Kebijakan Pengelolaan Secara Berkelanjutan DAS Benain Di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SECARA BERKELANJUTAN
DAS BENAIN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ARTANTI YULAIKA IRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kebijakan Pengelolaan
Secara Berkelanjutan DAS Benain Di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015
Artanti Yulaika Iriani
NIP P052110081

RINGKASAN
ARTANTI YULAIKA IRIANI. Kebijakan Pengelolaan Secara Berkelanjutan
DAS Benain di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh CECEP
KUSMANA dan ARIF SATRIA.
Penelitian Kebijakan Pengelolaan Secara Berkelanjutan DAS Benain di
Provinsi Nusa Tenggara Timur antara lain bertujuan untuk : 1). menganalisis
kondisi ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan DAS Benain; 2). mengetahui
status keberlanjutan pengelolaan DAS Benain; dan 3). memformulasikan strategi
kebijakan pengelolaan DAS Benain secara berkelanjutan. Penelitian ini
menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dilakukan
menggunakan MDS dengan software RAPDAS (modifikasi RAPFISH) dan
analisis prospektif.
Status keberlanjutan ditentukan dengan menggunakan 36 atribut (9 atribut
ekologi, 9 atribut sosial, 9 atribut ekonomi, dan 9 atribut kelembagaan) yang
mewakili sistem pengelolaan DAS Benain. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan
DAS Benain pada aspek ekologi sebesar 43.8 termasuk dalam kategori kurang

berkelanjutan. Atribut-atribut sensitif pada aspek ekologi yaitu kesesuaian
penggunaan lahan, indeks erosi, koefisien limpasan, dan penutupan lahan. Pada
aspek sosial indeks keberlanjutannya adalah sebesar 52.61 berada pada kategori
cukup berkelanjutan. Atribut-atribut yang paling sensitif pada aspek sosial yaitu
jumlah penduduk, kegiatan lain yang mendukung pengelolaan DAS, dan
kesesuaian pengelolaan DAS dengan kondisi masyarakat. Indeks keberlanjutan
pada aspek ekonomi sebesar 49.11 termasuk pada kategori kurang berkelanjutan.
Adapun atribut-atribut yang sensitif pada aspek ekonomi adalah kontribusi
terhadap peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan keterkaitan
dengan mata pencaharian, Sementara itu pada aspek kelembagaan indeks
keberlanjutannya sebesar 36.92 termasuk pada kategori kurang berkelanjutan.
Atribut-atribut yang sensitif terhadap keberlanjutan aspek kelembagaan meliputi
program pendampingan, kegiatan usaha bersama, dan kegiatan monitoring dan
evaluasi.
Berdasarkan hasil analisis prospektif dari 13 atribut sensitif pada sistem
pengelolaan DAS tersebut diatas diperoleh 5 faktor kunci dalam menentukan
strategi kebijakan pengelolaan DAS Benain. Terdapat tiga faktor kunci yang
mempunyai pengaruh kuat antar faktor dengan ketergantungan yang rendah yaitu
jumlah penduduk, koefisien limpasan, dan indeks erosi. Dua faktor kunci lainnya
memiliki pengaruh dan ketergantungan yang kuat antar faktor yaitu kesesuaian

penggunaan lahan dan penutupan lahan. Dengan demikian, berdasarkan 5 faktor
kunci tersebut formulasi kebijakan pengelolaan DAS Benain yang berkelanjutan
adalah 1). memanfaatkan lahan sesuai dengan kesesuaian lahannya; 2).
mengupayakan tutupan lahan bervegetasi dengan luasan yang memadai; 3).
merehabilitasi lahan-lahan kritis; dan 4). mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk dan menyejahterakannya.

Kata kunci: atribut sensitif, formulasi kebijakan, pengelolaan DAS, status
keberlanjutan

SUMMARY
ARTANTI YULAIKA IRIANI. The Sustainability Policy of Benain Watershed
Management in East Nusa Tenggara. Supervised by CECEP KUSMANA and
ARIF SATRIA.
Research of the sustainability policy of Benain watershed management in
East Nusa Tenggara Province, aims to 1). analyze the social, economic, ecological
and institutional of Benain watershed; 2). knowing the status of Benain watershed
management sustainability; 3). formulate the policy strategies for sustainable
watershed management. This study combines qualitative and quantitative
methods. Data analysis was performed using the software RAPDAS MDS

analysis (modification RAPFISH) and prospective analysis.
Sustainability status was determined using 36 attributes (9 ecological
attributes, social attributes 9, 9 economic attributes, and 9 institutional attributes)
that represents Benain watershed management systems. Value index Benain
sustainability of watershed management on the ecological aspects of 43.8 is
included in the category of less sustainable. Attributes that are sensitive to the
ecological aspects of the suitability of land use, the index of erosion, runoff
coefficient, and land cover. In the social aspect of sustainability index is equal to
52.61 in the category of sustainable enough. The attributes of the most influential
in the social aspect, namely the number of residents, other activities that support
watershed management, watershed management and compliance with the
conditions of the community.
Sustainability index on the economic aspects of 49.11 included in the
category of less sustainable. The factors that most influence on the economic
aspects are contributing to the increase in income, employment, and linkages with
livelihood, meanwhile on the institutional aspects of sustainability index of 36.92
included in the category of less sustainable. Attributes that are sensitive to the
sustainability of the institutional aspects include mentoring programs, joint
business activities, and monitoring and evaluation activities.
Based on the leverage analysis, 36 attributes were analyzed and resulted in

13 attributes. Based on the results of a prospective analysis of 13 attributes
sensitive to watershed management system earned five key factors in determining
the policy strategy of Benain watershed management. There are three key factors
that have a strong influence among the factors with low dependence is total
population, the coefficient of runoff, and erosion index. Two other key factors
have a strong influence and dependence among factors that suitability of land use
and land cover. The policy formulation of Benain watershed management are 1).
use the land in accordance with the land suitability; 2). to attempt the vegetated
land cover with adequate area; 3). to rehabilitate critical land; and 4). control the
rate of population growth and improve social welfare in the watershed areas.

Keywords: policy formulation, sensitive atributes, sustainability status, watershed
management

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SECARA KEBERLANJUTAN
DAS BENAIN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ARTANTI YULAIKA IRIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Omo Rusdiana, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
pengelolaan DAS, dengan judul Kebijakan Pengelolaan Secara Berkelanjutan
DAS Benain di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS
dan Bapak Dr Ir Arif Satria selaku pembimbing, serta Ibu Ir Yatri Indah
Kusumastuti yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Agus Sadelie dari PT EDECON, Bapak
Markus Mesakh, STP beserta staf BPDAS Benain Noelmina yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Artanti Yulaika Iriani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian


1
1
2
3
3
3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan, Jenis dan Sumber Data
Penentuan Responden dan Informan
Teknik Analisis Data

6
6
6
7
7

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis DAS Benain
Karakteristik DAS Benain
Sosial Ekonomi di Wilayah DAS Benain
Kelembagaan Masyarakat DAS Benain

10
10
11
11
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekologi, Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan DAS Benain
Analisis Keberlanjutan Pengelolaan DAS Benain
Strategi Kebijakan Pengelolaan DAS Benain

13
13
20
34


SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

39
39
40

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
Tahapan analisis stakeholder
Kategori indeks dan status keberlanjutan
Hasil monitoring aspek ekologi
Hasil monitoring aspek sosial
Hasil monitoring aspek ekonomi
Hasil monitoring aspek kelembagaan
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan
DAS Benain
8. Analisis peranan stakeholders
9. Nilai stress dan derajat koefisien determinasi pada masing-masing
aspek
10. Perbedaan hasil analisis MDS dan Monte Carlo
11. Rekapitulasi atribut pengungkit strategi pengelolaan DAS Benain
12. Faktor kunci dan alternatif kebijakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8
9
15
15
18
18
20
22
33
34
35
35

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pikir penelitian
2. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalan analisi
prospektif
3. Posisi keberlanjutan aspek ekologi pada pengelolaan DAS Benain
4. Hasil analisis leverage pada aspek ekologi
5. Posisi keberlanjutan aspek sosial pada pengelolaan DAS Benain
6. Hasil analisis leverage pada aspek sosial
7. Posisi keberlanjutan aspek ekonomi pada pengelolaan DAS Benain
8. Hasil analisis leverage pada aspek ekonomi
9. Posisi keberlanjutan aspek kelembagaan pada pengelolaan
10. DAS Benain
11. Hasil analisis leverage pada aspek kelembagaan
12. Diagram layang analisis indeks keberlanjutan DAS Benain
13. Kuadran pengaruh dan ketergantungan antar faktor

6
10
25
25
27
29
30
31
32
34
35
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Peta lokasi penelitian
Peta iklim DAS Benain
Peta penutupan lahan DAS Benain
Peta lahan kritis DAS Benain
Peta penggunaan lahan DAS Benain
Nilai pada atribut-atribut keberlanjutan pengelolaan DAS Benain
Atribut dan skor keberlanjutan aspek ekologi
Atribut dan skor keberlanjutan aspek sosial
Atribut dan skor keberlanjutan aspek ekonomi
Atribut dan skor keberlanjutan aspek kelembagaan
Data Curah Hujan Kawasan DAS Benain

44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS), DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. Menurut Paimin et al. (2010), kondisi DAS di Indonesia saat ini terus
mengalami degradasi yang disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di
dalamnya yang cukup agresif, eksploitatif, dan ekspansif yang melampaui daya
dukung dan kemampuannya.
Proses pengelolaan DAS merupakan bentuk aktivitas manusia terhadap
sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya yang ditandai
dengan meningkatnya tuntutan atas sumber daya alam (air, tanah, dan hutan).
Pengelolaan DAS ditujukan untuk produksi dan perlindungan sumber daya air
termasuk didalamnya pengendalian erosi dan banjir (Sinukaban 1991). Dalam
perkembangannya kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan penggunaan
lahan mengalami perubahan. Pawitan (2006), mengemukakan bahwa perubahan
penggunaan lahan yang terjadi di daerah hulu DAS dipastikan akan
mengakibatkan perubahan karakteristik hidrologi DAS. Perluasan kawasan dalam
bentuk alih fungsi lahan, baik menjadi pemukiman maupun lahan pertanian dalam
prosesnya seringkali tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.
Hal tersebut mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan
produktivitas lahan, dan percepatan degradasi DAS.
Di Indonesia kondisi DAS yang sudah kritis/sangat kritis sehingga tidak
bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan perlu penanganan segera terbagi
menjadi prioritas I sebanyak 394 DAS, prioritas II sebanyak 1436 DAS dan
prioritas III sebanyak 1500 DAS. Akan tetapi, DAS yang diutamakan
penanganannya untuk disusun rencana pengelolaan DAS terpadunya berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 tentang
Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rangka Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 hanya 108 DAS. Berdasarkan hal
tersebut, beban pengelolaan DAS yang ditanggung oleh pemerintah terbilang
cukup tinggi, sehingga berdampak pada pengelolaan yang tidak optimal dan
mengakibatkan kerusakan ekosistem DAS, seperti tanah longsor, sedimentasi,
banjir dan kekeringan (Laila 2013).
Degradasi pada DAS tersebut mengakibatkan terjadinya bencana kekeringan
dan banjir, tanah longsor dan lahan kritis yang semakin meluas. Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki
potensi kekeringan yang tinggi. Potensi tersebut didasarkan atas peta Indeks
Resiko Bencana Kekeringan Provinsi NTT yang dikeluarkan oleh Badan Nasional

2
Penanggulangan Bencana Tahun 2010, yang menyatakan bahwa NTT cenderung
berpotensi tinggi untuk terjadinya kekeringan.
Benain merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, tepatnya di Pulau Timor yang mendapat prioritas untuk ditangani
pengelolannya. Saat ini, kondisi lahan kritis di kawasan DAS Benain mengalami
perluasan. Berdasarkan data BPDAS Benain Noelmina (2011), lahan kritisnya
seluas 737.26 ha. Kemudian menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kehutanan (2015), lahan kritis di kawasan DAS Benain meluas menjadi 942.976
ha. Peningkatan luasan lahan kritis pada suatu DAS merupakan salah satu indikasi
peningkatan kekritisan suatu DAS. Lahan kritis disebabkan oleh kesalahan
pengelolaan lahan oleh manusia yang mengakibatkan lahan menjadi terdegradasi.
Berdasarkan data BPDAS Benain Noelmina (2011), sebesar 45.50 persen
penduduk DAS Benain bermata pencaharian sebagai petani. Tingginya peran
sektor pertanian berbanding lurus dengan tingginya eksploitasi terhadap lahan dan
peningkatan kerusakan lingkungan. Tingginya peran sektor pertanian terhadap
pendapatan rumah tangga didukung oleh data ketergantungan penduduk terhadap
lahan di DAS Benain yang sangat tinggi, yaitu sebesar 2.93. Tingginya
ketergantungan penduduk terhadap lahan yang disertai dengan pengelolaan lahan
yang buruk menjadi faktor penyebab semakin meluasnya lahan kritis di kawasan
DAS Benain tersebut. Selain meluasnya lahan kritis, degradasi DAS Benain juga
dipicu oleh sektor kelembagaan. Indikator kelembagaan digunakan untuk
mengetahui tingkat dukungan kelembagaan non formal di tingkat petani maupun
lembaga formal dalam praktek konservasi tanah. Semakin tinggi dukungan secara
kelembagaan dalam praktek konservasi tanah diasumsikan kondisi suatu DAS
akan semakin baik (Paimin et al. 2010). Peran sektor kelembagaan di DAS Benain
hingga saat ini masih belum optimal.
Semakin meluasnya lahan kritis, tingginya ketergantungan penduduk
terhadap lahan dan belum optimalnya peran sektor kelembagaan di DAS Benain
merupakan faktor-faktor pendukung terjadinya degradasi DAS. Untuk
memperbaiki performa pengelolaan DAS tersebut, diperlukan adanya formulasi
kebijakan untuk mencapai pengelolaan DAS yang berkelanjutan di kawasan DAS
Benain tersebut.

Perumusan Masalah
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada
daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung-gunung dan akan
dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Wilayah daratan tersebut
dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan
kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir terdiri dari unsur-unsur utama
sumber daya alam yaitu tanah, vegetasi (hutan), air, dan sumber daya manusia
sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak 2010).
Kawasan DAS Benain merupakan tempat berlangsungnya proses interaksi
antara aspek ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan yang sangat kompleks.
Proses pengelolaan DAS merupakan bentuk aktivitas manusia terhadap sistem

3
alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya yang ditandai dengan
meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan). Pengelolaan
DAS ditujukan untuk produksi dan perlindungan sumberdaya air termasuk
didalamnya pengendalian erosi dan banjir (Sinukaban 1991). Dalam
perkembangannya kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan penggunaan
lahan mengalami perubahan. Meluasnya lahan kritis, tingginya tekanan penduduk
terhadap lahan, dan lemahnya sektor kelembagaan menyebabkan degradasi DAS
di Benain. Pawitan (2006), menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan yang
terjadi di daerah hulu DAS dipastikan akan mengakibatkan perubahan
karakteristik hidrologi DAS.
Atas dasar kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian yang perlu dikaji secara detail, adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan DAS
Benain?
2. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan DAS Benain?
3. Bagaimana formulasi kebijakan pengelolaan DAS Benain secara
berkelanjutan?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis kondisi ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan di
kawasan DAS Benain.
2. Mengetahui status keberlanjutan pengelolaan DAS Benain saat ini.
3. Memformulasikan strategi kebijakan pengelolaan DAS Benain secara
berkelanjutan.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi terkait
pengelolaan DAS di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Bagi pengambil keputusan : memberikan masukan dalam menyusun
kebijakan dan program yang tepat dalam implementasi kegiatan
pengelolaan DAS yang berkelanjutan.
3. Bagi praktisi : memberikan masukan mengenai kondisi masyarakat,
ekologi dan program yang sesuai dengan tipologi masyarakat dan
wilayahnya.

Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji dan mengidentifikasi karakteristik DAS Benain pada
aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Kawasan DAS Benain berada
di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan wilayah kerja yang meliputi 3

4
kabupaten yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Aspek ekologi di kawasan DAS dicirikan oleh kondisi tutupan lahan,
kualitas air, curah hujan, serta erosi dan sedimentasi. Berdasarkan data BPDAS
Benain Noelmina (2011) penutupan lahan dari daerah DAS Benain didominasi
oleh semak belukar yaitu seluas 147964 ha atau sekitar 68.62 persen, hutan lahan
kering sekunder dengan luas 20719 ha atau sekitar 9.61 persen, pertanian lahan
kering campur semak dengan luas 10160 atau 4.71 persen, dan pertanian lahan
kering yaitu seluas 7125 ha atau 3.30 persen. Jenis penutupan lahan lainnya
seperti pemukiman, rawa, dan sawah merupakan jenis yang tidak dominan.
Seiring bertambahnya waktu, kondisi tutupan lahan di kawasan DAS Benain
mengalami penurunan. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya luasan
lahan kritis menjadi sebesar 942.976 ha (Kementerian Kehutanan 2015).
Faktor berikutnya yang dikaji dalam aspek ekologi adalah kualitas air.
Kualitas air merupakan salah satu indikator kemajuan pengelolaan DAS. Karena
berkaitan dengan aspek aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di
wilayah DAS serta menggambarkan tingkat kesadaran masyarakat dalam
memelihara sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya. Sejauh ini kualitas air
di kawasan DAS Benain termasuk pada kategori baik. Faktor ekologi lainnya
yaitu curah hujan. Berdasarkan kondisi curah hujannya, kawasan DAS Benain
berada pada tipe hujan D yaitu sedang dengan curah hujan rata-rata tahunan
sebesar 1.4 mm pertahun (BPDAS Benain Noelmina 2011).
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di wilayah Benain sebagian besar sangat
ringan (35.69 persen), hal tersebut dikarenakan daerahnya pada kelerengan 0-8
persen, kedalaman tanahnya > 90 cm dan erosinya < 15 ton/ha/tahun. Faktor erosi
harus menjadi fokus kajian karena akumulasi dari tingkat bahaya erosi dapat
mengakibatkan banyaknya tanah longsor pada daerah tebing-tebing sungai, dan
berpindahnya aliran sungai pada daerah hilir. Hal tersebut dikarenakan derasnya
aliran sungai yang membawa lumpur hasil erosi dari daerah hulu, sehingga
mengakibatkan sedimentasi di daerah hilir (BPDAS Benain Noelmina 2011).
Dari aspek sosial, seiring dengan bertambahnya waktu jumlah penduduk di
kawasan DAS Benain mengalami peningkatan. Sebagian besar penduduk di
kawasan DAS Benain bermata pencaharian sebagai petani. Tingginya peran sektor
pertanian berbanding lurus dengan tingginya eksploitasi terhadap sumber daya
alam dan tekanan penduduk terhadap lahan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang
disertai dengan tingginya tekanan penduduk terhadap lahan merupakan salah satu
faktor penyebab perubahan ekosistem di wilayah sekitar DAS Benain. Kondisi
tersebut didukung oleh adanya kebijakan tata ruang wilayah, seperti alih fungsi
lahan menjadi area penggunaan lain.
Pada aspek ekonomi, implementasi kebijakan ekonomi seperti perluasan
area pertanian juga mendorong perubahan ekosistem dan kondisi pengelolaan
DAS Benain. Kegiatan perekonomian di kawasan DAS Benain semakin tumbuh
dan berkembang dengan bertumpu pada kegiatan pertanian, rekreasi, wisata alam,
dan kegiatan jasa lainnya. Aktivitas ekonomi yang bertumpu pada sektor sumber
daya alam dalam perkembangannya semakin membutuhkan ketersediaan lahan
yang tinggi untuk penyediaan sarana prasarana penunjang. Hal tersebut pada
akhirnya berpengaruh pada kondisi aspek ekologi DAS.

5
Pada aspek kelembagaan di kawasan DAS Benain antara lain mencakup
kelembagaan pemerintah, masyarakat lokal, serta kelembagaan lainnya yang
berperan pada proses interaksi di dalam DAS. Kelembagaan DAS Benain saat ini
cenderung tidak berperan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya
ketergantungan masyarakat pada pemerintah, rendahnya kapasitas masyarakat
dalam mengelolaa sumber daya alam, dan tidak efektifnya koordinasi antara
pemerintah daerah dengan masyarakat lokal. Saat ini, kelembagaan masyarakat
lokal belum disentuh dan difungsikan secara optimal. Masyarakat lokal melalui
kelompok tani (poktan) maupun gabungan kelompok tani (gapoktan) belum
optimal berperan di kawasan DAS Benain.
Dalam pengelolaan DAS perlu adanya koordinasi yang baik oleh para
pemangku kepentingan. Kerr (2007), mengemukakan bahwa DAS adalah satu
jenis yang khusus dari common pool resource yang merupakan suatu areal yang
ditentukan oleh keterkaitan hubungan hidrologi dimana pengelolaan yang optimal
memerlukan koordinasi dalam penggunaan sumber daya oleh pengguna. DAS
merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air menuju ke suatu titik umum, dan
pembangunan watershed berupaya untuk mengelola hubungan hidrologi untuk
mengoptimalkan kegunaan sumber daya alam untuk konservasi, produktivitas,
dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai hal ini diperlukan pengelolaan
yang terkoordinasi dari berbagai sumberdaya mencakup watershed termasuk
hutan, peternakan, lahan pertanian, air permukaan, dan air bawah tanah, semuanya
berkaitan melalui proses hidrologi.
Guna mencegah degradasi DAS ketingkat yang lebih memprihatinkan perlu
diketahui performa DAS tersebut dan status keberlanjutan DAS Benain pada
aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan melalui identifikasi atributatribut dalam sistem pengelolaan DAS dan mengidentifiasi atribut sensitif yang
berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan pada DAS Benain dengan
menggunakan analisis MDS. Selanjutnya setelah diketahui atribut sensitif pada
DAS Benain dapat dirumuskan suatu strategi kebijakan dalam pengelolaan DAS
guna mencapai kondisi pengelolaan DAS yang tepat dan berkelanjutan dengan
menggunakan analisis prospektif. Pengelolaan DAS yang tepat diharapkan dapat
mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan DAS dengan
menjaga fungsi utama kawasan hulu DAS sebagai kawasan penyangga ekosistem
bagi wilayah tengah dan kawasan hilir DAS pada seluruh aspek yang berperan di
kawasan DAS (ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan). Sistem pengelolaan
DAS hulu sangat menentukan keberlanjutan fungsi DAS di kawasan tengah
maupun kawasan hilir DAS. Secara garis besar, kerangka pikir penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1.

6
DAS Benain

Ekologi

Sosial

Ekonomi

Kelembagaan

Praktek Implementasi DAS Benain

Analisis
MDS

Analisis
Prospektif

Status keberlanjutan pengelolaan
DAS Benain

Strategi kebijakan pengelolaan
DAS Benain secara keberlanjutan
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di DAS Benain yang berada di wilayah administrasi
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kabupaten Belu (Pulau Timor), pada koordinat: 124°20'13.945" BT dan
9°42'41.932" LS (Lampiran 1). Pemilihan lokasi didasarkan atas karakteristik
sosio-ekologis lokasi penelitian yang diharapkan mampu memberikan gambaran
yang jelas untuk melihat perubahan sosio-ekonomi dan kelembagaan dalam
kerangka perubahan ekologis. Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yakni
pada bulan Desember 2014 hingga Februari 2015.
Metode Pengumpulan, Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk menjawab perumusan masalah pertama
adalah dengan menganalisis data sekunder dari laporan monitoring dan evaluasi
Kinerja DAS Prioritas 2011 yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Badan
Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Benain Noelmina. Selain itu, analisis

7
data sekunder juga dilakukan melalui studi pustaka, laporan instansi terkait,
gambar-gambar, peta, dan dokumen lainnya.
Sementara itu, untuk menjawab rumusan masalah kedua dan ketiga jenis
data yang digunakan adalah dengan mengkombinasikan data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan dua teknik, Pertama, observasi
(observation) yakni dengan melakukan pengamatan yang terjadi dilapang. Kedua,
wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan peneliti untuk
menjaring informasi terkait dengan pertanyaan penelitian. Pada proses wawancara
mendalam, interviewer membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun
dalam pelaksanaannya interviewer mengajukan pertanyaan secara bebas, tidak
perlu secara berurutan dan pemilihan katanya juga tidak baku tetapi dimodifikasi
pada saat wawancara berdasarkan situasinya (Satori dan Komariah 2009). Data
sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen dengan mempelajari dokumendokumen yang terkait dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya, maupun
tulisan-tulisan lain yang relevan dengan topik penelitian.
Penentuan Responden dan Informan
Pemilihan responden dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja
(purposive sampling) dengan tetap mempertimbangkan posisi dan peran mereka
dalam organisasinya masing-masing, yaitu BPDAS Benain Noelmina, Dinas
Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur, masyarakat di kawasan DAS Benain,
Dirjen Sumberdaya Air, kementerian Pekerjaan Umum, LSM, dan Direktorat
Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS (PEPDAS). Jumlah responden dalam
penelitian ini adalah sebanyak 12 orang. Pemilihan informan dilakukan dengan
teknik snowball, sehingga mampu diperoleh alur informasi yang relevan dan
mendalam. Jumlah informan ditentukan berdasarkan kecukupan data dan
informasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menjawab perumusan masalah
pertama. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan mengumpulkan, merangkum
serta menginterpretasikan data-data berbagai kondisi lapangan yang diperoleh
melalui indepth interview, selanjutnya diolah kembali sehingga dapat
menghasilkan gambaran yang jelas, terarah dan menyeluruh mengenai fakta-fakta
serta hubungan antar fenomena yang menjadi fokus penelitian (Nasir 2003;
Slamet 2006). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi ekologi.
sosial, ekonomi, dan kelembagaan DAS Benain. Data yang digunakan adalah data
sekunder yang diperoleh dari hasil monitoring dan evaluasi kinerja dan
pengelolaan DAS Benain, tahun 2011.
2. Metode Multi Dimensional Scaling (MDS)
Analisis Stakeholder
Tahapan awal sebelum melakukan analisis MDS adalah dengan melakukan
analisis stakeholder. Pemangku kepentingan atau stakeholder merupakan orang
dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan (Fletcher et al. 2003).
Dalam melakukan analisis stakeholder perlu adanya studi dokumentasi, observasi

8
dan wawancara terhadap stakeholder yang berkepentingan dan berpengaruh
terhadap perumusan strategi kebijakan pengelolaan DAS Benain. Menurut Reed et
al. (2009) analisis stakeholder dilakukan dengan cara : 1). melakukan identifikasi
stakeholder; 2). mengelompokkan dan mengategorikan stakeholder; 3). analisis
stakeholder dilakukan melalui studi dokumentasi, observasi dan wawancara
terhadap stakeholder yang berperan dalam kegiatan pengelolaan DAS Benain.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan kepentingan masingmasing stakeholder yang berperan. Adapun tahapan dalam menganalisis
stakeholder dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1 Tahapan analisis stakeholders
No

Stakeholder

Peranan

1
2
Setelah melakukan analisis stakeholder, analisis MDS dilakukan untuk menjawab
perumusan masalah kedua. Menurut Fauzi dan Anna (2005), teknik ordinasi
RAPDAS (modifikasi dari teknik RAPFISH) melalui metode Multi Dimensional
Scaling (MDS) merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi
multidimensi menjadi dimensi yang lebih sederhana. Mengacu pada Kavanagh
(2001) dan Pitcher dan David (2001), analisis RAP-DAS dengan metode MDS
dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) penentuan
atribut, dalam penelitian ini ada 36 atribut yang mencakup 4 dimensi (Lampiran
6), yaitu 9 atribut ekologi, 9 atribut sosial, 9 atribut ekonomi, dan 9 atribut
kelembagaan; (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (skoring)
berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi; (3) analisis ordinasi RAP-DAS
dengan metode MDS menggunakan program SPSS untuk menentukan ordinasi
dan nilai stress; (4) menilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan DAS
yang dikaji baik secara multidimensi maupun pada setiap dimensi; (5) analisis
kepekaan (leverage analysis) untuk menentukan peubah yang sensitif
mempengaruhi keberlanjutan; dan (6) analisis Monte Carlo untuk
memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Seluruh data atribut yang dipertimbangkan di dalam penelitian ini
selanjutnya dianalisis secara multidimensi untuk menentukan titik yang
mencerminkan posisi keberlanjutan pengelolaan DAS Benain terhadap dua titik
acuan baik dan buruk. Posisi titik-titik keberlanjutan ini secara visual akan sangat
sulit dibayangkan mengingat dimensinya yang sangat banyak. Oleh karena itu,
untuk untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi dengan
metode multi dimesional scalling (MDS) (Nurmalina 2008).
Menurut Malhotra (2006), Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari
besaran nila S-stress dan R2. Model yang baik ditunjukkan dengan nilai S-Stress
yang lebih kecil dari 0.25 atau S , 0.25 dan R2 yang mendekati 1. Skala indeks
keberlanjutan sistem yang dikaji mempunyai selang 0 persen-100 persen. Tabel
dibawah ini memaparkan empat kategori status keberlanjutan (Nurmalina 2008).

9
Tabel 2 Kategori indeks dan status keberlanjutan
Nilai Indeks

Kategori

0.00 – 25.00

Buruk : Tidak berkelanjutan

25.01 – 50.00

Kurang : Kurang berkelanjutan

50.01 – 75.00

Cukup : Cukup berkelanjutan

75.01 – 100.00

Baik : sangat berkelanjutan

3. Analisis Prospektif
Teknik analisis prospektif digunakan untuk menjawab rumusan masalah
ketiga. Arahan strategi kebijakan pengelolaan DAS Benain secara berkelanjutan
dirumuskan dengan menggunakan analisis prospektif. Metode analisis prospektif
bersifat kognitif berupa tipologi yang fokus pada interaksi dan membangun
konsensus antar stakeholder, sehingga dapat digunakan untuk merumuskan suatu
kebijakan dimasa mendatang (Bourgeois dan Jesus 2004). Dari analisis prospektif
didapatkan informasi mengenai faktor kunci dan tujuan strategis apa saja yang
berperan dalam strategi kebijakan, serta berbagai aktivitas di frontier area
sebagai kebutuhan para pelaku (stakeholder) yang terlibat di dalam pemanfaatan
kawasan DAS Benain. Selanjutnya faktor kunci dan tujuan strategis (kebutuhan)
tersebut akan digunakan untuk mendefinisikan dan mendeskripsikan strategi
kebijakan yang relevan.
Secara filosofis metode analisis prospektif terdiri dari beberapa prinsip dasar
yang berhubungan dengan tujuan (objectives), fitur (features) dan hasil (finalities).
Prinsip dasar yang berhubungan dengan tujuan terdiri dari : (1) efektif
(effectiveness), dan (2) partisipasi (participation). Prinsip dasar yang berhubungan
dengan fitur terdiri dari : (1) konsistensi (consistency), (2) dapat diulang
(reproducibility), dan (3) transparansi (transparency). Sementara itu, prinsip dasar
yang berhubungan dengan hasil terdiri dari : (1) peningkatan kapasitas (capacity
building), (2) beralasan (plausibility), dan (3) relevansi (relevance).
Metode ini bermanfaat bagi para stakeholder untuk mempersiapkan
berbagai pilihan strategi argumentasi yang lebih baik dalam menghadapi evolusi
yang sangat rentan. Hal ini juga merupakan suatu alat peningkatan kapasitas, yang
disusun untuk menghasilkan dan berbagi secara efisien penggunaan informasi
dalam pengambilan keputusan. Adapun pengelompokan peubah dan kuadran pada
analisis prospektif dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan pada Gambar 2 tersebut, di dalam analisis prospektif, terdapat empat
kuadran. Masing-masing kuadran mempunyai karakteristik faktor yang berbeda
(Bourgeois and Jesus 2004), yaitu :
1. Kuadran pertama (driving variables)
Kuadran ini memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat namun
ketergantungan yang kurang kuat. Faktor pada kuadran ini merupakan faktor
penentu atau penggerak yang termasuk ke dalam kategori faktor paling kuat
dalam sistem.

10

Pengaruh

2. Kuadran dua (leverage variables)
Faktor-faktor yang terdapat pada kuadran ini menunjukkan bahwa faktor
tersebut mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan yang kuat antar faktor,
faktor-faktor yang ada di kuadran ini sebagian dianggap peubah yang kuat.
3. Kuadran tiga (output variables)
Faktor dalam kuadran ini mewakili faktor keluaran dimana pengaruhnya kecil
tapi ketergantungannya tinggi.
4. Kuadran empat (marginal variables)
Dalam kuadran empat, akan ditemukan faktor marjinal yang pengaruhnya kecil
dan ketergantungannya juga rendah. Faktor ini bersifat bebas dalam sistem.

Faktor Penentu
(Driving Variables)
INPUT

Faktor Penghubung
(Leverage Variables)
STAKES

Faktor Bebas
(Marginal Variables)
UNUSED

Faktor Terikat
(Output Variables)
Output
Ketergantungan

Sumber: Bourgeois and Jesus (2004)
Gambar 2 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antarfaktor dalam
analisis prospektif

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis DAS Benain
Wilayah DAS Benain terletak di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Berdasarkan posisi geografisnya wilayah DAS Benain terletak diantara
124° 12' 08" – 125° 00' 44" BT dan 9° 14' 08"- 9° 53' 54" LS. Secara geografis
batas-batas dari wilayah DAS Benain adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : 9 14' 15.2’’ LS dan 124 10' 41.1’’ BT
Sebelah Barat : 9 38’ 4.8’’ LS dan 124 12' 10.8’’ BT
Sebelah Timur : 9 31’ 4.4’’ LS dan 125 0' 36’’ BT,
Sebelah Selatan : 9 53’ 53.9’’ LS dan 124 18' 57.6’’ BT.
Luas wilayah DAS Benain berkisar 348489.8 ha yang terbagi menjadi 11
Sub DAS antara lain sub das Noni, Laku, Fatu, Bunu, Boen, Muti, Bikomi,
Maubesi, Tubino, Okan dan Kutun. Wilayah kerja dari DAS Benain ini meliputi 3
Kabupaten yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), 67 kecamatan, dan 372 desa.

11
Karakteristik DAS Benain
Mengacu pada data BPDAS Benain Noelmina (2011), wilayah DAS Benain
mencapai ketinggian 862 meter dpl dan keliling DAS sebesar 77477 meter.
Panjang DAS Benain adalah sekitar 82 Km dengan lebar DAS sekitar 37.8 Km
dan rata-rata kemiringan DAS sekitar 5 persen. Bentuk DAS Benain memanjang
dengan pola aliran dendritik dan kerapatan alirannya bersifat tergenang. Dari segi
geologi, jenis bebatuan terbanyak di DAS Benain didominasi oleh batu gamping,
batu pasir dan batu lumpur dengan luasan mencapai 144 959 Ha
Kawasan DAS Benain memiliki 11 stasiun cuaca. Berdasarkan pengukuran
di 4 stasiun cuaca yaitu Netpala, Oenlasi, Eban, dan Rinhat kawasan DAS Benain
masuk dalam tipe hujan C (agak basah) menurut Schmidt dan Ferguson. Tipe
hujan C dipengaruhi oleh bulan kering rata-rata 4 bulan dan bulan basah sebanyak
7 sampai 8 bulan. Sementara itu, menurut pengukuran di enam stasiun cuaca
lainnya yaitu Kota Soe, Niki-niki, Oeekam, Kota Kefa, Nenuk, dan Wemasa DAS
Benain termasuk kedalam tipe hujan D (sedang). Tipe hujan D ditunjukkan oleh
bulan kering sebanyak 4 sampai 6 bulan dan bulan basah sebanyak 5 sampai 6
bulan. Stasiun cuaca Insana menunjukkan salah satu kawasan di DAS Benain
termasuk dalam tipe hujan E yaitu agak kering. Data curah hujan kawasan DAS
Benain disajikan pada Lampiran 11 dan Peta iklim kawasan DAS Benain
disajikan pada Lampiran 2.
Sosial Ekonomi di Wilayah DAS Benain
Berdasarkan data BPDAS Benain Noelmina (2011), jumlah penduduk yang
berada di wilayah DAS Benain ada sekitar 498 344 jiwa terdiri dari 250 034 pria
dan 248 952 wanita, serta sekitar 199 383 KK yang tersebar di tiga kabupaten,
yaitu Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Belu. Luas DAS Benain
sebesar 348 489.85 Ha, berarti tingkat kepadatan penduduk di wilayah DAS
Benain adalah 1.43 jiwa/km2. Berdasarkan data BPS NTT (2013), jumlah
penduduk di tiga kabupaten yang dilalui oleh DAS Benain mengalami
peningkatan. Jumlah penduduk di Kabupaten Timur Tengah Selatan adalah 443
111 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.72 pertahun, di Kabupaten
Timur Tengah Utara sebanyak 230 792 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1.18 pertahun, dan di Kabupaten Belu sejumlah 189123 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1.86 pertahun. Berdasarkan data BPS Provinsi
NTT tersebut dapat diasumsikan bahwa saat ini jumlah penduduk di kawasan
DAS Benain mengalami peningkatan.
Ditinjau dari segi pendidikan, persentase rata-rata pendidikan setiap desa
yang ada di wilayah DAS Benain tertinggi adalah tingkat SD/MI sebesar 57.25
persen, kemudian berturut-turut diikuti tingkat pendidikan SLTP/MTs sebesar
24.55 persen, SLTA/SMA 12.52 persen, SMK 4.28 persen, TK 1.33 persen dan
Tamat Perguruan Tinggi (PT) sebesar 0.06 persen. Kondisi pendidikan
masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara umum mengalami
peningkatan. Berdasarkan jenjang pendidikannya angka partisipasi murni
penduduk untuk tingkat SD/MI mencapai 93.60 persen. Pada jenjang SMP/MTs

12
mencapai 59.24 persen dan untuk tingkat SMA/SMK/MA sebesar 47.31 persen
(BPS NTT 2013).
Sumber penghasilan utama penduduk di daerah aliran DAS Benain adalah
sebagai petani yaitu sebesar 45.50 persen. Tanaman utama yang diusahakan
adalah kelapa, kemiri, tanaman palawija, dan sayur-sayuran. Sementara itu, 9.09
persen di sektor jasa, 3.69 persen di sektor industri pengolahan, dan 6.95 persen
di sektor perdagangan, rumah makan, dan restoran. Bekerja di sektor bangunan
dan sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi masing-masing sekitar 1-3
persen, sementara untuk sektor-sektor lainnya sekitar 33.32 persen (BPDAS
Benain Noelmina 2011). Berdasarkan data BPS NTT (2013), lapangan pekerjaan
sektor kehutanan, perkebunan perikanan masih merupakan sektor yang paling
diminati oleh penduduk usia produktif. Tercatat sebanyak 1 284 591 jiwa bekerja
pada sektor tersebut.
Rata-rata pendapatan per kapita penduduk di daerah ini sebesar Rp 2 727
900 per kapita per tahun. Berdasarkan Upah Minimum Regional Propinsi Nusa
Tenggara Timur sebesar Rp 850 000/bulan, sehingga pendapatan masyarakat di
daerah dapat dikatakan sangat rendah. Berdasarkan data BPS NTT (2013),
pengeluaran rill per kapita di wilayah tiga kabupaten yang dilalui oleh DAS
Benain yaitu Kabupaten Timur Tengah Selatan sebesar Rp 614 650/bulan.
Pengeluaran rill per kapita di Kabupaten Timur Tengah Utara sebesar Rp 613
280/bulan dan di Kabupaten Belu sebesar Rp 606 090/bulan. Pendapatan
penduduk di wilayah DAS Benain banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
pertanian, terutama harga-harga produk pertanian. Pada saat harga-harga produk
pertanian meningkat, maka pendapatan masyarakatnya cenderung meningkat.
Demikian pula sebaliknya, jika harga produk pertanian turun, maka pendapatan
masyarakat cenderung menurun pula (BPDAS Benain Noelmina 2011).
Kelembagaan Masyarakat DAS Benain
Kelembagaan masyarakat di wilayah DAS Benain merupakan bagian dari
keragaan kelembagaan masyarakat Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Masyarakat di wilayah DAS Benain harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang relatif kering. Karena secara geografis, DAS Benain terletak di daerah semi
arid tropik bagian selatan, sehingga menghadapi tantangan lahan kering berbukit
sampai bergunung. Di DAS Benain terdapat beberapa lembaga informal, sampai
akhir tahun 2010 tercatat sejumlah peserta pelatihan petani dari Kabupaten TTS
900 orang (30 Kelompk Tani), dari Kabupaten TTU sekitar 90 orang (3 Kelompok
Tani) dan dari Kabupaten Belu sekitar 270 orang (9 Kelompok Tani). Akan tetapi,
lembaga informal tersebut tidak terlalu berperan aktif di lapangan (BPDAS
Benain Noelmina 2011).
Pada penelitian yang besifat eksperimen, nama pabrik pembuat reagen yang
digunakan ada kalanya perlu disebutkan. Sumber bahan dari perusahaan atau
individu maupun lembaga dapat dituliskan sepanjang hal itu sangat spesifik.
Penyebutan merek dagang perlu dihindari sebab karya ilmiah bukan media iklan.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekologi, Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan DAS Benain
Kondisi ekologi DAS Benain
Pada aspek ekologi dalam pengelolaan DAS haruslah memperhatikan daya
dukung lingkungan. Adapun komponen penting yang berhubungan dengan DAS
adalah kondisi sumber daya air dan sumber daya lahan. Kualitas air dan
pemanfaatan lahan yang baik merupakan salah satu tolak ukur kemajuan
pengelolaan DAS. Kedua aspek tersebut merupakan apek penting penunjang
kehidupan makhluk hidup. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan
peningkatan terhadap alih fungsi hutan. Hal tersebut selanjutnya akan
berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS. Penurunan kondisi
hidrologi DAS dapat berakibat pada banjir dan kekeringan.
Dalam sumber daya air, komponen penting yang perlu diperhatikan adalah
debit air. Debit air sungai berkaitan dengan permasalahan DAS seperti erosi,
sedimentasi, banjir, longsor dan kekeringan. Permasalahan tersebut kemudian
akan berdampak bagi masyarakat di sekitar DAS. Dalam proses monitoring
pengelolaan air, indikator yang digunakan adalah debit air sungai dan laju
sedimentasi. Debit air sungai di DAS mengunakan nilai parameter koefisien regim
sungai (KRS), indeks penggunaan air (IPA), dan koefisien limpasan (C).
Mengacu pada paragraf diatas, bahwa pengelolaan lahan berkaitan dengan
pengelolaan DAS. Guna mencapai pengelolaan DAS yang baik proses monitoring
terhadap pengelolaan lahan perlu dilakukan. Guna mempertahankan kelestarian
sumber daya alam maka setiap penggunaan lahan perlu memperhatikan daya
dukung atau kemampuan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahan akan mengakibatkan degradasi lahan yang nantinya akan
membuat kondisi DAS buruk. Kajian pengelolaan lahan pada DAS Benain
diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi DAS. Adapun komponen yang
dikaji dalam pengelolaan lahan pada proses monitoring yaitu indeks penutupan
lahan (IPL), kesesuaian penggunaan lahan (KPL), indeks erosi (IE), dan
kerentanan tanah longsor (KTL).
Nilai KRS DAS Benain adalah sebesar 49.8, angka tersebut mencerminkan
kontinuitas aliran sungai Benain relatif baik. Nilai IPA DAS Benain sebesar 1.2
dan masuk ke dalam kategori buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim
penghujan kebutuhan air bersih dan keperluan pengairan dan lain-lain tidak
mencukupi, sehingga pada musim kemarau harus dilakukan pergiliran
penggunaan air (BPDAS Benain Noelmina 2011). Pada indikator koefisien
limpasan (C) DAS Benain termasuk dalam kategori baik dengan nilai 0.24. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian kecil air hujan akan melimpas (run off) sebagai
aliran permukaan dan masuk sebagai aliran sungai. Besarnya limpasan air hujan
berkaitan dengan kemampuan infiltrasi air hujan dari tanah dan geologi wilayah.
Jenis batuan pada DAS Benain didominasi oleh batu pasir serpih sebesar 24
persen dan 30 persen lempung. Jenis tanah yang khas di wilayah NTT yaitu tanah
Bobonaro. Untuk indikator laju sedimentasi, pada DAS Benain sebesar 0.09
mm/th. Hal tersebut setara dengan nilai 1.08 ton/ha/tahun dan berada pada

14
kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi pada DAS Benain
tergolong rendah (BPDAS Benain Noelmina 2011).
Berdasarkan kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahannya,
nilai KPL DAS Benain adalah 91.29 persen yang termasuk kategori baik. Ini
menunjukkan bahwa penggunaan lahan relatif masih sesuai dengan kemampuan
lahannya. Sementara itu, besarnya indeks erosi (IE) menunjukan 412.17, termasuk
dalam kelas Buruk. Tingkat erosi yang terjadi berkaitan dengan bentuk lahan pada
wilayah DAS Benain. Bentuk lahan pada DAS Benain didominasi bentuk lahan
teras (30 persen), perbukitan (26 persen), dan pegunungan (10 persen), sisanya
merupakan dataran aluvial, kipas lahar, dan jalur meander (66 persen). Indeks
erosi pada DAS Benain tergolong buruk namun tingkat sedimentasi masih
tergolong Baik. Hal ini menunjukkan bahwa indeks erosi pada DAS Benain
tergolong tinggi yang disebabkan oleh lereng yang tinggi dan jenis tanah yang
peka erosi, serta tingkat erosivitas hujan tinggi dan kedalaman solum tergolong
dangkal. Kondisi erosi yang tinggi tidak sampai mengakibatkan sedimentasi pada
sungai, hal ini ditunjukkan oleh laju sedimentasi yang tergolong baik. Laju
sedimentasi yang tergolong baik berkaitan dengan indeks penggunaan lahan yang
tergolong sedang. Kerawanan tanah longsor pada DAS Benain secara keseluruhan
tergolong rendah (BPDAS Benain Noelmina 2011).
Berdasarkan data BPDAS Benain Noelmina (2011), penutupan lahan dari
daerah DAS Benain didominasi oleh semak belukar yaitu seluas 147 964 ha atau
sekitar 68.62 persen, hutan lahan kering sekunder dengan luas 20 719 ha atau
sekitar 9.61 persen, pertanian lahan kering campur semak dengan luas 10 160
atau 4.71 persen, dan pertanian lahan kering yaitu seluas 7 125 ha atau 3.30
persen. Jenis penutupan lahan lainnya seperti pemukiman, rawa, dan sawah
merupakan jenis yang tidak dominan. Peta penutupan lahan pada wilayah DAS
Benain disajikan pada Lampiran 3.
Peranan vegetasi (tutupan lahan) sangat besar dalam pengendalian proses
yang berlangsung di dalam DAS. Vegetasi berperan penting sebagai peluang
intervensi atau campur tangan manusia terhadap fungsi DAS sebagai pengatur
hidrologi. Vegetasi berperan besar dalam pengendalian aliran air permukaan. DAS
merupakan suatu ekosistem, sehingga keluaran dari ekosistem DAS tersebut akan
terlihat perubahannya bilamana input ke dalam proses yang ada pada ekosistem
tersebut. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya
dengan laju penyimpanan air yang berpengaruh terhadap permeabilitas permukaan
dan porositas tanah (Asdak 2010).
Kondisi lahan kritis di kawasan DAS Benain mengalami perluasan.
Mengacu pada data BPDAS Benain Noelmina (2011), lahan kritisnya seluas
737.26 ha. Kemudian menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kehutanan (2015), lahan kritis di kawasan DAS Benain meluas menjadi 942.976
ha. Peningkatan luasan lahan kritis pada suatu DAS merupakan salah satu indikasi
peningkatan kekritisan suatu DAS. Lahan kritis disebabkan oleh kesalahan
pengelolaan lahan oleh manusia yang mengakibatkan lahan menjadi terdegradasi.
Peta lahan kritis di kawasan DAS Benain disajikan pada Lampiran 4. Paparan
kondisi ekologi DAS Benain, secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.

15
Tabel 3 Hasil monitoring aspek ekologi
Komponen
Ekologi
Pengelolaan Air
Debit Air
KRS
IPA
C
Laju sedimentasi
Penggunaan
Lahan
IPL
KPL
IE
KTL

Keterangan
Nilai

Skor

Kelas

49.8 (m3/dt)
1.2 (mm/th)
0.24
0.09

1
5
1
1

Baik
Buruk
Baik
Baik

57.54%
91.29%
412.17%
2.3

3
1
5
1

Sedang
Baik
Buruk
Baik

BPDAS Benain Noelmina (2011)

Kondisi Sosial di Kawasan DAS Benain
Daerah aliran sungai merupakan tempat berlangsungnya interaksi antara
makhluk hidup dan lingkungannya baik berupa proses pengelolaan maupun
pemanfaatan sumberdaya yang tersedia di kawasan DAS. Dalam proses
monitoring kawasan DAS pada aspek sosial, indikator yang dikaji adalah
kepedulian individu (KI), partisipasi masyarakat (PM), dan tekanan penduduk
ter