Kajian Teknis Operasional Dan Lingkungan Rumah Potong Hewan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat.

KAJIAN TEKNIS OPERASIONAL DAN LINGKUNGAN
RUMAH POTONG HEWAN TALIWANG
KABUPATEN SUMBAWA BARAT

HENDRA SURYA SEPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Teknis
Operasional dan Lingkungan Rumah Potong Hewan Taliwang Kabupaten
Sumbawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Hendra Surya Seputra
D151120241

RINGKASAN
HENDRA SURYA SEPUTRA. Kajian Teknis Operasional dan Lingkungan
Rumah Potong Hewan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Dibimbing oleh
HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO dan SALUNDIK.
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan untuk menghasilkan daging bagi konsumsi masyarakat umum.
Ada tiga kewajiban yang harus dipenuhi RPH dalam menjalankan kegiatannya,
yaitu persyaratan teknis, mutu pelayanan dan dampak lingkungan.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi RPH Taliwang Kabupaten Sumbawa
Barat, meliputi: (1) persyaratan fisik, sumberdaya manusia dan prosedur
pemotongan ternak; (2) indeks kepuasan masyarakat (IKM) terhadap pelayanan;
(3) kualitas daging; (4) penggunaan air bersih; dan (5) mutu air limbah. Evaluasi
persyaratan fisik dan SDM mengacu pada Permentan Nomor 13 Tahun 2010
sedangkan evaluasi prosedur pemotongan ternak mengacu pada SK Mentan

Nomor 431 Tahun 1992 dan SOP Pemotongan Ternak Dinas Kelautan Perikanan
dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat. Penentuan nilai IKM menggunakan
kuisioner mengacu pada Permentan Nomor 78 Tahun 2013. Warna dan pH daging
(n=15) diukur pada M. longissimus dorsi dan perhitungan TPC (n=5) diambil dari
daging permukaan tubuh. Pengambilan contoh air bersih dan air limbah dilakukan
berdasarkan SNI. Seluruh data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan
membandingkan terhadap peraturan dan/atau standar yang berlaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persyaratan fisik RPH termasuk
kategori tidak sesuai (TS) karena lokasi, sarana/prasarana pendukung, bangunan
utama, kandang penampung dan istirahat ternak, kandang penampung ternak
ruminansia betina produktif, kamar mandi dan WC, peralatan dan higiene-sanitasi
tidak memenuhi persyaratan, dan beberapa fasilitas tidak tersedia seperti area
penurunan ternak, kandang isolasi, area pemuatan karkas dan/atau daging, kantor,
kantin dan mushola, ruang istirahat karyawan dan locker, insinerator, sarana
penanganan limbah dan rumah jaga. Persyaratan SDM termasuk kategori kurang
sesuai (KS) karena tidak adanya Dokter Hewan pelaksana dan penanggungjawab
teknis serta keurmaster dan juru sembelih halal belum memenuhi persyaratan.
Prosedur pemotongan ternak termasuk kategori sesuai (S) karena penerimaan dan
penampungan ternak, pemeriksaan ante-mortem, proses penyembelihan,
pengulitan, pengeluaran jeroan dan pemeriksaan post-mortem ternak telah

memenuhi persyaratan, namun masih perlu perbaikan pada persiapan sebelum
penyembelihan dan pembelahan karkas. Kinerja pelayanan RPH sangat baik
dengan nilai IKM = 84.70; kualitas daging secara fisik normal (pH = 5.67 dan
warna = 5.07) sedangkan secara mikrobiologi (TPC= 8.87 x 106 cfu/g) melebihi
ambang batas; kualitas dan kuantitas air bersih memenuhi syarat; dan mutu air
limbah (BOD = 2 905 mg/L, COD = 19 000 mg/L dan TSS = 510 mg/L)
melampaui baku mutu.
Kata kunci:

indeks kepuasan masyarakat, kualitas daging, persyaratan teknis,
RPH

SUMMARY
HENDRA SURYA SEPUTRA. The Study of Operational Technic and
Environmental of Slaughterhouse in Taliwang, West Sumbawa Regency.
Supervised by HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO and SALUNDIK.
Slaughterhouse is a building or complex of buildings with specific design
and requirements which used for slaughtering animal to produce meat for public
consumption. There are three obligations that must be concerned by the
slaughterhouse in carrying out its activities, which are the technical requirements,

service quality and environmental impacts.
This study aimed to evaluate the Taliwang’s slaughterhouse in West
Sumbawa Regency, included: (1) physical requirements, human resources and
procedures of slaughtering; (2) public satisfaction index; (3) meat quality; (4) the
use of clean water; and (5) wastewater quality. Evaluation of physical and human
resource requirements, slaughter procedure, public satisfaction index were
conducted according to Regulation of The Minister of Agriculture No. 13 in 2010,
No. 431 in 1992 and SOP, and No. 78 in 2013, respectively. The color and pH of
meat (n=15) were measured in M. longissimus dorsi, and TPC (n=5) were
performed from body surface meat. Collecting of water and wastewater samples
were carried out according to SNI. Data obtained was analyzed descriptively than
compared the applicable regulation.
The results showed that the physical requirements were categorized into not
suitable, because of the location, infrastructure support, the slaughter room,
lairage, bathroom and toilet, equipment and hygiene-sanitary were not eligible,
and some facilities such as unloading area for livestock, isolation cage, loading
area for carcass and/or meat, office, cafeteria and mosque, employees break room
and locker, incinerator, waste treatment facilities and house keeping were
unavailable. The human resources requirements were categorized into less
suitable, because non existing veterinarian and vet technicians, while keurmaster

and halal slaughterer were not eligible. Slaughtering procedures were categorized
into suitable, because of the reception and storage of livestock, ante-mortem
inspection, the slaughtering process, skinning, evisceration and post-mortem
inspection were qualified, however the pre-slaughter preparation and cutting need
to improve. Service performance of slaughterhouse was very good (value =
84.70); the color and pH of meat were normal (pH = 5.67 and color = 5.07),
while the TPC was 8.87 x 106 cfu/g exceed from the threshold; the quality and
quantity of water were eligible; and the quality of wastewater (BOD = 2 905
mg/L, COD = 19 000 mg/L and TSS = 510 mg/L) exceed of the standard.
Keywords: meat quality, public satisfaction index, slaughterhouse, technical
requirements

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN TEKNIS OPERASIONAL DAN LINGKUNGAN
RUMAH POTONG HEWAN TALIWANG
KABUPATEN SUMBAWA BARAT

HENDRA SURYA SEPUTRA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Didid Diapari, MSi


Judul Tesis : Kajian Teknis Operasional dan Lingkungan Rumah Potong Hewan
Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat
Nama
: Hendra Surya Seputra
NIM
: D151120241

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi
Ketua

Dr Ir Rudy Priyanto
Anggota

Dr Ir Salundik, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai September 2014 di
Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan

judul Kajian Teknis Operasional dan Lingkungan Rumah Potong Hewan
Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini MSi, Dr Ir Rudy
Priyanto dan Dr Ir Salundik MSi selaku komisi pembimbing, yang telah
meluangkan waktu dan mengikhlaskan ilmunya selama membimbing. Terima
kasih kepada Dr Ir Didid Diapari, MSi dan Dr Ir Niken Ulupi, MS yang telah
banyak memberi masukan dan saran saat ujian tesis untuk perbaikan karya ilmiah
ini. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh dosen pengajar dan staf
administrasi Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Sekolah
Pascasarjana IPB.
Terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat yang telah memberikan kesempatan Tugas Belajar kepada penulis
untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih
kepada Pimpinan dan staf Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB
terutama Bidang Peternakan khususnya Cabang Dinas Peternakan dan Pusat
Kesehatan Hewan (Puskeswan) Kecamatan Taliwang yang telah banyak
membantu selama penelitian.
Terima kasih kepada rekan-rekan Pascasarjana Prodi ITP, Asrama
Mahasiswa NTB Bogor dan Keluarga Mahasiswa SAMAWA (KEMAS) Bogor,
atas kebersamaan, dukungan, bantuan dan rasa kekeluargaannya.

Terima kasih khusus disampaikan kepada bapak, ibu, istri, anak, kakak, adik
serta seluruh keluarga tercinta atas do’a, kesabaran dan kasih sayangnya.
Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk kemajuan daerah khususnya
Kabupaten Sumbawa Barat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Hendra Surya Seputra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat
Materi
Prosedur Penelitian
Analisis Data

3
3
3
3
7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Rumah Potong Hewan (RPH) Taliwang
Evaluasi Persyaratan Fisik
Evaluasi Persyaratan Sumberdaya Manusia
Evaluasi Prosedur Pemotongan Ternak
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap Pelayanan RPH
Kualitas Daging Sapi
Penggunaan Air Bersih
Mutu Air Limbah

7
7
8
36
40
53
54
57
58

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

59
59
60

DAFTAR PUSTAKA

60

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL
1 Nilai persepsi, interval IKM, interval konversi IKM, mutu pelayanan
dan kinerja unit pelayanan
2 Peubah dan acuan metode pengujian kualitas air bersih
3 Peubah dan acuan metode pengujian mutu air limbah RPH
4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang
5 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan sumberdaya manusia RPH
Taliwang
6 Matriks evaluasi prosedur pemotongan ternak RPH Taliwang
7 Rekapitulasi IKM terhadap pelayanan RPH
8 Kualitas daging sapi RPH Taliwang
9 Penggunaan air bersih per hari di RPH Taliwang
10 Kualitas air bersih RPH Taliwang
11 Mutu air limbah RPH Taliwang

5
6
6
14
37
45
53
54
57
58
59

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Sarana/prasarana pendukung
Bangunan utama
Kandang penampungan dan istirahat ternak
Kamar mandi dan WC
Higiene dan sanitasi
Penerimaan dan penampungan ternak
Pemeriksaan ante-mortem
Persiapan sebelum penyembelihan
Proses penyembelihan
Pengulitan
Pengeluaran jeroan
Pembelahan karkas
Pemeriksaan post-mortem

9
10
10
11
12
40
41
41
42
42
43
43
44

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang memberikan
konstribusi pada perekonomian nasional serta mampu menyerap tenaga kerja,
sehingga dapat diandalkan dalam upaya perbaikan perekonomian nasional. Sektor
peternakan secara langsung akan meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya
untuk pemenuhan kalori dan protein hewani. Pemenuhan konsumsi masyarakat
atas kalori dan protein hewani akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM). Konsumsi bahan pangan asal ternak termasuk daging akan terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan dan naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk.
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan untuk menghasilkan daging yang aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH) bagi konsumsi masyarakat umum. Ada tiga kewajiban yang harus
dipenuhi RPH dalam menjalankan kegiatannya, yaitu persyaratan teknis, mutu
pelayanan dan dampak lingkungan.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014, mengamanatkan bahwa setiap
kabupaten/kota harus mempunyai RPH yang memenuhi persyaratan teknis yang
ditetapkan oleh menteri pertanian. Pelaksanaan dari undang-undang tersebut
adalah keluarnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 13 Tahun 2010.
Rumah Potong Hewan merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan
daging ASUH sehingga harus memenuhi persyaratan teknis meliputi fisik
(bangunan dan peralatan), sumber daya manusia serta prosedur teknis
pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan Direktorat Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Kementerian Pertanian, sebagian besar
kondisi RPH di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak memenuhi
persyaratan teknis sehingga perlu dilakukan penataan RPH melalui upaya
relokasi, renovasi ataupun rehabilitasi. Tawaf et al. (2013) menemukan bahwa
dari 20 buah RPH di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara yang diamati kondisi
fisiknya, ternyata hanya 20% yang termasuk kategori layak secara teknis
sementara sisanya masih di bawah standar kelayakan teknis. Rumah Potong
Hewan Taliwang dibangun tahun 2000 sebelum dikeluarkannya Permentan
Nomor 13 Tahun 2010 sehingga sangat memungkinkan belum memenuhi
persyaratan teknis. Menurut Permentan Nomor 13 Tahun 2010, RPH yang belum
memenuhi persyaratan, harus menyesuaikan paling lama lima tahun sejak
peraturan dikeluarkan.
Rumah Potong Hewan Taliwang adalah milik pemerintah daerah Kabupaten
Sumbawa Barat yang dikelola oleh pemerintah daerah sebagai jasa pelayanan
umum. Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan
setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung
terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka

2
memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik,
jasa publik, dan pelayanan administratif. Menurut Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 78 Tahun 2013, penyelenggara pelayanan publik wajib melaksanakan
penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala dan untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik di
bidang pertanian perlu dilakukan pengukuran indek kepuasan masyarakat (IKM).
Kegiatan RPH juga berhubungan erat dengan dampak lingkungan.
Pembangunan haruslah bersifat ramah lingkungan untuk mencapai pembangunan
yang berkelanjutan. Akinro et al. (2009) mengatakan bahwa produksi daging di
RPH dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan jika limbahnya tidak
diolah dengan baik. Menurut Sutanto et al. (2011) kandungan polutan dalam air
limbah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan polusi lingkungan. Air limbah
dengan kandungan polutan tinggi harus diturunkan sampai memenuhi ambang
batas aman, sehingga tidak merusak lingkungan.
Hasil penelitian Olayinka et al. (2013) menunjukkan bahwa sungai (air
permukaan) yang berada di dekat dengan RPH, sarat dengan polusi yang berasal
dari air limbah RPH. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Osibanjo dan Adhie
(2007), Widya et al. (2008), Raheem dan Morenikeji (2008), Akan et al. (2010),
Adeogun et al. (2011), Chukwu et al. (2011), Kosamu et al. (2011), Nwachukwu
et al. (2011), Saidu dan Musa (2012), Adegbola et al. (2012), dan Iwara et al.
(2012), dimana parameter fisik, kimia dan biologi air limbah RPH melebihi
ketentuan yang berlaku sehingga sangat berbahaya bagi lingkungan, kehidupan
akuatik dan kesehatan manusia. Menurut Sarudji (2010) pencemaran badan air
dan air tanah berakibat tercemarnya sumber air untuk keperluan rumah tangga.
Dampak negatif pencemaran tersebut akan merusak ekosistem dan menurunkan
kualitas biota (karena mengandung bahan toksik) yang membentuk rantai
makanan, yang pada gilirannya akan sampai kepada manusia.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 02 Tahun 2006,
setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH wajib melakukan
pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang atau dilepas ke
lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah RPH.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi RPH Taliwang, meliputi:
persyaratan fisik, sumberdaya manusia dan prosedur pemotongan ternak;
Indeks kepuasan masyarakat (IKM) terhadap pelayanan RPH;
kualitas daging;
penggunaan air bersih;
mutu air limbah.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan evaluasi bagi
Pemerintah Pusat dan Daerah, pengusaha, karyawan dan semua pihak terkait
dalam pengelolaan kegiatan Rumah Potong Hewan (RPH) sehingga sesuai dengan
persyaratan teknis, pelayanannya prima dan ramah lingkungan.

3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – September 2014 di Rumah
Potong Hewan (RPH) Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Pengujian kualitas air bersih dan air limbah dilakukan di Balai
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok Dinas Kesehatan Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Pengujian kualitas mikrobiologi daging dilakukan di UPTD
Rumah Sakit Hewan dan Laboratorium Veteriner Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Materi
Materi yang digunakan antara lain : pH-meter digital, photoghrapic colour
standard daging, ember, gayung tangkai panjang, botol, coolbox, stopwatch,
pisau, sarung tangan, masker dan blueice.
Prosedur Penelitian
Penentuan RPH dilakukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria:
1) RPH terdaftar dan direkomendasikan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan
Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat untuk diteliti, 2) melakukan pemotongan
secara berkelanjutan, 3) berlokasi di ibukota Kabupaten Sumbawa Barat, dan 4)
jumlah pemotongan terbanyak di Kabupaten Sumbawa Barat.
Evaluasi Persyaratan Fisik, Sumberdaya Manusia dan Prosedur Pemotongan
Ternak
Evaluasi persyaratan fisik, sumberdaya manusia dan prosedur pemotongan
ternak dilakukan menggunakan matriks evaluasi. Evaluasi persyaratan fisik dan
SDM mengacu pada Permentan Nomor 13 Tahun 2010 sedangkan evaluasi
prosedur pemotongan ternak mengacu pada SK Mentan Nomor 431 Tahun 1992
dan SOP Pemotongan Ternak Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Sumbawa Barat. Variabel/indikator/kompetensi dan/atau atributnya
dilakukan pembobotan berdasarkan titik kritis dengan total bobot 100. Penilaian
(skor) hasil pengamatan lapangan diberikan dengan acuan yaitu : (1) skor 3 jika
sesuai dengan persyaratan; (2) skor 2 jika kurang sesuai dengan persyaratan; (3)
skor 1 jika tidak sesuai dengan persyaratan; dan (4) skor 0 jika
variabel/indikator/kompetensi dan/atau atributnya tidak ada atau tidak
dilaksanakan.
Nilai kesesuaian RPH dihitung dengan persamaan :
n



Keterangan: NK = nilai kesesuaian, B = bobot, S = skor

4
Interval kelas kesesuaian dihitung dengan persamaan menurut Supangkat
(2007):
a
k
Keterangan:
IK
NKmax
NKmin
k

= interval kesesuaian
= nilai kesesuaian maksimum
= nilai kesesuaian minimum
= jumlah kelas

Pada penelitian ini jumlah kelas yang diinginkan adalah 3. Total bobot
adalah 100, maka NKmax adalah 300 dan NKmin adalah 0 sehingga IK adalah
100. Kategori kesesuaian RPH ditentukan berdasarkan nilai kesesuaian, yaitu :




Sesuai (S)
Kurang sesuai (KS)
Tidak sesuai (TS)

: > 200
: 101 – 200
: < 101

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap Pelayanan RPH
Penentuan nilai IKM dilakukan menggunakan kuisioner mengacu pada
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 78 Tahun 2013. Penentuan responden untuk
dilakukan secara purposive sampling. Responden dipilih dari seluruh
pengusaha/jagal dan karyawan yang menerima pelayanan di RPH.
il i
M dihitung deng n menggun k n “nil i r t -r t tertimb ng”
masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan
masyarakat terhadap empat belas unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur
pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:
obot nil i r t r t tertimb ng

uml h bobot
uml h unsur

Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai
rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:
il i

M

ot l d ri nil i persepsi per unsur
ot l unsur ng terisi

il i penimb ng

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25–
100 maka hasil penilaian tersebut diatas dikonversikan dengan nilai dasar 25,
dengan rumus sebagai berikut:
Nilai konversi IKM = Nilai IKM × 25
Nilai persepsi, interval IKM, interval konversi IKM, mutu pelayanan dan
kinerja unit pelayanan disajikan pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Nilai persepsi, interval IKM, interval konversi IKM, mutu pelayanan
dan kinerja unit pelayanan
Nilai
persepsi
1
2
3
4

Nilai interval
IKM

Nilai interval
konversi IKM

Mutu
pelayanan

Kinerja unit
pelayanan

1.00 – 1.75
1.76 – 2.50
2.51 – 3.25
3.26 – 4.00

25.00 – 43.75
43.76 – 62.50
62.51 – 81.25
81.26 – 100.00

D
C
B
A

Tidak baik
Kurang baik
Baik
Sangat baik

Kualitas Daging Sapi
Kualitas daging yang diamati adalah kualitas fisik (pH dan warna) dan
kualitas mikrobiologi (TPC). Pengambilan contoh untuk evaluasi kualitas daging
dilakukan secara acak sederhana (simple random sample) terhadap 5 pengusaha
yang melakukan pemotongan di RPH Taliwang.
Pemeriksaan kualitas fisik daging dilakukan pada M. longissimus dorsi, 1-2
jam setelah selesai proses pemotongan sesaat sebelum daging dibawa ke pasar.
Masing-masing pengusaha diambil 3 contoh daging dari 3 sapi (15 contoh).
pH daging. Nilai pH daging diukur dengan metode elektrometrik
menggunakan alat pH-meter. Elektrode pH-meter ditusukkan pada M. longissimus
dorsi, nilai pH terlihat pada display pH-meter.
Warna daging. Warna daging diukur dengan menggunakan standar warna
daging menurut SNI 3932:2008. Skor warna daging ditentukan dengan
photoghrapic colour standard. Skor warna tersebut memiliki skala angka 1 – 9
dimana semakin besar skor warna daging dinyatakan semakin gelap. Standar
warna daging mulai dari merah muda sampai merah tua. Cara mengukur warna
daging yaitu dengan mencocokkan warna daging dengan standar warna daging
setelah contoh daging disayat terlebih dahulu.
Total Plate Count (TPC). Contoh daging diambil dari daging bagian
permukaan tubuh terhadap 5 ekor sapi (5 contoh), masing-masing sebanyak 250
gram. Penghitungan TPC menggunakan metode cawan tuang (pour plate)
menurut SNI 2897:2008.
Penggunaan Air Bersih
Penggunaan air bersih yang diamati adalah kuantitas dan kualitas air.
Kuantitas (volume) penggunaan air bersih diketahui melalui pengukuran debit dan
waktu penggunaan air selama proses pemotongan ternak. Debit air dihitung
dengan persamaan :
t
Keterangan:
Q = debit air (liter/detik)
V = volume air (liter)
t = waktu (detik)
Contoh air bersih (air sumur) RPH diambil 1 kali pada 17 Juli 2014.
Pengambilan contoh berdasarkan ketentuan SNI 6989.58:2008. Contoh untuk

6
pengujian kualitas fisik dan kimia diambil sebanyak 5 liter dimasukkan dalam
botol bersih sedangkan untuk pengujian kualitas biologi diambil sebanyak 200 ml
dimasukkan dalam botol kaca steril. Contoh air bersih dikirim ke laboratorium
menggunakan coolbox. Peubah dan acuan metode pengujian kualitas air bersih
(fisik, kimia dan biologi) dicantumkam pada Tabel 2.
Tabel 2 Peubah dan acuan metode pengujian kualitas air bersih
Parameter
Fisika
Temperatur
Bau
Rasa
Kimia
pH
Nitrat
Amonia
Nitrit
Kesadahan
Biologi
MPN Coliform
MPN tinja

Satuan
o

Acuan metode

C
-

SNI-06-2413-1991
SNI-06-2413-1991
SNI-06-2413-1991

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

SNI-06-6989.11-2004
APHA 4500 NO3 E 2005
SNI-06-2479-1991
APHA 4500 NO2 B 2005
SNI-06-6989.12-2004

MPN/100 ml
MPN/100 ml

APHA (9221B) 2005
APHA (9221E) 2005

Mutu Air Limbah
Peubah mutu air limbah yang diuji adalah Chemical Oxygen Demand
(COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid (TSS),
minyak-lemak dan pH.
Contoh air limbah RPH diambil 1 kali pada 11 Juni 2014. Pengambilan
contoh menurut SNI 6989.59:2008. Contoh diambil dengan gayung plastik yang
bertangkai panjang. Gayung dibilas dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3
kali. Contoh diambil sesuai dengan peruntukan analisis dan dicampurkan dalam
penampung sementara, kemudian dihomogenkan; pengambilan contoh dilakukan
pada saluran air limbah yang menuju sungai, dengan cara sesaat (grab sampling).
Contoh diambil sebanyak 600 ml untuk masing-masing peubah dan dimasukkan
ke dalam wadah botol bersih. Contoh air limbah dikirim ke laboratorium
menggunakan coolbox.
Peubah dan acuan metode pengujian mutu air limbah RPH dicantumkam
pada Tabel 3.
Tabel 3 Peubah dan acuan metode pengujian mutu air limbah RPH
Parameter

Satuan

Acuan metode

BOD
COD
TSS
Minyak dan lemak
pH

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
-

SNI-6989.72-2009
SNI-6989.2-2009
SNI-06-6989.3-2004
APHA 5520 G 2005
SNI-06-6989.11-2004

7
Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
membandingkan terhadap peraturan dan/atau standar yang berlaku.

dengan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Rumah Potong Hewan (RPH) Taliwang
Rumah Potong Hewan Taliwang termasuk RPH Jenis I dan Kategori I.
Menurut Permentan No. 13 Tahun 2010, berdasarkan pola pengelolaannya, usaha
pemotongan hewan dibedakan menjadi tiga jenis:
a. Jenis I : RPH milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah
dan sebagai jasa pelayanan umum;
b. Jenis II : RPH milik swasta yang dikelola sendiri atau dikerjasamakan dengan
swasta lain;
c. Jenis III : RPH milik pemerintah daerah yang dikelola bersama antara
pemerintah daerah dan swasta.
Rumah Potong Hewan Taliwang merupakan milik Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak di Kelurahan Dalam
Kecamatan Taliwang, dibangun pada tahun 2000 menggunakan APBD Kabupaten
Sumbawa (sebelum pemekaran) dan secara struktural berada di bawah Dinas
Kelautan Perikanan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Sumbawa Barat dan
operasional kegiatan dikelola oleh Cabang Dinas Peternakan Kecamatan
Taliwang.
Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging) karkas, usaha
pemotongan hewan dibedakan menjadi dua kategori:
a. Kategori I : usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan karkas,
untuk menghasilkan karkas hangat;
b. Kategori II : usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku (frozen).
Rumah Potong Hewan Taliwang merupakan tempat pemotongan sapi dan
kerbau yang hanya menghasilkan karkas hangat . Jenis sapi yang paling banyak
dipotong adalah sapi Bali dengan jumlah pemotongan 5–10 ekor per hari.
Sebagian besar sapi yang dipotong di RPH Taliwang berasal dari kabupaten
Sumbawa Barat dan Sumbawa. Jumlah pejagal/pengusaha yang memiliki ijin
untuk melakukan pemotongan sebanyak lima orang dengan total karyawan
berjumlah sembilan orang. Distribusi daging RPH Taliwang hanya untuk
memenuhi kebutuhan kecamatan Taliwang dan jika harus diedarkan di luar
kecamatan Taliwang maka harus melalui surat permintaan resmi dari
pengusaha/jagal daerah tujuan yang diketahui oleh KCD Peternakan daerah
tujuan.
Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging) karkas, RPH
Taliwang termasuk RPH Kategori I karena RPH tanpa fasilitas pelayuan karkas
dan untuk menghasilkan karkas hangat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 27 Tahun
2011, setiap pejagal/pengusaha yang melakukan penyembelihan di RPH Taliwang

8
diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp 15 000,- per ekor. Semua retribusi
disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Evaluasi Persyaratan Fisik
Menurut Permentan Nomor 13 Tahun 2010, rumah potong hewan (RPH)
adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan
sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat
umum. Persyaratan teknis meliputi lokasi, sarana pendukung, konstruksi dasar dan
disain bangunan serta peralatan. Rumah Potong Hewan (RPH) harus didukung
oleh lokasi dan lingkungan yang sesuai serta dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang memadai.
Nilai kesesuaian (NK) persyaratan fisik RPH Taliwang berjumlah 91.5
sehingga termasuk kategori tidak sesuai (TS). Hal ini disebabkan karena sebagian
besar persyaratan fisik tidak sesuai dengan Permentan Nomor 13 Tahun 2010
bahkan beberapa diantaranya tidak tersedia. Fasilitas yang tidak dimiliki oleh
RPH Taliwang, antara lain: area penurunan ternak, kandang isolasi, area pemuatan
karkas dan/atau daging, kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan, kantin dan
mushola, ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi/ruang
ganti pakaian, insinerator, sarana penanganan limbah dan rumah jaga. Hasil
evaluasi persyaratan fisik RPH Taliwang secara lengkap disajikan pada Tabel 4.
Lokasi
Persyaratan lokasi RPH diatur dalam Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 6
ayat 1 dan ayat 2. RPH Taliwang berlokasi di Kelurahan Dalam, Kecamatan
Taliwang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lokasi RPH sudah tidak sesuai
dengan persyaratan menurut Permentan No. 13 Tahun 2010, antara lain:
1. Tidak sesuai dengan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 karena wilayah kota
Taliwang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) yaitu kawasan
perkotaan dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota sehingga bukan daerah yang diperuntukkan sebagai area
agribisnis.
2. Berdekatan dengan sungai yang sering terjadi banjir dan juga berdekatan
dengan pabrik penggilingan padi dan usaha pengolahan hasil tambang (logam)
rakyat sehingga berpotensi tercemar asap, bau, debu dan kontaminan lainnya
seperti logam berat dan sebagainya.
3. Mulai padatnya pemukiman penduduk sedangkan RPH tidak memiliki fasilitas
penanganan limbah sehingga keberadaan RPH berpotensi menimbulkan
gangguan dan pencemaran lingkungan meskipun RPH letaknya lebih rendah
dari pemukiman.
4. Tidak mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH karena luas
lahannya hanya sekitar 5 are.
Sarana/Prasarana Pendukung
Persyaratan sarana/prasarana pendukung RPH diatur dalam Permentan No.
13 Tahun 2010 pasal 7 dan pasal 8 ayat 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
beberapa sarana/prasarana pendukung RPH Taliwang sudah cukup memadai

9
antara lain: akses jalan baik dan beraspal, air sumur yang digunakan memenuhi
persyaratan baku mutu air bersih dan jumlahnya sangat mencukupi, dan sumber
listrik dari PLN 1300 kwh tersedia terus menerus.
Adapun sarana/prasarana pendukung yang belum sesuai persyaratan antar
lain: tidak seluruh kompleks RPH berpagar dan hanya tersedia 1 jalur akses
masuk-keluar tanpa pintu sehingga jalur masuknya hewan potong tidak terpisah
dengan jalur keluarnya karkas dan daging. Kondisi ini mengakibatkan orang tidak
berkepentingan maupun hewan liar bebas memasuki area RPH sehingga
kontaminasi dari luar tidak terhindarkan.
Kondisi sarana/prasarana pendukung RPH Taliwang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sarana/prasarana pendukung
Bangunan Utama
Bangunan utama RPH yaitu bangunan yang digunakan sebagai tempat
pemotongan ternak dan menghasilkan karkas dan/atau daging. Persyaratan
bangunan utama diatur dalam Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 9 dan pasal 11.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bangunan utama RPH Taliwang tidak
sesuai persyaratan, antara lain:
1. Disain tata ruang tidak searah alur proses karena hanya mempunyai 1 ruangan
untuk semua proses produksi sehingga tidak ada pemisahan secara fisik antara
“d er h bersih” d n “d er h kotor” serta luas ruang pemotongan sangat sempit
dengan pemotongan 3-4 ekor secara bersamaan.
2. Tidak tersedia area dan fasilitas khusus untuk melaksanakan pemeriksaan
postmortem sehingga pemeriksaan dilakukan di atas meja porselin tempat
menampung sementara karkas sebelum dipindahkan ke kendaraan pengangkut
karkas.
3. Bangunan tidak mempunyai dinding, pintu dan jendela tetapi berupa ruangan
terbuka sehingga akses manusia maupun hewan sangat bebas.
4. Lantai kondisinya rusak parah, banyak lubang dan bahkan ada bagian lantai
yang betonnya sudah terangkat sehingga terjadi genangan air/air limbah.
5. Tidak tersedia penampung darah sehingga seluruh darah menjadi limbah cair.
6. Langit-langit terbuat dari bahan asbes yang telah banyak pecah, berlubang dan
terjadi rembesan air dari atap yang bocor.
Kondisi bangunan utama RPH Taliwang terlihat pada Gambar 2.

10

Gambar 2 Bangunan utama
Kandang Penampung dan Istirahat Ternak
Kandang penampung adalah kandang yang digunakan untuk menampung
hewan potong sebelum dipotong dan tempat dilakukannya pemeriksaan antemortem. Persyaratan kandang penampung dan istirahat ternak diatur dalam
Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 12 ayat 2. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa kondisi kandang yang sesuai persyaratan antara lain: kandang dapat
menampung ternak sampai 20 ekor dan konstruksi atap terbuat dari kayu jati yang
masih cukup kuat dilengkapi seng.
Adapun kondisi kandang yang belum sesuai persyaratan antara lain:
1. Kandang terlalu dekat dari bangunan utama dengan jarak 5 meter (kurang dari
10 meter).
2. Ventilasi terhalangi talut jalan raya, tanpa lampu penerangan, tanpa saluran
pembuangan dan tidak memiliki tempat minum khusus.
3. Lantai berupa tanah yang kadang dilapisi sekam atau jerami padi sehingga
tidak kuat, licin dan tidak kedap air.
4. Tidak dilengkapi jalur penggiringan hewan (gang way) dari kandang menuju
tempat penyembelihan.
Kondisi kandang penampung dan istirahat ternak RPH Taliwang terlihat
pada Gambar 3.

Gambar 3 Kandang penampungan dan istirahat ternak

11
Kandang Penampung Ternak Ruminansia Betina Produktif
Pencegahan pemotongan ternak ruminansia betina produktif di RPH harus
dilakukan untuk melindungi populasi ternak. Ternak ruminansia betina yang
berdasarkan pemeriksaan ante-mortem dinyatakan sebagai ternak betina produktif
harus ditampung dalam kandang khusus yang memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 13. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa di RPH Taliwang tidak tersedia kandang khusus penampung
ternak ruminansia betina produktif tetapi ternak ruminansia betina produktif dapat
ditampung di kandang penampung ternak yang telah dilengkapi kandang jepit
(Gambar 3).
Kamar Mandi dan WC
Persyaratan kamar mandi dan WC diatur dalam Permentan No. 13 Tahun
2010 pasal 20. Hasil pengamatan menunjukkan beberapa persyaratan yang telah
terpenuhi yaitu jumlah kamar mandi/WC telah sesuai dengan jumlah karyawan
dan saluran pembuangannya dibuat khusus ke arah septic tank. Adapun
persyaratan yang tidak sesuai yaitu ventilasi buruk, tanpa lampu penerangan, serta
kondisi bak air, dinding dan lantai sangat kotor dan berkerak. Kondisi kamar
mandi dan WC RPH Taliwang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kamar mandi dan WC
Peralatan
Persyaratan peralatan RPH diatur dalam Permentan No. 13 Tahun 2010
pasal 29. Hasil pengamatan menunjukkan beberapa persyaratan peralatan yang
telah terpenuhi antara lain:
1. Peralatan pendukung dan penunjang di RPH terbuat dari bahan yang tidak
mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
2. Peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan jeroan tidak terbuat
dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
3. Peralatan logam seperti pisau yang kontak dengan daging dan jeroan terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif, kuat, tidak dicat, mudah
dibersihkan dan mudah didesinfeksi serta mudah dirawat.
4. Tidak menggunakan pelumas pada peralatan.
Adapun persyaratan peralatan yang belum sesuai antara lain:

12
1. Sarana pencucian tangan (kran dan slang ) kontak dengan telapak tangan,
tidak ada sabun cair, pengering dan tempat sampah.
2. Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan hanya
berupa sapu lidi dan slang. Tidak tersedia peralatan untuk desinfeksi seperti
ember, gayung dan sebagainya.
3. Tidak tersedia peralatan restraining box, cradle, hoist, rel, penggantung
karkas, meja pemeriksaan, alat penggantung kepala dan timbangan.
4. Peralatan untuk petugas pemeriksa yang tersedia berupa pakaian pelindung
diri dan pisau yang tajam tetapi pengasah pisau dan stempel karkas tidak
tersedia
5. Tidak tersedia pakaian kerja khusus, apron plastik, tutup kepala dan sepatu
boot untuk pekerja pada proses pemotongan.
6. Tidak tersedia peralatan untuk mencuci tangan, sabun, desinfektan, foot dip
dan sikat sepatu di pintu masuk bangunan utama.
Higiene dan Sanitasi
Persyaratan higiene dan sanitasi diatur dalam Permentan No. 13 Tahun 2010
pasal 35. Kondisi higiene dan sanitasi RPH Taliwang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Higiene dan sanitasi
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksaan higiene dan sanitasi di
RPH Taliwang tidak sesuai persyaratan, antara lain:
1. Tidak tersedia fasilitas untuk mencuci sepatu boot yang dilengkapi dengan
sikat sepatu, dan fasilitas untuk mensucihamakan sepatu boot yang dilengkapi
desinfektan (foot dipping).
2. Fasilitas cuci tangan berupa kran yang dioperasikan dengan tangan dan tanpa
dilengkapi dengan air hangat, sabun, desinfektan, pengering tangan dan
tempat sampah tertutup.
3. Tidak memiliki fasiltas air bertemperatur tidak kurang dari 82oC atau metoda
sterilisasi lain.
4. Proses pembersihan tidak dilakukan setiap kali selesai proses pemotongan per
ternak tetapi hanya dilakukan setelah semua ternak terpotong dan tanpa
desinfeksi.
5. Kebersihan lingkungan tidak maksimal karena kondisi bangunan yang buruk
dan tidak tersedia tempat sampah.

13
6. Penerapan higiene personal tidak diterapkan seperti pakaian kotor atau bahkan
tidak menggunakan baju.
7. Pekerja yang menangani karkas, daging, dan/atau jeroan tidak menggunakan
alat pelindung diri, cuci tangan tidak menggunakan sabun, kadang-kadang
merokok.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kesesuaian fisik RPH Taliwang,
maka beberapa koreksi dan/atau rekomendasi untuk perbaikan, antara lain:
1. Sebaiknya RPH direlokasi ke lokasi baru yang sesuai persyaratan karena
lokasi saat ini telah berkembang menjadi pemukiman penduduk, rawan banjir,
dekat dengan pabrik penggilingan padi, dekat dengan usaha pengolahan hasil
tambang (logam) dan tidak mempunyai lahan yang cukup untuk
pengembangan RPH.
2. Fasilitas yang tidak tersedia seperti disebutkan di atas harus dibangun sesuai
persyaratan.
3. Bangunan utama harus diperluas disesuaikan dengan jumlah pemotongan; ada
pemis h n ru ng n ng jel s sec r fisik nt r “d er h bersih” d n “d er h
kotor”; dibuatkan dinding, pintu dan jendela; lantai harus kuat dan rata; dan
harus dilengkapi peralatan penunjang.
4. Perlu adanya perbaikan terhadap kandang penampung dan istirahat ternak,
kandang betina produktif dan kamar mandi/WC.
5. Harus disediakan peralatan untuk menunjang higiene dan sanitasi, peralatan
petugas pengawas kesmavet dan perlengkapan pekerja.
6. Penerapan dan pengawasan higiene dan sanitasi harus dilakukan secara
konsisten dan ketat baik terhadap bangunan, peralatan maupun personil yang
terlibat.

14

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang
Indikator

B

Hasil pengamatan

S

NK

1.5

 Lokasi RPH tidak sesuai Perda No 2
Tahun 2012 karena wilayah kota
Taliwang adalah Pusat Kegiatan
Wilayah Promosi (PKWp) yaitu
kawasan perkotaan dengan fungsi
untuk melayani kegiatan skala provinsi
atau beberapa kabupaten/kota

1

1.5

1

1

Tindakan koreksi

A Lokasi
1. Harus sesuai dengan dengan
Rencana Umum Tata Ruang
Daerah (RUTRD) dan Rencana
Detil Tata Ruang Daerah
(RDTRD) atau daerah yang
diperuntukkan sebagai area
agribisnis
2. Tidak berada di daerah rawan
banjir, tercemar asap, bau, debu
dan kontaminan lainnya

1

 Sebelah selatan langsung berbatasan
dengan sungai yang sering banjir dan
10 m sebelah utara terdapat pabrik
penggilingan padi

3. Tidak menimbulkan gangguan
dan pencemaran lingkungan

1.5

 Potensi pencemaran lingkungan tinggi
karena mutu air limbah tidak
memenuhi persyaratan

1

1.5

1

 Letaknya lebih rendah 1 – 1.5 m dari
pemukiman

2

2

1

 Mempunyai sumber air (sumur) yang
cukup baik kualitas maupun
kuantitasnya

3

3

4. Letaknya lebih rendah dari
pemukiman
5. Mempunyai akses air bersih
yang cukup untuk pelaksanaan
pemotongan hewan dan
kegiatan pembersihan serta
desinfeksi

 Sebaiknya relokasi RPH ke
lokasi lain yang sesuai
persyaratan menurut
peraturan yang berlaku

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)
Indikator
6. Tidak berada dekat industri
logam dan kimia
7. Mempunyai lahan yang cukup
untuk pengembangan RPH
Sub total

B
1
1

Hasil pengamatan
 Sekitar 100 m sebelah barat terdapat
usaha pengolahan hasil tambang
(logam) tanpa ijin
 Tidak mempunyai lahan yang cukup
karena luas lahan hanya sekitar 5 are

S

NK

1

1

1

1

8

Tindakan koreksi

11

B Sarana/prasarana pendukung
1. Akses jalan yang baik menuju
RPH yang dapat dilalui
kendaraan pengangkut hewan
potong dan kendaraan daging
2. Sumber air yang memenuhi
persyaratan baku mutu air
bersih dalam jumlah cukup,
paling kurang 1.000
liter/ekor/hari
3. Sumber tenaga listrik yang
cukup dan tersedia terus
menerus
4. Fasilitas penanganan limbah
padat dan cair

 Akses jalan baik dan beraspal
1

1.5

 Air sumur yang digunakan memenuhi
persyaratan baku mutu air bersih dan
jumlahnya sangat mencukupi

3

3

-

3

4.5

-

3

4.5

-

0

0

 Sumber listrik dari PLN 1300 kwh
1.5

1

 Tidak memiliki fasilitas penanganan
limbah

15

 Harus dibangun fasilitas
penanganan limbah sesuai
kapasitas

Indikator
5. Kompleks RPH harus dipagar, dan
harus memiliki pintu yang terpisah
untuk masuknya hewan potong
dengan keluarnya karkas dan
daging

B

Sub total

6

1

Hasil pengamatan
 Hanya bagian barat dan utara
mempunyai pagar dan hanya
mempunyai satu jalur akses
masuk-keluar tanpa pintu

S

NK

1

1

Tindakan koreksi
 Komplek RPH harus dikelilingi
pagar sehingga akses masukkeluar orang tidak
berkepentingan dan atau hewan
liar dapat dihindari

13

C Bangunan utama
1. Tata ruang didisain searah dengan
alur proses serta memiliki ruang
yang cukup, sehingga seluruh
kegiatan pemotongan hewan dapat
berjalan baik dan higienis, dan
besarnya ruangan disesuaikan
dengan kapasitas pemotongan
2. Adanya pemisahan ruangan yang
jel s sec r fisik nt r “d er h
bersih” d n “d er h kotor”
3. Memiliki area dan fasilitas khusus
untuk melaksanakan pemeriksaan
postmortem

2

 Disain tata ruang tidak searah alur
proses karena hanya mempunyai 1
ruangan untuk semua proses
produksi; luas ruang pemotongan
6 x 6 m2 sangat sempit dengan
pemotongan 3-4 ekor secara
bersamaan

2

 Proses produksi di 1 ruangan
sehingga tidak ada pemisahan
sec r fisik nt r “d er h bersih”
d n “d er h kotor”

1

 Tidak tersedia area dan fasilitas
khusus untuk melaksanakan
pemeriksaan postmortem

1

1

0

2

 Karena perluasan ruang potong
tidak memungkinkan maka
jumlah pemotongan yang
bersamaan harus 1-2 ekor saja

2

 H rus terpis h nt r “d er h
bersih” d n “d er h kotor”
untuk menghindari kontaminasi
silang

0

 Harus disediakan area dan
fasilitas khusus untuk
pemeriksaan postmortem
sehingga petugas dapat bekerja
maksimal

16

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)
Indikator
4. Lampu penerangan harus
mempunyai pelindung, mudah
dibersihkan dan mempunyai
intensitas cahaya 540 luks untuk
area pemeriksaan post-mortem,
dan 220 luks untuk area
pengerjaan proses pemotongan
5. Dinding bagian dalam berwarna
terang dan paling kurang setinggi 3
meter terbuat dari bahan kedap air,
tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras,
mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
6. Dinding bagian dalam harus rata
dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai
tempat untuk meletakkan barang

Hasil pengamatan

1

 Terdapat 4 buah lampu 40 watt
dengan luas area pemotongan
6x6 m2 tetapi lampu tanpa
pelindung dan susah dibersihkan

S

2

NK

2

 Bangunan tidak berdinding

0.5

0

0

 Bangunan tidak berdinding
0.5

1.5

 Meskipun penerangan tersedia
dengan baik tetapi lampu harus
diberi pelindung dan mudah
dibersihkan

 Harus dibuat dinding bangunan
sesuai syarat sehingga
melindungi proses pemotongan
terhadap faktor pencemar dari
luar

 Harus dibuat dinding bangunan
0

 Lantai terbuat dari beton yang
kondisinya rusak parah, licin,
tidak kedap air, susah
dibersihkan dan tidak landai ke
arah saluran pembuangan

Tindakan koreksi

1

0

1.5

 Lantai harus dibongkar dan
dibuat lantai baru yang sesuai
syarat
17

7. Lantai terbuat dari bahan kedap
air, tidak mudah korosif, tidak
licin, tidak toksik, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dan
landai ke arah saluran pembuangan

B

Indikator
8. Permukaan lantai harus rata, tidak
bergelombang, tidak ada celah atau
lubang, jika lantai terbuat dari ubin,
maka jarak antar ubin diatur sedekat
mungkin dan celah antar ubin harus
ditutup dengan bahan kedap air
9. Lubang ke arah saluran pembuangan
pada permukaan lantai dilengkapi
dengan penyaring

10. Sudut pertemuan antara dinding dan
lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 75 mm

11. Sudut pertemuan antara dinding dan
dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 25 mm
12. Di daerah pemotongan dan pengeluaran
darah harus didisain agar darah dapat
tertampung

B

1.5

Hasil pengamatan
 Lantai terbuat dari beton yang
kondisinya rusak parah, banyak
lubang dan bahkan ada bagian
lantai yang betonnya sudah
terangkat sehingga terjadi
genangan air/air limbah

S

NK

1

1.5

 Lubang tidak dilengkapi dengan
penyaring
0.5

0

0

 Bangunan tidak berdinding
0.5

0

0

0

0

 Bangunan tidak berdinding
0.5

0.5

 Tidak tersedia penampung darah
sehingga seluruh darah menjadi
limbah cair

0

0

Tindakan koreksi
 Lantai harus dibongkar dan
dibuat lantai baru yang
sesuai syarat

 Lubang harus dilengkapi
dengan penyaring sehingga
sisa pemotongan tidak
menyumbat saluran
pembuangan
 Harus dibuat dinding
bangunan sesuai syarat
sehingga mudah
dibersihkan dan
didesinfeksi
 Harus dibuat dinding
bangunan sesuai syarat
 Darah harus ditampung
sehingga beban
pencemaran pada limbah
berkurang

18

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)
Indikator
13. Langit-langit didisain agar tidak terjadi
akumulasi kotoran dan kondensasi dalam
ruangan, berwarna terang, terbuat dari
bahan yang kedap air, tidak mudah
mengelupas, kuat, mudah dibersihkan,
tidak ada lubang atau celah terbuka pada
langit-langit
14. Ventilasi pintu dan jendela harus
dilengkapi dengan kawat kasa untuk
mencegah masuknya serangga atau
dengan menggunakan metode
pencegahan serangga lainnya
15. Kusen pintu dan jendela, serta bahan
daunnya tidak terbuat dari kayu, dibuat
dari bahan yang tidak mudah korosif,
kedap air, tahan benturan keras, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian
bawahnya harus dapat menahan agar
tikus/rodensia tidak dapat masuk
16. Kusen pintu dan jendela bagian dalam
harus rata dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai tempat
untuk meletakkan barang

B

1

Hasil pengamatan
 Langit-langit terbuat dari
bahan asbes yang telah
banyak pecah, berlubang
dan terjadi rembesan air dari
atap yang bocor

S

NK

 Langit-langit harus dibuat
sesuai syarat
1

1

 Bangunan tidak mempunyai
pintu dan jendela
1

0

0

 Bangunan tidak mempunyai
pintu dan jendela
1

1

 Bangunan harus dilengkapi
pintu dan jendela yang sesuai
syarat

 Bangunan harus dilengkapi
pintu dan jendela yang sesuai
syarat
0

 Bangunan tidak mempunyai
pintu dan jendela

Tindakan koreksi

0

0

0

 Bangunan harus dilengkapi
pintu dan jendela yang sesuai
syarat
19

20

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)
Indikator

B

17. Konstruksi bangunan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga mencegah
tikus atau rodensia, serangga dan burung
masuk dan bersarang dalam bangunan
18. Pertukaran udara dalam bangunan harus
baik
Sub total

Hasil pengamatan

S

NK

Tindakan koreksi

1

1

 Konstruksi bangunan harus
dapat mencegah tikus atau
rodensia, serangga dan
burung masuk dan
bersarang dalam bangunan

3

3

-

 Bangunan sangat terbuka tanpa
dinding, pintu dan jendela
1

1

 Pertukaran udara dalam
bangunan masih baik

18

14

D Area penurunan (unloading) ternak
1. RPH dilengkapi dengan fasilitas untuk
menurunkan ternak (unloading) dari atas
kendaraan angkut ternak yang didisain
sedemikian rupa sehingga ternak tidak
cedera akibat melompat atau tergelincir

1

2. Ketinggian tempat penurunan/penaikan
ternak harus disesuaikan dengan
ketinggian kendaraan angkut hewan

1

3. Lantai sejak dari tempat penurunan
hewan sampai kandang penampungan
harus tidak licin dan dapat
meminimalisasi terjadinya kecelakaan

1

 RPH tidak memiliki fasilitas
unloading ternak tetapi ternak
diturunkan langsung dari
kendaraan di dekat kandang
penampungan

 Harus dibuat fasilitas
unloading ternak sesuai
persyaratan

0

0

-

0

0

-

-

0

0

-

Tabel 4 Matriks evaluasi kesesuaian persyaratan fisik RPH Taliwang (lanjutan)
Indikator

B

4. Harus memenuhi aspek kesejahteraan
hewan
Sub total

1

Hasil pengamatan
-

S

NK

0

0

4

Tindakan koreksi
-

3

E Kandang penampung dan istirahat ternak
1. Bangunan kandang penampungan
sementara atau kandang istirahat paling
kurang berjarak 10 meter dari bangunan
utama
2. Memiliki daya tampung 1,5 kali dari
rata-rata jumlah pemotongan hewan
setiap ha