BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosamin - Pembuatan dan Karakteristik Glukosamin Hidroklorida dari Kitin Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glukosamin

  Glukosamin (2-amino-2-deoxyglucose, chitosamine) adalah gula amino yang diperoleh dari hidrolisis kitin. Kitin terutama dihasilkan dari kulit luar golongan

  

Crustacea , Artropoda, dan cendawan. Dalam industri, glukosamin diproduksi dengan

cara hidrolisis rangka luar golongan Crustacea seperti udang dan kepiting.

  Glukosamin pertama kali diidentifikasi oleh Dr. Georg Ledderhose pada tahun 1876, tapi struktur stereokimia tidak sepenuhnya diketahui sampai ditemukan oleh Walter Haworth pada tahun 1939. Glukosamin dalam tubuh manusia bergabung dalam struktur tulang rawan dan bekerja untuk merangsang dan memperbaiki fungsi sendi. Telah terbukti keefektifan glukosamin dalam banyak uji ilmiah yang menyatakan bahwa glukosamin dapat mengurangi rasa sakit penyakit osteoarthritis, membantu dalam rehabilitasi tulang rawan, memperbaharui cairan sinovial, dan memperbaiki sendi yang telah rusak. (Mojarrad, et al. 2006)

  Glukosamin telah dievaluasi sebagai sebuah agen terapi untuk penyakit radang sendi di German sejak 1969. Senyawa glukosamin sulfat dat diturunkan dari kitin. Dapat juga dihasilkan dengan cara sintetik. Di Eropa, glukosamin tersedia sebagai obat resep. Di UK atau Amerika Utara, glukosamin tersedia sebagai makanan suplemen diet.

  Glukosamin ditemukan hampir di semua jaringan manusia tetapi paling tinggi konsentrasinya terdapat dalam hati, ginjal dan tulang rawan. Ini merupakan blok bangunan yang paling mendasar yang diperlukan untuk biosintesis berbagai senyawa termasuk glikolipid, glikoprotein, glikosaminoglikan yang mana semua senyawa erat terlibat dengan struktur dan fungsi sendi. Glukosamin juga senyawa penting dalam membran sel dan permukaan sel protein serta struktur molekul intertisial yang mengontrol sel bersama-sama. Baik langsung atau tidak langsung, glukosamin memainkan peran dalam pembentukan permukaan artikular, urat daging, cairan sinovial, kulit, tulang, kuku, katup jantung, pembuluh darah, sekresi lendir dalam pencernaan, pernafasan, dan sistem kemih.

CH OH

2 CH OH

  2 O O HO HO OH OH HO HO - + NH Cl

  NH 2 3

  (a) (b)

  

(Sumber : Mojarrad,et al. 2006)

Gambar 2.1. (a) Struktur kimia glukosamin dan, (b) glukosamin hidroklorida

  Dalam klinis, glukosamin dapat diberikan melalui intravena, intramuskular, intra artikular dan rute oral. Sekitar 70% oral glukosamin sulfat diserap melalui usus dan dikeluarkan melalui sistem ginjal. Sebagian besar uji klinis pada oral glukosamin digunakan glukosamin dosis standar, 500 mg diminum tiga kali sehari, dengan atau tanpa mengkonsumsi obat nyeri yang disarankan untuk pasien.

  Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa glukosamin dapat diserap melalui saluran pencernaan. Studi radioisotop telah menunjukkan bahwa distribusi glukosamin cepat ke seluruh tubuh dengan penyerapan selektif oleh artikular tulang rawan. Penelitian vitro menunjukkan bahwa glukosamin dapat menstimulasi glukosaminoglikan dan sintesis proteoglikan dalam gabungan jaringan. Dalam studi hewan, dosis tinggi glukosamin telah terbukti memiliki efek anti inflamasi ringan. (Martin, C.W. 2004)

2.1.1 Penyediaan Glukosamin

  Produk glukosamin untuk radang sendi biasanya dirumuskan sebagai garam

  hidroklorida atau sulfat glukosamin dan sering menggabungkan dengan kondroitin sulfat.

  Glukosamin sulfat dapat dibuat dengan merefluks kitin dengan larutan asam sulfat, namun reaksi ini memiliki hasil yang rendah. larutan asam sulfat dapat mengoksidasi kelompok alkohol primer dan sekunder dalam kitin atau glukosamin. Glukosamin sulfat sangat higroskopis yang sangat cepat terdegradasi (dari putih menjadi putih kecokelatan) bila terkena uap air. Untuk menghindari masalah ini, glukosamin sulfat dibuat dari glukosamin hidroklorida dengan menambahkan baik kalium atau natrium sulfat dan hasil campurannya dikokristalisasi. Glukosamin sulfat, fosfat, dan garam hidroiodin juga disiapkan dengan melewatkan larutan glukosamin hidroklorida melalui resin penukar anion yang telah dikondisikan dengan asam sulfat, asam fosfor, asam hidroiodin, atau garam logam dari satu asam ini. Penyusunan glukosamin hidroklorida dari kitin merupakan reaksi hidrolisis sederhana. Selama reaksi ini, kitin dideasetilasi dan didepolimerisasi menjadi glukosamin hidroklorida dengan adanya larutan asam klorida.

  Kamasastri dan Prabhu menyiapkan glukosamin dari kitin dengan perlakukan penambahan klorida pekat berlebih. Kocourek, et al. kitin dihidrolisis dengan asam klorida 37% dalam wadah air mendidih. Inoue mengusulkan 2,5 L asam klorida 20% untuk hidrolisis 594,7 g kitin, yang telah diperoleh dari kerangka luar udang. Alphan

  o

  menggunakan asam klorida 37% pada suhu 100 C dengan larutan asam pada perbandingan larutan 5:1. Ingle, et al. menerapkan 3 bagian asam klorida 20% pada

  o suhu 100 C selama 2 jam dengan pengadukan untuk hidrolisis kitin. (Mojarrad, et al.

  2006).

2.2 Belangkas

  Hewan mirip kepiting ini adalah hewan jenis artopoda yang hidup di perairan dangkal dan kawasan mangrove. Kadang disebut juga dengan nama kepiting ladam, mimi, atau mintuna. Kepiting ladam yang dalam bahasa Indonesia disebut belangkas ialah hewan beruas yang bentuk badannya menyerupai “ladam kuda” berekor sehingga di luar negeri, belangkas kerap dipanggil dengan nama "kepiting tapal kuda" (horseshoe crab). Cetakan fosil hewan ini tidak mengalami perubahan bentuk berarti sejak masa Devon (400-250 juta tahun yang lalu) dibandingkan dengan bentuknya yang sekarang, meskipun jenisnya tidak sama. Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa untuk yang berkelamin jantan dan Mintuna adalah untuk yang berkelamin betina.

  Belangkas di dalam tangga klasifikasi ilmiah termasuk ke dalam filum Arthropoda (hewan beruas-ruas) di mana hewan-hewan seperti kepitingjuga termasuk ke dalam filum ini. Dasar dari penggolongan tersebut adalah karena belangkas memiliki 6 pasang kaki dan tubuh yang beruas-ruas. Ada 4 spesies belangkas yang diketahui oleh manusia dan masih hidup di masa kini di mana keempat spesies tersebut digolongkan ke dalam famili Limulidae.

  (Sumber : Abbas, 2012)

Gambar 2.2. Belangkas

  Klasifikasi Belangkas Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Merostomata Ordo : Xiphosura Famili : Limulidae

  Jenis-jenis :

  1. Genus Carcinoscorpius

Carcinoscorpius rotundicauda , hidup di perairan mangrove Asia Tenggara

  2. Genus Limulus Limulus polyphemus , menghuni pantai-pantai timur Amerika Utara Genus Tachypleus 3.

  • Tachypleus gigas, menghuni pantai Asia Tenggara dan Asia Selatan - Tachypleus tridentatus, menghuni pantai-pantai Asia Timur (

  Abbas, 2012)

2.3 Kitin

  Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi- β-(1→4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C

8 H

  13 NO 5 ) n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan

  40% O. struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH , asetamida).

  3 HOH C 2 O

  • O * NHCOCH
  • 3 HO

      n

      

    (Sumber : Mojarrad,et al. 2006)

    Gambar 2.3. Struktur kimia kitin

      Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari gugus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces (Hirano, 1986; Knorr, 1991). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO

      3 , dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih

      bergantung pada jenis udangnya (Altschul, 1976). Sebagian besar kelompok

      

    Crustacea , seperti kepiting, udang, dan lobster, merupakan sumber utama kitin

    komersial. Di dunia, kitin yang diproduksi secara komersial 120 ribu ton per tahun.

      Kitin yang berasal dari kepiting dan udang besar 39 ribu ton (32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%)(Knorr, 1991).

    Tabel 2.1. Kandungan kitin pada berbagai Crustacea Jenis Organisme Kandungan Kitin (%)

      c

      Kepiting Cancer 72, 1 Kepiting (Carcinus) 0,4-3,3

      a

      Kepiting Biru (Callinectes)

      14

      d

      Kepiting Matsuba (Chionecetes) 25,9

      d

      Kepiting (Erimacrus) 18,4

      d

      Hemigraprapsus 10,6

      b a

      Kepiting Raja (Paralithodes) 35 10,4

      b

      Kepiting Merah (Pleuroncodes) 1,3 1,8

      d

      Udang Alaska

      28

      b d c

      Udang Crangon 5,8 11,6 69,1

      d

      Metapenaeus 32,4

      c

      Lobster (Nephrops) 69,8

      c

      Lobster (Homarus) 60,8-77,0

      d

      Penaeus

      25

      c

      Remis Lepas 58,3 Sumber : Hirano, 1986

      Keterangan:

      a

      Berdasarkan bobot bahan basah

      b

      Berdasarkan bobot bahan kering

      c

      Berdasarkan bobot bahan organik pada kulit luar

      d

      Berdasarkan bobot kering total kulit luar

      2.3.1 Sifat Kitin

      Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna

      o

      putih dengan kalor spesifik 0,373 ± 0,03 kal/g/ C (Knorr, 1984) dan derajat rotasi

      18 o D +22 pada kosentrasi asam metanasulfonat 1,0%. Sebagai biopolymer

      spesifik [α] kristalin, kitin terdapat dalam 3 bentuk Kristal di alam, yaitu α, β, dan γ. Kitin- α berbentuk Kristal ortorombik dengan setiap unit selnya mengandung 4 cincin N-asetil-

      D- glukosamina yang ditautkan dengan 2 ikatan glikosidik β-(1→4) dan tertara secara antiparalel, rapat, dan kompak. Kitin-

      β berbentuk kristalin monoklin dan setiap unitnya terdiri atas 2 cincin N-asetil-D-glukosamina dan 2 molekul air yang tertara secara parallel. Sementara struktur kitin-

      γ diduga dalam 2 penataan, yaitu 2 rantai paralel dan 1 antiparalel. Ketiga bentuk kristalin tersebut dapat dibedakan dengan

    • 1 menggunakan spektroskopi IR pada bilangan gelombang 3160 dan 3190 cm .

      Kitin hampir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam formiat, asam metanasulfonat, N,N-dimetilasetalmida yang mengandung 5% litium klorida, heksafluoroisopropil alkohol, heksafluoroaseton dan campuran 1,2- dikloroetana-asam trikloroasetat dengan nisbah 35:65 (% [v/v])(Hirano, 1986). Asam mineral pekat seperti H

      2 SO 4 , HNO 3 , dan H

      3 PO 4 dapat melarutkan kitin sekaligus

      menyebabkan rantai panjang kitin terdegradasi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil (Bastaman,1989).

      2.3.2. Kegunaan Kitin dan Kitosan

      Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin, dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak tanin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentukan film dan membran mulai terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan kitin dan kitosan digunakan sebagai pencampur ransum pakan ternak, antimikrob, antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur juga diterapkan dibidang kedokteran kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albican dan Staphvlacoccus aureus. Selain itu bipolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah- kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran di alis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom,bahan ortoprdik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi. (Purwantiningsih,S. 2009).

    2.4 Spektrofotometer Ultraviolet (UV)

      Spektrum absorpsi dalam daerah-daerah ultraungu dan tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi yang lebar. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UU-tampak, oleh karena mereka mengandung elektron, baik yang dipakai bersama maupun tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi di dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat terikat, dan radiasi dengan energi tinggi, atau panjang gelombang pendek, diperlukan untuk eksitasinya. Spektrum absorpsi dapat diperoleh dengan menggunakan bermacam-macam bentuk contoh : gas, lapisan tipis cairan, larutan dalam bermacam-macam pelarut, dan bahkan padat. Kebanyakan pekerjaan analitik menyangkut larutan, dan kita mengharapkan disini untuk mengembangkan satu uraian kuantitatifdari hubungan antara konsentrasi larutan dan kemampuannya untuk menyerap radiasi. Pada waktu yang sama, kita harus sadar bahwa besarnya absorpsi akan tergantung juga pada jarak yang dijalani oleh radiasi melewati larutan. Seperti telah kita lihat, absorpsi juga tergantung pada panjang gelombang radiasi dan tabiat jenis zat molekular dalam larutan.

      Hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang jalan melalui medium yang menyerap pertama kali dirumuskan oleh Bouguer (1729), meskipun kadang-kadang dianggap berasal dari Lambert (1768). Marilah kita membagi sebuah medium penyerap yang homogen, seperti suatu larutan kimia, menjadi lapisan-lapisan maya, masing-masing dengan ketebalan yang sama. Jika suatu sinar radiasi monokhromatik (yaitu radiasi dari satu panjang gelombang tunggal) diarahkan melewati medium, diketahui bahwa tiap lapisan menyerap bagian yang sama dari radiasi, atau tiap lapisan mengurangi tenaga radiasi sinar dengan bagian yang sama. Pernyataan persamaan ini dapat berbunyi: Tenaga radiasi yang ditransmisikan berkurang secara eksponensial jika tebal medium penyerap bertambah secara aritmatik.

      Hubungan antara konsentrasi macam zat penyerap dan besarnya absorpsi dirumuskan oleh Beer dalam tahun 1859. Hukum beer analog dengan hukum Bouguer dalam menguraikan pengurangan eksponensial dalam tenaga transmisi dengan satuan peningkatan aritmatik dalam konsentrasi. Hukum Beer dapat digunakan dengan tepat hanya untuk radiasi monokhromatik dan sifat macam zat yang menyerap ditetapkan di atas jangkauan konsentrasi yang bersangkutan, maka disebut “penyimpangan” dari hukum Beer.

      Hukum-hukum Baouguer dan Beer dengan mudah digabung menjadi pernyataan yang sesuai. Kita mengetahui bahwa dalam mempelajari akibat perubahan konsentrasi terhadap absorpsi, jarak jalan lewat larutan harus dibuat tetap, tetapi hasil- hasil yang diukur akan tergantung pada besarnya harga tetapan.

    2.4.1 Peralatan untuk Spektrofotometer

      Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan contoh pada suatu panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat-alat demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun sebagai sinar tunggal atau sinar rangkap.

      Sumber Monokhromator Sampel Detektor Penguat Pembacaan (Sumber : Underwood,A.L. 1983)

    Gambar 2.4. Bagan Alat Spektrofotometer

      Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer yaitu:

      1. Sumber energi radiasi yang kontiniu dan meliputi daerah spektrum, dimana alat ditujukan untuk dijalankan.

      2. Monokhromator, yang merupakan suatu alat untuk mengisolasi suatu berkas sempit dari panjang gelombang-panjang gelombang dari spektrum yang luas yang disiarkan oleh sumber.

      3. Wadah untuk contoh

      4. Detektor yang merupakan suatu transducer yang mengubah energi radiasi menjadi isyarat listrik.

      5. Penguat dan rangkaian yang bersangkutan yang membuat isyarat listrik cocok untuk diamati.

      6. Sistem pembacaan yang dapat mempertunjukkan besarnya isyarat listrik.

      (Underwood,A.L. 1983)

    2.5 Spektroskopi FTIR

      Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro.

    • 1

      Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm dan

    • 1

      666 cm (2,5

    • – 15,0 μm). Sebuah molekul yang paling sederhana sekalipun dapat memberikan spektrum yang sangat rumit. Kimiawan organik mengambil keuntungan dari kerumitan spektrum itu dengan membandingkan spektrum senyawa yang tidak diketahui terhadap spektrum cuplikan yang asli. Suatu kesesuaian puncak demi puncak merupakan bukti yang kuat tentang identitasnya. Selain enantiomer, dua senyawa tidak mungkin memberikan spektrum inframerah yang sama.
      • 1 -1

      Pancaran infra-merah terbatas di antara 4000 cm dan 666 cm (2,5

    • – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercatu, namun spektrum getaran tampak bukan sebagai garis- garis melainkan berupa pita-pita. Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang atau panjang gelombang. Satuan bilangan gelombang
      • 1

      (cm , kebalikan sentimeter). Terdapat dua macam getaran molekul yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom. (Silverstein, R.M. 1986)

      Spektroskopi IR juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisa kuantitatif. Spektrum infra merah memberikan puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya. Spektrum absorpsi dibuat dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase transmitan (T) pada sumbu Y. Bila dibandingkan dengan daerah UV-tampak, dimana energi dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi elektronik, maka radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorpi sinar inframerah. Jadi, untuk dapat mengabsorpi, molekul harus memiliki perubahan momen dipole sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan amplitude salah satu gerakan molekul. (Khopkar,S.M.2008)

    2.5.1 Peralatan untuk Spektrofotometer Inframerah

      Komponen dasar spektrofotometer IR sama dengan UV-tampak, tetapi sumber, detektor, dan komponen optiknya sedikit berbeda. Mula-mula sinar infra merah dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian dilewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (stray radiation). Berkas ini kemudian didispersikan melalui prisma. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada detektor. (Khopkar,S.M.2008)

      Sel Rujukan Sumber Pemenggal Kisi Detektor Perekam Cahaya Sel Contoh

    (Sumber : Fessenden,R.J.1983)

    Gambar 2.5. Bagan Alat Spektroskopi Inframerah

      Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Komponen alat yang khas adalah sumber cahaya yang memancarkan cahaya inframerah pada semua panjang gelombang. Cahaya dari sumber ini pecah oleh sistem cermin menjadi dua berkas cahaya, berkas rujukan (referensi) dan berkas contoh. Setelah masing-masing melewati sel rujukan (pelarut murni, jika pelarut itu digunakan dalam contoh, atau kosong jika contoh tak menggunakan pelarut) dan sel contoh, kedua berkas ini digabung kembali dalam pemenggal (chopper; suatu sistem cincin lain), menjadi suatu berkas yang berasal dari kedua berkas itu, yang selang-seling bergantian. Berkas selang-seling ini didifraksi oleh suatu kisi sehingga berkas itu terpecah menurut panjang gelombang. Detektor mengukur beda intensitas antara kedua macam berkas tadi pada tiap-tiap panjang gelombang dan meneruskan informasi ini ke perekam, yang menghasilkan spektrum. Pita-pita inframerah dalam sebuah spektrum dapat dikelompokkan menurut intensitasnya : kuat (s, strong), medium (m) dan lemah (w,

      

    weak ). Suatu pita lemah yang bertumpang-tindih dengan suatu pita kuat disebut bahu

      (sh, shoulder). Banyaknya gugus identik dalam sebuah molekul mengubah kekuatan relatif pita absopsinya dalam suatu spektrum. (Fessenden,R.J.1983)

    2.5.2 Spektrum Inframerah untuk Glukosamin

      Karakterisasi glukosamin hidroklorida dapat ditentukan dengan menggunakan spektroskopi inframerah. Menurut Mojarrad et al. (2006) spektrum inframerah dari glukosamin dapat dilihat sebagai berikut: FT-IR Kitin (KBr) : 532 (w), 565 (w), 952 (w), 1024 (m), 1074 (m), 1114 (m), 1157 (m), 1205 (w), 1261 (w), 1314 (m), 1379 (m), 1429 (m), 1559 (m), 1629 (m), 1658

    • 1 (m), 2890 (m), 2930 (m), 3130 (m), 3254 (m), 3443 (s), 3471 (s) cm .

      FT-IR Glukosamin HCl (KBr) : 570 (s), 597 (s), 698 (w), 773 (m), 854 (m), 889 (w), 912 (m), 1002 (s), 1034 (s), 1066 (s), 1095 (s), 1137 (s), 1183 (m), 1394 (m), 1421 (s),

    • 1 1535 (s), 1583 (s), 1614 (s), 2943 (s), 3042 (s), 3105 (s), 3350 (s) cm .

      Spektrum inframerah dari glukosamin hidroklorida yang diperoleh

    • 1

      menunjukkan deasetilasi apabila bilangan gelombang ~1700 cm untuk C=O, yang ada dalam spektrum inframerah kitin telah menghilang. Dimana gugus-gugus penting pada glukosamin hidroklorida adalah O-H, N-H, dan ikatan glikosida.

    • 1

      Menurut Silverstein, R.M. (1986) gugus O-H berada di antara 3500-3200 cm

    • 1
    • 1

      untuk glukosamin 3350 cm . Gugus N-H berada di antara 1610-1481 cm , untuk

    • 1
    • 1

      glukosamin 1535 cm . Gugus C-N berada diantara 1342-1266 cm , untuk glukosamin

    • 1
    • 1

      1334 cm . Dan Ikatan glukosida berada diantara 1150-1085 cm , untuk glukosamin

    • 1 1034 cm .