Optimasi Agitasi Dan Aerasi Pada Produksi Xilanase Bacillus Halodurans Cm1 Dengan Metode Permukaan Respon

OPTIMASI AGITASI DAN AERASI PADA PRODUKSI
XILANASE Bacillus halodurans CM1 DENGAN METODE
PERMUKAAN RESPON

INDAH WIDIYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Agitasi dan
Aerasi Pada Produksi Xilanase Bacillus halodurans CM1 Dengan Metode
Permukaan Respon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Indah Widiya
NIM P051130111

RINGKASAN
INDAH WIDIYA. Optimasi Agitasi dan Aerasi Pada Produksi Xilanase Bacillus
halodurans CM1 Dengan Metode Permukaan Respon. Dibimbing oleh ANI
SURYANI dan BUDIASIH WAHYUNTARI.
Xilanase merupakan enzim ekstra seluler yang dapat menghidrolisis xilan
(hemiselulosa) menjadi xilosa dan xilooligosakarida. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan kondisi optimum produksi xilanase Bacillus halodurans CM1
dengan menggunakan pendekatan statistik menggunakan metode permukaan
respon serta mendapatkan model persamaan kondisi optimum tersebut. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju aerasi (X1) dan laju agitasi (X2).
Desain dua level faktorial menunjukkan bahwa laju agitasi dan aerasi
merupakan faktor yang mempengaruhi produksi xilanase, sehingga kemudian
dilakukan optimasi dengan menggunakan rancangan komposit terpusat (CCD).
Sebanyak 13 percobaan CCD dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi
agitasi dan aerasi pada fermentor 10 liter dengan volume kerja 8 liter. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kecepatan agitasi dan interaksi antara
kecepatan agitasi dan laju aerasi bersifat signifikan. Model ini dapat digunakan
untuk menavigasi desain ruang. Konsentrasi batas atas dan batas bawah agitasi
yang diamati adalah 150; 270 (rpm) dan aerasi adalah 0.51; 1.48 (vvm). Model
persamaan optimasi aktivitas xilanase berdasarkan hasil penelitian yaitu Y=
344.18 – 37.19X1 + 249.21X2 – 94.48X1X2. Kecepatan agitasi dan laju aerasi yang
optimum untuk produksi xilanase adalah 0.67 vvm dan 249.87 rpm. Kondisi ini
diuji dan divalidasi secara eksperimental dengan hasil perkiraan aktivitas xilanase
secara teoritis adalah 707.51 U/mL dan nilai hasil validasi menunjukkan aktivitas
xilanase sebesar 728.67 U/mL, dengan demikian hasil validasi ini menunjukkan
bahwa model persamaan optimum adalah valid.
Kata kunci: aerasi, agitasi, Bacillus halodurans CM1, optimasi, xilanase

SUMMARY
INDAH WIDIYA. Optimization of Agitation and Aeration on Xylanase
Production by Bacillus halodurans CM1 Using Response Surface Method.
Supervised by ANI SURYANI and BUDIASIH WAHYUNTARI.
Xylanase is an extracellular enzyme that can hydrolyze xylan
(hemicellulose) into short chain xylooligosacharides and xylose. This research
aims to obtain optimum conditions xylanase production by using statistical

approaches of response surface design (RSM) and to get a model equation of the
optimum conditions. The variables involved in this study were aeration (X1) and
agitation (X2) rates.
A two level factorial design identified aeration and agitation rates as the
significant variables that affect xylanase production, and therefore, these variables
would be optimized by Central Composite Design (CCD) matrix of RSM. A 13
central composite experimental design was performed with the aim of optimizing
the production of xylanase in 10 L fermentor with working volume of 8 L. The
experimental result showed the model agitatioan and the interaction between
aeration and agitation rates was significant. The model could be used to navigate
the design space. The upper and lower aeration and agitation rates observed was
0.51; 1.48(vvm) and 150; 270 (rpm) respectively. The optimum equation based on
the experimental RSM result was xylanase activity Y= 344.18 – 37.19X1 +
249.21X2 – 94.48X1X2. The optimum aeration and agitation rates was 0.67 (vvm)
and 249.87 (rpm) respectively. Under these conditions, the model predicted
xylanase activity 707.51 U/mL and the validation result showed xylanase activity
of 728.67 U/mL, it can be concluded that the model was valid.
Keyword: aeration, agitation, Bacillus halodurans CM1, optimization, xylanase

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

OPTIMASI AGITASI DAN AERASI PRODUKSI XILANASE
Bacillus halodurans CM1 DENGAN METODE
PERMUKAAN RESPON

INDAH WIDIYA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA

Judul Tesis : Optimasi Agitasi dan Aerasi Pada Produksi Xilanase Bacillus
halodurans CM1 dengan Metode Permukaan Respon
Nama
: Indah widiya
NIM
: P051130111

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Ketua


Dr Budiasih Wahyuntari
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai
September 2015 ini adalah Optimasi Agitasi dan Aerasi Produksi Xilanase
Bacillus halodurans CM1 Dengan Metode Permukaan Respon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ani Suryani, DEA dan
Ibu Dr Budiasih Wahyuntari selaku pembimbing yang telah banyak memberi
saran, motivasi, dan solusi dari setiap permasalahan yang penulis hadapi selama
melakukan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr
Ir Suharsono, DEA selaku ketua Program Studi Bioteknologi. Kepada DIKTI
penulis mengucapkan terima kasih atas kepercayaannya untuk memberikan
beasiswa selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB melalui
Beasiswa Unggulan tahun 2013/2014. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
suami Eko Santoso, ST dan keluarga atas dukungan yang diberikan.
Terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Teknologi Bioindustri
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang telah membantu selama
pengumpulan data, serta kepada rekan-rekan sesama mahasiswa penelitian di
Laboratorium, untuk masukan, kerjasama dan kebersamaanya selama penelitian.
Terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
Bioteknologi angkatan 2013 dan semua pihak yang berperan serta dalam

membantu penulis selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Indah Widiya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesa

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Cara Kerja
Desain Penelitian
Analisis Statistik


9
9
9
9
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

13

5 KESIMPULAN

22

DAFTAR PUSTAKA

23


LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil analisis ragam (ANOVA) desain faktorial dua level
Lanjutan hasil analisis ragam (ANOVA) desain faktorial dua level
Pengkodean level dan nilai level eksperimen CCD
Pemilihan model berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik
Hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen CCD
Lanjutan hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen
CCD
Validasi model berdasarkan solusi desain model

13
13
14
15
15
15
16
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Ilustrasi reaktor pemroses dan perlengkapannya
Contoh grafik permukaan respon secara teoritis
Distribusi sebaran nilai aktual dan prediksi produksi xilanase
Respon permukaan dan kontur plot pengaruh Aerasi dan Agitasi
dengan level terkodekan terhadap produksi xilanase
Kurva hubungan jumlah sel B. Halodurans CM1 dan aktivitas
produksi xilanase pada 50 ºC pH 9 selama waktu inkubasi
Kurva hubungan antara kadar protein xilanase dan aktivitas xilanase
pada 50 ºC pH 9 terhadap waktu inkubasi
Kurva hubungan antara aktivitas dan aktivitas spesifik xilanase pada
50 ºC pH 9 terhadap waktu inkubasi

6
7
17
17
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1

Matriks Percobaan faktorial 2k pengaruh agitasi dan aerasi terhadap
produksi xilanase B. halodurans CM1
2 Matriks Central Composite Design (CCD) agitasi dan aerasi terhadap
produksi xilanase B. halodurans CM1
3 Data eksperimen desain 2 level faktorial jam ke-36
4 Rancangan percobaan 2 level faktorial dengan level terkodekan
5 Data eksperimen desain central composite design (CCD) jam ke-36

26
26
27
27
27

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Enzim merupakan biokatalis di dalam sel yang dapat mempercepat reaksi
kimiawi tanpa mengubah strukturnya. Enzim banyak dimanfaatkan dalam industri
sebagai alternatif dari penggunaan bahan-bahan kimia yang mencemari
lingkungan. Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan dalam kegiatan industri
seperti industri pangan, pakan ternak, pemutih kertas dan biokonversi
lignoselulosa untuk bahan bakar adalah xilanase. Xilanase termasuk kelompok
enzim xilanolitik yang merupakan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis
xilan menjadi xilooligosakarida dan xilosa. Enzim ini terdiri atas endo-β-xilanase
(EC 3.2.1.8) dan β-xylosidases (EC 3.2.1.37). Xilanase dapat dihasilkan oleh
mikroba melalui proses fermentasi.
Salah satu manfaat xilanase yang banyak dikembangkan adalah dalam
proses bleaching pulp dan kertas di industri kertas. Aplikasi utama xilanase dalam
industri kertas adalah menggantikan agen pemutihan kimia, sehingga
menghasilkan kecerahan yang lebih besar (Sangvhi et al. 2014). Proses bleaching
pulp dilakukan pada pH dan suhu yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan xilanase
yang bersifat alkalo termofilik. Untuk memenuhi kebutuhan industri yang spesifik,
xilanase yang ideal harus dilengkapi dengan sifat tertentu, seperti memiliki
stabilitas termal, aktivitas spesifik yang tinggi, dan resistensi yang kuat untuk
kation logam dan bahan kimia. Lin et al (1999) menyatakan bahwa beberapa
kelompok mikroorganisme yang telah diketahui dapat menghasilkan xilanase
antara lain adalah kelompok bakteri dan cendawan. Bakteri penghasil xilanase
antara lain Bacillus spp., B.stearothermophilus, B. circulans, Clostridium
stercorarium, Thermonospora fusca, dan Thermatoga sp.
Laboratorium Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, Serpong, pada tahun 2011 telah berhasil mengisolasi bakteri
alkalotermofilik dari sumber air panas Cimanggu, Jawa Barat (Ulfah et al 2011).
Isolat bakteri ini diidentifikasi sebagai Bacillus. halondurans CM1 yang
merupakan bakteri gram positif dan dapat menghasilkan xilanase dalam sistem
fermentasi cair. B. halodurans CM1 hanya memproduksi xilanase apabila terdapat
senyawa penginduksi (xilan) di dalam medium. Susilowati (2012) menyatakan
bahwa produksi enzim memerlukan kondisi optimum, yaitu pH, suhu, konsentrasi
substrat dalam medium yang digunakan. pH kultivasi merupakan faktor yang
penting untuk pertumbuhan dan pembentukan enzim. Suhu berpengaruh langsung
terhadap kecepatan pertumbuhan, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan
inaktivasi enzim. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014), telah
dilakukan optimasi pH, sumber karbon dan sumber nitrogen untuk produksi
xilanase oleh B. halodurans CM1. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa media
tongkol jagung sebanyak 4.37% serta tepung ikan (P) sebanyak 1.75% dalam
medium produksi memiliki potensi yang baik yaitu sebagai sumber karbon dan
sumber nitrogen untuk produksi xilanase oleh B. halodurans CM1 pada kondisi
pH 9.

2
Selain pH dan komposisi medium yang digunakan, produksi enzim juga
dipengaruhi oleh kondisi fermentasi. Pengaturan kondisi bioproses (fermentasi)
terbaik sangat penting, khususnya dalam memahami pengaruh agitasi dan aerasi
sebagai langkah kunci untuk melakukan scale up produksi xilanase sampai
ketingkat industri. Menurut Karimi et.al (2013) transfer oksigen seringkali
menjadi faktor pembatas dalam proses aerobik yang disebabkan oleh rendahnya
kelarutan oksigen di dalam medium, sehingga aerasi menjadi faktor yang kritis
pada industri fermentasi aerobik. Pada bioreaktor tangki berpengaduk,
perpindahan massa oksigen merupakan fungsi dari banyak variabel, seperti sifat
fisik cairan (viskositas, tegangan permukaan), geometri bejana dan pengaduk,
jenis sparger dan kondisi operasional. Richana et al (2000) menyatakan bahwa
aerasi berfungsi mempertahankan kondisi aerobik karena aerasi berperan dalam
transfer oksigen di dalam medium, sedangkan agitasi berfungsi untuk
meningkatkan daya aduk (shear), sehingga kondisi fermentasi berlangsung
homogen.
Optimasi agitasi dan aerasi dilakukan dalam bioreaktor 10 liter dengan
volume kerja 8 liter. Optimasi kondisi fermentasi produksi xilanase dilaksanakan
dengan teknik optimasi response surface method (RSM). Teknik optimasi RSM
digunakan untuk mendapatkan kombinasi agitasi dan aerasi terbaik. Box dan
Draper (1987) menyatakan bahwa RSM merupakan alat optimasi yang
memungkinkan untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh mulai dari desain
penelitian, pengolahan data dan solusi optimasi.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut yaitu bagaimana pengaruh besarnya kombinasi
agitasi dan aerasi terhadap fermentasi produksi xilanase dari B. halodurans CM1
pada fermentor 10 liter dengan volume kerja 8 liter.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan kondisi optimum produksi xilanase B. halodurans CM1 dengan
kombinasi terbaik dari variasi agitasi dan aerasi.
2. Mendapatkan model persamaan kondisi optimum produksi xilanase B.
halodurans CM1 dengan menggunakan metode permukaan respon.

Hipotesa
1. Kombinasi agitasi dan aerasi diduga berpengaruh terhadap produksi xilanase
pada fermentor oleh B halondurans CM1.
2. Aktivitas xilanase tertinggi diduga akan dicapai pada kombinasi agitasi dan
aerasi tertentu yang mendukung produksi optimum xilanase pada fermentor.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Xilanase
Hemiselulosa sebagian besar terdiri dari xilan yang merupakan
heteropolimer yang tersusun atas β-1-4-D-xilosa dan memiliki cabang arabinosa,
asam glukoronik, mannosa dan sisa acetil. Xilan adalah komponen penting
hemiselulosa dan bersama selulosa merupakan polisakarida terbaharui yang
berlimpah di alam. Xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa yang
berikatan secara kovalen dan non kovalen dengan selulosa, lignin, pektin dan
polisakarida lain untuk menyusun dinding sel tanaman. Xilan disusun oleh unitunit kerangka utama ikatan β-1,4-D-xilopiranosa dengan rantai samping yang
pendek dari arabinofuranosa, asam glukuronat, asam metil glukuronat dan asetil
(Meryandini et al. 2008).
Xilanase merupakan enzim yang penting dalam mendegradasi komponen
dinding sel pada tumbuhan seperti hemiselulosa. Xilanase (1,4 β-Dxylanohidrolase; EC 3.2.1.8) adalah enzim ekstraseluler yang dapat
menghidrolisis xilan menjadi xilooligosakarida dan xilosa (Heck et al. 2005).
Enzim pendegradasi xilan meliputi endo-1,4 β-xilanase, β-D-xilosidase,
asetilxilan esterase, arabinase dan α-glukoronidase. Endo-1,4 β-xilanase
menghidrolisis xilooligosakarida menjadi xilosa. Asetilxilan esterase memisahkan
O-asetil dari posisi 2 atau 3 pada β-D-xilopiranosil. Arabinase memisahkan Larabinosa yang tersubtitusi pada posisi 2 atau 3 dari β-D-xilopiranosil. αglukoronidase menghidrolisis asam glukoronik dengan β-D-xilopiranosil.
Xilanase diklasifikasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis yaitu βxilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase (Beg et al. 2001; Richana 2002). βxilosidase memiliki kemampuan menghidrolisis xilooligosakarida menjadi xilosa.
Aktivitas enzim akan menurun dengan meningkatnya rantai xilooligosakarida.
Eksoxilanase memutus rantai polimer xilan pada ujung reduksi, sehingga
menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah oligosakarida rantai
pendek seperti xilobiosa. Endoxilanase memutus ikatan β-1,4 pada bagian dalam
rantai xilan secara teratur menjadi xilooligosakarida (Richana 2002).
Endoxilanase mampu memutus ikatan β-(1,4) pada bagian dalam rantai xilan
secara acak. Ikatan yang diputus ditentukan berdasarkan panjang rantai substrat,
derajat percabangan, ada atau tidaknya gugus subtitusi, dan pola pemutusan dari
enzim hidrolase tersebut.
Xilanase memiliki banyak peranan dalam kegiatan industri. Salah satu
peranan xilanase dalam industri yaitu digunakan dalam proses prebleaching pulp.
Penggunaan xilanase pada industri pulp dan kertas meningkat tajam sejak
ditemukan pertama kali oleh Viikari et al. (1994), digunakan pada proses awal
pemutihan pulp pada industri pulp dan kertas (Septiningrum dan Moeis, 2009).
Pada pembuatan kertas, xilanase digunakan untuk menghilangkan hemiselulosa
dalam proses bleaching. Enzim ini sebagai pengganti cara kimia sehingga
pencemaran racun limbah kimia dapat dihindari.
Xilanase yang bersifat termostabil dan bebas selulase sesuai dalam
biobleaching pulp dan kertas. Xilanase banyak digunakan dalam industri kertas

4
karena ramah lingkungan. Penggunaan xilanase dalam proses biobleaching
diharapkan dapat meminimalisasi penggunaan klorin. Xilanase yang digunakan
dalam proses biobleaching adalah xilanase termoalkalistabil yang tahan terhadap
suhu dan keasaman tinggi (Nakamura et al. 1993).
Penggunaan enzim termostabil dalam bioteknologi dapat meningkatkan
kecepatan reaksi-reaksinya. Nilai ekonomis yang dimiliki xilanase yang
dikehendaki dalam proses industri antara lain yaitu stabil selama penyimpanan,
reaksi berlangsung pada suhu tinggi sehingga akan mengurangi kontaminasi oleh
bakteri mesofilik, lebih tahan terhadap pelarut, detergen, dan senyawa denaturan,
pemisahan produk yang mudah menguap akan lebih cepat (Suhartono 1989).
Selain dimanfaatkan dalam industri kertas, xilanase juga dapat digunakan
untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula xilosa. Pengembangan
proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan
limbah hemiselulosa (Biely, 1985; Rani dan Nand, 1996; Beg et al., 2001). dalam
industri makanan, seperti aditif untuk pakan ternak, xilanase juga digunakan
dalam pembuatan roti untuk meningkatkan volume dan adsorpsi air, pada
ekstraksi industri jus dan wine.
Xilanase dapat ditemukan pada alga laut, protozoa, crustacea, insekta, siput
dan biji tanaman. Fungi penghasil xilanase antara lain Trichoderma, Aspergillus,
Cephalosporium dan Penicillium. Bakteri penghasil xilanase antara lain Bacillus,
Paenibacillus, Escherichia coli, dan Aeromonas sp (Kubata et all. 1992).

Bakteri Penghasil Xilanase
Bakteri penghasil xilanase alkalotermofilik yang dibutuhkan dalam industri
kertas adalah bakteri yang biasanya bersifat alkalotermofilik. Bakteri
alkalotermofilik adalah bakteri yang dapat hidup pada pH basa dan di atas suhu
45oC. Bakteri ini biasanya ditemukan pada lingkungan ekstrim seperti sumber air
panas, lingkungan industri panas, tumbuhan yang membusuk, tanah dan laut yang
terpapar matahari (Collin 2005). Menurut Sutiamiharja (2008), bakteri termofil
menghasilkan enzim termostabil yang sangat penting dalam proses industri dan
bioteknologi, seperti dalam teknik-teknik biologi molekuler untuk kegunaan
penelitian dan diagnostik (enzim yang memproses DNA dan RNA) dan
kemampuan enzim dalam pengelolaan sampah, pembuatan kertas dan sintesis zatzat organik.
Ketahanan bakteri terhadap suhu tinggi disebabkan oleh adanya enzimenzim dan protein yang tahan terhadap panas. Selain itu, pada membran sel
bakteri tersebut terdapat asam-asam lemak jenuh yang memungkinkan membran
sel berfungsi dengan baik dan stabil pada suhu tinggi.
Genus Bacillus diketahui sebagai penghasil xilanase yang aktif pada suhu
50-60°C, dengan pH 7-9, sehingga enzim xilanase dari bakteri ini diharapkan
dapat diproduksi dan digunakan pada proses awal pemutihan pulp di industri pulp
dan kertas (Septiningrum dan Moeis 2009). Ulfah et al (2011) berhasil
mengisolasi dan mengidentifikasi salah satu isolat bakteri penghasil xilanase yang
bersifat alkalotermofilik di isolasi dari sumber air panas Cimanggu, Bandung,
Jawa Barat. Bakteri tersebut berbentuk batang (basil), dengan ukuran sel 2.7-5.5
µm dan merupakan bakteri gram positif,. Koloni B. halodurans CM1 berbentuk

5
bulat dan berwarna putih kecoklatan dan Berdasarkan analisis 16S rRNA urutan
kesamaan karakteristik dan biokimia, dikelompokkan ke dalam kelompok yang
sama dengan spesies Bacillus halodurans C-125 dengan identitas kesamaan 99%.
Dengan demikian isolat bakteri tersebut dinamakan sebagai Bacillus halodurans
CM1.
Reaktor
Selama kegiatan produksi enzim, terdapat dua faktor penting yaitu sel
bakteri yang digunakan dan kondisi lingkungan. Kedua proses tersebut berguna
agar proses yang terjadi berlangsung sempurna. Lingkungan optimal dapat dicapai
dengan menempatkan sel pada suatu wahana yang disebut bioreaktor. Oleh karena
itu, bioreaktor dirancang sebaik mungkin agar proses yang berlangsung dapat
terjadi secara optimal (Mangunwidjaja dan Suryani 1994).
Fungsi dasar bioreaktor adalah memberikan lingkungan yang terkontrol
(suhu, pH, O2 terlarut) untuk pertumbuhan mikroba dalam menghasilkan produk
yang diinginkan. Optimasi pertumbuhan biokatalis/pembentukan produk dapat
dicapai dengan memasok:
1. Sumber energi
2. Nutrisi (hara) penting untuk memenuhi semua kebutuhan mikroba
3. Inokulum
4. Penghilangan komponen penghambat dari media
5. Kondisi fisikokimiawi yang optimal
Pada bioreaktor yang menjalankan proses fermentasi aerob, maka
pengadukan/agitasi dan sirkulasi oksigen/aerasi menjadi hal yang penting.
Adapun fungsi sistem agitasi adalah:
1. Agar pencampuran merata sehingga meningkatkan laju perpindahan massa
menembus film pembatas cairan dan gelembung udara
2. Memberikan kondisi "shear" yang dibutuhkan untuk memecah gelembung
udara sehingga luas permukaan pindah massa lebih besar
3. Sistem agitasi terdiri dari : agitator dan baffle.
Baffle digunakan untuk memecah aliran cairan dalam rangka
meningkatkan turbulensi dan efisiensi pencampuran.

1.
2.
3.
4.

Sistem pemasokan oksigen pada bioreaktor terdiri dari:
Kompressor yang menekan udara masuk ke dalam bioreaktor
Sistem sterilisasi udara masuk (inlet)
Sparger udara
Sistem sterilisasi udara keluar

Aerasi berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik dan mengatur
temperatur substrat tetap konstan. Kondisi aerobik dipertahankan dengan
mengatur tingkat oksigen yang dibutuhkan untuk sintesis produk, jumlah panas
metabolik yang harus dihilangkan dari bahan, ketebalan lapisan substrat, tingkat
CO2 dan metabolit-metabolit lain yang mudah menguap harus dihilangkan, dan
tingkat ruang udara yang tersedia di dalam substrat (Richana 2000).

6

Gambar 1 Ilustrasi reaktor pemroses dan perlengkapannya (Karimi et al. 2013)
Bioreaktor tangki berpengaduk memberikan nilai massa dan kecepatan
transfer panas yang tinggi dan pencampuran yang sangat baik. Dalam sistem ini,
tingginya jumlah variabel mempengaruhi perpindahan massa dan pencampuran,
tapi yang paling penting diantaranya adalah kecepatan pengaduk, jenis dan jumlah
pengaduk dan laju alir gas yang digunakan.

Response Surface Methodology (RSM)
Response surface methodology (RSM) merupakan serangkaian teknik
matematika dan statistika yang digunakan untuk membuat model secara empirik.
Dengan desain percobaan yang cermat, tujuannya adalah untuk mengoptimalkan
respon (variabel output) yang memiliki pengaruh terhadap variabel bebas (input
variabel). Percobaan merupakan serangkaian tes, yang disebut dengan runs, yang
mana perubahan yang dibuat dalam input variabel dalam rangka mengidentifikasi
alasan perubahan respon keluaran. Aplikasi optimasi dengan menggunakan desain
RSM bertujuan untuk mengurangi biaya yang mahal dari metode analisis (seperti
metode finite element atau analisis Center Fractional Design (CFD) dan
berhubungan dengan banyaknya angka (Box dan Draper 2007).
Menurut Wibowo (2008), RSM merupakan sekumpulan teknik matematika
dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa
variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah
untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain
eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon.
Respon dapat digambarkan secara grafik, dimana salah satu dari three
dimensional space atau sebagai contour plots yang membantu visualisasi bentuk
permukaan respon. Contour merupakan kurva yang menggambarkan respon
konstan pada bidang xi, xj yang menjaga semua variabel lain tetap. Setiap contour
sesuai dengan ketinggian tertentu dari permukaan respon, misalnya dapat dilihat
pada Gambar 2.

7

Gambar 2 Contoh grafik permukaan respon secara teoritis (Box dan Draper 2007)
Aspek yang penting dalam RSM adalah desain eksperimen yang biasanya
disingkat dengan DoE. Strategi ini berasal dari pengembangan untuk model
penyesuaian dalam percobaan fisik, tapi dapat juga diaplikasikan ke dalam
percobaan numerik. Tujuan DoE adalah untuk menyeleksi poin dimana respon
harus dievaluasi. Langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara
respon y dan faktor x melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan
model regresi linear, atau yang lebih dikenal dengan first-order model (model
orde pertama):

(1)
Rancangan eksperimen orde pertama yang sesuai untuk tahap penyaring
faktor adalah rancangan faktorial 2k (Two Level Factorial Design). Selanjutnya
untuk model orde kedua, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model
polinomial orde kedua yang fungsinya kuadratik :



Keterangan :
Y
= Respon pengamatan
Βo = Intersep
Βi
= Koefisien linier
Βii = Koefisien kuadratik
Βij = Koefisien interaksi perlakuan
Xi = Kode perlakuan untuk faktor ke-i
Xj = Kode perlakuan untuk faktor ke-j
K
= Jumlah faktor yang dicobakan

(2)

Untuk menentukan kondisi operasi optimum pada orde kedua diperlukan
rancangan komposit terpusat (central composite design) dalam pengumpulan data
percobaan. Menurut Montgomery (2001), rancangan komposit terpusat atau
central composite design (CCD) adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial
sebagian (fractional factorial), yang diperluas melalui penambahan titik-titik
pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter
permukaan ordo kedua (kuadratik). Umumnya CCD terdiri dari faktorial 2k, 2k
aksial atau dan the number of center points (nc) percobaan pusat. Ada 2 parameter

8
dalam CCD yang harus ditentukan yaitu besarnya α (nilai aksial) dari percobaan
aksial dari pusat rancangan dan nilai titik pusat nc. Rancangan komposit pusat
berotasi dengan α yang dipilih. Nilai α untuk berotasi tergantung pada nilai dari
titik dalam ukuran rancangan faktorial. Nilai α = (nf)1/4 menghasilkan sebuah
rancangan komposit pusat rotatable dimana nf adalah angka dari titik yang
digunakan dalam bagian rancangan faktorial.
Response surface dapat dinyatakan secara grafik dalam gambar tiga dimensi
dan untuk memvisualisasikan bentuk dari respon surface digambarkan konturnya.
Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasi nilai-nilai
peubah uji pada respon yang konstan sehingga plot kontur memegang peranan
penting dalam mempelajari analisis permukaan respon (Montgomery 2001).

9

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai September
2015 bertempat di Laboratoria Pengembangan Industri Agro-Biomedika
(LAPTIAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan
PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah Fermentor dengan
volume 10 liter, Refrigerated Centrifuge [Hitachi CR226], Rotor RIOA2, Cold
Microsentrifuge Sorvall, Fresco, [Hettich Zentrifugen-micro 200R], deep freezer 800 C [LG Expresscool], Inlab pH meters (USA), Autoclaf sterilisasi [ALP KT40], Laminar airflow Cabinet [ESCO], Inkubator shaker [Kuhner UNIMAX],
Water bath, Spectrophotometer Genesys UV-10, erlenmeyer 500 ml [Iwaky
PYREX®], gelas beaker 250 ml [Iwaky PYREX®].
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bacto pepton
[Merck], Yeast ekstrak [Himedika], tongkol jagung, KH2PO4, MgSO4_7H2O,
Na2CO3, NaCl, CaCl2, gliserol 70% , NaOH 2 M, HCl 5N, pure agar powder,
Tris-base, mili-Q water, alkohol 70%, Aseton, xilosa, BSA, DNS, Tepung ikan P.
Mikroorganisme
Mikroorganisme yang digunakan B. halodurans CM1 dari koleksi
laboratorium Teknologi Bioindustri, BPP Teknologi.
Cara Kerja
Penyiapan Isolat dan Inokulum
Isolat B. halodurans CM1 yang telah menghasilkan zona bening dan
disimpan dalam gliserol stok pada suhu -80 oC direfresh dengan mengambil
sebanyak 200 µL ke dalam 10 mL media tumbuh Horikoshi (1999) dengan
komposisi 1% pepton, 0.5% yeast ekstrak, 0.1% KH2PO4 dan 0.5% Na2CO3
dalam erlenmeyer 100 ml, biarkan selama 6 jam kemudian digores pada media
nutrient agar miring sebagai working culture dan digores pada media nutrient
agar plate sebagai stock culture. Tabung dan plate agar kemudian diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 700 C selama 24 jam setelah itu koloni bakteri B.
halodurans CM1 yang tumbuh disimpan di freezer suhu -80 oC.
Isolat B. halodurans CM1 ditumbuhkan pada media starter Horikoshi
(1999) dengan komposisi 1% pepton, 0.5% yeast ekstrak, 0.1% KH2PO4 dan
0.5% Na2CO3 pada erlenmeyer 500 mL dengan volume kerja 50 mL. Media

10
starter diinokulasi dengan suspensi bakteri 108/mL. Propagasi dilakukan di dalam
erlenmeyer pada suhu 500 C dengan kecepatan agitasi 150 rpm selama 4 jam.

Pembuatan Substrat Tongkol Jagung
Tongkol jagung diambil dari limbah pertanian. Tongkol jagung yang telah
dikeringkan dan digiling dengan hammer mill dengan ukuran 10 mesh dipisahkan
antara bagian berat dan bagian ringan dengan cara di tampi. Tongkol jagung berat,
kemudian di haluskan dengan menggunakan disc mill hingga berukuran 70 mesh.
Tongkol jagung berukuran 70 mesh ini yang akan digunakan sebagai substrat
produksi xilanse.
Pembuatan Media Produksi Modifikasi
Media produksi dibuat dengan menggunakan media Mamo et al (2006)
yang dimodifikasi oleh Wibowo (2014). 0.1% KH2PO4, 1% Na2CO3, 0.2% NaCl,
0.01% MgSO4, 0.01% CaCl2, tepung ikan (P) sebanyak 140 g dan tongkol jagung
349.6 g. Komposisi media dicampur kemudian dilarutkan dalam 5 liter air RO,
kemudian dihomogenkan. Setelah medium larut, pH diatur dengan penambahan
HCl 5N hingga pH 9, kemudian volume media ditambahkan hingga 8 liter, media
disterilisasi dalam autoklaf 121 oC selama 20 menit.
Optimasi Agitasi dan Aerasi Produksi Xilanase
Tahapan optimasi RSM yang pertama yaitu desain eksperimen dengan 2level faktorial, untuk mendapatkan konsentrasi batas bawah dan batas atas
masing-masing variabel (Lampiran 1). Dilanjutkan dengan tahapan optimasi yang
kedua yaitu dengan menggunakan desain eksperimen dengan Central Composite
Design (CCD). Produksi xilanase dilakukan sesuai dengan variasi kombinasi yang
ditentukan oleh RSM (Lampiran 2) dalam fermentor 10 L, berisi 8 L media
produksi. Kemudian diinokulasikan kultur bakteri yang berada di media starter
sebanyak 800 mL. Kondisi fermentor dipertahankan pada 50 oC dengan kombinasi
agitasi dan aerasi sesuai RSM. Sampling dilakukan setiap 6 jam dimulai sejak
inkubasi awal, fermentasi berlangsung selama 36 jam.
Penghitungan Jumlah Bakteri
Jumlah sel B. halodurans CM1 dihitung dengan metode total plate count
(TPC). Penghitungan jumlah bakteri dilakukan untuk menentukan pertumbuhan
bakteri pada setiap tahap aktivasi, penentuan jumlah koloni dinyatakan sebagai
Colony Forming Unit (CFU). Inokulan bakteri diencerkan 10 kali dalam tabung
eppendorf. Dilusi dilanjutkan secara bertahap hingga pengenceran 10-8. Kemudian
sebanyak 100 µL pengenceran disebar ke media agar Horikoshi (1999), dan kultur
diinkubasi pada 50 oC selama 24 jam.

11
Pengukuran Aktivitas Xilanase
Aktivitas xilanase diukur dengan metode Bailey (1992) yang dimodifikasi
yaitu dengan mengukur kadar gula pereduksi yang dibebaskan selama reaksi
hidrolisis xilan oleh xilanase pada kondisi reaksi optimum enzim yaitu pada suhu
70 0C (Syifa 2014). Sebanyak 50 μl enzim kasar dicampur dengan 450 μL substrat
xylan 0.5% dalam
buffer Tris-HCl pH 9. Campuran diinkubasi dalam
thermomixer selama 5 menit pada suhu 70 °C dengan kecepatan 300 rpm.
Kemudian ditambahkan 50 μl enzim kasar dan diinkubasi kembali selama 5 menit
pada suhu 70 °C dengan kecepatan 300 rpm. Reaksi dihentikan dengan
penambahan 750 μL (Dinitrosalicylic) DNS. Campuran kemudian diinkubasi
selama 5 menit pada air mendidih dan didinginkan pada suhu kamar, kemudian
ditambahkan air RO sebanyak 250 μl dan dihomogenkan. Pengukuran absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang 540 nm.
Kontrol dibuat dengan menginkubasi 450 μl substrat xilan 0.5% dalam
buffer Tris-HCl pH 9 pada suhu 70 °C selama 5 menit. Reaksi dihentikan dengan
menambahkan 750 μl DNS, lalu ditambahkan 50 μl enzim kasar. Campuran
diinkubasi dalam air mendidih selama 5 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan
pada panjang gelombang 540 nm. Penentuan aktifitas xilanase menggunakan
kurva standar xilosa dengan membuat variasi konsentrasi standar xilosa di dalam
larutan buffer Tris-HCl pH 9 konsentrasi 0-1 mg/ml. Kurva standar xilosa adalah
grafik hubungan absorbansi dengan variasi konsentrasi xilosa.
Satu unit aktivitas xilanase didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang
dapat memproduksi 1 μmol xilosa/menit/mL pada kondisi tertentu. Aktivitas
xilanase dihitung berdasarkan rumus berikut :

Dimana GP adalah gula pereduksi dan FP adalah faktor pengenceran

Pembuatan Kurva Standar Xilosa
Kurva standar xilosa dibuat dengan cara membuat variasi konsentrasi
standar xilosa di dalam larutan buffer Tris-HCl pH 9. Variasi konsentrasi xilosa
yang digunakan yaitu 0-1 mg/mL. Larutan xilosa dari masing-masing konsentrasi
diambil sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf kemudian
ditambahkan 450 μL substrat xilan 0.5% dalam buffer Tris-HCl pH 9. Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 70 oC, kemudian ditambahkan DNS
sebanyak 750 μL dan diinkubasi ke dalam air mendidih selama 5 menit.
Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 540 nm. Kurva standar xilosa diperoleh dari grafik hubungan
absorbansi dengan variasi konsentrasi xilosa.
Penentuan Kadar Protein
Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Bradford (1976) yang telah
dimodifikasi. Sebanyak 30 μL enzim kasar direaksikan dengan 1.5 mL larutan

12
pereaksi Bradford yang telah diencerkan 5 kali pada tabung reaksi. Campuran
dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu kamar selama 20 menit.
Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi
protein ditentukan dengan menggunakan kurva standar bovine serum albumin
(BSA). Metode Bradford merupakan salah satu teknik penentuan kadar protein
yang berdasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine
Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein pada kondisi pH asam. Hubungan
antara konsentrasi larutan standar dan absorbansinya dinyatakan sebagai
persamaan regresi linier: Y = a + bx. Kurva standar BSA adalah grafik hubungan
konsentrasi protein standar (BSA dengan variasi konsentrasi) dengan nilai
absorbansi pada panjang gelombang 595 nm.
Pembuatan Kurva Standar BSA
Kurva standar BSA dibuat dengan membuat variasi konsentrasi standar
BSA di dalam larutan buffer Tris-HCl pH 9. Setiap konsentrasi standar BSA
diambil sebanyak 30 μl kemudian dicampurkan dengan 1.5 mL larutan Bradford
dalam tabung reaksi. Larutan kemudian dihomogenkan dengan vorteks dan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Pengukuran absorbansi dilakukan
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Kurva standar adalah
grafik hubungan konsentrasi protein standar dengan nilai absorbansi pada panjang
gelombang 595 nm.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan
teknik optimasi response surface methodology (RSM), sebuah metodologi atau
alat optimasi yang memungkinkan untuk memperoleh penjelasan menyeluruh
mulai dari desain penelitian, analisis data dan optimasi. Optimasi RSM meliputi :
(a) Penentuan faktor optimum besaran campuran dan respon optimasi, (b)
Pencampuran kombinasi taraf faktor yang diberikan RSM, (c) Pencarian solusi
terbaik (kombinasi optimum). Desain faktorial dilakukan untuk menentukan
kondisi yang optimal untuk produksi xilanase oleh B. halodurans CM1. Variabel
dependen dipilih untuk penelitian ini adalah aktivitas enzim sedangkan variabel
independen yang dipilih adalah agitasi dan aerasi. Faktor yang dioptimasi untuk
kegiatan enzim sebagai berikut : X1 untuk agitasi dan X2 untuk aerasi.
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dalam
pengerjaanya. Pengolahan data penelitian ini dibantu dengan Software Design
Expert 5 Version 7.00 dari stat-ease Corporation Minneapolis, USA.

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan produksi xilanase yang optimal pada skala fermentor
maka perlu dilakukan optimasi agitasi dan aerasi. Pada tahap optimasi ini akan
diperoleh titik-titik optimum produksi. Optimasi menggunakan metode
permukaan respon dilakukan untuk penyeleksian kondisi agitasi dan aerasi yang
terbaik dalam proses fermentasi produksi enzim xilanase. Tahapan eksperimen
dengan metode permukaan respon meliputi dua desain eksperimen yaitu desain
eksperimen faktorial dua level (2k) dan desain eksperimen Central Composite
Design.
Respon yang dianalisis menggunakan ANOVA adalah aktivitas xilanase
selama waktu produksi. Model ANOVA yang digunakan dipilih sesuai dengan
model yang direkomendasikan oleh program yaitu model yang mempunyai nilai
signifikan pada ANOVA dan memiliki nilai nonsignifikan pada lack of fit.
Desain Eksperimen Faktorial Dua level
Desain faktorial dua level digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh dalam produksi enzim xilanase dan faktor-faktor yang diamati.
Tingkat aerasi (X1) untuk batas atas 1.75 vvm dan batas bawah 0.67 vvm,
sedangkan agitasi (X2) untuk batas atas 250 rpm dan batas bawah 150 rpm.
Dengan menggunakan desain eksperimen faktorial dua level dengan
menggunakan dua faktor maka dihasilkan total 8 perlakuan berbeda yang dapat
dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Respon aktivitas xilanase diamati pada
jam ke-6, ke-12, ke-18, ke-24, ke-30 dan ke-36. Hasilnya dianalisa menggunakan
ANOVA. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Hasil analisis ragam (ANOVA) desain faktorial dua level
Sumber
Jumlah
D
Mean
F
Nilai P
kuadrat
kuadrat
hitung
Prob>F
Model
289663.42
3
96554.52
222.71
0.0005 Signifikan
A-Aerasi
5531.86
1
5531.86
12.76
0.0375
B-agitasi
248422.97
1
248423
573.00
0.0002
AB
35708.72
1
35708.72
82.36
0.0028
Curvature
46335.01
1
46335.01
106.87
0.0019 Signifikan
Pure Error
1300.65
3
433.55
Core Total
337299
7
Tabel 2 Lanjutan hasil uji analisa ragam (ANOVA) desain faktorial dua level
Std. Dev.
20.82
R-Kuadrat
0.9955
Mean
268.08 Akar R-Kuadrat
0.9911
C.V.%
7.77
Prediksi R-Kuadrat
N/A
Press
N/A
Adeq Precision
41.758
Aktivitas xilanase yang diperoleh pada desain eksperimen faktorial dua
level berkisar antara 37.68 U/mL sampai 725.06 U/mL. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa model bersifat signifikan dan dapat diterima untuk melihat
perkiraan pengaruh setiap peubah dan interaksi faktor dengan respon, yang

14
ditunjukkan dari nilai Fhitung dari model lebih besar dari Ftabel dan untuk p-value =
0.0005 4 (desirability), yang
artinya bahwa model persamaan regresi dapat digunakan untuk menavigasi desain
ruang:
Y= 344.18 – 37.19X1 + 249.21X2 – 94.48X1X2 ....... (1)
Keterangan : Y : aktivitas xilanase (U/mL)
X1 : Aerasi (vvm)
X2 : Agitasi (rpm)
Desain Eksperimen Central Composite Design (CCD)
Rancangan RSM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Central
Composite Design (CCD) yang merupakan desain fraksional dan nilai tengah
(center point) yang diperbesar dengan sekelompok start point untuk menentukan
titik lengkung kurva. Nilai tengah diperoleh dari nilai optimum acuan dari analisa
persamaan desain eksperimen dua level sebelumnya. Agitasi untuk batas atas
adalah 270.7 rpm dan batas bawah 129.29 rpm, sedangkan laju aerasi untuk batas
atas adalah 2.197 vvm dan batas bawah 0.675 vvm. Pengkodean level dan nilai
level dari variabel independen pada rancangan desain CCD dapat diketahui pada
Tabel 3.
Tabel 3 Pengkodean level dan nilai level eksperimen CCD
Variabel Independen simbol
level
-1.41421 -1
0
1
Aerasi (vvm)
X1
3.76
5
1.44 11
Agitasi (Rpm)
X2
129.29
150
200 250

1.41421
12.24
270.711

Total perlakuan yang dihasilkan dari kombinasi antara faktor X1 dan X2
dengan menggunakan CCD adalah sebanyak 13 perlakuan (Lampiran 5). Respon
produksi xilanse diamati pada jam ke-6, ke-12, ke-18, ke-24, ke-20, dan ke-36.
Hasilnya dianalisa dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA).
Analisis pemilihan model ini dilakukan berdasarkan jumlah kuadrat dari
urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan model
(Lack of Fit Tests) dan ringkasan model secara statistik (Model Summary
Statistics). Model yang mungkin terpilih dari metoda permukaan respon adalah
linier, 2FI (antara dua faktor), dan kuadratik.
1. Pemilihan model berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model
Model terpilih berdasarkan uraian jumlah kuadrat adalah urutan polinominal
dengan nilai tertinggi dimana syarat model yang diterima bernilai nyata (p F

9..136377
5.977418
0.000561
0.044674

0.0055
0.071
0.9994
0.9567

2. Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model
Pada pemilihan model ini dianggap tepat apabila ketidaktepatan model
berpengaruh tidak nyata dengan nilai P yang paling tinggi dan model tersebut
berstatus disarankan. Hasil pemilihan model berdasarkan pengujian
ketidaktepatan model dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model
Sumber
Linear
2FI
Quadratic
Cubic
Pure Error

Jumlah
Kuadrat
61283.23
1591.993
1577.585
0
88283.12

DB
4
4
2
0
5

Mean
Kuadrat
12256.65
397.9983
788.7926

F hitung
0.694167
0.022541
0.044674

Nilai P
Prob > F
0.6507
0.9987
0.9567

17656.63

3. Pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik
Proses pemilihan model ini berdasarkan ringkasan model secara statistik.
Parameter statistik yang digunakan untuk memilih model yang tepat difokuskan
pada akar R-kuadrat dan prediksi R-kuadrat terendah. Hasil pemilihan model
berdasarkan ringkasan model secara statistik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Pemilihan model berdasarkan ringkasan model secara statistik
Sumber
Standar
RAkar RRagam
Deviasi
Kuadrat
Kuadrat
Linear
122.2973 0.646303 0.575563
2FI
99.9305 0.787462 0.716615
Quadratic 113.3015 0.787496 0.635707
Cubic
132.8782 0.791226 0.498943

Prediksi RKuadrat
0.380933
0.737101
0.666249

Presisi
261782.1
111171
141131.7

Disarankan

Tabel 6 menunjukkan bahwa diantara model–model yang ada yaitu linier,
2FI, dan kuadratik, model 2FI yang menunjukkan status disarankan yang berarti

16
bahwa model tersebut disarankan untuk digunakan. Persamaan berikut merupakan
bentuk umum persamaan regresi untuk model 2FI :
Y = 317.43 – 14.28X1 – 1903.11X2 – 904.85X1X2 ......... (2)
Keterangan : Y : aktivitas xilanase (U/mL)
X1 : Aerasi (vvm)
X2 : Agitasi (rpm)
Pada persamaan ini, koefisien model regresi terdiri atas satu koefisien
blok, dua koefisien linier, dan satu koefisien interaksi. Model persamaan ini
merupakan interaksi 2 faktor dan linier.
Hasil analisa ragam dengan α = 0.05, diketahui bahwa faktor yang
signifikan adalah agitasi (X2), dan interaksi antara aerasi dan agitasi (X1X2)
karena Pvalue< 5%. Hasil analisa ragam ini dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen CCD
Sumber
Model
X1
X2
X1 X2
Residual
Lack of Fit
Pure Error
Cor Total

Jumlah
Kuadrat DB
332990.1 3
21.63575 1
49506.53 1
59691.24 1
89875.12 9
1591.993 4
88283.12 5
422865.3 12

Mean
Kuadrat
110996.7
21.63575
49506.53
59691.24
9986.125
397.9983
17656.63

F Hitung
11.1151
0.00216
4.95753
5.97741

Nilai P
Prob > F
0.0022
0.9639
0.0530
0.0371

0.022541

0.9987

signifikan

Tidak signifikan

Tabel 8 Lanjutan hasil uji analisa ragam (ANOVA) dari desain eksperimen CCD
Std.Dev.
Mean
C.V.%
PRESS

99.93059
350.5956
28.50308
111170.9

R-kuadrat
Akar R-kuadrat
Prediksi R-kuadrat
Adeq Presisi

0.787462
0.716615
0.737101
11.10313

Hasil analisa model dengan nilai Pvalue< 5% juga menunjukkan nilai
signifikan yang berarti model dapat digunakan untuk proses optimasi produksi
xilanase. Selain itu dari hasil uji Lack of Fit terhadap model dapat diketahui
bahwa tidak ada ketidaktepatan model, hal ini dapat dibuktikan dari nilai Lack of
Fit diperoleh Pvalue = 0.9987 (Not significant) > derajat signifikansi α = 0.05
artinya model regresi diterima (Tabel 7). Nilai koefisien determinasi yang
diperoleh berdasarkan uji ANOVA yaitu sebesar R2 = 0.787462 menunjukkan
bahwa hubungan korelasi 78% variabel respon pada produksi xilanase
dipengaruhi oleh variabel independen.
Keakuratan model juga dapat diketahui dari perbandingan nilai aktual
penelitian dengan prediksi model. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai aktual
dan prediksi tersebar mendekati garis linier.

17
Design-Expert® Software
aktivitas

Predicted vs. Actual
670.00

Color points by value of
aktivitas:
641.041
23.369

Predicted

507.50

345.00

182.50

20.00

23.37

182.54

341.72

500.89

660.06

Actual

Gambar 3 Distribusi sebaran nilai aktual dan prediksi produksi xilanase
Dengan menggunakan persamaan (2) dapat diprediksikan level optimum
agitasi dan aerasi untuk produksi xilanase. Gambar 4 menunjukkan respon
permukaan dan plot kontur 3D pada optimasi fermentasi produksi xilanase.
aktivitas

250.00

590.42

710
471.757
225.00

350

B: agitasi

aktivitas

530

170

353.094
6

200.00

-10

234.43

175.00

250.00

115.767

1.48
225.00

1.24
200.00

B: agitasi

1.00
175.00

0.75
150.00

0.51

150.00
0.51

0.75

1.00

1.24

1.48

A: aerasi
A: aerasi

Gambar 4 Respon permukaan dan kontur plot pengaruh aerasi dan agitasi dengan
level terkodekan terhadap produksi xilanase
Menurut Myers (1971), respon optimal dapat berupa grafik maksimum,
minimum dan pelana (Saddle Point). Penentuan titik optimum dari variabel bebas
(faktor) yang memiliki pengaruh nyata terhadap respon dilakukan setelah model
sesuai. Titik optimum faktor yang dipilih adalah yang memiliki respon yang
paling maksimum. Titik optimum dilakukan dengan menganalisa bentuk kurva
permukaan dan kontur respon terhadap faktor. Diketahuinya titik stasioner atau
titik optimum, maka bentuk kurva dapat ditentukan memiliki titik maksimum, titk
minimum atau titik pelana.

18
Analisis menggunakan ANOVA memperlihatkan bahwa aerasi tidak
menunjukkan nilai yang signifikan, artinya penambahan laju aerasi tidak
berpengaruh nyata terhadap peningkatan aktivitas xilanase selama masa produksi.
Hal ini mungkin disebabkan karena, kebutuhan bakteri terhadap oksigen didalam
media produksi sudah tercukupi untuk melakukan metabolisme.
Peningkatan aerasi dari 0.5 vvm hingga 1 vvm akan meningkatkan
aktivitas enzim, namun peningkatan aerasi lebih dari 1 vvm akan menyebabkan
turunnya aktivitas enzim (Bakri et al. 2011; Cabiscol et al. 2000). Calik et al.
(2000) menyatakan bahwa aerasi dimaksudkan untuk menyediakan oksigen dalam
medium fermentasi. Metabolisme bakteri akan terganggu jika konsentrasi oksigen
terlarut berada dibawah tingkat kritisnya. Peningkatan kelarutan oksigen dalam
medium kultivasi akan meningkatkan laju konsumsi oksigen spesifik oleh bakteri
sampai nilai tertentu, setelah itu peningkatan oksigen terlarut tidak berpengaruh
terhadap laju konsumsi oksigen spesifik.
Interaksi antara aerasi dan agitasi menunjukkan hasil yang signifikan,
artinya bahwa hubungan keduanya memiliki pengaruh dalam meningkatkan
aktivitas xilanase. Hal ini disebabkan karena interaksi aerasi dan agitasi dapat
meningkatkan ketersediaaan oksigen oleh adanya pengadukan sehingga
pencampuran dapat terjadi secara maksimal. Bakri et al. (2011) mengatakan
bahwa efisiensi aerasi dapat ditingkatkan dengan agitasi, yang mengakibatkan
peningkatan tegangan antar muka antara gas dan cairan. Agitasi akan
menyebabkan gelembung udara pecah sehingga menjadi gelembung-gelembung
udara yang lebih