9
sanggar atau sarasehan bagi kelompok penghayat. Tapi, dalam aturan ini tidak disinggung sama sekali ikhwal soal pendidikan bagi penghayat kepercayaan.
Dari paparan di atas tampak bahwa pelaksanaan pendidikan agama bagi penghayat kepercayaan di sekolah formal sampai sekarang tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Hal ini terjadi karena berbagai aturan tentang pendidikan agama hanya mengatur pendidikan agama bagi pemeluk agama resmi yang diakui oleh negara di Indonesia.
2.1.2. Pelaksanaan Pendidikan Agama Bagi Penghayat Kepercayaan Sedulur Sikep
Hasil dari FGD Lembaga Sosial dan Agama eLSA Semarang yang melibatkan perwakilan penghayat kepercayaan di Jawa Tengah menyimpulkan bahwa anak-anak
penghayat yang bersekolah di pendidikan formal mempunyai ragam sikap atas pendidikan agama yang diberikan di sekolah. Pertama, mereka masih belum terbuka atas identitas
mereka, sehingga di sekolah siswa menerima pendidikan agama yang diajarkan. Kedua, mereka menunjukkan dan berani mengakui bahwa mereka adalah penghayat kepercayaan
yang tidak memeluk enam agama yang ada di Indonesia, dan tidak mau menerima atau dipaksa mengikuti pelajaran agama Wawancara dengan Tedi, tanggal 23 Desember 2014.
Sedulur Sikep penganut ajaran Samin atau agama Adam yang tinggal di Desa Larekrejo dan Kaliyoso Kecamatan Undaan, Kudus termasuk kategori yang berani
menunjukkan jatidiri keyakinannya. Responden penelitian ini menyatakan bahwa saat penelitian berlangsung terdapat 15 anak yang tercatat dan aktif menempuh di berbagai
lembaga pendidikan formal. Delapan anak sekolah di SMP Negeri 2 Undaan, 1 satu anak di SMK Kristen, dan 6 enam anak sekolah di Sekolah Dasar wawancara dengan Budi
Santoso, tanggal 8 Januari 2015. Nama 8 delapan anak yang sekolah di SMP Negeri 2 Undaan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Daftar Siswa Keluarga Sedulur Sikep di SMP 2 Undaan Kudus Tahun 20142015
No Nama Wali Murid
1 Anik Safitri
Budi Santoso 2
Tridayanti Ngateno
3 Widodo Budi Utomo
Purwito 4
Puspo Dwi Prastyaningsih Prantoso
5 Putri Retno Sari
Karsono 6
Retno Sarti Narto
7 Ani Agustina
Karjo 8
Ria Wijayanti Subadi
Sumber: Wawancara dengan Budi Santoso 7022015
10
Niat Sedulur Sikep untuk mendidik di sekolah formal, SMP 2 Undaan, pada mulanya sempat menjadi permasalahan. Pada saat mendaftar timbul masalah karena tidak
adanya identitas agama yang di anut oleh calon siswa tersebut. Gumani 23 tahun menceritakan bahwa ketika ia sekolah di SMP pernah ada oknum guru yang mengatakan
„dasar orang Samin tidak memiliki agama‟ Hal itu kemudian berimbas pada pendidikan agama yang kemudian diberikan oleh pihak sekolah. Pada masa sebelum tahun 2009, para
anak Sedulur Sikep yang sekolah di lembaga pendidikan formal diminta untuk belajar agama Islam. Wawancara dengan Gumani, tanggal 24 Desember 2014.
Pada perkembangannya, berkat perjuangan dari tokoh Sedulur Sikep, sejak tahun ajaran 2009 para siswa dari komunitas Sedulur Sikep diberi kebebasan oleh pihak sekolah
untuk memilih untuk mengikuti atau tidak mengikuti pelajaran agama pada saat jam pelajaran agama berlangsung. Moh. Norhadi wakil Kepala Sekolah membenarkan bahwa
anak-anak Sedulur Sikep sekarang bebas untuk bersekolah di SMP N 2 Undaan, dan diberikan kebebasan ketika berlangsung pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama
wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah, tanggan 8 Januari 2015. Pihak sekolah memang tidak bisa berbuat banyak atas permasalahan ini dan tidak bisa memberikan lebih
atas pendidikan agama bagi penghayat selain membebaskannya untuk mengikuti atau tidak. Mungkin lantaran pasal 29 tidak jelas, dijamin kemerdekaannya memeluk agama
masing dan kepercayaannya itu. Kalau kepercayaan diakui sebagai agama, maka negara dengan akal sehatnya akan berpikir tentang itu wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah
SMP 2 Undaan. Wakil Kepala Sekolah juga menjelaskan bahwa nilai rapor semester atau nilai
Ujian Nasional bagi siswa-siswi Sedulur Sikep sepenuhnya diserahkan kepada orangtua masing-masing untuk mengisinya. Namun, menariknya adalah bahwa pengisian nilai rapor
atau nilai Ujian Nasional itu harus sesuai dengan kolom salah satu mata pelajaran agama dari agama resmi yang diakui negara. Biasanya mereka mengisi di kolom pelajaran agama
Kristen. Seorang responden, siswi SMP N 2 Undaan yang berasal dari komunitas Sedulur
Sikep membenarkan bahwa setiap kali mata pelajaran agama hendak dilaksanakan, siswa dari Sedulur Sikep diberikan kesempatan untuk keluar atau tetap di dalam kelas. Jika siswa
memilih untuk tetap berada di dalam kelas, mereka biasanya mengerjakan tugas belajar yang lain. Dan ketika siswa memilih untuk keluar kelas biasanya mereka memanfaatkan
waktunya untuk belajar di perpustakaan. Selama ini guru telah mengetahui bahwa mereka
11
bukan menganut ajaran agama yang diakui negara tapi ajaran Samin atau Agama Adam. Responden yang bersusia 14 tahun ini juga menerangkan bahwa selama ini siswa-siswi di
SMP 2 Undaan tidak pernah mempermasalahkan perbedaan tersebut, mereka tetap bermain bersama layaknya usia anak-anakwawancara dengan Anik Safitri, tanggal 7 Januari 2015.
Meski dalam praktik pendidikan agama bagi penghayat kepercayaan belum bisa terpenuhi namun hemat peneliti ini sebagai sebuah kemajuan bagi pihak sekolah karena
tidak memaksakan pelajaran agama tertentu bagi siswa-siswi Sedulur Sikep. Terkait dengan ajaran agama Adam pihak sekolah tidak punya hak untuk menyediakan layanan
ajaran agama tersebut baik guru maupun kurikulum, karena memang tidak ada payung hukum yang menjadi dasar pelaksanaan tersebut. Namun pihak sekolah dalam hal ini SMP
2 Undaan sangat terbuka atas keinginan Sedulur Sikep untuk mendidik anaknya di sekolah formal.
2.1.3.
Persepsi dan Harapan Sedulur Sikep atas Pendidikan di Sekolah.
Sedulur Sikep menilai bahwa telah terdapay kemajuan yang berarti dalam pendidikan bagi putra putri mereka yang bersekolah di SMP 2 Undaan. Mereka menilai
bahwa sudah mulai ada perlakuan yang berbeda dari pihak sekolah atas pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak mereka. Jika sebelumnya anak-anak dipaksa untuk
mengikuti salah satu dari antara 6 enam agama resmi negara, maka kini sekolah telah memberikan kebebasan orang tua Sedulur Sikep untuk memilih sendiri keyakinan bagi
anak-anak mereka. Dalam FGD yang dilakukan bersama antara antara siswa dan wali murid dari penghayat Sedulur Sikep, teradapat kesan yang sangat kuat bahwa Sedulur
Sikep menganggap sekolah sudah “mending” memberikan kebebasan bagi Sedulur Sikep daripada dipaksa untuk belajar agama tertentu, seperti kasus-kasus yang pernah terjadi
sebelum-sebelumnya. Lebih dari itu sebagian besar masyarakat Sedulur Sikep sudah mempunyai pandangan yang sama bahwa pendidikan formal adalah sebuah keharusan
untuk usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, namun mereka meminta agar pihak sekolah tidak mengganggu kepercayaan mereka, yang diyakini sebagai hak mendasar bagi seluruh
umat hidup untuk mempunyai kepercayaan tertentu. Melalui penelitian ini juga dapat diungkap adanya 4 empat harapan pokok
komunitas Sedulur Sikep di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Pertama, mereka berharap agar agama Adam diakui sebagai agama oleh negara sehingga pelayanan publik
secara umum, pemakaman, pernikahan, pencatatan sipil, pendidikan dan lainnya bisa
12
terpenuhi secara penuh dan ada kesetaraan kedudukan di antara sesama warganegara, apapun agama dan kepercayaannya, di hadapan negara. Kedua, mereka juga
menginginkan agar apa praktik pelayanan pendidikan keagamaan yang sudah mereka terima selama ini di sekolah diberi payung hukum yang jelas oleh pihak yang berwenang,
baik di tingkat sekolah maupun di tingkat dinas terkait, agar kelak di kemudian hari tidak ada warga Sedulur Sikep yang dipaksa untuk belajar agama di luar kepercayaannya.
Ketiga, mereka juga berharap agar para siswa dari komunitas Sedulur Sikep dapat diberikan pendidikan agama oleh tokoh dari Sedulur Sikep. Keempat, yang paling
sederhana, mereka berharap agar para siswa yang berasal dari komunitas Sedulur Sikep tidak mendapat tekanan ketika mereka belajar di sekolah manapun, karena mereka
mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
2.2. Pembahasan Hasil Penelitian