis data

Selesai


(60)

Lampiran 2. Pola pengolahan tanah

Pola Tengah


(61)

Pola Spiral


(62)

Lampiran 3. Data pengamatan kapasitas lapang efektif (ha/jam) Kapasitas Lapang ha/jam

Pola Olah Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P1 0,0501 0,0484 0,0503 0,0482 0,0480 0,2450 0,0490 P2 0,0462 0,0467 0,0435 0,0453 0,0441 0,2258 0,0452 P3 0,0421 0,0432 0,0428 0,0425 0,0422 0,2127 0,0425 P4 0,0273 0,0272 0,0251 0,0257 0,0258 0,1310 0,0262 Total 0,1656 0,1655 0,1616 0,1617 0,1601 0,8145 Rataan 0,0414 0,0414 0,0404 0,0404 0,0400 0,0407 Kapasitas lapang teoritis

Perlakuan Luas (m2) Lebar Alat (m) Kecepatan (m2)

KLE (ha/jam)

KLT (ha/jam)

Bajak 200 0,22 1,4 9,018759 0,110

Gelebeg 200 0,88 1,4 2,25469 0,443

Garu 200 1,03 1,4 1,926 0,519

Analisa sidik ragam kapasitas lapang efektif

SK db JK KT Fhitung F Tabel

F5% F1%

Ulangan 4 0,0000063 0,00000157 1,763037 tn 3,26 5,41 Perlakuan 3 0,0015115 0,00050383 566,8784 ** 3,49 5,95 Pola Olah 3 0,0015115 0,00050383 566,8784 ** 3,49 5,95 Linier 1 0,0012604 0,00126037 1418,1 ** 4,75 9,33 Kuadratik 1 0,0001952 0,00019523 219,6587 ** 4,75 9,33 Kubik 1 0,0000559 0,00005588 62,87619 ** 4,75 9,33

Galat 12 0,0000107 0,00000089 Total 19 0,0015284

Keterangan:

FK = 0,0331711 ** = sangat nyata * = nyata


(63)

Lampiran 4. Data pengamatan efesiensi traktor(%) Efisiensi (%)

Pola Olah Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P1 77,43 74,78 77,70 74,48 74,23 378,63 75,73 P2 71,37 72,21 67,15 69,98 68,22 348,94 69,79 P3 65,00 66,75 66,12 65,72 65,15 328,73 65,75 P4 42,18 41,99 38,80 39,68 39,83 202,48 40,50 Total 255,98 255,73 249,77 249,87 247,43 1258,78

Rataan 64,00 63,93 62,44 62,47 61,86 62,94

Analisa sidik ragam efisiensi masing-masing pola pengolahan lahan

SK Db JK KT Fhitung F Tabel

F5% F1%

Ulangan 4 14,97 3,74 1,76 tn 3,26 5,41

Perlakuan 3 3610,04 1203,35 566,88 ** 3,49 5,95 Pola Olah 3 3610,04 1203,35 566,8784 ** 3,49 5,95 Linier 1 3010,28 3010,28 1418,1 ** 4,75 9,33 Kuadratik 1 466,28 466,28 219,6587 ** 4,75 9,33 Kubik 1 133,47 133,47 62,87619 ** 4,75 9,33

Galat 12 25,47 2,12

Total 19 3570,35

Keterangan: FK = 79226,17 ** = sangat nyata * = nyata


(64)

Lampiran 5. Data pengamatan konsumsi bahan bakar (l/ha) Konsumsi Bahan Bakar l/ha

Pola Olah Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P1 19 18,5 20 19,5 20 97 19,4

P2 21 19,5 21 20,5 22 104 20,8

P3 23,5 22,5 23,5 23 24,5 117 23,4

P4 33 33,5 35,5 36 35,5 173,5 34,7

Total 96,5 94 100 99 102 491,5

Rataan 24,125 23,5 25 24,75 25,5 24,575 Analisa sidik ragam konsumsi bahan bakar masing-masing pola pengolahan lahan

SK db JK KT Fhitung F Tabel

F5% F1%

Ulangan 4 9,7 2,425 6,0625 ** 3,26 5,41

Perlakuan 3 724,6375 241,54583 603,8646 ** 3,49 5,95 Pola Olah 3 724,6375 241,54583 603,8646 ** 3,49 5,95 Linier 1 588,0625 588,0625 1470,156 ** 4,75 9,33 Kuadratik 1 122,5125 122,5125 306,2813 ** 4,75 9,33 Kubik 1 14,0625 14,0625 35,15625 ** 4,75 9,33

Galat 12 4,8 0,4

Total 19 739,1375 Keterangan:

FK = 12078,613 ** = sangat nyata * = nyata


(65)

Lampiran 6. Slip ban (%) masing-masing peralatan pengolahan tanah Perlakuan Ulangan Jarak/5 Putaran Ban (m) Slip Ban (%)

Pembajakan 1 9,6

16,43

2 9,9

3 9,5

Penggelebekan 1 9,7

14,70

2 10

3 9,9

Penggaruan 1 10

12,39

2 10,2

3 10,2

Tanpa beban 1 11,4

2 11,6


(66)

Lampiran 7. Analisis ekonomi 1. Unsur produksi

Harga traktor : Rp. 15.000.000 Umur ekonomi : 6 tahun

Jam kerja/ tahun : 2 x 30 x 8 jam/tahun = 480 jam/tahun Nilai akhir : 10 % dari nilai awal

Bunga modal : 18 %/tahun

Biaya gudang : 1 % dari nilai awal/tahun Biaya pajak : 2 % dari nilai awal Biaya operator : Rp. 75.000

2. Perhitungan biaya produksi A. Biaya tetap

1. Biaya penyusutan D =

D =

D = Rp. 2.250.000/tahun 2. Biaya bunga modal dan asuransi

I =

I =

I = Rp. 1.575.000/tahun 3. Biaya sewa gedung

= 1% . P


(67)

= Rp. 150.000/tahun 4. Pajak

= 2% . P

= 2% . 15000000 = Rp. 300.000/tahun Total biaya tetap:

= Rp. 4.275.000/tahun B. Biaya tidak tetap

1. Biaya bahan bakar

= Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar = Rp. 4500/l * 0,948 l/jam

= Rp. 4266,845/jam 2. Biaya oli

=

=

= Rp. 1056,25/jam 3. Biaya operator

= Upah operator / Jam kerja = Rp. 9.375/jam

Total biaya tidak tetap

= Rp. 14698,1/jam Biaya pokok produksi


(68)

= Rp. 23604,35/jam

Biaya pokok produksi masing-masing pola pengolahan = Biaya pokok produksi . C

Pola Spiral

= Rp. 23604,35/jam . 20,40 jam/ha = Rp. 481729,98/ha

Pola tepi

= Rp. 23604,35/jam . 22,23 jam/ha = Rp. 522714,77/ha

Pola tengah

= Rp. 23604,35/jam . 23,26 jam/ha = Rp. 554845,98/ha

Pola alfa

= Rp. 23604,35/jam . 38,46 jam/ha = Rp. 900826,56/ha


(69)

Lampiran 8. Break event point N

R = Rp. 1.200.000 - Pola spiral

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 14698,1/jam (1 jam = 0,049 ha) = Rp. 299966,67/ha

N =

= Rp. 4,75 ha/tahun - Pola tepi

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 14698,1/jam (1 jam = 0,045 ha) = Rp. 325487,3/ha

N =

= Rp. 4,89 ha/tahun - Pola tengah

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 14698,1/jam (1 jam = 0,043 ha) = Rp. 345494,9/ha

N =

= Rp. 5 ha/tahun - Pola alfa

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 14698,1/jam (1 jam = 0,026 ha) = Rp. 560932,3/ha

N =


(70)

Lampiran 9. Net present value

Berdasarkan persamaan nilai NVP alat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

CIF – COF > 0

Investasi : Rp. 15.000.000

Pendapatan : Rp. 12.000.000 Nilai akhir : Rp. 1.500.000

Pembiayaan : Pola spiral : Rp. 7.274.666 Pola tepi : Rp. 7.529.823 Pola tengah : Rp. 7.729.949 Pola alfa : Rp. 9.884.323 Keuntungan yang diharapkan : 16 %

Keuntungan yang diharapkan : 20 %

Umur alat : 6 tahun

Cash in Flow 16%

1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 16%, 6) : Rp. 12.000.000 x 3,6847 : Rp. 44.216.400

2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 16%, 6) : Rp. 1.500.000 x 0,4104 : Rp. 615.600

Jumlah CIF : Rp. 44.832.000 Cash Out Flow 16%


(71)

2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 16%, 6) - Pola spiral : Rp. 7.274.666 x 3,6847

: Rp. 26.804.962 Jumlah COF : Rp. 41.804.962

- Pola tepi : Rp. 7.529.823 x 3,6847 : Rp. 27.745.322

Jumlah COF : Rp. 42.745.322

- Pola tengah : Rp. 7.729.949 x 3,6847 : Rp. 28.482.543

Jumlah COF : Rp. 43.482.543

- Pola alfa : Rp. 9.884.323 x 3,6847 : Rp. 36.420.763

Jumlah COF : Rp. 51.420.764

NPV 16% = CIF – COF

- Pola spiral = Rp. 44.832.000 - Rp. 41.804.962 = Rp. 3.027.038

- Pola tepi = Rp. 44.832.000 - Rp. 42.745.322 = Rp. 2.086.678

- Pola tengah = Rp. 44.832.000 - Rp. 43.482.543 = Rp. 1.349.457

- Pola alfa = Rp. 44.832.000 - Rp. 51.420.764 = - Rp. 6.588.764


(72)

Cash in Flow 20%

1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 20%, 6) : Rp. 12.000.000 x 3,3255 : Rp. 39.906.000

2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 20%, 6) : Rp. 1.500.000 x 0,3349 : Rp. 502.350

Jumlah CIF : Rp. 40.408.350 Cash Out Flow 20%

1. Investasi : Rp. 15.000.000

2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 20%, 6) - Pola spiral : Rp. 7.274.666 x 3,3255

: Rp. 24.191.902 Jumlah COF : Rp. 39.191.902

- Pola tepi : Rp. 7.529.823 x 3,3255 : Rp. 25.040.592

Jumlah COF : Rp. 40.040.592

- Pola tengah : Rp. 7.729.949 x 3,3255 : Rp. 25.705.945

Jumlah COF : Rp. 40.705.945

- Pola alfa : Rp. 9.884.323 x 3,3255 : Rp. 32.870.315


(73)

NPV 20% = CIF – COF

- Pola spiral = Rp. 40.408.350 - Rp. 39.191.902 = Rp. 1.216.448

- Pola tepi = Rp. 40.408.350 - Rp. 40.040.592 = Rp. 367.758

- Pola tengah = Rp. 40.408.350 - Rp. 40.705.945 = Rp. 297.595

- Pola alfa = Rp. 40.408.350 - Rp. 47.870.315 = - Rp. 7.461.965


(74)

Lampiran 10. Internal rate of return

Suku bunga bank paling atraktif (p) = 16% Suku bunga coba-coba (> dari p) (q) = 20%

IRR = p % + x (q% - p%)

atau

IRR = q % + x (q% - p%)

- Pola spiral = 16 % + x (20% - 16%)

= 18,85%

- Pola tepi = 16 % + x (20% - 16%)

= 19,40%

- Pola tengah = 16 % + x (20% - 16%)

= 19,28%

- Pola alfa = 20 % - x (20% - 16%)


(75)

Lampiran 11. Dokumentasi

Lahan sebelum diolah


(76)

Lahan setelah digelebeg


(77)

Bajak


(1)

Cash in Flow 20%

1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 20%, 6) : Rp. 12.000.000 x 3,3255 : Rp. 39.906.000

2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 20%, 6) : Rp. 1.500.000 x 0,3349 : Rp. 502.350

Jumlah CIF : Rp. 40.408.350

Cash Out Flow 20%

1. Investasi : Rp. 15.000.000

2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 20%, 6) - Pola spiral : Rp. 7.274.666 x 3,3255

: Rp. 24.191.902 Jumlah COF : Rp. 39.191.902

- Pola tepi : Rp. 7.529.823 x 3,3255 : Rp. 25.040.592

Jumlah COF : Rp. 40.040.592

- Pola tengah : Rp. 7.729.949 x 3,3255 : Rp. 25.705.945

Jumlah COF : Rp. 40.705.945

- Pola alfa : Rp. 9.884.323 x 3,3255 : Rp. 32.870.315


(2)

NPV 20% = CIF – COF

- Pola spiral = Rp. 40.408.350 - Rp. 39.191.902 = Rp. 1.216.448

- Pola tepi = Rp. 40.408.350 - Rp. 40.040.592 = Rp. 367.758

- Pola tengah = Rp. 40.408.350 - Rp. 40.705.945 = Rp. 297.595

- Pola alfa = Rp. 40.408.350 - Rp. 47.870.315 = - Rp. 7.461.965


(3)

Lampiran 10. Internal rate of return

Suku bunga bank paling atraktif (p) = 16% Suku bunga coba-coba (> dari p) (q) = 20%

IRR = p % + x (q% - p%)

atau

IRR = q % + x (q% - p%)

- Pola spiral = 16 % + x (20% - 16%)

= 18,85%

- Pola tepi = 16 % + x (20% - 16%)

= 19,40%

- Pola tengah = 16 % + x (20% - 16%)

= 19,28%

- Pola alfa = 20 % - x (20% - 16%)


(4)

Lampiran 11. Dokumentasi

Lahan sebelum diolah


(5)

Lahan setelah digelebeg


(6)

Bajak