Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU
PUTIH TERHADAP LARVA UDANG DAN EMBRIO
IKAN ZEBRA

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisitas Ekstrak
Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan Ikan Zebra adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Kurnia Alysia Aditianingrum
NIM G44090047

ABSTRAK
KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang
Temu Putih terhadap Larva Udang dan Ikan Zebra. Dibimbing oleh GUSTINI
SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO MOHAMAD.
Curcuma zedoaria, dikenal sebagai temu putih, lazim digunakan oleh
masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Daya toksik tanaman ini perlu
dievaluasi agar dapat diaplikasikan lebih luas. Penelitian ini bertujuan menguji
toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap larva udang (Artemia
salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio) serta menganalisis dugaan senyawa
aktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Ekstrak kasar etanol memiliki nilai
konsentrasi letal 50% (LC50) sebesar 588 ppm terhadap larva udang dan 215 ppm
terhadap embrio ikan zebra. Pada embrio ikan zebra, pajanan ekstrak kasar etanol
menyebabkan malformasi mayor pada perkembangan daerah kepala, yaitu organ

otak dan mata. Berdasarkan hasil analisis kromatografi gas-spektrometri massa,
senyawa aktif yang diduga berperan dalam ketoksikan ekstrak tersebut adalah
epikurzerenon, kurzerena, dan kurzerenon dengan senyawa yang dominan ialah
2,4,6-trimetilasetofenon.
Kata kunci: Artemia salina, Curcuma zedoaria, Danio rerio, LC50

ABSTRACT
KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM. Toxicity Test of Ethanol Extract of
Temu Putih Rhizome against Brine Shrimp Larvae and Zebrafish Embryos.
Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO MOHAMAD.
Curcuma zedoaria, known as temu putih, is commonly used as traditional
medicine in Indonesia. The toxicity of this herb needs to be studied to improve its
application. This research aims to evaluate the toxicity of the crude ethanol extract
of temu putih rhizome against brine shrimp (Artemia salina) larvae and zebrafish
(Danio rerio) embryos and to analyze the suspected active compounds contained
in the extract. The crude ethanol extract showed 50% lethal concentration value
(LC50) at 588 ppm against brine shrimp larvae and 215 ppm against zebrafish
embryos. In zebrafish embryos, exposure of the crude ethanol extract has caused
major malformation in development of head, namely brain and eyes organs. Based
on the gas chromatography-mass spectrometry analysis, the suspected active

compound that play a role in the toxicity are epicurzerenone, curzerene, and
curzerenone, which 2,4,6-trimethylacetophenone as the predominant compound.
Keywords: Artemia salina, Curcuma zedoaria, Danio rerio, LC50

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU
PUTIH TERHADAP LARVA UDANG DAN EMBRIO
IKAN ZEBRA

KURNIA ALYSIA ADITIANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva
Udang dan Embrio Ikan Zebra
Nama
: Kurnia Alysia Aditianingrum
NIM
: G44090047

Disetujui oleh

Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing I

drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah dan
limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji
Toksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih terhadap Larva Udang dan
Embrio Ikan Zebra. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik,
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan
Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, pada bulan Mei sampai Desember 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr Gustini
Syahbirin, MS dan Bapak drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, nasihat, dan semangat selama
penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih pada Bapak Budi
Arifin, SSi, MSi; Bapak Sabur; Bapak Drs Muhammad Farid, MSi; Ibu Dr
Praptiwi; Laela Wulansari, SSi; Ibu Endah; Mbak Nia; dan Ibu Yeni atas nasihat
dan pengalaman laboratoriumnya. Terima kasih sebanyak-banyaknya pada kedua
orang tua penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis sehingga

dapat merampungkan tugas ini dengan baik. Terima kasih pada rekan-rekan
sebimbingan penulis, yakni Nurfadilawati, Sela, Tri, Andika, Mella Yanti, dan
Yugo. Terima kasih pula disampaikan untuk Cempaka, Bella, Kak Hilwi,
Ayustiyan, Amal, Nanda, Ferra, Malik, Kak Lita, Kak Anna, Lilla, Mey, Eci,
Minah, Antisin X Community, UKM Kelatnas Perisai Diri, dan grup KPSSI atas
motivasinya.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Februari 2015

Kurnia Alysia Aditianingrum

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat

Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tanaman, Kadar Air, dan Rendemen Ekstrak
Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang
Toksisitas dan Efek Teratogenik Ekstrak pada Embrio Ikan Zebra
Hasil Analisis KCKT Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih
Hasil Analisis GC-MS Ekstrak Kasar Etanol Rimpang Temu Putih
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2

2
5
5
5
5
8
10
12
12
13
13
16
25

DAFTAR TABEL
1 Persentase jumlah embrio ikan zebra yang hidup, mati, dan menetas
pada pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih
2 Efek teratogenik setelah pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu
putih pada embrio ikan zebra
3 Kadar kurkuminoid dengan instrumen KCKT

4 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan
kemiripan 90%
5 Senyawa dalam ekstrak kasar etanol rimpang temuputih dengan
kemiripan ˂ 90%

6
8
10
11
11

DAFTAR GAMBAR
1 Uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio
ikan zebra pada 24 jpf
2 Kromatogram KCKT standar kurkuminoid
3 Kromatogram KCKT ekstrak kasar etanol rimpang temu putih
4 Kromatogram GC-MS ekstrak kasar etanol rimpang temu putih
5 Struktur senyawa kurzerena (A), kurzerenon (B), dan epikurzerenon
(C)
6 Struktur senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon


7
9
9
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian
2 Sertifikat persetujuan etik hewan dari Komisi Etik Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, IPB
3 Hasil determinasi tumbuhan temu putih
4 Kadar air dan rendemen ekstrak etanol rimpang temu putih
5 Hasil uji toksisitas esktrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap
larva udang
6 Hasil uji toksisitas esktrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap
embrio ikan zebra (ZFET)
7 Hasil analisis kurkuminoid menggunakan KCKT

8 Spektrum MS senyawa 2,4,6-trimetilasetofenon

16
17
18
19
20
21
23
24

1

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan berkhasiat, salah satunya
berasal dari marga Curcuma. Marga Curcuma telah banyak diteliti dan
dimanfaatkan, di antaranya C. longa, C. zedoaria, C. sylvatica, C. aeruginosa, C.
amada, C. aromatica, C. brog, C. caesia, dan C. rakhtakanta (Nambisian et al.
2012). Tumbuhan temu putih (Curcuma zedoaria) terdistribusi di sebagian besar
Asia Tenggara dan Himalaya, India (Sirirugsa 1999). Heyne (1987) melaporkan
bahwa di Indonesia temu putih tumbuh liar di Gunung Dempo, Sumatera Selatan,
serta di hutan jati Jawa Timur. Temu putih, khususnya bagian rimpangnya lazim
digunakan untuk pengobatan, dan dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel
kanker. Rimpang temu putih ini berwarna putih dan kuning pucat, serta memiliki
rasa yang pahit. Dalam pengobatan tradisional, rimpang temu putih dikonsumsi
secara langsung atau dalam bentuk jamu (Rahman et al. 2013).
Manfaat temu putih sebagai obat telah banyak diteliti, di antaranya sebagai
antikanker (Syu et al. 1998; Radji et al. 2010), antiradang (Jang et al. 2001;
Kaushik dan Jalalpure 2011), antioksidan (Mau et al. 2003; Nambisan et al. 2012;
Sumathi et al. 2013), antidiare (Nuratmi et al. 2006), dan antijamur (Cristiane et
al. 2011). Kim et al. (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temu putih
dapat digunakan sebagai hepatoprotektif. Senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid,
saponin, glikosida, dan steroid yang terkandung dalam ekstrak metanol rimpang
temu putih berkhasiat menangkal radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH) (Sumathi et al. 2013). Jang et al. (2001) mengisolasi 3 senyawa aktif dari
fraksi etil asetat yang terbukti sebagai antiradang, yaitu 1,7-bis(4-hidroksifenil)1,4,6-heptatrien-3-on, prokurkumenol, dan epiprokurkumenol. Rahman et al.
(2013) berhasil mengisolasi kurzerenon dan alismol yang terbukti mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker. Paramapojn dan Gritsanapan (2009)
melaporkan bahwa ekstrak kasar etanol rimpang temu putih mengandung
kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin, dan
bisdemetoksikurkumin. Kurkuminoid mampu menghambat sel kanker ovarium
OVCAR-3 (Syu et al. 1998).
Daya toksik suatu obat tradisional (herbal) perlu diketahui sebelum
diaplikasikan secara luas. Obat yang berasal dari bahan alam diharapkan dapat
bekerja secara apoptosis, yaitu mematikan sel kanker tanpa merusak sel normal.
Toksisitas akut menunjukkan derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi
dalam waktu singkat setelah pemberian dalam dosis tunggal atau pemberian
berulang dalam waktu terbatas dengan batasan waktu paling lama 14 hari
(umumnya 24 jam) (Syabana 2010). Uji toksisitas akut yang banyak digunakan
adalah uji letalitas larva udang (BSLT) dengan menggunakan larva Artemia salina
sebagai hewan uji. Metode ini dapat digunakan sebagai penapisan awal
kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman. Uji ini memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya relatif murah, cepat, hasilnya dapat dipercaya,
dan berkorelasi positif dengan daya sitotoksik senyawa antikanker (Meyer et al.
1982).
Uji toksisitas akut embrio ikan zebra (ZFET) merupakan tahap penapisan
lanjutan dari BSLT untuk mengetahui daya toksik dari senyawa aktif dalam
ekstrak tanaman terhadap hewan uji berupa embrio ikan zebra (Danio rerio). Ikan

2
zebra dapat mewakili spesies vertebrata, dan tahapan embrio dari ikan ini
memiliki beberapa kelebihan, seperti berkembang secara serentak, morfologi yang
transparan, bersifat permeabel terhadap obat-obatan, serta dapat dengan mudah
dimanipulasi menggunakan pendekatan genetika dan molekular (Kari et al. 2007).
Hasil uji toksisitas pada embrio ikan zebra telah terbukti memiliki korelasi positif
dengan hasil uji toksisitas pada mamalia (Ma et al. 2007). Pengujian senyawa
antikanker secara in vivo pada embrio dan ikan zebra telah banyak dilaporkan
(Berghmans et al. 2005; Moore et al. 2006; Hsu et al. 2007; Nicoli dan Presta
2007).
Obat tradisional harus memenuhi kriteria aman, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan
SK BPOM Nomor HK.03.1.23.06.10.516 tahun 2010, pelarut yang diperbolehkan
untuk mengekstraksi obat herbal adalah etil alkohol (C2H5OH). Berkaitan dengan
aplikasi sebagai obat herbal, maka penelitian ini hanya dibatasi pada uji ekstrak
kasar dengan menggunakan etanol sebagai pelarut. Penelitian ini bertujuan
menguji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan menggunakan
metode BSLT dan ZFET, serta menganalisis golongan senyawa yang terkandung
di dalamnya.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah rimpang temu
putih yang diperoleh dari kebun Biofarmaka, Cikabayan, IPB, etanol 80%,
akuades, dimetil sulfoksida (DMSO), air laut, larva A. salina, dan embrio ikan
zebra. Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini adalah shaker waterbath
Grant, alat-alat kaca, mikropipet, neraca analitik, oven, penguap putar Buchi R114, pengering beku, pelat 24-sumur, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
Hitachi L-2420, mikroskop inverted (Olympus, Jepang), dan kromatografi gas
spektrometer massa (GC-MS) Agilent.

Metode Penelitian
Metode penelitian mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang meliputi
determinasi tanaman, perlakuan pendahuluan, penentuan kadar air, ekstraksi, uji
toksisitas ekstrak dengan metode BSLT, uji toksisitas dengan embrio ikan zebra
(ZFET), serta analisis dengan instrumen KCKT dan GC-MS.
Determinasi Tanaman
Tanaman temu putih dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor.

3
Perlakuan Pendahuluan
Rimpang temu putih dibersihkan dengan air kemudian diiris dengan
ketebalan 5–7 mm. Sampel dikering-udarakan selama 2 hari, selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 50 °C selama 24 jam (sampai kadar air kurang
dari 10%). Setelah kering, sampel diayak menggunakan pengayak dengan ukuran
80 mesh.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 60 menit,
lalu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot
kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 6 jam. Setelah itu, cawan
didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang hingga didapatkan
bobot konstan. Penentuan kadar air ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo)
dan dihitung menggunakan rumus.

Keterangan:
A = Bobot cawan+sampel sebelum dikeringkan (g)
B = Bobot cawan+sampel setelah dikeringkan (g)
C = Bobot awal sampel (g)
Ekstraksi (Radji et al. 2010)
Serbuk rimpang temu putih dimaserasi dalam etanol 80% (1:6) selama 3 jam
dengan menggunakan shaker waterbath p
h
45 ⁰C. Filtrat dipisahkan
dan diuapkan dengan radas penguap putar. Ekstrak pekat kemudian dikeringbekukan dengan freeze dryer. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan
rendemen dihitung melalui persamaan berikut:

Keterangan:
A = Bobot ekstrak (g)
B = Bobot contoh awal (g)
Uji Toksisitas terhadap A. salina (Meyer et al. 1982; Krishnaraju et al. 2005)
Larutan standar dibuat dalam konsentrasi 4000 ppm dengan penambahan
100 µL DMSO untuk membantu melarutkan ekstrak, kemudian larutan diencerkan
dengan air laut hingga diperoleh konsentrasi akhir 250, 500, 1000, 1500, dan 2000
ppm. Ke dalam vial 4000 µL dimasukkan air laut, 10 ekor larva udang dalam
1000 µL air laut, dan sejumlah larutan ekstrak. Campuran, diinkubasi selama 24
jam. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Nilai konsentrasi mematikan 50% (LC50)
ditentukan dengan menggunakan kurva hubungan antara logaritma konsentrasi
ekstrak (sumbu x) dan nilai probit (sumbu y).

4
Uji Toksisitas terhadap Embrio Ikan Zebra (OECD 2013)
Penelitian ini mengikuti prinsip penggunaan dan asas kesejahteraan hewan
dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Hewan, Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB dengan Nomor 016/KEH/SKI/XI/2014 (Lampiran 2). Penelitian ini
diawali dengan diperolehnya telur ikan zebra dari peternak ikan lokal di daerah
Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor. Telur yang didapat diseleksi, kemudian
ditempatkan pada pelat 24-sumur, satu embrio per sumur diletakkan secara acak.
Ekstrak dilarutkan dalam air sumur dan ditambahkan DMSO sebanyak 20
µL/100 mL (untuk proses pelarutan) hingga diperoleh konsentrasi akhir ekstrak
100, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Lima pelat 24-sumur disiapkan, masing-masing
terdiri atas 20 embrio sebagai perlakuan dengan setiap konsentrasi, dan 4 embrio
sebagai kontrol internal. Satu pelat 24-sumur disediakan untuk kontrol negatif dan
satu pelat lainnya untuk kontrol pelarut DMSO, masing-masing berisi 20 embrio.
Selanjutnya, pelat yang telah berisi embrio ikan zebra ditempatkan pada suhu
kamar (26 ± 0.5 °C), diamati setiap 24 jam sampai dengan 96 jam (4 hari)
menggunakan mikroskop inverted (Olympus) yang terhubung dengan komputer
dan kamera foto.
Pengamatan meliputi viabilitas (koagulasi, perlekatan ekor, pembentukan
somit, dan denyut jantung), kemampuan menetas (hatching, khusus 48 jam), serta
abnormalitas. Abnormalitas yang diamati meliputi kelainan pada sumbu tubuh,
otak, ekor, sirkulasi darah, mata, jantung, rahang, gelembung pendengaran,
pigmentasi, somit, dan kantung kuning telur. Nilai LC50 ditentukan dari nilai
viabilitas (hidup-mati) dengan menggunakan kurva hubungan log konsentrasi
(sumbu x) dengan nilai probit (sumbu y). Sementara itu, abnormalitas dianalisis
secara deskriptif.
Analisis dengan Instrumen KCKT (Jayaprakasha et al. 2002)
Analisis KCKT dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB, Taman Kencana,
Bogor. Instrumen KCKT Hitachi L-2420 dilengkapi dengan detektor ultraviolet
tampak (UV-Vis) dengan panjang gelombang 425 nm dan kolom C18. Fase gerak
yang digunakan terdiri atas asam asetat 2% (v/v) dan asetonitril dengan laju alir 1
mL/menit. Sistem elusi gradien dengan komposisi asetonitril 45 65% dan asam
asetat 2% (v/v) 55 35%.
Identifikasi Komponen dengan GC-MS
Analisis GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor),
Mabes Polri, Jakarta Selatan. Sampel diinjeksikan ke dalam GC-MS Agilent
19091S-436 dengan kolom kapiler HP-5MS berukuran 60 m × 0.25 µm dan gas
pembawa helium dengan laju alir 1.0 mL/menit. Suhu maksimum kolom 350 oC,
suhu oven 100 oC selama 5 menit kemudian dinaikkan hingga 250 oC dengan laju
15 oC/menit. Waktu proses 45 menit dan waktu solvent delay 5 menit. Suhu
injektor split 290 oC dengan laju alir 104 mL/menit, tekanan 34.575 psi, volume
injeksi 1 µL, energi ionisasi 69.922 eV, dan kisaran bobot molekul 5 ‒8 m/z.
Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak dan
spektrum massa dengan pangkalan data Wiley 9TH. L. tahun 2012.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tanaman, Kadar Air, dan Rendemen Ekstrak
Berdasarkan determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini terbukti temu putih dengan nama ilmiah Curcuma zedoaria
(Christm.) Roscoe (Lampiran 3) dan bagian yang diteliti adalah rimpang. Kadar
air rimpang temu putih terukur sebesar 6.19% (Lampiran 4). Kerusakan fisis
karena kadar air yang kurang terkendali dapat menimbulkan cemaran seperti
mikrob. Oleh karena itu, kadar air sampel harus diukur, sehingga dapat diketahui
cara penyimpanan yang tepat agar terhindar dari pengaruh aktivitas mikrob.
Sampel ini dapat disimpan cukup lama tanpa terpengaruh oleh aktivitas
mikrobnya, sebab kadar air kurang dari 10% (Winarno 1992).
Sebanyak 150 g rimpang temu putih berukuran ≥ 80 mesh dimaserasi
dengan etanol 80% dalam shaker waterbath. Ekstrak pekat yang diperoleh
berwarna cokelat kehitaman. Hasil pengukuran kadar air digunakan sebagai faktor
koreksi dalam perhitungan rendemen, dan diperoleh rendemen ekstrak kasar
etanol rimpang temu putih sebesar 14% (Lampiran 4).

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang
Berdasarkan hasil BSLT, ekstrak etanol rimpang temu putih memiliki nilai
LC50 sebesar 588 ppm (Lampiran 5) yang dihitung dengan menggunakan analisis
probit. Hasil ini kurang dari 1000 ppm maka menunjukkan sifat toksik dari
ekstrak etanol rimpang temu putih (Juniarti et al. 2009). Nilai LC50 yang lebih
rendah dilaporkan oleh Akter et al. (2012): nilai LC50 ekstrak kasar etanol
diperoleh sebesar 146 ppm. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan cara dan waktu ekstraksi, sebab Akter et al. (2012) merendam sampel
pada suhu ruang selama 7 hari. Selain itu, perbedaan tempat tumbuh tanaman juga
memungkinkan berbedanya kandungan metabolit sekunder sehingga memiliki
toksisitas yang berbeda.

Toksisitas dan Efek Teratogenik Ekstrak pada Embrio Ikan Zebra
Ikan zebra merupakan salah satu hewan uji yang bersifat komplementer
dengan model vertebrata dalam studi in vivo. Uji toksisitas dengan menggunakan
embrio ikan zebra telah dikembangkan sebagai uji toksisitas akut dalam upaya
mengeksplorasi obat-obatan baru dari senyawa bahan alam (Kari et al. 2007).
Selain studi toksisitas akut, ikan zebra juga dimanfaatkan dalam studi sistem
kardiovaskular. Nilai LC50 ditentukan pada 48 atau 96 jam pascafertilisasi (OECD
2013). Ekstrak kasar etanol rimpang temu putih memiliki nilai LC50 sebesar 367
ppm pada 48 jam pascafertilisasi (jpf) dan 215 ppm pada 96 jpf (Lampiran 6).
Kedua nilai LC50 tersebut kurang dari 1000 ppm, yang menunjukkan bahwa
ekstrak kasar etanol rimpang temu putih bersifat toksik.

6
Meskipun ikan zebra merupakan organisme yang lebih kompleks daripada
larva udang, nilai LC50 yang diperoleh justru lebih kecil (lebih toksik) daripada
hasil BSLT. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jangka waktu pengamatan
BSLT yang hanya 24 jam, sedangkan ZFET membutuhkan 96 jam pengamatan
sehingga senyawa aktif dalam ekstrak terakumulasi dalam organ-organ embrio
ikan zebra. Selain itu, pada metode BSLT hewan uji hanya dapat ditentukan hidup
atau mati hewan uji. Sementara pada metode ZFET embrio ikan zebra baru dapat
dinyatakan mati apabila memenuhi salah satu atau lebih dari 4 kriteria yang ada,
yakni koagulasi, tidak terbentuknya somit, terjadi perlekatan pada ekor, dan tidak
ada denyut jantung (OECD 2013).
Ekstrak kasar etanol rimpang temu putih teramati memiliki efek khusus
terhadap hewan uji. Pemaparan selama 24 jam pada konsentrasi rendah (100 dan
200 ppm) mempercepat proses penetasan embrio dibandingkan dengan kontrol
negatif (Tabel 1). Pada konsentrasi 100 ppm jumlah embrio meningkat tajam dari
10% pada 24 jpf hingga mencapai 85% pada 48 jpf. Hal yang sama teramati pada
konsentrasi 200 ppm, peningkatan terjadi dari 45% pada 24 jpf menjadi 90% pada
48 jpf. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah temu putih memiliki
efek stimulan yang dapat mempercepat proses pertumbuhan. Meskipun demikian,
efek stimulan ini perlu diteliti lebih jauh apakah menghasilkan perkembangan
yang normal atau justru sebaliknya, menyebabkan abnormalitas.
Tabel 1 Persentase jumlah embrio ikan zebra yang hidup, mati, dan menetas pada
pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih
Percobaan
Pascafertilisasi
Parameter
(jam)
K
KP
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Hidup

24
48
72
96

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
95
90

100
100
95
95

95
5
5
5

80
0
0
0

60
0
0
0

Mati

24
48
72
96

0
0
0
0

0
0
0
0

0
0
5
10

0
0
5
5

5
95
95
95

20
100
100
100

40
100
100
100

Menetas

24
48
72
96

0
100
100
100

0
85
100
100

10
85
95
90

45
90
95
95

5
5
5
5

0
0
0
0

0
0
0
0

K = kontrol negatif, KP = kontrol pelarut, Perlakuan ekstrak etanol temuputih Z1 = 100 ppm, Z2 =
200 ppm, Z3 = 400 ppm, Z4 = 600 ppm, Z5 = 800 ppm.

Selain efek stimulan, temu putih juga memiliki efek toksik. Hal ini
ditunjukkan dengan ditemukannya kelainan di bagian rahang dan jantung
(Gambar 1C) pada 2 embrio yang telah menetas, dengan konsentrasi ekstrak 200
ppm (24 jpf). Tingkat kematian sebesar 5 10% teramati pada 72 dan 96 jpf
(Tabel 1). Meskipun demikian, hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi

7
rendah (100 200 ppm), efek stimulan pertumbuhan dalam temu putih masih lebih
dominan dibandingkan dengan efek toksiknya.

Gambar 1 Uji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih pada embrio
ikan zebra pada 24 jpf. Kontrol (A), perlakuan 100 ppm (B), 200 ppm
(C), 400 ppm (D), 600 ppm (E), 800 ppm (F). j = kelainan pada
jantung, r = kelainan pada rahang, k = kelainan pada daerah kepala,
bar = 300 µm.
Ekstrak kasar etanol rimpang temu putih dengan konsentrasi lebih tinggi
(400, 600, dan 800 ppm), menunjukkan efek toksik yang lebih dominan daripada
efek stimulan (Tabel 1). Pada konsentrasi 400 ppm persentase embrio yang
menetas hanya 5%, bahkan pada konsentrasi 600 dan 800 ppm tidak ada yang
menetas. Kegagalan embrio menetas dapat menyebabkan kematian embrio itu.
Konsentrasi ekstrak 400 ppm yang awalnya menghasilkan persentase kematian
hanya 5% pada 24 jpf naik menjadi 95% pada 48 hingga 96 jpf. Persentase
kematian terbesar terjadi pada konsentrasi 600 dan 800 ppm dengan 100% hewan
uji telah mati pada 48 jpf.

8
Pemberian ekstrak kasar etanol rimpang temu putih menimbulkan efek
teratogenik pada organ embrio ikan zebra. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya
malformasi pada embrio. Malformasi adalah perkembangan abnormal suatu organ
atau jaringan. Abnormalitas teramati pada perkembangan daerah kepala (Gambar
1D F) eng n m lform i m yor (≥5 %) pada organ otak dan mata (Tabel 2).
Malformasi minor (

Dokumen yang terkait

Toksisitas akut buah sirih hutan (Piper aduncum) terhadap larva udang (Artemia salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio)

1 14 44

Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang

2 11 28

Perkembangan Embrio Ikan Zebra (Danio Rerio) Setelah Paparan Ekstrak Etanol Temu Lawak (Curcuma Xanthorrhiza) Dan Temu Putih (Curcuma Zedoaria).

13 59 35

Toksisitas Ekstrak Etanol Temu Lawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang dan Embrio Ikan Zebra

3 24 40

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) PADA TIKUS EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) PADA TIKUS PUTIH JANTAN.

0 0 14

EFEK EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) TERHADAP LARVA UDANG Artemia Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. dan Virus Newcastle Disease.

0 1 17

PENDAHULUAN Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. dan Virus Newcastle Disease.

0 2 18

Identifikasi dan Uji Toksisitas Ekstrak etanol spons Hyrtios erecta terhadap Larva Udang Artenia salina L.

0 4 11

Uji Toksisitas Fraksi Heksan Dan Kloroform Ekstra Etanol Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dan Skrining Kandungan Kimiannya - Ubaya Repository

0 0 1

Uji Toksisitas Fraksi Etil Asetat dan Air Ekstrak Etanol 80 Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria (Berg.) Roscoe) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dan Skrining Kandungan Kimianya - Ubaya Repository

0 0 1