Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi

EFIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN
TERHADAP LARVA CAPLAK Boophilus microplus DARI
DESA PANGUMBAHAN KECAMATAN CIRACAP
KABUPATEN SUKABUMI

EKO PRASETYO NUGROHO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Insektisida
Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan
Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Eko Pasetyo Nugroho
NIM B04090074

ABSTRAK
EKO PRASETYO NUGROHO. Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva
Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten
Sukabumi. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.
Desa Pangumbahan merupakan daerah pesisir pantai yang warganya bekerja
sebagai nelayan. Kegiatan lain yang dilakukan adalah beternak sapi. Boophilus microplus
merupakan ektoparasit utama yang menginfestasi sapi pada wilayah tropis dan subtropis.
B. microplus juga dapat ditemukan juga pada anjing, kambing, dan kerbau. Infestasi
caplak pada sapi menyebabkan dampak langsung seperti iritasi kulit dan hilang bobot
badan serta dampak tidak langsung yaitu sebagai vektor penyakit. Pengendalian
ektoparasit ini pada umumnya menggunakan insektisida. Sipermetrin merupakan
insektisida golongan piretroid sintetis yang banyak digunakan untuk mengendalikan
serangga kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efikasi insektisida
Sipermetrin terhadap larva caplak sapi B. microplus. Sebanyak 20 larva caplak dalam

kain kassa masing-masing dicelupkan selama 1 menit pada 8 kelompok konsentrasi, yaitu
0.125 gr/L; 0.25 gr/L; 0.5 gr/L; 1 gr/L; 1.5 gr/L; 2 gr/L; 2.5gr/L; dan 3 gr/L. Kelompok
kontrol dilakukan dengan cara yang sama tetapi tanpa kontak dengan insektisida.
Pengamatan kematian larva dilakukan pada 1; 2; 3; 4; 5; 6; 12; 24; dan 48 jam pasca
kontak. Setiap konsentrasi dilakukan tiga kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi efektif adalah 2 gr/L yang merupakan konsentrasi terendah yang
menghasilkan persentase rata-rata sebesar 91.67 % pada 24 jam pasca kontak. Semakin
tinggi konsentrasi insektisida yang diberikan akan mempercepat kematian larva caplak.

Kata kunci: B. microplus, efikasi, Pangumbahan, Sipermetrin

ABSTRACT
EKO PRASETYO NUGROHO. The Efficacy of Cypermethrin Insecticide Against on
Cattle Ticks Larva Boophilus microplus Collected from Pangumbahan Village
Ciracap Sub-district Sukabumi Regency. Supervised by UPIK KESUMAWATI
HADI and SUPRIYONO.
Pangumbahan is a village located in a coastal areas that people there mostly works
as fisherman. Other people activities undertaken are raising cattle. The cattle tick
Boophilus microplus is considered the most importance cattle ectoparasite in tropics and
subtropics region. B. microplus was also found on dog, goat and buffalo. Tick infestations

in cattle causes direct impact such as skin irritation and loss of body weight and indirect
impact such as vectors of diseases. This ectoparasite generally controled by using
insecticide. Cypermethrin is synthetic pyretroids insecticide that mostly used to control
household insect. The aim of this research was to determine the effication of
Cypermethrin against cattle ticks larva of B. microplus. A number of 20 ticks larvae in
gauze were dipped during 1 minute into 8 concentrations (0.125 gr/L; 0.25 gr/L; 0.5 gr/L;
1 gr/L; 1.5 gr/L; 2 gr/L; 2.5gr/L; and 3 gr/L). Control group done by the same method
without any contact to the insecticide. The tick mortality observed at 1; 2; 3; 4; 5; 6; 12;
24; and 48 hours post exposure. The result showed that the effective concentration was 2
gr/L with average of mortality was 91.67% in 24 hours post exposure. The higher
concentration of the insecticide caused the fastest death of the tick larvae.

Keywords: B. microplus, Cypermethrin, efficacy, Pangumbahan

EFIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN
TERHADAP LARVA CAPLAK Boophilus microplus DARI
DESA PANGUMBAHAN KECAMATAN CIRACAP
KABUPATEN SUKABUMI

EKO PRASETYO NUGROHO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak
Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan
Ciracap Kabupaten Sukabumi
Nama
: Eko Prasetyo Nugroho
NIM
: B04090074


Disetujui oleh

Prof drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD
Pembimbing I

drh Supriyono, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak
Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan
Ciracap Kabupaten Sukabumi
Eko Prasetyo Nugroho
Nama

B04090074
NIM

Disetujui oleh

'---Mセz⦅

RセZM

Prof drh Coil Kesumawati Hadi, MS, PhD
Pembimbingl

drh Supriyono, MSi
Pembimbing 11

. . kultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

rO 3 MAR ?014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Efikasi Insektisida
Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan
Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi berhasil dilaksanakan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 sampai dengan September 2013 ini
menguji efektivitas insektisida tersebut sehingga nantinya diharapkan mampu
mengatasi kejadian infestasi caplak pada peternakan sapi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. drh. Upik Kesumawati Hadi,
MS, PhD dan Bapak drh. Supriyono MSi. selaku pembimbing, serta Yanida
Yusup Setiawan dan Novita Elfrida Br Depari sebagai rekan satu tim penelitian.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Fahmi Khairi dan Septian
Rahardiantoro yang telah banyak membantu selama pengumpulan dan pengolahan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Orang tua serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Eko Prasetyo Nugroho


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Caplak Sapi Boophilus microplus

2

Caplak Sebagai Vektor Penyakit dan Pengganggu


3

Pengendalian Caplak

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Koleksi Caplak Sapi B. microplus

5

Teknik Aplikasi Insektisida


5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Keadaan Peternakan Sapi Rakyat Desa Pangumbahan

6

Hasil Uji Efikasi Terhadap Larva Caplak

7

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Persentase Rata-rata Kematian larva caplak B. microplus setelah
paparan Sipermetrin mulai jam 1-48
2 Persentase Kematian Larva Caplak pada 24 Jam Setelah Perlakuan
3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi

9
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Caplak sapi B. microplus
2 Sapi Peranakan Ongole terinfestasi caplak
3 a. Keropeng pada kulit sapi oleh infestasi caplak; b. Infestasi caplak daerah
gelambir; c. Infestasi caplak daerah gumba ; dan d. Infestasi caplak
daerah ambing dan diantara kaki belakang
4 Persentase Kematian Larva Caplak setiap Dosis terhadap Jam ke-

2
6

7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Statistik Deskriptif
2 Analisa Ragam Faktor Dosis, Jam ke-, dan kombinasinya
3 Nilai Probabilitas Lethal Concentration

14
16
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan asal hewan terutama daging
selalu meningkat. Menurut badan pusat statistik (BPS) (2012), jumlah populasi
sapi potong yang ada di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebanyak 15.980.697
ekor. Pemenuhan konsumsi masyarakat akan daging sapi masih terkendala akan
ketersediaannya di pasaran. Pemerintah mengupayakan ketersediaan daging
konsumsi masyarakat melalui peningkatan kegiatan peternakan dan impor sapi.
Usaha lain dapat berupa perbaikan manajemen serta rekayasa genetika untuk
mendapatkan keturunan yang lebih baik. Tindakan pemeliharaan juga mutlak
diperhatikan karena menjadi faktor pencegah timbulnya penyakit pada ternak.
Penyakit ternak yang sering terjadi adalah penyakit parasitik sehingga
membutuhkan perhatian khusus untuk menanganinya.
Beberapa jenis arthropoda seperti lalat dan caplak merupakan vektor
penyakit yang paling penting pada hewan. Boophilus microplus merupakan
ektoparasit yang paling banyak menyerang sapi, rusa, kerbau, kuda, domba, babi,
keledai, dan beberapa mamalia liar (Benitez et al. 2012). Caplak ini merupakan
ektoparasit utama pada sapi yang dapat hidup pada wilayah tropis dan subtropis
(Bellgard et al. 2012; Fernandez-Salas et al. 2012; Ueno et al. 2012). Horak et al.
(2009) menyatakan selain ditemukan pada sapi, B. microplus juga dapat
ditemukan pada kambing dan anjing.
Dampak yang ditimbulkan akibat infestasi caplak ini pada sapi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak
langsung dari infestasi caplak antara lain iritasi, hilang bobot badan, dan
kerusakan kulit, sedangkan dampak tidak langsung adalah peran caplak sebagai
vektor penyakit dan dapat menyebabkan miasis pada titik gigitan (Benitez et al.
2012; Fernandez-Salas et al. 2012). Oleh karena itu, upaya pengendalian terhadap
infestasi ektoparasit tersebut perlu dilakukan. Pengendalian dapat dilakukan
dengan penggunaan bahan kimia seperti pestisida. Satu diantara pestisida yang
sering digunakan adalah insektisida Sipermetrin.
Sipermetrin merupakan golongan insektisida piretroid sintetis dengan
spektrum yang luas dan efek neurotosik yang cepat. Daya kerja insektisida ini
sangat cepat untuk membunuh serangga dengan cara memengaruhi sistem syaraf
pusat. Insektisida ini memiliki struktur kimia yang serupa dengan Piretrin. Piretrin
adalah senyawa yang terkandung dalam bunga Chrysanthemum cinerariaefolium
(Wirawan 2006). Insektisida ini sangat baik terhadap caplak yang telah resisten
terhadap hidrokarbon berklor (Gunandini 2006). Sipermetrin merupakan
insektisida yang pada umumnya digunakan untuk mengendalikan serangga
terbang seperti lalat, nyamuk, dan lipas serta beberapa hama pertanian seperti
hama penggerek. Penggunaan insektisida Sipermetrin dalam pengendalian
infestasi caplak B. microplus di Indonesia masih jarang dilakukan. Oleh karena
itu, uji efikasi untuk menentukan efektivitas Sipermetrin terhadap larva caplak B.
microplus sehingga dapat digunakan untuk pengendalian caplak tersebut perlu
dilakukan.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi insektisida Sipermetrin
terhadap larva caplak sapi B. microplus.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
tingkat efektifitas insektisida Sipermetrin terhadap caplak sapi B. microplus,
sehingga dapat digunakan dalam pengendalian.

TINJAUAN PUSTAKA
Caplak Sapi Boophilus microplus
B. microplus merupakan caplak keras yang termasuk Kelas Arachnida,
Famili Ixodidae. Boophilus merupakan subgenus dari genus Rhipicephalus
(Barker dan Murrell 2004). Tubuh caplak keras berbentuk bulat telur dan
mempunyai kulit (integumen) yang liat dan mempunyai 4 pasang kaki. Kapitulum
terdiri dari sepasang hipostom, sepasang khelisera, dan sepasang pedipalpus.
Basis kapitulum caplak ini memiliki batas lateral angular (berbentuk heksagonal).
Bagian dorsal caplak ini mempunyai skutum atau perisai yang menutupi seluruh
bidang dorsal tubuh pada caplak jantan, sedangkan pada betina skutum hanya
menutupi sepertiga bagian tubuh anterior. Oleh karena itu tubuh caplak betina
dapat berkembang lebih besar dari pada yang jantan setelah mengisap darah.
Matanya baik pada yang jantan maupun betina terletak pada sisi lateral skutum.
Caplak jantan dan betina tidak terdapat festoon (Hadi dan Soviana 2010; Walker
et al. 2003).

Gambar 1 Caplak sapi B. microplus
Berdasarkan jumlah inang yang diperlukan caplak dalam melengkapi satu
siklus daur hidupnya dikenal istilah caplak berumah satu, berumah dua dan
berumah tiga. B. microplus merupakan caplak berumah satu yang
perkembangbiakan stadium larva hingga dewasa terjadi dalam satu induk semang
(inang). Stadium kehidupan caplak ini terdiri dari stadium parasitik dan nonparasitik. Stadium parasitik dimulai pada saat larva menempel pada tubuh inang
sampai dengan caplak tumbuh dewasa. Caplak dewasa akan mengisap darah inang
kemudian setelah kenyang dengan darah maka caplak akan jatuh dari tubuh inang.

3
Pada stadium non-parasitik dimulai saat caplak dewasa kenyang darah yang jatuh
sampai dengan stadium larva generasi berikutnya sebelum menempel pada tubuh
inang (Hadi dan Soviana 2010; Walker et al. 2003).
Caplak dewasa setelah kawin akan mengisap darah sampai kenyang, lalu
jatuh ke tanah kemudian bertelur. Caplak betina tersebut akan mati setelah
bertelur. Larva yang baru menetas segera akan menunggu dan mencari inangnya
melalui rumput vegetasi serta dengan bantuan alat olfaktoriusnya. Caplak dapat
bertahan terhadap cekaman seperti perubahan fisik misalnya terendam air,
kekeringan atau ketiadaan makanan dalam waktu berbulan-bulan (Hadi 2011).
Pada musim panas caplak ini dapat bertahan selama 3-4 bulan tanpa makan,
sedangkan pada temperatur yang lebih dingin bisa bertahan sampai dengan 6
bulan. Manurung (2002) memaparkan bahwa infestasi caplak pada sapi di
Indonesia paling sering terjadi 70% pada akhir musim hujan (April-Mei), diikuti
25% pada musim penghujan (Oktober-Maret), dan 5% pada musim kemarau
(Juni- September). Caplak yang tidak mendapat inang akan mati karena kelaparan.
Saat berada pada inangnya, ia akan mengisap darah inang hingga kenyang
(enggorged) lalu tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan segera berganti kulit
(molting) menjadi nimfa. Nimfa pun mengisap darah kembali, setelah kenyang
akan molting menjadi caplak dewasa. Satu siklus daur hidup berkisar antara 6
minggu sampai 3 tahun, dan caplak dewasa dapat bertelur sekitar 100-18.000
butir/caplak (Hadi 2011). Akan tetapi, menurut Gunandini (2006) seekor caplak
sapi betina dapat menghasilkan telur sebanyak 4400 butir dan akan menetas
menjadi larva setelah 14-146 hari.
Caplak Sebagai Vektor Penyakit dan Pengganggu
Caplak adalah arthropoda pengisap darah yang dapat menyerang hewan dan
manusia, baik secara langsung dengan aktivitas mengisap dan secara tidak
langsung dengan menjadi vektor dari berbagai patogen mulai dari virus sampai
dengan parasit protozoa kompleks lainnya (Bastos et al. 2010). Akibat dari
aktivitas mengisap darah tersebut, inang yang terserang menjadi anemia dan
teriritasi. Garukan yang hebat dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa jenis caplak keras berperan sebagai vektor berbagai penyakit, beberapa
jenis caplak ini juga menghasilkan toksin (ixovotoxin) seperti Ixodes holocyclus
dan Dermacentor andersoni yang memengaruhi susunan syaraf pusat dan
neuromuscular junction sehingga menimbulkan kelumpuhan (tick paralysis)
(Hadi 2011). Infestasi caplak menyebabkan anemia sebagai salah satu penyebab
penurunan produksi susu, dan penampilan reproduksi sapi, penurunan produksi
daging, kerusakan kulit, dan sebagai vektor Babesia bovis, Babesia bigemina, dan
Anaplasma marginale (Walker et al. 2003). Caplak dapat menularkan penyakit
melalui dua cara yaitu secara transtadial dan transovarial. Secara transtadial
artinya setiap stadium caplak baik larva, nimfa maupun dewasa mampu menjadi
penular patogen, sedangkan secara transovarial artinya caplak dewasa betina yang
terinfeksi patogen akan dapat menularkannya pada generasi berikutnya melalui
sel-sel telur (Hadi 2011).

4
Pengendalian Caplak
Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi dan meniadakan infestasi
caplak pada tubuh inang. Banyak hal yang memengaruhi jumlah infestasi caplak
pada sapi, satu di antaranya adalah penggembalaan ternak secara bebas di padang
rumput, sehingga tindakan preventif harus dilakukan untuk meminimalisir tingkat
infestasi. Aplikasi dengan bahan kimia (akarisida) adalah metode paling umum
digunakan dalam pengendalian caplak.
Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan caplak antara lain adalah
Doramectin. Doramectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi alami
yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di Jepang
(Praag 2003). Keunggulan insektisida ini memiliki spektrum luas yang dapat
mengendalikan ektoparasit dan endoparasit. Doramectin efektif terhadap infestasi
caplak B. microplus di Brazil pada konsentrasi 200 mcg/kg dengan nilai reduksi
mencapai 94% pada hari ke-12 setelah paparan (Caproni et al. 1998). Ueno et al.
(2012) juga melaporkan di Sao Paolo, Brazil bahwa penggunaan Amitraz 0.25
mg/mL, Deltametrin 0.025 mg/mL, dan Sipermetrin 0.15 mg/mL dalam
pengendalian caplak R. microplus dengan metode immersion test secara berurutan
menunjukkan nilai reduksi rata-rata sebesar 73.32%, 17.38%, dan 26.61%.
Pengendalian infestasi caplak R. microplus di barat daya Amazon, Brazil
menggunakan Sipermetrin 0.00015% memiliki nilai reduksi sebesar 48.3576.84%, dan Moxidectin 0.0001% yang menghasilkan efektifitas tertinggi yaitu
dengan nilai reduksi 95.84-100% (Brito et al. 2011). Sementara itu Mendes et al.
(2007) melaporkan B. microplus dari 12 peternakan di wilayah Vale do Paraiba,
Sao Paolo, Brazil yang diuji dengan larval packet test (LPT) menunjukkan
established resistence terhadap Piretroid (Sipermetrin: 16.7% sensitif, 8.3%
resisten level 1, dan 75% resisten level 2; Deltametrin: 25% sensitif, 33.3%
resisten level 2, dan 41.7% resisten level 3) dan emerging resistence terhadap
organofosfat (Klorpirifos: 58.3% sensitif, 33.3% resisten level 1, dan 8.4%
resisten level 2).
Fernandez-Ruvalcaba et al. (2010) menjelaskan bahwa penggunaan protein
dengan immersion test dari 4 strain Bacillus thuringiensis (GP123, GP138, GP139,
dan GP140) dengan konsentrasi masing-masing sejumlah 1.25 mg/mL pada
caplak R. microplus yang resisten terhadap golongan organophospat, piretroid,
dan amidine dapat menyebabkan kematian caplak R. microplus dengan nilai
reduksi secara berurutan yaitu 91.6%, 95.8%, 79.15%, dan 85.41% pada hari ke20 setelah perlakuan. Dari 53 peternakan di Veracruz, Mexico yang terinfestasi R.
microplus, sebanyak 24 peternakan (45,3%) menghasilkan nilai reduksi hingga
100% dengan pemberian Amitraz 0.0002% menggunakan metode modified larval
immersion test (MLIT). Selain itu, sebanyak 5 peternakan (9.4%) menunjukkan
nilai reduksi 100% dengan pemberian Sipermetrin 0.05% menggunakan metode
LPT (Fernandez-Salas et al. 2012). Sementara itu di Indonesia Manurung dan
Beriajaya (2002) melaporkan bahwa larutan 40% ekstrak biji srikaya secara in
vitro dapat mengendalikan caplak B. microplus yaitu dapat membunuh stadium
nimfa 43.6%, membunuh caplak dewasa 91.8%, dan mencegah caplak betina
dewasa tidak bertelur 84.5%. Beberapa insektisida lain yang banyak digunakan
dalam pengendalian B. microplus adalah Arsenik, Butacarb, Klorfenvifos,
Koumafos, Klorpirifos, Dioksation, dan Fosolone.

5
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan September
2013 di Laboratorium Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

Koleksi Caplak Sapi B. microplus
Caplak dewasa kenyang darah yang dikoleksi dari sapi potong di Desa
Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi disimpan dalam tabung
penyimpanan khusus. Saat koleksi caplak di lapang, dilakukan pengamatan
terhadap gejala klinis pada sapi dan cara pemeliharaan sapi oleh peternak.
Pencatatan waktu dilakukan saat caplak bertelur sampai dengan menetas menjadi
larva. Kondisi kelembaban dan suhu tabung penyimpanan dijaga dengan
pemberian kapas basah secukupnya dan menggunakan lampu untuk
menghangatkan pada saat sebelum dan setelah caplak tersebut bertelur sampai
dengan menetas menjadi larva selama 6-7 hari. Tabung penyimpanan diletakkan
di atas genangan air agar terhindar dari gangguan serangga lain.

Teknik Aplikasi Insektisida Sipermetrin
Sipermetrin yang digunakan pada penelitian ini adalah Sipermetrin 40 WP
(Maxkiller®). Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan dan 1 kelompok
kontrol. Konsentrasi yang digunakan adalah 0.125 gr/L, 0.25 gr/L, 0.5 gr/L, 1 gr/L,
1.5 gr/L, 2 gr/L, 2.5 gr/L, dan 3 gr/L. Sebanyak 20 ekor larva caplak diletakkan
pada kain kassa lalu diikat, kemudian dicelupkan pada masing-masing konsentrasi
selama satu menit (Adventini 2006). Setelah itu larva caplak diletakkan pada
cawan petri. Kelompok kontrol dilakukan dengan cara yang sama tetapi tanpa
kontak dengan insektisida. Kematian larva caplak diamati pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12,
24, dan 48 jam setelah perlakuan. Setiap konsentrasi dilakukan tiga kali
pengulangan.

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dua faktor dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor-faktor penentu kematian larva caplak
dianalisa lanjut menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA). Efikasi
insektisida yang diuji ditentukan berdasarkan persentase kematian dalam periode
waktu tertentu yaitu jumlah larva caplak yang mati tidak kurang dari 90% dalam
waktu 24 jam pasca kontak (KEMENTAN 2012).

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Peternakan Sapi Rakyat Desa Pangumbahan
Desa Pengumbahan adalah satu di antara desa yang berada di Kecamatan
Ciracap Kabupaten Sukabumi. Desa yang berada di Kecamatan Ciracap tersebut
merupakan daerah pesisir pantai yang mayoritas warganya bekerja sebagai
nelayan. Kegiatan lain yang dilakukan warga adalah beternak sapi potong. Sapi
Peranakan Ongole (PO) banyak dipelihara oleh peternak di Kecamatan Ciracap
(Gambar 2). Umumnya cara pemeliharaannya secara digembalakan di sawah
kering, tegalan atau padang rumput dan kebun kelapa. Sapi tersebut mulai
digembalakan pukul 09.00 sampai dengan pukul 17.00 yang kemudian dibawa
pulang dan diletakkan pada kandang sederhana. Sapi yang dipelihara banyak
terinfestasi caplak. Dari tiga sapi yang diamati dari satu peternak, ketiganya
menunjukkan positif terinfestasi caplak. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
caplak yang menginfestasi sapi peternak adalah B. microplus.

Gambar 2 Sapi Peranakan Ongole terinfestasi caplak
Jumlah populasi sapi dan kerbau tertinggi di Kabupaten Sukabumi terdapat
di Kecamatan Ciracap dengan jumlah populasi sebanyak 2997 ekor (BPS 2013).
Jumlah populasi yang tinggi tersebut dapat berpotensi terserang penyakit
ektoparasit pada ternak yaitu infestasi caplak B. microplus. Apabila kasus infestasi
caplak ini tidak segera diatasi dapat menyebabkan kerugian ekonomi peternak
akibat nilai jual sapi yang menurun. Sapi yang terinfestasi caplak akan
menunjukkan gejala klinis yaitu sapi tersebut terlihat kurus dan akan mengalami
kegatalan sehingga akan menimbulkan perlukaan akibat sapi yang menggosokkan
bagian tubuhnya yang gatal pada permukaan benda yang kasar seperti pada
permukaan pohon. Perlukaan tersebut dapat menarik serangga lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder, serangga tersebut misalnya lalat. Lalat
akan bertelur pada luka tersebut dan menetas menjadi larva sehingga terjadi
proses belatungan (miasis). Infeksi sekunder juga dapat disebabkan oleh tidak
sterilnya permukaan benda yang menjadi media sapi menggosokkan tubuhnya.
Perlukaan tersebut lambat laun akan berkembang menjadi keropeng (Gambar 3a).
Hal itu dapat memperparah kondisi sapi yang menyebabkan pengobatan yang
lebih kompleks. Daerah yang paling banyak terserang adalah pada permukaan
kulit gelambir, gumba, dan dekat ambing serta diantara 2 kaki belakang (Gambar
3b, 3c, 3d).

7
B. microplus adalah caplak berumah satu, yaitu mulai dari stadium larva,
nimfa, dan dewasa hidup pada satu ekor hewan. Satu siklus daur hidup berkisar
antara 6 minggu sampai 3 tahun, dan caplak dewasa dapat bertelur sekitar 10018.000 butir/caplak (Hadi 2011). Setiap caplak mengisap darah sapi 0.5 ml dan
apabila populasi caplak pada sapi mencapai 6.000-10.000 ekor maka dapat
membunuh sapi dewasa (Barnett 1968). Sapi yang terinfestasi caplak ini juga
beresiko untuk tertular penyakit akibat caplak yang membawa mikroorganisme
patogen satu diantaranya B. bovis. Sapi juga akan mengalami anemia jika infestasi
caplak ini terjadi terus menerus dan tidak segera ditangani yang akan
memengaruhi penurunan produksi daging.

A.

B.

C.

D.

Gambar 3 a. Keropeng pada kulit sapi akibat infestasi caplak; b. Infestasi caplak daerah
gelambir; c. Infestasi caplak daerah gumba; d. Infestasi caplak daerah ambing
dan diantara kaki belakang.

Hasil Uji Efikasi terhadap Larva Caplak
Konsentrasi Sipermetrin yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi.
Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 1. Persentase kematian di atas 50%
terjadi pada 24 jam setelah kontak untuk semua konsentrasi. Persentase rata-rata
kematian larva caplak tertinggi tejadi saat pemberian konsentrasi 3 gr/L yang
dapat membunuh 100% larva caplak pada 24 jam setelah paparan. Konsentrasi
lain memberikan total persentase rata-rata kematian larva caplak lebih rendah. Hal
tersebut dapat disebabkan nilai konsentrasi yang lebih rendah memengaruhi daya
bunuh insektisida terhadap serangga target. Semakin tinggi konsentrasi akan
menghasilkan persentase rata-rata kematian yang lebih tinggi dan membutuhkan
waktu yang lebih singkat. Insektisida dikatakan efektif apabila dengan konsentrasi
yang rendah mampu menghasilkan persentase rata-rata kematian tidak kurang dari
90% dalam waktu 24 jam pasca kontak (KEMENTAN 2012). Walaupun
konsentrasi 3 gr/L memberikan persentase rata-rata kematian yang tinggi, jumlah
tersebut terlalu banyak untuk diaplikasikan yang menyebabkan tingginya resiko
yang ditimbulkan. Hal ini sesuai dengan Setyolaksono (2013) yang menyatakan
bahwa terdapat 5 prinsip yang harus digunakan dalam penggunaan pestisida,

8
antara lain: tepat sasaran; tepat jenis; tepat waktu; tepat konsentrasi; dan tepat
cara. Konsentrasi 2 gr/L merupakan konsentrasi terendah yang mampu
menghasilkan persentase rata-rata kematian sebesar 91.67% pada 24 jam pasca
kontak. Hasil tersebut juga digambarkan dalam grafik (Gambar 4).
Hasil pengolahan data diperoleh nilai LC50 adalah 2.15 gr/L dan nilai LC90
adalah 6.61 gr/L (Lampiran 3). Berdasarkan hal tersebut, Sipermetrin
membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi dalam membunuh larva caplak B.
microplus. Jika dibandingkan dengan Setiawan (2013) melaporkan bahwa
Sipermetrin dengan konsentrasi efektif yang rendah yaitu 0.5 gr/L sudah mampu
mengendalikan kutu ayam dengan reduksi mencapai 100% pada 24 jam setelah
perlakuan menggunakan metode spray. Faktor lain yang dapat memengaruhi
efektivitas suatu insektisida adalah lamanya waktu paparan. Terdapat perbedaan
onset insektisida pada setiap aplikasi. Perbedaan tersebut menyebabkan waktu
kematian caplak yang berbeda. Semakin lama serangga target terpapar suatu
insektisida akan menghasilkan rata-rata kematian yang lebih tinggi. Hasil yang
diperoleh menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lama waktu paparan dan
konsentrasi (p