Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran dan Pengaruh Dmur Bunga terhadap Pembentukan Buah pada Hylocereus spp.

INDUKSI PEMBUNGAAN DENGAN PENAMBAHAN PENYINARAN
DAN PENGARUH UMUR BUNGA TERHADAP PEMBENTUKAN
BUAH PADA Hylocereus spp.

SITI FARIDA
A24090178

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pembungaan
dengan Penambahan Penyinaran dan Pengaruh Umur Bunga terhadap
Pembentukan Buah pada Hylocereus spp. adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Siti Farida
NIM A24090178

ABSTRAK
SITI FARIDA. Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran dan
Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah pada Hylocereus spp.
Dibimbing oleh: ENDAH RETNO PALUPI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan
penyinaran terhadap pembungaan di luar musim dan menentukan umur bunga
setelah antesis yang masih dapat menghasilkan pembentukan buah pada
Hylocereus spp. Penelitian terdiri atas dua percobaan yang menggunakan RKLT
satu faktor. Daya lampu (45 watt, 55 watt dan tanpa penambahan penyinaran)
merupakan faktor pada percobaan pertama, setiap perlakuan diulang 3 kali.
Percobaan kedua menggunakan umur bunga setelah antesis sebagai perlakuan.
Penyerbukan dilakukan pada saat bunga antesis (0 jam setelah antesis/JSA, 6, 12
dan 18 JSA) dan masing-masing perlakuan diaplikasikan pada 7 bunga. Hasil

percobaan pertama menunjukkan bahwa penambahan penyinaran dengan
menggunakan lampu 45 dan 55 watt selama 11 jam/hari mampu menginduksi
pembungaan diluar musim pada buah naga setelah 54 hari. Lama perkembangan
bunga hasil induksi sama dengan bunga alami (19-21 hari), namun pembentukan
buah pada hasil induksi hanya 39.5% (45 watt) dan 66.6% (55 watt). Dari
percobaan kedua diketahui bahwa penyerbukan yang dilakukan dari 0 JSA (saat
antesis) hingga 12 JSA berhasil membentuk buah dengan persentase mencapai
100% dengan ukuran yang memenuhi kriteria pasar. Penyerbukan pada 18 JSA
juga menghasilkan buah yang memenuhi kriteria pasar, namun pembentukan buah
hanya mencapai 14.3%.
Kata kunci: buah naga, lampu, panjang hari, penyerbukan silang
ABSTRACT
SITI FARIDA. Illumination to Induce Flowering and Effect of Flower Age on
Fruit set of Hylocereus spp. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI.
The aim of this research was to study the effect of extended light on
flowering off season and to investigate if over anthesis flowers were potential for
fruit production of Hylocereus spp. The study consisted of two experiments both
were arranged in randomized complete block design (RCBD) with one factor.
Lamp power (45 watts, 55 watts and without extended light) was the factor for the
first experiment with 3 replications. In the second experiment flowers age was

used as treatment, i.e. pollination at anthesis (0 hours after anthesis /HAA), 6, 12
and 18 HAA, and each was applied on 7 flowers. The results from the first
experiment showed that extended light with 45 and 55 watts for 11 hours/day
induced off season flowering in dragon fruit after 54 days. The development of
induced flowers was similar to those on season flowers (19-21 days), yet fruit set
of the off season flowers were only 39.5% (45 watts) and 66.6% (55 watts). From
the second experiment it was found that pollination was successfully carried out at
anthesis until 12 HAA with 100% fruit set and marketable fruit size. Pollination at
18 HAA though produced marketable fruit size; however the fruit set was only
14.3%.
Keyword: cross pollination, day length, dragon fruit, lamp

INDUKSI PEMBUNGAAN DENGAN PENAMBAHAN PENYINARAN
DAN PENGARUH UMUR BUNGA TERHADAP PEMBENTUKAN
BUAH PADA Hylocereus spp.

SITI FARIDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran dan
Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah pada
Hylocereus spp.
Nama
: Siti Farida
NIM
: A24090178

Disetujui oleh


Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran dan
Pengaruh Dmur Bunga terhadap Pembentukan Buah pada
Hylocereus spp.
: Siti Farida
Nama
: A24090178
NlM

Disetujui oleh


ndah Retno Palu
Pembimbing

.. ..1'....

Tanggal Lulus:

MSc

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan semesta alam yang
dengan rahmat-Nya skripsi dengan Judul “Induksi Pembungaan dengan
Penambahan Penyinaran dan Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah
pada Hylocereus spp.” dapat terlaksana. Melalui penelitian ini diharapkan
memberikan informasi bagi pelaku budidaya buah naga di Indonesia sehingga
produktivitas buah naga dapat meningkat.
Penulis menyadari bahwa kelancaran selama penyusunan karya ini tidak
lepas dari kontribusi beberapa pihak. Terima kasih kepada Dr Ir Endah Retno
Palupi, M Sc atas bimbingan dan masukan sehingga karya ini dapat dirumuskan.
Terima kasih kepada kedua orang tua, kakak-kakak, adik atas doa terbaik, cinta

dan kasih sayang yang telah diberi. Penulis sampaikan terima kasih kepada Dr Ir
Ahmad Junaedi, M Si sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan
perhatiannya. Terima kasih kepada Dr Sintho Wahyuning Ardhie SP, M Si dan Dr
Ir Yudiwanti Wahyu E.K, MS sebagai dosen penguji ujian akhir. Terima kasih
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana
penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P).
Kepada keluarga besar kebun buah naga Sabila Farm, Ir. Gun Soetopo, Ir. Elly
Mulyati, Sabila Ayu Bestari, Pak Mulyono, Bu Mar, Mb Asiah Wardatul Ummah,
Choirul Umam, kak Khotibul Umam, mas Yanto, mas Sofyan, mas Agus, mas
Yono, dan Unyil penulis sampaikan terima kasih atas kemudahan, ilmu,
bimbingan dan kehangatan selama penelitian berlangsung. Keluarga laboratorium
Bioteknologi Tanaman Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
(Pak Rizal, Bu Tuti, Bu Ida, Bu Endah) serta keluarga laboratorium Mikrobiologi
Farmasi Universitas Islam Indonesia (Bu Vitarani, Pak Hadi Anshori, Bu Giwang,
Bu Nur Aisyah Jamil) terima kasih atas kemudahan dalam perizinan penggunaan
laboratorium. Last but not least, penulis sampaikan terima kasih kepada Dea
Dhohikah (Nadila) dan Resminarti sebagai sahabat perjuangan selama penelitian
di Sabila Farm. Terima kasih untuk doa, kasih sayang, semangat dan ukhuwah
yang indah.
Karya ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Namun semoga dengan

karya ini mampu memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2014
Siti Farida

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
Penyerbukan ......................................................................................................... 3
Induksi Pembungaan dengan Penyinaran ............................................................ 4
Umur Bunga dan Pembentukan Buah .................................................................. 4
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 5
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 5
Bahan dan Alat ..................................................................................................... 5

Prosedur Penelitian .............................................................................................. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran ....................................... 7
Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah Hylocereus spp. ............. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 14
Kesimpulan ........................................................................................................ 14
Saran .................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17

DAFTAR TABEL
1 Saat muncul kuncup dan saat mekar bunga Hylocereus undatus
8
2 Pengaruh penambahan penyinaran terhadap jumlah bunga Hylocereus
undatus
9
3 Jumlah kuncup bunga dan buah H. undatus selama perkembangannya 10
4 Pengaruh umur bunga setelah antesis terhadap pembentukan
buah pada Hylocereus costaricensis
13


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8

Letak lampu diantara tanaman H. undatus
6
Tahapan penyerbukan: (A) kastrasi dan penyungkupan, (B) pengusapan
polen H. undatus ke stigma
7
Perkembangan bunga H. undatus: (A) kuncup, (B) mekar
8
Perkembangan kuncup hingga mekar bunga Hylocereus undatus hasil

induksi penyinaran…………………………………….…
9
Kerontokan bunga H. undatus: kuncup kecil (kanan) dan
sedang (kiri)……………………………………………………… … 10
Perkembangan bunga H. costaricensis: (A) bunga membuka, (B) mem
11
buka penuh, (C) layu, D) menutup. ………………
Permukaan stigma H. costaricensis: (A) antesis, (A+6) 6 jam setelah
Antesis, (A+12) 12 jam setelah antesis, dan (A+18) 18 jam setelah
antesis
12
Pembentukan buah H. costaricensis: (A) bunga yang berhasil
membentuk buah dan, (B) bunga yang gagal membentuk buah……
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis sidik ragam jumlah bunga H. undatus yang muncul ………… . 17
2 Bobot buah Hylocereus costaricensis
17
3 Analisis sidik ragam pengaruh umur bunga terhadap
bobot buah H. costaricensis
17
4 Analisis sidik ragam pengaruh umur bunga terhadap
diameter buah H. costaricensis
17
5 Data curah hujan wilayah Pakem tahun 2007-2011 dan
tahun 2013
17

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hylocereus spp. yang mempunyai nama umum buah naga termasuk famili
Cactaceae yang memiliki habitat asli daerah tropis (Drew dan Azimi 2002). Fase
pembungaan buah naga di Indonesia khususnya daerah Yogyakarta terjadi pada
bulan Oktober-April. Fase panen buah pada bulan November-Mei (Soetopo G 2
Maret 2013, komunikasi pribadi). Pengaturan waktu pembungaan Hylocereus spp.
perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan buah sehingga harga di pasar tidak
fluktuatif.
Secara komersial penambahan penyinaran dilakukan untuk mengatur
waktu pembungaan sehingga produksi buah dapat dilakukan di luar musim
(Chang 1968). Luders dan McMahon (2006) menduga Hylocereus spp.
merupakan tanaman hari panjang karena sensitivitasnya terhadap cahaya.
Penambahan penyinaran menimbulkan pengaruh yang berbeda pada tanaman.
Pada Rhipsalidopsis gaertneri atau kaktus natal yang termasuk dalam famili
Cactaceae Boyle (1991) menyatakan bahwa suhu dan penyinaran sangat penting
untuk mengontrol pembungaan. Jumlah kuncup bunga tertinggi diperoleh ketika
tanaman mendapat perlakuan 5 minggu hari panjang.
Kendala lain dalam produksi buah pada Hylocereus spp. adalah
inkompatibilitas selama proses penyerbukan dan pembuahan. Hylocereus
polyrhizus atau buah naga berdaging merah dan Hylocereus costaricensis atau
buah naga berdaging sangat merah bersifat self-incompatible. Penyerbukan sendiri
sama sekali tidak menghasilkan buah yang bertahan sampai masak. Hylocereus
undatus atau buah naga berdaging putih bersifat self-compatible parsial sehingga
penyerbukan silang buatan menghasilkan persentase pembentukan buah yang
lebih tinggi dibandingkan penyerbukan sendiri buatan (Weiss et al. 1994; Nerd et
al. 1997). Oleh karena itu disimpulkan penyerbukan silang buatan diperlukan
untuk meningkatkan persentase pembentukan buah Hylocereus spp. (Weiss et al.
1994; Merten 2003).
Persilangan buatan ditengarai dapat meningkatkan produksi dan ukuran
buah. Namun terdapat kendala pada persilangan buatan pada Hylocereus spp.
yaitu waktu mekar bunga yang singkat dan terjadi pada malam hari, keterbatasan
tenaga penyerbuk dan ketersediaan polen. Menurut Weiss et al. (1994) di Israel
bunga mulai membuka 1-1.5 jam sebelum matahari terbenam dan benar-benar
membuka ketika matahari terbenam. Bunga mulai menutup sekitar 1.5 jam setelah
matahari terbit dan benar-benar menutup pada tengah hari keesokan harinya.
Schlumbergera truncata (Cactaceae) yang diserbuk pada umur bunga 0-3
hari setelah antesis menghasilkan pembentukan buah dan biji yang tinggi. Namun
jika diserbuk pada umur bunga 4-5 hari setelah antesis tidak ada buah yang
terbentuk karena bunga telah senesens (Boyle 2005). Hal ini menunjukkan bahwa
masa reseptif bunga perlu ditentukan untuk merencanakan penyerbukan dalam
produksi buah. Potensi penggunaan bunga yang telah lewat masa antesis pada
buah naga perlu diteliti untuk mempelajari kemungkinan penyerbukan silang
buatan dilakukan pada bunga yang telah lewat antesis.

2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan penyinaran
terhadap kemunculan kuncup bunga di luar musim dan menentukan umur bunga
setelah antesis yang masih dapat digunakan untuk produksi buah Hylocereus spp.

TINJAUAN PUSTAKA
H. undatus dan H. costaricensis berbunga dari bulan November hingga
April di belahan bumi Selatan. Periode pembungaan terjadi pada bulan Mei
hingga Oktober pada belahan bumi Utara (Le Bellec et al. 2006). Pembungaan
biasanya terjadi dari bulan April hingga November, kadang-kadang lebih panjang
hingga Desember di Sri Lanka (Pushpakumara et al. 2005). Periode pembungaan
H. polyrhizus di Israel terjadi pada bulan Mei hingga Oktober, sementara H.
undatus terjadi pada bulan Mei-September, dan H. costaricencis terjadi pada
bulan Juni-Oktober (Weiss et al. 1994).
Suhu dan intensitas cahaya mempengaruhi saat mekar bunga. Bunga mulai
mekar pada pukul 16.00 pada musim panas di Sri Lanka. Jika bunga tidak
diserbuki dalam semalam maka bunga akan tetap mekar hingga pagi berikutnya
(Pushpakumara et al. 2005). Menurut Weiss et al. (1994) di Israel bunga mulai
mekar 1-1.5 jam sebelum matahari terbenam (pukul 18.00) dan benar-benar mekar
sempurna ketika matahari terbenam (pukul 20.00). Bunga mulai menutup sekitar
1.5 jam setelah matahari terbit (pukul 08.00) dan benar-benar menutup pada
tengah hari (pukul 12.00). Menurut Valiente-Banuet et al. (2007) di Meksiko
bunga H. undatus mulai mekar pada pukul 19.00 dan menutup pada pukul 11.00
hari berikutnya, sehingga antesis berlangsung selama 17 jam.
Hylocereus spp. mempunyai bunga hermaprodit (Weiss et al. 1994;
Valiente-Banuet et al. 2007), nokturnal, berbentuk seperti lonceng, sangat rentan,
dan berbau menyengat (Briton dan Rose 1963; Gunasena et al. 2006). Bunga
berdiameter hingga 30 cm dengan tabung bunga menjangkau korola, berbentuk
seperti corong (Briton dan Rose 1963). Menurut Weiss et al. (1994) posisi antera
H. undatus dan H. polyrhizus sekitar 2 cm dibawah stigma.
Perkembangan bunga dari kuncup hingga mekar memerlukan waktu
selama 19-21 hari di daerah Yogyakarta. Periode dari bunga mekar hingga siap
panen memerlukan waktu hingga 35 hari (Nadila 2014). Perkembangan bunga
dari kuncup hingga mekar memerlukan waktu selama 15-20 hari di Meksiko,
sedangkan periode antara bunga antesis hingga buah siap panen memerlukan
waktu sekitar 30 hari (Le Bellec et al. 2006). Perkembangan dari kuncup sampai
bunga mekar sempurna memerlukan waktu 25-35 hari di Sri Lanka. Periode
antara bunga antesis hingga buah siap panen memerlukan waktu antara 30-50 hari
(Pushpakumara et al. 2005), lebih lama daripada di Indonesia dan Meksiko.

3
Penyerbukan
Penyerbukan merupakan hal yang penting dalam pembentukan buah pada
Hylocereus spp. Bunga yang mekar pada malam hari memungkinkan tanaman
diserbuk kelelawar dan atau ngengat (Spingidae) sebagai penyerbuk alami.
Keterbatasan penyerbuk alami menyebabkan terbatasnya penyerbukan pada
beberapa daerah penanaman baru. Oleh karena itu penyerbukan buatan disarankan
untuk meningkatkan pembentukan buah. Apis cerana, Apis florae, dan Apis
dorsata menjadi penyerbuk alami yang efektif pada pagi hari di Sri Lanka
(Pushpakumara et al. 2005), yang menunjukkan bahwa penyerbukan lewat antesis
dapat menghasilkan buah.
Penyerbuk
nokturnal seperti L. curasoae Martı´nez & Villa,
Choeronycteris mexicana Tschudi dan penyerbuk diurnal seperti Apis mellifera,
Apis florae, Apis dorsata merupakan penyerbuk yang efektif meningkatkan
pembentukan buah di Meksiko, yang merupakan daerah asal spesies ini
(Valiente-Banuet et al. 2007). Hal ini memberi indikasi bahwa penyerbukan yang
terjadi sejak antesis sampai lewat antesis berhasil membentuk buah. Apis mellifera
diketahui mengunjungi bunga Hylocereus spp., namun bukan merupakan
penyerbuk yang efektif karena rendahnya buah yang terbentuk dari bantuan
serangga ini. Penyerbukan terbuka pada Hylocereus undatus dan H. polyrhizus
menghasilkan pembentukan buah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
penyerbukan silang buatan atau penyerbukan sendiri buatan (Weiss et al. 1994),
yang memberikan inidikasi bahwa penyerbukan merupakan salah satu faktor
pembatas dalam produksi buah naga.
Berdasarkan penelitian sistem perkawinan di Israel diketahui bahwa H.
polyrhizus dan H. costaricensis bersifat self-incompatible. Persilangan buatan
dengan spesies lain diperlukan untuk meningkatkan persentase pembentukan buah.
H. undatus bersifat self-compatible, sehingga dapat membentuk buah dengan
penyerbukan sendiri. Namun secara parsial bersifat self-incompatible karena
persentase pembentukan buah jika diserbuk silang dengan spesies lain lebih tinggi
(Weiss et al. 1994). Penyerbukan sendiri pada H. polyrhizus menunjukkan adanya
hambatan pertumbuhan tabung polen untuk mencapai ovari dan menurunnya
persentase pembentukan buah serta berat buah (Lichtenzveig et al. 2000).
Sumber polen berpengaruh terhadap berat buah. Pada H. polyrhizus bobot
buah terberat diperoleh dari persilangan dengan H. undatus. Pada H. undatus
bobot buah terberat diperoleh dari persilangan dengan H. polyrhizus. Pada H.
costaricensis bobot buah terberat diperoleh dari persilangan dengan H. undatus
(Weiss et al. 1994). Dengan demikian H. undatus, H. polyrhizus, dan H.
costaricensis kompatibel satu sama lain. Selain untuk produksi buah H. undatus
potensial digunakan sebagai sumber serbuk sari (pollinizer) untuk spesies lain.
Self-incompatibility terjadi pada H. polyrhizus. Berdasarkan perilaku
perkembangan tabung polen, diketahui bahwa H. polyrhizus memiliki tipe
inkompatibilitas gametofitik, sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan tabung
polen menembus permukaan stigma. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mempelajari lokasi reaksi inkompatibilitas pada pistil H. polyrhizus (Lichtenzveig
et al. 2000).

4
Induksi Pembungaan dengan Penyinaran
Hylocereus spp. diduga merupakan tanaman hari panjang (Luder dan
McMahon 2006). Tanaman ini berbunga dalam waktu tertentu dalam satu tahun.
Untuk menginduksi pembungaan dapat diupayakan dengan memanipulasi
fotoperiodisme. Penambahan penyinaran pada tanaman seringkali dilakukan untuk
memanipulasi fotoperiodisme. Iannucci (2008) menyebutkan fotoperiodisme
adalah suatu mekanisme merespon lama, kualitas dan energi radiasi cahaya.
Fotoperiodisme membuat tanaman dapat merespon perubahan panjang hari dan
berbunga di waktu tertentu dalam setahun. Fotoperiodisme memungkinkan
terjadinya induksi pembungaan karena adanya sinyal perbedaan panjang hari yang
diterima tanaman. Menurut Vince-Prue (2002) respon tanaman terhadap panjang
hari adalah adanya sinyal pembungaan oleh stimulus pembungaan yang
ditranslokasi dari daun ke meristem apikal. Stimulus ini menginduksi
pembungaan dan mengubah meristem apikal yang vegetatif menjadi generatif
sehingga akan membentuk primordia bunga.
Suhu dan hari panjang sangat penting untuk mengontrol pembungaan pada
Rhipsalidopsis gaertneri (kaktus natal). Tanaman dengan perlakuan suhu malam
18 oC berbunga lebih awal dan jumlah kuncup bunga lebih banyak bila terkena
cahaya 14 jam (hari panjang) dibandingkan dengan 8 jam (hari pendek). Jumlah
kuncup bunga tertinggi diperoleh ketika tanaman mendapat perlakuan 5 minggu
hari panjang (Boyle 1991).
Islam et al. (2005) menyatakan tanaman Lisianthus (Eustoma
grandiflorum) akan lebih cepat berbunga dengan perlakuan hari panjang. Halevy
(2001) menyatakan pembungaan tanaman Rice flower (Ozothamnus diosmofolius)
dapat diinduksi dan diinisiasi oleh perlakuan hari panjang. Menurut Sanjaya et al.
(1994) tanaman krisan yang mendapat penyinaran dengan lampu TL
menghasilkan jumlah tunas dan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih cepat
dibandingkan dengan lampu pijar. Waktu penambahan penyinaran 22.30-01.00
merupakan waktu terbaik dibandingkan 18.00-20.30 atau 03.30-06.00 WIB.
Tanaman yang tidak mendapatkan penambahan penyinaran tidak serempak
pembungaanya. Bunga yang dihasilkan berukuran kecil dan memiliki warna yang
lebih pudar.
Panjang hari 11 jam dan 16 jam serta suhu 35/20 °C dan 25/10 °C tidak
mempercepat inisiasi kuncup bunga dan perkembangan bunga G. leontopiodes
sampai bunga mekar. Panjang hari 11 jam dan 16 jam serta suhu 35/20 °C dan
25/10 °C juga tidak mempengaruhi secara nyata persentase jumlah tanaman G.
leontopiodes yang memiliki bunga mekar pada tiap perlakuan, namun
meningkatkan jumlah bunga yang dihasilkan sebagaimana ditunjukkan oleh
jumlah total bunga per tanaman (Graciosa 2009).

Umur Bunga dan Pembentukan Buah
Umur bunga merupakan panjang waktu sebuah bunga mulai mekar sampai
mekar penuh dan mempertahankan stigma dan stamen tetap segar (Primack 1985).
Umur bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan buah

5
dalam penyerbukan silang buatan. Produksi biji berkorelasi secara kuadratik
dengan umur bunga saat penyerbukan pada Schlumbergera truncata dan Hatiora
gaertneri (Cacteceae), yang ditunjukkan oleh hasil benih viabel yang terbentuk
pada dua spesies ini tergantung pada waktu penempelan polen pada stigma.
Walaupun stigma dari S. truncata dan H. gaertneri mulai reseptif untuk diserbuki
pada saat antesis (hari ke 0) namun produksi biji terbanyak justru diperoleh jika
penyerbukan terjadi hari kedua untuk S. truncata dan hari keempat untuk H.
gaertneri (Boyle 2005). Malus sylvestris menunjukkan kecenderungan yang sama
yaitu persentase pembentukan buah lebih tinggi bila bunga diserbuki beberapa
hari setelah antesis (Williams et al. 1984).
Pembentukan buah S. truncata yang diserbuk pada hari ketiga dan
keempat setelah antesis menurun menjadi 61 % sementara jumlah benih viabel
hanya turun 12 %. Pembentukan buah pada H. gaertneri turun 4 % jika
penyerbukan terjadi pada hari ke-9 dan ke-11 setelah antesis, sementara jumlah
benih viabel turun 69 % (Boyle 2005). Bunga H. polyrhizus dan H. costaricensis
yang diserbuki 12 atau 24 jam setelah antesis menghasilkan persentase
pembentukan buah mencapai 100 %. Jika penyerbukan ditunda hingga 12 jam
kemudian maka berat buah akan turun secara signifikan berturut-turut menjadi
38 % dan 20 %. Pembentukan buah sama sekali tidak dapat terjadi pada 48 jam
setelah antesis. Selain itu berat buah berkorelasi positif (r2=0.75-0.81) dengan
jumlah biji (Weiss et al. 1994).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Februari-Juli 2013. Penelitian dilakukan di
kebun buah naga Sabila Farm yang terletak di Pakem, Sleman Yogyakarta.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah buah naga spesies Hylocereus
undatus dan Hylocereus costaricensis yang terdapat di kebun buah naga Sabila
Farm. Alat yang digunakan adalah sungkup, kuas, tabung eppendorf, timbangan
digital, jangka sorong, headlamp, senter, lampu 45 dan 55 watt.

Prosedur Penelitian
Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran
Tanaman buah naga yang digunakan dalam percobaan adalah tanaman
yang telah berumur 7 tahun. Tanaman diusahakan seragam dan tidak terserang

6
penyakit. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
satu faktor yaitu daya lampu dengan tiga taraf perlakuan yaitu tanaman yang tidak
disinari (kontrol), 45 dan 55 watt. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan
dihentikan pada saat kuncup bunga mulai muncul. Penambahan penyinaran
dilakukan pada bulan Mei-Juli, setelah tanaman selesai berbuah pada pukul 17.0004.00 (11 jam). Lampu diletakkan di tengah 4 tanaman buah naga dengan
ketinggian 1.5 m dari permukaan tanah (Gambar 1). Tanaman buah naga
menggunakan jarak tanam 2x2 m. Antar perlakuan diberi jarak satu tanaman buah
naga sehingga jarak antar perlakuan sekitar 5 m.

Gambar 1. Letak lampu diantara tanaman H. undatus
Peubah yang diamati adalah saat muncul kuncup, total kuncup bunga yang
muncul dan saat mekar bunga serta jumlah buah yang terbentuk. Pengolahan data
menggunakan uji F dengan aplikasi SAS. DMRT (Duncan multiple range test)
digunakan untuk menguji beda nyata perlakuan pada α=0.05.
Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah Hylocereus spp.
H. costaricensis akan diserbuki dengan polen segar yang berasal dari H.
undatus. Rancangan yang digunakan adalah RKLT satu faktor yaitu umur bunga,
yang terdiri dari 4 taraf, yaitu saat bunga antesis (0 jam setelah antesis/JSA), 6
JSA, 12 JSA, 18 JSA.
Penyerbukan dilakukan sesuai perlakuan. Bunga H. costaricensis sebagai
sumber gamet betina dikastrasi dengan membuang mahkota dan antera pada sore
hari (Gambar 2 A). Kastrasi dilakukan pada sore hari karena antera telah pecah
ketika bunga masih menutup pada sore hari. Bunga yang telah dikastrasi
disungkup dengan plastik. Setelah itu bunga diserbuk dengan polen H. undatus
sesuai perlakuan (Gambar 2 B.)

7

A

B

Gambar 2 Tahapan penyerbukan: (A) kastrasi dan penyungkupan, (B) pengusapan
polen H. undatus ke stigma
Penyerbukan dikategorikan berhasil jika ovarium membesar dan terlihat
segar. Buah dipanen saat sudah masak, yaitu pada 33 hari setelah penyerbukan.
Peubah yang diamati adalah persentase pembentukan buah, bobot dan diameter
buah. Analisis data menggunakan aplikasi SAS dengan uji DMRT pada α=0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Induksi Pembungaan dengan Penambahan Penyinaran
Saat Muncul Kuncup dan Saat Mekar Bunga
Saat muncul kuncup menunjukkan jumlah hari yang dibutuhkan untuk
menginduksi bunga H. undatus (Gambar 3 A). Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa penambahan penyinaran 45 watt dan 55 watt tidak memberi pengaruh yang
berbeda nyata terhadap saat muncul kuncup bunga (Tabel 1). Kuncup pertama kali
terlihat pada 54 hari setelah penyinaran baik pada perlakuan 55 watt maupun 45
watt.
Penambahan penyinaran terhadap sulur buah naga dihentikan pada hari ke
54. Walaupun penyinaran telah dihentikan, kuncup bunga kembali muncul. Hal ini
terjadi terhadap kedua perlakuan. Tanaman yang disinari dengan lampu 45 watt
dan 55 watt mengalami 3 kali kemunculan kuncup bunga yaitu pada 54 hari
setelah penyinaran (kemunculan pertama), 15 hari setelah penyinaran dihentikan
(kemunculan kedua) dan 23 hari setelah penyinaran dihentikan (kemunculan
ketiga). Pada perlakuan 55 watt terdapat 1 pohon dalam 1 ulangan yang sudah
muncul kuncup pada 39 hari setelah penyinaran. Namun pada ulangan lain dan
perlakuan yang lain kuncup belum terinduksi. Kuncup sama sekali tidak terlihat
pada perlakuan kontrol (tanaman tidak disinari) hingga akhir pengamatan yaitu 21
hari setelah perlakuan penambahan penyinaran dihentikan.

8

A

B

Gambar 3 Perkembangan bunga H. undatus: (A) kuncup, (B) mekar
Tabel 1 Saat muncul kuncup dan saat mekar bunga Hylocereus undatus
Perlakuan
Kontrol
45 watt
55 watt
Pengaruh

Saat muncul kuncup
(hari setelah penyinaran)
-*
54
54
tn

Saat mekar bunga
(hari setelah penyinaran dihentikan)
-*
19
19
tn

* Tidak muncul kuncup hingga akhir pengamatan

Saat mekar bunga menunjukkan jumlah hari yang dibutuhkan tanaman
untuk menghasilkan bunga mekar pertama (Gambar 3 B). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa penambahan penyinaran 45 watt dan 55 watt tidak memberi
pengaruh yang berbeda nyata terhadap saat bunga mekar (Tabel 1). Bunga mekar
terjadi pada 19 hari setelah penyinaran dihentikan.
Pengamatan yang dilakukan pada beberapa sampel bunga H. undatus
menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan dari kuncup hingga bunga mekar
adalah 19-21 hari (Gambar 4). Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa kuncup
hasil induksi dengan penambahan penyinaran memerlukan waktu 19-21 hari untuk
mekar. Menurut Nadila (2014) di Indonesia perkembangan kuncup hingga mekar
pada pembungaan alami membutuhkan waktu 19-21 hari. Menurut Le Bellec et al.
(2006) di Meksiko perkembangan bunga dari kuncup hingga mekar memerlukan
waktu selama 15-20 hari. Hal ini menunjukkan bahwa lama perkembangan
kuncup hingga mekar pada pembungaan yang diinduksi dengan penambahan
penyinaran tidak berbeda dengan pembungaan alami di Indonesia.
Menurut Nadila (2014) bunga mempunyai diameter 4.5 cm dan panjang
31.83 cm saat mekar. Hasil ini diperoleh dari pengamatan pembungaan alami
yang dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Bunga mempunyai diameter 6.86
cm dan panjang 35 cm saat mekar pada pembungaan yang di induksi dengan
penambahan penyinaran. Hal ini menunjukkan bahwa pembungaan hasil induksi
mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan pada pembungaan alami.

Ukuran (cm)

9
Mekar

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

4

6

8

10 12 15 16 18 20 21

Hari pengamatan
Gambar 4 Perkembangan kuncup hingga mekar bunga Hylocereus undatus hasil
induksi penyinaran. Panjang ( ), diameter ( )

Jumlah Bunga Terinduksi
Musim berbunga di Indonesia khususnya di Yogyakarta terjadi pada bulan
Oktober-April (Gun Soetopo 2 Maret 2013, komunikasi pribadi). Penelitian ini
dilakukan pada bulan Mei-Juli sesaat setelah musim berbunga selesai. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa penambahan penyinaran memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap jumlah bunga berdasarkan uji Duncan (Lampiran 1). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa penambahan penyinaran dengan lampu 45 watt
dan 55 watt selama 11 jam/hari mampu menginduksi masing-masing 28 dan 31
kuncup bunga (Tabel 2). Pada perlakuan tanpa penambahan penyinaran (kontrol),
kuncup bunga sama sekali tidak terinduksi. Hal ini memberikan indikasi bahwa
Hylocereus undatus merupakan tanaman hari panjang. Hal ini sejalan dengan
pendapat Luder dan McMahon (2006). Mereka menduga bahwa Hylocereus spp.
merupakan tanaman hari panjang yang sensitif terhadap penambahan cahaya,
walaupun pada saat itu belum ada penelitian yang menegaskan tentang hal
tersebut. Hasil penelitian di beberapa tempat mendukung dugaan ini sebagaimana
dilaporkan bahwa periode pembungaan di beberapa tempat di belahan bumi utara
seperti Israel dan Jepang (Weiss et al. 1994; Nomura et al. 2005) terjadi pada
musim panas dan musim gugur. Di New South Wales, Australia (29 LS) musim
pembungaan Hylocereus spp. terjadi pada Februari-April (Hart 2005).
Tabel 2 Pengaruh penambahan penyinaran terhadap jumlah kuncup bunga
Hylocereus undatus
Perlakuan
Kontrol
45 watt
55 watt

Jumlah kuncup bunga yang munculx,t
0b
28.33a
31a

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). tdata yang dianalisis adalah data yang
)
ditransformasi

Penambahan penyinaran mampu menginduksi pembungaan, namun bunga
yang terinduksi banyak mengalami kerontokan. Kerontokan dapat terjadi pada

10
beberapa fase perkembangan bunga. Yaitu pada saat kuncup berukuran sangat
kecil, maupun sedang (Gambar 5).

Gambar 5 Kerontokan bunga H. undatus: kuncup kecil (kanan) dan sedang (kiri)
Kerontokan pada fase kuncup jauh lebih tinggi dari pada fase mekar bunga.
Kuncup bunga yang muncul pertama (pada 54 hari setelah penyinaran) hanya
sekitar 39.5% - 71.6% kuncup yang bertahan hingga bunga mekar (Tabel 3). Pada
fase kuncup kerontokan diawali dengan perubahan warna kuncup bunga menjadi
kekuningan dan kuncup tidak berkembang. Kuncup berubah warna menjadi coklat
kehitaman kemudian rontok. Induksi pembungaan diaplikasikan pada bulan Mei
segera setelah musim berbuah selesai. Hal ini diduga menyebabkan keterbatasan
asimilat untuk membentuk bunga sehingga bunga rontok pada fase kuncup.
Sementara secara alami pada bulan Mei-September tanaman mengakumulasikan
asimilat.

Tabel 3 Jumlah kuncup bunga dan buah H. undatus selama perkembangannya
Perlakuan
Kontrol
45 watt
55 watt

∑ Kuncup bunga/4
pohonx, t
0b
4.3a
6a

∑Bunga mekar
(%)x, t
0b
1.7b (39.5)
4.3a (71.6)

∑ Buah muda
(%)x, t
0b
1.7b (39.5)
4.0a (66.6)

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan). tdata yang dianalisis adalah data yang
)
ditransformasi

Perbedaan daya lampu (45 dan 55 watt) memberi pengaruh yang berbeda
terhadap kerontokkan bunga. Pada perlakuan 45 watt hanya 39.5% bunga yang
mampu bertahan hingga mekar dan terbentuk buah. Sedangkan pada 55 watt
71.6% bunga mampu bertahan hingga mekar dan 66.6% terbentuk buah muda.
Sebagian besar bunga mekar mampu bertahan hingga terbentuk buah muda.
Bunga yang mekar tidak diberi perlakuan penyerbukan buatan, bunga dibiarkan
menyerbuk secara alami/penyerbukan terbuka. Kegagalan pembentukan buah
muda 5% dari bunga mekar yang ada. Menurut Nadila (2014) penyerbukan
terbuka H. undatus pada musim pembungaan alami di Indonesia menghasilkan

11
100% pembentukan buah. Menurut Weiss et al. (1994) penyerbukan terbuka H.
undatus di Israel menghasilkan 43.2% pembentukan buah.

Pengaruh Umur Bunga terhadap Pembentukan Buah Hylocereus spp.
Bunga mulai membuka dengan diameter 15 cm kira-kira pukul 20.00
(Gambar 6 A), pada saat itu antera sudah mulai pecah. Bunga dikategorikan
antesis apabila bunga telah membuka penuh yang terjadi pada pukul 02.00
(Gambar 6 B). Pada pukul 08.00 keesokan harinya mahkota mulai layu (Gambar 6
C) dan pada pukul 14.00 bunga menutup sempurna (Gambar 6 D).

Gambar 6 Perkembangan bunga H. costaricensis: (A) bunga membuka,
(B) membuka penuh, (C) layu, D) menutup
Permukaan stigma bunga naga pada saat antesis (0 JSA) sedikit rata dan
mulai muncul tonjolan-tonjolan (papila) (Gambar 7 ). Eksudat mulai terlihat. Pada
6 JSA tonjolan-tonjolan (papila) lebih banyak dan semakin jelas (Gambar 7), pada
permukaan stigma terdapat eksudat yang lebih banyak dibandingkan pada 0 JSA.
Hal ini memberikan indikasi bahwa pada rentang waktu tersebut bunga reseptif.
Pada 12 dan 18 JSA permukaan stigma mulai layu, terjadi perubahan warna
menjadi kecoklatan, dan stigma mengering menandakan berkurangnya eksudat.
Hal ini menunjukkan reseptivitas stigma mulai berkurang.
Reseptivitas stigma mempengaruhi jumlah polen yang berkecambah pada
stigma. Semakin lama dari antesis semakin sedikit polen yang dapat berkecambah.
Jumlah polen yang berkecambah menentukan jumlah biji yang terbentuk sehingga
mempengaruhi bobot buah. Menurut Andayani (2007) setiap jenis tanaman
menunjukkan masa reseptif yang berbeda-beda. Masa reseptif biasanya ditandai
dengan bunga yang mekar, aroma yang kuat dan adanya eksudat pada stigma.

12
Dengan adanya eksudat tersebut maka polen yang menempel akan berkecambah
dan membentuk tabung polen yang akan membawa sel sperma ke ovul sehingga
terjadi proses pembuahan.

Gambar 7 Permukaan stigma H. costaricensis: (A) antesis, (A+6) 6 jam setelah
antesis, (A+12) 12 jam setelah antesis, dan (A+18) 18 jam setelah
antesis
Keberhasilan pembentukan buah dapat dilihat pada 5 hari setelah
penyerbukan. Penyerbukan dikategorikan berhasil apabila kelopak layu
menguning tetapi pada bagian pangkal (ovarium) tetap hijau dan menggembung
(Gambar 8 A). Mahkota dan kelopak bunga yang gagal membentuk buah akan
berubah warna menjadi kuning seluruhnya dan akhirnya rontok (Gambar 8 B).

A

B

Gambar 8 Pembentukan buah H. costaricensis: (A) bunga yang berhasil
membentuk buah, dan (B) bunga yang gagal membentuk buah
Pembentukan buah yang dihasilkan pada percobaan ini menunjukkan
pola penurunan seiring dengan umur bunga setelah antesis. Penyerbukan dapat
dilakukan hingga 12 JSA dengan persentase pembentukan buah 100%,
Penyerbukan hingga 18 JSA mampu menghasilkan buah dengan keberhasilan

13
hanya 14.3%. Hal yang sama juga terjadi pada S. truncanta (Cactaceae) yang
dilaporkan oleh Boyle (2005), 100% pembentukan buah terjadi pada 0-2 hari
setelah antesis (HSA). Pembentukan buah kemudian menurun menjadi 30% pada
4 HSA dan 0% pada 5 HSA.
Pada penyerbukan 12 JSA yang walaupun telah menunjukkan tandatanda bunga telah senesens namun keberhasilan pembentukan buah masih 100%.
Boyle (2005) melaporkan bahwa bunga H. gaertneri yang telah senesens mampu
memproduksi benih yang viabel. Fakta ini menunjukkan bahwa pistil mampu
mempertahankan fungsi esesensialnya (reseptivitas stigma dan viabilitas ovul)
setelah bunga senesens.
Bobot buah yang dihasilkan pada perlakuan umur bunga setelah antesis
menunjukkan nilai yang berbeda (Lampiran 2). Hasil sidik ragam menunjukkan
umur bunga setelah antesis berpengaruh sangat nyata terhadap bobot buah dan
diameter buah Hylocereus costaricensis yang terbentuk (Lampiran 3 dan
Lampiran 4). Bobot buah terberat dihasilkan dari penyerbukan pukul 6 JSA yaitu
652.4 g. Namun hasil ini tidak berbeda nyata pada penyerbukan pukul 0 JSA yaitu
sebesar 619.5 g (Tabel 4). Bobot dan diameter buah terbesar dihasilkan pada
waktu penyerbukan 0 JSA dan 6 JSA diduga berkaitan dengan masa reseptif
stigma dan viabilitas polen yang digunakan.

Tabel 4 Pengaruh umur bunga setelah antesis terhadap pembentukan buah pada
Hylocereus costaricensis
Umur bunga
(JSA)
0
6
12
18

Jumlah bunga yang Pembentukan
diserbuk
buah (%)
7
100
7
100
7
100
7
14.3

Bobot buah
(g) a
619.5ab
652.4a
460.1bc
356.3c

Diameter buah
(mm) a
101.4a
100.3ab
91.9bc
84.8c

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan).

Bobot buah Hylocereus spp. berkorelasi positif (r2=0.75-0.81) dengan
jumlah biji (Weiss et al. 1994). Menurunnya bobot buah yang diperoleh dari
penyerbukan pada 18 JSA berkaitan dengan reseptivitas stigma yang sudah
berkurang. Berkurangnya reseptivitas stigma mengakibatkan semakin kecilnya
kemampuan stigma dalam menangkap polen, sehingga semakin kecil pula peluang
terbentuknya tabung polen. Dengan demikian biji yang terbentuk juga semakin
sedikit sehingga buah yang dihasilkan memiliki bobot yang lebih rendah, sebesar
356.3 g. Selain itu diduga rendahnya bobot buah juga dipengaruhi oleh rendahnya
viabilitas polen yang digunakan. Semakin rendah rendah viabilitas polen semakin
rendah pula biji yang terbentuk.
Menurut Renasari (2010) kualitas buah naga merah dikelompokkan menjadi
tiga kelas yaitu, kelas A dengan bobot > 500 g, kelas B dengan bobot 300-500 g,
dan kelas C ≤ 300 g. Kelas B paling disukai pasar karena memiliki ukuran yang
tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa
penyerbukan pada 12 dan 18 JSA menghasilkan buah yang masih memenuhi

14
kriteria pasar di Indonesia untuk kelas B, sementara buah yang dihasilkan dari
penyerbukan pada 0 dan 6 JSA memenuhi kriteria kelas A.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penambahan penyinaran dengan menggunakan lampu 45 dan 55 watt
selama 11 jam/hari dapat menginduksi pembungaan H. undatus di luar musim
setelah 54 hari penyinaran. Jumlah kuncup bunga yang muncul berkisar 28-31.
Kuncup bunga yang berhasil berkembang hingga bunga mekar mencapai 39.5%
dan 71.6% masing-masing dari perlakuan penggunaan lampu 45 watt dan 55 watt.
Sementara pembentukan buah mencapai 39.5% dan 66.6% masing-masing dari
perlakuan penggunaan lampu 45 watt dan 55 watt. Penyerbukan dapat dilakukan
hingga 12 JSA dengan pembentukan buah mencapai 100%, dan bobot buah
berkisar 460-652 g, yang memenuhi kriteria pasar kelas A dan B. Penyerbukan
pada 18 JSA menghasilkan buah dengan bobot sekitar 356 g, yang masih
memenuhi kriteria pasar kelas B, namun pembentukan buah hanya 14.3%.

Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai durasi penyinaran optimum yang
mampu menginduksi pembungaan di luar musim pada H. undatus.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani N. 2007. Pengaruh waktu polinasi terhadap keberhasilan anggrek
Dendrobium. Buletin Ilmiah Instiper. 14(2):14-22.
Boyle TH. 1991. Temperature and photoperiodic regulation of flowering in
‘Crimson Giant’ easter cactus. J Amer Soc Hor Sci. 116(4):618-622.
Boyle TH. 2005. The relationship between flower age and seed production in
Hatiora gaertneri and Schlumbergera truncata (Cactaceae). Hort Sci. 40
(7):1988-1991.
Britton NL, Rose JN. 1963. The Cactaceae. New York (US): Dover Publication.
p 200.
Chang JH.1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey. Chicago (US):
Aldine.
Drew RA, Azimi M. 2002. Micropropagation of red pitaya (Hylocereus undatus).
Amer. J of Bot. 81:1052-1062
Gracioasa CN. 2009. Pengaruh perlakuan panjang hari dan suhu terhadap
pembungaan Gomphrena leontopiodes dan Ptilotus axillaris [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gunasena HPM, Pushpakumara DKNG, Kariyawasam M. 2006. Dragon Fruit Hylocereus undatus (Haw) Briton and Rose: Field Manual for Extention
Workers. Sri Lanka: Sri Lanka Council for Agricultural Policy.
Hart G. 2005. From prickly pears to dragon fruit.The changing face of cactus-fruit
growing.Cactus and Succulent Journal 77: 293-319
Iannucci A, Terribile MR, Martiniello P. 2008. Effects of temperature and
photoperiod on flowering time of forage legumes in a Mediteranian
environment. Field Crops Research. 106: 156-162.
Islam N, Patil GG, Gislerod HR. 2005. Effect of photoperiod and light integral on
flowering and growth of Eustoma grandiflorum (Raf.) Shinn. Scientia
Horticulturae. 103: 441–451.
Le Bellec F, Vaillant F, Imbert E. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp): a new fruit
crop, a market with a future. Fruits. 61: 237-250.
Lichtenzveig J, Abbo S, Nerd A, Tel-zur N, Mizrahi Y. 2000. Cytology and
mating systems in the climbing cacti Hylocereus and Selenicereus. Amer J Bot.
87(7): 1058–1065.
Luders L, McMahon G. 2006. The pitaya or dragon fruit (Hylocereus undatus).
Agnote .No: D42. Northern Territory Government.
Merten S. 2003. A review of Hylocereus production in the United States. J-PACD.
5: 98-105.
Nadila D. 2014. Fenologi pembungaan dan penyerbukan buah naga Hylocereus
spp. dan Selenicereus megalanthus. [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Nerd A, Mizrahi Y, Nobel PS. 1997. Cacti as crops. Hort Rev. 18. 291-320.
Nomura K, Ide M, Yonemoto Y. 2005.Changes in sugars and acids in
pitaya(Hylocereus undatus) fruit during development. Journal of
HorticulturalScience & Biotechnology 80: 711-715
Primack RB. 1985. Longevity of individual flowers. Ann Rev Ecol Syst. 16:15-37.

16
Pushpakumara DKNG, Gunasena HPM, Kariyawasam M. 2005. Flowering and
fruiting phenology, pollination vectors and breeding system of dragon fruit
(Hylocereus spp.). Sri Lankan Journal of Agricultural Science 42: 81-91.
Renasari N. 2010. Budidaya tanaman buah naga super red di Wana Bekti
Handayani [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Negeri Sebelas Maret.
Sanjaya L, Supriyadi A, Badriah DS, Syafni. 1994. Pengaruh penambahan
penyinaran dengan menggunakan lampu TL dan pijar terhadap pertumbuhan
dan pembungaan krisan pot. Prodising Simposium Hortikultura Nasional.
Cianjur (ID).
Valiente-Banuet A, Gally RS, Arizmendi MC, Casas A. 2007. Pollination biology
of hemiepiphytic cactus Hylocereus undatus in the Tehuacan Valley, Mexico.
Jaridnv. 68:1-8.
Vince-Prue D. 2002. Seasons and weather, p. 181-201. Di dalam: Ingram DS,
Vince-Prue D and Gregory PJ, editor. Science and The Garden. UK (GB):
Wiley- Blackwell Publishing. hlm 290.
Weiss J, Neird A, Mizrahi Y. 1994. Flowering behavior and pollination
requirementsin climbing cacti with fruit crop potential. Hort Sci. 29 (12):14871492.
Williams RR, Brain P, Church RM, Flook VA.1984. Flower receptivity, pollen
transfer and fruit set variations during a single flowering period of ‘Cox’s
Oranhe Pippin’ apple. J Hort Sci. 59:337-347.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis sidik ragam jumlah bunga H. undatus yang muncul
SK
DB
JK
KT
F.Hit
Pr>F
Perlakuan
2
35.68494286 17.84247143
39.59**
0.003
Ulangan
2
0.34130510 0.34130510
0.76 tn
0.5262
Galat
4
1.80291582 0.45072896
Total
8
38.17046889
KK= 17.61% transformasi

Umur bunga
0
6
12
18

)

Lampiran 2 Bobot buah Hylocereus costaricensis
Bobot buah
U1
U2
U3
U4
U5
U6
U7
761.4 503.1 459.2 616.9 788.2 562.7
645
729.6 676.9 556.3 595.1 700.9 764.3 543.7
421.3
474 353.1
446 555.7 491.2 479.6
356.3
0
0
0
0
0
0

Rata-rata
619.5
652.4
460.1286
356.3

Lampiran 3 Analisis sidik ragam pengaruh umur bunga terhadap bobot buah
Hylocereus costaricensis
SK
DB
JK
KT
F.Hit
Pr>F
Perlakuan
3
194688.9553 64896.3184
9.88**
0.0015
Ulangan
6
82515.2795 13752.5466
2.09 tn
0.1300
Galat
12
78809.7347
6567.4779
Total
21
356013.9695
KK=14.28%

Lampiran 4 Analisis sidik ragam pengaruh umur bunga terhadap diameter buah
Hylocereus costaricensis
SK
DB
JK
KT
F.Hit
Pr>F
Perlakuan
3
39119.12857 13039.70952
49.01 **

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lama Pencelupan GA3 Terhadap Pembungaan Dan Pembentukan Buah Partenokarphi Pada Tanaman Mentimun ( cucumis sativus 1.)

0 29 77

Potensi penggunaan bunga lewat masa antesis dalam penyerbukan hylocereus spp. Sebagai upaya peningkatan produksi buah dan biji

0 6 14

Korelasi viabilitas polen setelah simpan terhadap persentase pembentukan buah dan biji pada hylocereus spp. (BUAH NAGA)

0 2 17

Fenologi Pembungaan dan Penyerbukan Buah Naga Hylocereus undatus, Hylocereus costaricensis dan Selenicereus megalanthus

1 8 42

Induksi pembungaan dan biologi bunga pada tanaman jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc)

0 14 92

Induksi Pembungaan Hylocereus undatus di Luar Musim dengan Penyinaran

5 15 22

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton & Rose) Pada Antibiotik Terhadap Peni

0 2 14

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton & Rose) PADA Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei (Hook.) Britton & Rose) Pada Antibiotik

0 2 16

PENGARUH PERBEDAAN PENAMBAHAN GULA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus).

0 1 9

PENGARUH GA3 TERHADAP PEMBENTUKAN BUNGA DAN BUAH TANAMAN BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose).

0 2 9