Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian Retrovirus Serotipe-2.

UJI In Vitro GABUNGAN EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU
BIJI DAN SAMBILOTO SEBAGAI Anti-Simian retrovirus
SEROTIPE-2

FATAN UMBARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Uji In Vitro Gabungan
Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus
Serotipe-2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Fatan Umbara
NRP G451130281

RINGKASAN
FATAN UMBARA. Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan
Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus Serotipe-2. Dibimbing oleh IRMA
HERAWATI SUPARTO dan JOKO PAMUNGKAS.
Simian retrovirus (SRV) merupakan virus yang berasal dari monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) dan masih dalam satu famili dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). Oleh karena itu SRV dapat digunakan sebagai model dari
penelitian terhadap HIV. Virus tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan
gangguan fungsional dari sistem kekebalan tubuh terutama pada sel limfosit T
CD4+ dan makrofag. Usaha mendapatkan obat yang murah dan efektif untuk
memerangi HIV dapat dilakukan dengan penggunaan senyawa obat tradisional.
Telah dibuktikan bahwa ekstrak air daun jambu biji yang mengandung flavonoid
dapat menghambat virus RNA H1N1 melalui penghambatan enzim reverse
transcriptase. Tanaman obat tradisional lain yang memiliki aktivitas sebagai

antivirus adalah sambiloto (Andrographis paniculata) yang diketahui dapat
menghambat enzim protease pada HIV. Untuk meningkatkan aktivitas antiviral
ini dilakukan penggabungan kedua tanaman obat dengan harapan mendapatkan
efek sinergis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek
gabungan ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto sebagai antivirus terhadap
SRV-2 serta menduga kandungan metabolit sekunder keduanya.
Kedua tanaman obat dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut
etanol 96% dan pelarut diuapkan dengan rotary evaporator. Beberapa formula
gabungan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji MTT (3-(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Uji ini untuk menentukan
toksisitas terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV-2 sehingga dapat
diketahui konsentrasi aman yang akan digunakan pada sel A549 terinfeksi SRV-2.
Sistem pengujian antivirus dilakukan secara in vitro dengan mengunakan kultur
sel A549 yang telah diinfeksi SRV-2 dan dipaparkan pada kedua ekstrak tanaman
obat tersebut. Sistem kultur ini dapat menunjang replikasi virus sehingga dapat
dilakukan pengamatan penghambatan replikasi yang disebabkan paparan suatu
senyawa bioaktif. Metode Reverse Transcriptase Real-Time Polymerase Chain
Reaction (RT Real-Time PCR) digunakan sebagai acuan untuk mengukur jumlah
virus berdasarkan pada cycle threshold (Ct) dan jumlah salinan virus.
Gabungan yang memiliki toksisitas rendah adalah formula 3:1 daun jambu
biji dan sambiloto pada konsentrasi 125 ppm ke bawah. Formula tersebut diujikan

terhadap sel A549 yang telah diinfeksi SRV-2 dan supernatannya dipanen setiap
hari selama lima hari. Untuk mengetahui jumlah salinan virus digunakan real
time–PCR, penghambatan terbaik dari formula tersebut adalah 99.96% dengan
konsentrasi 125 ppm. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa formula 3:1 daun
jambu biji dan sambiloto berpotensi sebagai antiretroviral ditunjukan dengan
jumlah salinan virus formula tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
lamivudine.
Kata kunci : Psidium guajava, Andrographis paniculata, gabungan, cycle
threshold, antiretroviral

SUMMARY
FATAN UMBARA. In Vitro effect of Combined Ethanol Extracted Leaves of
Psidium guajava and Andrographis paniculata as Anti-Simian retrovirus
Serothype-2. Supersived by IRMA HERAWATI SUPARTO and JOKO
PAMUNGKAS.
Simian retrovirus (SRV) is found in long tailed macaque (Macaca
fascicularis) which is in the same family with Human Immunodeficiency Virus
(HIV) that caused Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). This SRV can
be used as model for HIV studies. These viruses damaged and weaken immune
system function by affecting CD4+ T cells and macrophages. Continuing efforts to

find affordable, accessible and effective cure to combat HIV including the use of
medicinal plants are increasing. Psidium guajava leaves has been reported that
the water extract contained flavonoids can inhibit H1N1 RNA virus through the
inhibition of reverse transcriptase enzyme. Other medicinal plants with antiviral
activity was Andrographis paniculata which has potency to inhibit the protease
enzyme of HIV. Efforts to increase antiviral activities or potency can be done by
combining both plants in a certain formulation. Combination of medicinal plants
are widely used for treatment to obtain synergistic effect and gain the desired
therapeutic goal. The current study investigates the in vitro effect of combined
ethanol extracts of P. guajava and A. paniculata leaves as antiviral against SRV-2.
Leaves of both plants were macerate in 96% ethanol then dried with rotary
evaporator. Several combination of formula were used in this study with different
ratios of extracted leaves then analyzed with MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)2,5-diphenyltetrazolium bromide) methods to determined the cytotoxicity. In vitro
antiviral testing system could be carried out using A549 cell culture, a human lung
cancer cell, which supported the replication of virus and can evaluate the
inhibition activities of medicinal plants. The reverse transcriptase real-time
polymerase chain reaction (RT-real time PCR) used to measure the copy number
of the virus.
The combined extracts that has minimal toxicity was three parts of P.
guajava and one parts of A. paniculata at all concentration below 125 ppm. These

concentrations were further added to A549 infected cells and the supernatans were
collected every day for five days. Based on the copy number using real time–PCR,
the best inhibition of the combination was 99.96% with concentration of 125 ppm.
This study showed that the formula of three parts of P. guajava and one parts of A.
paniculata leaves potential as antiretroviral since the copy number was lower
compared to lamivudinee, a generic antiretroviral drug.
Keyword : Psidium guajava, Andrographis paniculata, combination, cycle
threshold, antiretroviral

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

UJI In Vitro GABUNGAN EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU

BIJI DAN SAMBILOTO SEBAGAI Anti-Simian retrovirus
SEROTIPE-2

FATAN UMBARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dra Eti Rohaeti, MS

Judul Tesis : Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan
Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus Serotipe-2

Nama
: Fatan Umbara
NIM
: G451130281

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Ketua

Dr drh Joko Pamungkas, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
29 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul “Uji
In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai AntiSimian retrovirus Serotipe-2”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari
2015 sampai dengan September 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto MS
dan Bapak Dr drh Joko Pamungkas MSc selaku pembimbing, Prof Dr Dyah Iswantini
MScAgr selaku Ketua Program Studi Kimia, rekan-rekan dari Pusat Studi Satwa
Primata Ibu Dr drh Diah Iskandriati, Bapak Uus Saepuloh, Ibu Silmi Mariya, Iin
Indriawati, Tri Fauziani, Sela Septima, Elis Dwi dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah
Pascasarjana Kimia yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan

penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Fatan Umbara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv


1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Perumusan Masalah

2

Manfaat Penelitian

2


2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE PENELITIAN

6

Waktu dan Tempat Penelitian

6

Bahan

6

Alat

6

Prosedur Penelitian

7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

10

5 SIMPULAN DAN SARAN

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto
2 Perkiraan senyawa berdasarkan m/z kromatogram LC-MS

10
16

DAFTAR GAMBAR
1 Skema proses PCR
2 Kadar fenol total ekstrak daun jambu biji dan sambiloto
3 Uji toksisitas berbagai formula ekstrak daun jambu biji dan
sambiloto terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV-2
4 Morfologi sel A549 hasil uji toksisitas formula (3:1) dibandingkan
dengan kontrol tanpa ekstrak formula daun jambu biji dan sambiloto
5 Nilai Ct formula (3:1) konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm
6 Jumlah salinan SRV masing-masing sampel dan kontrol positif
(lamivudine)
7 Persen inhibisi formula (3:1) konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, 125 ppm
dan kontrol positif terhadap SRV-2 pada hari ke 5
8 Dugaan mekanisme penghambatan jambu biji dan sambiloto pada siklus
hidup virus
9 Kromatogram hasil LC-MS daun jambu biji (biru), sambiloto (hijau) dan
formula (3:1) (merah)

5
10
11
12
13
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Tabel absorbansi larutan standar asam galat
Kurva larutan standar asam galat
Absorbansi uji MTT berbagai formula daun jambu biji dan sambiloto
Tabel nilai Ct standar SRV-2
Kurva standar SRV-2

21
21
21
22
22

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Simian retrovirus (SRV) merupakan virus yang berasal dari monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) yang memiliki gejala sangat mirip dengan AIDS
pada manusia. SRV dapat dijadikan model dari Human Immunodeficiency Virus
(HIV) karena sama-sama merupakan virus RNA dan masih dalam satu family,
yaitu Retroviridae (Stump dan Van de Woude 2007). Virus RNA dapat
menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsional dari sistem kekebalan tubuh
terutama pada sel limfosit T CD4+ dan makrofag sehingga tubuh sangat rentan
terinfeksi mikroorganisme lain (Friedman et al. 2006; Kannan et al. 2012).
Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, penderita
baru dengan HIV dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang
terinfeksi dari Januari hingga September 2014 sebanyak 150 296 orang dan 55
799 orang. Maka sangat dibutuhkan suatu obat antivirus untuk mengatasi
penyakit ini. Antivirus yang banyak digunakan pada orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) adalah zidovudine, lamivudinee, dan emtricitabine (Sastrawinata 2007).
Terapi antivirus modern tersebut memerlukan biaya yang cukup mahal karena
harus menggunakan minimal campuran 3 jenis obat antivirus. Rerata total biaya
perawatan ODHA di Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah 19 912 dolar
Amerika Serikat untuk satu orang setiap tahunnya (Gebo et al. 2010). Oleh karena
itu pencarian obat yang mudah diperoleh, murah dan lebih aman dengan minimal
efek samping sangat mendesak.
Senyawa dari bahan alam diharapkan memiliki efek samping minimal dan
juga lebih ekonomis (Brown et al. 2008). Senyawa kimia yang memiliki potensi
sebagai antivirus dan dapat disintesis dari bahan alam salah satunya adalah
flavonoid. Metabolit flavonoid merupakan senyawa yang umumnya berasal dari
tumbuhan. Flavonoid telah terbukti menunjukkan berbagai aktivitas biokimia dan
farmakologi seperti anti-karsinogenetik, antimikroba, anti-inflamasi, dan antivirus.
Senyawa flavonoid telah dilaporkan dapat menghambat replikasi HIV dengan
ekstrak berkonsentrasi 200 μg/ml sebesar 92.8% melalui penghambatan enzim
reverse trancriptase (Verbel dan Leonardo 2002, Kannan et al. 2012). Salah satu
tanaman obat tradisional yang mengandung flavonoid adalah jambu biji (Psidium
guajava) yang biasanya digunakan masyarakat sebagai obat batuk dan diare.
Daun jambu biji mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain asam psidiolat,
asam ursolat, asam kategonat, asam oleanolat, asam guajavolat, asam krategolat,
guajaverin, isokuersetin, hiperin, senyawa flavonol, tanin, kasuarinin, dan
kuersetin (Shu et al. 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan daun jambu
biji dapat menghambat virus bermateri genetik RNA. Ekstrak air daun jambu biji
dapat menghambat pertumbuhan virus influenza (H1N1) (Sriwilaijaroen 2011).
Selain itu, ekstrak etanol 50% daun jambu biji dapat menghambat sebesar 19.35%
pada SRV dengan konsentrasi 7.8 ppm (Luhtfie 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Luthfie (2014) aktivitas penghambatan
ekstrak daun jambu biji terhadap SRV masih rendah. Oleh karena itu untuk
meningkatkan aktivitas penghambatannya, diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap daun jambu biji. Salah satu inovasi yang dikembangkan, yaitu
melakukan penggabungan daun jambu biji terhadap tanaman obat lain. Gabungan

2
dua ekstrak tanaman diharapkan dapat meningkatkan aktivitas penghambatan jika
dibandingkan dengan tanaman obat tunggal karena adanya efek sinergisitas dari
masing-masing senyawa tanaman obat (Yang et al. 2014).
Tanaman obat lain yang dilaporkan memiliki aktivitas antivirus adalah
sambiloto (Andrographis paniculata). Sambiloto adalah tanaman obat yang
mengandung diterpenoid, flavonoid dan strerol. Dari beberapa penelitian
membuktikan bahwa sambiloto memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi (Chao et
al. 2010), antikanker (Talei et al. 2013), hepatoprotektor, antivirus dan antimalaria
(Nagalekshmiet al. 2011). Kombinasi tanaman obat lain dengan sambiloto dapat
menghambat enzim protease pada HIV dengan konsentrasi 4.2–175 μg/mL
(Elfahmi et al. 2014). Sambiloto dapat menghambat 50% virus bermateri genetik
RNA seperti virus dengue (Ling et al. 2014) dan virus flu babi (H1N1) (Seniya et
al. 2014).
Senyawa aktif dalam ekstrak daun jambu biji dan sambiloto diketahui
dapat menghambat pertumbuhan virus RNA. Dengan gabungan kedua tanaman
obat tersebut, senyawa aktif yang terkandung dari kedua tanaman diharapkan
memiliki efek sinergisitas yang dapat meningkatkan aktivitas penghambatan
terhadap SRV. Sistem pengujian antivirus dapat dilakukan secara in vitro dengan
mengunakan kultur sel A549 (sel lestari yang berasal dari kanker paru-paru
manusia) yang telah diinfeksi SRV-2. Sistem kultur ini dapat menunjang replikasi
virus dan mengevaluasi adanya penghambatan replikasi yang disebabkan aktivitas
suatu senyawa bioaktif. Metode Reverse Transcriptase Real-Time Polymerase
Chain Reaction (RT Real-Time PCR) digunakan sebagai acuan untuk mengukur
jumlah virus berdasarkan pada nilai ambang siklus atau cycle threshold (Ct) dan
jumlah salinan virus (Ehrhardt et al. 2007, Li et al. 2013).
Rumusan Masalah
Aktivitas penghambatan ekstrak daun jambu biji tunggal terhadap SRV-2
masih rendah. Dengan gabungan atau formulasi daun jambu biji dan sambiloto
diharapkan dapat meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap SRV-2.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi aktivitas penghambatan
gabungan ekstrak etanol dari daun jambu biji dan sambiloto terhadap SRV-2
secara in vitro dan menduga kandungan metabolit sekundernya.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi seluas-luasnya
kepada masyarakat bahwa gabungan ekstrak daun jambu biji dan sambiloto
memiliki aktivitas sebagai antivirus terhadap SRV-2 secara in vitro.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jambu Biji
Jambu biji (Psidium guajava) merupakan tanaman yang tumbuh secara
alami di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini merupakan pohon yang dapat
tumbuh hingga 10 meter yang bercabang, daun lonjong atau oval dengan panjang
5-15 cm. Bunga tanaman ini memiliki 4-6 kelopak berwarna putih dan kepala sari
berwarna kuning. Kulit buah berwarna kultival tergantung dari jenis dan jumlah
pigmen (Flores et al. 2015). Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan
sebagai berikut : Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae,
ordo Myrtales, famili Myrtaceae, genus Psidium, spesies Psidium guajava L.
Pemanfaatan jambu biji di dalam masyarakat antara lain buahnya dapat
dimakan dan diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu,
buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan bermacam-macam penyakit, seperti
memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan
rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Bagian tanaman lainnya,
seperti daun, kulit akar maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga
berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap,
diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit
terbakar sinar matahari (Moreno et al.2014).
Hasil dari penelitian, ditemukan bahwa dalam ekstrak daun jambu biji
terdapat lebih dari 20 senyawa aktif. Beberapa diantaranya adalah tanin, saponin,
flavonoid steroid, terpenoid, karbohidrat, polifenol dan glikosida. Senyawa aktif
yang paling banyak memiliki aktivitas adalah kuersetin. Kuersetin ternyata
memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase
yang dimiliki virus bermateri genetik RNA (Kaul et al. 1985). Ekstrak daun
jambu biji ini termasuk zat yang praktis dan tidak toksik pada hasil uji keamanan
atau toksisitas (Mundi et al. 2014).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan tumbuhan semusim,
dengan tinggi 50-90 cm, batang yang disertai dengan banyak cabang berbentuk
segi empat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk
lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun
berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau muda, panjang 2-8 cm,
lebar 1-3 cm. Bunga tumbuh dari ujung batang atau ketiak daun, berbentuk
tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Tanaman ini memiliki buah
kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung
tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecilkecil, warnanya cokelat muda. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan dengan biji
atau stek batang Secara botanis tanaman sambiloto diklasifikasikan sebagai
berikut : Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo
Solanales, famili Achantaceae, genus Andrographis, spesies Andrographis
paniculata. Kandungan yang terdapat pada sambiloto, yaitu lakton, diterpenoid,
diterpen, glikosida dan flavonoid. Flavonoid yang terkandung pada tanaman
sambiloto dapat diisolasi dari daun dan akar (Chao et al. 2010).

4
Sambiloto sering digunakan untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit
Daun tumbuhan sambiloto bermanfaat untuk menurunkan demam tinggi dan
malaria. Selain itu, daun tumbuhan sambiloto berkhasiat untuk mengatasi: infeksi
saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel
(tonsilitis), abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran napas ,
(Bronkitis), radang ginjal akut (pielonefritis akut), radang telinga, kencing nanah
(gonore), kencing manis (diabetes melitus), tumor trofoblas (trofoblas ganas),
serta tumor paru, batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma), dan darah tinggi
(hipertensi) (Eddy et al. 2011). Sambiloto juga telah banyak digunakan sebagai
obat termasuk untuk infeksi HIV dan antikanker. Sambiloto mempunyai sifat
khas, yaitu pahit, mendinginkan dan membersihkan darah. Andrografolid yang
berlimpah menyebabkan tanaman ini mempunyai sifat pahit. Menurut beberapa
penelitian zat tersebut dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor, antikanker, dan
antiviral (Kadar 2009).
Retrovirus
Retrovirus termasuk dalam famili Retroviridae berbentuk ikosahedral serta
memiliki selubung protein (envelope). Kandungan materi genetiknya berupa RNA
utas tunggal, oleh karena itu virus ini tergolong dalam kelas VI dalam klasifikasi
virus Baltimore. Retrovirus memiliki enzim reverse transcriptase yang berfungsi
untuk transkripsi balik RNA menjadi DNA setelah masuk ke dalam sel inang.
Selanjutnya DNA dari retroviral ini dapat berintegrasi ke dalam DNA kromosom
sel inang dan nantinya diekspresikan. Beberapa contoh dari kelompok virus ini
adalah HIV dan SRV (Friedman et al. 2006).
HIV merupakan retrovirus yang menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh
manusia (terutama CD4+, sel T, dan makrofag). Infeksi virus ini mengakibatkan
terjadinya penurunan sistem kekebalan secara terus-menerus sehingga pasien
menjadi rentan terhadap infeksi penyakit. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan defisiensi kekebalan tubuh yang parah dikenal sebagai “infeksi
oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan
tubuh yang melemah (Friedman et al. 2006).
Untuk memahami mekanisme kerja antivirus, perlu dipahami siklus hidup
HIV. HIV adalah virus RNA yang menginfeksi sel limfosit T CD4+. Setelah virus
mengikat pada reseptor CD4 dan satu dari dua koreseptor (baik CCR5 atau
CXCR4) kemudian virus berfusi ke dalam sel. Virus menembus sel kemudian
menumpahkan RNA ke dalam sel dan RNA virus mengalami transkripsi balik dari
RNA ke DNA kemudian diangkut ke dalam inti sel untuk berintegrasi dengan sel
inang. Salinan dari DNA sel inang membentuk protein berantai panjang. Protein
virus diproses selanjutnya dengan enzim protease dan selanjutnya menjadi virus
yang belum matang. Di permukaan sel, virus yang belum matang dilepaskan dan
menjadi virus baru (Chen et al. 2007).
SRV merupakan virus dari famili Retroviridae yang umumnya menyerang
golongan primata khususnya Macaca. Transmisi virus ini dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi seperti melalui gigitan, cakaran,
ataupun cairan tubuh. SRV menyerang sel pertahanan tubuh seperti CD4+ dan sel
T-CD8, sel B, dan makrofag sehingga menyebabkan terjadinya penurunan sistem
imun seperti infeksi pada HIV (Kwang et al. 1988).

5
Uji MTT (methylthiazoltetrazolium)
Uji MTT merupakan uji kalorimetrik untuk mengetahui aktivitas
metabolik sel. Pengujian aktivitas sitotoksik suatu ekstrak dapat dilakukan secara
in vitro dengan metode MTT terhadap sel berdasarkan reaksi garam MTT (3-(4,5dimethylthiazolyl-2)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang berwarna kuning bila
ditambahkan ke dalam kultur sel maka akan bereaksi dengan enzim mitokondrial
dehidrogenase dari sel hidup menghasilkan kristal formazan yang berwarna ungu
karena sel hidup ini memiliki kemampuan untuk memecahkan rantai tetrazolium
dari MTT. Asam isopropanol mampu melarutkan kristal formazan dan
menghasilkan warna ungu yang dapat dibaca pada panjang gelombang 595 nm.
Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi dengan konsentrasi ekstrak yang
tidak mempunyai aktivitas sitotoksik mempunyai nilai penghambatan proliferasi
lebih kecil dari 50%.
Real Time-Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik biologi
molekuler untuk memperbanyak jumlah DNA secara in vitro dengan
mempergunakan enzim polymerase dan perubahan temperatur. Dalam teknik
PCR ini sangat diperlukan preparasi sampel DNA, dimana untuk mendapatkan
asam nukleat merupakan langkah awal untuk menentukan keberhasilan dalam
proses identifikasi DNA dari sampel yang kita akan lihat. Isolasi DNA
merupakan proses yang sangat menentukan kemampuan kita untuk
mengidentifikasi DNA dari sel tersebut dan tentunya dalam proses isolasi DNA
ini membutuhkan perangkat terutama laboratorium yang memenuhi syarat tertentu.
Pada real-time PCR, produk DNA hasil pelipatgandaan dideteksi melalui
pemantauan intensitas fluoresens selama proses reaksi berjalan dalam waktu
sesungguhnya (real-time) (Rozaliyani et al. 2011).

Gambar 1 Skema proses Polymerase Chaint Reaction (Santos et al. 2004)

6
PCR digunakan untuk mengamplifikasi rantai pendek pada bagian tertentu
dari rantai DNA. Proses PCR membutuhkan beberapa komponen antara lain:
templat DNA merupakan bagian fragmen DNA yang akan diamplifikasi, primer
yang merupakan bagian tertentu untuk memulai dan mengakhiri fragmen yang
akan diamplifiksi, DNA polymerase merupakan enzim yang digunakan untuk
mengkopi DNA, nukleotida tempat DNA polymerase membangun DNA baru dan
buffer yang memberikan lingkungan kimia yang cocok untuk DNA polymerase.
Tahapan proses pada PCR (Gambar 1) yaitu prose initialization yang merupakan
tahapan rantai DNA dan primers terurai, denaturasi DNA menjadi RNA.
Selanjutnya terjadi proses annealing yaitu penempelan primers dan sintesis DNA
melaui polymerase sehingga terbentuk DNA baru. Proses tersebut terjadi dalam
beberapa siklus sehingga terjadi beberapa kali duplikasi DNA (Santos et al. 2004).

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan
September 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB,
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan
Imunologi, serta Laboratorium Bioteknologi Pusat Studi Satwa Primata IPB dan
Laboratorium Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel daun jambu biji
dan sambiloto yang diambil dari kebun Unit Konservasi dan Budidaya
Biofarmaka (UKBB) Pusat Studi Biofarmaka IPB berlokasi di Cikabayan
Kabupaten Bogor. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Sel
A549 (human lung carcinoma cell line, ATCC-CCL185) yang sudah di infeksi
SRV serotipe-2 sebagai sistem in vitro untuk analisis antivirus hasil
pengembangan DR. Diah Iskandriati (PSSP IPB). Bahan media kultur sel, yaitu
Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), fetal bovine serum (FBS), dan buffer
fosfat pH 7.4 serta tripsin untuk pelepasan sel dari tempat tumbuhnya (Plat sumur).
Bahan untuk uji antivirus, yaitu: lamivudinee (generik), MTT (3-(4,5Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide), QI-Aamp Viral RNA
Mini Kits (Qiagen, Hilden, Germany), SuperscriptTM III First-Strand Synthesis
System for RT-PCR (Life Technologies, Carlsbad, CA, USA), primer SRV-2
5737U19 dan SRV-2 5943L20 (dikoleksi dari IPB-PRC), dan SsoFast evagreen
master mix (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA, USA).
Alat
Alat yang digunakan adalah peralatan kaca sederhana, neraca analitik,
maserator, dan penguap vakum. Peralatan untuk pengujian antivirus, yaitu isotemp
waterbath (Fisher Scientific), Biosafety Cabinet Class 2 (Nuaire), inkubator CO2
(Thermo Forma), kamar hitung Neubaueur, inverted microscope (Nikon, GS-6R),

7
sentrifuga (Beckman), Spectrafuge 7M Labnet, maxi mix plus (Thermolyne) dan
mesin Real-Time PCR iQ5 (Biorad).
Prosedur Penelitian
Pengadaan dan Pembuatan Simplisia
Daun jambu biji yang digunakan adalah daun ke 6 sampai ke 10 dari
pucuk. Sambiloto yang digunakan dipanen dari tanaman yang berusia kurang
lebih 3 bulan. Masing-masing sampel dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan
cara pemanasan oven pada suhu 50 oC selama 2-3 hari hingga daun menjadi
kering. Kemudian daun jambu biji dan sambiloto digiling hingga menjadi serbuk
dengan ukuran 30 mesh. Serbuk tersebut disimpan dalam wadah kedap udara.
Masing-masing simplisia diuji kadar air sampai kurang dari 10% (AOAC 1984).
Pembuatan Ekstrak
Proses ekstraksi dilakukan terhadap serbuk daun dengan metode maserasi
tanpa pemanasan selama 3 kali 24 jam. Pelarut yang digunakan, yaitu etanol 96%
dengan komposisi pelarut dan simplisia 1 berbanding 10. Pelarut hasil ekstraksi
masing-masing diuapkan dengan vakum evaporator hingga diperoleh ekstrak
bebas pelarut. Ekstrak yang dihasilkan disimpan pada suhu 4 oC sampai siap
untuk diujikan lebih lanjut (FHI 2009).
Analisis Fitokimia (Harborne 1987)
Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masingmasing sampel ditambahkan air kemudian dididihkan selama 2 menit dan disaring.
Untuk pengujian flavonoid, 5 mL filtratnya ditambah H2SO4 atau setelah
dipanaskan 5 ml filtrat ditambahkan 0.25 g serbuk Mg dan ditambahkan 1 ml amil
alcohol dan 1 ml klorhidrat. Terbentuknya warna merah akibat penambahan
H2SO4 menunjukkan adanya senyawaan flavonoid dan terbentuknya warna merah,
kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
Pengujian senyawa fenolik sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan NaOH 10% (b/v)
terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon.
Uji terpenoid dan steroid. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing
sampel ditambah 5 ml etanol lalu dipanaskan pada 50 °C dan disaring. Filtratnya
diuapkan hingga kering kemudian dilarutkan dengan eter. Lapisan eter ditambah 3
tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu
menunjukkan adanya terpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing sampel
ditambahkan 2.5 mL kloroform dan beberapa tetes amoniak. Kemudian campuran
diasamkan dengan 5 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung
kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendrof.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi
Meyer, endapan cokelat pada pereaksi Wagner, dan terbentuk warna merah jingga
pada pereaksi Dragendrof.
Uji Saponin. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing sampel ditambah
air secukupnya dan dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan

8
kemudian dikocok. Timbulnya busa selama sekitar 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Uji Tanin. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing bagian ditambahkan
air kemudian dididihkan selama 2 menit lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtrat
ditambahkan larutan FeCl3 1% (b/v). Uji positif ditandai dengan munculnya
warna biru tua atau hijau kehitaman.
Penentuan Kadar Fenol Total
Sebanyak 15 mg ekstrak sampel dilarutkan dalam 25 ml etanol lalu
diambil 1 mL larutan sampel kemudian ditambahkan 5 mL follin ciocalteu 7.5%.
Larutan tersebut didiamkan selama 8 menit lalu ditambahkan 4 mL NaOH 1%.
Larutan didiamkan selama 1 jam dan diukur absorbannya pada 730 nm. Asam
galat (konsentrasi 5-100 ppm) digunakan dalam membuat kurva kalibrasi untuk
menentukan kadar fenol total. Kandungan fenol total dalam ekstrak etanol
dinyatakan dalam miligram ekuivalen asam galat/gram sampel (mgEAG/g).
Formulasi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Sambiloto
Ekstrak sampel daun jambu biji dan sambiloto dibuat formula gabungan
dengan berbagai perbandingan, yaitu 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1, 1:4, dan 4:1 yang
dilarutkan dalam media penumbuhan sel dengan konsentrasi 1000 ppm.
Selanjutnya, larutan sampel diencerkan dengan berbagai konsentrasi, yaitu 500
ppm, 250 ppm, 125 ppm, 62.5 ppm, 31.25 ppm, 15.6 ppm, dan 7.8 ppm. Larutan
ekstrak selanjutnya diujikan terhadap sel A549 untuk menilai toksisitas ekstrak.
Penapisan Konsentrasi Ekstrak menggunakan Uji MTT
Sel A549 yang telah ditumbuhkan pada labu T25 dilakukan subkultur ke
plat mikro 96 sumur dan diinkubasi selama 24 jam pada kondisi 5% CO2 dan suhu
37 oC dengan jumlah sel 5000 sel/sumur. Larutan ekstrak sampel dimasukkan
sebanyak 100 µL ke dalam masing-masing sumur dan diinkubasi selama 48 jam
pada kondisi 5% CO2 dan suhu 37 oC. Pada masing-masing sumur pelat
ditambahkan MTT 10 µL dengan konsentrasi 5 mg/mL dan diinkubasi kembali
selama empat jam pada pada kondisi yang sama. Selanjutnya, supernatan dibuang
kemudian ditambahkan HCl dalam isopropanol dan dilakukan pembacaan rapatan
optis (OD) menggunakan plat microplate reader pada panjang gelombang 595 nm.
Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi. Konsentrasi ekstrak yang dipilih
untuk uji antivirus adalah konsentrasi ekstrak yang tidak mempunyai efek
sitotoksik dengan nilai penghambatan proliferasi dibawah 50 % (Maurya et al,
2010).
Uji Antivirus dengan Real Time Polymerase Chain Reaction
Larutan ekstrak yang tidak toksik terhadap sel A549 dipilih untuk
selanjutnya dilakukan uji aktivitas antivirus. Sel A549 yang telah diinfeksi SRV2 dikultur pada plat sumur 12 (10.000 sel/sumur) dan diinkubasi selama 24 jam
pada kondisi 5% CO2 dan suhu 37 oC, lalu larutan ekstrak ditambahkan sebanyak
500 µL pada masing-masing sumur. Selanjutnya diinkubasi selama 5 hari dan

9
dipanen supernatannya sebanyak 500 µL pada hari ke 1, 3, dan 5 lalu
ditambahkan kembali larutan ekstrak dalam jumlah yang sama. Supernatan hasil
panen kemudian disimpan pada suhu minus 80 oC.
Supernatan RNA virus kemudian diekstraksi menggunakan kit QIAamp
Viral RNA Mini Kits. Hasil ekstraksi RNA kemudian diubah terlebih dahulu
menjadi cDNA menggunakan kit SuperscriptTM III First-Strand Synthesis System
for RT-PCR agar dapat diamplifikasi dengan metode PCR. Primer yang
digunakan pada RT-PCR adalah SRV-2 5737U19 dan SRV-2 5943L20 (koleksi
PSSP IPB) yang akan mengamplifikasikan gen gp70. Untuk proses PCR,
sebanyak 10 pmol/ul masing-masing primer ditambahkan ke dalam10 µl SsoFast
evagreen master mixdan 2.5 µl templat cDNA. Prose amplifikasi PCR dilakukan
menggunakan iQ5 multicolor real time PCR detection system. Proses PCR
dikondisikan pada suhu 95 °C selama 3 menit (1 siklus) dan 40 siklus pada suhu
95 °C selama 10 detik, 47 °C selama 30 detik, dan 72 °C selama 30 detik. Hasil
nilai ambang siklus atau cycle threshold (Ct) dari RT-PCR dijadikan acuan untuk
mengukur jumlah virus. Nilai Ct berbanding terbalik dengan jumlah virus.
Standar SRV-2 dari konsentrasi 101 – 106 digunakan sebagai acuan untuk
menghitung jumlah salinan virus (Besson and Kazanji 2009). Formula dengan
aktivitas terbaik dianalisis senyawa penciri dengan Kromatografi Cair Spektroskopi Massa (LC-MS).
Analisis dengan Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy
Ekstrak daun jambu biji, daun sambiloto dan formulasi yang memiliki
aktivitas inhibisi enzim reverse transcriptase terbaik dianalisis menggunakan
Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-MS). Senyawa yang dianalisis
diinjeksikan ke dalam kamar pengionan yang akan membentuk gelembunggelembung (droplet of spray) yang bermuatan positif (+) atau negatif (-)
tergantung dari tegangan yang digunakan pada silinder elektroda, umumnya
bermuatan positif. Proses ionisasi sampel terjadi setelah pelarut dari senyawa yang
dianalisis menguap maka ukuran gelembung semakin kecil sehingga gelembung
akan pecah. Sampel dilarutkan dengan campuran pelarut asetonitril:air (80:20)
kemudian 20 µL sampel diinjeksikan pada pompa syringe dan dipisahkan melalui
kolom fasa terbalik (RP C18) Supelco pada LC (Hitachi L 6200) dengan panjang
kolom 150 mm, diameter 2 mm dan kecepatan alir 1 mL/min. Setelah terpisah,
sampel disemprotkan melalui electrospray ionization sehingga menjadi bentuk ion
yang terbaca pada mass spectrometer (Santoso et al. 2009).

10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air yang diperoleh dari daun jambu biji dan sambiloto adalah 8.91%
dan 9.10%. Kadar air yang kurang dari 10% dapat mempertahankan sampel dari
kontaminan mikroba sehingga lebih awet dan meningkatkan ketelitian dalam
penentuan konsentrasi. Ekstrak kasar yang diperoleh dari masing-masing sampel
daun jambu biji dan sambiloto adalah ekstrak padat dan berwarna hijau pekat.
Rendemen yang dihasilkan dari daun jambu biji 20.32% dan sambiloto 11.00%.
Analisis fitokimia ekstrak sampel dilakukan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder secara kualitatif dari sampel. Hasil analisis fitokimia ekstrak
etanol daun jambu biji dan sambiloto ditunjukkan pada Tabel 1 .
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto
Daun jambu biji
Flavonoid
+
Terpenoid
Streroid
+
Alkaloid
Saponin
+
Tanin
+
Hidrokuinon
Keterangan: + = terdeteksi, - = tidak terdeteksi

Sambiloto
+
+
+
+
+

Penentuan Kadar Fenol Total

Konsentrasi (ppm)

Secara umum diketahui bahwa senyawa fenolik (polifenol) salah satunya
adalah flavonoid yang dikandung oleh kedua tanaman yang diteliti merupakan
senyawa yang berpotensi sebagai antivirus (Verbel dan Leonardo 2002). Oleh
karena itu, penentuan kadar fenol di dalam suatu ekstrak tumbuhan obat yang
dievaluasi aktivitas antivirusnya perlu dilakukan. Kadar fenol total sampel
ditentukan dengan metode spektrometri menggunakan pereaksi follin ciocalteu
dan standar yang digunakan adalah asam galat. Hasil kurva standar asam galat
menghasilkan persamaan y = 0.0054x + 0.0216 dengan r = 0.9824 (Lampiran 1).
Absorbansi masing-masing sampel dikonversikan ke persamaan dan dikalikan
dengan faktor pengenceran untuk menghitung kadar fenol total masing-masing
sampel. Kadar fenol total masing-masing sampel dalam larutan 0.6 % (b/v)
ditunjukkan pada Gambar 2.
277.33
300
200
100

43.96

0
PG

AP

Sampel
Gambar 2 Kadar fenol total ekstrak tanaman daun jambu biji (PG) dan sambiloto
(AP).

11
Penapisan Konsentrasi Ekstrak Menggunakan Uji MTT
Penapisan konsentrasi ekstrak dilakukan untuk menentukan toksisitas
sampel terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV. Pemilihan konsentrasi
ekstrak yang tidak mengganggu pertumbuhan sel A549 yang belum diinfeksi SRV
perlu dilakukan. Hal tersebut dikarenakan agar ekstrak sampel yang dipilih untuk
uji antivirus tidak mengganggu pertumbuhan sel A549, sehingga yang teramati
hanya penghambatan ekstrak terhadap SRV. Hasil uji MTT menunjukkan persen
inhibisi dari berbagai formula larutan ekstrak, yaitu antara 8%-87% (Gambar 3).
100
90
80

%Inhibisi

70

(1:1)

60

(1:2)

50

(2:1)

40

(1:3)

30

(3:1)
(1:4)

20

(4:1)
10
0
7.8

31.2

124.8

499.2

Konsentrasi (ppm)
Gambar 3 Hasil uji toksisitas berbagai formula ekstrak daun jambu biji dan
sambiloto terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV
Berdasarkan hasil tersebut (Gambar 3), formula (3:1) dipilih untuk diuji
terhadap SRV. Penghambatan formula (3:1) terhadap sel A549 yang belum
diinfeksi SRV lebih kecil jika dibandingkan dengan formula lainnya. Walaupun
pada formula (4:1) dengan konsentrasi 32.5 ppm dan 250 ppm menunjukkan
penghambatan yang lebih kecil jika dibandingkan pada formula (3:1) dengan
konsentrasi yang sama. Formula (3:1) dipilih karena pola penghambatannya
terlihat konsisten dari konsentrasi kecil ke konsentrasi besar terhadap sel A549
yang belum diinfeksi.
Selain penentuan formula yang dipilih untuk diuji terhadap SRV,
penentuan konsentrasi maksimal formula yang akan digunakan juga perlu
dilakukan. Konsentrasi maksimal formula (3:1) yang akan digunakan untuk
diujikan terhadap SRV ditentukan berdasarkan hasil pengamatan sel dengan
inverted microscope dan diambil foto dengan pembesaran 80 kali. Dengan
pengamatan foto sel, dapat dilihat morfologi dan susunan sel pada plat yang
menunjukkan keadaan bentuk normal (hidup) atau abnormal atau rusak (mati)
(Gambar 4).

12

Gambar 4 Morfologi sel A549 hasil uji toksisitas formula (3:1) dibandingkan
dengan kontrol tanpa formula daun jambu biji dan sambiloto
(perbesaran 80x).
Berdasarkan pengamatan hasil foto sel, perlakuan pada kontrol sel
memperlihatkan morfologi sel yang masih normal, sedangkan sel yang dipaparkan
formula (3:1) dengan konsentrasi 125 ppm memperlihatkan sel masih dalam
keadaan hidup dibandingkan dengan 500 ppm yang menunjukan keadaan sel yang
sudah mati (Gambar 4). Hal ini diinterpertasikan bahwa pada konsentrasi 500 ppm
formula (3:1) menyebabkan kondisi lebih toksik daripada pada konsentrasi 125
ppm. Selanjutnya, konsentrasi 125 ppm digunakan sebagai konsentrasi maksimal
yang memberikan minimal toksisitas terhadap sel dengan formula 3:1 (daun
jambu biji dan sambiloto).
Uji Antivirus dengan Teknik Real Time Polymerase Chain Reaction
Pengujian antivirus dilakukan selama 5 hari. Pada hari ke 1 sampai
dengan hari ke 5, supernatan diambil dan ditambahkan kembali ekstrak sampel.
Penambahan kembali media dan ekstrak sampel bertujuan agar konsentrasi sampel
tidak berkurang. Supernatan yang dipilih untuk proses amplifikasi pada real timePCR, yaitu pada hari ke 1, 3, dan 5. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian
Karyawati (2010) yang melaporkan bahwa pelepasan SRV-2 terjadi pada waktu
setelah 48 jam dan 96 jam. Selain itu, Luthfi (2014) melaporkan bahwa ekstrak
daun jambu biji masih memiliki aktivitas penghambatan maksimal selama 5 hari.
Lamivudine dengan konsentrasi 60 ppm digunakan sebagai kontrol positif
terhadap aktivitas antivirus. Konsentrasi tersebut dipakai berdasarkan kesetaraan
konsentrasi darah manusia untuk pengobatan dengan membagi banyaknya obat
yang diminum per hari (g) dengan rata-rata volume darah manusia (mL) (Wibowo
2002).
Pengamatan pada uji antivirus dilakukan berdasarkan hasil pengukuran Ct
yang dijadikan sebagai acuan untuk melihat jumlah virus. Nilai Ct pada formula
(3:1) dengan konsentrasi 125 ppm menunjukkan penghambatan maksimal. Nilai
Ct formula (3:1) dengan konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm menunjukkan
aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi formula (3:1) < 62.5
ppm dan lamivudinee. Gambar 5 bahwa semakin sedikitnya jumlah virus dari hari

13

Cycle Tresshold (Ct)

kesatu sampai hari kelima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa formula (3:1)
memiliki potensi sebagai antivirus.
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Konsentrasi 125 ppm
Konsentrasi 62,5
ppm
Kontrol Positif
Lamivudin
Kontrol Negatif

0

1

2

3 4 5
Hari ke

6

7

Gambar 5 Nilai Ct formula (3:1) konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm
Pengamatan berdasarkan Ct tidak dapat menunjukkan besaran persen
penghambatan sampel terhadap SRV-2. Untuk menghitung persen penghambatan
sampel terhadap SRV-2, harus ditentukan berdasarkan jumlah salinan (copy
number) virus. Untuk menentukan jumlah salinan virus diperlukan suatu standar
SRV-2 sehingga jumlah salinan SRV-2 dapat ditentukan. Semakin besar jumlah
salinan virus mengindikasikan jumlah virus yang semakin banyak (berkebalikan
dengan nilai Ct). Penentuan jumlah salinan virus menggunakan kurva standar dari
SRV yang telah diketahui konsentrasinya. Kurva standar SRV-2 yang telah dibuat
menghasilkan persamaan y = -2.3418x + 32.713 dan r = 0.9712 (Lampiran 4).
Berdasarkan standar SRV-2 yang telah dibuat, jumlah salinan dari masing-masing
konsentrasi formula (3:1) dan kontrol negatif (lamivudine) dapat dilihat pada
Gambar 6.
Jumlah copy number (x 103)

10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00

Hari ke 1

2.00

Hari ke 3

1.00

Hari ke 5

0.00

7.8 ppm

15.6 ppm

31.25
ppm

62.5 ppm

125 ppm

Kontrol
Positif

Hari ke 1

2.90

4.36

1.49

1.01

0.26

1.76

Hari ke 3

2.06

2.49

0.96

0.78

0.09

2.64

Hari ke 5

8.87

7.12

0.05

0.04

0.00

3.49

Kontrol
Negatif

5.88

Sampel
Gambar 6 Jumlah salinan SRV-2 dari masing-masing sampel dan kontrol positif
(lamivudine) (Kontrol negatif hari ke 1 dan 3 tidak di analisis)

14
Hasil pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada hari kesatu sampai hari
ketiga terjadi penurunan jumlah salinan SRV-2. Tetapi sampel formula (3:1)
dengan konsentrasi 7.8 ppm dan 15.6 ppm pada hari kelima tidak memiliki
aktivitas penghambatan terhadap SRV-2 dilihat dari jumlah salinan SRV-2 pada
kedua konsentrasi tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kontrol negatif.
Sedangkan formula (3:1) dengan konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, 125 ppm, dan
kontrol positif (lamivudine) sampai pada hari kelima, menunjukkan adanya
aktivitas penghambatan terhadap SRV-2 dilihat dari jumlah salinan SRV-2 yang
lebih kecil dari pada kontrol negatif pada hari kelima. Formula (3:1) pada
konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125 ppm berpotensi sebagai anti-SRV-2,
hal tersebut dilihat dari semakin berkurangya jumlah DNA virus dari hari ke 1
sampai hari ke 5. Untuk besaran persentase penghambatan formula (3:1) pada
konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125 ppm dan lamivudine terhadap SRV-2
ditunjukan pada Gambar 7.
120

% Inhibisi

100

99.2

99.34

99.96

80
60

40.65

40
20
0

31,25 ppm

62,5 ppm

125 ppm

Lamivudin

Gambar 7 Persen inhibisi formula (3:1) pada konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm,
125 ppm, dan kontrol positif terhadap SRV-2 pada hari ke 5
Sampel formula (3:1) dengan konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125
ppm menunjukkan persentase penghambatan lebih besar dua kali lipat jika
dibandingkan dengan lamivudine pada hari kelima terhadap SRV-2 (Gambar 7).
Hal tersebut dikarenakan untuk penggunaan obat antivirus dianjurkan
menggunakan kombinasi antivirus (Astuti and Maggiolo 2014). WHO
menganjurkan dua jenis obat yang termasuk golongan nukleosida dan satu jenis
obat non-analog nukleosida atau dua jenis analog nukleosida dan satu jenis obat
penghambat protease yang digunakan untuk kombinasi obat antivirus (Wibowo
2002). Lamivudine merupakan jenis obat analog nukleosida sehingga hanya
menghambat pertumbuhan virus pada satu titik, yaitu pada enzim reverse
transcriptase. Lamivudine berkompetisi dengan nukleosida timin atau sitosin
untuk menempati sisi aktif enzim reverse transcriptase, yang menyebabkan
pembentukan rantai terminal dari proses reverse transcriptase. Senyawa aktif dari
formula (3:1) daun jambu biji dan sambiloto memiliki aktivitas penghambatan
yang berbeda terhadap siklus hidup virus (Gambar 8). Daun jambu biji diketahui
dapat menghambat enzim reverse transcriptase, yaitu pada proses serat tunggal
RNA virus diubah menjadi DNA serat ganda (Metwally et al. 2011). Adapun
senyawa aktif sambiloto dapat menghambat enzim protease pada saat proses
pemotongan rantai protein untuk dijadikan virus baru (Elfahmi et al. 2014).
Berdasarkan hal tersebut, penghambatan formula (3:1) lebih baik dibandingkan

15
dengan lamivudine karena pada formula (3:1) diduga terdapat senyawa aktif yang
termasuk dua jenis golongan obat berbeda, yaitu analog nukleosida atau nonanalog nukleosida pada daun jambu biji dan sambiloto termasuk jenis obat
protease inhibitor.

Daun Jambu Biji
menghambat enzim
reverse transcriptase
(Metwally et al. 2011)

Sambiloto menghambat
enzim protease
(Elfahmi et al. 2014)

Gambar 8 Dugaan mekanisme penghambatan jambu biji dan sambiloto pada
siklus hidup virus (Sumber: AIDS infonet)
Luthfi (2014) melaporkan bahwa daun jambu biji tunggal memiliki persen
penghambatan terhadap SRV-2 sebesar 19.35%. Sedangkan formula (3:1) dengan
konsentrasi 125 ppm memiliki persen penghambatan terbaik terhadap SRV-2,
yaitu sebesar 99.96% pada hari kelima. Hal tersebut menunjukan bahwa formula
(3:1) memiliki persen penghambatan lebih baik hampir lima kali lipat
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan yang menggunakan ekstrak
daun jambu biji tunggal. Walaupun kadar fenol total daun jambu biji tunggal lebih
tinggi dua kali lipat (Gambar 2) dibandingkan dengan kadar fenol total formula
(3:1) (133.112 ppm), tetapi penghambatannya terhadap SRV-2 lebih rendah
dibandingkan dengan formula (3:1). Hal tersebut mengindikasikan tingginya
kadar fenol pada tanaman obat tidak berpengaruh terhadap aktivitas
penghambatan pada SRV. Yang mempengaruhi aktivitas penghambatan terhadap
SRV adalah obat yang digunakan harus termasuk dua jenis obat atau lebih yang
dapat mengintervensi sisi yang berbeda pada tahapan siklus hidup virus.
Analisis senyawa penciri dengan menggunakan LC-MS
Senyawa aktif dari sampel yang memiliki aktivitas sebagai antivirus
diduga dari golongan senyawa seperti flavonoid (Kaul et al. 1985). Oleh karena
itu, digunakan LC-MS untuk menganalisis senyawa penciri dari sampel tunggal
maupun formulasi. Gambar 9 menunjukkan hasil kromatogram LC-MS formula
(3:1).

16

Gambar 9 Kromatogram hasil LC-MS Jambu biji (biru), Sambiloto (hijau) dan
formula (3:1) (merah)
Hasil LC-MS memperlihatkan bahwa puncak kromatogram pada formula
(3:1) yang muncul merupakan gabungan dari daun jambu biji dan sambiloto.
Terjadi peningkatan kuantitas formula (3:1) pada beberapa puncak dibandingkan
dengan masing-masing sampel tunggal. Perkiraan senyawa penciri pada
kromatogram berdasarkan nilai m/z ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkiraan senyawa berdasarkan m/z kromatogram LC-MS
m/z (bobot molekul)
Waktu
Perkiraan Senyawa
Jambu
Formula
Retensi
Sambiloto
Biji
(3:1)
5,4'-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon
3.98
315.195
340.259
(Song et al. 2013)
tetradec-3-ene
4.86
192.1385 192.1385
192.1385
(Eddy et al. 2011)
14-deoksi andrographiside
5.39
498.3066
255.1968
(Song et al. 2013)
Turpinionosides A
5.6
393.2878
393.2878
(Flores et al. 2015)
Kuersetin
6.3
427.2654
427.2654
(Harris et al. 2007)
Beta-sitosterol
6.48
415.2109 415.2109
415.2109
(Kalaivani et al. 2012)
Etil Ester Asam Dokosanoat
6.8
367.2448 367.2448
367.2448
(Thangavel et al. 2015)
Diterpen
7.33
214.2538 214.2538
214.2538
(Song et al. 2013)
Etil stearate
7.68
310.2372 310.2372
310.2372
(Eddy et al. 2011)

17
Berdasarkan hasil pada Tabel 2, senyawa penciri yang telah dilaporkan
memiliki aktivitas sebagai antivirus adalah 5,4'-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon
(Kim et al. 2006) dan deoksi andrographisida dilaporkan dapat menghambat
herpes simplex virus 1 (HSV-1) (Chao dan Lin 2010). Kuersetin dapat
menghambat pertumbuhan virus influenza (H1N1) (Sriwilaijaroen 2011, Johari et
al. 2012) dan menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase yang dimiliki
virus bermateri genetik RNA (Kaul et al. 1985). Notia-Scaglia et al (2015)
melaporkan bahwa diterpena diketahui dapat menghambat chikungunya virus dan
mengahambat replikasi HIV. Berdasarkan hal tersebut, keempat senyawa tersebut
diduga sebagai senyawa aktif yang dapat menghambat replikasi SRV dalam
penelitian ini.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, gabungan ekstrak etanol daun jambu biji dan
sambiloto perbandingan 3:1 berpotensi sebagai antivirus dengan penghambatan
pada hari kelima terhadap SRV-2 hampir 100%. Selain itu, penggabungan ekstrak
daun jambu biji dan sambiloto memiliki efek sinergi karena meningkat