Pembuatan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dari Kitin Karapas Udang dengan Metode Autoklaf

 

PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl)
DARI KITIN KARAPAS UDANG
DENGAN METODE AUTOKLAF

ELVINA MELATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

 

 
 

 


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan
Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dari Kitin Karapas Udang dengan Metode
Autoklaf adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Elvina Melati
NIM C34100053

 
 

 


ABSTRAK
ELVINA MELATI. Pembuatan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dari Kitin
Karapas Udang dengan Metode Autoklaf. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan
AGOES MARDIONO JACOEB.
Glukosamin merupakan salah satu senyawa gula amino yang ditemukan pada
tulang rawan dan memiliki peranan yang sangat penting untuk kesehatan dan
kelenturan sendi. Glukosamin merupakan salah satu jenis suplemen yang banyak
dikaji dipasarkan secara luas dalam bentuk klorida maupun sulfat. Glukosamin
memproduksi cairan synovial dan mencegah destruksi tulang. Pengolahan
glukosamin hidroklorida dari kitin dilakukan melalui reaksi hidrolisis sederhana
dan depolimerisasi. Glukosamin dihidrolisis menggunakan tekanan sebesar
0,5.atm dan konsentrasi HCl 10%, 15%, 20% dan 25%. Glukosamin terbaik
diperoleh dari perlakuan dengan tekanan 0,5 atm dan konsentrasi HCl 15%
dengan waktu pemanasan 120 menit. Glukosamin dari perlakuan ini menunjukkan
hasil uji kelarutan paling besar yaitu 60%, rendemen 77,4%, LoD 1% serta titik
leleh 190-195°C. Hasil uji FTIR juga menunjukkan bahwa glukosamin memiliki
gugus OH, N-H dan C-N
Kata kunci: glukosamin, HCl, hidrolisis, kitin, tekanan


ABSTRACT
ELVINA MELATI. Glucosamine Hidroclorida (GlcN HCl) from Chitin Carapace
of Shrimp with Autoclave Methode. Supervised by PIPIH SUPTIJAH and
AGOES MARDIONO JACOEB.
Glucosamine is one of the amino sugar compound that found in cartilage
and has a very important role for the health and joint flexibility. Glucosamine is a
kind of supplements that are marketed extensively in the form of chloride or
sulfate. Glucosamine produces sinovyal fluid and prevents bone destruction.
Production of glucosamine hydrochloride from chitin was carried out through a
simple hydrolysis and depolymerization. Glucosamine was extracted at pressure
0.5 atm with the HCl concentration 10%, 15%, 20% and 25%. The best of
Glucosamine was treated using 0.5 atm pressure and HCl 15% for 120 minutes.
The Glucosamine from this treatment showed the greatest solubility test result
60%, yield 77.4%, LOD 1 % and the melting point is 190-195°C. FTIR results
also showed that glucosamine has -OH, N-H and C-N.
Keywords: chitin, glucosamine, HCl, hydrolysis, pressure

 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
 

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

 
 

 

PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl)
DARI KITIN KARAPAS UDANG
DENGAN METODE AUTOKLAF


ELVINA MELATI

skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

 
 

 

 
 


 

Judul

: Pembuatan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dari Kitin
Karapas Udang dengan Metode Autoklaf.
Nama
: Elvina Melati
NIM
: C34100053
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Dra Pipih Suptijah, MBA.
Pembimbing I

Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol.
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

 
 

 

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai November 2013
ini ialah pembuatan glukosamin hidroklorida, dengan judul Pembuatan
Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) dari Kitin Karapas Udang dengan Metode
Autoklaf
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan praktek lapang ini, terutama
kepada:
1. Dr Dra Pipih Suptijah, MBA. selaku dosen pembimbing I dan Dr Ir Agoes
Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku dosen pembimbing II atas segala
bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
2. Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku dosen penguji hasil penelitian ini.
3. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS. selaku ketua program studi Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Desniar, SPi, MSi selaku sekretaris ketua program studi Teknologi Hasil
Perairan.
5. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
6. Seluruh staf akademik dan administrasi Teknologi Hasil Perairan.
7. Ibu Ema dan Pak Sobar selaku laboran yang telah membantu penyelesaian
penelitian ini.
8. Ayah dan Ibu serta keluarga tersayang yang telah memberikan cinta, kasih
sayang dan doanya kepada penulis.
9. Teman-teman THP 47 yang telah banyak membantu penulis sehingga
laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tugas akhirmasih jauh dari sempurna oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, 27 April 2014
Elvina Melati

 

i

 

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang.................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................. 2
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 2
Waktu dan Tempat ............................................................................................. 2
Bahan dan Alat ................................................................................................... 2
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 2

Pembuatan Kitin dari Limbah Karapas Udang (Suptijah 2004) .................... 4
Hidrolisis Glukosamin dari Kitin................................................................... 4
Prosedur Analisis ................................................................................................ 5
Penentuan Derajat Deasetilasi Kitin (Czechowska et al. 2012) .................... 5
Perhitungan Rendemen .................................................................................. 5
Uji Kelarutan Total (ASTM 2002) ................................................................ 5
Uji Titik Leleh (AOAC 1995) ....................................................................... 5
Uji Loss on Drying (LoD) (USP 2006).......................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 6
Derajat Deasetilasi Kitin Hasil Ekstraksi ........................................................... 6
Karakteristik Glukosamin Hidroklorida ............................................................. 7
Bentuk Fisik Glukosamin Hidroklorida......................................................... 7
Rendemen Glukosamin Hidroklorida ............................................................ 9
Kelarutan Glukosamin Hidroklorida ............................................................. 9
Loss on Drying (LOD) Glukosamin Hidroklorida....................................... 10
Titik Leleh Glukosamin ............................................................................... 10
Spektrum FTIR Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) .............................. 10
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 11
Kesimpulan ....................................................................................................... 11
Saran ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
LAMPIRAN ......................................................................................................... 14
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 17

 
 
 
 

 
 

ii

 
 

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik glukosamin hasil penelitian ............................................................ 7

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan kitin ............................................................................... 3
2 Diagram alir hidrolisis dan analisis karakteristik glukosamin.............................. 4
3 Bentuk fisik glukosamin ....................................................................................... 7
4 Struktur kimia kitin (Mojarrad et al. 2007) .......................................................... 8
5 Struktur kimia glukosamin hidroklorida............................................................... 8
 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Spektrum FTIR kitin hasil ekstraksi ................................................................... 15
2 Sprektrum FTIR GlcN HCl hasil hidrolisis HCl 15%, ....................................... 15
3 Sprektrum FTIR GlcN HCl standar .................................................................... 16
4 Perhitungan nilai DD kitin dan glukosamin ....................................................... 16

 

 
 

  

1

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pola hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan timbulnya berbagai
macam penyakit pada manusia. Konsumsi makanan yang tidak tepat serta
kurangnya asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh akan semakin meningkatkan
resiko terkena penyakit kronis, salah satunya adalah penyakit tulang. Menurut
Arthritis Foundation (2006) jumlah penderita arthritis atau gangguan sendi kronis
lain di Amerika Serikat terus meningkat. Tahun 1990 terdapat 38 juta penderita
dari sebelumnya 35 juta pada tahun 1985. Tahun 1998 memperlihatkan hampir
43 juta atau 1 dari 6 orang di Amerika Serikat menderita gangguan sendi dan pada
tahun 2005 jumlah penderita arthritis sudah mencapai 66 juta atau hampir
1 dari 3 orang menderita gangguan sendi.
Martin (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2010-2011 lebih dari 16,7%
penduduk di Kanada yang berjumlah 4,6 juta orang berumur lebih dari 15 tahun
dan dilaporkan menderita arthritis. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus
meningkat akan mencapai tujuh juta orang pada tahun 2013. Pada periode yang
sama, penduduk Kanada dengan umur diatas 65 tahun menderita arthritis dengan
persentase 34,1% laki-laki dan 52,9% perempuan.
Vangsness et al. (2009) menyatakan bahwa glukosamin merupakan
komponen yang berada pada matriks ektraseluler tulang rawan. Glukosamin telah
banyak digunakan untuk tujuan pengobatan sendi selama kurang lebih 40 tahun.
Glukosamin telah digunakan untuk pengobatan arthritis selama 20 tahun terakhir
di Eropa dan Asia. Pengolahan glukosamin hidroklorida dari kitin dilakukan
melalui reaksi hidrolisis sederhana dan depolimerisasi untuk menjadi glukosamin
hidroklorida sebagai hasil dari perendaman didalam larutan asam hidroklorida
(Mojarrad et al. 2007). Terjadinya peningkatan permintaan glukosamin tersebut,
telah menuntut akan adanya tingkat optimasi metode dalam preparasi glukosamin
dengan produktivitas dan kualitas yang tinggi. Industri farmasi biasanya menjual
glukosamin murni atau dicampur dengan bahan lain sebagai suplemen makanan.
Konsumsi glukosamin yang disarankan adalah 23,1 mg/kg berat badan
(Simanek et al. 2005).
Afridiana (2011) berhasil membuat glukosamin hidroklorida dari kitin
udang dengan perlakuan HCl 37% dan suhu pemanasan 900C selama 4 jam.
Metode tersebut kurang efektif dan aman, mengingat penggunaan asam dengan
konsentrasi yang terlalu tinggi dan pengerjaan dilakukan diruangan terbuka
menggunakan suhu pemanasan yang cukup tinggi. Rismawan (2012) berhasil
membuat glukosamin dari kitosan dengan rendemen 51,04% pada perlakuan HCl
22% dengan tekanan vakum 1 atm selama 2 jam. Ernawati (2012) berhasil
membuat glukosamin dari kitosan dengan rendemen sebesar 69,80% pada
perlakuan asam 8% dan tekanan sebesar 1 atm selama 1 jam. Metode tersebut
lebih aman dilakukan karena penggunaan asam yang lebih rendah dengan adanya
bantuan tekanan serta pengerjaan dilakukan di wadah yang tertutup.
Tuntutan kebutuhan akan metode yang dapat menghasilkan kondisi
optimal masih sangat diperlukan, diantaranya adalah bahan baku yang mudah
diperoleh, proses hidrolisis yang cukup mudah dengan risiko kegagalan rendah,

 
 

2

 
 

biaya produksi yang terjangkau serta memilliki tingkat konsentrasi yang cukup
tinggi. Oleh karena itu, penelitian untuk menghasilkan glukosamin hidroklorida
dari karapas udang melalui modifikasi hidrolisis kimiawi sebagai sediaan
suplemen penyakit osteoarthritis menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Ernawati (2012) maka dilakukan
penelitian mengenai pembutan glukosamin dari kitin yang berasal dari limbah
karapas udang dengan metode autoklaf.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perbedaan
konsentrasi asam yang digunakan pada pembuatan glukosamin hidroklorida
(GlcN HCl) dengan penerapan tekanan, serta menganalisis karakteristik produk
glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) hasil penelitian.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September hingga November 2013
di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan dan Labolatorium Kimia Organik,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah limbah karapas udang, NaOH 3N, HCl 1N,
Isoprophyl Alkohol (IPA) 95% dan akuades. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Erlemeyer 250 mL, autoklaf, gelas piala 100 mL, alat uji
FTIR Perkin Elmer Spektrum One, pemanas listrik titik leleh MelTemp, pipet
volumetrik 10 mL, gelas ukur 50 mL, oven, kertas pH, batang pengaduk, kertas
saring 1 µm dan timbangan digital.
Prosedur Penelitian
Penelitian dibagi dalam 2 tahap yaitu pembuatan kitin dari limbah karapas
udang serta pembuatan glukosamin dari kitin yang dihasilkan. Kitin dibuat dengan
metode kimiawi yaitu melalui tahap deproteinisasi dan demineralisasi. Kitin yang
dihasilkan kemudian dihidrolisis menjadi glukosamin. Glukosamin yang
dihasilkan di uji mutunya melalui beberapa uji yaitu kelarutan, rendemen, titik
leleh dan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Diagram alir prosedur penelian
disajikan Pada Gambar 1 dan Gambar 2.

 
 

 
 

Limbah karapas
udang

HCl 1 N

Pemanasan
karapas : HCl (1:7) ; 90oC ; 60 menit

Filtrasi
kertas saring 1 µm

Akuades

NaOH 3,5 N

Akuades

Netralisai hingga pH = 7

Pemanasan
karapas : NaOH (1:10) ; 90oC ; 60 menit

Netralisai hingga pH = 7

Filtrasi
kertas saring 1 µm

Penentuan nilai DD

 

Kitin

Gambar 1 Diagram alir pembuatan kitin
 
 
 
 
 
 
 

 
 

Filtrat

Filtrat

3

4

 
 

 
 
 
Kitin

 
Hidrolisis
kitin : HCl (1:9) ; 0,5 atm ; 111,5°C ; 120 menit

Presipitasi

IPA 95%

IPA 95%

Pencucian hingga pH = 3-5
 

Glukosamin

Rendemen
mene 

Kelarutan
total

LoD

Titik leleh

FTIR

Gambar 2 Diagram alir hidrolisis dan analisis karakteristik glukosamin
Pembuatan Kitin dari Limbah Karapas Udang (Suptijah 2004)
Tahapan pembuatan kitin dimulai dari demineralisasi, netralisasi kemudian
dilanjutkan dengan deproteinisasi. Demineralisasi dilakukan dengan memanaskan
limbah karapas udang menggunakan HCl 1N sebanyak 1:7 pada suhu 90°C
selama 1 jam yang kemudian dicuci menggunakan akuades hingga pH nya netral.
Deproteinisasi menggunakan NaOH 3N sebanyak 1:10 pada suhu 90°C selama 1
jam kemudian dicuci kembali hingga pH nya netral, kemudian dikeringkan dan
dihasilkan kitin. Kitin yang diperoleh diuji derajat deasetilasinya menggunakan
metode FTIR.
Hidrolisis Glukosamin dari Kitin
Hidrolisis glukosamin dari kitin dilakukan dengan cara hidrolisis kimiawi.
Metode yang digunakan merujuk pada Ernawati (2012) dengan
mengkombinasikan waktu pemanasan, konsentrasi asam dan perlakuan tekanan
vakum. Proses ekstraksi diawali dengan merendam kitin sebanyak 2,5 gram dalam
larutan HCl dengan perbandingan sampel:HCl adalah 1:9 (b/v). Perlakuan yang
diberikan adalah penggunaan HCl dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 10%,
15%, 20% dan 25% dengan lama pemanasan 120 menit serta tekanan sebesar
0,5 atm.

 
 

 

5

 

Prosedur Analisis
Penentuan Derajat Deasetilasi Kitin (Czechowska et al. 2012)
Sampel sebanyak 2 mg dan 200 mg KBr dicampurkan dan dihancurkan
dengan mortar. Campuran ini ditempatkan dalam alat pengepresan dan dilakukan
pengepresan pada tekanan 800 kg. Kepingan hasil pengepresan diukur
menggunakan spektrofotometer Infra Red. Sehingga diperoleh nilai absobansinya.
Czechowska et al. (2012) menyatakan bahwa nilai derajat deasetilasi (DD)
dapat diketahui dengan membandingkan nilai absorbansi pada bilangan
gelombang amida 1650-1500 cm-1 (A1655) dengan bilangan gelombang hidroksil
3500-3200 cm-1 (A3450) dengan faktor koreksi 1,33. DD dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:

�� =

1
�!"##
 � 
 � 100%
�!"#$ 1,33

DD
= derajat deasetilasi (%)
�!"#$ = absorban pada bilangan gelombang gugus O-H
�!"#$ = absorban pada bilangan gelombang gugus N-H
Perhitungan Rendemen
Perhitungan rendemen dimaksudkan untuk mengetahui kadar efektif
sampel kitin atau kitosan yang dapat diubah menjadi glukosamin dengan cara
membandingkan bobot glukosamin dengan bobot awal sampel kitin atau kitosan
yang digunakan. Rendemen glukosamin yang dihasilkan dihitung dengan
menggunakan rumus:
!"!"# !"#$%&'()* !"#$%&
Rendemen (%) =
 � 100%
!"!"# !"#"$

Uji Kelarutan Total (ASTM 2002)
Pengujian kelarutan total dilakukan dengan mencampurkan glukosamin
yang dihasilkan sebanyak 100 mg ke dalam 1 mL akuades, diaduk selama kurang
lebih 3 menit, disaring menggunakan kertas saring hingga bagian yang larut dan
tidak larut di dalam air terpisahkan. Padatan yang tidak larut dalam air
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105oC selama 3 jam dan kemudian
ditimbang bobotnya. Kelarutan total dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
Kelarutan total =

!"!"# !"#$%& !"!#!!"!"# !"#$%& !"!!"
!!"!# !"#$%& !"!#

 � 100%

Uji Titik Leleh (AOAC 1995)
Uji titik leleh dilakukan dengan bantuan alat MelTemp. Serbuk
glukosamin hidroklorida dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui ujung tabung
yang terbuka. Dasar pipa kemudian diketuk di bagian bawah atau dijatuhkan
melalui sebuah tabung sempit yang panjang. Hal ini dimaksudkan agar
glukosamin menjadi padat sehingga proses pelelehan berlangsung secara merata.

 
 

6

 
 

Cara ini dilakukan berulang kali untuk mendapatkan contoh padat dalam tabung
setinggi 1,5-3 mm. Tabung kapiler dimasukkan ke dalam pemanas listrik yang
dilengkapai dengan termometer 400oC untuk penetapan titik leleh. Alat
dinyalakan dan suhu dinaikkan perlahan sampai titik leleh tercapai.
Uji Loss on Drying (LoD) (USP 2006)
Uji LoD dilakukan dengan cara mengoven sampel kering pada suhu
o
105 C selama dua jam. Kondisi sampel dianggap baik jika pengurangan bobot
sampel setelah pengovenan nilainya tidak lebih dari 1%. Persentase LoD dihitung
dengan rumus
!"!"# !"#$!" !"!#!!"!"# !"#$%& !"!!"
 � 100%
LoD (%) =
!"!"# !"#$%& !"!#

HASIL DAN PEMBAHASAN
 

Derajat Deasetilasi Kitin Hasil Ekstraksi
Analisis derajat deasetilasi (DD) terhadap produk kitin dilakukan untuk
mengetahui persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kulit udang
sehingga dihasilkan produk kitin. Nilai derajat deasetilasi kitin dihitung
berdasarkan pengukuran menggunakan FTIR. Berdasarkan hasil FTIR dari kitin
dapat diketahui bahwa kitin memiliki nilai DD sebesar 71,32%. Nilai DD tersebut
hamper mendekati nilai DD yang dimiliki oleh kitin hasil penelitain Suptijah
(2004) yaitu sebesar 78,10 %. Erika et al. (2006) menyatakan bahwa semakin
tinggi derajat deasetilasi kitin menunjukkan semakin banyak gugus asetil yang
dilepaskan dan semakin banyak gugus aktif amida bebas (-NH2) sehingga tingkat
kemurniannya semakin tinggi. Tingginya derajat deasetilasi kitin hasil ektraksi
diduga dipengaruhi oleh kondisi perlakuan pendahuluan, demineralisasi dan
deproteinisasi yang baik. Terlepasnya gugus asetil pada kitin dapat disebabkan
adanya interaksi antara basa NaOH selama proses deproteinisasi. Molekul NaOH
akan teradisi ke molekul kitin dan menyebabkan gugus asetil lepas. Kemurnian
glukosamin tentu akan mempengaruhi glukosamin yang akan dihasilkan. Semakin
murni glukosamin yang dihasilkan akan mempermudah depolimerisasi kitin
menjadi glukosamin. Hasil FTIR kitin hasil ekstraksi dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Kitin merupakan biopolimer dari unit polimer N-asetil-D-glukosamin yang
saling berikatan dengan ikatan β (1-4). Kitin adalah kristal yang bewarna putih,
tidak berasa, tidak berbau, dan tidak larut dalam air, pelarut organik umumnya,
asam-asam anorganik dan basa encer. Kitin merupakan senyawa yang tidak
berdiri sendiri tetapi bergabung dengan senyawa lain. Pada crustacea kitin
bergabung
dengan
protein,
garam
anorganik
dan
pigmen
(Rahayu dan Purnavita 2007). Kitin merupakan bahan organik utama yang
terdapat pada kelompok crustacean, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda.
Proses ekstraksi kitin dari kulit udang secara kimiawi terdiri dari dua tahapan

 
 

 

7

 

utama, yaitu demineralisasi dan deproteinisasi. Semakin tinggi nilai DD dalam
kitin maka kemurnian produk kitin yang dihasilkan semakin bagus
(Afridiana 2011).

Karakteristik Glukosamin Hidroklorida
Glukosamin dikarakteristik melalui beberapa uji diantaranya rendemen,
kelarutan, Loss on Drying (LoD), titik leleh dan FTIR. Hasil uji tersebut disajikan
pada Tabel 1.
 

Tabel 1 Karakteristik glukosamin hasil penelitian
Karakteristik
glukosamin
Rendemen (%)
Kelarutan (%)
LoD (%)
Titik leleh (oC)

10
83,6
40
1,3
190-195

Konsentrasi HCl (%)
15
20
77,4
55,4
60
40
1
1
190-195
190-193

25
25,2
30
1
189-192

 

Bentuk Fisik Glukosamin Hidroklorida
 
Glukosamin hasil ekstraksi memiliki bentuk fisik butiran hingga serbuk
halus dengan warna putih hingga putih kecoklatan. Warna glukosamin berbeda
pada setiap perlakuan. Bentuk fisik glukosamin hasil penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bentuk fisik glukosamin dengan konsentrasi HCl; (a) HCl 10%;
(b) HCl 15%; (c) HCl 20%; (d) HCl 25%
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi
asam yang digunakan akan menghasilkan warna glukosamin yang semakin gelap
atau coklat. Mekanisme perubahan warna tersebut diduga disebabkan oleh terjadi
reaksi enolisasi glikosil amino akibat adanya interaksi gula amino dengan asam
kuat pada suhu tinggi sehingga terbentuk komponen furfural yang berwarna
coklat. Ernawati (2012) juga menambahkan bahwa glukosamin yang baik akan
memiliki bentuk fisik serbuk bewarna putih.
Glukosamin merupakan salah satu senyawa gula amino yang ditemukan
secara luas pada tulang rawan dan memiliki peranan yang sangat penting untuk
kesehatan dan kelenturan sendi. Secara umum, glukosamin terbagi menjadi tiga
bentuk yaitu glukosamin hiroklorida, glukosamin sulfat, dan N-asetil glukosamin.
Biasanya, glukosamin diproduksi dari kitin yang diisolasi dari cangkang crustasea

 
 

8

 
 

laut, dan sebagian besar dari proses-proses kimia yang ada pada kerang.
Pengolahan glukosamin hidroklorida dari kitin dilakukan melalui reaksi hidrolisis
dan depolimerisasi untuk menjadi glukosamin hidroklorida sebagai hasil dari
perendaman di dalam larutan asam hidroklorida (Mojarrad et al. 2007).
Glukosamin dibuat dengan menghidrolisis kitin menggunakan asam kuat
dan tekanan. Metode ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Ernawati (2012) yang telah berhasil membuat glukosamin dengan
mentode yang sama. Proses yang terjadi selama hidrolisis kitin adalah
depolimerisasi dan deasetilasi. Proses deasetilasi terjadi karena hilangnya gugus
asetil (CH3CO) sehingga molekul dapat larut dalam asam dan menghasilkan
polisakarida dengan gugus amida bebas yaitu NH2 (Rokhati 2006). Sedangkan
depolimerisasi adalah pemecahan polimer yaitu dengan pemutusan ikatan
glikosidik pada kitin sehingga diperoleh polimer glukosamin yang lebih pendek.
Hidrolisis glukosamin dengan metode autoklaf pada dasarnya merupakan sistem
kerja yang menggabungkan fungsi tekanan, suhu dalam media asam. Tekanan
berperan penting dalam pemotongan ikatan polimer menjadi unit-unit yang lebih
kecil. Asam HCl berperan dalam pembentukan ikatan dengan gugus amin –NH2
setelah gugus asetil –COCH3 terlepas. Metode tersebut lebih efektif dan efisien
untuk dilakukan bila dibandingkan dengan penelitian Afridiana (2011) yang
menggunakan metode pemanasan disertai pengadukan dalam media HCl yang
sangat tinggi konsentrasinya hingga mencapai 37%. Proses depolimerisasi kitin
menjadi glukosamin menurut Mojarrad et al. (2007) disajikan pada Gambar 4 dan
Gambar 5.

Gambar 4 Struktur kimia kitin (Mojarrad et al. 2007)

Gambar 5 Struktur kimia glukosamin hidroklorida
(Mojarrad et al. 2007)
 
 
 

 
 

 

9

 

Rendemen Glukosamin Hidroklorida
 
Nilai rendemen dihitung dengan membandingkan jumlah bobot sampel
akhir dengan sampel awal kitin. Glukosamin memiliki rendemen yang berbeda
pada setiap perlakuaannya.
Tabel 1 menunjukkan bahwa glukosamin yang memiliki rendemen
terbesar adalah glukosamin dengan perlakuan konsentrasi HCl sebesar 10% yaitu
sebesar 83,6%. Rendemen terendah terdapat pada glukosamin dengan perlakuan
konsentrasi HCl sebesar 25% yaitu sebesar 25,2%. Semakin tinggi konsentrasi
asam yang digunakan menghasilkan rendemen glukosamin yang semakin kecil.
Hal tersebut dapat terjadi karena pemutusan polimer kitin menjadi glukosamin
cenderung lebih cepat pada konsentrasi asam yang lebih tinggi
Adanya perbedaan nilai rendemen glukosamin ini diduga dipengaruhi oleh
faktor konsentrasi asam yang digunakan. Mojarrad et al. (2007) menyatakan
bahwa perbandingan antara waktu hidrolisis dan konsentrasi asam merupakan
faktor yang menentukan nilai rendemen sampel glukosamin. Nilai rendemen
GlcN yang dihasilkan menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi asam dan
waktu reaksi. Penurunan rendemen diduga terjadi karena adanya reaksi berlebih
sehingga terjadi kerusakan atau degradasi dan terbentuk zat pengotor sehingga
menurunkan nilai rendemen GlcN yang dihasilkan.
Kelarutan Glukosamin Hidroklorida
Indikator pertama yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
hidrolisis kitin menjadi glukosamin hidroklorida adalah kelarutan total
glukosamin dalam air.  Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada sampel glukosamin
yang larut sempurna dalam air. Kelarutan tertinggi terdapat pada glukosamin
dengan perlakuan pemberian konsentrasi HCl 15% dengan pemberian tekanan
yaitu sebesar 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kitin belum terhidrolisis
sempurna menjadi glukosamin. Kralovec dan Barrow (2008) menyatakan bahwa
glukosamin hidroklorida bersifat larut sempurna dalam air bersuhu 20oC dengan
konsentrasi 100 mg/mL. Hal tersebut berbeda dengan glukosamin yang dihasilkan
dalam penelitian. Kelarutan terbesar hanya mencapai 60%. Hal tersebut dapat
disebabkan beberapa faktor, salah satunya faktor konsentrasi asam yang
digunakan. Konsentrasi HCl yang digunakan diduga terlalu rendah sehingga
belum mampu menghidrolisis kitin menjadi glukosamin secara sempurna.
Kralovec dan Barrow (2008) menyatakan bahwa kadar asam yang rendah
menyebabkan terjadinya hidrolisis yang tidak sempurna. Hasil tersebut masih
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ernawati (2012) kitin yang dihidrolisis menggunakan HCl 18,5%, 12,3% dan
9,2% dengan waktu pemanasan 30, 60, 90 dan 120 menit tidak ada sama sekali
yang larut dalam air.
Mekanisme kinerja asam dan tekanan terhadap sampel dapat dijelaskan
sebagai berikut: glukosamin hidroklorida dapat larut dalam air karena adanya
ikatan gugus –OH dan NH2Cl. Kitin merupakan polimer yang masih mengandung
gugus asetil –COCH3 yang terikat kuat pada gugus amin –NH2. Gugus asetil ini
harus dihilangkan sehingga gugus amin dapat berikatan dengan –Cl dari asam
HCl dan membentuk ikatan NH3Cl. Fungsi tekanan pada autoklaf membantu
proses pemotongan rantai polimer kitin menjadi lebih pendek. Tekanan tidak
dapat memotong gugus asetil karena gugus asetil hanya dapat dipisahkan oleh
basa kuat seperti KOH atau NaOH (Ernawati 2012).  
 
 

10

 
 

Loss on Drying (LOD) Glukosamin Hidroklorida
Uji LOD atau uji pengurangan bobot dilakukan untuk mengukur jumlah
air dan komponen volatil yang mungkin masih terkandung dalam sampel ketika
dikeringkan pada kondisi tertentu. Glukosamin dengan bobot 0,1 gram dipanaskan
dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam.  Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa hanya glukosamin dengan perlakuan asam 10% dengan tekanan 0,5 atm
memiliki nilai LoD sebesar 1,3%. Glukosamin selain perlakuan tersebut memiliki
nilai LoD yang sama yaitu sebesar 1%. Nilai LoD tersebut telah sesuai dengan
standar yang disyaratkan oleh USP (2006) bahwa nilai LoD glukosamin
hidroklorida tidak lebih dari 1%. Uji LoD dilakukan untuk mengetahui jumlah air
atau zat lain yang mudah menguap. Glukosamin dianggap baik jika nilai LoD nya
tidak lebih dari 1%. Semakin rendah nilai LoD glukosamin, maka semakin tinggi
kemurnian glukosamin tersebut. 
Titik Leleh Glukosamin
 
Pengujian titik leleh yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya zat pengotor yang terkandung dalam glukosamin. Data pada Tabel 1
menunjukkan bahwa setiap sampel memiliki kisaran titik leleh yang berbeda.
Nilai rata-rata titik leleh terbesar terdapat pada glukosamin dengan perlakuan
asam 10% dan 15% yaitu sebesar 190-195°C. Nilai titik leleh terendah terdapat
pada glukosamin dengan perlakuan asam 25% dan tekanan sebesat 0,5 atm yaitu
sebesar 189-192°C. Idealnya titik leleh berada dalam satu titik, namun glukosamin
yang dihasilkan memiliki kisaran titik leleh Hal tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah terdapat zat pengotor yang memiliki
perbedaan titik leleh dengan glukosamin. Afridiana (2011) menyatakan bahwa
kisaran titik leleh glukosamin disebabkan masih terdapat campuran oligomer kitin
sehingga dapat mengurangi tingkat kemurnian dari glukosamin yang ada.
Mojjarad et al. (2007) dapat membuat glukosamin dengan titik leleh
188-189°C, Afridiana (2011) dapat membuat glukosamin dengan titik leleh
182-189°C. Glukosamin dengan perlakuan terbaik (HCl 15%) memiliki nilai titik
leleh 190-195°C. Hasil tersebut menunjukkan bahwa glukosamin yang dihasilkan
memiliki kisaran titik leleh yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Kralovec
dan Barrow (2008) menyatakan bahwa glukosamin yang baik memiliki nilai
kisaran titik leleh sebesar 190-194 OC.
Spektrum FTIR Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl)
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat
keberhasilan hidrolisis glukosamin hidroklorida ialah dengan menggunakan
analisis FTIR. Analisis FTIR memanfaatkan sinar infra merah pada kisaran
bilangan gelombang 800-4000 cm-1. Uji FTIR dilakukan terhadap sampel
glukosamin yang memiliki nilai kelarutan terbesar yaitu glukosamin hidroklorida
dengan perlakuan asam 15%. Hasil pengujian FTIR glukosamin hidroklorida hasil
hidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hasil pengukuran spektrum FTIR menunjukkan bahwa spektrum GlcN
HCl hasil hidrolisis (Lampiran 2) menunjukkan gugus OH- pada bilangan
gelombang 3263 cm-1 sedangkan glukosamin pembanding (Lampiran 3)
memperlihatkan gugus OH- dengan garis lebar dan kuat pada bilangan gelombang
3066 cm-1. Brugnerotto (2001) menyatakan bahwa monomer GlcN HCl akan
menunjukkan gugus OH- pada 3350 cm-1 sedangkan apabila berbentuk polimer
 
 

 

11

 

gugus OH- akan semakin mendekati 3450 cm-1. Gugus N-H pada glukosamin
hasil hidrolisis ditunjukan pada bilangan gelombang 1582 cm-1. Hasil tersebut
mendekati glukosamin hasil penelitian Ernawati (2012) yang memiliki gugus N-H
pada 1566 cm-1 serta penelitian Mojarrad et al. (2007) yaitu 1535-1583 cm-1
Pita serapan gugus C-N GlcN HCl hasil hidrolisis ditunjukkan pada
bilangan gelombang 1257 cm-1 . Hasil tersebut mendekati glukosamin standar
yang memiliki pita serapan C-N 1288 cm-1. Mojarrad et al. (2007) juga
menyatakan bahwa glukosamin memiliki pita serapan C-N yang ditunjukkan pada
1394 cm-1. Secara keseluruhan pita serapan gugus khas pada GlcN hasil hidrolisis
menunjukkan kemiripan dengan GlcN HCl standar dan hasil penelitian lainnya
namun masih terdapat sedikit selisih pada bilangan gelombang yang ditampilkan,
hal ini dapat terjadi karena adanya kisaran nilai serapan gelombang setiap gugus
fungsi.
Hasil analisis FTIR juga menunjukkan bahwa glukosamin memiliki nilai
derajat deasetilasi sebesar 76,72%. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah
proses hidrolisis terjadi kenaikan nilai derajat deasetilasi yang semula hanya
71,32% menjadi 76,72%. Rokhati (2006) menyatakan bahwa pada saat hidrolisis
terjadi proses deasetilasi dan depolimerisasi. Proses deasetilasi terjadi karena
hilangnya gugus asetil (CH3CO) sehingga menghasilkan gugus amida bebas yaitu
NH2 sehingga nilai derajat deasetilasi pun akan meningkat (Rokhati 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Glukosamin terbaik adalah glukosamin dengan perlakuan HCl 15%
dengan tekanan 0,5 atm dan waktu pemanasan 120 menit. Glukosamin dengan
perlakuan tersebut menunjukkan hasil uji kelarutan paling besar yaitu 60%,
rendemen 77,4%, LoD 1% serta titik leleh 192OC. Hasil uji FTIR menunjukkan
bahwa glukosamin memiliki gugus OH- pada bilangan gelombang 3263 cm-1,
gugus N-H pada bilangan gelombang 1582 cm-1, serta gugus C-N ditunjukkan
pada bilangan gelombang 1257 cm-1.
 

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan glukosamin
menggunakan autoklaf untuk menghasilkan glukosamin dengan karakteristik yang
lebih baik. Pembuatan glukosamin juga perlu di inovasi agar tidak hanya
dikonsumsi dalam bentuk suplemen saja melainkan dalam bentuk lain misalnya
gel ataupun minuman.

 
 

12

 
 

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 1995. Officials
Methods of Analysis of AOAC Internasional. Virginia (US): Association of
Official Analytical and Chemistry Inc.
Afridiana N. 2011. Recovery glukosamin hidroklorida dari cangkang udang
melalui hidrolisis kimiawi sebagai bahan sediaan suplemen Osteoarthritis.
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. D1110 Test Methods
for Water Solubility. West Conshohocken: ASTM International.
Brugnerotto J. 2001. An infrared investigation inrealtion with chitin and chitosan
characterization. Polymer 42: 3569-3580.
Czechowska-Biskup R, Jarosinska D, Rokita B, Ulanski P, Rosiak JM. 2012.
Determination of degree of deacetylation of chitosan-comparision of
methods. Progress on Chemistry and Application of Chitin. 17: 5-20.
Erika I, Rojas D, Waldo M, Arguelles M, Inocencio HC, Javier H, Jaime LM,
Francisco MG. 2005. Determination of chitin and protein contents during
the isolation of chitin from shrimp waste. Macromolecular Bioscience
6: 340–347.
Ernawati. 2012. Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) dengan metode
autoklaf. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas perikanan dan ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Kralovec JA, Barrow CJ. 2008. Marine Neutraceticals and Functional Foods.
London (US): CRC Press
Kusumaningsih T, Masykur A, Arief U. Pembuatan kitosan dari kitin cangkang
bekicot (Achatina fulica). Biofarmasi. 2 (2): 64-68
Martin WC. 2013. Glucosamine and Chondroitin Sulfate for Osteoarthritis.
Vancouver (US): Evidence-Based Practice Group.
Merdikoputro,
Asri.
2006.
Nyeri
lutut
membatasi
mobilitas.
www.suaramerdeka.com. 21 Agustus 2013
Mojarrad JS, Mahboob N, Valizadeh H, Ansarin M, Bourbour S. 2007.
Preparation of glucosamine from exoskeleton of shrimp and predicting
production by response surface metodhology. Journal of Agricultural and
Chemistry. 55:2246-2250.
Rahayu LH, Purnavita S. 2007. Optimasi pembuatan kitosan dari kitin limbah
cangkang rajungan (Portunus pelagicus) untuk adsorben ion logam merkuri.
Reaktor. 11 (1): 45-49.
Rifai Nur R. 2010. Isolasi dan identifikasi kitin, kitosan dari cangkang hewan
mini (Horseshoe Crab) menggunakan spektrofotometri infra merah.
Alchemy. 2 (1): 104-157
Rismawan. 2012. Rendemen glukosamin dari kitin udang. [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Sekolah Tinggi MIPA.
Rokhati N. 2006. Pengaruh dearajat deasetilasi kitosan dari kulit udang terhadap
aplikasinya sebagai pengawet makanan. Reaktor. 10 (2): 52-58.
[USP] United States Pharmacopeia. 2006. United States Pharmacopeia (29th Ed.)
& National Formulary (23rd Ed.). Maryland (US): Pharmacopeia (USP)
Convention Inc.

 
 

 

13

 

Vangsness CT, Spiker W, Erickson J. 2009. A review of evidence-based medicine
for glucosamine and chondroitin sulfate use in knee osteoarthritis.
Arthcoscopy: The Journal of Arthroscopic and Related Surgery. 5 (1): 86-94
Simanek V, Kren V, Ulrichova J, Gallo J. 2005. The efficacy glucosamine and
chondroitin sulfate in the treatment of osteoarthritis: are these saccharides
drugs or nutraceuticals. Biomed Papers 149 (1): 51-56
Suptijah P. 2004. Tingkatan kualitas kitosan hasil modifikasi proses produksi.
Jurnal Teknologi Hasil Perairan 7 (1): 56-67.
White T, Stegemann JA. 2001. Environmentally preferred materials in advance in
environmental materials. Material Research Society: Singapore
2: 249-260.

 
 
 
 
 
 

 
 

14

 
 

LAMPIRAN
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

 
 

 
 

Lampiran 1 Spektrum FTIR kitin hasil ekstraksi
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lampiran 2 Sprektrum FTIR GlcN HCl hasil hidrolisis HCl 15%,
 

 
 
 
 

 
 

15

16 

Lampiran 3 Sprektrum FTIR GlcN HCl standar
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 

Lampiran 4 Perhitungan nilai DD kitin dan glukosamin
Derajat deasetilasi kitin

 

�� =

1
�!"#$
 � 
 � 100% 
�!"#$ 1,33

        =

1,66
1
 � 
 � 100% = 71,32% 
1,75 1,33

Derajat deasetilasi glukosamin
�� =

1
�!"#$
 � 
 � 100% 
�!"#$ 1,33

        =

1
1,50
 � 
 � 100% = 76,72% 
1,47 1,33

 
 
 

 

17 

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 8 Januari 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sunardi dan Ibu Tuti
Rohaeti. Penulis memulai pendidikan formal pada bangku taman kanak-kanak di
TK Mandala Sakti, Bandung selama 1 tahun. Penulis melanjutkan pendidikan di
SDN Jelegong 2, Bandung selama 6 tahun, SMP Al-Ma’some selama 2 tahun
dengan mengikuti kelas akselerasi dan melanjutkan pendidikan di SMA
Al-Ma’soem selama 3 tahun. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI (Ujian
Saringan Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah aktif di
unit kegiatan mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman pada tahun 2010-2011,
Bendahara Komisi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (DPM FPIK) pada tahun 2011-2012 dan Bendahara umum Dewan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (DPM FPIK) pada
tahun 2012-2013.
Penulis telah melaksanakan praktek lapangan di PT Dharma Samudra
Fishing Industries (PT DSFI Tbk.), Tanjung priok, Jakarta Utara dari tanggal 4
Juli 2013 hingga 3 Agustus 2013. Penulis melakukan praktek lapangan dengan
mengamati proses sanitasi dan higene pada proses produksi fillet ikan kakap
(Lutjanus sp.). Pelaksanaan praktek lapangan dilakukan dibawah bimbingan
Dr Ir Linawati Hardjito, MS