Pemanfaatan Gajah Jinak dalam Kegiatan Conservation Response Unit (CRU) di Tangkahan

PEMANFAATAN GAJAH JINAK DALAM KEGIATAN
CONSERVATION RESPONSE UNIT (CRU)
DI TANGKAHAN

SKRIPSI

Oleh:
Thaufiq Abdillah Ritonga
071201046

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

Jurusan

: Pemanfaatan gajah jinak dalam kegiatan Conservation
Response Unit (CRU) di Tangkahan
: Thaufiq Abdillah Ritonga
: 071201046
: Kehutanan
: Manajemen Hutan

Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc
Ketua

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D
Anggota

Mengetahui,


Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
Ketua Program Studi Kehutanan

Tanggal Lulus :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
THAUFIQ ABDILLAH RITONGA: Pemanfaatan Gajah Jinak dalam Kegiatan
Conservation Response Unit (CRU) di Tangkahan, dibimbing oleh PINDI
PATANA dan RAHMAWATY
Informasi pengelolaan gajah jinak, bentuk pemanfaatan gajah jinak yang
paling sesuai di Tangkahan serta wawasan masyarakat dalam konservasi gajah
belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
menjawab semua permasalahan tersebut. Lokasi penelitian terletak di Desa namo
Sialang dan Desa Sei Serdang yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan penyebaran
kuesioner lalu dianalisis secara deskriptif kualitatif , deskriptif kuantitatif dan
Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian ini menunjukkan informasi rutinitas kegiatan pengelolaan

gajah jinak, biaya pengelolaan dan pendapatan Conservation Response Unit
(CRU), permasalahan yang dihadapi dalam mengelola gajah jinak, ekowisata
sebagai bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di Tangkahan dengan
nilai prioritas sebesar 0,312 dan wawasan masyarakat yang cukup baik dalam
konservasi gajah sumatera.
Kata kunci : CRU, gajah jinak, informasi pengelolaan, AHP, wawasan konservasi
gajah`

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
THAUFIQ ABDILLAH RITONGA: The Utilization of Captive Elephant in
Conservation Response Unit (CRU) Activity at Tangkahan, guided by PINDI
PATANA and RAHMAWATY.
The management information of captive elephants, utilization form of
captive elephant of most suitable and also society knowledge of elephant
conservation certaintly have not known yet. Therefore, this research was
conducted to answer all these problems. Research sites located in the Namo
Sialang village and the Sei Serdang village where conducted in July-August 2011.
Methods of data collection is done by distributing questionnaires and interviews

and analyzed by descriptive qualitative, descriptive quantitative and Analytical
Hierarchy Process (AHP).
The results of research show that information of management activities
routine information of captive elephants, cost of management and income
Conservation Response Unit (CRU) respectively, the problems faced in managing
captive elephant, ecotourism as a form of utilization of captive elephant of the
most suitable in Tangkahan with priority values is 0.312 and society knowledge is
property into sumatera elephant conservation
.
Key words: CRU, captive elephants, management information, AHP, knowledge
of elephant conservation

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rantauprapat pada tanggal 25 April 1988 dari
pasangan Bapak Mangayat Jago Ritonga dan Ibu Siti Aminah Pane. Penulis
merupakan putra ke dua dari empat bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 117876

Cikampak pada tahun 2000, SMP swasta Budaya Cikampak pada tahun 2003,
SMA Negeri 1 Rantau Selatan pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis lulus di
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa jurusan
Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 2011. Penulis juga
pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU,
Koordinator Regional Wilayah I Sylva Indonesia periode tahun 2010-2011 serta
pengurus di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sekretariat Fakultas Pertanian
USU periode tahun 2008-2009.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di
Hutan Dataran Rendah Aras Napal dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan
Kabupaten Langkat tahun 2009. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang
(PKL) di KPH Randublatung Unit II Jawa Tengah dari tanggal 3-28 Januari
2011.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmad dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang

berjudul ” Pemanfaatan Gajah Jinak Dalam Kegiatan Conservation Response Unit
(CRU) di Tangkahan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua
penulis yaitu : Ayahanda Mangayat Jago Ritonga dan Ibunda Siti Aminah Pane
yang telah mendidik, membimbing, merawat dan membesarkan penulis dengan
penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi dan doa-doa tulusnya demi
kesuksesan penulis. Terimakasih juga diucapkan kepada kakanda Muli serta
adinda Nora dan Indah, atas dukungan morilnya. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc dan Ibu Rahmawaty, S.Hut,
M.Si, Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
selaku Ketua Program Studi Kehutanan, Pihak Manajemen Conservation
Response Unit (CRU) Tangkahan, Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) serta
teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis selama

mengikuti perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
Kiranya penelitian saya ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu
pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir

kata penulis

mengucapkan terimakasih.
\
Medan, Januari 2012
Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK.............................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv

DAFTAR ISI .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumtranus) .......................................
Sebaran Populasi Gajah Suamtera ............................................................
Permasalahan Gajah Sumatera .................................................................
Pengelolaan Gajah Jinak ..........................................................................
Conservation Respon Unit (CRU) ............................................................
Kawasan Ekowisata Tangakahan (KET). .................................................
Analytical Hierarchy Process (AHP) .......................................................

4
6
8

8
10
13
14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 22
Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 23
Metode Penelitian .................................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Gajah Jinak Yang Dilakukan Oleh CRU ...............................
Pengelolaan Harian Gajah Jinak Oleh CRU .........................................
Biaya Pengelolaan dan Pendapatan CRU .............................................
Biaya Pengelolaan CRU .................................................................
Pendapatan CRU ............................................................................
Permasalahan Pengelolaan Gajah Jinak ..........................................
Bentuk Pemanfaatan Gajah Jinak
Yang paling Sesuai Di Tangkahan ...........................................................
Wawasan Masyarakat Dalam Konservasi
Gajah Sumatera........................................................................................


30
30
33
33
34
35
37
41

v
Universitas Sumatera Utara

Wawasan masyarakat Desa Namo Sialang
Dalam Konservasi Gajah Sumatera...................................................... 41
Wawasan masyarakat Desa Sei Serdang
Dalam Konservasi Gajah Sumatera...................................................... 43
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.............................................................................................. 45
Saran......... ................................................................................................... 45


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 46
LAMPIRAN ........................................................................................... 48

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Peta lokasi penelitian .................................................................... 22
2. Struktur hirarki prioritas pemanfaatan gajah jinak
yang paling sesuai di Tangkahan .................................................. 26
3. Skala Likert .................................................................................. 29

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.
Halaman
1. Nilai skala AHP ............................................................................ 18
2. Nilai indeks konsistensi random (RI). ........................................... 20
3. Pengelolaan harian gajah jinak...................................................... 30
4. Biaya pengelolaan gajah jinak di Tangkahan ................................ 33
5. Pendapatan CRU .......................................................................... 34
6. Rekapitulasi hasil akhir perhitungan kriteria ....................................... 38
7. Rekapitulasi hasil akhir perhitungan alternatif .............................. 39

8. Wawasan konservasi gajah Desa Namo Sialang dalam skala Likert.... ... 41
9. Wawasan konservasi gajah Desa Namo Sialang dalam skala Likert...
..................................................................................................... 43

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.
Halaman
1. Daftar pertanyaan untuk pihak CRU ............................................. 48
2. Kuesioner AHP ............................................................................ 49
3. Kuesioner wawasan masyarakatdalam konservasi gajah ............... 53
4. Tabel rutinitas pengelolaan harian gajah jinak di Tangkahan ........ 60
5. Data responden ahli ...................................................................... 61
6. Prioritas alternatif yang berasal dari expert choice ....................... 62
7. Tabel prioritas kriteria dan alternatif dari setiap responden ........... 64
8. Kondisi sosial ekonomi masyarakat. ............................................. 66
9. Wawasan konservasi gajah sumatera ............................................ 70
10. Dokumentasi kegiatan .................................................................. 75

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
THAUFIQ ABDILLAH RITONGA: Pemanfaatan Gajah Jinak dalam Kegiatan
Conservation Response Unit (CRU) di Tangkahan, dibimbing oleh PINDI
PATANA dan RAHMAWATY
Informasi pengelolaan gajah jinak, bentuk pemanfaatan gajah jinak yang
paling sesuai di Tangkahan serta wawasan masyarakat dalam konservasi gajah
belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
menjawab semua permasalahan tersebut. Lokasi penelitian terletak di Desa namo
Sialang dan Desa Sei Serdang yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan penyebaran
kuesioner lalu dianalisis secara deskriptif kualitatif , deskriptif kuantitatif dan
Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian ini menunjukkan informasi rutinitas kegiatan pengelolaan
gajah jinak, biaya pengelolaan dan pendapatan Conservation Response Unit
(CRU), permasalahan yang dihadapi dalam mengelola gajah jinak, ekowisata
sebagai bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di Tangkahan dengan
nilai prioritas sebesar 0,312 dan wawasan masyarakat yang cukup baik dalam
konservasi gajah sumatera.
Kata kunci : CRU, gajah jinak, informasi pengelolaan, AHP, wawasan konservasi
gajah`

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
THAUFIQ ABDILLAH RITONGA: The Utilization of Captive Elephant in
Conservation Response Unit (CRU) Activity at Tangkahan, guided by PINDI
PATANA and RAHMAWATY.
The management information of captive elephants, utilization form of
captive elephant of most suitable and also society knowledge of elephant
conservation certaintly have not known yet. Therefore, this research was
conducted to answer all these problems. Research sites located in the Namo
Sialang village and the Sei Serdang village where conducted in July-August 2011.
Methods of data collection is done by distributing questionnaires and interviews
and analyzed by descriptive qualitative, descriptive quantitative and Analytical
Hierarchy Process (AHP).
The results of research show that information of management activities
routine information of captive elephants, cost of management and income
Conservation Response Unit (CRU) respectively, the problems faced in managing
captive elephant, ecotourism as a form of utilization of captive elephant of the
most suitable in Tangkahan with priority values is 0.312 and society knowledge is
property into sumatera elephant conservation
.
Key words: CRU, captive elephants, management information, AHP, knowledge
of elephant conservation

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tangkahan adalah salah satu obyek wisata yang ada di Sumatera Utara dan
merupakan pintu gerbang Taman Nasional Gunung Leuser. Kawasan Tangkahan
memiliki panorama alam yang sangat indah dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi sehingga menjadi tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun
mancanegara. Tangkahan juga memiliki atraksi gajah yang keberadaannya
diawali dengan program Conservation Response Unit (CRU) yang diinisiasi
sebuah NGO (Non Government Organization) pada tahun 2004. Melalui CRU
program konservasi gajah diharapkan dapat dilakukan secara eksitu dan insitu di
kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) (Balai Besar TNGL, 2009).
Pemanfaatan gajah jinak (captive) di Indonesia sejauh ini telah dilakukan
untuk beberapa hal, yaitu; mitigasi konflik gajah dengan manusia, penelitian
ekologi, kegiatan konservasi, pendidikan konservasi, dan ekowisata. Di
Tangkahan sendiri, pemanfaatan gajah jinak telah dilakukan untuk patroli hutan
dan pemantauan, penelitian, edukasi atau pendidikan konservasi, mitigasi konflik
manusia dengan gajah serta pemanfaatan untuk ekowisata. Segala bentuk
pemanfaatan gajah jinak yang telah dilakukan tersebut tidak terlepas dari peran
lembaga CRU yang selama ini mengelola gajah jinak yang ada di Tangkahan yang
merupakan hasil kolaborasi antara NGO (Non Government Organization), Balai
Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan juga pihak Lembaga
Pariwisata Tangkahan (LPT).

Universitas Sumatera Utara

Informasi mengenai pengelolaan gajah jinak, seperti : aktivitas harian
CRU dalam mengelola gajah, biaya dan pendapatan CRU dan permasalahanpermasalahan yang dihadapi CRU, belum menjadi perhatian masyarakat sekitar
Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET). Padahal informasi mengenai pengelolaan
gajah jinak yang dilakukan oleh CRU adalah penting untuk diketahui masyarakat
sekitar KET, agar kedepannya masyarakat dapat secara mandiri mengelola KET
termasuk pengelolaan gajah jinak yang ada disana.
Dari berbagai bentuk pemanfaatan gajah jinak yang telah dilakukan di
Tangkahan, yaitu : pemanfaatan untuk ekowisata, patroli kawasan hutan, mitigasi
konflik manusia dengan gajah dan penyuluhan konservasi sumber daya hutan.
Perlu dilakukan perumusan bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di
Tangkahan. Pendapat para stakeholder menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dalam menentukan bentuk pemanfaatan gajah jinak yang
sebenarnya paling penting atau paling sesuai untuk dilaksanakan dan
dikembangkan di Tangkahan.
Status Tangkahan sebagai Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET) dengan
gajah sumatera sebagai ikon yang paling melekat dengannya, maka sudah
seharusnya dibarengi dengan persepsi ataupun wawasan masyarakat yang baik
dalam konservasi gajah sumatera terlebih lagi dengan kegiatan-kegiatan
penyuluhan konservasi yang pernah dilakukan oleh pihak manajemen CRU
kepada masyarakat sekitar KET. Karena, gajah sumatera yang menjadikan
Tangkahan sebagai obyek wisata yang menarik perhatian baik dari kalangan
wisatawan asing maupun dalam negeri.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bentuk pengelolaan gajah jinak yang dilakukan oleh CRU.
2. Mengetahui bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di Tangkahan
dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
3. Mengetahui wawasan masyarakat dalam konservasi gajah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
serta pengambil keputusan pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di
Tangkahan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
Gajah adalah mamalia darat terbesar yang merupakan salah satu satwa
peninggalan zaman purba yang masih bertahan hidup di dunia dengan penyebaran
yang sangat terbatas. Spesies ini terdaftar dalam red list book IUCN (The World
Conservation Union), dengan status terancam punah, sementara itu CITES
(Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora / Konvensi
tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan) telah mengkategorikan
gajah Asia dalam kelompok Appendix I (Suara Satwa, 2008).
Secara umum gajah hanya terbagi menjadi 2 spesies utama yaitu gajah
afrika (Loxodonta Africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Gajah asia
berbeda dari saudaranya gajah afrika, karena ukuran tubuh dan telinganya lebih
kecil, punggungnya lebih bundar, dan memiliki 4 kuku jari di kaki. Yang sangat
menarik adalah telinga gajah asia berbentuk mirip dengan pola dataran India,
sedangkan telinga gajah afrika berbentuk benua Afrika. Secara umum gajah asia
memiliki tiga sub-spesies, salah satunya adalah gajah sumatera (Elephas maximus
Sumatranus) yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra Indonesia
(Suara Satwa, 2008).
Gajah sumatera (Elephas maximus sumtranus) merupakan salah satu dari
subspecies gajah asia. Dua subspecies yang lainnya yakni Elephas maximus
maximus dan Elephas maximusindicus hidup di anak benua India, Asia Tenggara
dan Borneo (Hamid, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Satwa ini merupakan spesies yang hidup dengan pola matriarchal yaitu
hidup berkelompok dan dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan soisal yang
kuat. Studi di India menunjukkan populasi gajah memiliki pergerakan musiman
berkelompok dalam jumlah 50-200 individual (Sukumar, 1989).
Pada musim kemarau, gerombolan gajah yang terdiri dari 20-60 ekor
biasanya bergerak melalui jalur jelajah alaminya untuk mencari pakan dari hutanhutan dataran tinggi menuju hutan-hutan dataran rendah. Pergerakan sebaliknya
dilakukan pada musim hujan (Wiratno, dkk. 2004)
Sistematika gajah sumatera menurut Temminck (1947) dalam Arief dan
Tutut Sunarminto (2003) adalah sebagai berikut :
Kingdome

: Animalia

Filum

: Chordata

Sub Filum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Bangsa

: Probosciadea

Suku

: Elephantidae

Marga

: Elephas

Jenis

: Elephas maximus Linneaus, 1758

Anak Jenis

: Elephas maximus sumatranus Temminck, 1947

Sumatera Rainforest Insitute (2010) menyebutkan bahwa gajah sumatera
memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding gajah india maupun gajah afrika,
dimana berat gajah dewasa mencapai 3.500-5.000 kg. Namun secara umum gajah
sumatera mempunyai ciri badan lebih gemuk dan lebar, pada ujung belalai
memiliki satu bibir. Sebagaimana gajah pada umumnya, gajah sumatera juga

Universitas Sumatera Utara

banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah (home range) yang luas
sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat. Satwa ini dapat ditemukan di
berbagai tipe habitat/ekosistem, mulai dari pantai sampai ketinggian 1.500 mdpl.
Beberapa tipe habitat hutan yang biasa digunakan gajah sumatera adalah :
1. Hutan rawa; tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput, hutan rawa
primer atau hutan rawa sekunder yang didominasi oleh Gluta renghas,
Campenosperma auriculata, C. macrophylla, Alstonia spp, dan Eugenia spp.
2. Hutan rawa gambut; beberapa jenis vegetasi pada tipe hutan ini antara lain
Gonystilus bancanus, Dyera costulata, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia
spp., dan Eugenia spp.
3. Hutan dataran rendah; merupakan tipe hutan yang berada pada ketinggian 0750

mdpl dengan

jenis-jenis

vegetasi dominan adalah

dari famili

Dipterocarpaceae.
4. Hutan hujan pegunungan rendah; adalah tipe hutan yang berada pada
ketinggian 750-1.500 mdpl. Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah Altingia
excelsa, Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., dan Castanopsis spp.

Sebaran Populasi Gajah Sumatera

Populasi gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan
Lampung. Sementara itu, gajah kalimantan hanya terdapat di satu provinsi yaitu
Kalimantan Timur. Sekalipun satwa ini tergolong dalam prioritas konservasi yang
tinggi, ternyata sampai dengan saat ini kajian dan analisa distribusi dan populasi
kedua satwa ini belum dilakukan secara komprehensif dan menggunakan metode

Universitas Sumatera Utara

ilmiah yang baku. Para otoritas pengelola gajah di Indonesia, Departemen
Kehutanan, hanya memperkirakan populasi gajah di alam dengan menggunakan
metoda ekstrapolasi dari beberapa observasi langsung dan informasi dari para
petugas lapangan yang bekerja di Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber
Daya Alam dan Dinas Kehutanan (Suara Satwa, 2008).

Dalam pertemuan Lokakarya Gajah dan Harimau pada bulan Agustus
2007, para pemerhati gajah di Indonesia menyadari bahwa informasi akurat untuk
mengukur jumlah populasi gajah di Sumatera dan Kalimantan sangat sukar
diperoleh. Oleh karenanya dilakukan estimasi sementara jumlah populasi gajah
sumatera berkisar antara 2400-2800 individu dan jumlah populasi gajah
kalimantan berkisar antara 60-100 individu (Dirjen PHKA, 2007).

Apabila diasumsikan perkiraan ini memiliki tingkat keakuratan yang sama
dengan perkiraan yang pernah dilakukan pada tahun 1990-an maka populasi
gajah sumatera telah mengalami penurunan sekitar 35% dari tahun 1992, dan
nilai ini merupakan penurunan yang sangat besar dalam waktu yang relatif
pendek. Data populasi dan distribusi yang kurang akurat dan sudah terlalu
lama

akan menyulitkan

pengelola Taman Nasional

banyak pihak khususnya para petugas
dan

juga

para pemegang keputusan

lapangan
dalam

menentukan dan mengalokasikan kawasan-kawasan yang diperlukan untuk
prioritas konservasi gajah dan pembangunan nasional di kedua pulau tersebut
(Dirjen PHKA, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan Gajah Sumatera
Laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di
Pulau Sumatera, secara langsung telah memberikan pengaruh signifikan pada
terjadinya pengurangan populasi gajah sumatera di alam. Dampak pengurangan
terbesar pada keberadaan populasi gajah di alam selain karena adanya perburuan,
juga disebabkan oleh semakin berkurangnya luasan habitat gajah. Pengurangan
habitat gajah secara nyata ini karena berubahnya habitat gajah sumatera menjadi
perkebunan monokultur skala besar (sawit, karet, kakao) yang telah menggusur
habitat gajah sumatra. Selain itu hal ini juga telah membuat gajah terjebak dalam
blok-blok kecil hutan yang tidak cukup untuk menyokong kehidupan gajah untuk
jangka panjang, di sisi lain hal ini juga yang menjadi pemicu terjadinya konflik
antara manusia dengan gajah. Untuk itu, perlu adanya penanganan khusus
terutama untuk menghindarkan gajah dari kepunahan dan juga konflik dengan
manusia (Suara Satwa, 2008).

Pengelolaan Gajah Jinak
Dirjen PHKA (2007) menyebutkan bahwa gajah jinak memiliki sejarah
yang panjang dan merupakan suatu permasalahan yang penting bagi konservasi
gajah di Indonesia. Gajah jinak di Indonesia mulai dikelola pada tahun 1980-an,
pada saat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)
melakukan penangkapan gajah liar untuk mengurangi konflik gajah dengan
manusia.
Konsep pengelolaan gajah oleh pemerintah Indonesia pada saat itu adalah
Tiga Liman, yaitu : Bina Liman, Tata Liman dan Guna Liman. Pengelolaan gajah

Universitas Sumatera Utara

dengan konsep tersebut kemudian direvisi oleh pemerintah Indonesia karena
dianggap tidak berkesinambungan dan dapat mempengaruhi kelestarian gajah di
habitat aslinya. Pemerintah Indonesia kemudian mencoba mengembangkan
pengelolaan gajah jinak dengan pendekatan baru yang inovatif dan berusaha untuk
tidak menangkap gajah liar di alam sebagai salah satu upaya penanggulangan
konflik (Dirjen PHKA, 2007).
Menurut Dirjen PHKA (2007), Pengelolaan gajah jinak di Indonesia
sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Namun demikian pemerintah juga melakukan
kerjasama dengan lembaga konservasi dari dalam dan luar negeri untuk
memperbaiki manajemen yang sudah ada. Beberapa hal yang telah dilakukan
pemerintah dengan mitranya dalam pengelolalaan gajah jinak di Indonesia, yaitu :
1. Mitigasi konflik gajah-manusia
Gajah jinak digunakan untuk menangani konflik gajah-manusia di daerah
daerah yang sering mengalami konflik. Gajah jinak digunakan untuk menggiring
gajah liar kembali ke habitatnya.
2. Registrasi
Kegiatan registrasi gajah jinak dengan menggunakan microchip. Hingga
saat ini telah dilakukan proses registrasi telah dilakukan disebagian besar populasi
gajah jinak di Sumatera. Diperkirakan sekitar 174 ekor (36%) dari seluruh gajah
yang ada di PLG sudah diregistrasi.
3. Penelitian ekologi
Kegiatan penelitian ekologi gajah telah dilakukan untuk mengetahui jenis
pakan gajah di alam serta untuk mengetahui hubungan kandungan nutrisi pakan
dan perilaku pakan.

Universitas Sumatera Utara

4. Kegiatan konservasi
Gajah jinak telah digunakan untuk berbagai kegiatan konservasi termasuk
patroli, perlindungan habitat, monitoring dan survey satwa liar lain.
5. Pendidikan konservasi
Gajah jinak merupakan alat penting yang digunakan untuk menyampaikan
pesan konservasi.
6. Ekoturisme
Kegiatan ekoturisme adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di
hampir semua PKG dan diharapkan dapat membantu pengelolaan PKG secara
mandiri.

CRU (Conservation Response Unit)
Konsep Conservation Response Unit (CRU) didasari oleh keinginan untuk
menyelamatkan biodiversitas dengan menerapkan beberapa strategi konservasi.
Pendekatan secara eksitu dan insitu tidak selamanya efektif, karena tidak ada satu
pun metode yang dapat diterapkan secara optimal untuk berbagai kondisi dan
dapat menyelesaikan semua permasalahan. Perbedaan sistem konservasi
diharapkan dapat saling melengkapi satu dengan yang lainnya dan dapat menutupi
kelemahan-kelemahan yang ada pada satu metode. Sehingga keberhasilan dari
penggunaan sistem insitu dan eksitu tergantung pada kekuatan antar hubungan
keduanya (FFI, 2007).
Pelaksanaan program CRU telah didukung oleh United States Fish and
Wildlife Service (USFWS) sejak tahun 2002, dan juga termasuk ranger hutan,
masyarakat lokal, pelatih gajah (mahout) yang bekerjasama di Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

untuk melakukan konservasi pada habitat gajah yang tersisa. Kapasitas sarana
adalah kunci yang utama pada konsep CRU dan tim-tim yang telah dibentuk
dilatih untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang cara mengatasi konflik
yang terjadi antara manusia dengan gajah, mengawasi penggunaan sumber daya
hutan, melakukan pengawasan terhadap penggunaan sumber daya hutan secara
ilegal dan juga bertanggung jawab atas penyuluhan terhadap kesadaran
masyarakat lokal tentang konservasi hutan. Penyuluhan yang dilakukan kepada
masyarakat lokal diharapkan mampu memberikan kedekatan secara pribadi
dengan camp gajah dan pembelajaran secara interaktif ini diatur sedemikian rupa
agar terjadi kedekatan satu dengan yang lainnya (FFI, 2007)
Model yang telah dibuat CRU merupakan salah satu metode yang
menghasilkan ikatan yang kuat antara konservasi gajah secara insitu dan eksitu.
Model ini menggambarkan bagaimana perlakuan kepada gajah tangkapan dengan
mahotnya dilapangan yang berdasarkan kepada konsep konservasi gajah liar dan
habitatnya yang diharapkan akan dapat mengahasilkan pengaruh positif bagi
masyarakat dan gajah. Dengan membuat hubungan ini, maka dapat menyakinkan
bahwa gajah-gajah ini dilihat sebagai sumber daya yang penting. Dengan
demikian masyarakat lokal, lembaga yang berkepentingan dan para stakeholder
lainnya akan memberikan kontribusi mereka yang tentu saja diharapkan mampu
memberikan perhatian yang khusus terhadap perlindungan gajah-gajah sumatera
baik di habitat aslinya maupun pada penangkaran (FFI, 2007).
Pada wilayah Sumatera Utara, CRU dikembangkan di Tangkahan. Ruang
lingkup kegiatan CRU antara lain :
1. Peningkatan kapasitas sarana bagi masyarakat, staf dan lembaga terkait.

Universitas Sumatera Utara

2. Patroli hutan dan pengawasan juga penegakan hukum.
3. Pengembangan ekoturisme berbasiskan masyarakat dan menggali potensi
lainnya sebagai pendapatan alternatif di Tangkahan.
4. Peningkatan hubungan antar masyarakat lokal dengan pengunjung.
5. Mitigasi konflik antara manusia dengan gajah.
Konsep yang dibawa CRU sebagai latar belakang filosopi pendirian organisasi ini
telah mendapatkan berbagai apresiasi dari berbagai komunitas konservasi gajah
baik secara nasional maupun internasional dan konsep tersebut juga diterapkan
dibagian lain Sumatera (Bengkulu) yang bekerjasama dengan FFI, International
Elephant Foundation (IEF) dan BKSDA sebagai bagian dari strategi konservasi
gajah sumatera (FFI, 2007).
FFI (2007) menyebutkan bahwa CRU banyak menghadapi berbagai
hambatan dalam melakukan konservasi habitat gajah sumatera. Namun hal
tersebut dapat diatasi dengan adanya kerjasama yang dibangun antar pihak-pihak
yang terkait. Disadari bahwa tanpa adanya kerjasama yang baik sangat sulit untuk
melakukan manajemen tempat penangkaran dengan kondisi yang lebih baik.
Dengan menguatkan hubungan kepada masyarakat yang berada disekitar TNGL,
CRU memiliki beberapa target yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan,
antara lain adalah :
1. Membangun

kapasitas

taman

nasional

secara

berkelanjutan

dengan

mengembangkan langkah-langkah CRU yakni : dalam patroli hutan,
pengawasan dan penegakan hukum di daerah Seikundur-Besitang dan kawasan
hutan Tangkahan.

Universitas Sumatera Utara

2. Mencegah berbagai aktivitas kriminal yang terjadi di wilayah taman nasional
khususnya penebangan liar melalui patoli hutan dan penegakan hukum.
3. Mengembangkan ekoturisme berbasis kemasyarakatan dan memfasilitasi
kegiatan konservasi gajah sebagai wujud pengembangan perencanaan
ekoturisme untuk menjamin keberlangsungan kegiatan tersebut secara
finansial.
4. Menggali potensi-potensi yang ada sebagai mata pencaharian alternatif yang
dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal di Tangkahan.
5. Melakukan

penyuluhan

terhadap

masyarakat

dan

pengunjung

untuk

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan akan nilai dari hutan dan tanggung
jawab perlindungan pada kawasan hutan Tangkahan juga Seikundur-Besitang.
Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET)
Kawasan Ekowisata Tangkahan terletak di zona penyangga Taman
Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat Sumatera
Utara. Terletak di ketinggian130 meter sampai 800 meter di atas permukaan laut.
Terletak di pertemuan dua sungai yaitu: Sungai Buluh dan Sungai Batang
Serangan,

yang

mengalir

lebih

ke

hilir

pertemuan

Sungai

Musam

(Visitor Center KET, 2004).
Kawasan Ekowisata Tangkahan secara administrasi berada di dua desa,
yaitu: Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, karena keindahan alamnya
Tangkahan terkenal sebagai surga tersembunyi di Leuser. Antara tahun 1980
hingga tahun 1990-an, masyarakat di sekitar Tangkahan dulunya giat membalak
kayu hutan yang berasal dari Taman Nasional Gunung Leuser. Namun, seiring
dengan waktu, masyarakat kemudian sadar akan kerusakan dan kesalahan yang

Universitas Sumatera Utara

telah mereka lakukan sehingga atas kesepakatan bersama masyarakat di
Tangkahan kemudian memutuskan untuk menghentikan pembalakan kayu illegal
dari Taman Nasional Gunung Leuser dan mengembangkan kawasan Tangkahan
menjadi daerah ekowisata. Pada tahun 2001, masyarakat Tangkahan berkumpul
dan menyepakati peraturan desa (perdes) yang melarang segala aktivitas yang
mengeksploitasi hutan secara illegal dan mendirikan Lembaga Pariwisata
Tangkahan (BBTNGL, 2009).
Pada bulan April 2002, LPT membuat nota kesepahaman (MoU) dengan
pihak pengelola Taman Nasional Gunung Leuser untuk mengelola Tangkahan
sebagai tujuan wisata seluas 17.500 Ha. LPT juga mendirikan Community Tour
Operator (CTO) yang berfungsi memfasilitasi penyediaan akomodasi, interpreter
bagi pengunjung dan paket-paket wisata yang menarik. Kawasan wisata
Tangkahan juga sudah dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan
mancanegara yang biasanya sering dibawa oleh pemandu lokal dari Bukit
Lawang. Memiliki tipe ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi dengan
kondisi hutan yang masih terjaga kemurniannya (BBTNGL, 2009).
Penduduk di sekitar kawasan wisata Tangkahan sebagian besar hidup dari
sektor pertanian dan perkebunan. Anak-anak mudanya banyak yang bekerja
sebagai guide/pemandu di lokasi wisata ini. Mayoritas suku penduduknya adalah
suku Karo dan sebagian lagi adalah suku Jawa serta Melayu (BBTNGL, 2009)

AHP (Analytical Hierarchy Process)
Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah suatu metode unggul untuk
memilih aktivitas yang bersaing atau banyak alternatif berdasarkan kriteria

Universitas Sumatera Utara

tertentu atau khusus. Kriteria dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan bahkan
kriteria kuantitatif ditangani dengan struktur kesukaan pengambil keputusan
daripada berdasarkan angka. Dengan adanya hirarki, masalah kompleks atau
tidak terstruktur dipecah dalam sub-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu
bentuk hierarki. AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen
dalam hirarki (Amborowati, 2008).
Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process menurut Saaty, (1993) dalam
Tantyonimpuno, (2006 ), meliputi :
1. Problem Decomposition (Penyusunan Heirarki Masalah).
Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan
dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur/komponen yang kemudian dari
komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan
sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat beberapa
tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalam
model analisis hierarki.
2. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan).
Prinsip

ini

dilakukan

dengan

membuat

penilaian

perbandingan

berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierrki
tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya dan memberikan

bobot

numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam
matriks yang disebut pairwise comparison.

Universitas Sumatera Utara

3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas).
Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hirarki
dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap
tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada
setiap local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif
melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
4. Logical Consistensy (Konsistensi Logis).
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah objek-objek yang serupa
dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua
adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada
kriteria tertentu. Konsistensi data didapat dari rasio konsistensi (CR) yang
merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi (Ci) dan indeks random (Ri).
Menurut Saaty dalam Tantyonimpuno, (2006) AHP sendiri memiliki
kelebihan dan keuntungan dalam penerapannya. Kelebihan AHP tersebut yaitu :
1. struktur yang berhirarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih
sampai pada subkriteria paling dalam.
2. memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas
pengambil keputusan.
Sedangkan keuntungan dari penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut :
1. Kesatuan : AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes
untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.

Universitas Sumatera Utara

2. Kompleksitas : AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
4. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan dalam menetapkan prioritas.
5. Saling ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
6. Tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas alternatif dari
berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik
berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
7. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud
suatu metode penetapan prioritas.
8. Pengulangan proses : AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka
pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka
melalui pengulangan.
9. Penilaian dan konsensus : AHP tak memaksakan konsensus tetapi mensintesis
suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.
10. Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk
memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat.
Selanjutnya, Eri dan Elpira (2008) menjelaskan

langkah-langkah atau

prosedur dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan metode AHP,
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan.
2. Membuat hirarki.
Masalah disusun dalam suatu hirarki yang diawali dengan tujuan umum,
dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatifalternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Melakukan perbandingan berpasangan.
Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan
dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
Langkah berikutnya dalam proses ini melibatkan perhitungan vektor
kolom. Hal ini diperoleh dengan mengalikan matriks tujuan dengan bobot relatif,
misalnya bobot tujuan. Dalam bentuk persamaan
Vk=Mk*wik

Keterangan :
Vk= vector kolom pengambil keputusan ke-k
Mk= matrik obyektif pengambil keputusan ke-k
Wik= bobot relative dari obyek ke-I terhadap pengambil keputusan ke-k
Tabel 1. Nilai skala AHP
Intensitas
Pentingnya
1
3
5
7
9

2, 4 ,6 ,8
kebalikan

Definisi
Kedua elemen sama pentingnya.
Elemen yang satu sedikit lebih
penting daripada elemen lainnya.
Elemen yang satu sangat penting
daripada elemen yang lainnya.
Satu elemen jelas lebih penting
daripada elemen yang lain.
Satu elemen mutlak lebih penting
daripada elemen yang lain.
Nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan.

Penjelasan
Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat
tersebut.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu
elemen atas elemen lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong
satu elemen atas elemen yang lainnya.
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya
telah terlihat dalam praktek.
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang
lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang
mungkin menguatkan.
Kompromi diperhatikan di antara dua pertimbangan.
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila
dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai
kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

sumber : Saaty dan Vargas (2001) dalam Rahmawaty (2011)

Universitas Sumatera Utara

Dengan vektor kolom dari bobot, nilai eigen maksimum atau pokok (yang
disumbangkan oleh Ymaks) dihitung. Semakin dekat nilai eigen utama adalah ke
n, yang lebih konsisten adalah penilaian subjektif itu berasal dengan mengambil
rata-rata

dari

jumlah

rasio

dari

vektor

kolom

dan

bobot

relatif

(Saaty, 1980 dalam Rahmawaty, 2011).
q

= ∑ vk/wik / q

maks

k=1

Keterangan :
k = urutan matriks 1 sampai q yang setara dengan jumlah pembuat keputusan
Pusat untuk AHP adalah ukuran dari konsistensi dalam penilaian manusia.
Penyimpangan dari konsistensi dapat diwakili oleh indeks konsistensi (CI). Nilai
ini adalah perbedaan antara nilai eigen maksimum atau pokok dan jumlah tujuan
(N) dibagi dengan n-1. Bentuk persamaan sebagai berikut:
CI =

maks –

n / n-1

Keterangan :
CI

= indeks konsistensi

maks

= nilai eigen pokok
Untuk mendapatkan ide dari konsistensi penilaian, CI dibandingkan

dengan indeks konsistensi acak (RI) dari nilai-nilai seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2. Sebuah rasio konsistensi sepuluh persen atau kurang dianggap dapat
diterima. Persamaan rasio konsistensi (CR) sebagai berikut:
CR = CI/RI
Keterangan :
CI = indeks konsistensi

Universitas Sumatera Utara

RI = indeks random
Malczewski (1999) dalam Rahmawaty (2011) menyebutkan bahwa ketika
CR kurang dari 0,1, ada tingkat wajar konsistensi dalam perbandingan
berpasangan. Jika CR lebih dari atau sama 0,1, nilai-nilai dari rasio tersebut tidak
konsisten. Dalam kasus terakhir, nilai asli dalam matriks perbandingan pasangan
yang bijaksana harus direvisi.
Tabel 2. Nilai indeks konsistensi random (RI)
N 1
2
3
RI 0,00 0,00 0,58

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56

Dalam proses yang terkait dengan derivasi dari prioritas alternatif,
sehubungan dengan setiap tujuan pada tingkat 3 hirarki, bobot relatif dari
alternatif yang didasarkan pada tujuan masing-masing dihitung dengan cara yang
sama. Peringkat akhir dari alternatif (menunjukkan dengan ωj) itu dihitung dengan
melakukan perkalian matriks bobot relatif dari alternatif per tujuan (dilambangkan
dengan ωij) dan bobot relatif dari tujuan (dilambangkan dengan ωi). Ini dihitung
dengan menggunakan persamaan:
ωj= Mij * ωi
Keterangan :
ωj = bobot akhir dari alternatif j
Mij = matriks bobot relatif alternatif per obyektif
ωi = Pembobotan obyektif
di samping itu, Mij mengambil bentuk:
Mij =

ω11…..ω1p
ωn1…..ωnp

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
ω11 = bobot relative dari alternatif 1 (j ke p) terhadap obyektif 1 (I ke n)
Langkah terakhir adalah untuk agregat prioritas vektor dari setiap tingkat
yang diperoleh pada langkah kedua, untuk menghasilkan bobot keseluruhan. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara perkalian urutan vektor bobot pada setiap tingkat
hirarki. Bobot keseluruhan mewakili rating alternatif sehubungan dengan tujuan
keseluruhan. Ri skor keseluruhan alternatif ke-i adalah
jumlah total dari peringkat tersebut pada setiap tingkat yang dihitung sebagai
berikut :
RI = ∑k ωkrik
Keterangan :
ωk = vektor prioritas berhubungan dengan elemen ke-k dari hirarki
rik = vektor prioritas berasal dari membandingkan alternatif pada setiap kriteria.

(Malczewski, 1999 dalam Rahmawaty, 2011)

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET),
yaitu : di Desa Namo Sialang (dengan konsentrasi lokasi penelitian pada Dusun
Kuala Buluh, Dusun Kuala Gemoh dan Dusun Titi Mangga), dan di Desa Sei
Serdang (dengan konsentrasi lokasi pada Dusun Namo Unggas), Kecamatan
Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Juli hingga Agustus 2011.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara

Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : Kamera digital, alat tulis,
software expert choice, microsof excel dan perangkat komputer. Sedangkan bahan
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian dari mulai dilakukannya penenelitian di lapangan
sampai dengan proses analisis data yang didapat sesuai dengan kebutuhan untuk
menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan gajah jinak yang dilakukan oleh CRU.

Data yang dibutuhkan untuk mengetahui pengelolaan gajah jinak yang
dilakukan oleh CRU adalah data primer. Data primer adalah data yang
dikumpulkan dengan cara peninjauan langsung ke lapangan. Data primer
didapatkan peneliti melalui proses observasi ke lapangan dan wawancara dengan
pihak manajemen CRU. Data tersebut meliputi: informasi rutinitas pengelolaan
harian gajah jinak yang dilakukan oleh CRU, Biaya pengelolaan dan pendapatan
CRU dan informasi permasalahan pengelolaan gajah jinak yang dihadapi oleh
CRU di Tangkahan.
Setelah data pengelolaan gajah jinak didapat, maka data tersebut dianalisis
secara deskriptif kualitaif. Analisa deskriptif kualitatif adalah analisis penjelasan
untuk data-data kualitatif. Menurut Nasution dkk (2001) dalam Simangunsong
(2008) metode penelitian deskriptif sering memakai metode observasi. Sementara
menurut pendapat Faried (1996) menyatakan analisis kualitatif adalah suatu
pengertian analisis yang didasarkan pada argumentasi logika. Namun, materi

Universitas Sumatera Utara

argumentasi didasarkan pada data yang diperoleh melalui kegiatan teknik
perolehan data.
2. Bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di Tangkahan dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Mengenai tujuan kedua dari penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah
primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner AHP kepada para responden ahli. Sedangkan data
sekunder dikumpulkan dengan cara mencari informasi melalui buku, peneitian
ilmiah dan jurnal ilmiah.
Responden ahli dipilih secara purposive sampling, karena menurut
Soekartawi (1995) dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek
didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang
erat dengan ciri atau sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena
itu pada penelitian ini responden ahli ditetapkan berjumlah sembilan orang yang
terdiri dari : satu orang dari pihak Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT), satu
orang dari pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), satu
orang dari pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Langkat, dua orang dari tokoh
adat desa / tokoh masyarakat, satu orang dari peneliti ahli gajah sumatera, satu
orang dari pihak manajemen CRU Tangkahan dan dua orang dari pihak kepala
desa.
Metode analisa AHP dan data yang diperoleh melalui kuesioner responden
diproses dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Program
Expert Choice 2000 dirancang untuk proses pengambilan keputusan dalam
pemilihan alternatif strategi. Berikut ini proses penggunaan Expert Choice 2000 :

Universitas Sumatera Utara

1. Buka file baru dengan memilih menu file kemudian new.
2. Membuat File Name untuk menyimpan data yang dianalisis.
3. Isikan goal atau hasil yang anda inginkan yang menunjukkan inputan
Evaluation and Choice model, kemudian klik OK.
4. Untuk memasukkan kriteria yang akan dicari bobotnya, maka pilih Edit,
kemudian pilih Insert Child Of Current Node, kemudian akan muncul tampilan
node.
5. Berikutnya masukkan kriteria-kriteria yang akan dinilai bobotnya dan akhiri
dengan esc.
6. Masukkan alternatif-alternatif dengan cara klik ( + A ) dan klik OK.
7. Untuk melakukan pembobotan arahkan kursor ke goal/ tujuan, klik Assessment
dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion (lambang 3:1) beri bobot
kepentingan dengan membandingkan tiap elemen yang ada di kriteria.
8. Hal yang sama dilakukan dalam pembobotan kepentingan alternatif-alternatif
yang ada. Arahakan kursor ke tiap elemen criteria yang ada. Pada tiap elemen
lakukan pembobotan alternatif dengan cara klik Assessment dan kemudian klik
Pairwise Numerical Comparasion (lambang 3:1)
9. Hasil dari pembobotan harus dengan inconsistency dibawah 0.1. karena ini
berarti penilaian yang dilakukan konsisten. Jika inconsistency lebih dari 0.1,
maka harus dilakukan penyebaran kuisioner ulang.
10. Setelah hasil dimasukkan dan inconsistency dibawah 0.1 maka klik tanda
11. Untuk mengetahui tampilan lain dari hasil pembobotan maka klik tanda
12. Dari hasil diatas maka akan dapat diketahui bobot akhir dari masing-masing
kriteria atau sasaran, sementara itu untuk mengetahui bobot akhir prioritas dari

Universitas Sumatera Utara

alternatif, maka klik menu Synthesize lalu pilih With Respect to Goal. Maka
akan ditampilkan hasilnya sekaligus dengan nilai Overall Inconsistency-nya

Sasaran
Pemanfaatan gajah jinak yang paling
sesuai di Tangkahan

Kriteria
Kesejahteraan dan
keamanan
masyarakat

Keamanan kawasan
hutan

Ilmu pengetahuan
dan pendidikan
masyarakat

Kelest