Optimasi Konsentrasi BAP dan Media Dasar untuk Perbanyakan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) secara In Vitro

OPTIMASI KONSENTRASI BAP DAN MEDIA DASAR
UNTUK PERBANYAKAN SEREH WANGI (Cymbopogon
nardus) SECARA IN VITRO

INA AGISTINA

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimasi
konsentrasi BAP dan media dasar untuk perbanyakan sereh wangi (Cymbopogon
nardus) secara in vitro adalah benar karya bersama saya dengan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Ina Agistina
NIM G34100038

ABSTRAK
INA AGISTINA. Optimasi Konsentrasi BAP dan Media Dasar untuk
Perbanyakan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) secara In Vitro. Dibimbing oleh
SUHARSONO dan YOHANA CAECILIA SULISTYANINGSIH.
Sereh wangi (Cymbopogon nardus) termasuk kedalam suku Poaceace
yang memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat sereh wangi adalah sebagai
bahan dasar dalam pembuatan minyak astiri. Produksi sereh wangi di Indonesia
saat ini semakin menurun dengan mutu yang rendah, sedangkan harga bibitnya
semakin tinggi. Salah satu upaya untuk menurunkan biaya bibit adalah dengan
teknik kultur in vitro dengan menggunakan media dasar yang sederhana.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP yang optimal dan
media dasar sederhana yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman sereh
wangi secara in vitro. Pada media dasar MS, BAP mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap perbanyakan tunas. Konsentrasi BAP yang optimal untuk

perbanyakan tunas sereh wangi adalah 2 mg/l. Media dasar yang tersusun dari 2
g/l Hyponex (20:20:20) mempunyai pengaruh yang sama dengan media MS untuk
perbanyakan tunas sereh wangi sehingga media Hyponex pada konsentrasi 2 g/l
dapat digunakan untuk mengganti media MS.
Kata kunci: BAP, Growmore, Hyponex, perbanyakan tunas, sereh wangi

ABSTRACT
INA AGISTINA. Optimization of BAP and Basic Medium for Citronella
(Cymbopogon nardus) In Vitro Propagation. Supervised by SUHARSONO and
YOHANA CAECILIA SULISTYANINGSIH.
Citronella (Cymbopogon nardus) is a herbaceous plant belonging to the
Poaceace family which has a lot of uses. It is used as raw material in production
of essential oil. Currently citronella production in Indonesia decreases, and it also
has lower quality, whereas the seedling price increase. One of the efforts to reduce
the seedling price is to apply seedling production by using in vitro propagation
technique with a simple basic medium. This study aimed to determine the
optimum concentration of BAP and simple basic medium that can be used for
citronella in vitro propagation. Application of BAP in MS medium showed
significant effect on citronella shoot multiplication. For citronella shoot
multiplication, optimum concentration of BAP was 2 mg/l. Basic medium

composed of 2 g/l Hyponex (20:20:20) gave the same effect with MS medium for
shoot multiplication of citronella, therefore Hyponex medium at a concentration
of 2 g/l can be used to substitute the MS medium.
Keywords: BAP, Growmore, Hyponex, plant propagation, citronella.

OPTIMASI KONSENTRASI BAP DAN MEDIA DASAR
UNTUK PERBANYAKAN SEREH WANGI (Cymbopogon
nardus) SECARA IN VITRO

INA AGISTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga Juni 2014 ini berjudul
Optimasi Konsentrasi BAP dan Media Dasar untuk Perbanyakan Sereh Wangi
(Cymbopogon nardus) secara In Vitro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA
dan Ibu Dr Yohana Caecilia Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing atas waktu
yang disediakan, segala bimbingan, dukungan, arahan, kesabaran, serta saran yang
telah diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr Muhadiono, MSc selaku penguji skripsi
atas semua saran, masukan, dan perbaikan yang telah diberikan. Terimakasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf di laboratorium Biologi
Molekular dan Selular Tanaman (BMST), khususnya kepada Mba Nia Dahniar,
SP, Mba Sarah, Pak Mulya dan Pak Iri atas segala bantuan. Ucapan terimakasih
juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan S1 Maulani, Salsabila,
Nurrizky, Mardiyah dan Bustomi, rekan-rekan S2 juga rekan-rekan S3 di BMST..

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat tercinta Aulia
Citra Utami, Hanindya Widyawati, Catur Putri, Nita Ayu Kusumaningsih,
Nailirrahma, teman-teman di Chlorophyl 47, Lingkaran Inspirasi, Mentari Jingga,
serta teman-teman seperjuangan di Biologi 47 atas segala dukungan dan
kebersamaan selama ini. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada kedua
orang tua Ibu Dede Sumiati dan Bapak Sugiri (alm.), adik Dio Alif Utama, Ferly
Gustiansyah, Paman Husen, Bibi Acah serta seluruh keluarga atas segala do’a,
kasih sayang, semangat, dan dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Ina Agistina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Bahan

2

Metode

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Penentuan Konsentrasi BAP yang Optimal untuk Perbanyakan Tunas

3


Pengaruh Media terhadap Jumlah Tunas

6

SIMPULAN

9

SARAN

9

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

12


RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada media MS dengan perlakuan
BAP
2 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada 4 media dasar
3 Hasil analisis komponen makro dan mikro media Hyponex, Growmore
dan MS

4
6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh hormon BAP terhadap pertumbuhan rata-rata jumlah tunas
pada setiap minggu setelah tanam (MST)
2 Morfologi tunas sereh wangi yang berumur 6 MST di media dasar MS

yang mengandung beberapa konsentrasi BAP.
3 Kultur in vitro sereh wangi yang berumur 4 MST pada 4 jenis media
dasar yang mengandung 2 mg/l BAP.

4
5
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962)
Komposisi Pupuk Hyponex (20:20:20)
Komposisi pupuk NPK (16:16:16)
Komposisi Pupuk Growmore (32:10:10)

Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan dosis BAP
Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan jenis media
dasar

13
13
14
14
15
15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus) termasuk suku Poaceae yang
merupakan salah satu tanaman rumput-rumputan. Tanaman sereh wangi
diperbanyak secara vegetatif yaitu melalui perbanyakan anakan (tunas). Bibit
sereh wangi yang digunakan untuk perbanyakan berasal dari sobekan rumpun
yang masih mengandung akar (Santoso 1992). Bagian batang dan daun sereh
wangi bisa dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk karena mengandung zat-zat
seperti geraniol, metil heptenon, terpen, terpen-alkohol, asam-asam organik, dan
terutama sitronela yang dapat digunakan sebagai obat nyamuk semprot
(Setyaningsih et al. 2006), sedangkan komponen turunannya banyak digunakan
dalam industri kosmetika, parfum, sabun dan farmasi (Daswir dan Kusuma 2005).
Selain itu kegunaan yang sangat terkenal adalah sebagai bahan pembuatan minyak
sereh yang saat ini telah dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu
komoditas ekspor non migas (Sunarto 1992).
Sebelum perang dunia kedua, Indonesia merupakan negara pengekspor
utama minyak sereh wangi, namun saat ini negara produsen utama minyak sereh
wangi adalah Tiongkok. Menurut Daswir dan Kusuma (2005), harga ekspor
minyak sereh wangi sangat tinggi, selain itu permintaan minyak sereh wangi di
pasar internasional juga cukup besar, karena kebutuhan pasar selalu meningkat 35% per tahun. Suprapto pada tahun 2013 menyatakan bahwa harga ekspor minyak
atsiri meningkat hingga mencapai US$ 10 per kilogram dari yang semula hanya
US$ 4-4,5 per kilogram.
Penurunan volume ekspor minyak sereh wangi di Indonesia karena kurang
tersedia bahan baku, rendahnya mutu dan produktivitas tanaman dibandingkan
produksi Tiongkok dan Taiwan, juga petani yang kurang maksimal dalam
pengelolaan tanaman (Daswir dan Kusuma 2005). Produksi tanaman sereh wangi
perlu ditingkatkan. Bibit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
produksi pertanian (Wattimena 1992). Oleh sebab itu perbanyakan bibit dengan
mutu yang baik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi minyak sereh.
Perbanyakan bibit C. nardus yang efisien dengan kualitas bibit yang baik dapat
dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Menurut Wattimena (1992), teknik
kultur jaringan merupakan salah satu teknologi maju dan tepat guna yang dapat
diterapkan sesuai degan kebutuhan dan kondisi di Indonesia. Keunggulan
menggunakan teknik kultur jaringan ini antara lain dapat menghasilkan bibit
berkualitas unggul yang seragam, daya multiplikasi tinggi, siklus yang pendek,
produksi terus menerus tanpa bergantung musim, hanya membutuhkan ruangan
kecil untuk produksi, dan perbanyakan klonal secara besar-besaran dapat
diperoleh dalam waktu singkat (Wheterell 1982). Tanaman hasil kultur jaringan
yang dihasilkan bebas dari patogen karena dilakukan secara steril. Tanaman induk
yang sehat yaitu bebas dari hama penyakit dan virus, dapat meningkatan produksi
tanaman. Bibit yang sehat berkaitan erat dengan ketersediaan bibit unggul
bermutu.
Metode alternatif perbanyakan bibit sereh wangi secara in vitro salah
satunya yaitu dengan optimasi pada media dasar sederhana. Penggunaan bahan

2
kimia seperti garam-garam MS (Murashige dan Skoog 1962) sebagai media
tumbuh memerlukan biaya cukup mahal, sehingga perlu dilakukan upaya untuk
mengurangi biaya produksi bibit melalui penyediaan media tumbuh in vitro yang
lebih murah dan mudah didapat. Penggunaan bahan pupuk majemuk seperti NPK,
Hyponex dan Growmore dapat menjadi alternatif pengganti hara makro dan mikro
media MS, karena pupuk majemuk mengandung hara makro dan mikro yang
lengkap (Shintiavira et al 2012). Pupuk majemuk yang ditambah dengan zat
pengatur tumbuh (ZPT) diharapkan dapat menjadi substitusi penggunaan bahan
kimia. Hal ini dapat membuat harga jual bibit terjangkau oleh petani, sehingga
petani mendapat keuntungan yang lebih besar. Media dasar yang digunakan
merupakan media yang mengandung unsur hara makro, hara mikro dan sumber
karbon yang berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari
atmosfer melalui fotosintesis (Gunawan 1992). Zat pengatur tumbuh mempunyai
peranan yang besar dalam teknik kultur jaringan. George dan Sherrington (1984)
menyatakan bahwa pada umumya media perbanyakan in vitro menggunakan zat
pengatur tumbuh dari golongan sitokinin, seperti BAP (6-bensil amino purin).
BAP merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk
memacu pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat untuk mendorong
proses pembelahan sel.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP yang optimal
dan jenis media dasar sederhana yang sesuai untuk perbanyakan tanaman sereh
wangi secara in vitro.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Juni
2014 di Labolatorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati (PPSHB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan berasal dari kultur in vitro tanaman sereh
wangi yang merupakan koleksi Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler
Tanaman PPSHB IPB. Media Murashige dan Skoog (MS) tahun 1962 (Lampiran
1) digunakan sebagai media dasar untuk perbanyakan tunas sereh wangi. Media
Hyponex (Lampiran 2), NPK (Lampiran 3) dan Growmore (Lampiran 4) adalah
media yang diuji dalam penelitian ini. BAP (6-Benzilaminopurin) adalah zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam percobaan ini.

3
Metode
Percobaan ini terdiri dari 2 percobaan yaitu: (1) Penentuan konsentrasi BAP
yang optimal untuk perbanyakan tunas dan (2) Pengujian beberapa media dasar
sederhana untuk perbanyakan jumlah tunas.
Percobaan 1: Penentuan konsentrasi BAP optimal untuk perbanyakan tunas
Planlet berupa tunas yang berasal dari tanaman in vitro ditanam di dalam
botol yang berisi media dasar MS yang mengandung BAP dengan konsentrasi
yang berbeda sebagai perlakuan. Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan pada
penelitian ini adalah 0, 1, 2 dan 3 mg/l BAP. Setiap ulangan terdiri dari 8 botol,
dan setiap botol berisi 3 eksplan. Eksplan berupa tunas awal ditanam pada media
MS, lalu ditumbuhkan di ruang kultur dengan suhu 24o-25o C. Pengamatan
dilakukan setiap minggu dengan mengamati jumlah tunas yang tumbuh, dan
dilakukan selama 6 minggu.
Percobaan 2: Pengujian beberapa media dasar untuk perbanyakan tunas
Semua planlet yang dihasilkan dari percobaan perbanyakan tunas di
subkulturkan dalam media MS tanpa penambahan BAP selama 4 minggu, untuk
menghilangkan pengaruh perlakuan sebelumnya. Planlet ini digunakan sebagai
bahan percobaan 2. Planlet dipotong dan dipilih bagian tunas awal. Eksplan
berupa tunas ini lalu ditanam di dalam botol yang berisi beberapa macam media
perlakuan ditambah BAP dengan kadar yang paling efektif dari percobaan 1 yaitu
2 mg/l. Percobaan ini dilakukan dengan RAL dengan satu faktor perlakuan dan
tiga ulangan. Faktor perlakuan pada percobaan ini adalah jenis media dasar yang
terdiri dari empat macam yaitu MS, 2 g/l Hiponex, 1 g/l Growmore dan 2 g/l NPK.
Setiap ulangan terdiri dari 5 botol, dan setiap botol berisi 3 eksplan. Eksplan
ditumbuhkan di ruang kultur dengan suhu 24o-25o C. Pengamatan dilakukan
setiap minggu dengan mengamati jumlah tunas yang tumbuh, selama 6 minggu.
Pengolahan data
Data dari hasil pengamatan dianalisis dengan perangkat lunak Statistical
Analysis System (SAS). Bila uji F menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh
nyata terhadap hasil maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk menentukan
perlakuan yang berpengaruh terhadap hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Konsentrasi BAP yang Optimal untuk Perbanyakan Tunas
Pada konsentrasi 1-3 mg/l, BAP berpengaruh nyata terhadap pembentukan
tunas sejak 1 MST sampai dengan 6 MST (Lampiran 5). Penambahan BAP pada
media berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Jumlah tunas
yang terbanyak diperoleh pada pemberian 2 mg/l BAP dengan nilai rata-rata 4,17
pada 6 MST, sedangkan perbanyakan yang terendah yaitu 1,11 pada 6 MST
terjadi pada tunas yang ditanam di media yang tidak mengandung BAP (Tabel 1).
Hasil ini menunjukkan bahwa hormon sitokinin sintetik BAP merupakan ZPT

4
yang efektif untuk penggandaan tunas. Menurut Bhojwani dan Razdan (1983)
BAP lebih aktif dalam memacu pembentukan tunas dari pada kinetin dan 2-iP.
Aktivitas utama sitokinin didalam tanaman juga mendorong pembelahan sel dan
memberikan pengaruh yang efektif terhadap inisiasi tunas serta untuk
penggandaan tunas (George dan Sherrington 1984).
Tabel 1 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada media MS dengan perlakuan
BAP
Perlakuan
BAP (mg/l)

Jumlah tunas pada umur
1MST

2MST

3MST

4MST

5MST

6MST

0

0MST
0,00

0,37a

0,53a

0,67a

0,89a

1,11a

1,11a

1

0,00

1,46b

2,08b

2,57b

3,04b

3,24b

3,24b

2

0,00

1,72b

2,43b

2,90b

3,64c

4,17c

4,17c

3

0,00

1,56b

2,22b

2,90b

3,32bc

3,52bc

3,52bc

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak
berbeda nyata pada DMRT 5% (Uji selang berganda Duncan)

Rata-rata jumlah tunas

Pemberian 2 mg/l BAP menghasilkan tunas yang lebih banyak dibanding
dengan 3 mg/l BAP. Hal ini diduga disebabkan sitokinin endogen yang terdapat
pada eksplan telah mampu mendorong pembentukan tunas, sehingga hanya
membutuhkan tambahan sitokinin yang tidak terlalu tinggi (Wattimena 1992).
Jumlah tunas mengalami peningkatan setiap minggu, dari 1 sampai dengan 5 MST
(Gambar 2). Pada umur 6 MST jumlah tunas tetap sama seperti pada 5 MST. Hal
ini kemungkinan dikarenakan tanaman sudah tua, sehingga pembelahan selnya
lambat dan kandungan unsur hara di dalam medianya sudah berkurang.Selain itu
pada 5 MST tunas terlihat mulai berubah khususnya warna daun menjadi kuning.
Hal ini disebabkan hara yang terdapat dalam media sudah mulai habis, sehingga
daun mengalami kekurangan nutrisi dan menguning (Salisbury dan Ross 1995).
Oleh sebab itu setelah 5 MST tanaman harus di subkultur.
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1

2

3

4

5

6

Umur kultur pada minggu setelah tanam (MST)
konsentrasi BAP

0

1

2

3

Gambar 1 Pengaruh hormon BAP terhadap pertumbuhan rata-rata jumlah tunas
pada setiap minggu setelah tanam (MST)

5
Pemberian BAP dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh
yang berbeda pula. Pada penelitian ini, 2 mg/l BAP merupakan konsentrasi yang
paling optimal untuk perbanyakan tunas sereh wangi, sehingga konsentrasi ini
digunakan untuk percobaan 2. Penggunaan zat pengatur tumbuh BAP 2 mg/l
untuk menggandakan tunas secara in vitro juga berhasil pada pembentukan atau
multiplikasi tunas pada tanaman pepaya (Diniyah 2005), nanas bogor (Chasanah
2006) dan manggis (Nursetiadi 2008).
Secara morfologi tunas yang dihasilkan dari media yang tidak
mengandung BAP relatif sama dengan yang mengandung BAP (Gambar 1). Hal
ini menunjukkan bahwa sampai dengan kadar 3 mg/l, BAP tidak mengubah
morfologi tanaman sereh wangi.

Gambar 2 Morfologi tunas sereh wangi yang berumur 6 MST di media dasar MS
yang mengandung beberapa konsentrasi BAP. (a) 0 mg/l, (b) 1 mg/l, (c)
2 mg/l, (d) 3 mg/l. Ukuran bar=1 cm
Inisiasi akar mulai terjadi sejak 1 MST. Pertambahan jumlah dan panjang
akar terjadi hingga 5 MST. Jumlah akar terbanyak terlihat dari perlakuan tanpa
BAP. Semakin tinggi kandungan BAP, akar yang terbentuk lebih sedikit
dibandingkan dengan BAP pada konsentrasi yang lebih rendah. Pertumbuhan akar
ini didukung oleh hormon auksin yang merupakan hormon pertumbuhan yang
dapat menginduksi perakaran (George dan Sherrington 1984). Hormon auksin
tidak ditambahkan pada media sehingga kandungan auksin pada tanaman sereh
wangi kemungkinan lebih rendah dibandingkan hormon sitokinin karena
ditambahkan pada media. Namun pertumbuhan akar sereh wangi ini lebih cepat
jika dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Hal ini diduga karena faktor
genetik tanaman dan auksin endogen yang telah mampu menstimulasi
pertumbuhan akar. Hasil penelitian Vuylseteker et al (1998) pada tanaman sawi
putih (Cichorium intibus L) menunjukkan bahwa auksin endogen lebih cepat
menginisiasi akar dibandingkan dengan auksin eksogen. Hal ini juga didukung oleh
George dan Sherrington (1984) yang menyatakan bahwa kecepatan dalam inisiasi dan
pertumbuhan akar dapat dicapai di media tanpa penambahan auksin alami atau
sintetik, karena adanya auksin endogen dan garam mineral yang terkandung dalam
media MS, sehingga masih memungkinkan terbentuknya akar. Planlet sereh wangi
memiliki akar dan anakan yang lengkap pada 5 MST, sehingga pada umur 5 MST
tanaman sudah dapat diaklimatisasi.

6
Pengaruh Media terhadap Jumlah Tunas
Pembentukan tunas pada media dasar MS, 2 gr/l Hyponex, 2 gr/l NPK dan 1
g/l Growmore yang mengandung 2 mg/l BAP sudah mulai terjadi pada 1 MST.
Pada 1 MST rata-rata jumlah tunas lateral tidak berbeda nyata antar semua media
(Lampiran 6). Pada 2 MST media berpengaruh terhadap tunas yang dihasilkan dan
tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan MS dengan rata-rata 1,99 (Tabel 2).
Tabel 2 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada 4 media dasar
Media

Jumlah tunas pada umur
0MST

1MST

2MST

3MST

4MST

5MST

MS

0,00

1,18a

1,99b

2,64b

3,05b

3,39d

Hyponex 2g/l

0,00

1,10a

1,54ab

2,01a

2,89ab

3,26d

NPK 2g/l

0,00

0,88a

1,26a

1,73a

2,37a

2,80d

Growmore 1g/l

0,00

0,81a

1,29a

2,09a

2,53ab

2,96d

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah
tidak berbeda nyata pada DMRT 5% (Uji selang berganda Duncan)

Tanaman sereh wangi pada media MS mulai mengalami pertumbuhan
tunas pada 1 MST. Jumlah tunas terus meningkat secara stabil setiap minggu
hingga 5 MST. Pada media Hyponex 2 g/l dan NPK 2 g/l jumlah tunas mulai
mengalami peningkatan pada 4 MST dan pada media Growmore 1 g/l peningkatan
jumlah tunas mulai terjadi sejak 3 MST. Perbedaan awal kecepatan pembentukan
tunas ini diduga karena tanaman memerlukan penyesuaian dengan media tumbuh.
Sel-sel tanaman sereh wangi pada media Hyponex 2 g/l dan NPK 2 g/l menyerap
serta memanfaatkan unsur hara dengan baik pada 3 MST sedangkan pada media
Growmore 1 g/l terjadi pada 2 MST. Menurut Sari et al (2011), setelah masa
penyesuaian dengan media tumbuh, eksplan tanaman anggrek tebu
(Grammatophyllum speciosum BL.) mampu memanfaatkan nutrisi dan hormon
BAP yang terdapat pada media untuk perkembangan dan pertumbuhan jaringan,
sehingga sel mengalami diferensiasi.
Media MS pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik untuk
perbanyakan tunas sereh wangi dibandingkan dengan media dasar lainnya.
Menurut Purnamaningsih (2006), media MS dengan penambahan BA 5 mg/l dan
thidiazuron 0,4 mg/l pada varietas padi Taipei 309, Ciherang, Cisadane dan IR64
menginduksi multiplikasi tunas yang cukup tinggi. Media dasar sederhana berupa
pupuk majemuk (Hyponex 2 g/l, Growmore 1 g/l dan NPK 2 g/l) memberikan
hasil yang tidak berbeda nyata dengan MS untuk perbanyakan tunas sereh wangi
pada 4 MST, sehingga media tersebut dapat digunakan sebagai pengganti media
MS. Ketiga media tersebut mampu menstimulasi pembentukan tunas rata-rata
antara 2,80 hingga 3,26 pada minggu kelima dan keenam.
Hyponex 2 g/l menghasilkan rata-rata tunas terbanyak dari tiga pupuk
majemuk yang digunakan, yaitu 3,26 yang mendekati rata-rata jumlah tunas yang
dihasilkan media MS yaitu 3,39. Menurut Shintiavira et al (2012) media Hyponex
juga mendukung pertumbuhan tanaman krisan yang lebih baik dibandingkan

7
dengan media Growmore. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan unsur hara
(makro dan mikro) juga perbedaan rasio N, P dan K pada media yang digunakan.
Unsur hara makro kalsium (Ca) tidak terdapat pada media Growmore 1 g/l
dan NPK 2 g/l (Tabel 3). Tidak adanya unsur Ca pada media Growmore 1 g/l
menjadikan ukuran batang dari tunas sereh wangi lebih kecil dibandingkan tunas
yang ditumbuhkan pada media lainnya. Pada media NPK 2 g/l yang juga tidak
mengandung Ca beberapa tunas daunnya menggulung. Menurut Novizan (2007),
Ca berfungsi dalam pembentukan dinding sel yang sangat dibutuhkan dalam
proses pembentukan sel baru, sehingga tercukupinya kebutuhan Ca menghasilkan
tanaman yang lebih kuat, sedangkan kekurangan unsur Ca menjadikan tunas atau
daun muda menjadi menggulung.
Tabel 3 Hasil analisis komponen makro dan mikro media Hyponex, Growmore
dan MS
Unsur
Hara Makro
N total
P
K
Ca
Mg
Na
S
Hara Mikro
Fe
Mn
Cu
Zn
B
Co
Mo

MS
g/l

Hyponex Hijau*
g/l

NPK
g/l

Growmore*
g/l

0,8682
0,0388
0,7822
0,1198
0,0036
0,0184
1,4290

0,3114
0,3900
0,3842
0,0014
0,0022
0,0030
0,0000

0,3333
0,3333
0,3333
-

0,2675
0,0913
0,0620
0,0000
0,0008
0,0012
0,0658

11x10-3
14,48x10-3
13,04x10-6
3,92x10-3
2,16x10-3
12,42x10-6
18,26x10-5

1,19x10-4
4,34x10-4
3,8x10-5
4,4x10-5
1,4x10-4
2,5x10-5
0,0000

-

4,69x10-4
3,57x10-4
9,3x10-5
9,3x10-5
1,42x10-4
0,0000
9,5x10-4

*Sumber: Shintiavira et al (2012)

Unsur hara makro sulfur (S) memiliki fungsi yang sama dengan unsur
nitrogen (N) dalam perkembangan bagian tanaman yang sedang tumbuh, seperti
pucuk, akar dan anakan (Novizan 2007). Pertumbuhan tanaman sereh wangi pada
media Hyponex 2 g/L yang tidak mengandung unsur S tidak begitu berpengaruh,
karena unsur hara N pada media sudah cukup untuk memenuhi pertumbuhan dan
perkembangan vegetatif tanaman.
Unsur hara makro magnesium (Mg) pada media MS lebih tinggi
dibandingkan pada media lainnya yaitu 0,0036 g (Tabel 3). Unsur Mg ini
berpengaruh terhadap morfologi tanaman sereh wangi. Menurut Hardjowigeno
(1995), Mg merupakan unsur pokok pembentuk klorofil, yang sangat berpengaruh
terhadap morfologi tanaman. Klorofil berperan dalam proses fotosintesis yang
menghasilkan cadangan makanan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga
pertumbuhan organ-organ tanaman seperti daun, batang dan akar dapat tumbuh
sempurna. Tercukupinya unsur Mg dalam jumlah lebih tinggi menjadikan tunas
sereh wangi pada media MS lebih baik dibandingkan pada media lainnya (Gambar

8
3). Kandungan Mg pada media Hyponex 2 g/l menempati urutan kedua setelah
media MS, sehingga morfologi batang dan daun sereh wangi pada media Hyponex
2 g/l lebih baik dengan batang dan daun yang lebih lebar jika dibandingkan
dengan sereh wangi pada media Growmore 1 g/l dengan kandungan unsur Mg
hanya 0,0008 g dan media NPK 2 g/l tanpa kandungan unsur Mg.
Selain unsur hara makro, sereh wangi juga membutuhkan unsur hara
mikro untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara mikro atau
trace element hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dan jika jumlahnya
berlebih, unsur mikro dapat meracuni tanaman sehingga pertumbuhan tanaman
terganggu. Kandungan unsur hara mikro besi (Fe), Mangan (Mn), tembaga (Cu),
seng (Zn) dan boron (B) yang terdapat pada media MS, 2 g/l Hyponex dan 1 g/l
Growmore mendukung pertumbuhan tanaman sereh wangi. Menurut Novizan
(2007), unsur mikro Fe, Mn, Cu, Zn dan B berperan sebagai aktivator enzim yang
berfungsi sebagai katalisator metabolisme yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Pada media Growmore 1 g/l tidak terdapat unsur
kobalt (Co) dan pada media Hyponex 2 g/l tidak terdapat unsur molibdenum atau
Mo (Tabel 3), namun hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan sereh wangi.
Menurut Novizan (2007), unsur Co dan Mo memiliki peran yang sama yaitu
berperan dalam fiksasi nitrogen, sehingga kedua unsur ini dapat saling
menggantikan pada pupuk majemuk.
Secara morfologi tunas yang ditumbuhkan di media MS lebih baik daripada
di media dasar lain yang terdiri dari pupuk majemuk. Hal ini dikarenakan
kandungan unsur hara makro dan mikro pada media MS lebih lengkap
dibandingkan pada media lainnya. Walaupun 2 g/l NPK dan 1 g/l Growmore
memberikan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata, tetapi tunas yang dihasilkan
di media 2 g/l Hyponex lebih baik, karena batang dan daun yang dihasilkan lebih
besar dan lebar, seperti morfologi tanaman sereh wangi pada media MS (Gambar
3).

Gambar 3 Kultur in vitro sereh wangi yang berumur 4 MST pada 4 jenis media
dasar yang mengandung 2 mg/l BAP. (a) MS, (b) Hyponex 2g/l, (c)
Growmore 1g/l, (d) NPK 2g/l. Ukuran bar =1 cm
Sama seperti percobaan sebelumnya yaitu pada penentuan konsetrasi
optimal BAP, pada percobaan ini juga tidak ada pertambahan tunas setelah 5 MST.
Tunas juga mulai menunjukan perubahan warna menjadi kuning setelah 5 MST.
Hal ini menandakan bahwa usia tanaman yang sudah tua, sehingga

9
pertumbuhannya lambat atau berhenti. Oleh sebab itu tunas harus disubkultur
pada 5 MST.
Tanaman sereh wangi yang ditanam pada media dasar ini sudah dapat
diaklimatisasi pada 4 MST, karena akar dan anakan sudah lengkap dan sebelum
tanaman mengalami kematian. Menurut Handayani et al (2013) tanaman manggis
(Garcinia mangostana) yang ditanam secara in vitro mengalami stagnasi
pertumbuhan dikarenakan usia tanaman yang sudah lanjut sehingga daya
regenerasi selnya berkurang. Stagnansi atau pertumbuhan yang tetap juga terjadi
pada eksplan kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) pada minggu keempat
setelah tanam (Sugiyarto dan Kuswandi 2014).
Penggantian media kultur jaringan MS dengan media dasar sederhana untuk
perbanyakan tanaman sereh wangi secara in vitro dapat menurunkan biaya
produksi. Menurut Shintiavira et al (2012) pemanfaatan Hyponex dan Growmore
mampu menurunkan biaya produksi, karena harga media per liter lebih rendah 7086% dibandingkan penggunaan media MS. Hal ini dapat menjadi pertimbangan
yang penting dalam produksi bibit sereh wangi skala besar.

SIMPULAN
Konsentrasi 2 gr/L BAP memberikan hasil terbaik untuk perbanyakan bibit
sereh wangi secarain vitro. Hyponex (20:20:20) dengan konsentrasi 2 g/l dapat
digunakan sebagai media dasar untuk menggantikan media MS dalam produksi
bibit sereh wangi.

SARAN
Penelitian lanjutan untuk memacu perakaran sehingga diperoleh tunas yang
lebih baik untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi di lapangan perlu
dilakukan. Percobaan perakaran dapat dilakukan dengan beberapa konsentrasi
ZPT dari golongan auksin dan interaksinya dengan sitokinin. Percobaan untuk
menentukan konsentrasi Hyponex (20:20:20) yang tepart perlu dilakukan.
Aklimatisasi sebaiknya dilakukan pada tanaman yang berumur 4 MST.

10

DAFTAR PUSTAKA
Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: Theory and Practice.
Netherlands (NL): Elsevier Science
Chasanah N. 2006. Studi pertumbuhan vegetatif tanaman nanas (Ananas comosus
L. Merr.) cv. Queen hasil perbanyakan in vitro subkultur di lapang.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Daswir, Kusuma I. 2005. Pengembangan tanaman sereh wangi di Sawah Lunto
Sumatera barat (Andropogon nardus Java de Jone). [Internet]. [Diunduh
2013 November 2]. Tersedia pada: http:// balittro. litbang. deptan. go. id/
ind/ images/ file/ perkembangan%20TRO/ edsusvol18no1/2Daswir.pdf
Diniyah L. 2005. Pengaruh BA dan NAA terhadap regenerasi Pepaya IPB-1
secara in vitro.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture,
Handbook and Directory of Comercial Laboratories. England (UK): Easter
Pr.
Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor (ID). IPB Pr.
Handayani RS, Poerwanto R, Sobir, Purwito A, Ermayanti TM. 2013. Pengaruh
batang bawah dan jenis tunas pada mikrografting manggis (Garcinia
mangostana) secara in vitro. J Agron Indonesia. 41(1): 47-53
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay
with tobacco tissue culture. Plant Physiol. 15:473-497
Nursetiadi E. 2008. Kajian macam media dan konsentrasi BAP terhadap
multiplikasi tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) secara in vitro.
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka
Purnamaningsih R .2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas
padi melalui kultur in vitro. J AgroBiogen. 2(2):74-80
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman DR,
Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB Pr.
Terjemahan dari Plant Physiology. Ed ke-4
Santoso HB. 1992. Sereh Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta (ID):
Kanisius
Sari YP, Manurung H, Novita V. 2011. Mikropropagasi tanaman anggrek tebu
(Grammatophyllum speciosum BL.) secara in vitro dari sumber eksplan
tunas pucukpada media MS (Murashige-Skoog) dengan penambahan madu.
J Mulawarman Scientifie. 10(1): 51-62
Setyaningsih, Hambali E, Nasution M. 2006. Aplikasi minyak sereh wangi
(citronella oil)dan geraniol dalam pembuatan skin lotion penolak nyamuk. J
Tek Ind Pert. 17(3): 97-103
Shintiavira H, Soedarjo M, Suryawati, Winarto B. 2012. Studi pengaruh substitusi
hara makro dan mikro media MS dengan pupuk majemuk dalam kultur in
vitro krisan. J Hort. 21(4):334-341
Sugiyarto L, Kuswandi PC. 2014. Pengaruh 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan
benzyl aminopurin (BAP) terhadap pertumbuhan kalus daun binahong

11
(Anredera cordifolia L.) serta analisis kandungan flavonoid total. J
Penelitian Saintek. 19(1): 23-30
Sunarto. 1992. Uji performansi alat penyulingan minyak atsiri dengan
menggunakan metode uap langsung pada penyulingan biji Lada dan daun
Sereh Wangi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suprapto. 2013. Harga minyak atsiri naik 100%. [Internet]. [Diunduh 2013
November 2]. Tersedia pada: http://log.viva.co.id/news/read/135248
harga_minyak_atsiri_naik_100_
Vuylseteker C, Dewaele E, Rambour S. 1998. Auxin induced late-ral root formation
in chicory. Annals of Botany. 81: 449 - 454.
Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman I. Bogor (ID). IPB Pr.
Wheterell DF. 1982. Introduction In Vitro Propagation. New Jersey (USA):
Avery Pub.

12

LAMPIRAN

13
Lampiran 1 Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962)
Bahan
NH4NO3a
KNO3a
KH2PO4
H3BO3
Na2MoO4.2H2O
CoCl2.6H2O
KI
CaCl2.2H2Oa
MgSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.5H2O
Na2EDTA
FeSO4.7H2O
Thiamine-HCl
Niacin (asam nikotinat)
Pyridoxine-HCl
Glycine
Myo inositol
Gula pasir
Agar

Konsentrasi
senyawa dalam media (mg/l)
1650
1900
170
6.2
0.25
0.025
0.83
440
370
22.3
8.6
0.025
37.3
27.8
0.1
0.5
0.5
2.0
100
30 g/l
8 g/l

Lampiran 2 Komposisi Pupuk Hyponex (20:20:20)
Bahan
Total Nitrogen(N)
Amonium
Nitrat
Nitrogen terlarut
Posfat (P2O5)
Kalium (K2O)
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Sulfur (S)
Boron (B)
Tembaga (Cu)
Iron (Fe)
Mangan (Mo)
Molybdenum (Mo)
Zinc (Zn)

Konsentrasi
senyawa dalam media (%)
20
4
4
12
20
20
0,05
0,1
0,2
0,02
0,05
0,01
0,05
0,05
0,05

14
Lampiran 3 Komposisi pupuk NPK (16:16:16)
Bahan
N
P2O5
K2O.

Konsentrasi
senyawa dalam media (%)
16
16
16

Lampiran 4 Komposisi Pupuk Growmore (32:10:10)
Bahan
Total Nitrogen(N)
Ammoniacal Nitrogen
Nitrate Nitrogen
Urea Nitrogen
Available Phosphoric Acid (P2O5)
Soluble Potash (K2O)
Calcium (Ca)
Magnesium (Mg)
Chelated Magnesium
Sulfur (S). Combines
Boron (B)
Copper (Cu)
Chelated Copper
Iron (Fe)
Chelated Iron
Manganese (Mo)
Chelated Manganese
Molybdenum (Mo)
Zinc (Zn)
Chelated Zinc

Konsentrasi
senyawa dalam media (%)
32
2
3
27
10
10
0,05
0,10
0,10
0,20
0,02
0,05
0,05
0,10
0,10
0,05
0,05
0,005
0,05
0,05

15
Lampiran 5 Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan dosis BAP
Minggu
I

II

III

IV

V

VI

Sumber
Keragaman
Dosis
Galat
Total
Dosis
Galat
Total
Dosis
Galat
Total
Dosis
Galat
Total
Dosis
Galat
Total
Dosis
Galat
Total

db
3
8
11
3
8
11
3
8
11
3
8
11
3
8
11
3
8
11

Jumlah
Kuadrat
3.38106227
0.59427879
3.97534106
6.81747430
0.38337489
7.20084919
10.38318851
0.34478520
10.72797371
13.98414208
0.71659647
14.70073855
16.08591579
0.94815916
17.03407495
17.56250000
1.08666667
18.64916667

Kuadrat
tengah
1.12702076
0.07428485

F hitung

Pr > F

15.17

0.0012*

2.27249143
0.04792186

47.42