Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara

PERENCANAAN LANSKAP PULAU LELEI SEBAGAI AREA
PENYAMBUTAN KAWASAN WISATA BAHARI
KEPULAUAN GURAICI MALUKU UTARA

MARIO DELAU

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKIRPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan
Guraici Maluku Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Mario Delau
NIM A44080081

ABSTRAK
MARIO DELAU. Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan
Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara Dibimbing oleh NIZAR
NASRULLAH
Kepulauan guraici merupakan salah satu destinasi wisata bahari yang terletak
di Kabupaen Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Perencanaan lanskap area
penyambutan dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan wisatawan untuk
kegiatan wisatanya. Perencanaan lanskap secara khusus terletak pada Pulau Lelei
yang memiliki luas area yang akan dikembangkan sebesar 10,46 Ha. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan perencanaan area penyambutan untuk kegiatan wisata
bahari di Kepulauan Guraici yang terdiri dari lanskap dan potensi pada tapak yang
dapat mendukung tapak menjadi obyek wisata. Penelitian dilakukan sejak April
2012 hingga Juni 2012. Proses perencanaan yang dilakukan mengacu pada metode
Simond (2006) yang terdiri atas commissions, research, analysis, dan sintesis. Hasil

dari penelitian didapati pada 55,9% area sesuai digunakan untuk perencanaan,
23,5% cukup sesuai, dan 21,6% kurang sesuai Pada tapak direncanakan ruang
terdiri dari 0,52 Ha ruang penerimaan (5,0%), 5,63 Ha ruang pelayanan (53,9%),
3,22 Ha ruang konservasi (30,7%), dan 1,09 Ha ruang transisi (10,4%).
Kata kunci: area penerimaan, perencanaan lanskap, wisata bahari.

ABSTRACT
MARIO DELAU. Landscape Planning Of Lelei Island As Welcome Area In Marine
Tourism Of Guraici Island North Maluku. Supervised by NIZAR NASRULLAH.
Guraici Archipelago is a marine tourism destination in South Halmahera,
Province of North Maluku. Landscape planning for Welcome area was intend to
accomodate tourist requirement for their activities. The landscape planning
specifically locate in Lelei Island which have 10,46 Ha of the area to be developed.
This study was purposed to propose landscape planning in Lelei Island as an
welcome area for marine tourism in Guraici Archipelago area according to its
landscape and society potency to pursue the island vision to be a tourism object.The
study was conducted since April 2012 until June 2012. Planning process by
Simonds (2006) way used with research approach which consisted of commission,
research, analysis, and sintesis. Spatial and descriptive analysis were use to
determine the suitability of the space for tourism. The result showed that 55,9% of

the space was high suitability for planning, 23,5 % moderate, and 20,4% was low.
Site was planned consisting of 0,5 Ha welcome area (5,02%), 5,6 Ha service area
(54,44%), 3,2 Ha conservation area (10,53%), and 1,1 Ha transition area (9,76%).
Keyword : landscape planning, marine tourism, welcome area.

PERENCANAAN LANSKAP PULAU LELEI SEBAGAI AREA
PENYAMBUTAN KAWASAN WISATA BAHARI
KEPULAUAN GURAICI MALUKU UTARA

MARIO DELAU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMAN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau keseluruhan Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Judul Skripsi: Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan
Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara
Nama
NIM

: Mario Delau
: A44080081


Disetujui oleh

Dr Ir Nizar Nasrullah, M.Agr
Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah
perencanaan lanskap, dengan judul Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area
Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr

selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Selatan
Bapak Drs. Minggu La Ujo. Terimakasih juga kepada Kepala Desa Pulau Lelei
Bapak H. Abjan Armain dan Sekertaris Desa Bapak Opan atas bantuannya selama
proses pengambilan data di Pulau Lelei. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dan
juga kepada Dewi Kurniati atas dukungan dan semangat yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Mario Delau

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat

2


Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA

4

Perencanaan Lanskap

4

Pariwisata

4

Wisata Bahari

5


Teori Pengembangan Area Wisata Bahari

6

Karakteristik Kedatangan Wisatawan

7

Penelitian Terdahulu

8

METODOLOGI

9

Lokasi Penelitian

9


Alat dan Bahan

9

Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik

10
14
14

Administrasi dan Geografis

14

Lokasi dan Aksesibilitas

15


Tanah dan Topografi

16

Iklim

22

Hidro-Oseanografi

25

Vegetasi dan Satwa

30

Visual

30

Aspek Sosial
Kependudukan

34
34

Tata Guna Lahan

35

Tutupan Lahan

35

Aspek Wisata

38

Potensi Wisata

38

Kebijakan Sektor Wisata

41

Hasil Analisis

41

Sintesis

45

Studi Skematik Perencanaan Area

45

Perencanaan Lanskap Area Penyambutan

50

Rencana Sirkulasi

50

Rencana Vegetasi

51

Rencana Fasilitas

57

SIMPULAN DAN SARAN

60

Simpulan

60

Saran

60

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

78

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jenis data, bentuk data, tipe data dan sumber data
11
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
11
Standar dan Kriteria Analisis
12
Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi
15
Perbandingan Persentase Kemiringan
16
Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan.
17
Data iklim rata-rata setiap bulan
22
Data pasang bulan Juni 2013
25
Rata-rata nilai parameter fisika-kimia oseanografis perairan sekitar perairan
Kepulauan Guraici
27
Jenis vegetasi
30
Tingkat pendidikan penduduk Desa Lelei
34
Jenis mata pencaharian penduduk Desa Lelei.
34
Persentase dan luas area kesesuaian
41
Kendala dan solusi pada tapak
41
Pembagian ruang dan fungsi ruang
47
Jenis dan ukuran jalur sirkulasi
50
Rencana fasilitas
3

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Kerangka Pikir Penelitian
3
Pulau Lelei
9
Bagan Proses Perencanaan (Simonds, 1983)
10
Lokasi Penelitian
14
Jalur Aksesibilitas Menuju Tapak
16
Peta Topografi.
18
Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan
19
Peta Analisis Kemiringan Lahan
21
Grafik Iklim Kawasan
23
Pengaruh Tanaman Terhadap Iklim (a) suhu dan kelembaban (b) Radiasi
Matahari (Brooks, 1988)
24
Grafik Pasang Surut Air Laut. (Sumber: Tidecomp, 2013)
26
Kondisi Batimetri Pulau Lelei. (Sumber : KKLD, 2009)
28
Peta Batimetri. (Sumber : Dishidros, 2011)
29
Keadaan Visual Tapak
31
Peta Visual
32
Peta Analisis Visual
33
Peta Tutupan Lahan
36
Peta Analisis Tutupan Lahan
37
Terumbu Karang dan Obyek Diving Pada Tapak
39
Beberapa Jenis Ikan yang Dapat Ditemui
40
Peta Komposit
43
Ilustrasi Pembagian Ruang
45
Peta Skematik Perencanaan
46
Diagram Hubungan Antar Ruang
48
Formasi Tanaman Pinggir Pantai
49
Fungsi Arsitektural Tanaman
49
Peta Rencana Lanskap
52
Tampak Potongan
1
Perspektif Keseluruhan Tapak
2
Ilustrasi Dermaga dan Shelter
4
Menara Pandang
5

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Lampiran 1. Data Suhu Tahun 2007-2011
9
Lampiran 2. Data Kelembaban Udara Tahun 2007-2011
10
Lampiran 3. Data Curah Hujan 2007-2011
11
Lampiran 4. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Juli 2012
(Tidecomp, 2013)
12
Lampiran 5. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Agustus 2012
(Tidecomp, 2013)
13
Lampiran 6. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan September 2012
(Tidecomp, 2013)
14
Lampiran 7. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Oktober 2012
(Tidecomp, 2013)
15
Lampiran 8. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan November 2012
(Tidecomp, 2013)
16

9
10
11
12
13
14
15

Lampiran 9. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Desember 2012
(Tidecomp, 2013)
17
Lampiran 10. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Januari 2013
(Tidecomp, 2013)
18
Lampiran 11. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Februari 2013
(Tidecomp, 2013)
19
Lampiran 12. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Maret 2013
(Tidecomp, 2013)
20
Lampiran 13. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan April 2013
(Tidecomp, 2013)
21
Lampiran 14. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Mei 2013
(Tidecomp, 2013)
22
Lampiran 15. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Juni 2013
(Tidecomp, 2013)
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan dalam pendapatan negara
non pajak. Potensi pariwisata di Negara Indonesia terbentang mulai dari ujung barat
hingga ke ujung timur. Jenis wisata yang ditawarkan pun beragam. Mulai dari
wisata budaya, wisata bahari, wisata alam, dan masih banyak jenis wisata yang
dapat dikembangkan di Negara Indonesia. Sektor pembangunan wisata tidak hanya
fokus untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat pada sektor ekonomi
saja akan tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk didalamnya kebutuhan
akan wisata/ rekreasi (Gunn, 1993).
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi yang sangat tinggi
untuk mengembangkan pulau-pulau yang ada sebagai kawasan wisata bahari. Data
dari hasil survei dan verifikasi dari Kementrian Kelautan dan Perikanan mencatat
jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.480 buah pulau (Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2008). Dengan jumlah sebanyak itu bukan tak mungkin Indonesia
menjadikan wisata bahari sebagai sektor wisata unggulan dari sektor wisata lainnya.
Wisata bahari yang sangat terkenal di Indonesia antara lain adalah Taman Laut
Bunaken di Sulawesi Utara, Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan yang
paling terkenal saat ini adalah Area Wisata Kepulauan Raja Ampat di Papua.
Eksotisme yang ditawarkan bukan hanya pemandangan bawah airnya saja tetapi
pemandangan alam yang sangat indah menjadi andalan dari sektor wisata bahari.
Atraksi utama dari wisata bahari adalah obyek penyelaman untuk melihat
keindahan alam bawah laut. Inilah yang menjadi tantangan dalam perencanaan area
wisata karena harus mengakomodir kebutuhan pengunjungnya di darat maupun di
laut (Jolic, Perko, Kavran, 2010).
Keindahan alam di Indonesia bagian Timur sudah tidak diragukan lagi,
eksotisme alam, jenis flora dan fauna, serta potensi unggulan pulau-pulau kecil
yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari.
Kepulauan Guraici adalah salah satunya. Terletak di Kabupaten Halmahera Selatan
Provinsi Maluku Utara, Guraici yang berarti kebun belakang menjadi salah satu
kawasan yang yang memiliki potensi wisata bahari. Sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Provinsi Maluku Utara dalam pasal 37 ayat e yang berbunyi
“Mengembangkan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau sebagai
pendorong kegiatan ekonomi lokal, regional dan nasional melalui pengembangan
investasi, khususnya pada bidang pariwisata bahari”. Ayat ini dapat dijadikan acuan
dasar untuk menggali potensi Kepulauan Guraici sebagai kawasan wisata.
Aspek perencanaan kawasan wisata sangat dibutuhkan untuk mengatur apa
saja yang boleh dan tidak boleh berada diatas kawasan. Hal ini dapat menyebabkan
masalah yang serius seperti tidak tertatanya sarana dan prasarana penunjang, tidak
adanya peraturan dari pemerintah, dan terlebih adalah masalah polusi (Smith, 1992).
Kesalahan seperti ini dapat menyebabkan kerusakan kawasan wisata yang tidak
diinginkan. Perencanaan wisata memerlukan sedikit pengetahuan tentang wisata itu
sendiri dan bagaimana merencanakan dan merancang kawasan wisata tersebut.
Wisata dapat bertujuan untuk memperkaya seseorang, dapat melindungi alam, dan
dengan perencanaan yang baik wisata juga dapat mengintegrasikan kedua tujuan

2
dengan meminimalkan dampak yang mungkin terjadi dikemudian hari (Gunn,
1993).
Selama ini informasi tentang keberadaan kawasan wisata bahari di Indonesia
hanya menyebar dari mulut ke mulut saja. Hanya beberapa kawasan yang sudah
sangat terkenal yang memiliki informasi mengenai letak keberadaannya seperti di
Bunaken, Raja Ampat, dan sebagian yang berada di Bali. Penataan letaknya juga
tidak begitu jelas karena letak kawasan menyebar tergantung keberadaan spot
diving yang terdapat di kawasan tersebut. Disinilah perlunya pengembangan
kawasan yang menjadi area penyambutan (welcome area) yang menjadi awal
masuk ke dalam kawasan sehingga tidak perlu lagi setiap resort atau penginapan
yang memiliki fasilitas utama juga memiliki area penyambutan masing-masing.
Kepulauan Guraici memiliki sembilan lokasi menyelam yang menyebar di
kawasan. Hasil dari pengambilan data ditemukan sebanyak 28 genus karang batu.
Jenis ikan yang ada di lautan adalah jenis ikan-ikan karang (Dinas Kelautan dan
Perikanan Maluku Utara, 2011). Oleh karena itu kawasan ini sangat cocok untuk
dijadikan sebagai kawasan wisata bahari. Akan tetapi perencanaan yang minim
dilakukan oleh dinas-dinas terkait membuat kurangnya penataan di kawasan
tersebut. Penataan suatu kawasan merupakan salah satu bagian dari perencanaan
yang bertujuan untuk mengatur fasilitas apa saja yang mendukung proses wisata
seperti penginapan dan transportasi.
Tujuan
Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berupaya
untuk mengembangan pulau-pulau kecil sebagai sebagai kawasan wisata bahari,
maka tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap area penyambutan
pada kawasan wisata bahari Pulau Guraici yang memberi identitas khas lokasi,
memberi rasa aman, dan nyaman kepada pengunjung dengan memperlihatkan
keindahan alam kawasan melalui penempatan vegetasi dan dilengkapi fasilitas atau
utilitas pelayanan kedatangan wisatawan.
Manfaat
Manfat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya:
1.
2.

Menjadi rujukan dalam pengembangan Kepulauan Guraici dengan potensi
wisata yang ada;
Sebagai tempat wisata bagi penduduk sekitar, wisatawan dalam negeri maupun
wisatawan asing.
Kerangka Pikir

Sebagai tempat yang pertama kali dikunjungi, area penerimaan harus mampu
memberikan kesan yang baik bagi wisatawan. Pulau Lelei sebagai area penerimaan
kawasan tersebut perlu diperbaiki untuk meningkatkan nilai jual kawasan wisata
bahari. Pada lahan yang akan dijadikan area penerimaan akan ditinjau dari aspek
fisik dan biofisik kemudian dianalasis agar diketahui kesesuaian lahan untuk
kegiatan wisata. Selain kedua aspek tadi, karakter masyarakat, adat istiadat, dan
kebudayaan masyarakat di kawasan menjadi faktor pendukung sebagai preferensi
pengunjung terkait interaksi dengan masyarakat. Diagram kerangka pikir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

3
Lanskap Kawasan Wisata Bahari

Area Penerimaan

Pemanfaatan Pulau Lelei
Sebagai Area Penerimaan

Aspek Fisik







Lokasi dan
Aksesibilitas
Topografi
Iklim
HidroOceanografi
Visual Tapak
Tata Guna
Lahan

Aspek
Biofisik



Vegetasi
Satwa

Aspek Wisata
 Objek dan
atraksi

Analisis Kesesuaian Lahan

Aspek Sosial
 Karakter
Masyarakat
 Kebudayaan

Analisis Preferensi

Zonasi

Perencanaan Pulau Lelei
Sebagai Area Penerimaan
Kawasan Wisata Bahari
Vegetasi

Fasilitas
Pelayanan

Utilitas

Lanskap Pulau Lelei Sebagai Kawasan
Perencanaan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Elemen
Identitas

4

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Menurut Marsh (1991) menjelaskan maksud dari perencanan di dalam
lanskap adalah bagaimana cara untuk membuat keputusan tentang cara
memanfaatkan sumberdaya. Seorang ahli lanskap harus mampu merencanakan agar
bisa merancang sesuatu yang sangat esensial dan baru bagi bumi. Ada dua kategori
dalam perencanaan yang pertama adalah pembuatan keputusan. Hal ini menyangkut
tentang bagaimana cara membangun metode dan maksud dalam membuat
keputusan perencanaan, memformulasikan rencana, kemudian mempersiapkan apa
saja informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan keputusannya. Kategori yang
kedua adalah rencana teknis yang menyangkut berbagai jenis analisis dan relasi
antara aktivitas yang kita gunakan untuk mendukung proses pembuatan keputusan.
Perencanaan dimaksudkan untuk membangun kemampuan untuk merespon
secara efektif dari perubahan yang bisa terjadi nantinya. Meskipun dalam skala
perencanaan pada komunitas yang kecil dan sederhana melibatkan banyak kegiatan
partisipasi, pengetahuan dan keutusan serta implementasi nantinya. Keputusan
akhir harus benar-benar sesuai untuk bisa dilanjutkan ke tahap implementasi. Proses
perencanaan dalam skala pemerintahan juga dipengaruhi oleh keputusan politik
suatu sistem pemerintahan. Skala perencanaan dipengaruhi oleh tiga aspek yang
berbeda. Yang paling sering adalah mengetahui ukuran tapak yang akan
direncanakan. Jenis yang kedua adalah mengetahui tujuan dari perencanaan dan
yang terakhir adalah mengetahui pengaruh perncanaan terhadap ruang lingkup
suatu regional.
Pendekatan yang digunakan oleh Simonds (1983) terdiri dari tahap
commission, research, analysis, synthesis, dan operation. Pada studi ini dibatasi
hingga tahap synthesis saja. Tahap commission merupakan pertemuan antara
pelaksana dengan pihak klien sebagai tahap awal dalam memulai studi untuk upaya
mengetahui gambaran-gambaran pengembangnya dan keinginan klien. Tahap
research adalah tahap pengumpulan data-data yang diperlukan mencakup kondisi
fisik tapak yang diperoleh dari survei, wawancara, atau penyebaran kuisioner.
Tahap analysis dilakukan untuk menganalisis tapak sebagai upaya untuk melihat
potensi yang ada pada tapak. Tahap synthesis dilakukan untuk mendapatkan
altenatif program pengembangan ruang yang ada di tapak dimana program yang
terpilih dikembangkan menjadi rencana pengermbangan lanskap awal dalam
bentuk plan concept.
Pariwisata
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 mendefinisikan
pariwisata sebagai segala macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Undang undang ini mengatur semua aspek meliputi tujuan
pariwisata, hak, kewajiban, dan larangan dalam kepariwisataan serta aspek lainnya
yang mengatur kepariwisataan di Indonesia. Pariwisata di Indonesia menjadi salah
satu tumpuan pendapatan negara non pajak. Keberagaman jenis kegiatan pariwisata
di Indonesia merupakan suatu alasan mengapa pemerintah bergantung dari sektor

5
tersebut. Dari pemberitaan di media, Penerimaan negara dari sektor pariwisata pada
tahun 2011 mencapai US$7,6 Miliar. Hal inilah yang menjadikan alasan mengapa
pariwisata mampu menjadi tulang punggung negara, terlebih pada kondisi krisis
ekonomi sekarang.
Aspek kepariwisataan di Indonesia sudah diatur dalam UU No. 10 Tahun
2009 yang mengatur semua aspek baik jenis-jenis wisata, apa saja yang boleh dan
tidak, dan juga mengatur partisipasi masyarakat di suatu kawasan wisata karena
selain untuk penerimaan negara, pariwisata juga harus mampu menunjang
kebutuhan ekonomi warga sekitarnya dan Pemerintah Daerah setempat tentunya.
Lokasi kawasan wisata juga tergantung dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) yang disusun di suatu provinsi atau kabupaten karena RTRW mengatur
pembagian wilayah untuk suatu fungsi tertentu misalnya kawasan industri, kawasan
pemukiman, dan kawasan lainnya yang membentuk suatu ruang tertentu.
Wisata Bahari
Wisata didefinisikan sebagai perjalan seseorang ke suatu tempat diluar tempat
tinggal dan kerjanya, untuk melakukan aktivitas rekreasi, pengembangan diri, dan
hiburan lainnya serta tinggal dalam jangka waktu sementara (Mathieson and Wall,
1982). Wisata bahari adalah suatu perjalanan keluar dari tempat tinggalnya untuk
menikmati alam laut. Potensi Indonesia untuk mengembangkan suatu wisata bahari
sangatlah tinggi. Banyak gugus kepulauan maupun pulau-pulau kecil di Indonesia
yang memiliki potensi keindahan alam laut. Hal inilah yang perlu untuk
dikembangkan menjadi suatu aspek yang dapat menjadi pendapatan negara.
Dalam pengembangan kawasan wisata bahari, hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah untuk meningkatkan nilai sosial dan ekonomi penduduk sekitar
kawasan wisata. Dengan menemukan strategi pengembangan yang tepat untuk
wisata bahari dengan berdasarkan pada prinsip pengembangan yang berkelanjutan,
dan memperhatikan kondisi kawasan untuk menerima tujuan yang diinginkan
antara lain:
- Wisata sebagai sektor ekonomi yang memberikan manfaat dari
pengembangan kawasan wisata bahari yang terikat dengan wisata lainnya.
- Jasa penyedia makanan merupakan aspek yang tidak bisa
dikesampingkan dalam pengembangan kawasan wisata bahari karena
memberikan peluang tersendiri karena dapat menyediakan makanan khas
daerah setempat karena pada dasarnya makanan menjadi kebutuhan untuk
bertahan hidup.
- Akomodasi – Wisata bahari berpengaruh langsung terhadap kapasitas
akomodasi yang tersedia. Beberapa wisatawan mungkin memerlukan hotel
dengan panorama laut. Dalam hal ini pengembangan berpengaruh terhadap
peningkatan kebutuhan akomodasi di pinggir pantai suatu pulau.
- Pelayanan – Pelayanan berupa potensi kawasan sudah tersedia terlebih
dahulu sebelum nantinya pelayanan-pelayanan lainnya yang akan
dikembangkan.
- Pengaruh langsung maupun tidak langsung dari aktivitas – Pengaruh
aktivitas langsung disini maksudnya adalah aktivitas yang langsung
menghubungkan antara pengunjung dengan kawasan wisata, sedangkan

6
pengaruh aktivitas tidak langsung contohnya adalah ketertarikan dengan
budaya atau adat istiadat masyarakat sekitar.
Teori Pengembangan Area Wisata Bahari
Pengembangan wisata bahari di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1966 di
Pulau Putri dimana pemiliknya membangun sebuah bungalow yang oleh
pemiliknya dipinjamkan (bukan disewakan) pada kawan-kawannya. Studi pertama
yang berkaitan dengan wisata bahari dilakukan oleh PT. Idacipta dengan menyusun
suatu studi berjudul “Survei Wisata Bahari Indonesia”. Dengan bantuan LON-LIPI,
POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia), dan Departemen Kehutanan
yang berhasil menyusun peta Indonesia yang menunjukkan lokasi taman-taman laut
yang indah dan dapat diselami.
Bagi pengembangan pantai perlu dibuat suatu konsep perencanaan yang
sesuai dengan karakteristik dan potensi yang khas dari keindahan pantai yaitu
dengan dasar pemikiran untuk mempertahankan/menciptakan saran-sarana dan
lingkungan alamiah, menjaga kelestarian alam dan lingkungan, serta menjaga
keseimbangan ekologi. Kebijakan yang digariskan harus menjamin tidak akan
terjadi pertentangan antara pengembangan ekonomi wilayah dengan tujuan
melestarikan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pertimbangan dua
aspek yaitu :
-

Hubungan antara bangunan-bangunan baru dan jalan-jalan dalam lanskap
dan lahan;
Menentukan daya dukung wilayah yang baru, dilihat dari segi ekonomi
dan lingkungan

Dengan demikian tidak boleh ada perencanaan dan peruntukan pantai yang
bertentangan dengan keadaan asli alam (Hadinoto dan Kusuelo, 1987).
Dasar pemikiran konsep perencanaan alamiah harus menguasai pula
perencanaan bangunannya. Bentuk arsitektur bangunan kerang begitu ditonjolkan,
sebaliknya direncanakan sealami mungkin dengan taman atau halaman yang indah
yang penuh dengan tanaman penyemarak dan pepohonan yang ditata secara indah
dan menonjol karena lanskap harus menjadi faktor yang dominan. Kita percaya
bahwa pengunjung akan mengingat terus kamar yang luas dan indah, halaman
tropika yang indah, dan suasana informal. Tanaman juga dapat meleburkan
kepadatan dengan menjadi faktor yang mempersatukan lahan. Hubungan antara
bangunan-banguna dan ruang terbuka akan terbentuk dengan hadirnya tanaman.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah limbah yang dihasilkan dari
adanya kawasan wisata. Pencemaran air laut dari daratan akan bertambah seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk (pengunjung). Ada lima macam air limbah
yang perlu diperhatikan berdasarkan sumber limbahnya antara lain adalah dari
rumah tangga dan hotel atau penginapan. Jika begini proses ini merupakan
pekerjaan rumah bagi dinas atau pemerintah terkait yang menangani kawasan
tersebut. Hal ini juga untuk meminimalkan “ocean dumping” atau membuang
sampah ke laut. Ini sering terjadi ketika tidak ada aturan yang jelas mengikat dan
mempengaruhi pola kebiasan pengunjung terlebih pengunjung dalam negeri.

7
Fasilitas yang ada juga telah diatur sesuai dengan standar-standar tertentu.
Jenis fasilitas, jarak dari tepi laut juga dijelaskan dalam hasil Seminar Laut
Indonesia II. Selain itu biasanya Pemerintah daerah setempat juga telah memiliki
rencana pengembangan wilayahnya atau yang biasa disebut RTRW (Rencana Tata
Ruang dan Wilayah). Selain RTRW Pemerintah Daerah setempat biasanya
memiliki peraturan-peraturan tertentu dalam kaitan pengembangan suatu wilayah
seperti mengatur jarak sempadan pantai dari tepi laut dan lain sebagainya.
Karakteristik Kedatangan Wisatawan
Jumlah pengunjung suatu area wisata harus dapat ditentukan sebagai suatu
acuan dari perkembangan umum serta tingkat daya tarik wisata. Jumlah yang
ditentukan tiap bulannya dapat digunakan untuk menghitung frekwensi pengunjung
dalam tiap musim wisata. Karakteristik dan kebiasaan pengunjung dalam setiap
musim harus dapat diketahui seperti :
- Daerah asal – Daerah asal wisatawan sebagai upaya untuk mengetahui
tujuan dari promosi area wisata terutama wisata yang digunakan secara
internasional. Data kependudukan yang terdapat di area wisata diperlukan
untuk mengetahui jumlah penduduk tetap supaya dapat dibedakan dengan
wisatawan asing. Banyak wisatawan asing yang memilih untuk tinggal
selama periode tertentu di suatu area wisata. Hal inilah yang
mempengaruhi tingkat sosial-ekonomi yang dapat berimbas pada kawasan
wisata tersebut;
- Tujuan kunjungan – Tujuan dari kunjungan meliputi liburan, pekerjaan,
melakukan studi, misi diplomasi, mengunjungi teman atau relasi, dan
terkadang beberapa kunjungan tergantung situasi lainnya. Kependudukan
wisatawan harus dikategorikan sebagai kunjungan dalam waktu singkat.
Tujuan dan karakteristik penting diketahui sebagai rencana pemasaran dan
rencana pengadaan fasilitas;
- Lama kunjungan – Mengaju pada lama waktu bermalam disuatu tempat
menjadi faktor yang penting untuk menentukan hubungan dari tingkat
penggunaan fasilitas dan total pengeluaran wisatawan;
- Umur, jenis kelamin, dan jumlah keluarga – Hal ini merupakan
karakter yang penting untuk mengetahui penentuan profil wisata untuk
pemasaran dan fasilitas wisata sesuai tujuan perencanaan. Umur dapat
dikelompokkan kedalam kategori umum (beberapa wisatawan tidak ingin
memberitahukan umur mereka);
- Pola pengeluaran – total pengeluaran yang dikeluarkan wisatawan dan
untuk keperluan tertentu menjadi tipe utama untuk apa uang tersebut
dihabiskan seperti akomodasi, makan dan minum, belanja, transportasi,
dan lain sebagainya adalah informasi untuk menentukan dampak ekonomi
dari wisata dan memberikan penghasilan untuk merekomendasikan cara
meningkatkan kemampuan belanja pengunjung. Pola pengeluaran dapat
ditentukan dengan survey secara khusus dengan mengestimasikan untuk
membangun hotel, rumah makan, agen perjalanan, dan toko-toko kecil;
- Perilaku pengunjung – Menentukan perilaku pengunjung dan tingkat
kepuasan akan suatu kawasan secara menyeluruh meliputi atraksi wisata,

8
fasilitas, dan pelayanan dapat memberikan informasi yang berharga untuk
mengembangkan wisata. Informasi ini dapat degan baik diperoleh melalui
survei yang mengikutsertakan pola pengeluaran pengunjung dan
karakteristik yang menjadikan semua faktor dapat menunjukkan tingat
hubungan dalam analisis. Survey dapat menambahkan pertanyaan yang
relative terhadap pengunjung juga masyarakat sekitar mengenai adakah
pola perilaku pengunjung yang mempengaruhi perilaku penduduk sekitar
atau bahkan mampu mengubah kebiasaan penduduk sekitar di masa yang
akan datang (Gunn, 1993).
Penelitian Terdahulu
Keberlangsungan wisata bahari yang telah direncanakan dapat dilihat dari
jumlah wisatawan yang berkunjung. Apakah wisatawan selalu datang atau pada
saat-saat tertentu seperti liburan atau ada kegiatan musiman. Suatu area wisata
harus dapat menampung jumlah wisatawan yang datang. Fasilitas penunjang seperti
hotel atau resort harus dapat menampung wisatawan. Akan tetapi demi
keberlanjutan area wisata yang memiliki kerentanan seperti pulau-pulau kecil
kedatangan wisatawan harus dapat dikendalikan agar sesuai dengan daya tampung
area wisata. Penghitungan daya dukung kawasan diperlukan untuk mengetahui
jumlah wisatawan boleh berkunjung dan mengetahui berapa banyak akomodasi
yang diperlukan. Fasilitas lain seperti dermaga merupakan fasilitas paling utama
yang harus dimiliki oleh kawasan wisata bahari. Selain untuk transportasi
pengunjung, dermaga juga dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang
bekerja sebagai nelayan atau sebagai transportasi menuju pulau-pulau disekitarnya.
Fasilitas lain yang juga diperlukan adalah fasilitas kesehatan. Bagaimanapun
kesehatan juga dibutuhkan baik bagi wisatawan maupun penduduk setempat
(Murata, 2010).
Penelitian mengenai potensi ekowisata bahari di Pulau Guraici telah
dilakukan oleh mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada. Penelitian ini mengkaji
konsep yang sesuai untuk merencanakan kawasan wisata Pulau Guraici yang
berdasarkan pada karakteristik ekologis pulau tersebut. Hal ini bertujuan sebagai
upaya menyeimbangkan kepentingan ekonomi keberlanjutan, dan pelestarian alam.
Penerapan konsep ekowisata bahari pada kawasan pesisir merupakan suatu program
pemanfaatan lingkungan dengan keuntungan ganda, yaitu selain mendapat nilai
ekonomi/ finansial juga mendapat keuntungan yang signifikan dengan
berkelanjutannya ekositem alam. Dengan kata lain, ekowisata bahari merupakan
bentuk konsep wisata yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang lebih
berkelanjutan antara alam, sosial-budaya, ekonomi dan menyajikan nilai edukasi
pada setiap produk wisata yang ditawarkan. Aktifitas ekowisata bahari
mendeskripsikan sebagai wisata berbasis air dan wisata berbasis alam atau bentuk
wisata gabungan dari keduanya (Triyuniarti, 2011).

9

METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pulau Lelei yang termasuk dalam
kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi
Maluku Utara. Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai
dari bulan April 2012 hingga Juni 2012, dan penyusunan skripsi hingga Mei 2013.

Pulau
Lelei
GambarGambar
2. Pulau2.Lelei
(Tak
berskala)
Alat Dan Bahan
Bahan dan data yang didapat dari survei langsung diantaranya adalah data
objek, tata ruang, dan aksesibilitas, data visual, data peta, dan data wawancara.
Alat dan bahan lain yang diperlukan, meliputi:
1. peta kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici;
2. foto udara (www.googleearth.com);
3. kamera, GPS, dan kompas;
4. komputer dan software ( AutoCAD, Sketch Up, Photoshop dll).

10
Metode Penelitian
Proses perencanaan tapak yang dilakukan mengikuti tahapan perencanaan
yang dikemukakan oleh Simonds (1983) dimana tahapan perencanaan ini meliputi
Tahapan
commissions
(pemberian
tugas),
research
(pengumpulan
data/inventarisasi), analysis (analisis), synthesis (sintesis), constructions
(pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan). Namun untuk studi perencanaan
lanskap tahapan perencanaan hanya dilakukan sampai tahap sintesis. Bagan proses
perencanaan menurut Simonds dapat dilihat pada gambar 3.

Tidak Termasuk Dalam Proses Perencanaan

Gambar 3. Bagan Proses Perencanaan (Simonds, 1983)
Gambar 3. Bagan Proses Perencanaan (Simonds, 1983)
Tahapan proses perencanaan lanskap area penerimaan pada kawasan wisata
bahari Kepulauan Guraici adalah sebagai berikut:
1. Commission
Tahap awal dari seluruh proses perencanaan. Pada dasarnya tahapan ini
merupakan tahapan untuk mempersiapkan perencanaan lanskap jalan yang
menjadi lokasi penelitian. Dalam tahapan ini pula wajib diketahui mengenai
keinginan klien (dalam hal ini Pemerintah Daerah) tentang apa saja manfaat
dari perencaaan lanskap serta mengetahui kebijaksanaan Pemerintah Daerah
khususnya tentang penataan lanskap kawasan wisata.
2. Research
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan semua data dan informasi pembentuk
tapak, serta data lain yang dapat mempengaruhi tapak. Jenis data ada 2 yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari
hasil survei lapang yang dilakukan dengan pengamatan langsung ke tapak,
mendokumentasikan kondisi tapak, melakukan pengukuran terhadap tapak
untuk mendapat data fisik dan biofisik tapak.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi pustaka mengenai
keadaan tapak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah seperti kegiatan apa saja
yang dilakukan oleh warga sekitar untuk memanfaat sumberdaya yang ada di
sekitar tapak. Mengetahui jenis-jenis vegetasi yang ada ditapak serta vegetasi
dan satwa yang khas dari daerah tersebut. Jenis data, bentuk data, tipe, dan
sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

11

Tabel 1. Jenis data, bentuk data, tipe data dan sumber data
No
1

2

3

Data
BIOFISIK
TOPOGRAFI DAN
KEMIRINGAN
LAHAN
IKLIM
Curah Hujan
Suhu Rata-rata
Kelembaban Udara
Penyinaran Matahari
Kecepatan Angin
JENIS TANAH

Bentuk Data
Deskriptif
Peta Kontur

Tipe Data
Sekunder
Sekunder

Sumber Data
Bakosurtanal
Bakosurtanal

Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder

BMG
BMG
BMG
BMG
BMG
Balai Pertanahan

VEGETASI DAN
SATWA
HIDROLOGI

Satuan Angka
Satuan Angka
Satuan Angka
Satuan Angka
Satuan Angka
Peta Persebaran
Tanah
Peta Persebaran
Vegetasi dan Satwa
Peta Hidrologi

Sekunder

Dinas Kehutanan

Sekunder

Kualitas Air

Peta Hidrologi

Sekunder

Aliran Permukaan

Peta Hidrologi

Sekunder

Drainase

Peta Hidrologi

Sekunder

Arus Air Laut

Peta Batrimetri

Sekunder

Bappeda Kabupaten
Halmahera Selatan
Bappeda Kabupaten
Halmahera Selatan
Bappeda Kabupaten
Halmahera Selatan
Bappeda Kabupaten
Halmahera Selatan
Dinas Hidrografi dan
Oseanografi

Deskriptif

Primer

Peta Tata Guna Lahan

Sekunder

Tabular

Survei

Survei Lapang

Sekunder

Sekunder

Pengunjung

Deskriptif

Primer

Fasilitas Wisata

Peta

Sekunder

Badan Pengukuran dan
Pemetaan
Wawancara dan
Kuisioner
Badan Pengukuran dan
Pemetaan

SOSIAL EKONOMI
Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat
Tata Guna Lahan
POTENSI WISATA
Atraksi dan Objek
Wisata
Aksesibilitas

Wawancara dan
Kuisioner
Badan Pengukuran dan
Pemetaan

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No.
1.
2.

Jenis Pekerjaan
1
Persiapan
Inventarisasi
a. Data Biofisik
Data Topografi
dan Kemiringan
Lahan
Data Iklim
Data Jenis Tanah
Data Vegetasi dan
Satwa
b. Sosial Ekonomi
c. Potensi Wisata

3.

Analisis

4.

Analisis kesesuaian
lahan
Analisis kebutuhan
ruang
Analisis supply
wisata
Sintesis

5.

Penyusunan skripsi

6.

Sidang

Feb
2 3

4

1

Maret
2
3

April
4 1 2 3 4

1

Mei
2 3

4

1

Juni
2 3

4

12
3.

Analysis
Data yang telah diambil dari tahap research kemudian diolah untuk
menganalisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap
kondisi tapak yang mampu mempengaruhi keindahan serta tingkat
kenyamanan yang dirasakan pengguna di tapak sehingga kita mengetahui
masalah dan potensi. Secara deskriptif data dikelompokkan menjadi kelompok
data yang menyajikan kendala dan potensi tapak. Selain potensi dan kendala,
data mengenai kebijakan pemerintah tentang penataan lanskap, standarisasi
serta persyaratan merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Aspek utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek topografi, aspek
tata guna lahan dan aspek visual. Ketiga jenis data tersebut digunakan untuk
menganalisis secara spasial untuk mengetahui tingkat kesesuaian untuk
kegiatan wisata berdasarkan standar-standar perencanaan tapak. Masingmasing aspek yang dianalisis memiliki kriteria dan standar penilaian yang
berbeda. Tabel standar dan kriteria masing-masing aspek dapat dilihat pada
tabel 3
Tabel 3. Standar dan Kriteria Analisis
Aspek
Topografi

Tutupan Lahan

Visual

Kriteria
- Tingkat kemiringan lahan 0-15%.
- Tingkat kemiringan lahan 15-45%.
- Tingkat kemiringan lahan 45%.
- Tidak terdapat struktur bangunan dan
vegetasi selain ground cover. Tapak
didominasi oleh penggunaan lahan
yang terbuka.
- Tapak masih cukup didominasi oleh
penggunaan lahan yang terbuka,
namu terdapat beberapa struktur dan
bangunan serta vegetasi. selain
ground cover
- Tapak dominan dengan bangunan dan
vegetasi.
- Kemiringan tapak >30% dan
memiliki kontras vegetasi penutup
lahan yang lengkap
- Kemiringan tapak 15-30% dan
memiliki kontras vegetasi penutup
lahan yang cukup
- Kemiringan tapak 0-15% dan
memiliki kontras vegetasi penutup
lahan yang kurang lengkap

Skor
3
2
1
3

Keterangan
Sesuai
Cukup Sesuai
Kurang Sesuai
Sesuai

2

Cukup Sesuai

1

Kurang Sesuai

3

Sesuai

2

Cukup Sesuai

1

Kurang Sesuai

Setelah mengetahui potensi dan kendalanya serta data tentang kebijakan
pemerintah serta persyaratannya maka data spasial tadi di-overlay untuk
mengetahui kemungkinan solusi-solusi dan rencana lanskap yang bisa
ditawarkan. Hasil dari tahapan ini adalah uraian analisis secara deskriptif baik
tertulis maupun gambar.

13

4.

Synthesis
Tahapan penjabaran solusi atau pengembangan potensi dan kendala dari hasil
analisis yang ada pada tapak. Dilanjutkan dengan studi skematik yang
dipersiapkan
untuk
menemukan
alternatif
perencanaan
dengan
menggambarkan konsep atau ide yang berhubungan dengan penggunaan tapak.
Hasil pada tahap ini adalah gambar pengembangan awal (developed
preliminaries) dalam bentuk rencana lanskap.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik
Administrasi dan Geografis
Pulau Lelei berada di bagian timur Kepulauan Guraici yang secara geografis
terletak pada posisi 00o01’ 22,24’’- 00 o 01’ 59,34’ LS dan 127o14’29,47’’127o5’6,5’’ BT. Secara administratif Pulau Lelei berada di kawasan wisata bahari
Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara yang
memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Pulau Gunange
Selatan: Pulau Tanetti
Timur : Pulau Kayoa
Barat : Pulau Guraici
Luas area Pulau Lelei 0,73 Km2 atau 12% dari total luas kawasan wisata
bahari dan hanya memiliki satu desa yang terbagi dalam dua dusun. Pulau Lelei
merupakan pulau yang sering dikunjungi oleh para wisatawan dibandingkan dengan
pulau-pulau lainnya di Kepulauan Guraici. Tersedianya fasilitas penunjang seperti
tempat untuk menginap dan makanan menjadi faktor untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan ketika berlibur. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.
Provinsi Maluku Utara

Kepulauan Guraici

Pulau Lelei

Gambar 4. Lokasi Penelitian
Gambar 4. Detail Lokasi Penelitian

15
Lokasi dan Aksesibilitas
Lokasi wisata bahari di Kepulauan Guraici sudah ada sejak tahun 2002.
Pada awalnya lokasi ini merupakan tujuan wisata bagi penduduk di sekitaran
Kabupaten saja. Baru dalam beberapa tahun terakhir mulai dikunjungi oleh
wisatawan dari luar Kabupaten menurut penjelasan dari Kepala Desa Lelei
beberapa wisatawan merupakan wisatawan asing seperti dari Singapura, Itali, dan
Swiss. Lokasi penelitian di Pulau Lelei merupakan pulau yang paling sering
menjadi tujuan wisatawan karena memenuhi kebutuhan akomodasi seperti
penginapan, transportasi, makanan, dan alat-alat penunjang kegiatan wisata. Hal
inilah yang melatarbelakangi pemilihan Pulau Lelei sebagai lokasi untuk
merencanakan suatu area penerimaan wisata bahari di gugusan Kepulauan Guraici.
Aksesibilitas merupakan salah satu kendala bagi masyarakat untuk dapat
menuju lokasi wisata. Hal ini dikarenakan transportasi yang digunakan saat ini
belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat karena transportasi yang
digunakan adalah jenis transportasi air yang menjadi transportasi andalan di
wilayah tersebut. Hal ini disebabkan kondisi geografis di wilayah tersebut yang
lebih di dominasi oleh laut. Untuk menuju lokasi, starting point bagi wisatawan
adalah Kota Ternate. Kota lainnya yang dapat menjadi starting point
pemberangkatan ke lokasi adalah Kota Labuha yang terletak di Pulau Bacan,
Kabupaten Halmahera Selatan.
Waktu tercepat untuk menuju tapak bisa dijangkau hanya dalam dua jam.
Namun dibutuhkan biaya transportasi yang mahal karena harus menyewa speedboat. Berbeda halnya jika menggunakan sarana transportasi umum seperti kapal
penumpang, biaya transportasi menjadi sangat murah tapi membutuhkan waktu
tempuh yang lebih lama. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi
No.
1.
2.

Sarana Transportasi Air
Speed-Boat
Kapal penumpang

Waktu Tempuh
(Jam)
1,5-2,5
6

Harga
(Rp)
2.500.000
70.000

Jumlah armada yang ada sekarang ini tidak mencukupi kebutuhan
transportasi menuju lokasi. Hanya ada satu buah kapal penumpang yang melayani
transportasi menuju lokasi wisata. Sebagai satu-satunya sarana transportasi,
perbaikan pelayanan dan penambahan armada diperlukan untuk menunjang
kegiatan wisata. Upaya ini guna menarik minat masyarakat untuk melakukan
kegiatan wisata demi keamanan dan kenyamanan. Jalur aksesibilitas menuju tapak
dapat dilihat pada gambar 5.

16
Kota Ternate
(Ibukota Provinsi)

1,5-2 Jam

Pulau Lelei
(Lokasi Penelitian)

6-8 Jam

Kota Labuha
(Ibukota Kabupaten)

2-2,5 Jam

Gambar 5. Jalur Aksesibilitas Menuju Tapak
Tanah dan Topografi
Pulau Lelei memiliki jenis tanah podzolik merah kuning yang berciri fisik
seperti tekstur liat berdebu, konsistensi lengket, dan plastis sehingga sukar diolah
untuk pertanian, dan sudut bulat menggumpal. Ciri kimia dari tanah podzolik merah
kuning diantaranya memiliki pH yang rendah (asam) yang disebabkan oleh sifat
induknya, kandungan bahan organik sedang, kapasitas tukar kation rendah,
kandungan fosfor (P) dan kalium (K) rendah, kandungan Al dan Mn tinggi.
Pulau Lelei berbatasan langsung dengan Selat Halmahera di sebelah timur
dengan kombinasi antara daerah datar dan bergelombang yang hampir sama.
Kondisi topografi dapat dilihat pada gambar 6. Kemiringan lahan Pulau Lelei
antara 0%-40%. Klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada gambar 7. Tapak
dikelilingi pantai berpasir dengan panjang pesisir 3,5 km. Keadaan topografi
bervariasi antar datar berombak sebanyak 43% dan topografi berbukit 57%. Pada
topografi datar berombak dimanfaatkan sebagai pemukiman, sedangkan topografi
berbukit dimanfaatkan sebagai usaha pertanian dan hutan. Pada pantai berpasir,
topografi cenderung datar yaitu sekitar 0%-3%. Perbandingan persentase
kemiringan berdasarkan luas area dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Persentase Kemiringan
No.

Tingkat
Kemiringan

1.
2.
3.
4.
5.

Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
Total

Persentase
Kemiringan
(%)
0-8
8-15
15-30
30-45
>45

Luas Area
Kemiringan
( Ha )
0,13
2,97
3,42
1,99
1,82
10,32

Persentase
Luas Area
(%)
1,26
28,77
31,61
33,13
5,23
100

17
Pulau Lelei merupakan jenis pulau berbukit yang memiliki ketinggian di
atas permukaan laut yang relatif tinggi, umumnya pulau seperti ini memiliki
ketinggian sepuluh meter dari permukaan laut. Berdasarkan geomorfologi pulau,
maka Pulau Lelei termasuk dalam pulau karang timbul yang terbentuk karena
terangkatnya terumbu karang keatas permukaan laut akibat adanya gerakan ke atas
dan gerakan ke bawah dari dasar laut karena proses geologi. Karang terangkat biasa
membentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses seperti ini dapat terjadi
akibat aktifitas vulkanik maupun non vulkanik. Pulau-pulau seperti ini memang
sangat sering ditemui di wilayah perairan Maluku dan Maluku Utara.
Tingkat kemiringan pada tapak mempengaruhi perencanaan yang akan
dilakukan. Tingkat kemiringan yang datar hingga landai cocok untuk segala jenis
perencanaan dan memadai untuk membangun fasilitas untuk menunjang tujuan
wisata. Tingkat kemiringan agak curam hingga curam memiliki batasan-batasan
tertentu untuk melakukan proses perencanaan di atasnya, sedangkan tingkat
kemiringan yang curam sebaiknya digunakan untuk mengkonservasi tanah, air,
dan vegetasi.
Klasifikasi kemiringan lahan ditujukan untuk mempermudah proses
penentuan perencanaan berdasarkan kesesuaian lahannya. Pembagian kelas
kemiringan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan.
No.

Kemiringan

1.
2.
3.
4.

Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam

Persentase
Kemiringan (%)
8-15
15-30
30-45
>45

Kesesuaian
Sesuai
Cukup Sesuai
Cukup Sesuai
Kurang Sesuai

18

0o1’39’’

0o1’48’’

0o1’57’’

127o14’24’’

127o14’33’’

Gambar 6. Peta Topografi.
(Sumber: http://gdem.ersdac.jspacesystems.or.jp, 2012)

127o14’42’’

19

0o1’39’’

0o1’48’’

0o1’57’’

127o14’24’’

127o14’33’’

Gambar 7. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan

127o14’42’’

20
Klasifikasi kemiringan lahan yang terdapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu
landai ( 8-15% ), agak curam ( 15-30% ), Curam (30-45%), dan sangat curam (>
45 %), sedangkan tapak tidak memiliki area datar. Perbedaan dari kelas kemiringan
lahan dapat menimbulkan kesan dinamis pada proses perencanaan. Hal ini karena
variasi dari kemiringan lahan antara landai, agak curam, curam, dan sangat curam.
Akan tetapi untuk kemiringan curam dan sangat curam dibutuhkan perhatian
khusus agar dapat meminimalkan dampak negatif yang bisa saja ditimbulkan.
Selang kemiringan antara 8-15 % sesuai untuk proses perencanaan. Lahan
tersebut dapat dimanfaatkan untuk area tempat membangun fasilitas yang
dibutuhkan untuk proses pengembangan wisata. Kondisi tapak yang landai dapat
dijadikan pusat kegitan wisata karena tidak adanya lahan yang datar. Selain fasilitas
tapak, aktifitas yang ada pada tapak dapat dilakukan diatas lahan dengan
kemiringan tersebut. Kondisi kemiringan lahan juga sesuai untuk jenis penanaman
segala jenis tanaman baik yang memiliki tujuan untuk konservasi maupun tujuan
arsitektural untuk menambah nilai estetika area.
Kemiringan yang cukup sesuai pada tapak adalah lahan yang memiliki
kemiringan 15-45 %. Pengembangan rencana fasilitas pada area ini perlu dibatasi.
Artinya tidak semua area ini dapat dimanfaatkan secara keseluruhan guna
mendukung kegiatan wisata. Area ini juga tidak cukup mampu untuk mendukung
jenis aktivitas wisatawan yang bersifat aktif. Hal ini dikarenakan kondisi
kemiringan lahan yang cukup curam. Pemanfaatan area ini harus
mempertimbangkan aspek keamanan wisatawan yang melakukan aktifitas pada
area ini.
Klasifikasi lahan yang terakhir adalah yang memiliki kondisi yang kurang
sesuai bagi kegiatan wisata. Pengembangan fasilitas dan segala jenis aktivitas lebih
baik ditiadakan untuk area tersebut. Area ini lebih cocok digunakan sebagai area
untuk mencegah dampak buruk bagi tapak. Contoh dampak buruk yang bisa terjadi
adalah erosi tanah atau longsor. Hal ini dikarenakan tingkat kemiringan yang sangat
curam. Untuk mencegah dampak tersebut sebaiknya area dengan jenis yang kurang
cocok tersebut ditanami tanaman yang mampu mengurangi erosi tanah yang
disebabkan oleh pergerakan air permukaan. Penanaman pohon besar di area ini
dapat menjadi solusi untuk memanfaatkan area kemiringan tersebut sebagai upaya
untuk melindungi area tersebut. Peta analisis kemiringan lahan dapat dilihat pada
Gambar 8.

21

0o1’39’’

0o1’48’’

0o1’57’’

127o14’24’’

127o14’33’’

127o14’42’’

Gambar 8. Peta Analisis Kemiringan Lahan

22
Iklim
Data dari stasiun meteorologi Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun
2007-2011 menunjukkan bahwa secara klimatologi Kepulauan Guraici
dikategorikan sebagai iklim laut tropis dengan enam bulan musim hujan antara
Desember-Juni dan enam bulan musim kemarau antara Desember-Juni. Jumlah
curah hujan rata-rata bulanan sebesar 211 mm. Musim timur di Kepulauan Guraici
antara bulan Maret-Oktober, angin bertiup dari arah utara, timur laut dan tenggara
sedangkan pada musim barat antara bulan Oktober-Maret, angin bertiup dari barat
laut, barat daya, dan utara. Iklim rata-rata bulanan dapat dilihat dalam tabel 7,
sedangkan untuk data tahunannya dapat dilihat pada lampiran 1 - 3.
Tabel 7. Data iklim rata-rata setiap bulan
No.

Bulan

Suhu
(oC)
26,48
26,34
26,28
26,36
27,86
25,84
25,52
25,82
25,78
26,26
26,3
26,18

Kelembapan
(%)
84,2
84
83,6
85,4
86,2
86,2
87
86,6
85,6
82,6
84
84,8

Curah Hujan
(mm)
1.
Januari
193,7
2.
Februari
163,2
3.
Maret
178
4.
April
267,94
5.
Mei
211,96
6.
Juni
250,28
7.
Juli
223,32
8.
Agustus
163,12
9.
September
231,76
10.
Oktober
127,58
11.
November
219,3
12.
Desember
309,08
Jumlah
2539,24
Rata-Rata
26,48
85,02
211,6
Sumber: Badan Klimatologi dan meteorology Kab. Halmahera Selatan
Klasifikasi tipe iklim pada tapak menurut Oldeman dapat diklasifikasikan ke
dalam kriteria B2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah antara 7-9 bulan dan bulan
kering antara 2-3 bulan setiap tahunnya. Tapak memiliki iklim laut tropis yang
dipengaruhi oleh lautan. Musim utara terjadi setiap bulan Oktober –Maret yang
diselingi dengan angin barat dan musim selatan terjadi pada bulan April-September
diselingi dengan angin timur. Kondisi ini harus diperhatikan terhadap untuk
merencanakan fasili