Komunitas burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu

(1)

KEPULAUAN SERIBU

AI WINARSIH

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

AI WINARSIH 1111095000018

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ii SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: AI WINARSIH 1111095000005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Paskal Sukandar, M.Si NIP. 19690317200312 2001 NIP. 195103251982101001

Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Dasumiati, M.Si NIP. 197309231999032002


(4)

iii

LULUS dalam Seminar Hasil Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Biologi.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Iwan Aminudin, M.Si Narti Fitriana, M.Si

NIP. NIDN. 0331107403

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Paskal Sukandar, M.Si

NIP. 19690317200312 2001 NIP. 195103251982101001

Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi

Dr. Dasumiati, M.Si NIP. 19730923 199903 2 002


(5)

iv

KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Ciputat, Juli 2015


(6)

v Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015.

Pulau Tidung Kecil berpotensi sebagai habitat bagi burung karena kondisi hutan lebih baik dibandingkan Pulau Tidung Besar. Habitat burung di Pulau Tidung Kecil berpotensi mengalami gangguan akibat penebangan dan pembakaran kawasan bervegetasi untuk tujuan pembangunan dan aktifitas kunjungan wisatawan. Studi tentang burung penting, dengan melakukan studi mengenai burung dan habitatnya dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dan pemanfaatan vegetasi sebagai habitat burung di Pulau Tidung Kecil. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015 di Pulau Tidung Kecil, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Data burung dikumpulkan dengan metode kombinasi IPA (Index Point of Abundance) dan dengan metode jalur (transect) pada 9 titik pengamatan. Diperoleh 29 spesies burung dari 19 famili (metode IPA), dan 31 spesies burung dari 20 famili (metode daftar jenis MacKinnon). Terdapat 24 jenis burung penetap dan 7 jenis burung migran. Nilai indeks keanekaragaman di Pulau Tidung Kecil sebesar 2,39 (medium). Nilai indeks kemerataan jenis yang didapat sebesar 0,7 (tinggi). Nilai kekayaan jenis burung sebesar 4,31(tinggi). Cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan jenis pohon yang paling sering dimanfaatkan oleh burung yaitu sebanyak 76,47%. Strata tiga adalah strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung. Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) 100% burung di Pulau Tidung Kecil tergolong Least concern atau beresiko rendah. sebanyak 7 jenis burung yang dilindungi Peraturan Pemerintah no.7 tahun 1999 dan Tidak terdapat jenis burung yang dilindungi oleh CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora).


(7)

vi

Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2015.

Tidung Kecil Island had potential as bird’s habitat because the condition of forest better than Tidung Besar. Bird’s habitat in Tidung Kecil Island also had bad potential because of logging and burned in vegetation areal for build and for activity of tourism. Study about bird were very important because we could know the change that happened in one ecosystem. The purposed of this research was to know the variety of bird and usefully of vegetation as bird’s habitat in Tidung Kecil Island. This researched hold on January until March 2015 in Tidung Kecil Island, Thousand Island, Jakarta. This research carried out by combination of IPA (Index Point Of Abundance) method and transect method that divided into 9 point along transect. The result of researched were 29 species of bird from 19 family with IPA method and 31 species of bird from 20 family with Mackinnon list method. Composition of bird species include of 24 resident bird species and 7 migrant bird species. The number of variety species index was 2,39 (medium). Evenness index value was 0,7 (high). The number of species richness was 4,31(high). The species of tree that often used by bird was Casuarina equisetifolia (76,47%). The most used base of vertical level tree by bird in Tidung Kecil Island was level three. Conservation status in Tidung Kecil Island based on IUCN were 100% (least concern). Based of PP No.7 year 1999, there were 7 species of bird that were protected. There were no species of bird that were protected by CITES.


(8)

vii

hidayah dan karunia-Nya. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Komunitas Burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu“.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak baik kepada masyarakat, peneliti, maupun instansi pemerintahan yang terkait. Peran serta dukungan berbagai pihak merupakan bantuan yang tak ternilai bagi penulis, oleh karena itu penulis sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Ace Cepiyana dan Ibunda Idar Darsini yang memberikan kasih sayang, dukungan dan doa sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi dan Etyn Yunita, M.Si selaku sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku Pembimbing I dan Paskal Sukandar, M.Si selaku Pembimbing II yang telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan dan motivasi kepada penulis.kepada penulis.


(9)

viii dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Biologi, atas semua ilmu yang telah diberikan semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat diamalkan sebagai amal jariyah. 7. Suku Dinas Pertanian di Pulau Tidung Kecil, Walid Rumblat, S.Si, Medina Deanti Sari, Meidi Yanto, Sinta Ramadhania, Mas Kurnadi, Ibu Titik Sari dan Ka Brian yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Keluarga besar penulis serta Dennis Nur Hidayat dan Rafa Fadhila sebagai adik kandung penulis yang telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis. 9. Medina Deanti Sari, Shelfila Fitriani, Putri Sintya Dewi, Naylul Izzah, Aldha

Rizki Utami dan Nurhafizoh sebagai teman-teman terbaik dalam menempuh pendidikan di Biologi UIN Jakarta.

10. Teman-teman Program Studi Biologi Angkatan 2011, Himbio Oryza sativa, dan KPB Nectarinia yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.

Semoga Allah membalas semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis, amin. Skripsi ini tak luput dari kesalahan, oleh karena itu diharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk dapat menjadi pelajaran bagi penulis.

Jakarta, Juli 2015


(10)

ix

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan Penelitian ...3

1.4. Manfaat Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...4

2.1. Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu ...4

2.2. Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Burung ...6

2.3. Komunitas Burung ...8

2.4. Ekologi Burung ...9

2.5. Habitat Burung ...11

2.6. Status Konservasi dan Status Perlindungan Jenis Burung ...13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 1515 3.1. Waktu dan Lokasi ... 1515 3.2. Alat dan Bahan ... 1516 3.3. Cara Kerja ... 1616 3.3.1. Pengumpulan Data Burung... 1616 3.3.2. Pemanfaatan Vegetasi oleh Burung... 1717 3.4. Analisis Data ...18

3.4.1. Indeks Keanekaragaman ... 1818 3.4.2. Indeks Kemerataan ... 1919 3.4.3. Indeks Kekayaan Jenis ... 1919 3.4.4. Tingkat Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung ... 220

3.4.5. Sebaran Burung Menurut Strata Vegetasi ... 220

3.4.6. Komposisi Jenis dan Status Perlindungan ... 2121 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 2222 4.1. Kondisi Habitat ... 222

4.2. Komposisi dan Kekayaan Jenis Burung ... 224 4.3. Keanekaragaman Jenis Burung ... 3332


(11)

x

BAB V PENUTUP ...49 5.1.Kesimpulan ...49 5.2. Saran ...49 DAFTAR PUSTAKA ... 5150 LAMPIRAN ...55


(12)

xi

Gambar 2. Kombinasi Metode IPA Dan Metode Jalur ... 1617 Gambar 3. Pembagian Strata Vegetasi Pohon ... 1818 Gambar 4. Kekayaan jenis dengan menggunakan daftar jenis MacKinnon ... 2524 Gambar 5. Cerek tilil ... 2928 Gambar 6. Cerek kernyut dan Trinil ekor kelabu ... 3029 Gambar 7. Gajahan pengala ... 3131 Gambar 8. Kangkok besar ... 3231 Gambar 9. Jenis Vegetasi yang Dimanfaatkan Burung ... 3635 Gambar 10. Aktifitas Burung di Pulau Tidung Kecil ... 3837 Gambar 11. Pemanfaatan vegetasi sebagai aktifitas bersarang... 3938 Gambar 12. Kekep Babi ...42


(13)

xii

Tidung Kecil ...27 Tabel 2. Jenis Burung Berdasarkan Strata Vertikal Tegakan Pohon ...40 Tabel 3. Komposisi dan Status Perlindungan ...45


(14)

xiii

Lampiran 2. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian barat ...56

Lampiran 3. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian tengah ...57

Lampiran 4. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian timur ...58

Lampiran 5. Rekapitulasi jumlah individu burung pada setiap pengamatan ...59

Lampiran 6. Data pemanfaatan vegetasi oleh burung ...60

Lampiran 7. Data aktifitas burung ...61

Lampiran 8. Jenis-jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil ...62


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepulauan Seribu terdiri dari banyak pulau, salah satunya adalah Pulau Tidung. Secara administratif Pulau Tidung termasuk kedalam wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pulau Tidung terbagi atas dua gugusan pulau yaitu Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Sebagai salah satu pulau yang terdapat pada gugusan Kepulauan Seribu, Pulau Tidung Kecil potensial sebagai habitat bagi burung karena kondisi hutan lebih baik dan tingkat pembangunan masih rendah dibandingkan dengan Pulau Tidung Besar (Pemprov DKI, 2010).

Pulau-pulau di Kepulauan Seribu termasuk Pulau Tidung Kecil umumnya dihuni oleh berbagai jenis burung terutama jenis-jenis burung air dan burung pantai. Menurut Mardiastuti (1992), sebanyak 15 jenis burung air ditemukan di Pulau Rambut dan populasi terbesar didominasi oleh famili Heron (Ardeidae) dan Cormorant (Phalacrocoracidae), dimana Pulau Rambut merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan kumpulan pulau yang menunjang keberlangsungan hidup suatu burung. Umumnya habitat di Kepulauan Seribu digunakan oleh burung sebagai tempat beristirahat, bersarang, tempat berkembang biak, dan tempat berlindung dari ancaman predator. Habitat burung di Pulau Rambut terdiri dari hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan dataran kering campuran (Mardiastuti, 1992).

Sebagai salah satu komponen penting ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Dengan


(16)

demikian, burung dapat dimanfaatkan langsung atau tidak langsung sebagai bioindikator lingkungan (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Namun, keberadaan habitat burung di Pulau Tidung Kecil berpotensi mengalami gangguan akibat penebangan dan pembakaran kawasan bervegetasi untuk tujuan pembangunan (Andam, 2012) dan aktifitas kunjungan wisatawan. Akibatnya, areal-areal bervegetasi yang merupakan habitat burung yang paling penting, semakin berkurang sehingga dikhawatirkan banyak jenis burung yang akan kehilangan habitatnya. Beberapa hasil penelitian seperti Kuswanda (2010) menunjukkan bahwa perubahan struktur dan komposisi vegetasi telah menurunkan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung di suatu kawasan.

Studi tentang burung penting, karena dengan melakukan studi mengenai burung dan habitatnya dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem karena burung merupakan jenis yang dapat merespon perubahan yang terjadi pada suatu kawasan (Ajie, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai keanekaragaman jenis burung burung serta pemanfaatan vegetasi oleh burung dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan lahan di kawasan tersebut, agar kelestarian burung dan fungsi ekosistem di kawasan tersebut dapat dipertahankan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


(17)

2. Bagaimanakah pemanfaatan vegetasi sebagai habitat oleh burung-burung yang ada di Pulau Tidung Kecil ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada di Pulau Tidung Kecil.

2. Mengetahui pemanfaatan vegetasi sebagai habitat burung di Pulau Tidung Kecil.

1.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan kontribusi berupa data yang dapat digunakan untuk pelestarian satwa burung, dengan menjaga ketersediaan habitatnya.

2. Memberi informasi dan masukan bagi pemerintah daerah Kepulauan Seribu dalam mengelola kawasan wisata Pulau Tidung dengan memperhatikan aspek lingkungan terutama sebagai habitat burung.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni Penduduk. Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha, terletak di lepas pantai Utara Jakarta dengan posisi memanjang dari utara ke selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta (Noor, 2003).

Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot/jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara (Noor, 2003).

Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total


(19)

curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus (Noor, 2003).

Sebagai salah satu pulau tujuan wisatawan, Pemerintah DKI mendukung pengembangan wilayah di Pulau tidung dengan membangun sarana dan prasarana. Guna mendukung pengembangan wisata di Pulau Tidung, maka dibangun jembatan penghubung antara Pulau Tidung Besar sebagai pulau pemukiman ke Pulau Tidung Kecil yang diperuntukan sebagai hutan lindung. Jembatan ini dibangun oleh Pemerintah Kabupaten dalam rangka membuka akses antara Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil dimana pengembangan di masa depan akan diarahkan pada kawasan hutan lindung yang mampu menciptakan kawasan edukasi tidak saja bagi wisatawan, akan tetapi juga bagi riset dan penelitian. Pulau Tidung sering dikunjungi oleh para peneliti untuk melakukan berbagai kegiatan penelitian. Berdasarkan kondisi yang ada, Pulau Tidung berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan pusat edukasi kelautan maupun tujuan wisata umum berbasis pertanian mengingat aksesnya yang terhubung antara Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil (Pemprov DKI, 2010).

Kawasan Kepulauan Seribu memiliki beberapa pulau yang menjadi habitat bagi burung seperti Pulau Rambut. Pulau Rambut merupakan kawasan yang habitatnya paling baik untuk keberadaan burung di Kepulauan Seribu. Pulau Rambut merupakan salah satu habitat burung terutama burung air (merandai) dan sebagai tempat persinggahan burung migran. Tercatat 56 jenis burung yang dijumpai di Pulau Rambut. Burung- burung yang terdapat di Pulau Rambut secara umum terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok burung air (18 jenis) dan


(20)

kelompok bukan burung air (38 jenis) (Onrizal, 2004). Pulau Rambut memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi. Hutan campuran merupakan habitat burung di Pulau Rambut yang berfungsi sebagai tempat sarang, tempat kawin, tempat berkembangbiak, tempat membesarkan anak, tempat berlindung dari ancaman predator, dan tempat beristirahat (Onrizal, 2004). Habitat burung di Pulau Rambut terdiri dari hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan dataran kering campuran Mardiastuti (1992).

Pohon yang dijadikan sebagai tempat bersarang di Pulau Rambut adalah Sterculia foetida, R. mucronata, Ficus timorensis dan Excoecaria agallocha (Ayat, 2002). Habitat burung air di Pulau Rambut terdiri dari hutan campuran dan hutan payau yang terbagi ke dalam hutan payau primer dan sekunder. Di hutan pantai (Sterculia-Dysoxylum) dihuni oleh cangak abu, pecuk ular, bluwok dan kowak maling. Di hutan payau primer yang didominasi Rhizophora mucronata dihuni oleh pecuk, roko-roko, pelatuk besi, kowak maling, kuntul kecil, kuntul kerbau dan cangak abu. Hutan payau sekunder (CeriopsXylocarpus-Scyphiphora) dihuni oleh cangak merah, kuntul besar, kuntul kecil,kuntul sedang dan kowak maling (Mahmud, 1991).

2.2. Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Burung

Keanekaragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi istilah kekayaan jenis (species richnes) (Krebs, 2013). Pengukuran keanekaragaman pada setiap tipe habitat digunakan untuk mengetahui perbedaan jenis yang mengisi suatu habitat tertentu. Menurut Alikodra (2002), pengukuran keanekaragaman jenis (diversity) dipergunakan untuk membandingkan komposisi


(21)

jenis dari ekosistem yang berbeda, misalnya perbandingan antara masyarakat mamalia kecil dari dua kawasan, perbedaan masyarakat burung di dalam dua macam hutan, atau jenis-jenis intevertebrata sebelum dan sesudah adanya proyek yang mengubah keadaan aliran sungai.

Odum (1993) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness) dari kelimpahan individu tiap jenis. Keanekaragaman dibedakan atas tiga ukuran meliputi kekayaan jenis (species richness), keanekaragaman jenis (diversity), dan kemerataan jenis (evenness). Pada umumnya kekayaan jenis dibuat dalam indeks keanekaragaman. Menurut Bibby et al. (2000), semakin tinggi indeks keanekaragaman jenis maka semakin tinggi pula jumlah jenis dan kesamarataan populasinya. Akan tetapi, bisa terjadi bahwa komunitas burung yang kekayaan jenisnya lebih tinggi dan kesamarataannya lebih rendah memiliki indeks keanekaragaman yang sama dengan komunitas yang keanekaragamannya yang lebih rendah dan kesamarataannya tinggi.

Keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap habitat, tergantung kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Krebs (2013) menyebutkan bahwa ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, heterogenitas, ruang, persaingan, pemangsaan, dan kestabilan lingkungan dan produktivitas. Menurut Sutopo (2008), informasi tentang kekayaan jenis burung dapat diperoleh dengan menggunakan metode daftar jenis. MacKinnon et al.(2010) menyatakan bahwa daftar jenis burung menjadi jauh lebih berguna jika dapat menunjukkan kelimpahan jenis. Beberapa keuntungan dengan menggunakan daftar jenis yaitu


(22)

tidak terlalu bergantung pada pengalaman dan pengetahuan pengamat, intensitas pengamatan, dan keadaan cuaca. Indeks kekayaan jenis Shannon-Wiener merupakan ukuran nisbah keanekaragaman yang paling sering digunakan oleh para ahli ekologi untuk mengukur keanekaragaman jenis satwaliar (Sutopo, 2008), karena menurut Magurran (1988) pertimbangan yang mendasari penggunaan indeks tersebut adalah kepekaan terhadap perubahan ukuran unit contoh (rendah sampai sedang), kemampuan mendeteksi perbedaan antara unit contoh atau lokasi (sedang sampai tinggi) dan kemudahan dalam proses perhitungan (semuanya sederhana).

2.3. Komunitas Burung

Komunitas adalah seluruh populasi jenis yang hidup dalam ruang dan waktu yang sama (Begon et al., 2006; Magurran, 1994). Menurut Odum (1993), komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu, saling berinteraksi dan bersama-sama membentuk tingkat tropik dan metaboliknya. Sebagai suatu kesatuan, komunitas mempunyai seperangkat karakteristik yang hanya mencerminkan keadaan dalam komunitas saja, bukan pada masing-masing organisme pendukungnya saja.

Komunitas burung adalah kelompok dari beberapa individu jenis burung yang hidup bersama dalam waktu dan ruang yang sama (Wiens, 1989). Komunitas burung dipengaruhi faktor topografi, sejarah dan pengaruh dari pulau biogeografi, perubahan musim sumberdaya alam dan iklim, keanekaragaman habitat, perubahan habitat dan pengaruh pesaingnya seperti burung dan kelompok hewan lain (Rahayuningsih et al., 2007). Menurut Kerbs (2013) struktur komunitas


(23)

memiliki lima tipologi atau karakteristik, yaitu keanekaragaman, dominasi, bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur trofik.

Kaban (2013) menemukan komunitas burung di tegakan puspa yang tersusun dari 11 kategori kelompok guild. Kategori kelompok guild tersebut adalah pemakan daging, pemakan buah dibagian tajuk, pemakan buah-buahan yang berserakan di lantai hutan, pemakan biji-bijian, pemakan serangga di bagian tajuk pohon, pemakan serangga di bagian dahan atau ranting, pemakan serangga di serasah atau lantai hutan, pemakan serangga sambil melayang, pemakan serangga dan penghisap nektar, pemakan serangga dan buah-buahan, pemakan invertebrate dan vertebrata.

Berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan oleh Kaban (2013), pada tegakan puspa, didominasi oleh pemakan serangga yang aktif mencari makan di bagian tajuk pohon (10 jenis), sedangkan kategori pemakan serangga sambil melayang, pemakan buah di bagian tajuk, pemakan buah-buahan yang berserakan di lantai hutan, dan pemakan biji-bijian merupakan kategori yang jumlah jenisnya paling sedikit, hanya ditemukan satu jenis. Berdasarkan jumlah individu, kategori pemakan serangga sekaligus penghisap nektar mempunyai jumlah individu lebih banyak dibandingkan kategori guild yang lainnya (116 individu), sedangkan pemakan daging merupakan kategori yang mempunyai jumlah individu paling sedikit hanya ditemukan lima individu.

2.4. Ekologi Burung

Burung merupakan komponen penting ekosistem hutan. Satwaliar berperan dalam menjaga kelestarian hutan terutama sebagai pengontrol hama,


(24)

pemencar biji (seed disperser), dan penyerbuk (polinator). Burung juga merupakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lainnya (Rombang dan Rudyanto, 1999).

Alikodra (2002) menjelaskan bahwa tingginya keanekaragaman jenis burung di suatu tempat didukung oleh keanekaragaman habitat. Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk istirahat, main, kawin, bersarang, bertengger, dan berlindung. Kemampuan areal menampung burung ditentukan oleh luasan, komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya antara lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo, 1985).

Keberadaan burung di suatu habitat sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor fisik seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari serta faktor-faktor-faktor-faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya (Welty dan Baptista, 1988). Alikodra (2002) menjelaskan, bahwa habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik secara fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar.

Tumbuhan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan burung, karena selain sebagai tempat bernaung dan beristirahat, beberapa bagian dari tumbuhan seperti biji, buah, bunga dan jaringan vegetatif menjadi sumber pakan. Habitat terdiri dari kumpulan sumber daya yang didefinisikan sebagai tipe komunitas tumbuhan berbeda (Hunter et al., 1992). Tidak ditemukannya suatu jenis hewan termasuk burung di suatu habitat menurut Krebs dan Davies (1993)


(25)

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ketidak cocokan habitat, perilaku (seleksi habitat), kehadiran jenis hewan lain (predator, parasit, pesaing) dan faktor kimia-fisika lingkungan yang berada di luar kisaran toleransi jenis burung yang bersangkutan.

2.5. Habitat Burung

Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dijadikan tempat suatu jenis atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup didalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Habitat merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah burung (Bibby et al., 2000)

Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan. Bentuk habitat yang baik untuk kelangsungan hidup burung adalah habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun menyediakan kebutuhan hidupnya (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Komposisi dan struktur vegetasi juga mempengaruhi jenis dan jumlah burung yang terdapat di suatu habitat. Jenis tanaman dan ekosistem yang beragam lebih mampu mendukung kebutuhan burung karena mempunyai komponen yang lebih lengkap (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis burung belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis burung yang lain, karena pada dasarnya setiap jenis burung memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda (Irwanto, 2006).


(26)

Suatu habitat yang baik untuk perkembang biakan burung biasanya adalah habitat yang dapat memberikan potensi pakan yang cukup besar (Perrins dan Birkhead, 1983). Ketersediaan makanan merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu jenis burung, banyak jenis mencari makan pada areal yang lebih luas dan biasanya mereka memperoleh pakan dari daerah yang telah tereksploitasi (Harris dan Harris, 1997). Menurut Alikodra (2002), kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan produktifitas satwaliar termasuk burung.

Pemilihan habitat terbentuk karena beberapa organisme yang tinggal disuatu tempat yang dihuni lebih mendukung untuk menghasilkan banyak keturunan yang ditinggalkannya bila dibandingkan dengan organisme-organisme di tempat lain. Ketika habitat berubah, beberapa jenis tidak mampu beradaptasi dengan cepat dan oleh karena itu hanya sebagian habitat yang potensial untuk dijadikan tempat tinggalnya (Krebs, 2013). Sejumlah studi telah menunjukkan kuatnya pengaruh struktur vegetasi terhadap distribusi jenis burung. Selain itu, manusia dapat mempengaruhi burung-burung dan habitatnya secara langsung melalui modifikasi vegetasi dan perburuan (Bibby et al., 2000). Adanya berbagai tipe vegetasi dengan berbagai bentuk penutupan lahan dan ketinggian suatu wilayah kecenderungan akan memberikan pengaruh terhadap jenis dan perilaku satwa yang dijumpai (MacArthur dan Connel, 1966). Struktur vegetasi pada areal hutan tanaman terbagi menjadi dua strata yaitu tumbuhan bawah dan tumbuhan penutup (Utari, 2000).

Penelitian Kaban (2013) yang dilakukan di Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat, terdapat burung-burung yang berada di tegakan pohon agathis


(27)

menyebar pada tajuk atas sampai lantai hutan. Jenis burung yang dijumpai pada lantai hutan sebanyak 11 jenis antara lain Paok Pancawarna ( Pitta guajana) dan Gelatikbatu Kelabu (Parus major). Ditemukan dua jenis burung pada bagian batang, 13 jenis pada tajuk bawah, 11 jenis pada tajuk tengah, dan 17 jenis pada tajuk atas.

2.6. Status Konservasi dan Status Perlindungan Jenis Burung

Jenis-jenis burung di Pulau Tidung Kecil perlu diketahui status keterancamannya berdasarkan beberapa status perlindungan. Terdapat tiga kategori status perlindungan yang berlaku di wilayah Indonesia menurut Sukmantoro et al. (2007) yaitu:

1. Status keterancaman menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)

Kategori status keterancaman mengacu pada Redlist IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) 2007 yang meliputi CR= Critically Endangered (sangat terancam punah), EN = Endangered (terancam punah) contonya adalah burung Ciconia stormi atau bangau storm, Vurnerable (terancam) contohnya adalah burung Pycnonotus zeylanicus atau Cucak Rawa, NT = Near Threatened (mendekati terancam) contohnya adalah burung Anhinga melanogaster atau pecuk ular asia NE = Not Evaluated (belum dievaluasi ), DD = Data Deficient (data kurang), EX= Extinct (punah), EW= Extinct in the Wild (punah di dalam), LC= Least Concern (tidak dicantumkan dalam daftar) contohnya adalah burung Haliastur Indus atau elang bondol.


(28)

2. Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES

CITES (Convention on International Trade of Endangered Jenis of Wild Fauna and Flora) mengelompokkan kategori-kategori jenis dalam 3 Appendix (Lampiran) yaitu Appendix I ( semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah). Appendix II (jenis yang statusnya belum terancam tetapi akan terancam punah apabila dieksploitasi berlebihan) contohnya adalah burung kangkareng perut hitam, kangkareng perut putih, dan cucak rawa. Appendix III (seluruh jenis yang juga dimasukan dalam peraturan perdagangan dan Negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).

3. Status Perlindungan dan Hukum Negara Republik Indonesia

Status perlindungan jenis menurut tata aturan di Indonesia mengacu pada UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Pycnonotus zeylanicus merupakan contoh burung yang masuk pada perlindungan UU No. 5/1990, . PP No. 7/1999, PP No. 8/1999.


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Pulau Tidung Kecil, Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian dimulai pada bulan Januari hingga bulan Maret 2015. Pengamatan dilakukan pada waktu pagi hari pukul 06.00-09.30 WIB dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB dengan asumsi burung mulai aktif melakukan aktifitas pada rentang waktu ini.

Gambar 1. Peta penyebaran titik pengamatan di Pulau Tidung Kecil (Sumber: Badan Informasi Geospasial tahun 1999 dengan software Arcview 3.3)


(30)

3.2. Alat dan Bahan

Objek penelitian yang diamati adalah jenis-jenis burung yang berada di Pulau Tidung Kecil. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler, buku panduan lapangan burung–burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al., 2010), Kamera Digital SLR Nikon D3200 with lens 70-300 dan Nikon Coolpix P530 40X, kompas, counter, GPS (Global Positioning System) Garmin etrex Vista HCx dan jam tangan digital.

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Pengumpulan Data Burung

Survei pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk mengenal lokasi atau habitat yang akan menjadi tempat pengamatan, kemudian untuk penelusuran jalur dan penentuan titik pengamatan, dan mengenal jenis-jenis burung yang umum dijumpai di titik pengamatan. Pengumpulan data burung dilakukan dengan metode kombinasi antara metode IPA (Index Point of Abundance) dan dengan metode jalur (transect) (Bibby et al., 2000). Metode ini adalah metode yang dilakukan dengan mengikuti jalur yang telah ada dan berhenti di setiap jarak tertentu (Gambar 2).

Metode ini dilakukan dengan berjalan sepanjang jalur dari ujung barat hingga ke ujung timur Pulau Tidung Kecil (Gambar 1). Dibuat 9 titik pengamatan di sepanjang transek, kemudian titik –titik tersebut dibagi dua jalur pengamatan, jalur 1 meliputi bagian barat hingga tengah pulau sebanyak 4 titik, sedangkan jalur 2 meliputi pesisir bagian tengah hingga bagian ujung timur sebanyak 5 titik (Lampiran 1). Setiap titik dilakukan pengamatan selama 10 menit dengan jarak


(31)

pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 25 meter dan jarak antar titik sejauh 100 meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Data penelitian yang dikumpulkan diantaranya jumlah jenis burung, jumlah individu burung pada lokasi pengamatan, waktu penjumpaan terhadap jenis burung, dan titik kordinat pengamatan. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk dianalisis lebih lanjut.

Gambar 2. Kombinasi Metode IPA dan Metode Jalur

Untuk mengetahui kekayaan jenis burung digunakan metode daftar jenis MacKinnon atau yang dikenal juga dengan metode daftar 20 jenis MacKinnon (Tweenty Species List). Menurut MacKinnon (1990) setiap daftar berisi dua puluh jenis burung, jenis berikutnya meskipun sama dapat dicatat lagi pada daftar yang baru. Metode ini dapat digunakan untuk menduga kekayaan jenis burung secara kualitatif di suatu tipe habitat. Dalam penelitian ini dibuat sebanyak sepuluh jenis dalam setiap daftar (Sutopo, 2008).

3.3.2. Pemanfaatan vegetasi oleh burung

Penyebaran jenis burung menurut struktur vegetasi, dilakukan penggambaran strata vegetasi yang ada disetiap tipe habitat yang diteliti. Pemanfaatan ruang vegetasi oleh burung secara umum terbagi menjadi dua strata

R


(32)

yaitu tumbuhan bawah dan tumbuhan penutup (Utari, 2000). Rahayuningsih et al. (2007) membagi menjadi 4 strata vegetasi pohon (Gambar 3).

Pemanfaatan ruang vegetasi oleh burung secara umum dibagi menjadi bagian tajuk dan bagian batang (Gambar 3). Pembagian tajuk dibagi lagi menjadi bagian tajuk atas, tajuk tengah dan tajuk bawah. Batasan bagian tajuk bagian atas adalah 1/3 bagian atas dari tinggi total tajuk, kemudian bagian bawah adalah 1/3 tinggi total tajuk bagian bawah, dan bagian tengah adalah 1/3 tinggi total tajuk bagian tengah. Untuk pemanfaatan bagian batang dari bagian tajuk bawah hingga berbatasan dengan lantai hutan, sedangkan lantai hutan adalah vegetasi bawah (Kaban, 2013).

Gambar 3. Pembagian strata vegetasi pohon (Rahayuningsih et al., 2007)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Indeks Keanekaragaman

Nilai keanekaragaman jenis burung pada tiga lokasi penelitian dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wienner sebagai berikut:


(33)

H’ = Nilai indeks Shannon Pi = ni/N

Ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Total jumlah individu S = Total jumlah jenis ln = Logaritma natural

Nilai keanekaragaman jenis <1,5 dikategorikan rendah, selanjutnya nilai 1,5 hingga 3,5 dikategorikan sedang dan nilai >3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi (Magurran, 1988).

3.4.2. Indeks Kemerataan

Indeks Kemerataan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

E = Indeks kemerataan

H' = Indeks keanekaragaman Shannon S = Jumlah jenis

ln = Logaritma natural

Bila E mendekati 0 (nol), jenis penyusun tidak banyak ragamnya, ada dominasi dari jenis tertentu dan menunjukkan adanya tekanan terhadap ekosistem. Bila E mendekati 1 (satu), jumlah individu yang dimiliki antar jenis tidak jauh berbeda, tidak ada dominasi dan tidak ada tekanan terhadap ekosistem (Ludwig dan Reynolds, 1988).

3.4.3. Indeks Kekayaan Jenis

Nilai indeks kekayaan jenis dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


(34)

R = Indeks Kekayaan Jenis Margalef S = Jumlah Jenis

N = Jumlah Individu ln = Logaritma natural

Nilai Indeks kekayaan jenis >4,0 dikategorikan baik, selanjutnya nilai 2,5 hingga 4,0 dikategorikan moderat dan nilai <2,5 menunjukkan keanekaragaman yang buruk (Jorgensen et al., 2005).

3.4.4. Tingkat Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung

Teknik Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penggunaan jenis tumbuhan oleh burung. Setiap jenis tumbuhan digunakan oleh burung sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti mencari makan (Feeding), membersihkan bulu dan bertengger (Resting), bergerak dan sosial (Social) maupun bersarang (Nest). Penggunaan vegetasi oleh burung dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Ft = Fungsi suatu jenis vegetasi bagi burung

St = Banyaknya jenis burung yang menggunakan suatu jenis vegetasi pada plot pengamatan

Sp = Seluruh jenis burung pada plot pengamatan yang terdapat suatu jenis vegetasi tersebut

3.4.5. Sebaran Burung Menurut Strata Vegetasi

Analisis terhadap sebaran burung menurut strata vegetasi dilakukan secara deskriptif dan kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara penggunaan strata


(35)

vertikal vegetasi hutan dengan banyaknya jenis burung di habitat tersebut sehingga dapat diketahui jenis burung yang menggunakan strata tajuk pada masing-masing tipe habitat (Sayogo, 2009).

3.4.6. Komposisi Jenis dan Status Perlindungan

Status perlindungan burung-burung merujuk pada daftar jenis burung yang dilindungi menurut IUCN Red Data Book, CITES dan PP No 7 tahun 1999. Status perlindungan burung tersebut akan dikelompokkan dalam bentuk tabulasi. Tabulasi data yang disajikan berisi informasi komposisi jenis burung dan juga status perlindungannya.


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Habitat

Gambaran kondisi habitat di lokasi penelitian meliputi kodisi fisik dan vegetasi. Kondisi fisik di lokasi pengamatan dilihat dari cuaca, kecepatan angin, kelembaban dan temperatur. Sedangkan habitat burung di Pulau Tidung Kecil dilihat dari tipe vegetasi yaitu tergolong ke dalam hutan sekunder campuran. Secara umum jenis-jenis vegetasi pada jalur hutan sekunder campuran yang teramati adalah pohon kelapa (Cocos nucifera), kedondong kambing (Spondias sp.), pohon ketapang (Terminalia cattapa), pohon sukun (Artocarpus communis), cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru laut (Thespesia populnea) dan pandan laut (Pandanus tectorius). Vegetasi tampak kering dan pada beberapa bagian vegetasi berwarna cokelat.

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dua jenis tegakan yang dominan yaitu pohon kelapa (Cocos nucifera) sebanyak 43,50% dan pohon kedondong kambing (Spondias sp.) sebanyak 18,08%. Pohon kelapa merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Pulau Tidung Kecil karena tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat hidup dengan baik di pesisir pantai. Penyebaran pohon kedondong kambing ditemukan hampir di seluruh kawasan Pulau Tidung Kecil

Kerapatan vegetasi hutan yang terdapat di Pulau Tidung Kecil tergolong beragam. Hutan bagian timur Pulau Tidung Kecil terdiri dari beberapa vegetasi dengan kerapatan tinggi sehingga jenis burung yang ditemukan lebih beragam


(37)

(Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Susila et al. (2011) bahwa tutupan lahan dan kerapatan vegetasi sangat mempengaruhi jenis burung yang mendiami suatu kawasan.

Habitat burung yang tersedia di Pulau Tidung Kecil diindikasikan sebagai habitat yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan masih dijumpainya beberapa jenis burung yang termasuk indikator baiknya sebuah ekosistem seperti Halcyon chloris yang berasal dari famili Alcedinidae. Suku Alcedinidae memiliki ketergantungan yang besar dengan kawasan perairan sebagai lokasi bersarang (nesting sites), lokasi mencari pakan (feeding sites), dan lokasi istirahat (resting sites) (Swastikaningrum et al., 2012). Hal ini didukung oleh pernyataan Idaman (2007) bahwa Alcedo coerulescens yang berasal dari famili Alcedinidae merupakan jenis burung yang dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan yang baik. Pernyataan tersebut juga serupa dengan Bibby et al. (2008) bahwa burung dapat menjadi indikator yang baik bagi keanekaragaman hayati dan perubahan.

Variasi habitat turut mendukung kekayaan jenis burung di Pulau Tidung Kecil. Menurut Howes et al. (2003), kehadiran suatu jenis burung tertentu, pada umumnya disesuaikan dengan kesukaannya terhadap habitat tertentu. Oleh karena itu variasi habitat akan memberi relung yang lebih banyak untuk dapat ditempati berbagai jenis burung sehingga burung yang ditemukan lebih bervariasi.

Pengumpulan data burung dilakukan selama 3 hari. Cuaca saat dilakukan pengamatan sangat cerah pada hari pertama sehingga pengamatan tidak terhambat namun cuaca pada hari kedua mendung dan sedikit hujan dan kembali cerah pada pengamatan hari terakhir. Cuaca saat dilakukan pengamatan tergolong baik. Hal ini disebabkan musim hujan tertinggi adalah bulan Januari sedangkan penelitian


(38)

dilakukan pada bulan Februari. Nilai rata-rata suhu sebesar 28,43°C, kelembaban 76,2% dan kecepatan angin sebesar 2,23 knot.

Menurut Krebs (2013) aktifitas burung dipengaruhi oleh faktor waktu yaitu pagi hari yang suhunya lebih rendah daripada siang hari, lebih banyak melakukan aktifitas. Hal ini merupakan efek setelah lama melakukan istirahat pada malam hari. Sedangkan sore hari merupakan aktifitas dalam mengumpulkan sejumlah energi untuk persiapan menjelang istirahat. Kondisi seperti ini cukup ideal untuk dilakukannya pengamatan karena burung mulai aktif beraktifitas saat pagi hari dan sore hari dengan kondisi fisik yang normal.

4.2. Komposisi dan Kekayaan Jenis Burung

Jumlah jenis burung yang didapatkan dengan menggunakan metode IPA adalah 29 jenis burung dari 19 famili (Lampiran 5), sedangkan dengan menggunakan metode daftar jenis Mackinnon didapatkan 31 jenis burung dari 20 famili. Total daftar jenis yang didapatkan dengan metode kekayaan jenis Mackinnon adalah sebanyak 23 daftar jenis (Gambar 4).

Gambar 4. Kekayaan jenis dengan menggunakan daftar jenis MacKinnon

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Ju

m

la

h

j

e

n

is


(39)

Daftar kekayaan jenis MacKinnon didapatkan hingga mencapai data yang stabil dan tidak meningkat lagi. Pada daftar ke satu sampai daftar ke-21 mengalami penambahan jumlah jenis, tetapi pada daftar ke 21, 22 dan 23 tidak ada penambahan jenis baru yang ditemui. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis burung yang ditemukan telah konstan (stabil). Peningkatan jumlah pertemuan burung dapat dilihat pada Gambar 4.

Jenis-jenis yang dijumpai dengan metode daftar jenis MacKinnon tetapi tidak dijumpai dengan metode IPA yaitu trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipe) yang tergolong pada famili Scolopacidae dan cici merah (Cisticola exilis) famili dari Cisticolidae. Hal ini disebabkan trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipe) dan cici merah (Cisticola exilis) hanya dapat dijumpai di waktu tertentu dan dalam populasi yang kecil.

Trinil ekor kelabu hanya dapat ditemukan sore hari saat air laut surut dan hanya dalam populasi kecil diantara koloni cerek kernyut (Pluvialis fulva). Hal ini didukung oleh pernyataan MacKinnon et al. (2010) bahwa trinil ekor kelabu biasanya hidup menyendiri atau dalam kelompok kecil, tidak berbaur dengan jenis lain. Cici merah yang teramati hanya satu individu sedang bertengger pada ranting kering di padang ilalang setelah pengamatan pagi dengan metode IPA. Burung ini merupakan burung yang sulit diamati karena sering bersembunyi di daerah padang alang-alang dan rerumputan tinggi, kadang-kadang terlihat bertengger pada batang rumput yang tinggi atau semak-semak (MacKinnon et al., 2010).

Berdasarkan asal jenisnya, jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil terdiri dari 24 jenis burung penetap dan 7 jenis burung migran. Burung migran yang ditemukan diantaranya berasal dari famili Charadriidae yaitu cerek


(40)

tilil (Charadrius alexandrinus) dan cerek kernyut (Pluvialis fulva), famili Scolopacidae yaitu trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipes), trinil pantai (Actitis hypoleucos), gajahan pengala (Numenius phaeopus), famili Cuculidae yaitu kangkok besar (Cuculus sparverioides), dan famili Hirundinidae yaitu layang-layang api (Hirundo rustica) (MacKinnon et al., 2010). Selain burung-burung migran tersebut merupakan burung penetap.

Berdasarkan jumlah individu, nilai persentase tertinggi adalah bondol peking (Lonchura punctulata) sebesar 37,63%. Selain itu, terdapat empat jenis yang menempati persentase terendah (0,15%) yaitu kareo padi (Amaurornis phoenicurus), gajahan pengala (Numenius phaeopus), cerek tilil (Charadrius alexandrinus) dan bubut pacar jambul (Clamator coromandus). Persentase jumlah individu setiap jenis burung dapat dilihat pada Tabel 1.

Burung penetap seperti bondol peking (Lonchura punctulata) merupakan jenis yang paling banyak ditemui saat pengamatan. Hal ini dikarenakan terdapat habitat yang menunjang kehidupan bondol peking. Habitat yang disukai burung ini adalah semak dan padang ilalang. Bondol peking merupakan burung pemakan biji, sehingga vegetasi semak dan padang ilalang merupakan vegetasi yang memenuhi kebutuhan pakannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Mackinnon et al. (2010) yang menyatakan bahwa bondol peking sering mengunjungi padang rumput terbuka di lahan pertanian, sawah, kebun, dan semak sekunder. Selain itu bondol peking juga memiliki kebiasaan hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, segera bergabung dengan kelompok bondol lainnya. Oleh sebab itu burung ini sering ditemukan dalam jumlah banyak.


(41)

Tabel 1. Persentase jumlah individu setiap jenis yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah Persentase

(%)

1 Ardeidae

Cangak abu Ardea cinerea 0.46

Kokokan laut Butorides striatus 1.67

Kuntul karang Egretta sacra 0.30

2 Rallidae Kareo padi Amaurornis phoenicurus 0.15

3 Charadriidae Cerek kernyut* Pluvialis fulva 10.02

Cerek tilil* Charadrius alexandrinus 0.15

4 Scolopacidae Gajahan pengala* Numenius phaeopus 0.15

Trinil pantai* Acitis hypoleucos 0.30

5 Columbidae Tekukur biasa Streptopelia chinensis 4.25

6 Cuculidae

Bubut Pacar jambul Clamator coromandus 0.15 Kangkok besar* Cuculus sparverioides 0.61 Bubut alang-alang Centropus bengalensis 0.30

7 Apodidae Walet sarang putih Callocalia fuciphaga 2.43

8 Alcedinidae Cekakak sungai Halcyon chloris 6.22

9 Hirundinidae Layang-layang api* Hirundo rustica 1.82

Layang-layang batu Hirundo tahitica 2.88

10 Pycnonotidae Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 5.16

Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier 2.28

11 Oriolidae Kepodang kuduk hitam Oriolus chinensis 0.76

12 Corvidae Gagak hutan Corvus enca 2.58

13 Acanthizidae Remetuk laut Gerygone sulphurea 3.64

14 Rhipiduridae Kipasan belang Rhipidura javanica 0.46

15 Pachycephalidae Kancilan bakau Pachycephala grisola 0.46

16 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus 5.61

17 Nectarinidae Burung madu kelapa Antrhreptes malacensis 6.83

Burung madu sriganti Cyniris jugularis 1.82

18 Passeridae Burung gereja erasia Passer montanus 0.46

19 Estrildidae Bondol peking Lonchura punctulata 37.63

Bondol haji Lonchura maja 0.46

Keterangan : (*)Burung migran

Burung penetap dengan jumlah individu paling sedikit adalah kareo padi (Amaurornis phoenicurus) dan bubut pacar jambul (Clamator coromandus) yaitu sebanyak 0,15%. Kedua jenis burung tersebut sangat sensitif terhadap keberadaan manusia, sehingga jarang sekali terlihat. Selain itu kedua jenis burung tersebut menyukai habitat semak yang sulit ditemukan langsung dan lebih sering


(42)

diidentifikasi melalui suara. Hal ini didukung oleh pernyataan Mackinnon et al. (2010) bahwa bubut alang-alang memilih belukar, payau, dan daerah berumput terbuka termasuk padang alang-alang. Sedangkan kareo padi umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau bertiga, mengendap-endap dalam semak yang lembab dan tinggal di tempat yang cukup rapat untuk bersembunyi.

Selain burung penetap, ditemukan juga jenis burung-burung migran. Burung migran dapat menempati habitat yang dianggap cukup memadai kehidupannya. Ditemukannya burung migran di Pulau Tidung Kecil, menunjukkan bahwa habitat yang terdapat di Pulau Tidung Kecil mampu menyediakan sumberdaya pakan bagi burung migran tersebut. Sumberdaya yang tersedia umumnya cocok disinggahi oleh burung pantai. Oleh sebab itu burung migran yang ditemukan beberapa diantaranya adalah burung pantai.

Gambar 5. Cerek tilil (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Famili Charadriidae merupakan salah satu famili burung pantai (Shorebird). Cerek tilil (Charadrius alexandrinus) yang merupakan burung migran hanya ditemukan sebanyak 0,15% dengan aktifitas mencari makan dan bergabung bersama kelompok cerek kernyut. Pada umumnya cerek tilil


(43)

(Charadrius alexandrinus) mencari makan sendiri atau dalam kelompok kecil dan sering berbaur dengan perancah lain (MacKinnon et al., 2010) (Gambar 5).

Berbeda dengan cerek tilil, cerek kernyut (Pluvialis fulva) memiliki ukuran tubuh lebih besar dan terdapat motif pada bulu sayapnya (Gambar 7). Cerek kernyut ditemukan sebanyak 10,02%. Cerek kernyut ditemukan sedang mencari makan sebanyak 3 kali yaitu sedang menyendiri dan sedang berkoloni sebanyak 40 ekor dan bersamaan dengan cerek tilil. Menurut MacKinnon, et al. (2010), cerek kernyut memiliki kebiasaan mencari makan sendirian atau dalam kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan, lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai.

Gambar 6. Cerek kernyut (atas) dan Trinil ekor kelabu (bawah) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Salah satu famili Scolopacidae yang ditemukan yaitu trinil pantai (Actitis hypoleucos) termasuk kedalam famili burung pantai (Shorebirds). Trinil pantai ditemukan sebanyak 0,30%. Trinil pantai yang ditemukan melakukan aktifitas berjemur dan mencari makan sambil menghentakkan kakinya berulang-ulang. Kebiasaan dari burung migran ini yaitu sering mengunjungi habitat yang sangat


(44)

luas, dari gosong lumpur pantai dan beting pasir sampai ke sawah di dataran tinggi (sampai ketinggian 1.500 m), sepanjang aliran, dan pinggir sungai. Berjalan dengan cara menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola yang khas, melayang dengan sayap yang kaku (MacKinnon et al., 2010).

Famili Scolopacidae lainnya yang ditemukan adalah trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipes). Berbeda dengan trinil pantai, trinil ekor kelabu memiliki ukuran tubuh yang lebih besar. Trinil ekor kelabu ditemukan sebanyak 1 individu digosong pantai bersamaan dengan 1 individu cerek kernyut. Menurut MacKinnon,et al. (2010), trinil ekor kelabu merupakan pengunjung yang tidak umum sampai jarang ke pesisir di Sunda Besar dan di Pulau Jawa lebih banyak ditemukan di pesisir selatan. Burung ini memiliki cara berlari yang khas, yaitu mengendap-endap dengan ekor agak tinggi.

Trinil ekor kelabu pada umumnya lebih menyukai beraktifitas di pantai berbatu daripada gosong lumpur, beting koral, dan pantai berpasir atau berkerikil (MacKinnon et al., 2010). Namun pada pengamatan kali ini ditemukan di gosong lumpur yang diduga bahwa burung ini sedang melakukan aktifitas mencari makan dan berjemur di bawah terik matahari pada sore hari pukul 15.33 WIB. Waktu tersebut merupakan waktu surut air laut sehingga lebih mudah bagi burung tersebut mencari makan.

Famili Scolopacidae lainnya yang ditemukan yaitu gajahan pengala (Numenius phaeopus) dengan jumlah individu sebanyak 0,15%. Gajahan pengala ditemukan di pantai berbatu bersama dengan cerek kernyut (Gambar 7). Gajahan pengala merupakan burung pantai yang suka melakukan kebiasaan melakukan aktifitas di gosong lumpur, muara pasang surut, daerah berumput dekat pantai,


(45)

payau, dan pantai berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai besar, dan sering berbaur dengan burung perancah lain (MacKinnon et al., 2010).

Gambar 7. Gajahan pengala (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Jenis burung dari famili Cuculidae yang tergolong burung migran yaitu kangkok besar (Cuculus sparverioides). Kangkok besar dijumpai sebanyak 0,61%. Kangkok besar (Cuculus sparverioides) menetap di Himalaya, Cina selatan, Filipina, Kalimantan, dan Sumatera, sehingga dapat dikatakan bahwa kangkok besar ini sedang bermigrasi dari daerah asalnya ke Pulau Tidung Kecil. Pada musim dingin kangkok besar juga mengunjungi Sulawesi, Jawa barat, dan Bali (MacKinnon et al., 2010).


(46)

Burung migran terakhir yang ditemukan adalah Layang-layang api (Hirundo rustica) sebanyak 1,82%. Burung ini termasuk kosmopolitan ditemukan di seluruh dunia. Dibandingkan dengan marga layang lainnya, layang-layang api merupakan jenis yang paling luas penyebarannya (Pramanayuda, 2013). Oleh sebab itu sangat mungkin burung ini juga terlihat di Kepulauan Seribu termasuk di Pulau Tidung Kecil. Sub jenis yang ditemukan di Indonesia adalah H.rustica gutturalis yang pada musim dingin berbiak di Jepang, Korea dan Himalaya bagian tengah.

4.3. Keanekaragaman Jenis Burung

Nilai indeks keanekaragaman jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu adalah sebesar 2,39. Nilai keanekargaman jenis burung (H’) di Pulau Tidung Kecil, Kepualauan Seribu masuk ke dalam ketegori sedang (medium). Nilai tersebut menunjukkan ekosistem di tempat tersebut cukup memadai dalam memberi daya dukung terhadap kehidupan burung. Hal ini dapat terlihat dengan ditemukannya berbagai komunitas burung seperti kelompok burung pantai, burung air dan juga burung teresterial yang menempati Pulau Tidung Kecil.

Nilai medium untuk indeks keanekaragaman menunjukkan bahwa terdapat sebuah keseimbangan di ekosistem di Pulau Tidung Kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kurnia et al. (2005) bahwa keanekaragaman berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai penyusun komunitas. Keanekaragaman juga berhubungan dengan keseimbangan jenis dalam komunitas


(47)

artinya apabila nilai keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan dalam komunitas tersebut juga tinggi, begitu juga sebaliknya

Habitat yang beranekaragam dapat mempengaruhi sumber pakan bagi burung. Hal ini didukung oleh pernyataan Kapisa (2011) bahwa nilai keanekaragaman jenis dapat mengindikasikan daya dukung suatu habitat terhadap kehidupan burung. Semakin tinggi nilai keanekaragaman menunjukkan kondisi habitat yang baik dalam mendukung kehidupan burung secara alami. Pernyataan ini juga didukung oleh Mulyani dan Pakpahan (1993) bahwa nilai keanekaragaman jenis burung dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas wilayah, keanekaragman habitat dan kualitas lingkungan secara umum. Suatu komunitas disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang relatif sama, maka keanekaragaman jenisnya akan tinggi (van Helvort, 1981).

Kemerataan jenis burung dalam suatu habitat dapat ditandai dengan tidak adanya jenis-jenis yang dominan. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka kemerataan jenis pada komunitas tersebut memiliki nilai maksimum, tetapi apabila jumlah individu pada masing-masing jenis berbeda jauh maka menyebabkan kemerataan jenis memiliki nilai minimum (Santosa, 1995). Nilai kemerataan (E) jenis burung yang didapatkan di Pulau Tidung Kecil sebesar 0,7. Nilai kemerataan tersebut mendekati angka 1 yang menunjukan bahwa kemerataan tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Odum (1993), nilai indeks kemerataan dapat dikatakan tinggi jika >0,60. Meskipun bondol peking merupakan jenis dengan populasi yang dominan, namun nilai kemerataan jenis burung di Pulau Tidung Kecil yang tinggi menunjukkan bahwa populasi jenis burung di Pulau Tidung Kecil tergolong merata.


(48)

Nilai kekayaan jenis burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu adalah sebesar 4,31. Nilai kekayaan jenis burung di Pulau Tidung Kecil termasuk kedalam kriteria baik yaitu nilai berkisar >4,0 (Jorgensen et al., 2015). Hal tersebut menunjukkan banyaknya jenis yang ditemukan. Semakin baik nilai kekayaan jenis burung menunjukkan tingkat keragaman habitat yang ada di Pulau Tidung Kecil. Nilai kekayaan yang tinggi menandakan terdapat habitat yang beragam di suatu lokasi Menurut Dewi et al. (2007) Semakin beranekaragam struktur habitat (keanekaragaman jenis tumbuhan dan struktur vegetasi) maka akan semakin besar keanekaragaman jenis satwa yang menempati suatu ekosistem.

4.4. Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung

Tegakan pohon di Pulau Tidung Kecil terdiri dari berbagai jenis tegakan. Tipe tegakan pohon di Pulau Tidung Kecil termasuk pada tipe tegakan campuran. Vegetasi yang mengisi Pulau Tidung Kecil yaitu vegetasi perkebunan, vegetasi padang ilalang dan vegetasi hutan sekunder campuran. Lahan perkebunan terdapat di bagian Barat Pulau Tidung Kecil yang didominasi oleh tumbuhan sekunder seperti pohon sukun (Artocarpus communis), pohon jambu air (Eugenia aquea) dan pohon kelapa (Cocos nucifera) (Lampiran 4). Tanaman perkebunan tersebut ditanam dan dikelola oleh Kementrian Pertanian.

Vegetasi ilalang terdapat di bagian tengah hingga timur Pulau Tidung Kecil (Lampiran 2 dan 3). Vegetasi hutan berada dibagian timur Pulau Tidung Kecil yang diisi beberapa tegakan yang merupakan tegakan campuran seperti


(49)

cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru laut (Thespesia populnea), pandan laut (Pandanus tectorius) dan rogo-rogo (Premna serratifolia).

Terdapat 17 jenis burung yang memanfaatkan 17 jenis tegakan pohon yang ada di Pulau Tidung Kecil (Lampiran 6). Jenis burung yang memanfaatkan tegakan tersebut antara lain burung madu kelapa, tekukur biasa, remetuk laut, merbah cerukcuk, cucak kutilang, bondol peking, gagak hutan, kekep babi, bondol haji, kipasan belang, cekakak sungai, kangkok besar, burung madu sriganti, kancilan bakau, kokokan laut, bubut pacar jambul dan burung gereja erasia. Tujuh belas jenis tegakan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Jenis tegakan pohon yang dimanfaatkan burung

Tiga jenis tegakan pohon yang paling sering dimanfaatkan di Pulau Tidung Kecil yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia catappa), dan petai cina (Leucaena leucocephala). Cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan jenis pohon yang paling sering dimanfaatkan oleh

11.76 41.18

76.47

23.53 23.53 11.76 41.18 11.76 17.65 35.29 17.65 35.29

5.88 5.88 5.88 5.88 5.88

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 p e m a n fa a ta n v e g e ta si ol e h b u ru n g (% ) Jenis vegetasi


(50)

burung yaitu sebanyak 76,47% untuk berbagai aktifitas (Gambar 9). Selain itu pohon ketapang (Terminalia catappa) dan petai cina (Leucaena leucocephala) merupakan tegakan yang banyak dimanfaatkan oleh burung yang ada di Pulau Tidung Kecil dengan persentase sebanyak 41,18%.

Cemara laut memiliki struktur pohon yang ideal bagi kebutuhan burung-burung di Pulau Tidung Kecil. Cemara laut memiliki ukuran pohon yang tinggi sehingga memudahkan burung pemakan serangga sambil terbang melayang (aerial feeding) untuk mendapatkan pakannya. Cemara laut juga memiliki tajuk yang lebar dan kokoh sehingga beberapa burung memanfaatkannya untuk beristirahat. Struktur daun yang dimiliki cemara laut berbentuk jarum sehingga jarak pandang dan pergerakan burung tidak terbatas. Oleh karena itu cemara laut paling sering dimanfaatkan oleh jenis burung di Pulau Tidung Kecil.

Pohon ketapang (Terminalia cattapa) memiliki tajuk yang rindang dengan cabang yang mendatar dan bertingkat. Tajuk yang lebar dan rapat serta daun yang besar dimanfaatkan burung untuk beristirahat. Struktur daun yang besar dan tajuk yang rapat membatasi pandangan bagi beberapa jenis burung yang mencari mangsa. Oleh karena itu hanya burung-burung tertentu saja yang memanfaatkan pohon tersebut. Jenis-jenis burung yang memanfaatkan pohon ketapang adalah burung madu kelapa, tekukur biasa, cucak kutilang, gagak hutan, kekep babi dan cekakak sungai.

Pohon petai cina merupakan tegakan yang dimanfaatkan oleh beberapa jenis burung, seperti remetuk laut, merbah cerukcuk, cucak kutilang, bondol peking, bondol haji, cekakak sungai dan kokokan laut. Hal ini dikarenakan tumbuhan ini memiliki biji di dalam polong yang dijadikan sumber pakan bagi


(51)

burung-burung pemakan biji, serta batang yang kuat dan elastik yang disukai berbagai jenis burung untuk bertengger.

Keberadaan tegakan–tegakan tersebut berperan penting bagi keberadaan burung. Oleh sebab itu, tegakan-tegakan pohon tersebut harus dipertahankan keberadaannya agar burung- burung yang memanfaatkannya tetap ada dan lestari.

Vegetasi di Pulau Tidung Kecil dimanfaatkan oleh burung untuk melakukan aktifitas. Aktifitas yang dilakukan burung di Pulau Tidung Kecil dapat dilihat pada Gambar 10. Aktifitas burung yang dicatat berdasarkan penjumpaan saat pengamatan. Setiap jenis burung yang teramati dicatat segala aktifitasnya, oleh karena itu dimungkinkan bagi satu jenis untuk melakukan lebih dari 1 aktifitas. Sebagai contoh suatu jenis burung melakukan aktifitas terbang dan bersuara secara bersamaan, maka kedua aktifitas tersebut dicatat secara terpisah (Lampiran 7).

Gambar 10. Aktifitas burung di Pulau Tidung Kecil

9.84

43.03 44.26

9.84 3.69 1.23 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

suara Istirahat Terbang Makan Sosial Bersarang

p e rsen ta se (% ) Aktifitas


(52)

Vegetasi di Pulau tidung kecil sebagian besar dimanfaatkan oleh burung untuk terbang dan bertengger. Sebanyak 44,26% melakukan aktifitas terbang dan sebanyak 43,03% melakukan aktifitas istirahat (resting) (Gambar 10). Hal ini disebabkan terdapat beberapa jenis burung yang mengganggu maupun terganggu karena persaingan dalam mendapatkan sumberdaya, sehingga banyak burung yang terbang dan berpindah untuk bertengger di pohon lain. Selain itu habitat di Pulau Tidung Kecil cocok untuk tempat beristirahat bagi burung karena terdapat beberapa tegakan khas pantai yang kuat dan memiliki tajuk yang lebar.

Adapun aktifitas lain yang dilakukan oleh burung-burung yang ada di Pulau Tidung Kecil yaitu sebanyak 9,84% mencari makan (feeding) dan bersuara, sebanyak 3,69% melakukan aktifitas sosial (social) dan sebanyak 1,23% bersarang (nesting). Hal ini disebabkan Pulau Tidung Kecil memiliki luasan yang relatif kecil dibandingkan pulau-pulau lain di kepulauan seribu sehingga rentan terhadap gangguan.

a b

Gambar 11. Pemanfaatan vegetasi sebagai aktifitas bersarang (a.lingkar merah: sarang bondol peking; lingkar biru : induk bondol peking yang sedang membuat sarang di pohon Spondias sp; b. peletakan sarang) (Sumber: dokumentasi pribadi).


(53)

Ketersedian bahan-bahan pembuatan sarang yang terbatas bagi burung tertentu juga merupakan penyebab akifitas bersarang sedikit. Diduga burung-burung memilih pulau lain sebagai tempat bersarang, sehingga hanya sebagian kecil burung yang bersarang di pulau ini seperti bondol peking (Lonchura punctulata ), teramati bersarang di pohon kedondong kambing (Spondias sp) dan pandan laut (Pandanus tectorius) (Gambar 11).

Rendahnya nilai aktifitas bersuara dipengaruhi oleh komposisi jenis burung. Ekosistem Pulau tidung kecil hanya dapat mendukung kehidupan beberapa jenis burung pengicau di pulau tersebut. Selebihnya, berung-burung di Pulau Tidung Kecil dihuni oleh kelompok burung air dan burung pantai yang cenderung lebih jarang bersuara.

4.5. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung

Jenis-jenis burung di tegakan pohon Pulau Tidung Kecil menyebar pada tajuk atas sampai lantai hutan. Strata vertikal tegakan pohon yang paling banyak dimanfaatkan oleh beberapa jenis burung di Pulau Tidung Kecil adalah strata tiga yaitu sebanyak 14 jenis burung. Sedangkan strata vertikal tegakan pohon yang paling sedikit dimanfaatkan oleh suatu jenis burung adalah strata satu (lantai hutan) yaitu 4 jenis burung. Tajuk bawah (strata 2) dimanfaatkan oleh 9 jenis burung. Tajuk paling atas dimanfaatkan oleh 11 jenis burung (Tabel 2). Jenis burung yang diamati pada strata tersebut dapat terbagi dalam beberapa aktifitas diantaranya mencari makan, bertengger, dan besarang.


(54)

Tabel 2. Jenis burung berdasarkan strata vertikal tegakan pohon

Stratifikasi Jenis Burung

Strata 1

Tekukur biasa (Streptopelia chinensis) Bubut alang-alang (Centropus bengalensis) Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier) Bondol peking (Lonchura punctulata)

Strata 2

Tekukur biasa (Streptopelia chinensis) Kangkok besar (Cuculus sparverioides) Cekakak sungai (Halcyon chloris) Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) Remetuk laut (Gerygone sulphurea) Kipasan belang (Rhipidura javanica) Kancilan bakau (Pachycephala grisola) Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis) Burung madu sriganti (Cyniris jugularis)

Strata 3

Kokokan laut (Butorides striatus) Tekukur biasa(Streptopelia chinensis) Bubut pacar jambul (Clamator coromandus) Cekakak sungai (Halcyon chloris)

Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier) Gagak hutan(Corvus enca)

Remetuk laut (Gerygone sulphurea) Kipasan belang (Rhipidura javanica) Kancilan bakau (Pachycephala grisola) Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis) Burung madu sriganti (Cyniris jugularis) Burung gereja erasia (Passer montanus) Bondol peking (Lonchura punctulata)

Strata 4

Tekukur biasa (Streptopelia chinensis) Cekakak sungai (Halcyon chloris) Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier) Gagak hutan(Corvus enca)

Remetuk laut (Gerygone sulphurea) Kekep babi (Artamus leucorynchus)

Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis) Burung madu sriganti (Cyniris jugularis) Bondol peking (Lonchura punctulata) Bondol haji (Lonchura maja)

Pakan merupakan faktor yang paling penting dan menentukan persebaran vertikal dan jumlah burung pada suatu strata vegetasi. Kemampuan suatu jenis burung untuk terus hidup dan bertahan terhadap perubahan kondisi lingkungan


(55)

dapat dilihat pada pola persebarannya secara vertikal (Sihotang et al., 2013). Menurut Wisnubudi (2009) juga menyatakan bahwa, berdasarkan pada pola stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat di alam, menunjukkan adanya kaitan yang sangat erat antara burung dengan lingkungan hidupnya, terutama dalam pola adaptasi dan strategi untuk mendapatkan sumberdaya.

Tidak semua jenis burung yang ditemukan menyebar merata pada semua strata seperti tekukur biasa (Streptopelia chinensis). Jenis burung yang hanya ditemui pada satu strata yaitu bubut alang-alang (Centropus bengalensis) hanya di temukan di strata 1, kangkok besar (Cuculus sparverioides) hanya ditemukan di strata 2, bubut pacar jambul (Clamator coromandus) kokokan laut (Butorides Striatus ) dan burung gereja erasia (Passer montanus) yang hanya ditemukan di strata 3, serta kekep babi (Artamus leucorynchus) yang hanya ditemukan di strata 4. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan burung tersebut dalam mencari makan.

Jenis burung yang biasa memanfaatkan hanya satu strata, belum tentu dapat beradaptasi dan menyukai strata lainnya dan demikian pula sebaliknya. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat jenis burung yang bersifat generalis dapat memanfaatkan beberapa tingkatan strata vertikal. Penyebaran vertikal pada jenis-jenis burung dapat dilihat dari stratifikasi ruang pada profil hutan. Penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam (Wisnubudi, 2009).

Menurut (MacKinnon et al., 1993) kokokan laut tergolong dalam famili Ardeidae pemakan ikan ataupun vertebrata air. Kokokan laut akan bertengger


(56)

pada daerah yang dekat dengan air untuk dapat mengawasi mangsanya. Meskipun strata 3 merupakan strata vertikal yang cukup tinggi dan keberadaan tegakan yang ditempatinya tidak berdekatan dengan sumber air, maka diduga bahwa burung ini memanfaatkan strata 3 untuk beristirahat dan bersarang.

Kerapatan suatu tegakan juga berpengaruh terhadap keberadaan burung. Meskipun kerapatan jenis tumbuhan tinggi belum tentu memiliki kepadatan dan keanekaragaman jenis burung yang tinggi apabila ketersediaan sumber pakan cukup rendah. Bentuk tajuk pada tipe habitat hutan cenderung lebih lebar dengan rata-rata tajuk 8 hingga 9 m. Perbedaan antar jenis tumbuhan terkadang akan memberikan ketersediaan dan pilihan nilai gizi yang lebih bervariasi, berbeda halnya dengan jenis tumbuhan yang sama meskipun jumlahnya banyak, terkadang pilihan pakan yang tersedia terbatas (Moen,1973).

Gambar 12. Kekep babi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kekep babi (Artamus leucorynchus) hanya memanfaatkan strata atas (strata 4). Burung ini lebih sering ditemukan bertengger di cemara laut. Kekep babi merupakan burung pemakan serangga dan memakan mangsanya sambil


(57)

terbang melayang (aerial feeding) diatas tajuk. Sehingga dapat dikatakan bahwa burung ini bertengger di tajuk paling atas sedang mencari mangsanya dengan jarak pandang yang luas dan vegetasi yang tidak rapat. Cemara laut memiliki tajuk yang tinggi, oleh sebab itu burung ini lebih sering bertengger di tegakan pohon tersebut (Gambar 12).

Burung bondol peking biasa ditemukan di padang ilalang sedang mencari pakan, namun dalam peletakan sarang burung bondol peking ditemukan distrata 3 pada tegakan pohon kedondong kambing (Spondias sp.). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan tergantung pada kebutuhan burung itu sendiri. Suatu jenis burung dapat melimpah pada suatu habitat tertentu karena bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu (Hadiprayitno, 1999). Sedangkan menurut Collias (1984), suatu jenis burung sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan dari predator dalam pemilihan lokasi bersarang.

Faktor yang juga berpengaruh terhadap penggunaan strata oleh burung adalah sumber pakan maupun ruang serta karakteristik biologi burung. Burung juga membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan aktifitas karena memiliki sensor baik secara visual maupun audio. Jika vegetasi terlalu rapat akan membuat pergerakan burung menjadi terbatas sehingga mengganggu jarak pandang burung untuk mencari makanan ataupun waspada dalam menghindari predator yang ada seperti ular (Martin, 1986). Jika terdapat gangguan manusia maupun gangguan predator maka dapat mengganggu burung tersebut dalam melakukan aktifitas. Secara visual, burung memiliki mata yang peka terutama burung pemangsa dan beberapa burung sangat sensitif terhadap suara (Gall, 2009).


(58)

4.6. Status Perlindungan Jenis Burung

Berdasarkan komposisi jenis burung yang ada di Pulau Tidung Kecil, status perlindungan jenis burung dikelompokan kedalam 3 acuan, yaitu IUCN Red Data Book, PP No.7 tahun 1999 dan CITES. Status perlindungan jenis burung berdasarkan IUCN di Pulau Tidung Kecil 100% masuk kedalam kriteia Least concern atau beresiko rendah. Selain itu, terdapat 7 jenis burung yang dilindungi oleh Undang-Undang yaitu berdasarkan PP No.7 tahun 1999. Namun tidak terdapat jenis burung yang dilindungi oleh CITES di Pulau Tidung Kecil (Tabel 3).

Perlindungan burung berdasarkan IUCN Red Data Book merupakan perlindungan jenis burung yang berupa status keterancaman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa status keterancaman jenis burung yang terdapat di Pulau Tidung Kecil yaitu 100% masuk kedalam kriteria Least Concern. Jenis burung yang terdapat di pulau tidung kecil secara IUCN Red Data Book seluruhnya masuk kedalam kriteria Least concern yang artinya memiliki resiko yang rendah terhadap kepunahan secara global. Namun demikian burung di Pulau Tidung kecil tetap berpotensi mengalami kepunahan secara lokal.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, keberadaan burung di pulau tidung kecil berpotensi mengalami gangguan habitat oleh manusia yang dapat menurunkan jumlah individu dan mengancam populasinya. Hal tersebut sesuai pernyataan Sukmantoro et al. (2007) bahwa keterancaman burung di suatu lokasi dikarenakan mempunyai populasi yang kecil dan terdapat penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam.


(59)

Tabel 3. Komposisi dan status perlindungan

Famili & No Nama Lokal Nama Ilmiah Status Perlindungan

IUCN PP CITES

Ardeidae

1 Cangak abu Ardea cinerea LC DL -

2 Kuntul karang Egretta sacra LC DL -

3 Kokokan laut Butorides striatus LC TDL -

Rallidae

4 Kareo Padi Amaurornis phoenicurus LC TDL -

Charadriidae

5 Cerek kernyut Pluvialis fulva LC TDL -

6 Cerek tilil Charadrius alexandrines LC TDL -

Scolopacidae

7 Gajahan pengala Numenius phaeopus LC DL -

8 Trinil pantai Actitis hypoleucos LC TDL -

9 Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes LC TDL -

Columbidae

10 Tekukur biasa Streptopelia chinensis LC TDL -

Cuculidae

11 Bubut Pacar jambul Clamator coromandus LC TDL -

12 Bubut alang-alang Centropus bengalensis LC TDL -

13 Kangkok besar Cuculus sparverioides LC TDL -

Apodidae

14 Walet sarang putih Collocolia fuciphaga LC TDL -

Alcedinidae

15 Cekakak sungai Halcyon chloris LC DL -

Hirundinidae

16 Layang-layang api Hirundo rustica LC TDL -

17 Layang-layang batu Hirundo tahitica LC TDL -

Pycnonotidae

18 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier LC TDL -

19 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster LC TDL -

Oriolidae

20 Kepodang kuduk hitam Oriolus chinensis LC TDL -

Corvidae

21 Gagak hutan Corvus enca LC TDL -

Acanthizidae

22 Remetuk laut Gerygone sulphurea LC TDL -

Cisticolidae

23 Cici merah Cisticola exilis LC TDL -

Rhipiduridae

24 Kipasan belang Rhipidura javanica LC DL -

Pachycephalidae

25 Kancilan bakau Pachycephala grisola LC TDL -

Artamidae

26 Kekep babi Artamus leucorynchus LC TDL -

Nectariniidae

27 Burung Madu kelapa Antrhreptes malacensis LC DL -

28 Burung madu sriganti Cyniris jugularis LC DL -

Passeridae

29 Burung Gereja Erasia Passer montanus LC TDL -

Estrildidae

30 Bondol peking Lonchura punctulata LC TDL -

31 Bondol haji Lonchura maja LC TDL -


(60)

Jenis burung yang masuk ke dalam status perlindungan berdasarkan PP No.7 tahun 1999 yaitu terdapat 7 jenis yang merupakan jenis dari famili Ardeidae, Nectarinidae, Alcediniidae, Rhipiduridae dan Scolopacidae. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Tidung merupakan ekosistem penting yang harus dilindungi agar keberadaan burung tersebut dapat dipertahankan.

Pemerintah Republik Indonesia menyusun PP No. 7 tahun 1999 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur status perlindungan flora dan fauna di Indonesia. Tujuh jenis yang termasuk jenis burung wajib ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi karena berdasarkan catatan pemerintah termasuk ke dalam salah satu kriteria satwa dilindungi seperti mengalami penurunan populasi, ukuran populasinya yang kecil, dan memiliki sebaran yang terbatas atau endemik.

Jenis burung dari famili Ardeidae yang dilindungi dan ditemukan di Pulau Tidung Kecil adalah Ardea cinerea atau cangak abu dan Egretta sacra atau kuntul karang. Burung tersebut dilindungi karena penyebarannya terbatas dan hanya di tempat-tempat tertentu. Penyebaran global cangak abu yaitu di Afrika, Erasia, sampai Filipina dan Sunda, sedangkan penyebaran global kuntul karang dikawasan pesisir Asia timur, Pasifik barat, dan Indonesia sampai Pulau Irian, Australia, dan Selandia Baru. Penyebaran lokal cangak abu umumnya tersebar di dekat laut, tetapi kadang-kadang ditemukan juga di danau-danau di pedalaman sampai ketinggian 900 m sedangkan di Kalimantan diduga hanya sebagai pengunjung, sedangkan penyebaran lokal kuntul karang hanya terdapat di terdapat di seluruh Sunda Besar (Mackinnon et al., 2010).


(1)

Lampiran 6. Data pemanfaatan vegetasi oleh burung

Jenis pohon

Jumlah burung yang memanfaatkan

Jenis burung yang memanfaatkan

Waru laut 2 Tekukur biasa, remetuk laut

Ketapang 7

Burung madu kelapa, tekukur biasa, merbah cerukcuk,cucak kutilang, gagak hutan, kekep babi, cekakak sungai

Cemara laut 13

Burung madu kelapa, tekukur biasa, remetuk laut, cucak kutilang, bondol peking, gagak hutan, kekep babi, kipasan belang,cekakak sungai, burung madu sriganti, kancilan bakau, bubut pacar jambul, burung gereja erasia

Kelapa 4 Burung madu kelapa, tekukur biasa,

cekakak sungai, gagak hutan

Akasia 4 Tekukur biasa, cucak kutilang, burung madu sriganti, kokokan laut

Spesies 1 2 Tekukur biasa,cucak kutilang

Petai cina 7

Remetuk laut, merbah cerukcuk, cucak kutilang, bondol haji, bondol peking cekakak sungai, kokokan laut

Jambu air 2 Burung madu kelapa, kangkok besar

Sukun 3 Burung madu kelapa, cekakak sungai,

tekukur biasa Kedongdongan

kambing 2 Cucak kutilang, bondol peking

Waru 3 Tekukur biasa, remetuk laut, kancilan

bakau

Rogorogo 6

Burung madu kelapa, remetuk laut, cucak kutilang, burung madu sriganti, kancilan bakau, bubut pacar jambul

Mengkudu 1 Burung madu sriganti

Pembabe 1 Kipasan belang

Pandan sp 1 Bondol peking

Nyamplung 1 Cucak kutilang

Rhizopora sp 1 Cekakak sungai


(2)

Lampiran 7. Data aktifitas burung

Aktifitas Jumlah Individu Persentase

(%)

Terbang 108 44,26

Istirahat 105 43,03

Makan 24 9,84

Bersarang 3 1,23

Sosial 9 3,69

Suara 24 9,84


(3)

Lampiran 8. Jenis- jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung

Kuntul karang (Egretta sacra)

Kokokan laut (Butorides striata)

Cangak Abu (Ardea cinerea)

Cici merah ( Cisticola exilis)

Bondol haji (Lonchura maja)

Bondol peking ( Lonchura punctulata)

Trinil ekor-kelabu (Heteroscelus brevipes)

Cerek kernyut (Pluvialis fulva)

Trinil pantai (Actitis hypoleucos)

Gajahan pengala (Numenius phaeopus)

Cerek tilil

(Charadrius alexandrines)

Cekakak sungai ( Halcyon chloris)


(4)

Burung-madu kelapa ( Anthreptes malacensis)

Burung-madu sriganti (Cyniris jugularis)

Remetuk laut (Gerygone sulphurea)

Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)

Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)

Kipasan belang (Rhipidura javanica)

Layang-layang api (Hirundo rustica)

Layang-layang batu (Hirundo tahitica)

Kekep babi ( Artamus leucorhynchus)

Bubut alang-alang ( Centropus bengalensis)

Bubut pacar-jambul (Clamator coromandus)

Kangkok Besar (Cuculus sparverioides)


(5)

Walet sarang-putih (Colocalia fuciphaga)

Kancilan bakau (Pachycephala grisola)

Burung-gereja erasia (Passer montanus)

Kepudang kuduk-hitam (Oriolus chinensis)

Gagak hutan (Covus enca)

Tekukur biasa ( Streptopelia chinensis)

Kareo padi


(6)

Lampiran 9. Data jenis pohon di Pulau Tidung Kecil

No Jenis Jumlah Pi Di

1 Cemara laut 7 0.039548 3.95

2 Rogo-rogo 1 0.005650 0.56

3 Pohon Kelapa 77 0.435028 43.50

4 Nyamplung 3 0.016949 1.69

5 Belimbing wuluh 3 0.016949 1.69

6 Sukun 20 0.112994 11.30

7 Jambu air 9 0.050847 5.08

8 Ketapang 15 0.084746 8.47

9 Saga 1 0.005650 0.56

10 Kedondong kambing 32 0.180791 18.08

11 Melinjo 2 0.011299 1.13

12 Nangka 1 0.005650 0.56

13 Jati 2 0.011299 1.13

14 Waru 1 0.005650 0.56

15 Acacia mangium 1 0.00565 0.56

16 Waru laut 2 0.011299 1.13