Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Perpajakan Indonesia

KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
PERPAJAKAN INDONESIA

DARA AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak
Penerimaan Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Dara Ayu Lestari
NIM H14100022

ABSTRAK
DARA AYU LESTARI. Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dan
Perpajakan Indonesia. Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Pajak memiliki peran penting dalam perekonomian sebagai sumber
penerimaan, dan instrumen fiskal. Akan tetapi, di sisi lain pajak juga dapat
mengurangi efisiensi dalam aktivitas ekonomi. Rasio pajak terhadap GDP negara
Indonesia, cukup rendah yakni rata-rata 12%, namun perekonomian yang
dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi menunjukkan kinerja yang baik dengan
rata-rata sekitar 6% sejak sepuluh tahun terakhir. Dibutuhkan suatu analisis
mengenai penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi karena pada penelitianpenelitian sebelumnya di beberapa negara menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Penelitian ini menganalisis keterkaitan antara penerimaan pajak dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dari
perekonomian Indonesia pada periode 1980-2013 dengan variabel GDP, dan
rincian penerimaan pajak negara. Melalui hasil analisis VAR, dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan satu arah antara perekonomian dan perpajakan di

Indonesia, yakni pertumbuhan ekonomi yang memengaruhi kondisi perpajakan.
Terdapat hubungan positif antar variabel pada jangka yang relatif pendek, namun
hubungan negatif pada jangka yang lebih panjang.
Kata kunci: penerimaan pajak, pertumbuhan ekonomi, rasio pajak, VAR

ABSTRACT
DARA AYU LESTARI. Impact of Tax Policy on Economy Growth of Indonesia.
Guided by LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Tax has an important role in the economy as a source of goverment
revenue, and fiscal intsrument. However, tax can also reduce efficiency in
economic activity. The tax to GDP ratio of Indonesia is still low at a level of 12%
in average over the last fifteen years. Nevertheless, economic growth relatively
shows good performance with an average about 6% since the last ten years.
Theres is needed a research because in previous studies about taxation and
economic growth in several countries showed different on results. This study will
analyze connection between taxation and economic growth of Indonesia.
Secondary data were used from period 1980-2013 with variable of GDP, and the
details of tax revenue. By means of VAR analysis result, concluded that there is
uni directional relationship between the economy and taxation in Indonesia, which
is the economic growth affects taxation.

Keywords: Economic growth , tax ratio, tax revenue, VAR

KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
PERPAJAKAN INDONESIA

DARA AYU LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Perpajakan

Indonesia
Nama

: Dara Ayu Lestari

NIM

: H14100022

Disetujui oleh

Lukytawati Anggraeni, Ph. D
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman hakim, Ph. D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Penerimaan Pajak Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang
terhormat Ibu Lukytawati Anggraeni, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan banyak arahan, bimbingan, kritik, dan saran yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Bapak Alla
Asmara, M.Si dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji pada
sidang skripsi ini. Tidak lupa terima kasih pula kepada keluarga Ilmu Ekonomi
47, para sahabat, rekan-rekan organisasi, dan teman-teman penulis. Khususnya
untuk AR, Tiko, Hani, Fazri, Novia, Lala, Dian, Ria, Elli, Ulfah dan Silvia serta
rekan-rekan bimbingan, Nadilla, Angga, Aldesta, Iin, Ayu, Astika, dan Haris yang
selalu memberi semangat, berbagi ilmu, pengetahuan, dan pengalaman selama
masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
Kemudian penulis sebagai penerima beasiswa Bidik
Misi tahun

2010,menyampaikan terima kasih untuk Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kemendiknas. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua
orang tua penulis yakni Bapak Yusman dan Ibu Siti Romlah, adik-adik penulis,
Yasmin, Darus, dan Cahaya, serta keluarga besar yang senantiasa memberikan
doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Dara Ayu Lestari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian


6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Pertumbuhan Ekonomi

6

Sumber Penerimaan Negara

7

Pajak

7

The Multiplier


10

Multiplier Effect Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

11

Penelitian Terdahulu

12

Hipotesis Penelitian

14

Kerangka Pikir

14

METODE


15

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Analisis Pengolahan Data

15

Model Penelitian

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Kondisi Perpajakan di Indonesia


18

Hubungan Antara Penerimaan Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi

22

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Realisasi penerimaan negara Indonesia periode 2000-2012
Realisasi penerimaan pajak detil Indonesia periode 2000-2012
Hasil uji kausalitas Granger DT dan DG
Hasil estimasi Unrestricted VAR DT dan DG

20
22
23
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kontribusi pajak dalam negeri terhadap penerimaan negara
Penerimaan negara tahun 2005-2012 (dalam Milyar Rupiah)
Rasio pajak terhadap GDP di beberapa negara
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004-2012
Pengurangan pajak dalam perpotongan keynesian
Kerangka pikir penelitian
Rasio pajak Indonesia (%) periode 2001-2012
Realisasi penerimaan negara Indonesia periode 1983-2012
Realisasi penerimaan pajak detil Indonesia periode 1996-2013
Response of DT to cholesky one S.D. innovations
Response of DG to cholesky one S.D. innovations
Hasil FEVD terhadap rasio pajak (DT)
Hasil FEVD terhadap pertumbuhan ekonomi (DG)

2
2
3
4
12
14
19
20
21
24
25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data penerimaan pajak, GDP, rasio pajak, dan pertumbuhan ekonomi
Uji stasioneritas DT
Uji stasioneritas DG
Hasil uji stabilitas VAR
Uji kausalitas Granger
Lag optimum with lag to include 9 (maksimum)
Lag optimum with lag to include 8
Hasil estimasi VAR
Tabel hasil estimasi Impulse Response Function (IRF)
Tabel hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

30
31
31
32
32
33
33
34
35
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di
dunia. Indonesia menduduki peringkat ke-empat sebagai negara dengan penduduk
terbanyak setelah Cina, India, dan Amerika Serikat dengan jumlah penduduk
hampir 260 juta (Badan Pusat Statistik, 2010). Jumlah penduduk yang besar ini
merupakan modal yang sangat baik bagi perekonomian Indonesia. Terlebih lagi
mayoritas penduduk Indonesia berada di usia produktif. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik (BPS), total angkatan kerja di Indonesia mencapai 69.21% pada
tahun 2013. Jumlah ini mengindikasikan Indonesia memiliki potensi yang besar
dalam mendorong proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya agar berjalan
dengan lebih efisien dan akhirnya dapat berkontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional.
Sisi negatifnya, jumlah angkatan kerja yang besar sangat rentan dengan
ancaman upah dan kesejahteraan buruh yang rendah, posisi tawar serikat buruh
yang lemah, dan tingginya jumlah pengangguran. Selanjutnya dengan diiringi
kondisi politik sosial demokratis yang ada di Indonesia, kebijakan-kebijakan yang
dirancang memerlukan usaha yang lebih besar agar bisa terlaksana dengan efektif,
salah satu contohnya dalam mengambil kebijakan perihal perpajakan. Sisi
positifnya, jumlah angkatan kerja yang besar membuat negara juga memiliki
potensi penerimaan pajak yang tinggi pula, yang apabila penerimaan tersebut
dapat digunakan dengan baik, akan mampu mendorong lebih jauh perekonomian
Indonesia dan juga dapat membantu mengatasi permasalahan utang Indonesia.
Menurut Kementerian Keuangan (2013), target penerimaan pajak sendiri,
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2012
sebesar Rp 1,016 triliun dan dalam APBNP 2013 ditetapkan sebesar Rp 1,148
triliun. Pada realisasinya di semester I tahun 2012 sudah memenuhi 44.9% dan
pada semester I tahun 2013 sebesar 42.3%, akan tetapi target yang ditetapkan
tersebut bukan merupakan potensi maksimal yang dapat diperoleh jika seluruh
wajib pajak membayar kewajibannya. Ada 22 juta badan usaha di Indonesia
berdasarkan data BPS (2013), dengan 12 jutaan yang berdomisili tetap. Jika
ditargetkan penerimaan pajak sebesar 50% dari potensi pajak yang seharusnya
yaitu 6 juta badan usaha, yang menyerahkan baru 520,000 artinya masih di bawah
10%. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia yang penerimaan
negaranya lebih dari 60% per tahun ditopang oleh penerimaan dari pajak dalam
negeri seperti yang ditunjukan oleh Gambar 1.

share kontribusi

2
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

PENDAPATAN BLU
PNBP LAINNYA
BAGIAN LABA BUMN
75% 76%
67% 62% 67% 64% 71% 73%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
tahun

PENERIMAAN SDA
PAJAK PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
PAJAK DALAM NEGERI

Sumber : Kementerian Keuangan RI 2013 (diolah)

Gambar 1 Komposisi penerimaan negara Indonesia tahun 2005-2012
Bila dilihat dari sisi pertumbuhannya, penerimaan perpajakan telah
meningkat 2.5 kali lipat dari Rp 409.2 trilliun pada tahun 2006 menjadi Rp 1,019
trilliun pada tahun 2012, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17% per tahun.
Kenaikan angka presentase tersebut menunjukkan semakin strategisnya pajak
sebagai sumber dana negara. Hal tersebut berlawanan dengan situasi
perekonomian dunia lima tahun belakang yang sedang tidak dalam kondisi baik
terkait dengan adanya krisis global dan krisis Eropa yang juga memengaruhi
perekonomian dalam negeri. Kenaikan penerimaan pajak ini juga berkontribusi
besar pada turunnya tingkat utang yang dinilai dari indikator debt to GDP
Indonesia. Secara matematis, menurunnya rasio utang dan menaiknya rasio pajak
terhadap PDB akan menghasilkan postur anggaran belanja yang semakin sehat
dan mandiri. Jika rasio utang negara dibawah 10% dalam lima tahun ke depan,
maka dana hasil penarikan pajak dapat digunakan lebih leluasa untuk belanja yang
produktif.
1.200.000,00

Penerimaan negara
(dalam milyar rupiah)

1.000.000,00

Penerimaan
Perpajakan

800.000,00
600.000,00

Penerimaan
negara bukan
pajak

400.000,00
200.000,00
0,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik RI 2013(diolah)

Gambar 2 Penerimaan negara tahun 2005-2012

3
Pajak sangat penting peranannya sebagai modal pembangunan. Peran pajak
yang utama antara lain adalah sebagai sumber pembiayaan bagi aktivitas
pemerintahan dan pembangunan, sebagai instrumen untuk mengatur ekonomi, dan
sebagai instrumen untuk menyelenggarakan kesetaraan ekonomi. Penerimaan
pajak yang tinggi memberikan kesempatan kepada pemerintah agar memiliki
pengeluaran yang lebih besar untuk dialokasikan ke kegiatan-kegiatan
pembangunan seperti membangun infrastruktur dan memberikan subsidi. Akan
tetapi pajak juga bisa menjadi penghambat perekonomian bagi suatu negara.
Jika tingkat pajak yang ditetapkan tinggi, maka insentif untuk investasi dan
efisiensi dalam proses produksi akan berkurang. Tingkat pajak yang tinggi dapat
berpotensi meningkatkan pengangguran karena membuat pendapatan masyarakat
berkurang dan upah buruh relatif menjadi lebih mahal. Akibatnya, efisiensi dan
efektivitas dalam kegiatan ekonomi akan menghilang. Bila unit usaha tersebut
tidak dapat bertahan maka jumlah pengangguran akan bertambah.
35,00
New Zealand
Belgium

30,00

Netherlands
Sweden

25,00
rasio pajak

Australia
Finland

20,00

Thailand
Korea, Rep.

15,00

Malaysia
Singapore

10,00

Philippines
Indonesia

5,00

China
Cambodia

0,00

India
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
tahun

Japan
United States

Sumber : World Development Index of Worldbank, 2014

Gambar 3 Rasio pajak terhadap GDP di beberapa negara
Gambar 3 menunjukkan posisi perbandingan pajak terhadap GDP Negara
Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang merupakan negara sesama
anggota ASEAN, beberapa negara maju, dan beberapa negara welfare state.
Terlihat pada gambar tersebut, bahwa negara-negara dengan rasio pajak tinggi
diatas 20%, pada tahun 2011 adalah negara-negara welfare state seperti Selandia
Baru, Swedia, Belgia, dan Finlandia. Disusul negara-negara anggota ASEAN
yang mayoritas negara berkembang dengan rata-rata rasio pajak 10% sampai
20%, termasuk Indonesia dengan rasio pajak 11.77% pada tahun 2011.
Selanjutnya, gambar tersebut menunjukkan bahwa negara maju seperti Jepang dan
Amerika Serikat, justru memiliki rasio pajak yang rendah bila dibandingkan
negara lain di gambar tersebut, yaitu hanya sekitar 10%.

4

laju pertumbuhan ekonomi
(dalam persen)

Penerimaan dari negara maju tidak didominasi oleh pajak walaupun
jumlahnya besar, melainkan dari sumber penerimaan lain seperti perdagangan
internasional yang jumlahnya jauh lebih besar. Sementara, untuk negara-negara
welfare state, kondisi sosial dan politik, sangat memengaruhi penerimaan pajak
yang relatif tinggi. Sedangkan untuk negara-negara berkembang seperti negara
mayoritas anggota ASEAN, rendahnya penerimaan pajak cenderung karena
lemahnya peran pemerintah dalam upaya mendorong rakyatnya untuk tertib pajak.
Meskipun demikian, diperlukan studi lebih mendalam mengenai leading
indicator pajak di berbagai negara ini.
Negara sedang berkembang, dicirikan oleh pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi, begitu pula dengan kondisi Indonesia. Indonesia masih mampu
mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang rata-rata di atas 5% per tahun.
Saat ekonomi dunia mengalami krisis yang cukup besar sebanyak dua kali selama
periode 2008-2012, perekonomian di Indonesia tidak mendapatkan gangguan
yang cukup berarti. Terbukti dari tetap tingginya pertumbuhan Indonesia pada
periode tersebut, yang bahkan memiliki tren positif . Contohnya, pasca krisis
global tahun 2008, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh 5%, artinya
perekonomian Indonesia cukup stabil.
8

y = 0.0603x + 6,0828

6
4
2
0
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011* 2012**

tahun
ket: *angka sementara, **angka sangat sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik RI 2013(diolah)

Gambar 4 Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004-2012
Kondisi ini cukup bertentangan dengan asumsi yang telah dipaparkan
sebelumnya. Untuk Indonesia, tingkat penerimaan pajak yang terus meningkat
diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula. Lebih jauh lagi,
kondisi ekonomi yang semakin membaik terlihat dari semakin berkurangnya
jumlah pengangguran di Indonesia dan semakin meningkatnya indeks
pembangunan manusia. Bedasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu
analisis untuk dapat menjelaskan bagaimana hubungan penerimaan pajak yang
memiliki dampak pengganda terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Perumusan Masalah
Secara garis besar, korelasi negatif antara pajak dan pertumbuhan ekonomi
terjadi di negara-negara yang masih berkembang dan negara-negara industrialisasi.
Kemudian korelasi positif antara pajak dan petumbuhan ekonomi berlaku di
negara-negara dengan yang tingkat kesejahteraannya relatif tinggi, pertumbuhan
ekonominya sudah stabil, serta memiliki situasi sosial politik yang aman sehingga

5
pemerintah dapat menjalankan kebijakan-kebijakannya dengan efektif dan efisien,
termasuk kebijakan untuk perpajakan.
Telah terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai
perpajakan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa di antaranya
menyatakan hasil bahwa pajak berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
dan pengangguran. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mutascu dan Danuletiu
(2011) tentang pajak dan pertumbuhan ekonomi di Rumania, kemudian Seward
(2008) tentang dampak pajak terhadap pengangguran dan pertumbuhan ekonomi
di negara-negara industrialisasi, Gartney dan Lawson (2006) mengenai dampak
dari kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan
alokasi pajak, serta Chatzimichael (2013) perihal pertumbuhan ekonomi, pajak,
dan monitoring expense di negara-negara anggota Organization for Economic
Cooperation Development (OECD) pada tahun 1999-2007.
Selain hasil penelitian yang menunjukan hubungan berlawanan arah antara
pajak dan pertumbuhan, terdapat pula hasil penelitian yang memperlihatkan
korelasi positif antara pajak dan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang dilakukan
oleh Mutascu et al.(2007) terhadap 25 negara European Union (EU) dari tahun
1995 sampai 2005.
Penelitian mengenai perpajakan yang dikaitkan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia sendiri belum berkembang pesat, khususnya terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk skala nasional, biasanya penelitian tentang
perpajakan dikaitkan dengan masalah leading indicator misalnya oleh Agustina
(2008), instrument fiskal sebagai penghambat inflation targeting framework dan
kebijakan moneter lainnya seperti yang dilakukan oleh Siregar (2009) dan
Sujarningsih et al.(2012), dan mengenai pajak komoditi tertentu terhadap
perekonomian indonesia yang sudah dilakukan salah satunya oleh Thamrin (2006).
Kebanyakan penelitian perihal pajak di Indonesia masih dilakukan daerah per
daerah, dan sangat sedikit yang memiliki integrasi terhadap perkonomian nasional.
Contohnya adalah analisis pajak terhadap pendapatan asli daerah (PAD) oleh
Ruswandi (2009) di Kabupaten Sumedang, dan Waluyo (2011) di Kota Depok.
Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian yang membahas mengenai pengaruh
total penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia yang
disertai dengan efek bergandanya. Penelitian ini akan menganalisis permasalahan
tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum kondisi perpajakan di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dijelaskan
sebelumnya, penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis keragaan kondisi perpajakan secara umum di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia.

6
Manfaat Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas maka manfaat dilakukan penelitian ini
adalah:
1. Bagi penulis, sebagai salah satu media latih untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari.
2. Bagi peneliti dan mahasiswa, sebagai tolok ukur dan referensi untuk
penelitian-peneitian selanjutnya sehingga berguna bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Bagi para pengambill kebijakan, sebagai masukan dalam mengambil
kebijakandan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat
keputusan-keputusan yang terkait penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan mencoba memberikan ulasan teori-teori yang berhubungan
dengan studi secara umum yang dapat memberikan pemahaman tentang hubungan
penerimaaan pajak dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan presentase kenaikan pendapatan
nasional di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tolak ukur
untuk melihat kinerja perekonomian sebuah negara. Salah satu indikator untuk
pendapatan nasional sendiri ialah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross
Domestic Product (GDP), yakni jumlah dari semua nilai tambah yang diproduksi
dalam sistem ekonomi.
GDP dapat dihitung melalui sisi pengeluaran dan sisi pendapatan. Sisi
pengeluaran menghitung total nilai pengeluaran yang digunakan untuk membeli
keluaran nasional dengan komponen pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi,
belanja barang dan jasa oleh pemerintah, dan ekspor neto. Sisi pendapatan
menghitung total nilai pendapatan yang dihasilkan oleh produksi keluaran itu,
dengan beberapa komponen utamanya adalah upah, sewa, bunga, laba, penyusutan
(atau cadangan konsumsi modal), dan pajak usaha tak langsung subsidi neto.
Selain PDB atau GDP, terdapat pula Produk Nasional Bruto (PNB) atau
Gross National Product (GNP). Konsep dasar perhitungan keduanya hampir sama.
GDP mengukur produksi yang terjadi di dalam negeri, sedangkan GNP mengukur
pendapatan yan menjadi hak warga suatu negara. Perbedaanya timbul karena
keseimbangan antara pendapatan orang asing yang dihasilkan disuatu negeri
dengan pendapatan warga negara asal negeri tersebut (Lipsey et al.1995).

7
Sumber Penerimaan Negara
Negara membutuhkan dana untuk mengelola dan menjalankan tugasnya.
Sumber penerimaan negara yang utama adalah pajak. Penerimaan pajak terdiri
dari dua sumber yaitu, pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak yang termasuk ke dalam negeri sendiri, ialah pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, cukai, dan lainnya. Sedangkan untuk pajak perdangangan internasional
di antaranya yaitu bea masuk dan pajak ekspor.
Selain dari pajak, penerimaan negara juga besumber dari penerimaan sumber
daya alam, bagian laba dari BUMN, penerimaan bukan pajak lainnya, pendapatan
badan layanan umum. Adapun sumber pembiayaan lainnya untuk negara adalah
utang dalam negeri, utang luar negeri dan hibah dari negara lain.

Pajak
Pengertian atau definisi pajak sangat beragam. Para pakar perpajakan
mengemukakanya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun
demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk merumuskan
pengertian pajak sehingga mudah dipahami.
Menurut Mangkoesoebroto (1993), pajak adalah iuran wajib yang dipungut
oleh pemerintah dan merupakan hak tunggal (priviledge) pemerintah, yang diatur
oleh undang-undang. Sebagai perbandingan, menurut Soemitro (Utomo et al.
2011), pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Fungsi pajak secara sederhana adalah untuk menyelenggarakan kepentingan
bersama para warga masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak dari berbagai definisi, pajak setidaknya memiliki dua fungsi,
yakni fungsi pembiayaan dan fungsi regulasi. Sebagai sumber pembiayaan, pajak
dipungut karena negara membutuhkan dana yang besar untuk mencapai tujuannya,
yaitu menyejahterakan rakyat. Sebagai fungsi regulasi, pajak merupakan salah
satu instrument fiskal. Pengaturan pajak bertujuan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi sehingga dapat meningkatkan konsumsi masyarakat, mempercepat
investasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lain, dan
mentransmisi sumber-sumber ekonomi masyarakat menjadi penerimaan negara.
a.
Fungsi Penerimaan (Budgetary)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Misalnya, pajak dimasukkan ke dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri.
b.
Fungsi Mengatur (Regulate)

8
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya kebijakan pajak
proregsif.
Prinsip Pengenaan Pajak
Mangkoesoebroto (1993) menyatakan bahwa suatu sistem pajak yang baik
harus memenuhi beberapa criteria, di antaranya ialah distribusi dari beban pajak
yang adil, efisien dalam administrasi dan biaya pelaksanaan, memiliki kepastian,
dapat dilaksanakan, dan dapat diterima. Kemudian pajak harus sesedikit mungkin
memengaruhi pengambilan keputusan ekonomi, atau memiliki excess burden yang
kecil. Lalu pajak harus dapat memperbaiki ketidakefisienan di sektor swasta.
Struktur pajak harus mampu digunakan dalam kebijakan fiskal dengan tujuan
stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, dan sistem pajak harus di mengerti oleh
wajib pajak.
Pada konsep keadilan dalam perpajakan, ada dua klasifikasi, yaitu, keadilan
datar (horizontal equity) dan keadilan tegak (vertical equity). Terdapat dua prinsip
keadilan yang digunakan, yakni prinsip manfaat (benefit principle) dan prinsip
kemampuan bayar (ability to pay). Menurut prinsip manfaat, setiap orang harus
membayar pajak sebesar manfaat yang dia terima dari aktivitas pemerintah.
Banyak aktivitas pemerintah yang manfaatnya dapat diukur langsung oleh orang
yang berkepentingan dengan aktivitas tersebut, seperti pengenaan retribusi pada
jalan toll dan jembatan. Akan tetapi, banyak pula aktivitas pemerintah yang tidak
dapat diukur manfaatnya secara langsung, seperti pertahanan dan keamanan.
Sedangkan menurut prinsip kemampuan bayar, setiap orang harus membayar
bagiannya sesuai dengan kemampuannya untuk membayar. Ada tiga ukuran yang
biasa digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang, yaitu pendapatan,
pengeluaran konsumsi, dan kekayaan.

Reformasi Pajak
Indonesia telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap kebijakan
perpajakannya. Reformasi pajak dilakukan sebagai upaya pemerintah agar
perpajakan Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik sehingga dapat lebih
mandiri dalam melakukan pembiayaan nasional. Reformasi pajak yang di
dalamnya terjadi perubahan yang signifikan yaitu pada tahun 1983 dan 2000. Pada
reformasi pajak tahun1983 terjadi perubahan besar-besaran dari sistem pajak
warisan Belanda yaitu dengan dibuatnya beberapa undang-undang seperti:
1.
Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
cara Perpajakan
2.
Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
4.
Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
5.
Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
Kemudian pada tahun 2000 dilakukan penyesuaian dan perubahan
perundang-undangan, di antaranya:

9
1.
2.
3.
4.
5.
6.

UU No. 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
UU No. 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga UU No. 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan
UU No 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No 8 tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
UU No. 19 tahun 2000 tentang perubahan pertama atas UU No. 19 tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
UU No. 20 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 21 tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 18 tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Subjek Pajak Penghasilan
Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 tentang Pajak Penghasilan,
menjelaskan mengenai subjek pajak. Berdasarkan pembagian secara geografis,
terdapat dua subjek pajak yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. Adapun subjek pajak penghasilan ialah:
1.
Orang pribadi, subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak
(WP) apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kemudian, warisan yang
belum terbagi sebagai satu-kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.
Badan, subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak (WP) sejak
saat didirikan, atau berkedudukan di Indonesia.
3.
Bentuk usaha tetap (BUT).
Sementara untuk subjek pajak badan dan orang pribadi luar negeri,
menjadi WP apabila menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, WP adalah
orang pribadi ataupun badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif. Orang pribadi yang masuk kategori PTKP, tidak wajib mendaftarkan diri
untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (Utomo et al. 2011).
Objek Pajak Penghasilan
Penghasilan ialah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh
WP, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk menambahn
konsumsi atau kekayaan WP yang bersangkutan. Jenis-jenis penghasilan yang
termasuk dan tidak termasuk objek pajak dijelaskan dalam UU No. 36 Tahun
2008 Pasal 4 Ayat (1) dan (3). Di antara yang termasuk penghasilan objek pajak
ialah laba usaha, dividen, imbalan seperti gaji, upah honorarium, dan sebagainya.
Kemudian yang tidak termasuk objek pajak penghasilan contohnya sumbangan,
warisan, dan beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

10
The Multiplier
Pertambahan setiap pos pendapatan nasional akan menyebabkan
pertambahan dalam pendapatan nasional itu sendiri. Multiplier effect adalah hasil
kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional. Multiplier effect sendiri yang
paling populer adalah pengganda Pajak, Pengganda Investasi, dan Pengganda
Belanja Pemerintah.
Mankiw (2006) menjelaskan bahwa menurut teori ekonomi Keynesian,
Pendapatan Nasional (GDP) dalam perekonomian tertutup, memiliki beberapa
pos yaitu konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah yang dimodelkan dalam
persamaan
E =C+I+G
(2.1)
Y=E
(2.2)
Dengan E sebagai pengeluaran yang direncanakan dan Y sebagai GDP yang
tidak hanya sama dengan pendapatan total tetapi juga sama dengan pengeluaran
actual toatal. Perubahan dalam Investasi dan Pengeluaran Pemerintah, berturutturut dilambangkan dalam variabel I dan G. Hal ini akan jelas terlihat bahwa
pertambahan Investasi dan Pengeluaran Pemerintah akan meningkatkan
pendapatan nasional demikian pula sebaliknya.
Selanjutnya, terdapat pula fungsi konsumsi yang dirumuskan oleh Keynes
seperti berikut:
C = a + b (DI)
(2.3)
dimana C adalah konsumsi, a adalah konsumsi saat pendapatan = 0 atau sering
disebut autonomous consumption, b adalah MPC atau kecenderungan
mengkonsumsi marjinal, dan DI adalah disposable income.
Rasio ∆Y/∆G disebut government-purchase multiplier (pengganda belanja
pemerintah) yang memiliki interprestasi seberapa besar perubahan pendapatan
jika terjadi kenaikan pada variabel belanja pemerintah sebesar satu satuan. Saat
belanja pemerintah meningkat sebesar ∆G, pendapatan pun akan meningkat
sebesar ∆G. Kenaikan pendapatan tersebut akan meningkatkan konsumsi sebesar
MPC x ∆G. Kenaikan konsumsi ini meningkatkan pengeluaran dan pendapatan
sekali lagi, kali ini kenaikan sebesar MPC x (MPC x ∆G), yang kemudian kembali
mengakibatkan kenaikan pada pengeluaran dan pendapatan, hingga seterusnya.
Bila dirumuskan sebagai persamaan, maka pengganda belanja pemerintah ini
termasuk seri geometri tak terhingga (infinite geometric series) yang dapat ditulis
∆Y/∆G = 1 + MPC + MPC2 + MPC3 + …

(2.4)

Hasil dari aljabar membolehkan untuk dirumuskan sebagai
∆Y/∆G = 1/(1 – MPC)

(2.5)

Sama halnya dengan pengganda investasi dan pengganda pengeluaran
pemerintah, tanpa melihat variabel lain berubah, didapat bahwa
∆Y/∆I = 1 / (1 - MPC)

(2.6)

11
Multiplier Effect Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Seperti yang telah dibahas pada bagian multiplier sebelumnya, ada banyak
jenis multiplier effect yang terdapat dalam ilmu ekonomi yang salah satunya
adalah multiplier dari pajak atau disebut tax multiplier. Tax multiplier itu sendiri
dapat memengaruhi beberapa variabel ekonomi makro seperti, investasi, konsumsi,
pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain. Tulisan ini mengerucutkan permasalahan
pada multiplier effect total penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional Indonesia.
Pertambahan dalam pajak akan mengurangi konsumsi dan akan menurunkan
pendapatan begitu pula sebaliknya, penurunan pajak akan menaikkan konsumsi
dan akan meningkatkan pendapatan nasional. Kembali pada fungsi konsumsi
sebelumnya yang di dalamnya terdapat variabel DI (disposable income). DI
didapat dari Pendapatan dikurangi Pajak atau dapat dirumuskan
DI = Y – T
C = a + b (DI)
C = a + b (Y - T)

(2.7)
(2.8)
(2.9)

Penurunan langsung terhadap pajak sebesar ∆T akan menaikkan DI atau Y-T
sebesar ∆T, yang kemudian akan meningkatkan konsumsi sebesar MPC x ∆T.
Pengeluaran yang direncanakan akan menjadi lebih tinggi pada setiap pendapatan
Y. Seperti yang terlihat pada Gambar 5 , terjadi pergeseran kurva pengeluaran
yang direncanakan ke arah kanan atas, sebesar MPC x ∆T. Ekulibrium
perekonomian bergerak dari titik A ke titik B.
Sebagaimana pengganda belanja pemerintah terhadap pendapatan,
pengurangan pajak pun memiliki dampak pengganda (multiplied effect). Serupa
dengan sebelumnya, perubahan awal pada pengeluaran sekarang besarnya MPC x
∆T, dikalikan dengan 1/(1 – MPC) sehingga dampak keseluruhan terhadap
pendapatan dari perubahan pajak tersebut adalah
∆Y/∆T = -MPC/(1 – MPC)

(2.10)

Jadi, setiap penambahan 1 satuan dalam pajak, akan menurunkan
pendapatan nasional sebesar MPC/(1-MPC). Tanda negatif mengindikasikan
pendapatan yang bergerak ke arah berlawanan dari pajak (Mankiw 2006).

12

Sumber: Mankiw, 2006

Gambar 5 Pengurangan pajak dalam perpotongan Keynesian

Penelitian Terdahulu
Telah terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai
perpajakan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa di antaranya
menyatakan hasil bahwa pajak berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
dan pengangguran. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mutascu
dan Danuletiu (2011) tentang pajak dan pertumbuhan ekonomi di Rumania yang
dianalisis menggunakan metode VAR. Mutascu menyatakan bahwa kenaikan
tingkat pajak tidak terlalu berpengaruh terhadap GDP, basis pajak memiliki
pengaruh yang rensponsif terhadap tingkat pajak, kenaikan basis pajak akan akan
menurunkan tingkat pajak, dan penurunan tingkat pajak belum tentu dapat
meningkatkan daya beli.
Selanjutnya dari Jerman, Seward (2008) yang menganalisis dampak pajak
terhadap pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industrialisasi
pada periode 1965-1995. Alat analisis yang digunakan adalah OLS dan 2SLS
yang hasilnya menguatkan teori yang menyatakan bahwa pajak berpengaruh
positif terhadap tingkat pengangguran dan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Pada periode tersebut, negara-negara industrialisasi
memiliki tingkat pengagguran yang tinggi sehingga menghambat pertumbuhan
ekonomi melalui naiknya biaya tenaga kerja yang salah satu penyebabnya adalah
tingginya tingkat pajak yang juga menyebabkan berkurangnya insentif bagi
investasi. Penelitian lain tentang pajak dan pengangguran juga pernah dilakukan
oleh Bokan dan Hallet (2008). Hasilnya menyatakan bahwa reformasi pajak lebih
efektif untuk meningkatkan kesejahteraan, dan angkatan kerja lebih dipengaruhi
oleh liberalisasi pasar.
Gartney dan Lawson (2006) menganalisis dampak dari kebijakan pajak
terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan alokasi pajak dengan
menggunakan variabel marginal tax rates, GDP dan lain-lain untuk 77 negara
pada periode 1980-2002. Hasilnya menggambarkan bahwa marginal tax rates
yang tinggi akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Sebaliknya marginal tax rate yang rendah akan

13
meningkatkan pertumbuhan GDP yang dipengaruhi oleh naiknya pendapatan
masyarakat terutama pada masyarakat berpenghasilan tinggi. Akan tetapi hal ini
juga meningkatkan ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Kemudian Chatzimichael (2013) menganalisis mengenai pertumbuhan
ekonomi, pajak, dan monitoring expense di negara-negara anggota Organization
for Economic Cooperation Development (OECD) pada tahun 1999-2007.
Dipaparkan bahwa tingkat pajak akan efektif jika setara dengan output elasticity
of public capital. Terdapat indikasi pemerintah-pemerintah di negara OECD
menetapkan tingkat pajak di atas nilai optimalnya karena menilai kemerataan
teknologi antarnegara sehingga menimbulkan masalah dalam pertumuhan
ekonominya. Sementara itu, terdapat penelitian mengenai pajak dan kaitannya
dengan penerimaan dan pengeluaran negara yang dilakukan oleh Magazzino
(2013) di negara-negara sub-sahara Afrika. Uji kausalitas Granger menujukkan
hasil yang berbeda untuk negara-negara tersebut
Selain penelitian yang menunjukan hubungan berlawanan arah antara pajak
dan pertumbuhan, terdapat pula penelitian yang memperlihatkan korelasi positif
antara pajak dan pertumbuhan ekonomi, seperti yang dilakukan oleh Mutascu et
al.(2007) terhadap 25 negara European Union (EU) dari tahun 1995 sampai 2005.
Data yang digunakan adalah data panel yang diolah untuk mendapatkan efek
multiplier pajak dari jumlah total penerimaan pajak. Hasil model ekonometrik
memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa dalam kasus EU 25, kebijakan pajak
mendorong pertumbuhan ekonomi bila menggunakan pajak langsung dan
kontribusi, dengan intensitas yang berbeda antara negara anggota sebagai otoritas
dari pilihan politik. Hasil lainnya menunjukan pemberdayaan gagasan harmonisasi
pajak berbeda dengan kompetisi pajak. Kemudian dengan metode panel, Ercolani
(2007) menyatakan hasil penelitiannya, bahwa semakin kecil aktivitas ekonomi
terselubung, semakin besar optimalisasi pajak terhadap likuiditas rasio pajak.
Penelitian baik mengenai pajak maupun dampak berganda di Indonesia pun,
telah banyak dilakukan sebelumnya. Kebanyakan penelitian yang berfokus pada
dampak berganda suatu variabel terhadap variabel lain menggunakan alat analisis
input-output. Hal yang dianalisis biasanya meliputi, dampak pertumbuhan atau
kondisi suatu sektor ekonomi dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah
atau nasionalnya yang diukur dari koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran
yang diperoleh dai hasil pengolahan analisis input-output. Beberapa di antaranya
yaitu, penelitian mengenai dampak berganda pertumbuhan sektor perdagangan
terhadap perekonomian di Indonesia dalam periode waktu 2008 dengan klasifikasi
66 sektor ekonomi (Permatasari 2011), kemudian analisis peran sektor ekonomi
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pemalang (Suryani 2010).
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh pajak terhadap pendapatan asli
daerah di Kabupaten Sumedang yang hasilnya menjelaskan bahwa potensi pajak
di daerah tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat dan pajak pun
berpengaruh signifikan terhadap PAD Kabupaten tersebut (Ruswandi, 2009).
Meskipun demikian, belum banyak dilakukan penelitian-penelitian yang
menganalisis mengenai dampak total penerimaan pajak terhadap perekonomian
nasional. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba menganalisis total
penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan harapan
dapat memberikan solusi alternatif yang mampu menggambarkan kaitan atau
hubungan antara perpajakan dan aktivitas perekonomian di Indonesia.

14
Hipotesis Penelitian
Fakta-fakta empiris telah menunjukkan bahwa pajak yang tinggi akan
mengurangi kegiatan konsumsi dan investasi masyarakat sehingga penerimaan
pajak rendah. Sebaliknya, tingkat pajak yang lebih rendah akan meningkatkan
konsumsi dan investasi yang menyebabkan penerimaan pajak justru lebih tinggi.
Menurut teori konsumsi Keynes, disposable income didapat dari pengurangan
pendapatan oleh pajak. Fungsi konsumsi ditentukan oleh konsumsi autonomous
dan disposable income yang dipengaruhi oleh marginal propensity to consume
(MPC). Melalui pengaitan fungsi konsumsi tersebut dengan fungsi pendapatan
nasional dari sisi pengeluaran, maka akan diperoleh nilai multiplier pajak sebagai
besaran yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
teori dan fakta empiris yang sudah dijelaskan sebelummnya, maka hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah “Pajak akan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia”.
Kerangka Pikir
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan secara ringkas
oleh bagan berikut.
Realisasi Penerimaan Pajak Indonesia
Dampak pajak terhadap perekonomian Indonesia yang
dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi
Gambaran umum kondisi
Perpajakan Indonesia

Hubungan antara rasio
pajak dan pertumbuhan
ekonomi

Analisis Deskriptif

Metode VAR

Menguji hubungan
kausalitas antara
pertumbuhan
ekonomi dan rasio
pajak: Uji
Kausalitas Granger

Mengukur respon
yang diberikan
suatu variabel
karena variabel
lain: Impuse
Response
Function

Mengukur
pengaruh antar
variabel: Forecast
Error Variance
Decomposition

Hubungan antara perpajakan dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia

Gambar 6 Kerangka pikir penelitian

15

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang
dikumpulkan berupa data time series tahunan yang dimulai dari periode 1983
hingga 2013. Data diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya Badan Pusat
Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan RI, dan World
Development Index (WDI), Worldbank dan sumber lainnya. Data-data yang
digunakan ialah laju pertumbuhan ekonomi Indonesia (DG), Gross Domestic
Product (GDP), realisasi penerimaan negara, dan tax to GDP ratio (DT). Datadata tersebut disajikan pada Lampiran 1.

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pada pengolahan data, penelitian menggunakan bantuan dari software Ms.
Excel 2007 dan E Views 6.0 untuk efisiensi waktu dan ketepatan hasil. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Autoregressions
(VAR). Pendekatan dengan VAR dipilih sebab dapat memudahkan pemecahan
dalam perekonomian karena kemampuannya dalam deskripsi data, peramalan,
inferensi structural, dan analisa kebijakan. Kelebihan lainnya karena VAR dapat
dapat dijadikan solusi atas permasalahan endogenitas variabel baik di sisi
dependent maupun independent.
Seorang ahli ekonometrika bernama Crishtopher A. Sims memperkenalkan
model VAR tersebut pada tahun 1980 untuk pertama kalinya, sebagai model
alternatif atas persamaan ganda dengan pertimbangan minimalisasi pendekatan
teori yang bertujuan mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik (Hadiati
2010). Menurut Sims, bila terdapat hubungan simultan antarvariabel yang diamati,
maka variabel-variabel tersebut harus memperoleh perlakuan yang sama. Selain
itu, VAR dapat pula mengatasi kesulitan pada model stuktural, seingga tidak
harus mengacu pada teori, melainkan hanya perlu menentukan variabel yang saing
berinteraksi dan diperlukan.
VAR merupakan sebuah n-equation dengan n-variable, dimana masingmasing variabel dijelaskan oleh nilai selangnya sendiri, serta nilai saat ini dan
masa lampaunya (current and past values). VAR ialah model apriori terhadap
teori ekonomi, namun demikian model ini sangat berguna dalam menentukan
tingkat eksogenitas suatu variabel dalam sebuha sistem ekonomi dimana terjadi
saling ketergantungan antarvariabel ekonomi. Model ini menjadi dasar pula dalam
munculnya metode kointegrasi Johansen yang menjelaskan perilaku variabel
perekonomian dengan sangat baik (Pasaribu dalam Apriani 2007).
Bentuk sistem VAR standar (reduced-form) yang digunakan secara luas atau
umum berasal dari bentuk sistem VAR primitif yang memiliki sejumlah
kelemahan (Enders 2004). Beberapa kelemahan model ini adalah tidak dilandasi
teori hubungan antarvariabel (model non-struktural), pemilihan banyak lag dalam
persamaan dapat menimbulkan masalah, dan interpretasi koefisien yang

16
dihasilkan tidaklah mudah. Menurut Enders (2004) adapun persamaan umum
VAR ialah sebagai berikut
Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 +…+ ApYt-p + et
(3.1)
Dimana :
Yt
= vektor berukuran (n.1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam
sebuah model VAR
A0
= vektor intersep berukuran (n.1)
A1
= matriks koefisien / parameter berukuran (n.n) untuk setiap i-1, 2, …, p
et
= vektor error berukuran (n.1)
Bila dituliskan dalam persamaan bivariate, maka model VAR dalam bentuk
standar tersebut adalah
yt = α10 + α11yt-1 + α 12zt-1 + ε1t
(3.2)
zt = α20 + α21yt-1 + α 22zt-1 + ε2t
(3.3)
atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan data pada model VAR
adalah mengumpulkan semua data yang relevan dengan tujuan penelitian, dan
melakukan uji stasioneritas atau unit root test pada data tersebut dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Model VAR hanya boleh
dilakukan apabila seluruh data bersifat stasioner pada level. Jika ada data yang
tidak stasioner di level atau dengan kata lain memiliki akar unit (unit root),maka
harus dilakukan penarikan diferensial sampai data stasioner pada tingkat first
difference atau second difference. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan
selang optimal atau lag optimum menggunkaan berbagai kriteria informasi seperti
Schwarz Information Criterion (SC) dan melakukan uji kointegrasi dengan
pendekatan Johansen dengan melihat nilai trace statistic. Langkah terakhir adalah
melakukan estimasi VECM jika terdapat persamaan yang terkointegrasi.
Apabila data yang didapat telah stasioner pada level, maka langkah
selanjutnya ialah menentukan lag optimum dengan bantuan kriteria informasi
seperti Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin
Criterion (HQ). Sebelum itu, perlu dicari selang maksimum untuk memperoleh
sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse roots
karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner)
jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya
terletak di dalam unit circle (Lutkepohl 1991). Kemudian, bentuk urutan variabel
(ordering) sesuai dengan uji kausalitas diperlukan jika mayoritas nilai korelasi
antar variabelnya bernilai di atas 0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai
dengan teori ekonomi atau uji kausalitas perlu dilakukan. Jika hasilnya yang
ditemukan kontradiktif atau sebaliknya, maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu
dipermasalahkan.

17
Terdapat empat macam alat analisis yang disediakan oleh VAR yakni,
Forecasting, Impuse Response Function (IRF), Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD), dan Granger Causality Test. Firdaus (2011)
menerangkan bahwa IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih
spesifik yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh guncangan tertentu
saja. IRF mengukur pengaruh suatu guncangan di suatu waktu kepada inovasi
variabel endogen pada saat itu dan di masa yang akan datang. FEVD mencirikan
struktur dinamis dalam model VAR. FEVD menggambarkan perubahan suatu
variabel dengan menunjukkan perubahan error variance-nya yang diakibatkan
oleh variabel-variabel lain, sehingga dapat diketahui secara pasti faktor-faktor
yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. Lalu uji kausalitas Granger
dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas di antara variabel-variabel yang
ada dalam model.

Model Penelitian
Metode analisis yang pertama yaitu metode analisis deskriptif yang akan
digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian, yaitu menjelaskan kondisi
atau keragaan umum perpajakan di Indonesia. Untuk tujuan kedua, akan
digunakan metode analisis data kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Penelitian memfokuskan dua variabel dalam pemodelan yang digunakan,
yaitu laju pertumbuhan ekonomi (DG) dan tax to GDP ratio atau rasio pajak (DT)
negara Indonesia periode 1983-2012. Periode tersebut dipilih untuk memenuhi
syarat normalitas yang menyatakan data menyebar normal apabila n lebih dari
atau sama dengan tiga puluh. Ketersedian data yang hanya memiliki periode
tahunan, menyebabkan panjangnya periode waktu yang digunakan.
Laju pertumbuhan ekonomi (DG) diperoleh dari perbandingan selisih antara
GDP rill tahun tersebut dan tahun sebelumnya, terhadap GDP rill tahun
sebelumnya (%). Sedangkan tax to GDP ratio (DT) diperoleh dari perbandingan
jumlah nominal penerimaan pajak terhadap jumlah GDP nominal pada tahun yang
sama (%). Semakin besar nilai rasio pajak mencirikan kondisi masyarakat suatu
negara yang semakin sejahtera. Secara sistematis rasio pajak terhadap GDP dapat
dirumuskan sebagai
Rasio pajak =

x 100%

(3.4)

Pada penelitian ini digunakan metode analisis ekonometrika untuk time
series, Vector Autoregression (VAR). Berdasarkan hipotesa penelitian, akan dicari
hubungan antara variabel DT dan DG. Kedua variabel tersebut akan diperlakukan
sebagai variabel endogen yang saling memengaruhi. k sebagai nilai selang (lag)
dan t sebagai periode waktu. Mengacu pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mutascu dan Danuletiu (2011) tentang pajak dan pertumbuhan
ekonomi di Rumania, model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
DTt = α1 + ∑
DGt = α2 + ∑


j DGt-j + ∑
j DGt-j +

j DTt-j +

µ 1t
j DTt-j + µ 2t

(3.5)
(3.6)

18
Atau ekuivalen dengan matriks

Dimana :
DTt
DGt
α
ß, χ, ε, φ
µt

= Tax to GDP ratio (%)
= Pertumbuhan Ekonomi (%)
= intersep
= koefisien dari variabel endogen
= error

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perpajakan di Indonesia
Pada tujuan penelitian ini telah disampaikan bahwa akan dianalisis
mengenai gambaran umum kondisi perpajakan di Indonesia. Beberapa aspek yang
akan dibahas menganai perpajakan di Indonesia tersebut ialah perkembangan
rasio pajak terhadap