Caplak boophilus microplus di peternakan sapi potong di Jonggol dan uji efikasinya terhadap malation dan deltametrin

CAPLAK Boophilus microplus DI PETERNAKAN SAPI
POTONG DI JONGGOL DAN UJI EFIKASINYA TERHADAP
MALATION DAN DELTAMETRIN

AGITSNISSALIMAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Caplak Boophilus
microplus di Peternakan Sapi Potong di Jonggol dan Uji Efikasinya terhadap
Malation dan Deltametrin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Agitsnissalimah
NRP B04100187

ABSTRAK
AGITSNISSALIMAH. Caplak Boophilus microplus di Peternakan Sapi Potong di
Jonggol dan Uji Efikasinya terhadap Malation dan Deltametrin. Dibimbing oleh
SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Boophilus microplus merupakan ektoparasit pengisap darah yang penting
pada sapi karena dapat menyebabkan anemia dan merupakan vektor dari
babesiosis dan anaplasmosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan
larva caplak B. microplus di peternakan sapi potong daerah Jonggol, Kabupaten
Bogor serta uji efikasinya terhadap insektisida malation dan deltametrin.
Pengamatan terhadap kepadatan larva caplak B. microplus dilakukan pada pagi
hari dan menunjukkan hasil yang tinggi pada area yang telindungi dari sinar
matahari. Caplak B. microplus yang dikoleksi dari lapangan dipelihara hingga
bertelur dan menetas menjadi larva. Sebanyak 20 larva caplak B. microplus
diletakan pada cawan petri yang berisikan kertas saring untuk diuji efikasinya
terhadap malation dan deltametrin dengan metode spraying pada konsentrasi 2

g/L, 1.5 g/L, 1 g/L dan 0.5 g/L dan dilakukan tiga kali ulangan. Hasil pengujian
menunjukkan kejatuhan larva yang cepat pada malation dan angka kejatuhan larva
yang berfluktuasi pada pengujian dengan deltametrin. Kedua insektisida tersebut
menyebabkan kematian larva lebih dari 90% pada jam ke-24 pengamatan.
Kata kunci: Boophilus microplus, deltametrin, efikasi insektisida, kepadatan larva,
malation

ABSTRACT
AGITSNISSALIMAH. Boophilus microplus in Beef Cattle Livestock at Jonggol
and Effectiveness of Malation and Deltametrin to These Ticks. Supervised by
SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Boophilus microplus is one of significant blood-sucking ectoparasites in
cattle because of its ability for causing anemia and also as a vector of babesiosis
and anaplasmosis. The objective of this study were to determine the density of B.
microplus ticks larvae in beef cattle livestock located at Jonggol, Bogor District.
The effectiveness of two classes of insecticide (malation and deltametrin) to these
tick were conducted also. Observation of B. microplus larvae density was
conducted in the morning and showed a high density on area that unrevealed to
the sunlight. B. microplus that have been collected from field were reared until
laid eggs and hatched into larvae to tested in vitro against malation and

deltametrin using spraying method in concentrations 2 g/L, 1.5 g/L, 1 g/L and 0.5
g/L. Testing conducted as much as three repetition on each group of 20 ticks
larvae which were placed inside the insecticide impregnated paper. The result
showed a rapid rate of knock down of larvae on testing with malation and the
fluctuative knock down rate on testing with deltametrin. Both of insecticide caused
more than 90% larval mortality at the 24th hour of observation.
Keyword: Boophilus microplus, deltametrin, efficacy of insecticide, larval density,
malation

CAPLAK Boophilus microplus DI PETERNAKAN SAPI
POTONG DI JONGGOL DAN UJI EFIKASINYA TERHADAP
MALATION DAN DELTAMETRIN

AGITSNISSALIMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Caplak Boophilus microplus di
Peternakan Sapi Potong di Jonggol dan Uji Efikasinya terhadap Malation dan
Deltametrin” ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei
hingga Juli 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Susi Soviana, MSi sebagai
pembimbing utama dan Bapak Drh Supriyono, MSi selaku pembimbing kedua
yang telah mendukung dan membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan
penyelesaian skripsi. Ungkapan terimakasih dan penghormatan yang besar selalu
penulis curahkan kepada kedua orangtua, Ayahanda Henrajaya dan Ibunda Siti
Zahro. Rasa sayang selalu tercurah untuk kakak dan adik-adik tercinta, Hanina
Zakiyyah, Hanif Zahirul Fikri, Hana Azharunnailah dan Amanullah Qobus serta
Mio kucing peliharaan penulis yang selalu menemani dan menghibur penulis.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Kakek Sukatma Djajadinata dan Nenek
Rumanah yang selalu mendoakan cucu-cucunya serta keluarga besar H. Sukatma
Djajadinata dan H. Nunu Nukman.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rheza Rilo Pahlawan yang
telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi serta
Ibu Dr Dra Ietje Wientarsih, Apt MSc selaku dosen pembimbing akademik, juga
sahabat-sahabat tersayang Keke, Hafii, Nunu, Shuffur, Jodi, Hanif, Iwan, Grady,
Cucu, Shady, Adam, Praja dan Irene yang telah memberi semangat penulis dalam
penyelesaian skripsi, serta seluruh staf bagian Entomologi Kesehatan dan temanteman seperjuangan Acromion 47.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Agitsnissalimah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Boophilus microplus
Morfologi
Biologi dan Peran B. microplus
Malation
Deltametrin
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Koleksi dan Pengukuran Kepadatan Larva B. microplus di Lapangan
Aplikasi Insektisida secara In Vitro
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan Larva Caplak B. microplus di Lingkungan Kandang Sapi
Efektivitas Malation dan Deltametrin pada Larva Caplak B. microplus
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP


vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7

9
14
14
14
14
17

DAFTAR TABEL
1 Kepadatan larva caplak B. microplus di lapangan
2 Persentase rata-rata kejatuhan larva caplak B. microplus terhadap
insektisida malation dan deltametrin

7
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7

Morfologi B. microplus
Boophilus microplus
Sketsa denah peternakan sapi
Proses pengukuran kepadatan larva caplak
Pengamatan di sekitar kandang
Kurva persentase kejatuhan larva terhadap malation
Kurva persentase kejatuhan larva terhadap deltametrin

2
3
8
9
9
12
12


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan daging sapi untuk konsumsi oleh masyarakat terus meningkat.
Tingginya permintaan daging sapi oleh masyarakat menyebabkan berkembangnya
usaha peternakan sapi. Kendala dalam berternak sapi satu diantaranya adalah
infestasi parasit. Parasit adalah organisme yang hidup menumpang pada tubuh
organisme lain sehingga menimbulkan efek negatif pada organisme yang
ditempati tersebut. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya pada bagian luar
tubuh atau permukaan tubuh inangnya (Hadi dan Soviana 2010). Ektoparasit yang
biasa terdapat pada sapi diantaranya adalah caplak sapi atau Boophilus microplus.
Caplak sapi merupakan ektoparasit pengisap darah sehingga menyebabkan
anemia pada ternak. Selain dapat menyebabkan anemia, caplak B. microplus juga
merupakan vektor dari berbagai penyakit diantaranya Babesiosis (Babesia bovis
dan Babesia bigemina), Anaplasmosis (Anaplasma marginale) serta equinepiroplasmosis (Theileria equi) (Jongejan dan Uilenberg 2004). Luka akibat gigitan
caplak dalam jumlah besar dapat mengundang kehadiran lalat Chrysomia (lalat
hijau) untuk bertelur pada luka tersebut dan menyebabkan miasis. Awal infestasi
larva terjadi pada jaringan kulit yang terluka, selanjutnya larva bergerak lebih
dalam menuju ke jaringan otot sehingga menyebabkan daerah luka semakin lebar.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan
menurun, demam disertai penurunan produksi susu dan bobot badan. Selain itu

nilai jual kulit sapi menjadi berkurang atau tidak dapat dijual lagi sehingga
merugikan peternak (Sukarsih et al. 1999; Gunandini 2006).
Infestasi caplak pada sapi dalam jumlah besar dapat memberikan dampak
negatif bagi ternak dan ekonomi bagi peternak. Pengendalian terhadap populasi
caplak pada tubuh hewan ternak dan di lingkungan sekitar peternakan diperlukan
untuk menanggulangi dampak buruk dari infestasi caplak tersebut. Pengendalian
dapat dilakukan terhadap larva caplak yang terdapat di sekitar peternakan.
Penggunaan insektisida sintetik dalam pengendalian caplak merupakan cara yang
banyak digunakan untuk mengatasi infestasi caplak pada hewan ternak.
Insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar yang digunakan
untuk pengendalian hama serangga dan terbagi menjadi dua yaitu ovisida dan
larvasida. Insektisida terdiri atas empat kelompok kimia diantaranya adalah
organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid. Insektisida yang sering
digunakan adalah dari golongan organofosfat dan piretroid seperti malation dan
deltametrin. Beberapa metode penggunaan insektisida tersebut terhadap caplak
sapi diantaranya adalah dipping dan spraying (Sofwan 1985, Djojosumarto 2008).
Penggunaan insektisida tersebut perlu diuji efikasi terlebih dahulu. Uji ini
digunakan untuk mengetahui efektivitas insektisida tersebut terhadap larva caplak
B. microplus.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan larva caplak B.
microplus di lingkungan peternakan sapi potong di Jonggol, Kabupaten Bogor.
Pengujian insektisida malation dan deltametrin juga dilakukan untuk mengetahui
efektivitasnya pada larva caplak di daerah tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
penggunaan insektisida yang tepat untuk mengendalikan populasi caplak sapi B.
microplus.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Boophilus microplus
Caplak sapi B. microplus merupakan ektoparasit yang penting dalam
peternakan sapi. B. microplus termasuk dalam kelas Arachnida dan famili
Ixodidae atau caplak keras. Menurut Canestrini (1887) dalam Soulsby (1982) B.
microplus diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum
Sub Filum
Kelas
Ordo
Sub Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Arthropoda
: Chelicerata
: Arachnida
: Acari
: Metastigmata
: Ixodidae
: Boophilus
: B. microplus
Gnastosoma

Idiosoma

Gambar 1 Morfologi B. microplus (NCSU 2014)

3
Morfologi
Caplak termasuk dalam kelas Arachnida. Ciri-ciri umum dari kelas
Arachnida yaitu tubuhnya terdiri atas sefalotoraks, mempunyai empat pasang kaki,
tidak bersayap, tidak mempunyai antena, dan perangkat mulutnya terdiri atas
sepasang kelisera dan sepasang pedipalpi (Gambar 1). Caplak termasuk dalam
subkelas Acari. Caplak sapi atau B. microplus termasuk dalam famili Ixodidae
atau caplak keras. Famili Ixodidae tergolong ke dalam Metastigmata yang artinya
mempunyai sepasang stigmata (lubang pernapasan) yang terletak ventro lateral
yaitu di belakang koksa IV. Secara umum caplak keras mempunyai inang yang
sangat beragam, yaitu mamalia, unggas dan reptilia (Hadi dan Soviana 2010).
skutum

A

B

Gambar 2 Boophilus microplus. Jantan, skutum menutupi seluruh
permukaan dorsal (A), Betina, skutum menutupi sebagian
permukaan dorsal (B) (Matthew 2001).
Famili Ixodidae memiliki sebuah lekukan anal yang melingkar di sekitar
anus. Bagian ini dapat dilihat pada spesimen dengan menggunakan mikroskop.
Genus lain memiliki lekukan pada bagian posterior anus kecuali Boophilus yang
tidak memiliki lekukan anal. Permukaan dorsal tubuh Ixodidae ditutupi oleh
skutum. Pada jantan skutum menutupi seluruh permukaan dorsal sedangkan pada
betina skutum hanya menutupi sebagian dari permukaan dorsal (Gambar 2)
(Georgi 1980).
Genus Boophilus tidak terdapat festoon atau ornamentasi, tetapi terdapat
mata yang terletak pada sisi lateral skutum. Tubuh caplak terbagi atas dua bagian
yaitu gnastosoma dan idiosoma (abdomen). Bagian gnastosoma terdapat
kapitulum (kepala) dan alat-alat mulut yang terletak di suatu rongga yang disebut
kamerostom. Basis kapituli yang terdapat di sebelah dorsal berbentuk segienam.
Boophilus memiliki alat mulut yang terdiri atas pedipalpus, kelisera dan
sepasang hipostom pendek, gepeng serta bidang dorsal dan lateral yang bergerigi
dan mengarah ke belakang. Fungsi hipostom adalah untuk memperkuat pertautan
caplak pada tubuh inangnya. Kelisera terdiri atas dua ruas, dan ujungnya
dilengkapi dengan dua atau lebih kait yang dapat digerak-gerakkan. Kait-kait ini
berfungsi untuk membuat sayatan pada kulit inang secara horinzontal agar
hipostom dapat ditusukkan ke dalam kulit inang. Pedipalpus terdiri atas tiga atau
empat ruas yang terletak di sisi hipostom. Organ ini merupakan alat sensori
sederhana untuk membantu proses makan caplak (Levine 1990; Hadi dan Soviana
2010).

4
Idiosoma adalah bagian posterior tubuh caplak yang terdapat tungkai. Nimfa
dan caplak mempunyai empat pasang tungkai, sedangkan larva caplak hanya
memilki tiga pasang tungkai. Pasangan tungkai pertama larva caplak terdapat
sebuah organ sensori yang disebut organ Haller. Alat ini berfungsi sebagai
reseptor kelembapan kimia, olfaktori dan mekanis sehingga dapat mendeteksi
adanya inang yang cocok serta dapat menerjemahkan bau feromon yang
dikeluarkan oleh caplak lain (Hadi dan Soviana 2010).
Biologi dan Peran B. microplus
B. microplus merupakan caplak berumah satu yaitu mulai dari stadium larva,
nimfa dan dewasa hidup pada satu hewan. Caplak betina dewasa setelah kawin
akan mengisap darah sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah dan bertelur kemudian
mati. Larva yang baru menetas segera mencari inangnya dengan menggunakan
benda-benda di sekitarnya serta bantuan organ Haller. Larva yang telah
menemukan inangnya akan terus menempel pada inang tersebut selama
perkembangan hidupnya menjadi caplak dewasa. Larva akan mengisap darah
inang hingga kenyang (engorged) lalu tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan
segera berganti kulit (molting) menjadi nimfa. Nimfa mengisap darah kembali,
setelah kenyang akan molting menjadi caplak dewasa. Satu siklus daur hidup B.
microplus berkisar antara 6 minggu sampai tiga tahun serta dapat menghasilkan 5
generasi dalam setahun tergantung pada kondisi lingkungan (Hadi dan Soviana
2010; Junquera 2014).
Perkembangan larva sampai dengan dewasa terjadi pada satu individu inang
yang disebut sebagai stadium parasitik sedangkan ketika caplak betina yang jenuh
darah (engorged) jatuh ke tanah dan bertelur disebut sebagai stadium non parasitik.
Caplak betina dewasa dapat mengisap darah sampai 0.5 ml darah. Larva yang
menetas akan merayap ke ujung-ujung rumput dan menempel pada hewan yang
melewatinya. Larva dapat hidup di luar inang selama 4 sampai 5 bulan tergantung
kondisi lingkungan (Soulsby 1982; Junquera 2014).
B. microplus merupakan caplak pengisap darah sehingga dapat
menyebabkan anemia. Selain dapat menyebabkan anemia, B. microplus juga
merupakan vektor dari berbagai penyakit diantaranya adalah Babesiosis,
Anaplasmosis, equine piroplasmosis (Jongejan dan Uilenberg 2004).
Malation
Malation termasuk kelompok insektisida organofosfat yang digunakan
secara luas untuk mengendalikan serangga dalam bidang kesehatan, pertanian,
peternakan dan rumah tangga, dan mempunyai daya racun yang tinggi pada
serangga sedangkan toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah sehingga
banyak digunakan. Ciri khas dari malation diantaranya mampu cepat
melumpuhkan serangga dengan mekanisme menyerang sistem saraf terutama pada
sinapsis. Senyawa ini menghambat asetilkolinesterase yang mengakibatkan
akumulasi asetilkolin sehingga terjadi peningkatan aktivitas saraf. Jalan masuk
malation kedalam tubuh dapat melalui kulit, pernafasan dan pencernaan
(Matsumura 1975; Lubis 2002; Djojosumarto 2008).

5
Organofosfat semakin banyak digunakan dalam pertanian karena mudah
terurai di alam. Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida
organofosfat, diantaranya adalah dosis, toksisitas, jangka waktu terpapar dan jalan
masuk organofosfat ke dalam tubuh. Organofosfat khususnya malation digunakan
untuk mengendalikan nyamuk dan larva nyamuk, lalat buah di lingkungan
perumahan, hama pertanian dan ektoparasit pada hewan diantaranya adalah caplak
(NPIC 2010a).
Deltametrin
Deltametrin merupakan insektisida golongan piretroid. Piretroid adalah
insektisida mirip piretrum yang berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum
cinerariafollium (Wirawan 2006). Sintetik piretroid mulai diperkenalkan tahun
1980-an dan berkembang pesat di pasaran karena kemampuan akumulasi
toksisitas di lingkungan yang rendah. Deltametrin diperjualbelikan dalam bentuk
konsentrat, wettable powders, granules, dan penggunaan concentrates for ultra
low volume. Deltametrin banyak digunakan untuk pengendalian serangga di
pertanian, perumahan, perkantoran dan bahkan tempat makan (WHO 1990).
Mekanisme kerja deltametrin pada sistem syaraf yaitu menghambat akson
pada kanal ion dengan mengikat protein voltage gated sodium channel (VGSC)
yang mengatur denyut impuls syaraf sehingga terjadi aksi potensial yang terus
menerus (Martins dan Valle 2011). Impuls syaraf yang mengalami stimulasi
secara terus menerus mengakibatkan serangga mengalami hipereksitasi
(kegelisahan) dan konvulsi (kekejangan). Penggunaan senyawa piretroid hanya
dibatasi di dalam ruangan, yaitu pada bidang kesehatan masyarakat untuk
pengendalian lalat, nyamuk dan kecoa karena sifat senyawa tersebut yang tidak
stabil terhadap cahaya matahari di lapangan (Djojosumarto 2008).
Deltametrin seringkali digunakan untuk mengontrol penyebaran penyakit
yang dibawa oleh caplak terutama pada anjing, tikus dan hewan lainnya.
Pemanfaatan lainnya adalah untuk pengendalian serangga rumah tangga (Bowman
et al. 2006). Aplikasi deltametrin dengan metode spraying biasa digunakan untuk
mengendalikan serangga rumah tangga dan ektoparasit pada hewan. Metode lain
seperti kelambu berinsektisida digunakan untuk mengendalikan lalat dan nyamuk
(Boewono et al. 2012).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu pengamatan lapang dan pengujian
secara in vitro. Pengamatan lapang dilakukan di peternakan sapi di daerah
Jonggol, Kecamatan Cariu sedangkan pengujian secara in vitro dilakukan di
Laboratorium Entomologi Kesehatan, Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilakukan pada Bulan Mei hingga Juli 2014.

6
Koleksi dan Pengukuran Kepadatan Larva Caplak B. microplus di Lapangan
Koleksi dilakukan terhadap caplak dewasa yang kenyang darah dan siap
bertelur yang diambil dari tubuh sapi dan dari lantai kandang secara manual
menggunakan tangan dengan bantuan pinset. Pemeliharaan caplak dilakukan pada
stoples kaca koleksi yang dilengkapi aliran udara berupa lubang-lubang pada
tutup stoples. Caplak dewasa dibiarkan dalam stoples dengan suhu dan
kelembapan yang terjaga dalam ruangan hingga caplak bertelur. Telur caplak
dipelihara di tempat yang sama hingga menetas dan menjadi larva. Larva-larva
tersebut selanjutnya digunakan dalam pengujian.
Pengukuran kepadatan larva caplak B. microplus di lapangan dilakukan
pada pagi hari sampai siang hari, yaitu pada waktu larva B. microplus banyak
terdapat pada ujung-ujung rumput atau semak-semak. Koleksi dan pengukuran
kepadatan larva dilakukan dengan menggunakan bendera caplak (flaging).
Bendera caplak disapukan pada bagian atas rumput dan semak-semak di sekitar
kandang sapi. Larva yang terperangkap pada bendera caplak diamati dan dihitung
kepadatannya dari beberapa lokasi di sekitar peternakan.
Aplikasi Insektisida secara In Vitro
Insektisida yang digunakan antara lain malation dari golongan organofosfat
dan deltametrin dari golongan piretroid. Konsentrasi yang digunakan adalah 0.5
g/L, 1 g/L, 1.5 g/L, dan 2 g/L untuk setiap insektisida. Sebanyak 20 larva caplak
diletakkan di atas kertas saring dalam cawan petri pada masing-masing kelompok
insektisida ditambah satu kelompok sebagai kontrol. Aplikasi insektisida
dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan insektisida menggunakan sprayer
kecil ukuran 30 mL ke dalam setiap cawan petri yang berisi kelompok larva,
sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan insektisida. Penyemprotan
dilakukan sebanyak tiga kali pada setiap kelompok dengan konsentrasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Perlakuan insektisida dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Banyaknya larva yang jatuh/mati dihitung pada menit ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
20, 30, 40, 50, dan jam ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 24, dan 48 setelah perlakuan
Prosedur Analisis Data
Angka kejatuhan larva akibat perlakuan dengan insektisida diolah dengan
pengambilan rata-rata dari hasil tiga kali ulangan di setiap waktu pengamatan
pada setiap perlakuan.
Koreksi data dilakukan dengan koreksi angka kelumpuhan/kematian pada
larva. Apabila angka kelumpuhan/kematian pada kelompok kontrol 5-15%, angka
kelumpuhan/kematian pada kelompok perlakuan dikoreksi menurut rumus Abbot,
yaitu :

7
dengan
Al = Angka kelumpuhan/kematian setelah dikoreksi
A = Angka kelumpuhan/kematian pada perlakuan
C = Angka kelumpuhan/kematian pada kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan larva caplak B. microplus di lingkungan kandang sapi
Lingkungan sekitar kandang merupakan aspek penting dalam suatu
peternakan. Peternakan sapi potong di daerah Jonggol yang menjadi lokasi
penelitian dikelilingi oleh rerumputan di sekitar kandang dan memiliki luas
sebesar 6000 m2. Larva B. microplus yang baru menetas akan merayap ke ujungujung rumput dan menempel pada hewan yang melewatinya. Pengukuran
kepadatan larva caplak menggunakan bendera caplak. Bendera caplak disapukan
pada 5 area permukaan rumput sekitar kandang dan larva caplak terperangkap
pada bendera caplak tersebut (Gambar 3 dan 4). Koleksi larva caplak dilakukan
pada pagi hari pukul 09.00 sampai pukul 11.00 WIB.
No
1
2
3
4
5

Tabel 1 Kepadatan larva caplak B. microplus di lapangan
Luas Area (m2)
Jumlah larva caplak
Kepadatan larva
caplak/m2
4
103
26
6
210
35
10
331
33
5
307
61
10
186
19
Rata-rata kepadatan larva
35 ±15.94

Rata-rata kepadatan larva caplak di peternakan tersebut adalah 35 larva
caplak/m2. Area empat merupakan area yang paling banyak terdapat larva caplak.
Hal tersebut berkaitan dengan kondisi lingkungan pada peternakan tersebut. Area
empat dengan luas area sebesar 5 m2 didapat jumlah caplak sebanyak 307 larva
caplak dengan kepadatan sebesar 61 larva caplak/m2. Area ini berada pada sisi kiri
kandang dekat pintu kandang dengan kondisi area yang teduh tertutupi sebagian
atap kandang. Wilkinson (1953) menyatakan bahwa larva berlindung dari sinar
matahari langsung dan lebih banyak ditemukan pada pagi hari di ujung-ujung
rerumputan. Selain kondisi lingkungan, suhu dan kelembapan di sekitar kandang
juga merupakan faktor keberadaan caplak di kandang. Suhu yang teramati
disekitar kandang adalah sebesar 27⁰C dan kelembapan sebesar 68%. Umumnya
caplak dapat hidup pada kelembapan 40% - 80% dan suhu 19⁰C - 40⁰C (Soulsby
1986; Onofre et al. 2001).

8

Gambar 3 Sketsa denah peternakan sapi
Caplak betina setelah kenyang mengisap darah jatuh ke tanah dan kemudian
bertelur. Menurut penelitian yang dilakukan Wahyuwardani (1995) caplak betina
dapat betelur sebanyak 74 - 3.402 butir pada suhu 22⁰C - 32⁰C dan kelembapan
84% - 92%, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Harahap (2001)
menyatakan bahwa caplak betina dapat menghasilkan telur sebanyak 214 sampai
3.798 butir. Telur menetas menjadi larva lalu merayap ke ujung-ujung rumput
untuk menempel pada hewan yang melewatinya. Larva B. microplus dapat
bertahan hidup di alam sampai 4 bulan tanpa makan (Junquera 2014).
Larva juga banyak ditemukan pada sisi kiri kandang pada tembok kandang
serta menempel pada permukaan beberapa benda yang diletakkan di tanah dekat
kandang seperti yang terlihat pada Gambar 5. Caplak betina bertelur di tempat
yang tersembunyi seperti di bawah batu, di bawah gumpalan tanah, celah tembok
dan celah lantai. Menurut Hadi dan Soviana (2010) larva yang baru menetas
mencari inangnya dengan pertolongan benda-benda di sekitarnya serta bantuan
olfaktoriusnya yaitu organ Haller.
Kondisi kandang pada saat dilakukan koleksi larva caplak sapi hampir
kosong atau tidak lagi terdapat sapi dalam jumlah banyak. Sapi-sapi yang
terinfestasi caplak sebelumnya telah dipindahkan pada dua bulan yang lalu.
Tersisa 13 ekor sapi jantan yang baru didatangkan dan dalam kondisi sehat tidak
terinfestasi oleh caplak, namun pada saat dilakukan flagging di rumput di sekitar
kandang masih terdapat larva caplak dalam jumlah yang besar. Caplak sangat
tahan terhadap perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau
ketidakadaan makanan dalam waktu berbulan-bulan. Harahap (2001) memaparkan
bahwa larva B. microplus dapat bertahan hidup tanpa nutrisi darah selama 90 hari
sampai 120 hari.

9

A

B

Gambar 4 Proses pengukuran kepadatan larva caplak. Koleksi larva
dengan bendera caplak (A), larva yang terperangkap pada
bendera caplak (B).

A
Gambar 5

B
Pengamatan di sekitar kandang. Larva terdapat pada
benda di sekitar kandang (A), kumpulan larva pada
ujung rumput (B).

Efektivitas Malation dan Deltametrin pada Larva Caplak B. microplus
Seluruh larva pada tiap konsentrasi mulai jatuh (knock down) dan lemas
dengan sangat sedikit pergerakan pada tungkai hingga tidak terlihat pergerakan
sesaat setelah terpapar insektisida malation. Kondisi larva caplak masih hidup
namun sangat lemah. Malation merupakan insektisida yang memiliki efek
kelumpuhan pada serangga target yang sangat cepat, hal tersebut dapat terlihat
dengan jatuhnya seluruh larva pada setiap konsentrasi (Tabel 2). Di menit ke-30
pada konsentrasi 2 g/L dan 0.5 g/L beberapa larva mulai terlihat banyak
pergerakan pada tungkainya namun masih lemah dan sebesar 1.7 % larva terlihat
tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Hal yang sama juga teramati pada
konsentrasi 1.5 g/L dan 1 g/L, yaitu di menit ke-40 untuk konsentrasi 1.5 g/L dan
menit ke-50 untuk konsentrasi 1 g/L. Kejatuhan pada larva caplak pada tiap
konsentrasi diikuti dengan kematian. Persentase kematian tinggi terjadi di menit
ke-360 pada konsentrasi 2 g/L yaitu sebesar 31.7%, selanjutnya jumlah kematian
yang lebih sedikit pada konsentrasi 1.5 g/L, 1 g/L dan 0.5g/L secara berurutan.
Kematian 100% terlihat pada semua konsentrasi pada menit ke-1440 atau jam ke24 setelah perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa insektisida malation
efektif sebagai larvasida terhadap larva caplak B. microplus. Mengacu pada

10
Tabel 2
Menit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
20
30
40
50
60
120
180
240
300
360
1440
2880

Persentase rata-rata kejatuhan larva caplak B. microplus terhadap
insektisida malation dan deltametrin
Rataan (%)
Malation
Deltametrin
2g/L
1.5g/L
1g/L
0.5g/L 2g/L
1.5g/L 1g/L
0.5g/L
100.0
100.0
100.0
100.0
3.3
5.0
13.3
0
100.0
100.0
100.0
100.0
1.7
5.0
13.3
1.7
100.0
100.0
100.0
100.0
3.3
5.0
20.0
3.3
100.0
100.0
100.0
100.0
0
6.7
15.0
5.0
100.0
100.0
100.0
100.0
0
5.0
15.0
5.0
100.0
100.0
100.0
100.0
0
8.3
13.3
8.3
100.0
100.0
100.0
100.0
0
6.7
11.7
8.3
100.0
100.0
100.0
100.0
0
5.0
10.0
8.3
100.0
100.0
100.0
100.0
0
5.0
11.7
11.7
100.0
100.0
100.0
100.0
0
3.3
11.7
16.7
100.0
100.0
100.0
100.0
13.3
5.0
8.3
38.3
1.7
100.0
100.0
1.7
23.3
8.3
13.3
53.3
1.7
1.7
100.0
1.7
35.0
10.0
25.0
46.7
3.3
1.7
1.7
1.7
55.0
16.7
40.0
46.7
6.7
5.0
1.7
1.7
60
100.0
71.7
46.7
8.3
6.7
1.7
3.3
100.0
3.0
100.0
100.0
11.7
10.0
3.3
5.0
5.0
6.7
96.7
100.0
16.7
16.7
3.3
6.7
11.7
10.0
100.0
95.0
25.0
18.3
3.3
11.7
21.7
16.7
85.0
91.7
31.7
25.0
13.3
11.7
35.0
20.0
81.7
96.7
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
90.0
98.0
98.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0

Kementerian Pertanian (Kementan) (2012) bahwa insektisida dikatakan efektif
jika menyebabkan kematian tidak kurang dari 90% dalam waktu 24 jam.
Persentase rata-rata kejatuhan larva caplak dengan perlakuan insektisida
deltametrin mengalami fluktuasi seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan Gambar
7. Kejatuhan beberapa larva caplak terjadi pada setiap konsentrasi di menit awal
pengamatan setelah pemaparan. Sebesar 3.3% larva caplak jatuh di menit pertama
pada konsentrasi 2 g/L namun jumlah kejatuhan larva tersebut menurun hingga
0% di menit ke-4 setelah perlakuan, selanjutnya terjadi fluktuasi angka kejatuhan
larva hingga menunjukan kejatuhan 100% di menit ke-120. Hal yang sama juga
tejadi pada konsentrasi 1.5 g/L, 1 g/L dan 0.5 g/L. Terjadi fluktuasi kejatuhan
larva dan kejatuhan 100% pada ketiga konsentrasi tersebut. Kejatuhan larva
sebesar 100% terjadi di menit ke-60 pada konsentrasi 1.5 g/L, menit ke-120 pada
konsentrasi 1 g/L dan di menit ke-120 dan 180 pada konsentrasi 0.5 g/L.
Larva-larva yang jatuh pada setiap konsentrasi masih dalam keadaan hidup
namun kondisinya cukup lemah pada sebagian larva. Kejatuhan biasanya diikuti
dengan paralisis dan kematian, namun beberapa larva caplak tersebut tidak
langsung diikuti dengan kematian, beberapa caplak aktif bergerak kembali. Larva
mulai terlihat kembali melemah dan tidak terlihat adanya pergerakan dari tungkai
terjadi di menit ke-360 pada setiap konsentrasi. Kematian larva terjadi di menit
ke-1440 atau jam ke-24 setelah perlakuan. Kematian 100% terjadi pada

11
konsentrasi 2 g/L, sedangkan pada konsentrasi lain tidak terjadi kematian 100%,
namun terlihat jumlah persentase kematian larva lebih dari 95% pada konsentrasi
1.5 g/L, 1 g/L dan 0.5 g/L. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa insektisida
deltametrin efektif sebagai larvasida pada caplak B. microplus dengan mengacu
pada standar yang ditetapkan oleh Kementan (2012). Insektisida dapat dikatakan
efektif jika menyebabkan kematian tidak kurang dari 90% dalam waktu 24 jam.
Terdapat perbedaan bentuk kurva persentase kejatuhan larva caplak
terhadap malation dengan kurva persentase kejatuhan larva caplak terhadap
deltametrin seperti yang tersaji pada Gambar 6 dan 7. Kejatuhan larva dengan
menggunakan insektisida malation menunjukan bentuk kurva yang tinggi di awal
dan menurun curam pada menit ke-30 dan menit ke-40 setelah perlakuan, namun
kembali meningkat perlahan pada menit ke-60 sampai menit ke-360 atau pada jam
ke-6 pengamatan hingga kematian 100% pada menit jam ke-24 setelah perlakuan.
Sementara itu, kejatuhan larva terhadap insektisida deltametrin menunjukkan
bentuk kurva yang rendah pada awal pengamatan kemudian terjadi fluktuasi dan
meningkat perlahan hingga meningkat drastis pada menit ke-60, 120 dan 180 pada
masing-masing konsentrasi kemudian terjadi kematian lebih dari 90% pada jam
ke-24 setelah perlakuan. Caplak sangat tahan terhadap berbagai kondisi, hal
tersebut yang dapat menyebabkan beberapa larva bergerak kembali. Kematian
lebih dari 90% larva pada jam ke-24 setelah perlakuan menunjukkan bahwa
insektisida malation dan deltametrin efektif pada larva caplak B. microplus di
peternakan sapi potong daerah Jonggol.
Gejala-gejala klinis yang terlihat pada larva akibat perlakuan kedua
insektisida tidak terlalu berbeda karena malation dan deltametrin bekerja
menganggu kerja sistem saraf namun dengan mekanisme kerja yang berbeda.
Gejala yang teramati setelah perlakuan malation diantaranya adalah pingsan,
lemas dan tremor, sedangkan gejala yang teramati setelah perlakuan dengan
deltametrin diantaranya adalah konvulsi, hiperaktif dan lemas. Malation
mengakibatkan terjadinya penghambatan asetilkolinesterase pada proses transmisi
sinaptik. Sinaps merupakan sisi tempat berlangsungnya pemindahan impuls dari
ujung akson suatu neuron ke neuron lain. Pada sinaps, suatu neurotransmitter
yaitu asetilkolin dilepas dari terminal akson presinaptik dan mengalir
menyebrangi celah sinaptik. Dalam keadaan normal, asetilkolin dilepas oleh
neuron motorik yang berakhir di otot rangka, kemudian dipecah oleh enzim
asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin. Kolin ditarik terminal akson
kemudian kembali ke siklus awal. Penghambatan asetilkolinestersase
mengakibatkan asetilkolin tidak dapat dipecah menjadi asetat dan kolin sehingga
terjadi impuls saraf terus menerus. Aktivitas saraf yang terus menerus
mengakibatkan serangga tidak dapat bergerak atau bernapas secara normal dan
kemudian mati.
Deltametrin bekerja dengan mengikat gerbang sodium (VGSC). Dalam
keadaan normal, ketika serabut saraf cukup terstimulasi maka gerbang Na+ akan
terbuka dan terjadi depolarisasi. Setelah itu gerbang Na+ akan tertutup kembali
dan gerbang kalium terbuka menyebabkan ion K+ mengalir keluar sel, kemudian
terjadi repolarisasi. Deltametrin menyebabkan VGSC terikat, gerbang tersebut
tidak dapat tertutup kembali dan tidak terjadi repolarisasi atau kembali pada
keadaan istirahat sehingga stimulasi saraf terjadi secara terus menerus.

12
100

Kejatuhan (%)

80

60

2g/L
1.5g/L

40

1g/L
0.5g/L

20

0

Waktu (menit)

Gambar 6 Kurva persentase kejatuhan larva caplak B. microplus terhadap
malation

100

Kejatuhan (%)

80

60

2g/L

1.5g/L

40

1g/L
0.5g/L

20

0

Waktu (menit)

Gambar 7 Kurva persentase kejatuhan larva caplak B. microplus terhadap
deltametrin

13
Impuls saraf yang mengalami stimulasi secara terus menerus mengakibatkan
serangga mengalami hipereksitasi (kegelisahan) dan konvulsi (kekejangan)
(Slonane 2003; Lubis 2002; NPIC 2010a; NPIC 2010b).
Malation dan deltametrin diurai oleh bakteri yang terdapat di tanah serta
oleh sinar matahari yang dapat mengurai kedua insektisida tersebut di udara.
Malation juga dapat bercampur dengan air dan berpindah ke tempat lain melalui
tanah sehingga residu malation juga ditemukan di air sungai dan air sumur, namun
malation merupakan salah satu bahan aktif insektisida nonsistemik yang pada
aplikasinya tidak diserap oleh jaringan tanaman tetapi hanya menempel di bagian
luar tanaman. Waktu yang dibutuhkan malation untuk terurai menjadi setengah
dari jumlah asalnya (waktu paruh) di tanah adalah sekitar 17 hari, sedangkan
dalam air malation memiliki waktu paruh antara 2 sampai 18 hari tergantung pada
kondisi lingkungan.
Sementara itu, deltametrin memiliki waktu paruh berkisar antara 5.7
sampai 209 hari di tanah dan 5.9 sampai 17 hari pada permukaan tumbuhan.
Waktu paruh dapat berubah bergantung pada sifat kimiawi tanah, temperatur,
kandungan air dengan komposisi mineral yang tinggi atau kandungan material
organik. Ketika insektisida deltametrin masuk ke dalam tanah, zat tersebut
memiliki kecenderungan untuk terikat sangat kuat dengan partikel-partikel tanah
sehingga sangat kecil kemungkinan deltametrin untuk diserap oleh tumbuhan
(Fukuto 1990; Djojosumarto 2008; Raini 2009; NPIC 2010a; NPIC 2010b).
Penggunaan insektisida malation dan deltametrin di lingkungan sekitar
kandang terutama di rerumputan yang terdapat banyak larva caplak dapat
dilakukan karena kedua insektisida tersebut dapat terurai di alam, namun harus
tetap memperhatikan besar konsentrasi insektisida dan frekuensi penggunaan
insektisida tersebut agar tidak terjadi resistensi pada larva caplak atau caplak
dewasa serta serangga lain di lingkungan tersebut.
Banyak penelitian yang memaparkan kasus resistensi serangga hama
terhadap kedua insektisida tersebut. Sharma et al. (2012) memaparkan bahwa
telah terjadi resistensi pada B. microplus terhadap deltametrin di beberapa wilayah
di India. Kasus resistensi B. microplus terhadap insektisida lain juga ditemukan di
daerah Ujung Genteng, Sukabumi. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Badan
Karantina Pertanian (BKP) (2013) menunjukkan bahwa telah terjadi resistensi
pada caplak B. microplus terhadap insektisida klorpirifos hingga konsentrasi 2 g/L.
Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mengendalikan caplak B. microplus di
wilayah tersebut membutuhkan konsentrasi insektisida yang lebih tinggi.
Resistensi biasanya timbul sebagai akibat penggunaan satu jenis
insektisida secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Hal-hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi berkembangnya resistensi serangga terhadap
insektisida diantaranya adalah pergantian penggunaan jenis insektisida yang
berhubungan dengan daya racun, cara kerja, selektivitas, dan stabilitas racun.
Pergantian penggunaan insektisida tersebut perlu mempelajari bioekologi
serangga sasaran dan musuh alaminya, yang dilakukan dengan cara memonitor
tingkat resistensi suatu serangga untuk menentukan metode dan jenis insektisida
yang dapat digunakan selanjutnya.
Selain pergantian insektisida, pengembangan dan optimalisasi penggunaan
insektisida produk baru serta pengurangan ketergantungan terhadap insektisida
kimiawi juga perlu dilakukan yaitu dengan cara penggunaan insektisida

14
berdasarkan ambang kendali, penggunaan semiochemical seperti feromon,
pemanfaatan musuh alami, dan pengendalian secara kultur teknis (Setyolaksono
2013).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kepadatan larva caplak sapi B. microplus di peternakan sapi potong daerah
Jonggol rata-rata sebesar 35 larva caplak/m2. Kematian lebih dari 90% larva
caplak B. microplus terjadi pada jam ke-24 setelah diberi perlakuan insektisida
malation dan deltametrin. Insektisida malation dan deltametrin efektif sebagai
larvasida pada larva caplak B. microplus di lokasi penelitian.
.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penggunaan insektisida
malation dan deltametrin pada caplak dewasa serta penggunaannya di lingkungan
sekitar kandang di peternakan sapi potong Jonggol. Pengujian terhadap insektisida
golongan lain juga perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitasnya pada caplak
B. microplus.

DAFTAR PUSTAKA
[BKP] Balai Karantina Pertanian. 2013. Efektifitas pemberian berbagai jenis
insektisida terhadap vektor penyakit babesiosis dan anaplasma pada sapi dan
kambing/domba dengan teknik penyemprotan. Bekasi (ID): Balai Uji Terap
Teknik dan Metoda Karantina Pertanian, BKP.
Boewono DT, Widyastuti U, Heryanto B, Mujiono. 2012. Pengendalian vektor
terpadu pengaruhnya terhadap indikator entomologi daerah endemis malaria
Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan. Media Litbang Kesehatan 22(4): 152 –
160.
Bouwman H, Sereda B, Meinhardt HM. 2006. Simultaneous presence of DDT and
pyrethroid residues in human breast milk from a malaria endemic area in
South Africa. Environ Pollut 144: 902 – 917.
Djojosumarto P. 2008. Panduan Lengkap Pestisida dan aplikasinya. Armando R,
editor. Jakarta (ID) : PT. Agromedia Pustaka.
Fukuto TR. 1990. Mechanism of Action of Organophosphorus and Carbamate
Insecticides. Environ Health Persp 87 : 245-254.
Georgi JR. 1980. Parasitology for Veterinarians 3rd ed. Taipei (TW): Yi Hsien
Publishing co.
Gunandini DJ. 2006. Caplak atau Sengkemit dalam Hama Pemukiman Indonesia:
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit HS, Hadi UK, editor. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. hal 150-157.

15
Hadi UK dan Soviana S. 2010. Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya.
Bogor (ID): IPB Pr.
Harahap IS. 2001. Aspek biologis caplak sapi Boophilus microplus (Canestrini,
1887) Indonesia dalam kondisi laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Jongejan F dan Uilenberg G. 2004. The global importance tick[internet].[diunduh
pada
2014
Oktober
1].
Tersedia
pada
http://
http://cbpv.org.br/artigos/CBPV_artigo_017.pdf.
Junquera P. 2014. Boophilus cattle ticks: biology, prevention and control.
Boophilus microplus, Boophilus decoloratus, Boophilus annulatus
Rhipicephalus microplus[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 1]. Tersedia
pada http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article
&id=2543&itemid=2819.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi
Pestisida Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian RI.
Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Gatut A, penerjemah; Wardiarto, editor.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Textbook
Veterinary Parasitology.
Lubis HS. 2002. Deteksi dini dan penatalaksanaan keracunan pestisida golongan
organofosfat pada tenaga kerja. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatera Utara[internet].[diunduh pada 2014 September 3]. Tersedia pada
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3694/1/k3-halinda.pdf.
Martins AJ dan Valle D. 2011. The pyrethroid knockdown resistance. Laboratório
de Fisiologia e Controle de Artrópodes Vetores, Instituto Oswaldo Cruz.
Brazil[internet].[diunduh pada 2014 Juli 13]. Tersedia pada
http://researchgate.net.
Matsumura F. 1975. Toxicology of Insecticides. New York (US): Plenum
Publishing Corporation.
Matthew R. 2001. Ticks[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 1]. Tersedia pada
http://www.nhc.ed.ac.uk/index.php?page=24.25.11.
Mc Culloch, Lewish RN. 1968. Ecological studies of the cattle tick, Boophilus
microplus in the north coast district of New South Wales. Aust J Agr Res 19:
689-710.
NCSU [North Carolina State University]. 2014. Tick anatomy and
terms[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 1]. Tersedia pada
http://parasitology.cvm.ncsu.edu/vmp930/keys/ticks/tickterms.html.
NPIC
[National
Pesticide
Information
Centre
].
2010a.
Malathion[internet].[diunduh pada 2014 September 3]. Tersedia pada
http://npic.orst.edu/factsheets/malagen.html.
NPIC
[National
Pesticide
Information
Centre
].
2010b.
Deltamethrin[internet].[diunduh pada 2014 September 25]. Tersedia pada
http://npic.orst.edu/factsheets/DeltaGen.html.
Onofre SB, Miniuk CM, Barros NM, Azevedo JL. 2001. Pathogenicity of four
strains of entomopathogenic fungi against the bovine tick Boophilus
microplus. Am. J. Vet Res 62(9): 1478 – 1480.
Raini M. 2009. Toksikologi insektisida rumah tangga dan pencegahan keracunan.
Media Penelit. Dan Pengembang Kesehat. XLX: 27-33.

16
Setyolaksono
MP.
2013.
Mengatasi
resistensi
hama
terhadap
pestisida[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 21]. Tersedia pada
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-251-mengatasiresistensi-hama-terhadap-pestisida-.html.
Sharma AK, Kumar R, Kumar S, Nagar G, Singh NK, Rawat SS, Dhakad ML,
Rawat AKS, Ray DD, Ghosh S. 2012. Deltamethrin and cypermethrin
resistance status of Rhipicephalus (Boophilus) microplus collected from six
agro-climatic regions of India. Vet Parasitol 188: 337-345.
Slonane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Widyastuti P, editor.
Jakarta (ID): EGC.
Sofwan I. 1985. Pemberantasan caplak sapi, Boophilus microplus (canestrini)
dengan pestisida dan masalah resistensi yang diakibatkannya [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals 7th ed. London (UK): Bailliere Tindall.
Sukarsih S, Partoutomo E, Satria CH, Eisemann dan Wiladsen P. 1999.
Pengembangan vaksin myasis: deteksi in vitro respon kekebalan protektif
antigen protein peritrophic membrane, pelet dan supernatan larva L1 lalat
Chrysomya bezziana pada domba. JITV 4(3): 202–208.
Wahyuwardani S. 1995. Pengaruh perkembangan tubuh caplak Boophilus
microplus betina dewasa terhadap fertilitas telurnya. JITV 1(1): 62 – 67.
WHO [World Health Organization]. 1990. WHO specifications and evaluations
for public health pesticides, D-Phenothrin. Geneva (SE) : WHO Library
Cataloguing in Publication Data.
Wilkinson PR. 1953. Observations on the sensory Physiology and
Behaviour of larvae of the cattle tick, Boophilus microplus (Can.)
(Ixodidae). Aust J Zool 1(3) 345 – 356.
Wirawan IA. 2006. Insektisida Permukiman dalam Hama Pemukiman Indonesia:
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit HS, Hadi UK, editor. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. hal 315-433.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Tagerang, Banten pada tanggal 18 Agustus 1992
sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Henrajaya dan Ibu Siti Zahro. Penulis
berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Tangerang 1 pada
tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menegah pertama di SMP
Negeri 17 Tangerang dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan sekolah
menengah atas di SMA Negeri 2 Tangerang menempuh pendidikan selama 3
tahun dan lulus pada tahun 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas
Kedokteran Hewan pada bulan Juli 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri. Selama menjadi mahasiswa penulis tergabung dalam
Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik
divisi hewan kecil. Penulis juga mengikuti magang profesi, pengabdian
masyarakat dan beberapa kegiatan kepanitiaan acara HIMPRO.