Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(1)

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

OLEH

DYAH HAPSARI AMALINA S.

H 14104053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

DYAH HAPSARI AMALINA SHOLIHAH. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Indonesia memiliki kepentingan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kesempatan kerja dapat lebih banyak disediakan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh peningkatan produk domestik bruto (PDB). Dalam perekonomian nasional maupun daerah, sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel, restoran merupakan sektor yang kontribusinya paling besar terhadap PDB dan produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007).

Dalam perjalanannya, transformasi struktural perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak berimbang. Kontribusi sektor pertanian dalam PDB tahun 1967 adalah sebesar 67 persen, dan menurun menjadi hanya 17,2 persen di tahun 1995 (BPS, 1996). Sedangkan dalam periode yang sama, sektor industri meningkatkan kontribusinya dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Kontribusi sektor pertanian yang semakin kecil tidak diikuti dengan menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor ini. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih sebesar 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional (Bapenas, 2006). Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah, (2) menganalisis keterkaitan sektor industri dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian daerah, (3) menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, (4) menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mengetahui keterkaitan antar sektor dalam perekonomian dilakukan analisis input-output (I-O) yang diolah dengan bantuan program aplikasi input output yang dikembangkan oleh Pusat Studi Antar Universitas Studi Ekonomi UGM. Sedangkan untuk melihat pengaruh keterkaitan antar sektor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary


(3)

Least Square (OLS). Software yang digunakan untuk analisis pengaruh tersebut adalah Eviews 4.1.

Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi yang keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depannya rendah yaitu Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan bahwa tidak ada provinsi dalam penelitian yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi. Provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah Lampung, Gorontalo, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian maka dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut : (1) Keterkaitan total ke belakang yang perlu ditingkatkan di provinsi Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten adalah keterkaitan industri dengan subsektor pertanian diluar subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan pengembangan agroindustri untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk, meningkatkan kemampuan manajerial dan keterampilan para pengelola dan pekerja, melakukan strategi pemasaran dengan cara pengembangan dan diversifikasi produk, meningkatkan promosi, meningkatkan jasa pelayanan dan informasi, dan meningkatkan teknik-teknik baru secara terus menerus; (2) Agar industri dapat mendukung perekonomian di daerah dengan dominasi sektor pertanian, hendaknya pilihan jenis industri yang akan didorong disesuaikan dengan potensi produk yang dihasilkan dari sektor pertanian atau mendukung sektor pertanian; (3) Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, maka perlu ditingkatkan keterkaitan total ke depan antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperluas pasar bagi produk-produk industri pengolahan, meningkatkan penyediaan prasarana yang dapat mendukung distribusi produk dan menjalankan kebijakan daerah yang dapat mendukung pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, restoran.


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dyah Hapsari Amalina Sholihah Nomor Registrasi Pokok : H 14104053

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, S.Pt. M.Si. NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, September 2008

Dyah Hapsari Amalina Sholihah H14104053


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur, pada 14 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Kuswanto Sumo Atmojo dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu Kecil (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor (1998-2001) dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 7 Bogor (2001-2004).

Pada Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM pada masa kepengurusan 2006-2007. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat FEM tahun 2004-2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi daerah dan keterkaitan antar sektor merupakan topik yang sangat menarik sehingga begitu banyak teori dan analisis ekonomi yang dilakukan dalam membahas masalah yang terjadi pada dua hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai topik ini dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Lebih dari segalanya, penulis ucapkan syukur atas kuasa Illahi Robbi untuk semua kemudahan dan karunia yang telah diberikan dalam hidup penulis. Dengan segenap ketulusan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang begitu besar kepada :

1. Alla Asmara S.Pt. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan banyak pelajaran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Muhamad Firdaus, PhD dan Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama dan dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Kuswanto Sumo Atmojo MS dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas, sebagai orang tua penulis, orang tua terhebat yang tak pernah putus memberikan doa, semangat dan motivasi dengan penuh kasih sayang. Terimakasih untuk adik penulis, Ifa dan Iqbal, atas kasih sayang dan hiburan yang diberikan setiap saat bagi penulis.

4. Untuk Akung dan Yangtri, Insya’ Allah janji penulis dapat ditepati, harapan dan cita-cita kalian bagi penulis bukanlah beban. Terimakasih untuk segala pelajaran hidup yang telah diberikan.


(8)

5. Untuk Budhe Yekti yang setia menemani selama penulis menempuh studi hingga pengumpulan data penelitian juga memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat.

6. Untuk Mbak Lucky, Mbak Reni dan Oby, tanpa kalian skripsi ini akan sangat sulit untuk diselesaikan.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, September 2008

Dyah Hapsari Amalina Sholihah H 14104053


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 14

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 18

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian ... 21

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu... 28

2.3 Kerangka Pemikiran... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 36

III. METODE PENELITIAN... 37

3.1 Lokasi Penelitian... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data... 37


(10)

3.3.1 Model Input-Output... 39

3.3.1.a Struktur Tabel I-O ... 39

3.3.1.b Asumsi-Asumsi dalam Analisis I-O ... 42

3.3.1.c Analisis Input-Output... 42

3.3.1.d Analisis Keterkaitan ... 46

3.3.2 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 48

3.3.2.a Analisis Regresi Data Cross Section ...48

3.3.2.b Asumsi-Asumsi Regresi Linier Berganda... 48

3.3.2.c Koefisien Determinasi... 53

3.3.2.d Pengujian Parameter... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Daerah ... 56

4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran dalam Perekonomian Daerah ... 68

4.3 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(11)

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

OLEH

DYAH HAPSARI AMALINA S.

H 14104053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

DYAH HAPSARI AMALINA SHOLIHAH. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Indonesia memiliki kepentingan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kesempatan kerja dapat lebih banyak disediakan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh peningkatan produk domestik bruto (PDB). Dalam perekonomian nasional maupun daerah, sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel, restoran merupakan sektor yang kontribusinya paling besar terhadap PDB dan produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007).

Dalam perjalanannya, transformasi struktural perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak berimbang. Kontribusi sektor pertanian dalam PDB tahun 1967 adalah sebesar 67 persen, dan menurun menjadi hanya 17,2 persen di tahun 1995 (BPS, 1996). Sedangkan dalam periode yang sama, sektor industri meningkatkan kontribusinya dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Kontribusi sektor pertanian yang semakin kecil tidak diikuti dengan menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor ini. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih sebesar 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional (Bapenas, 2006). Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah, (2) menganalisis keterkaitan sektor industri dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian daerah, (3) menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, (4) menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mengetahui keterkaitan antar sektor dalam perekonomian dilakukan analisis input-output (I-O) yang diolah dengan bantuan program aplikasi input output yang dikembangkan oleh Pusat Studi Antar Universitas Studi Ekonomi UGM. Sedangkan untuk melihat pengaruh keterkaitan antar sektor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary


(13)

Least Square (OLS). Software yang digunakan untuk analisis pengaruh tersebut adalah Eviews 4.1.

Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi yang keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depannya rendah yaitu Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan bahwa tidak ada provinsi dalam penelitian yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi. Provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah Lampung, Gorontalo, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian maka dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut : (1) Keterkaitan total ke belakang yang perlu ditingkatkan di provinsi Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten adalah keterkaitan industri dengan subsektor pertanian diluar subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan pengembangan agroindustri untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk, meningkatkan kemampuan manajerial dan keterampilan para pengelola dan pekerja, melakukan strategi pemasaran dengan cara pengembangan dan diversifikasi produk, meningkatkan promosi, meningkatkan jasa pelayanan dan informasi, dan meningkatkan teknik-teknik baru secara terus menerus; (2) Agar industri dapat mendukung perekonomian di daerah dengan dominasi sektor pertanian, hendaknya pilihan jenis industri yang akan didorong disesuaikan dengan potensi produk yang dihasilkan dari sektor pertanian atau mendukung sektor pertanian; (3) Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, maka perlu ditingkatkan keterkaitan total ke depan antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperluas pasar bagi produk-produk industri pengolahan, meningkatkan penyediaan prasarana yang dapat mendukung distribusi produk dan menjalankan kebijakan daerah yang dapat mendukung pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, restoran.


(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dyah Hapsari Amalina Sholihah Nomor Registrasi Pokok : H 14104053

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, S.Pt. M.Si. NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, September 2008

Dyah Hapsari Amalina Sholihah H14104053


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur, pada 14 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Kuswanto Sumo Atmojo dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu Kecil (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor (1998-2001) dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 7 Bogor (2001-2004).

Pada Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM pada masa kepengurusan 2006-2007. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat FEM tahun 2004-2008.


(17)

KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi daerah dan keterkaitan antar sektor merupakan topik yang sangat menarik sehingga begitu banyak teori dan analisis ekonomi yang dilakukan dalam membahas masalah yang terjadi pada dua hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai topik ini dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Lebih dari segalanya, penulis ucapkan syukur atas kuasa Illahi Robbi untuk semua kemudahan dan karunia yang telah diberikan dalam hidup penulis. Dengan segenap ketulusan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang begitu besar kepada :

1. Alla Asmara S.Pt. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan banyak pelajaran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Muhamad Firdaus, PhD dan Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama dan dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Kuswanto Sumo Atmojo MS dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas, sebagai orang tua penulis, orang tua terhebat yang tak pernah putus memberikan doa, semangat dan motivasi dengan penuh kasih sayang. Terimakasih untuk adik penulis, Ifa dan Iqbal, atas kasih sayang dan hiburan yang diberikan setiap saat bagi penulis.

4. Untuk Akung dan Yangtri, Insya’ Allah janji penulis dapat ditepati, harapan dan cita-cita kalian bagi penulis bukanlah beban. Terimakasih untuk segala pelajaran hidup yang telah diberikan.


(18)

5. Untuk Budhe Yekti yang setia menemani selama penulis menempuh studi hingga pengumpulan data penelitian juga memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat.

6. Untuk Mbak Lucky, Mbak Reni dan Oby, tanpa kalian skripsi ini akan sangat sulit untuk diselesaikan.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, September 2008

Dyah Hapsari Amalina Sholihah H 14104053


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 14

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 18

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian ... 21

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu... 28

2.3 Kerangka Pemikiran... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 36

III. METODE PENELITIAN... 37

3.1 Lokasi Penelitian... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data... 37


(20)

3.3.1 Model Input-Output... 39

3.3.1.a Struktur Tabel I-O ... 39

3.3.1.b Asumsi-Asumsi dalam Analisis I-O ... 42

3.3.1.c Analisis Input-Output... 42

3.3.1.d Analisis Keterkaitan ... 46

3.3.2 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 48

3.3.2.a Analisis Regresi Data Cross Section ...48

3.3.2.b Asumsi-Asumsi Regresi Linier Berganda... 48

3.3.2.c Koefisien Determinasi... 53

3.3.2.d Pengujian Parameter... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Daerah ... 56

4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran dalam Perekonomian Daerah ... 68

4.3 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam %)... 2

3.1 Format Tabel I-O ... 41

4.1 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian... 57

4.2 Rata-rata Kontribusi Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap

PDRB Provinsi Tahun 1997-2003 ... 60

4.3 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan

Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran ... 69

4.4 Hasil Regresi Persamaan Pengaruh Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel,


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Produk Domestik Bruto Nasional... 18 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional... 35 4.1 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan

dengan Sektor Pertanian ... 59

4.2 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan

dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran ... 71  


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Tabel I-O Banten Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 90

2 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Banten (%) ... 91

3 Tabel I-O Jawa Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 92

4 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Barat (%)... 93

5 Tabel I-O Jawa Tengah Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 94

6 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Tengah (%) ... 95

7 Tabel I-O Jawa Timur Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 96

8 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Timur (%) ... 97

9 Tabel I-O Kalimantan Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 98

10 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor


(24)

11 Tabel I-O Kalimantan Selatan Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 100

12 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Kalimantan Selatan (%) ... 101

13 Tabel I-O Lampung Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 102

14 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Lampung (%) ... 103

15 Tabel I-O Maluku Utara Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 104

16 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Maluku Utara (%) ... 105

17 Tabel I-O NTT Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 106

18 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi NTT (%) ... 107

19 Tabel I-O Sulawesi Selatan Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 108

20 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Sulawesi Selatan (%)... 109

21 Tabel I-O Sumatera Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 110

22 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran


(25)

23 Tabel I-O Sumatera Utara Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 112

24 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Sumatera Utara (%) ... 113

25 Tabel I-O Gorontalo Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 114

26 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Gorontalo (%) ... 115

27 Tabel I-O DIY Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 116

28 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi DIY (%)117

29 Keterangan Tabel I-O ... 118 30 Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Pengolahan Output

Pertanian 14 Provinsi (dalam juta rupiah) ... 119

31 Hasil Regresi Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 120

32 Hasil Uji Serial Correlation Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran... 120

33 Hasil Uji Heteroskedastisitas Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran... 120

34 Koefisien Kolinearitas (Correlation Matrix)Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran... 121


(26)

35 Hasil Uji Normalitas Error Term Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel,

Restoran ... 121

                 


(27)

II.

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan suatu negara. Berhasil tidaknya program pembangunan suatu periode pemerintahan juga terutama sering kali dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai pemerintah dalam periode tersebut.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting terutama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena seperti negara berkembang lainnya, Indonesia mengalami masalah kemiskinan dan kekurangan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, diharapkan akan lebih mudah bagi Indonesia untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat.

Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui indikator perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), PDB Indonesia selama tahun 2003 meningkat sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. PDB Indonesia tahun 2003 yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.786,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 1993 sebesar Rp 444,5 triliun. Angka pertumbuhan terus meningkat hingga tahun 2005 yaitu sebesar 5,68 persen, tetapi pada tahun 2006 PDB mengalami penurunan menjadi 5,48 persen. Pada tahun 2007 Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,3 persen.


(28)

Pendapatan domestik bruto merupakan jumlah dari pendapatan domestik regional bruto (PDRB) seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah PDRB masing-masing provinsi serta pertumbuhan ekonomi yang terjadi di setiap provinsi membentuk perekonomian nasional. Seperti pertumbuhan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi daerah juga mengalami fluktuasi setiap periode tertentu seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam %)

TAHUN PROVINSI

2001 2002 2003 2004 2005

Banten 3,95 4,11 5,07 5,63 5,88

Jawa Barat 3,89 3,94 4,84 5,16 5,47

Jawa Tengah 3,59 3,55 4,98 5,13 5,35

Jawa Timur 4,26 3,80 4,78 5,63 5,84

Kalimantan Barat 2,69 4,55 3,06 4,79 4,68

Kalimantan Selatan 3,97 3,66 4,71 5,15 5,90

Lampung 3,59 5,62 5,70 5,07 3,76

Maluku Utara 1,67 2,44 3,82 4,70 5,11

Nusa Tenggara Timur (NTT) 4,73 4,88 4,57 4,77 3,10

Sulawesi Selatan 5,11 4,09 5,25 5,31 6,04

Sumatera Barat 3,66 4,69 5,26 5,47 5,73

Sumatera Utara 3,98 4,56 4,81 5,74 5,48

Gorontalo 5,55 6,45 6,88 6,93 7,06

DI Yogyakarta (DIY) 4,26 4,50 4,58 5,12 4,91

PDB Nasional 3,64 4,50 4,78 5,60 5,68

Sumber : Statistik Indonesia, BPS (2007)

Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi 14 provinsi di Indonesia yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000. Dari 14 provinsi dalam Tabel 1.1, hanya Gorontalo yang pertumbuhan ekonominya selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Perekonomian provinsi Gorontalo didominasi oleh sektor pertanian. Pada periode 2001 hingga 2005, provinsi ini juga merupakan provinsi yang pertumbuhannya paling tinggi diantara 14 provinsi


(29)

lainnya. Pertumbuhan ekonomi di provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian yaitu Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara juga dapat dikatakan tinggi melihat pertumbuhannya yang positif dan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi dengan dominasi sektor pertanian. Sedangkan provinsi DIY yang perekonomiannya didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, restoran memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian maupun industri. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut yang cenderung berada dibawah pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Output tersebut adalah produk yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. Berdasarkan kesepakatan internasional, umumnya terdapat sembilan sektor perekonomian utama di suatu negara (Sahara dan Priyarsono, 2006). Sektor-sektor tersebut adalah Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Angkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan dan Jasa Persewaan dan Sektor Jasa-Jasa Lainnya

Besar kecilnya kontribusi sektor ekonomi terhadap PDB terkait erat dengan kontribusi dan pertumbuhan seluruh sektor maupun subsektor dalam


(30)

perekonomian. Dalam perekonomian nasional, sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor pendukung penting dalam pembentukan PDB. Ketiga sektor tersebut adalah penyumbang terbesar terhadap PDB nasional. Pada tahun 1996, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,67 persen; sektor industri sebesar 25,62 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran berkontribusi sebesar 16,36 persen (BPS, 1999). Meskipun kontribusi setiap sektor terus berubah setiap tahun, namun sektor-sektor tersebut tetap menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian. Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007). Dari sembilan sektor ekonomi, jumlah kontribusi sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap PDB hingga akhir tahun 2006 mencapai lebih dari 50 persen (BPS, 2007).

Perubahan perekonomian suatu negara sering dipahami atau diartikan sebagai proses transformasi struktural. Seperti istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi, umum disebut transformasi struktural, dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi agregat demand, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), agregat supply

(produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery dalam Hill, 2003). Perubahan struktural dalam ekonomi modern


(31)

mencakup perubahan kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif, dan perubahan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, serta perubahan status kerja buruh (Jhingan, 2004).

Konsep tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar negara berkembang di dunia beranggapan bahwa transformasi struktural begitu penting dalam perkembangan ekonomi mereka seperti halnya yang terjadi di negara maju. Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi (Tambunan, 2003). Pandangan bahwa negara-negara maju yang pendapatannya tinggi memiliki sektor industri yang sangat besar membuat industrialisasi dipilih sebagai jalan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih maju. Dengan pemahaman demikian, pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia terus berupaya memajukan sektor industri.

Pengalaman di negara manapun yang sukses dalam industrialisasi selalu mengembangkan industri dengan landasan pertanian yang kuat, seperti negara-negara di Eropa, Australia, Amerika Serikat, Korea, Jepang dan Taiwan. Perdagangan internasional dari negara-negara maju juga didorong oleh hasil pertaniannya (daging, serealia, hortikultur). Sebaliknya, kegagalan ekonomi suatu negara banyak disebabkan kegagalan dalam pembangunan pertanian. Contohnya adalah Rusia yang ekonominya hancur karena gagal dalam menyediakan pangan


(32)

sehingga harus menghutang gandum ke AS senilai US$ 5 Milyar (Bunasor dalam Nainggolan, 2007)1.

Hal serupa terjadi di Aceh Utara. Dari hasil studi yang telah dikerjakan, dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang bersumber pada migas, dan teknologi canggih di Aceh Utara belum berfungsi sebagai growth pole, dan belum banyak menghasilkan industri kaitan (Hasan, 1992). Hasan (1992) juga menjelaskan bahwa industri tersebut telah berkembang sebagai suatu enclave

yang mempunyai dampak kesenjangan sosial ekonomi yang relatif besar. Pengalaman negara maju dan Aceh Utara tersebut memberi pelajaran tentang pentingnya sektor pertanian sehingga sektor ini tidak dapat dikesampingkan dalam pembangunan. Disamping itu, peran sektor pertanian sebagai landasan bagi proses industrialisasi dan mendorong perdagangan internasional menunjukkan pentingnya keterkaitan antar sektor dalam pertumbuhan ekonomi.

Perkembangan ekonomi ke arah yang lebih maju melalui industrialisasi dapat meningkatkan keterkaitan antar sektor. Dengan adanya industrialisasi akan muncul dan berkembang kegiatan lain yang menjadi komponen pendukung industri tersebut. Perkembangan industri berbasis pertanian misalnya, akan mendorong permintaan produk pertanian sehingga meningkatkan keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian. Selain itu dukungan sektor lain juga akan meningkat seperti sektor perdagangan, hotel, restoran dan jasa-jasa lainnya.

Uraian serta ilustrasi diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antar sektor dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dapat diduga       

1

Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan Bebas, suatu pendekatan teoritis, Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org. (Juli, 2008)


(33)

bahwa semakin tinggi keterkaitan antar sektor akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya keterkaitan antar sektor yang rendah akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hubungan sektor pertanian dengan sektor industri yang selanjutnya juga berinteraksi dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencerminkan adanya keterkaitan antar sektor. Dengan adanya keterkaitan antar sektor pertanian dan industri, nilai tambah yang dihasilkan produk pertanian akan semakin besar. Produk-produk tersebut akan menghasilkan nilai tambah yang tinggi jika dapat dipasarkan dengan baik. Peningkatan nilai tambah selanjutnya juga akan meningkatkan PDRB sehingga pertumbuhan ekonomi daerah akan turut meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak lepas dari kontribusi dan keterkaitan yang terjadi antar sektor dalam perekonomian.

Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.


(34)

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai faktor penting dalam pembangunan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan. Salah satu ciri pertumbuhan ekonomi modern adalah adanya perubahan struktural (Kuznets, Jhingan 2004). Bagi negara berkembang seperti Indonesia, perubahan struktural bukanlah hal yang mudah karena mayoritas provinsi di Indonesia merupakan provinsi yang didominasi oleh pertanian.

Menurut Jhingan (2004), perubahan struktural menyangkut ekspansi secara besar-besaran sektor-sektor nonpertanian sedemikian rupa sehingga sektor pertanian pasti semakin menciut. Ini berarti mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDB tanpa menyebabkan penurunan output dari sektor tersebut.

Pembangunan di Indonesia menunjukkan adanya transformasi struktur perekonomian dari pertanian ke industri. Hal ini dapat dibuktikan oleh indikator ekonomi yang memperlihatkan semakin menurunnya kontribusi sektor pertanian dalam PDB. Kontribusi sektor ini dalam PDB tahun 1967 adalah sebesar 67 persen, dan menurun menjadi hanya 17,2 persen di tahun 1995 (BPS, 1996). Sedangkan dalam periode yang sama, sektor industri meningkatkan kontribusinya dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Pada tahun 2006, industri pengolahan juga menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB (BPS, 2007). Namun demikian, pada pangsa tenaga kerja terjadi hal yang sebaliknya. Kontribusi sektor pertanian yang semakin kecil tidak diikuti dengan menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor ini. Bahkan pada tahun 2006 penyerapan tenaga


(35)

kerja sektor pertanian masih sebesar 42,3 juta orang (Bapenas, 2006). Jumlah ini sama dengan 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional.

Permasalahan yang terjadi dalam penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor industri menunjukkan adanya masalah dalam perubahan struktural perekonomian nasional. Kontribusi sektor industri terus meningkat, sayangnya justru sektor pertanianlah yang menyerap tenaga kerja paling banyak. Kemiskinan pekerja bidang pertanian semakin parah, demikian juga kesenjangan antara sektor pertanian dan sektor industri yang semakin luas. Kondisi ini akan mempersulit pembangunan pedesaan, karena mayoritas pekerja pertanian dan keluarganya tinggal di pedesaan. Cepatnya penurunan pangsa pertanian terhadap PDB dibandingkan dengan penurunannya terhadap pangsa tenaga kerja, dapat menunjukkan semakin besarnya tenaga kerja yang terperangkap di bidang pertanian sehingga semakin tidak produktif dan tidak efisien, yang menyebabkan menurunnya pendapatan perkapita tenaga kerja sektor pertanian (Nainggolan, 2007)1. Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian.

Kemajuan yang hendak dicapai melalui perencanaan pembangunan dengan memperhatikan transformasi struktural mempertimbangkan adanya keterpaduan yang terjadi antar sektor ekonomi. Keterpaduan ini berarti sektor-sektor perekonomian seharusnya saling terkait satu sama lain untuk menciptakan nilai


(36)

tambah yang besar bagi PDB. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah. Keberhasilan pembangunan satu sektor masih tergantung kebijakan yang dikeluarkan sektor lain, maka setiap sektor dalam perekonomian harus memberikan dukungan terhadap sektor terkait.

Pentingnya peranan sektor pertanian dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah merupakan bentuk keterkaitan antara kedua sektor tersebut. Adanya peningkatan output dan produktivitas yang tinggi di sektor pertanian akan meningkatkan daya beli masyarakat pedesaan. Akibatnya, peningkatan surplus

produk-produk pertanian akan terjadi dan hal ini memberikan rangsangan yang besar bagi pembangunan sektor industri sehingga permintaan akan barang-barang manufaktur akan meningkat.

Pertumbuhan dan kemajuan sektor pertanian untuk dapat menciptakan

surplus yang lebih besar bagi perekonomian hanya dapat terwujud melalui agroindustri. Agroindustri merupakan bentuk keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri, dimana kedua sektor tersebut dapat bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor jasa. Sektor pertanian membutuhkan pupuk, bibit yang unggul, pembasmi hama juga mesin-mesin seperti traktor untuk mendukung produksinya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan industri hulu yang menyediakan input bagi sektor pertanian. Pasca produksi, sektor industri akan mengolah produk-produk mentah yang belum diolah dari sektor pertanian.


(37)

Melalui sektor industri inilah nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian dapat dihasilkan. Nilai tambah tersebut akan dapat tercipta jika produk pertanian dan industri pengolahan dapat dipasarkan dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sektor perdagangan yang mampu menyalurkan dan mendukung pemasaran produk-produk tersebut. Dengan demikian, sektor pertanian dan sektor industri akan mengalami kemajuan dengan dukungan sektor perdagangan. Kemajuan sektor pertanian dan sektor industri selanjutnya akan memunculkan kebutuhan masyarakat akan sektor jasa dan memicu pertumbuhan di sektor ini.

Lains (1989) dan Simatupang (1997) dalam Suryana et al (1998) mengemukakan bahwa keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Selama periode tahun 1971 sampai 1990, derajat keterkaitan produk antar industri dalam sektor pertanian mengalami penurunan tajam sehingga pada tahun 1979, indeks total kaitan ke belakang maupun ke depan kurang dari satu untuk seluruh subsektor dalam lingkup pertanian (Suryana et al, 1998). Analisis Tabel Input-Output Indonesia tahun 1995 dan 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar agroindustri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi namun keterkaitan ke depan rendah (Rosa, 2006)2. Uraian tersebut menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan keterkaitan antar sektor di Indonesia. Dengan gambaran permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah ?

       2

Rosa, A. 2006. Analisis Keterkaitan dan Kinerja Agroindustri Indonesia, Perpustakaan Bank Indonesia. www.bi.go.id. (Juli, 2008)


(38)

2) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dalam perekonomian daerah ?

3) Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ? 4) Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan

dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, tujuan diadakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :

1) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah.

2) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian daerah.

3) Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

4) Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

1.4 Kegunaan Penelitian


(39)

1) Bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

2) Memperkaya wawasan tentang kontribusi lintas sektor dan keterkaitannya dalam perekonomian serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

3) Bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus dalam pencapaian tujuan, maka penelitian dibatasi pada hal-hal berikut :

1. Keterkaitan antar sektor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran.

2. Keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan langsung dan tidak langsung (keterkaitan total).

3. Ruang lingkup penelitian mencakup 14 provinsi yang menjadi observasi dalam penelitian, yaitu : Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Maluku Utara, NTT,


(40)

Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Gorontalo dan DI Yogyakarta.

   

II. TINJAUAN PUSTAKADAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi merupakan teori jangka panjang (Lipsey et al, 1997). Teori ini memusatkan perhatian pada efek investasi dalam meningkatkan pendapatan potensial dan mengabaikan fluktuasi jangka pendek dari pendapatan nasional aktual di sekitar pendapatan potensialnya (Lipsey et al, 1997).

Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk domestik bruto (PDB), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw, 2003). Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional (Todaro dan Smith, 2004). Dengan adanya pemikiran ini, para ekonom dan politisi negara yang menganut berbagai sistem ekonomi yang berbeda, menomersatukan pertumbuhan ekonomi negaranya. Meskipun demikian, selama perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi, para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot bersifat immaterial


(41)

seperti kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Arsyad dalam Kuncoro, 2004).

Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan pendapatan nasional (Tambunan, 2003). PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha (Tambunan, 2003).

Lipsey et al (1997) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu panjang, sebab utama peningkatan pendapatan nasional adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan penghasilan potensial akibat perubahan pada pasokan faktor (tenaga kerja dan modal) dan pada produktivitas faktor (keluaran per unit masukan faktor). Oleh karena itu, menurut Lipsey et al

(1997), pertumbuhan merupakan cara yang jauh lebih ampuh untuk meningkatkan standar hidup ketimbang peniadaan senjang resesi, pengangguran struktural, atau inefisiensi, karena pertumbuhan dapat berlangsung terus secara tidak terhingga.

Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill), maupun ekonom neoklasik (Robert Solow dan Trevor Swan), pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam serta (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno dalam Kuncoro, 2004).


(42)

Teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama (Perroux dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Kuncoro, 2004).

Sebagai salah satu ahli ekonomi dunia yang terkemuka, Kuznets dalam Todaro (1994) memberikan uraiannya mengenai konsep pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets, kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda kematangan ekonomi ; (2) Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar atau prakondisi untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3) Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi harus diciptakan.

Kuznets (Todaro, 1994) juga mengemukakan bahwa ada dua variabel agregat ekonomi yaitu : 1. Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi dan laju pertumbuhan penduduk, 2. Tingkat kenaikan yang tinggi pada total produktivitas tenaga kerja.


(43)

Menurut Todaro (2004), faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi setiap negara adalah :

(1) Akumulasi modal yang meliputi semua investasi baru berupa tanah dan SDM. (2) Pertumbuhan penduduk. Faktor ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan

angkatan kerja meskipun dengan tenggang waktu, secara tradisional dianggap merupakan faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

(3) Kemajuan di bidang teknologi, dapat disebut sebagai cara baru dan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan suatu barang.

Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi (Tambunan, 2003). Menurut Weiss (Tambunan, 2003), pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale yang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.

Menurut perhitungan BPS, PDB Indonesia selama tahun 2003 meningkat sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. Perekonomian Indonesia tahun 2003 yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.7867, 7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 1993 sebesar Rp. 444,5 triliun. Angka pertumbuhan terus meningkat hingga tahun 2005 yaitu sebesar 5,68 persen, tetapi pada tahun 2006 PDB mengalami penurunan menjadi 5,48


(44)

persen. Pada tahun 2007 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,3 persen. Gambaran pertumbuhan perekonomian Indonesia dinilai dari PDB dalam tujuh tahun ke belakang dapat dilihat pada Gambar 2.1

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Sumber : Publikasi BPS, 2007 

Gambar 2.1 Produk Domestik Bruto  

Ada berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor


(45)

lain dalam perekonomian. Keterkaitan ke belakang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi, sedangkan keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan

output yang dihasilkannya (Sahara dan Priyarsono, 2006).

Keterkaitan antar sektor dapat juga dikatakan sebagai keterkaitan berspektrum luas. Teori mengenai keterkaitan berspektrum luas ini merupakan hasil studi dari Haggblade dan Hazell (1989); Haggblade, Hazell, dan Brown (1989); Haggblade, Hammer, dan Hazell (1991); serta Delgade et al (1994) yang dijelaskan kembali oleh Suryana et al (1998). Dalam perspektif keterkaitan berspektrum luas, artikulasi antar sektor ekonomi dapat terjadi paling tidak melalui empat media, yaitu : (1) keterkaitan produk; (2) keterkaitan konsumsi rumah tangga; (3) keterkaitan investasi; (4) keterkaitan fiskal.

Mengenai ke empat media tersebut Suryana et al (1998) menguraikan masing-masing media dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Keterkaitan produk. Merupakan keterkaitan yang terjadi melalui penggunaan produk berbagai industri sebagai bahan baku bagi suatu industri, dan penggunaan produk suatu industri sebagai bahan baku bagi industri-industri lainnya. Kaitan yang tercipta karena suatu industri mempergunakan produk industri-industri lain untuk bahan bakunya disebut kaitan ke belakang. Untuk

keterkaitan yang tercipta karena produk suatu industri dipergunakan sebagai bahan baku bagi industri-industri lain disebut kaitan ke depan.


(46)

2. Keterkaitan melalui konsumsi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah yang diperoleh dari suatu sektor digunakan untuk membeli produk industri lain dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan demikian keterkaitan konsumsi merupakan penciptaan permintaan produk yang dihasilkan oleh berbagai industri. Adanya permintaan merupakan faktor

utama peningkatan permintaan dan investasi. Oleh karena itu, keterkaitan melalui konsumsi juga merupakan pencipta artikulasi antar sektor. 3. Kaitan investasi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah dari suatu

sektor dipergunakan untuk membeli barang-barang modal dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi berbagai sektor. Keterkaitan melalui

investasi ini jelas merupakan media artikulasi antar sektor. Besarnya keterkaitan investasi ini sangat ditentukan oleh besarnya nilai tambah dan kecenderungan untuk berinvestasi (Marginal Propensity to Invest = MPI). Oleh karena anggaran untuk konsumsi maupun investasi sama-sama berasal dari nilai tambah maka MPI dan Marginal Propensity to Consume (MPC)

biasanya berhubungan terbalik : jika MPI besar maka MPC akan kecil. 4. Kaitan fiskal. Merupakan keterkaitan yang tercipta karena pajak yang ditarik

dari suatu sektor dipergunakan untuk membiayai investasi dan pelayanan pemerintah yang berperan dalam meningkatkan produksi sektor-sektor lainnya. Dalam prakteknya kaitan fiskal ini sangat sulit dilacak secara empiris karena umumnya pajak ditarik dan dikumpulkan oleh pemerintah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar sumbangan pajak suatu sektor akan semakin besar pula dampak kaitan fiskalnya. Sudah barang


(47)

tentu artikulasi yang diciptakan oleh kaitan fiskal ini juga sangat tergantung pada produktivitas marjinal dari pengeluaran pemerintah.

Menurut Hazell dan Roell (1983) dalam Suryana et al (1998), faktor lokasi jelas merupakan faktor yang sangat menentukan besarnya keterkaitan antar sektoral. Pertama, keterkaitan produk akan lebih tinggi bilamana sektor-sektor yang berhubungan berada dalam lokasi yang berdekatan. Kedua, keterkaitan konsumsi juga sangat ditentukan oleh lokasi.

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian Analisis Kuznets (1964) menjelaskan bahwa pertanian di negara berkembang dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu (Tambunan, 2003) :

1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasok makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan

penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri nonmanufaktur

(misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

2. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi


(48)

3. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor lainnya. Bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus

tenaga kerja (L) dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber

devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (subtitusi impor).

Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

Menurut Jhingan (2004), sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal : (i) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; (ii) meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier; (iii) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus; (iv) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; (v) memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan sektor pertanian menjadi semakin penting melihat keterkaitannya terhadap pembangunan pedesaan dimana mayoritas masyarakat petani tinggal. Sehubungan dengan keterkaitan tersebut, Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa pada skala yang lebih luas pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak.


(49)

Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus pertanian, merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri (Jhingan, 2004). Dengan kata lain meluasnya output dan peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan permintaan terhadap barang manufaktur yang pada akhirnya akan memperluas sektor industri. Jika kondisi ini dapat terwujud maka sektor jasa pun akan meningkat untuk melayani kebutuhan sektor pertanian dan sektor industri. Hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perekonomian karena PDB membutuhkan peranan sektor-sektor tersebut.

Tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, sektor industri tidak dapat meningkatkan ouputnya (atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai). Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan peranan penting dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah (Tambunan, 2003). Sebaliknya, lewat keterkaitan produksi, industri manufaktur bisa memainkan suatu peran penting untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan sektor pertanian sebagai keunggulan komparatifnya (Tambunan, 2003). Pemikiran ini mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri sebagaimana telah banyak diuraikan oleh berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan sektor-sektor tersebut mempengaruhi perekonomian suatu negara. Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan (Supriyati dan Suryani, 2006). Perekonomian yang memiliki keterkaitan produk antar industri


(50)

yang tinggi dan berimbang akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula (Suryana et al, 1998).

Sektor pertanian kemungkinan hanya bisa menyediakan kesempatan kerja bagi pertumbuhan penduduknya sendiri dan kiranya akan jauh kurang dari yang diperlukan (Mellor, 1989). Dengan demikian, Mellor berpendapat bahwa pertumbuhan pertanian saja jelas tidak dapat memenuhi pola-pola konsumsi yang meluas di luar makanan seperti yang diinginkan semua orang. Keterbatasan-keterbatasan ini menjelaskan mengapa strategi yang berlandaskan pertanian harus menimbulkan akibat-akibat besar tidak langsung pada pertumbuhan dan kesempatan kerja di sektor lain (Mellor, 1989).

King dan Byerlee (1978) dalam Kuncoro (2007) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian amat kuat apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi. Salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (industri primer) ke industri manufaktur (industri sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri yang tangguh (Kuncoro, 2007). Kuncoro (2007) berpendapat bahwa kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian ke dalam pengembangan agroindustri.

Maju dan berkembangnya sektor pertanian untuk dapat memberikan nilai tambah yang tinggi bagi PDB hanya dapat terwujud dalam bentuk agroindustri (Saragih, 1995). Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem


(51)

penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, dan Badan Agribisnis DEPTAN, 1995 dalam Soekartawi, 2005). Dengan konsep agroindustri ini, sektor pertanian dan sektor industri akan bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor selanjutnya yaitu sektor jasa.

Sektor pertanian membutuhkan masukan pupuk yang bermutu tinggi, teknologi seperti traktor, pembasmi hama yang tepat dan input lainnya. Karenanya, diperlukan industri yang dapat menyediakan kebutuhan untuk mendukung produksi sektor pertanian. Pasca produksi sektor pertanian akan menghasilkan output primer yang belum diolah sehingga output tersebut membutuhkan industri pengolahan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian. Dengan kemajuan yang terjadi pada sektor pertanian dan industri, kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa pendukung seperti transportasi, komunikasi, kesehatan dan lain sebagainya akan meningkat dan memicu pertumbuhan pada sektor ini.

Supriyati et al (2006) mengungkapkan bahwa paling sedikit ada lima alasan utama kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu : (1) Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia; (2) Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan; (3) Memiliki keterkaitan yang besar


(52)

baik ke hulu maupun ke hilir (forward dan backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya; (4) Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; (5) Memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.

Lima alasan yang telah diuraikan diatas menjelaskan peranan penting agroindustri dalam perekonomian nasional, seperti yang dijelaskan Soekartawi (2005). Pada intinya, peran agroindustri dalam perekonomian nasional suatu negara adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : a) mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis khususnya dan pendapatan masyarakat pada umumnya; b) mampu menyerap tenaga kerja; c) mampu meningkatkan perolehan devisa; d) mampu menumbuhkan industri yang lain khususnya industri pedesaan.

Walaupun peranan agroindustri begitu penting, namun pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan. Beberapa permasalahan agroindustri khususnya permasalahan didalam negeri adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : 1) kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu; 2) kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan; 3) kurang konsistennya kebijakan

pemerintah mengenai agroindustri; 4) kurangnya fasilitas permodalan; 5) keterbatasan pasar; 6) lemahnya infrastruktur; 7) kurangnya perhatian terhadap


(53)

9) kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing; 10) lemahnya

enterpreneurship.

Target industrialisasi perlu ditetapkan agar kelangsungan industrialisasi berjalan secara sistematis dan membawa manfaat bagi berbagai struktur masyarakat (Nainggolan, 2007)3. Ini tentunya sebagai hasil pelajaran dari pengalaman negara-negara seperti India dan Brazil, dimana industrialisasi yang gencar dikembangkan berbasis teknologi tinggi. Meskipun Brazil memiliki

National System of Scientific & Technological Development serta Fund for Scientific dan Technological Development, masing-masing sebagai lembaga pengkaji dan pengembang teknologi serta lembaga penyokong dananya, ternyata belum membawa Brazil sebagai negara Industri yang tangguh. Industri berat di Brazil dianggap memboroskan uang negara, karena jumlah dana yang disuntikkan jauh lebih besar dari yang diperoleh melalui hasil penjualan. Hal ini tidak lain karena ketidaksiapan seluruh perangkat, khususnya laboratorium (Basri dalam Nainggolan, 2007)1. Akibatnya, industrialisasi berbasis teknologi tinggi di Brazil tidak berjalan dengan baik oleh karena industrialiasi tidak dipahami sebagai suatu entitas dalam pembangunan ekonomi. Industrialisasi tidak mengkait pada sektor-sektor lain yang masih didominasi mayoritas masyarakatnya, yakni pertanian. Sehingga, kesenjangan antara sektor industri dan pertanian makin melebar.

Sebaliknya, kisah Korea Selatan dapat menjadi representasi model industrialisasi dengan kekuatan sektor pertanian (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Pada awal kemerdekaannya pemerintah Korea Selatan       

3

Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan Bebas, suatu pendekatan teoritis, Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org. (Juli, 2008)


(54)

melaksanakan Land Reform dengan pembagian tanah secara besar-besaran kepada petani penggarap. Petani hanya diperkenankan memiliki tanah maksimum tiga hektar. Sebagai hasilnya, antara tahun 1945-1965 persentase pemilik tanah dari semua keluarga di desa meningkat dari 14 persen menjadi 70 persen. Sementara jumlah buruh tani menurun dari 49 persen menjadi 7 persen (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Undang-Undang Land Reform yang mengalihkan pemilikan tanah kepada para petani miskin pada gilirannya meningkatkan daya beli di pedesaan.

Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri tidak lepas dari peranan sektor lain dalam perekonomian dan keterkaitan antara kedua sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya. Sektor jasa memainkan peran penting dalam menyangga pertumbuhan aktivitas barang-barang perdagangan pertanian dan industri, dalam menciptakan lapangan kerja dan pendapatan devisa (khususnya di bidang pariwisata) serta dalam menyediakan rangkaian jasa masyarakat dan pribadi saat pendapatan meningkat (Hill, 2001). Menurut Hill (2001), sektor jasa yang lebih efisien dan beragam menghasilkan kontribusi efektif terhadap peningkatan efisiensi di sektor barang, memperkaya kesejahteraan konsumen, mempercepat pertumbuhan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor.

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menganalisis keterkaitan seluruh sektor perekonomian maupun penelitian khusus terhadap sektor-sektor tertentu telah banyak dilakukan. Akan tetapi berkaitan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap


(55)

keterkaitan sektor, belum banyak yang menganalisis pengaruh keterkaitan yang terjadi antar sektor termasuk di dalamnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Penelitian yang telah dilakukan BPS provinsi Sulawesi Utara dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi Sulawesi Utara (2005) menghasilkan beberapa kesimpulan mengenai keterkaitan antar sektor perekonomian di provinsi tersebut. Hasil penelitian itu adalah bahwa sektor perdagangan, sektor industri makanan dan minuman lainnya dan sektor lembaga keuangan merupakan sektor-sektor dengan nilai indeks di atas rata-rata atau dengan kata lain sektor-sektor tersebut memberikan daya dorong paling kuat dalam penggerakan ekonomi Sulawesi Utara. Sedangkan untuk sektor lainnya khususnya di sektor pertanian, terkecuali untuk komoditi padi, pada umumnya memiliki indeks daya penyebaran rendah atau sektor tersebut kurang memiliki daya dorong dalam perekonomian. Selanjutnya, terlihat juga bahwa berdasarkan derajat kepekaannya, kelompok sektor industri termasuk sektor listrik, air bersih, angkutan laut, angkutan udara, jasa pemerintahan serta jasa hiburan dan rekreasi memiliki indeks derajat kepekaan di atas rata-rata (indeks > 1). Hal ini berarti sektor-sektor tersebut mempunyai tingkat ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain atau dengan kata lain bertumbuhnya sektor-sektor ini sangat tergantung dengan pertumbuhan sektor lainnya dalam perekonomian Sulawesi Utara.


(56)

Berdasarkan studi yang dilakukan Suryana et al (1998) dinyatakan bahwa secara teoritis kesimpulan ilmuwan dan perencana ekonomi bahwa sektor yang paling tepat dijadikan sebagai leading sector adalah sektor industri hanya didasarkan pada konsep artikulasi keterkaitan antar sektor melalui keterkaitan produk. Studi empiris yang dilakukan di Indonesia menunjukkan fakta bahwa kendala yang paling sering dihadapi agroindustri di pedesaan adalah keterbatasan potensi permintaan (Suryana et al, 1998). Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa dari keempat media keterkaitan dalam paradigma keterkaitan berspektrum luas, sumber artikulasi antar sektor yang paling besar adalah melalui keterkaitan investasi.

Menurut Suryana et al (1998), apabila didasarkan pada paradigma keterkaitan berspektrum luas ternyata sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan dan perkebunan, merupakan sektor yang paling tepat dijadikan sebagai fokus pembangunan dan prioritas investasi pemerintah. Sektor-sektor yang perlu dijadikan komplemennya ialah subsektor peternakan, perikanan, dan agroindustri. Dengan demikian, walaupun berbeda dengan pandangan umum, upaya yang paling tepat untuk mendorong perkembangan agroindustri pedesaan ialah dengan memacu pertumbuhan produktivitas, penyerapan tenaga kerja dan produksi usaha pertanian, dan sama sekali bukan dengan memacu pertumbuhan perusahaan, produktivitas dan efisiensi agroindustri secara langsung (Suryana et al, 1998).

Hasil-hasil penelitian dalam periode tahun 1994-1998 tentang multiplier agroindustri terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja menunjukkan bahwa


(57)

sektor agroindustri mempunyai nilai multiplier yang tinggi baik terhadap output, pendapatan, maupun tenaga kerja dibandingkan dengan sektor non-agroindustri (Supriyati dan Suryani, 2006).

Hasil analisis Tabel Input-Output Tahun 1989 dan 1994 untuk wilayah Jawa Timur (Hartadi, 1999) menunjukkan bahwa sektor agroindustri yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah industri pupuk dan pestisida. Studi yang dilakukan Supriyati dan Suryani (2006) mengenai agroindustri menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan lebih besar dibandingkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. hal ini mengindikasikan bahwa sektor agroindustri lebih peka menciptakan kenaikan output apabila terjadi peningkatan satu satuan permintaan akhir, dibandingkan kemampuannya dalam mendorong sektor pertanian sebagai pemasok bahan baku.

Menurut Rosa4 (2006), dalam penelitiannya terhadap keterkaitan dan kinerja agroindustri Indonesia (menggunakan Tabel Input Output 66 sektor tahun 1995 dan 2000), terdapat tiga kesimpulan yang bisa diambil yaitu : pertama, sebagian besar agroindustri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi namun keterkaitan ke depan rendah. Kedua, hanya ada dua industri yang mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan yang tinggi yaitu industri makanan lainnya dan industri kertas, barang dari kertas dan karton. Maka kedua industri ini dapat diandalkan untuk merangsang perkembangan sektor-sektor       

4

Rosa, A. 2006. Analisis Keterkaitan dan Kinerja Agroindustri Indonesia, Perpustakaan Bank Indonesia. www.bi.go.id. (Juli, 2008)


(58)

lainnya dalam perekonomian. Ketiga, industri rokok adaiah satu-satunya industri yang efisien diantara agroindustri, tetapi industri ini mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan yang lemah. Hasil dari penelitian ini untuk tahun 1995 dan 2000 adalah sama, kecuali koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efisiensi yang mengalami perubahan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gabungan kontribusi sektor-sektor dalam perekonomian. Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran adalah sektor-sektor yang dominan dalam perekonomian. Hal ini dilihat dari besarnya kontribusi yang diberikan ketiga sektor tersebut terhadap PDRB.

Setiap sektor dalam perekonomian memiliki keterkaitan yang dengan mudah dapat dilihat menggunakan Tabel Input-Output (I-O). Untuk menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dalam suatu kurun waktu tertentu, Model I-O merupakan salah satu metode yang paling luas diterima. Keterkaitan yang terjadi antar sektor dalam perekonomian dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis I-O. Keterkaitan ke depan dan ke belakang, baik secara langsung (direct), tidak langsung (indirect) maupun keterkaitan total dapat tergambar dengan jelas dari model I-O.

Keterkaitan yang terjadi antar sektor pertanian dan sektor industri pengolahan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian daerah. Melalui keterkaitan ini, dapat tercipta nilai tambah yang besar dari output-output


(1)

Pembelian Input Industri dari Sektor Pertanian 26,57 Penjualan Output Pertanian ke Sektor Industri 14,07 Penjualan Output Industri ke Sektor Pertanian 6,87 Pembelian Input Industri Dari Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran 9,12 Penjualan Output Industri ke Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran 1,48 Sumber : Tabel I-O Gorontalo Tahun 2000 (diolah)

   

Lampiran 27. Tabel I-O DIY Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor (Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen)

Kode 1 2 3 4 5 6 7

1 171629 2762 1535903 0 31001 448908 0

2 13 0 62319 0 193103 0 0

3 149997 33444 1115321 1080 946197 654470 488297

4 600 548 38048 3892 1690 10805 17717

5 2858 3031 2323 6 1165 8310 17032

6 25354 11333 324674 7492 216170 330034 251673 7 14641 12331 172158 3136 54054 271379 123071

8 12942 32865 62301 2176 66498 141757 119948

9 8 976 3303 151 646 7540 72475

190 378042 97290 3316350 17933 1510524 1873203 1090213 201 371804 103413 673611 43226 610116 370010 85706 202 2169349 72885 1346690 46383 77781 1576961 982705

203 101292 5521 52964 9294 86779 93113 133215

204 40829 797 91309 832 167042 433094 47333

205 0 0 0 0 0 0 0

209 2683274 182616 2164574 99735 941718 2473178 1248959 210 3061316 279906 5480924 117668 2452242 4346381 2339172

Kode 8 9 180 301 302 303 304

1 0 45022 2235225 969007 0 20836 162920

2 0 409 255844 2070 0 0 10622

3 26655 414219 3829680 2526596 0 579759 265774

4 5560 20094 98954 18666 0 0 0

5 15977 11308 62010 5599 0 2384635 0

6 106527 279298 1552555 1351445 0 161690 0


(2)

8 84255 39388 562130 895403 0 0 0

9 35323 56911 177333 710811 2167452 78729 0

190 321943 982841 9588339 7170307 2167452 3236390 439316 201 208286 1693897 4160069

202 634136 350652 7257542 203 215108 99646 796932 204 86827 11373 879436 205 0 0 0 209 1144357 2155568 13093979 210 1466300 3138409 22682318

Kode 305 309 310 409 600 700

1 360303 1513066 3748291 686526 3061765 4434817

2 13506 26198 282042 2138 279904 284180

3 2650410 6022539 9852219 4331662 5520557 14183881

4 0 18666 117620 0 117620 117620

5 0 2390234 2452244 0 2452244 2452244

6 339495 2909950 4462505 116124 4346381 4578629 7 32805 1581029 2395637 56466 2339171 2452103

8 0 956067 1518197 51895 1466302 1570092

9 0 2963884 3141217 2809 3138408 3144026

190 3396519 18381633 27969972 5247620 22722352 33217592 Sumber : Tabel I-O DIY Tahun 2000 (diolah)

Lampiran 28. Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan, dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi DIY (%)

Transaksi Antar Sektor Jumlah

Pembelian Input Industri dari Sektor Industri Pengolahan 33,63 Pembelian Input Industri dari Sektor Pertanian 46,31 Penjualan Output Pertanian ke Sektor Industri

Penjualan Output Industri ke Sektor Pertanian 3,46 Pembelian Input Industri Dari Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran 9,79 Penjualan Output Industri ke Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran 11,86 Sumber : Tabel I-O DIY Tahun 2000 (diolah)


(3)

               

Lampiran 29. Keterangan Tabel I-O

• 1 : sektor pertanian

• 2 : sektor pertambangan dan penggalian

• 3 : sektor industri pengolahan

• 4 : sektor listrik, gas dan air minum

• 5 : sektor bangunan dan konstruksi

• 6 : sektor perdagangan, hotel, restoran

• 7 : sektor angkutan dan komunikasi

• 8 : sektor keuangan dan jasa persewaan

• 9 : sektor jasa-jasa lainnya

ƒ I80 : jumlah permintaan antara ƒ 190 : jumlah input antara ƒ 200 : Impor

ƒ 201 : upah dan gaji ƒ 202 : surplus usaha ƒ 203 : penyusutan ƒ 204 : pajak tak langsung ƒ 205 : subsidi

ƒ 209 : NTB ƒ 210 : Jumlah Input

ƒ 301 : C

ƒ 302 : I


(4)

ƒ 304 : perubahan stok

ƒ 305 : X

ƒ 309 : jumlah permintaan akhir ƒ 310 : jumlah permintaan

ƒ 409 : jumlah impor barang dan jasa

ƒ 509 : margin perdagangan dan biaya pengangkutan ƒ 600 : jumlah output

ƒ 700 : jumlah penyediaan

     

Lampiran 30. Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Pengolahan Output Pertanian 14 Provinsi (dalam juta rupiah)

Provinsi

NTB Industri Pengolahan Makanan & Minuman (Pengolahan Subsektor Pertanian Tanaman & Bahan Makanan)

NTB Industri Pengolahan

Output Pertanian Selain dari

Subsektor Pertanian Tanaman & Bahan Makanan

Banten 837.755 13.085.203

Jawa Barat 2.767.380 22366658

Jawa Tengah 9.024.706 21.645.586

Jawa Timur 5.600.864 31.683.050

Kalimantan Barat 254.851 4.431.485

Kalimantan

Selatan 453.929 2.178.249

Lampung 1.589.157 1.433.468

Maluku Utara* 289.876

NTT 48.590 55.927

Sulawesi Selatan 787.425 1.403.599

Sumatera Barat 706.612 1.434.944

Sumatera Utara 2.243.487 12.514.562

Gorontalo* 182.772

DI Yogyakarta 392461 1127778


(5)

           

Lampiran 31. Hasil Regresi Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan Dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Dependent Variable: EG Method: Least Squares Date: 07/20/08 Time: 20:38 Sample: 1 14

Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.338.991 2.723.450 4.916.525 0.0008

TBLia -1.513.011 3.948.740 -3.831.631 0.0040

TFLIA 6.895.203 2.078.554 0.331731 0.7477

TBLIT 1.101.815 1.835.239 0.600366 0.5631

TFLIT 1.979.069 1.068.960 1.851.396 0.0971

R-squared 0.725125 Mean dependent var 1.075.583 Adjusted R-squared 0.602958 S.D. dependent var 3.113.165 S.E. of regression 1.961.644 Akaike info criterion 4.457.896 Sum squared resid 3.463.243 Schwarz criterion 4.686.131 Log likelihood -2.620.527 F-statistic 5.935.537 Durbin-Watson stat 1.504.060 Prob(F-statistic) 0.012759

Lampiran 32. Hasil Uji Serial Correlation Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan Dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test

F-statistic 0.629903 Probability 0.560336


(6)

Lampiran 33. Hasil Uji Heteroskedastisitas Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan Dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

White Heteroskedasticity Test

F-statistic 0.448918 Probability 0.849809

Obs*R-squared 5.852.266 Probability 0.663776

Lampiran 34. Koefisien Kolinearitas (Correlation Matrix) Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan Dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

TBLia TFLia TBLit TFLit

TBLia 1.000.000 0.548170 0.049414 0.058012 TFLia 0.548170 1.000.000 -0.366530 0.121363 TBLit 0.049414 -0.366530 1.000.000 -0.457872 TFLit 0.058012 0.121363 -0.457872 1.000.000

Lampiran 35. Hasil Uji Normalitas Error Term Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan Dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

0 1 2 3 4 5 6

-3 -2 -1 0 1 2 3

Series: Residuals Sample 1 14 Observations 14

Mean 1.13E-15

Median -0.053222

Maximum 2.820791

Minimum -2.928070 Std. Dev. 1.632187

Skewness 0.206217

Kurtosis 2.359165

Jarque-Bera 0.338783 Probability 0.844178