Transformasi Genetik Kentang (Solanum Tuberosum L.) Kultivar Nooksack Dengan Gen Fbpase/Clran1 Melalui Perantara Agrobacterium Tumefaciens

TRANSFORMASI GENETIK KENTANG (Solanum tuberosum L.)
KULTIVAR NOOKSACK DENGAN GEN FBPase/ClRan1
MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

FATAHILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Transformasi genetik
kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar nooksack dengan gen FBPase/ClRan1
melalui perantara Agrobacterium tumefaciens” adalah benar karya bersama saya
dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

November 2016
Fatahillah
NIM G353140131

RINGKASAN
FATAHILLAH. Transformasi Genetik Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar
Nooksack dengan Gen FBPase/ClRan1 Melalui Perantara Agrobacterium
tumefaciens. Dibimbing oleh SUHARSONO dan UTUT WIDYASTUTI.
Nooksack merupakan salah satu kultivar kentang yang baik untuk diolah
menjadi french fries. Kentang kultivar Nooksack berasal dari hasil persilangan
konvensional antara kentang kultivar Kennebec dan kentang kultivar A501-13.
Keunggulan Nooksack adalah memiliki kualitas umbi yang baik, daging umbi
berwarna putih, kandungan pati tinggi, dan memiliki kandungan gula rendah. Hanya
saja kentang kultivar Nooksack juga memiliki kekurangan yaitu hasil umbi yang
rendah. Oleh sebab itu, produksi tanaman kentang kultivar Nooksack harus
ditingkatkan.

Fruktosa bisfosfatase terlibat dalam fotosintesis. Pembungkaman ekspresi
FBPase menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan peningkatan ekspresi
FBPase meningkatkan laju fotosintesis. Ekspresi ClRan1 berlebihan pada
Arabidopsis dapat meningkatkan pemanjangan akar. Peningkatan ekspresi FBPase
yang dikombinasikan dengan peningkatan ekspresi ClRan1 diharapkan dapat
meningkatkan produksi umbi kentang. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan
untuk melakukan transformasi genetik tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar
Nooksack dengan gen FBPase/ClRan1 melalui perantara A. tumefaciens.
Transformasi genetik dilakukan menggunakan ruas (internode) dan
eksplan daun. Jumlah internode dan daun yang digunakan dalam transformasi
masing-masing 60 eksplan. Transformasi dilakukan dengan menggunakan A.
tumefaciens melalui metode ko-kultivasi. Efisiensi transformasi tanaman kentang
dengan menggunakan ruas adalah sebesar 50% sedangkan dengan eksplan daun
adalah sebesar 83.33%. Efisiensi regenerasi dari kalus transgenik putatif adalah
6.66% dari kalus yang berasal dari ruas dan 16% dari kalus yang berasal dari daun.
Walaupun beberapa tunas diregenerasikan di beberapa kalus, tetapi hanya tiga tunas
transgenik putatif yang dapat tumbuh. Analisis PCR membuktikan bahwa dua dari
tiga tunas tersebut adalah tunas transgenik yang mengandung gen FBPase/ClRan1.
Kedua tanaman transgenik yang mengandung gen FBPase mempunyai laju
fotosintesis yang lebih tinggi daripada tanaman non-transgenik. Hal ini

mengindikasikan bahwa ekspresi berlebih gen FBPase dapat meningkatkan laju
fotosintesis. Tanaman transgenik juga mempunyai akar yang lebih banyak dan lebih
panjang daripada tanaman non-transgenik. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspresi
berlebih gen ClRan1 dapat meningkatkan pertumbuhan akar. Tanaman transgenik
yang mengandung gen FBPase/ClRan1 mempunyai produksi umbi yang lebih
tinggi daripada tanaman non-transgenik. Hal ini terjadi kemungkinan karena hasil
fotosintesis yang tinggi disalurkan ke stolon, sehingga umbinya menjadi banyak
dan besar.
Kata kunci: Kentang kultivar Nooksack, gen FBPase/ClRan1, A. tumefaciens,
transgenik

SUMMARY
FATAHILLAH. Genetic Transformation of Potato (Solanum tuberosum L.)
Cultivar Nooksack with FBPase/ClRan1 Genes Mediated by Agrobacterium
tumefaciens. Supervised by SUHARSONO and UTUT WIDYASTUTI.
Nooksack is one of a good potato cultivar for french fries. Nooksack potato
cultivar is derived from a conventional cross between Kennebec potato cultivar
and A501-13 potato cultivar. Advantage of Nooksack is having a good quality of
tuber, white color of tuber fresh, high starch tuber content, and low sugar content.
However, Nooksack cultivars produced low tuber yield and long dormancy period.

Therefore, the productivity of Nooksack cultivar should be improved.
Fructose bisphosphatase involves in photosynthesis. Silencing of the
expression of FBPase caused a decrease in the rate of photosynthesis and increasing
expression of FBPase increased the rate of photosynthesis. Increasing the
expression of ClRan1 in Arabidopsis enhanced the elongation of roots. Increasing
the expression of FBPase combined with increasing the expression of ClRan1 are
expected increasing the productivity of potato tuber. Therefore, this study aimed to
conduct genetic transformation of potato (S. tuberosum L.) cv. Nooksack with
FBPase/ClRan1 genes mediated by A. tumefaciens.
Genetic transformation was conducted by using internodes and leaf as
explants. The number of internodes and leaf explants were 60 explants each.
Genetic transformation was carried out by co-cultivation method by using A.
tumefaciens. The efficiency of transformation using internode explant was 50% and
83.33% by using leaf explants. The efficiency of regeneration of putative transgenic
calli derived from internodes and from leaf discs were 6.66% and 16% respectively.
Eventhough some shoots were regenerated from some calli, but only three putative
transgenic shoots could be developped into putative transgenic plants. Analysis of
PCR proved that two of three shoots were transgenic containing FBPase/ClRan1
genes. The two transgenic potato containing FBPase genes have a photosynthesis
rate higher than non-transgenic plants. This result indicates that over-expression of

FBPase genes can increase the photosynthesis rate. Transgenic plants also have
more developped and longer roots than non-transgenic plants. This result indicates
that over-expression of ClRan1 genes can increase the development of roots.
Transgenic plants containing FBPase/ClRan1 genes have higher tuber productivity
than non-transgenic plants. This result may be due to a high photosynthesis product
channeled to stolon to become numerous and big tubers.
Keywords: Potato cultivar Nooksack, gene FBPase/ClRan1, A. tumefaciens,
photosynthesis, transgenic

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TRANSFORMASI GENETIK KENTANG (Solanum tuberosum L.)
KULTIVAR NOOKSACK DENGAN GEN FBPase/ClRan1

MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

FATAHILLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA

PRAKATA

Puji syukur penulis kirimkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Bijaksana

karena atas limpahan karuania-Nya sehingga tesis yang berjudul “Transformasi
Genetik Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Nooksack Dengan Gen
FBPase/ClRan1 Melalui Perantara Agrobacterium tumefaciens” ini berhasil
diselesaikan dengan baik. Penelitian ini didanai oleh (1) Riset andalan perguruan
tinggi dan industri (RAPID) dengan nomer kontrak 079/SP2/LT/DRPM/II/2016
atas nama Prof Dr Suharsono, DEA dan (2) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing, yaitu Bapak
Prof Dr Ir Suharsono, DEA, dan Ibu Dr Ir Utut Widyastuti, MSi yang telah
meluangkan waktu dan kesempatannya untuk memberikan bimbingan dan saran
selama penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Diky Indrawibawa, SP dan Bapak H Hasan dari CV BA Farm
Bandung atas bantuannya dalam aklimatisasi tanaman kentang transgenik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Aris Tjahjoleksono,
DEA sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis dan Bapak Dr Ir Miftahudin,
MSi sebagai ketua Program Studi Biologi Tumbuhan (BOT) yang telah
memberikan masukan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Akiho
Yokota dari NAIST JAPAN yang telah memberikan A. tumefacies yang
mengandung plasmid pBI121 yang membawa gen FBPase/ClRan1. Ungkapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan staf Program Studi

Biologi Tumbuhan yang telah memberikan bekal ilmu dan bantuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Tidak lupa ucapan terima kasih
ditunjukkan kepada rekan-rekan mahasiswa S2 BOT angkatan 2014 yang telah
banyak memberikan pengalaman dan kenangan selama ini, serta rekan kerja
Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the Netherland) Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) yaitu Pak Mulya, Mba
Pepi, Seni, Kak Yusdar, Kak Nurul, Pak Asri, Pak Elyas, Ibu Ifa, Mba Fajri, Mba
Ida, Kak Nuril, Kak Lutfi, Mas Nono, Farhana, Mbak Fajri, Mas Ari, Mbak Destik,
Mba Nadeak, Mba Tiwi, Ibu Ida, dan Kak Baso, dan rekan kerja di Laboratorium
Kultur Jaringan, PPSHB IPB yaitu Mba Nia, Pak Asep, Mba Sarah, Pak Sutiono,
dan Pak Iri. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Istri yaitu
Sajriawati, SPi, MSi dan anak yaitu Abu Ubay Fatahillah Wahid atas kesetiaan dan
kesabarannya menemani saya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada kakek yaitu H Abu Bakar Dg. Tiro, orang tua yaitu Drs
Abd Wahid, SSos dan Hj St Faridah, SST, mertua yaitu Siti Ara dan Basri, adikadik yaitu Ahmad Hidayat, Muh Farid Nur Wahid, Rahmat Basri serta seluruh
keluarga atas segala doa dan dukungan selama penulis menjalani program Magister
IPB.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor,


November 2016
Fatahillah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kentang Kultivar Nooksack
Gen ClRan1
Gen fruktosa 1,6-bisfosfatase (FBPase)

2
3
4

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Metode
Perbanyakan Tanaman In Vitro

Perbanyakan Agrobacterium tumefaciens
Introduksi Gen FBPase/ClRan1 pada Tanaman Kentang
Isolasi DNA dan Analisis Integrasi Gen FBPase/ClRan1
Aklimatisasi
Pengamatan Morfologi
Analisis Fisiologi
Analisis Data

7
7
7
7
8
8
9
9
9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Introduksi Gen FBPase/ClRan1 pada Tanaman Kentang
Identifikasi Tanaman Transgenik
Analisis Morfologi dan Analisis Fotosintesis

10
12
13

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

16
16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL

1 Efisiensi transformasi dan regenerasi tanaman kentang transgenik
yang mengandung gen FBPase/ClRan1
2 Pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap jumlah daun, diameter
batang dan tinggi tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar
Nooksack umur 4 MST
3 Laju fotosintesis, konduktansi stomata dan konsentrasi CO2
interseluler tanaman
kentang (S. tuberosum L.) kultivar
Nooksack umur 4 MST
4 Berat basah tajuk dan berat kering tajuk tanaman kentang
(S. tuberosum L.) kultivar Nooksack umur 11 MST
5 Pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap produksi umbi tanaman
kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack umur 11 MST

11

13

14
14
15

DAFTAR GAMBAR

1

2

3
4
5
6
7
8

Morfologi akar tanaman Arabidopsis transgenik yang mengandung
gen ClRan1 (RAN1-2, RAN1-3, RAN1-4, RAN1-6, RAN1-7, dan
RAN1-9) dan non-transgenik sebagai kontrol (Akashi et al. 2016)
Morfologi tanaman
kentang transgenik yang ekspresi gen
FBPase nya telah dibungkam (FBP12, FBP14, dan FBP36) dan
tanaman non-transgenik (Koβmann et al. 1994)
Jalur metabolisme gula yang melibatkan enzim FBPase pada
fotosintesis tanaman (Buchanan et al. 2001)
Daerah T-DNA dari plasmid pBI121-FBPase/ClRan1
Tahapan perakitan tanaman kentang transgenik yang mengandung
gen FBPase/ClRan1
Hasil amplifikasi DNA menggunakan PCR dengan 2 set primer
Perbandingan jumlah dan ukuran umbi G0 tanaman kentang umur
11 MST
Perbandingan morfologi akar tanaman kentang umur 11 MST

4

5
6
7
12
12
15
16

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Komposisi media MS (Murashige & Skoog 1962)
Komposisi media Luria Bertani dalam 100 ml
Rumus perhitungan efisiensi transformasi dan regenerasi
Komposisi larutan TAE dalam 1 liter
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap jumlah daun
tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap diameter
batang tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack
dengan software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap tinggi tanaman
kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan software
SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap laju fotosintesis
tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap konduktansi
stomata tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack
dengan software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap konsentrasi CO2
interseluler tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack
dengan software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap berat basah
tajuk tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap berat kering
tajuk tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap jumlah umbi
tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16
Sidik ragam pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap berat umbi
tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan
software SPSS 16

22
23
24
25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nooksack merupakan salah satu kultivar kentang yang baik untuk diolah
menjadi french fries. Kentang french fries mempunyai peranan yang sangat penting
dalam diversifikasi pangan. Kentang kultivar Nooksack berasal dari hasil
persilangan konvensional antara kentang kultivar Kennebec dan kentang kultivar
A501-13. Keunggulan kentang kultivar Nooksack adalah memiliki kualitas umbi
yang baik, daging umbi berwarna putih, kandungan pati tinggi, memiliki kandungan
gula rendah, dan tahan terhadap penyakit layu bakteri (Hoyman dan Holland 1974).
Lauer (1986) melaporkan bahwa kentang kultivar Nooksack juga memiliki
kekurangan seperti hasil umbi yang rendah dan masa dormansinya panjang. Oleh
sebab itu, peningkatan produksi tanaman kentang kultivar Nooksack harus
dilakukan sehingga menjadi kultivar yang unggul dan memiliki produktivitas yang
tinggi. Jika produksi kentang french fries tidak dimulai di Indonesia, maka
Indonesia akan mengimpor kentang ini terus-menerus. Oleh karena itu,
peningkatan produksi kentang ini harus dikembangkan di Indonesia. Peningkatan
kualitas dan kuantitas suatu kultivar dapat diperoleh dengan melakukan
persilangan konvensional dan teknologi rekayasa genetika.
Karakter unggul suatu tanaman dapat ditingkatkan melalui teknologi
rekayasa genetik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi tanaman kentang dalam waktu yang lebih singkat adalah melalui
transformasi genetik. Transformasi genetik merupakan proses introduksi gen dari
satu organisme ke organisme yang lain dengan menggunakan teknik rekayasa
genetika. Proses transformasi genetik dapat dilakukan secara langsung seperti
particle bombardment (Travella et al. 2005) dan secara tidak langsung misalnya
melalui perantara Agrobacterium tumefaciens (Zupan et al. 1996). Setiap teknik
transformasi memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Pada penelitian
ini, transformasi genetik yang digunakan adalah menggunakan perantara bakteri A.
tumefaciens. Keunggulan dan alasan penggunaan teknik tersebut adalah dapat
dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana dan peluang untuk
mendapatkan sisipan gen tunggal lebih tinggi dibanding dengan teknik transformasi
secara langsung (Gelvin 2003). Transformasi genetik kentang dengan perantara A.
tumefaciens telah banyak dilakukan, di antaranya dilakukan oleh Banerjee et al.
(2006) pada kultivar Andigena, Badr et al. (2008) pada kultivar Spunta, Nicola,
Hermes, dan Lady Rosetta, Khatun et al. (2012) pada kentang kultivar Cardinal dan
Heera, Veale et al. (2012) pada kultivar Mnandi, Manguntungi (2014) pada kentang
kultivar Atlantik, Bustomi (2014) pada kultivar Baraka, Mardiyyah (2015) pada
kultivar Diamant, dan Salsabila (2015) pada kultivar Agria.
Gen ClRan1 telah berhasil diisolasi dari semangka liar (Citrullus lanatus)
dan telah berhasil dilakukan ekspresi berlebih pada tanaman Arabidopsis (Akashi
et al. 2016). Ekspresi berlebih ClRan1 menyebabkan peningkatan pertumbuhan
akar primer tanaman Arabidopsis dalam kondisi kekeringan (Akashi et al. 2016).
Ekspresi berlebih gen Ran1 yang berasal dari Triticum aestivum (TaRan1) mampu
meningkatkan jumlah sel pada fase G2 di dalam siklus sel sehingga terjadi
peningkatan pertumbuhan pada padi dan Arabidopsis (Wang et al. 2006). Fruktosa-

2
1,6-bisfosfatase yang disandi oleh gen FBPase terlibat dalam proses fotosintesis
(Choi et al. 2001). Gen FBPase telah berhasil diisolasi oleh Tamoi et al. (2005).
Ekspresi berlebih gen FBPase mampu meningkatkan aktivitas fotosintesis sehingga
menyebabkan peningkatan produksi biomassa dan akumulasi paramilon pada
Euglena gracilis transgenik dibandingkan dengan tipe liarnya (Ogawa et al. 2015a).
Pembungkaman ekspresi gen FBPase dengan RNA interference (RNAi)
menyebabkan penurunan aktivitas fotosintesis dan pertumbuhan sel terhambat
(Ogawa et al. 2015b). Lee et al. (2008) juga melaporkan bahwa hilangnya aktivitas
enzim fruktosa-1,6-bisfosfatase menyebabkan berkurangnya kandungan sukrosa
dan menghambat laju pertumbuhan tanaman Oryza sativa. Gen FBPase juga
dilaporkan telah berhasil diintroduksikan ke dalam tanaman Arabidopsis (Strand et
al. 2000) dan tembakau (Miyagawa et al. 2001). Peningkatan ekspresi gen FBPase
mampu meningkatkan pertumbuhan dan laju fotosintesis tanaman tembakau
(Miyagawa et al. 2001). Ekspresi secara berlebih kedua gen tersebut diharapkan
mampu meningkatkan produksi umbi tanaman kentang. Oleh karena itu, pada
penelitian ini, FBPase/ClRan1 diintroduksikan ke dalam tanaman kentang. Gen
FBPase/ClRan1 telah dikonstruksi secara tandem dan masing-masing dikendalikan
oleh promoter rbsS3C (ribulose bisphosphate carboxylase small subunit) untuk gen
FBPase dan promoter 35S CaMV untuk gen ClRan1. Kedua promoter ini
diharapkan mampu meningkatkan ekspresi gen FBPase/ClRan1 pada tanaman
kentang sehingga kedua gen ini dapat bekerja sama dalam meningkatkan laju
fotosintesis dan produksi umbi tanaman kentang kultivar Nooksack.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan transformasi genetik tanaman
kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar Nooksack dengan gen FBPase/ClRan1
melalui perantara A. tumefaciens untuk mendapatkan tanaman transgenik dan
melakukan analisis laju fotosintesis dan produksi umbi.

Manfaat Penelitian
Kentang kultivar Nooksack transgenik yang berproduksi tinggi dan umbi
yang berukuran besar sangat bermanfaat untuk bahan baku kentang french fries.
Selain itu gen FBPase/ClRan1 dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
tanaman lainnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kentang Kultivar Nooksack
Kentang adalah makanan pokok terpenting di dunia dan menempati
peringkat keempat untuk tanaman pangan berdasarkan luas tanam setelah
jagung, gandum, dan padi. Sebagian besar, kentang diproduksi oleh negara-

3
negara Eropa dan negara di Amerika Utara sedangkan produksi kentang terbesar
di Asia dihasilkan oleh Cina dan India (Bradshaw and Mackay 1994). Di
Indonesia, kentang ditanam di dataran tinggi Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Penelitian tentang kentang kultivar Nooksack dimulai pada tahun 1964
sampai 1972 di Washington bagian utara dan timur, sehingga pada tahun 1973
kentang kultivar Nooksack dirilis di Washington. Nooksack memiliki bentuk
batang yang besar, tegak, dan berwarna hijau. Nooksack juga memiliki bentuk
daun yang besar dan berwarna hijau. Umbi Nooksack beragam, baik bentuk,
ukuran, warna kulit, warna daging umbi maupun komposisi pati dan gulanya.
Pemanfaatan kentang sangat bergantung dari bentuk umbi dan komposisi pati dan
gula yang terdapat di dalam umbi. Nooksack mempunyai kandungan pati yang
tinggi dan kandungan gula yang rendah sehingga ketika digoreng kentang ini tidak
berwarna kecokelatan. Umbi kentang kultivar Nooksack sangat baik untuk diolah
dalam bentuk beku yaitu french fries. Selain sebagai french fries, Nooksack dapat
juga diolah menjadi keripik atau chips (Hoyman dan Holland 1974).
Kentang kultivar Nooksack tahan terhadap beberapa patogen penyebab
penyakit yaitu Phytophthora infestans, Streptomyces scabies, dan
Spoudylocladium atrovirens. Ketahanan terhadap fungi Phytophthora infestans
merupakan sifat yang diturunkan oleh kentang kultivar Kennebec sebagai tetua
betinanya. Sedangkan sifat-sifat lain dari Nooksack seperti bentuk umbi yang
lonjong, warna kulit umbi yang cokelat muda, dan tahan terhadap Streptomyces
scabies merupakan sifat tanaman yang diturunkan oleh kentang kultivar A501-13
sebagai tetua jantannya (Hoyman dan Holland 1974). Kentang kultivar Nooksack
juga memiliki kekurangan. Menurut Lauer (1986) kekurangannya adalah
memiliki masa dormansi yang panjang dan hasil umbinya yang rendah.
Gen ClRan1
Gen ClRan1 adalah gen yang menyadikan protein Ran pada semangka liar
(Citrullus lanatus) yang tumbuh di Afrika Selatan yang berlokasi di Vicinity
Republik Bostwana. Semangka liar merupakan tanaman xerophyte yang
mendiami gurun pasir Kalahari di Botswana memiliki ketahanan terhadap
kekeringan dibandingkan dengan semangka budidaya (Akashi et al. 2008).
Semangka ini memiliki sistem akar yang berkembang ke dalam lapisan tanah dan
memberikan kontribusi tidak hanya untuk meningkatkan efisien serapan air tetapi
juga berfungsi sebagai penyimpanan air. Ketika terjadi kekeringan maka akan
terjadi pertumbuhan akar yang kuat pada Citrullus lanatus L. Ekspresi protein
yang terlibat dalam pembentukan akar dan metabolisme primer diregulasi pada
tahap awal ketika terjadi gangguan pada lingkungan (Yoshimura et al. 2008).
Ran-GTPase adalah protein yang berada di dalam inti dan merupakan satu
dari lima superfamili GTPase (Ras, Rho, Rab, Arf, dan Ran) pada eukariot (Takai
et al. 2001). Ran GTPase juga memiliki beberapa peran dalam proses seluler,
seperti mediator transportasi makromolekul nukleositoplasmik termasuk RNA
dan protein sebagai inisiator perakitan benang spindel selama mitosis dan sebagai
regulator perakitan kembali pelindung inti sel pada akhir mitosis. Akashi et al.
(2016) telah mengisolasi cDNA dari gen ClRan1 yang berasal dari semangka liar
yang resisten terhadap kekeringan dan melakukan analisis ekspresi gen ClRan1

4
secara kuantitatif. Hasil analisis ekspresi gen menunjukkan bahwa mRNA untuk
gen ClRan1 berlimpah di ujung akar. Ekspresi berlebih gen ClRan pada tanaman
Arabidopsis menunjukkan bahwa ClRan1 mampu meningkatkan proses
pemanjangan akar (Akashi et al. 2016) (Gambar 1). Selain itu, ekspresi gen Ran1
juga terjadi ketika memasuki fase perkembangan stolon (Sarkar 2008). Yoshimura
et al. (2008) juga melaporkan bahwa peningkatan protein Ran dapat terjadi jika
berada di bawah kondisi kekeringan pada akar Citrullus lanatus L. Selain itu, RanGTPase dari tanaman gandum (TaRan1) mampu meningkatkan proses mitosis
pada padi transgenik dan Arabidopsis (Wang et al. 2006). Ekspresi berlebih
TaRAN1 dan AtRanBP1c mampu merangsang hipersensitivitas terhadap auksin
pada akar tanaman transgenik (Kim et al. 2001). Wang et al. (2006) melaporkan
bahwa ekspresi berlebih dari gen TaRAN1 pada tanaman Arabidopsis dan Oryza
sativa transgenik mampu meningkatkan proporsi sel pada fase G2 pada siklus sel
sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel meristem pada akar. Selanjutnya,
ekspresi berlebih gen TaRAN1 menyebabkan peningkatan jumlah primordial
meristem dan mengurangi jumlah akar lateral. Ekspresi berlebih gen TaRAN1
menyebabkan peningkatan jumlah primordial akar, menunda proses pembungaan
pada tanaman Arabidopsis dan peningkatan jumlah anakan pada Oryza sativa.

Gambar 1

Morfologi akar tanaman Arabidopsis transgenik yang mengandung
gen ClRan1 (RAN1-2, RAN1-3, RAN1-4, RAN1-6, RAN1-7, dan
RAN1-9) dan non-transgenik sebagai kontrol (Akashi et al. 2016)

Gen fruktosa 1,6-bisfosfatase (FBPase)
Fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi diduga menjadi salah satu
penentu faktor dalam pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Salah satu enzim
fotosintesis yang berperan dalam peningkatan hasil panen tanaman adalah enzim

5
fruktosa 1,6-bisfosfatase (FBPase). Enzim ini berperan dalam biosintesis sukrosa
yang secara khusus dapat meningkatkan hasil panen (Zrenner 1996). Tanaman
transgenik yang memiliki penurunan aktivitas enzim FBPase memperlihatkan
penurunan laju fotosintesis. Produk yang dikatalisis oleh enzim FBPase yaitu
fruktosa 6-fosfat yang merupakan metabolit pada siklus Calvin. Intermediet hasil
fosforilasi diβnversi menjadi sukrosa dan diekspor dari daun dan disimpan dalam
bentuk pati dan selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Koßmann et
al. 1994). Miyagawa et al. (2001) melaporkan bahwa introduksi gen FBPase dalam
kloroplas tanaman tembakau menyebabkan peningkatan ekspresi gen FBPase
sehingga menyebabkan peningkatan laju fotosintesis di daun, akumulasi
karbohidrat, dan peningkatan pertumbuhan. Selain itu, ekspresi berlebih gen
FBPase yang terjadi pada kloroplas tanaman tembakau mampu meningkatkan
konsentrasi RuBP. Peningkatan konsentrasi RuBP mencapai 30-50% dibanding
dengan tanaman kontrol (Miyagawa et al. 2001). Sebaliknya, tanaman kentang
transgenik dengan gen FBPase antisens memperlihatkan pertumbuhan tanaman
yang lambat (Koßmann et al. 1994) (Gambar 2). Tamoi et al. (1996) telah
melaporkan bahwa sel sianobakterium (Synechococcus PCC7942) memiliki dua
isozim yaitu FBPase-I dan FBPase-II. Urutan asam amino dari FBPase-II lebih
mirip dengan FBPase kloroplas dibanding dengan FBPase sitosol pada tumbuhan
tingkat tinggi.

Gambar 2 Morfologi tanaman kentang transgenik yang ekspresi gen FBPase nya
telah dibungkam (FBP12, FBP14, dan FBP36) dan tanaman nontransgenik (Koßmann et al. 1994)
FBPase kloroplas (cp-FBPase) terdapat dalam organisme fotosintetik dan
berperan dalam mengasimilasi CO2, sedangkan FBPase sitosol (cFBPase) terlibat
dalam sintesis sukrosa dan memiliki kemiripan dengan enzim yang terlibat dalam
reaksi glukaneogenesis (Chueca et al. 2002). Ketika proses fotosintesis
berlangsung, triose-fosfat (trioseP) yang dieskpor dari kloroplas ke sitosol telah
dikonversi menjadi sukrosa melalui fruktosa-1,6-bisfosfatase sitosol. Ekspresi gen
OscFBP1 pada padi memainkan peran utama dalam konversi triose fosfat menjadi
sukrosa dalam daun di siang hari dan peningkatan produk glikolisis secara signifikan
(Lee et al. 2008). Aktivitas enzim FBPase pada tanaman transgenik diseleksi dan

6
dianalisis dengan mengamati laju fotosintesis dan laju pertumbuhan tanaman.
Koβmann et al. (1994) melaporkan bahwa aktivitas enzim FBPase pada tanaman
kentang yang kurang dari 15% mengakibatkan pertumbuhan tanaman berkurang
karena aktivitas fotosintesis berkurang, sehingga terjadi penurunan produktivitas
umbi. Selain itu, enzim FBPase mengontrol regenerasi RuBP pada siklus Calvin
dan sintesis amilum (Tamoi et al. 2005) dan aktivitasnya diregulasi oleh cahaya
(Lee 2003).
Sukrosa dan pati adalah produk akhir yang utama pada tanaman tingkat
tinggi dan berfungsi untuk perkembangan tanaman (Geigenberger 2011). Dalam
siklus Calvin CO2 difiksasi dari atmosfer dengan tujuan untuk membentuk
karbohidrat dan triosa-fosfat (TPS) sebagai senyawa perantara dalam pembentukan
karbohidrat (Gambar 3). Laju fiksasi CO2 menentukan laju pembentukan pati dan
sukrosa. Melalui proses kondensasi, TPS membentuk fruktosa-1,6-bisfosfat
(F1,6BP) yang digunakan untuk membentuk pati di kloroplas dan sukrosa di sitosol.
Fruktosa-1,6-bisfosfatase (FBPase) mengkatalisis pemecahan F1,6BP menjadi
fruktosa-6-fosfat (F6P) dan Pi. Sejauh ini, ada tiga FBPase yang berada di dalam
sel tanaman yaitu: enzim sitosolik (CyFBPase) yang terlibat dalam sintesis sukrosa
dan glukoneogenesis dan dua lainnya adalah enzim yang isoform yaitu cFBP1 dan
cFBP2 (Cséke dan Buchanan 1986). Kloroplastik FBPase (cFBP1) merupakan
enzim kunci pada siklus Calvin dan berperan dalam regenerasi ribulosa 1,5-bifosfat
(RuBP) dan pembentukan pati di kloroplas.
Sukrosa

Amilum

Heksosa

Heksosa Fosfat

Dinding Sel
(Polisakarida)

G6PDH
6PGDH

Asam Nukleat
Purin

Asam Amino
Aromatik
Lignin
Polifenol

PF
K

FBPase

Triosa Fosfat /
Pentosa Fosfat

PF
P

Gliserol

Trigliserida

Asam Amino

1,3-Bifosfogliserat

3-Fosfogliserat

Gliseraldehid 3-P

Fotosintesis

2-Fosfogliserat

Fosfoenolpiruvat

Gambar 3 Jalur metabolisme gula yang melibatkan enzim FBPase pada fotosintesis
tanaman (Buchanan et al. 2001)

7

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2015 hingga Juli 2016
bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium BIORIN
(Biotecnology Research Indonesia - the Netherland) Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor. Aklimatisasi dan
analisis fotosintesis dilakukan di CV BA Farm, Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan adalah kentang kultivar Nooksack yang diperoleh
dari Pusat Penelitian Sumberdaya Genetik dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Bakteri
yang digunakan untuk transformasi adalah Agrobacterium tumefaciens strain
EHA105 yang membawa plasmid pBI121-FBPase/ClRan1 pemberian Prof. Akiho
Yokota (Nara Institute of Science & Technology, Jepang). Peta fisik daerah T-DNA
dari plasmid pBI121- FBPase/ClRan1 disajikan pada Gambar 4. Primer FBPase
forward (CAAATGGCGGCCGGAGCGGTAG) dan primer ClRan1 reverse
(CAGTCTTCTGGTCCGGCAAAGCC) digunakan untuk mengidentifikasi
tanaman transgenik.

Gambar 4 Daerah T-DNA dari plasmid pBI121-FBPase/ClRan1. LB: left border,
RB: right border, SP: Signal Peptide, FBPase: Fructose-1,6bisphosphatase, rbcS3C-P: ribulose bisphosphate carboxylase small
subunit gene promoter, Nos-T: nopaline synthase terminator, Nos-P:
nopaline synthase promoter, ClRan1: Citrullus lanatus Root Activating
Number, 35S-P: 35S CaMV promoter, NptII: gen
neomycin
phosphotransferase

Perbanyakan Tanaman In Vitro
Tanaman kentang in vitro diperbanyak dengan menggunakan stek buku
(node) tunggal yang memiliki satu mata tunas pada media MS2 makro yang
merupakan media MS (Murashige dan Skoog 1962) yang mengandung 2 kali unsur
makro (Lampiran 1). Eksplan ditanam pada media MS2 makro selama 4 minggu.
Eksplan ditumbuhkan di dalam ruang kultur dengan suhu 24-25°C, dengan
pencahayaan 1500-2000 lux dan fotoperiode selama 16 jam.

8
Perbanyakan Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens dikulturkan selama 36 jam pada 10 ml media
Luria Bertani (LB) cair (Lampiran 2) yang ditambah dengan antibiotik kanamisin
100 mg/l dan rifamisin 50 mg/l, dengan penggoyangan pada kecepatan 150 rpm.
Bakteri dikultur pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Sebanyak 20 µ l dari
biakan tersebut diambil kembali dan dibiakkan kembali di dalam 10 ml
media LB cair dengan kondisi yang sama dengan sebelumnya hingga
mencapai nilai OD 600 sebesar 0.1-0.2.

Introduksi Gen FBPase/ClRan1 pada Tanaman Kentang
Eksplan kentang yang berupa satu ruas tanpa mata tunas dan daun ditanam
di media pre-culture (PC) yaitu MS yang mengandung 20 g/l glukosa, 20 mg/l
asetosiringon, 0.8 mg/l zeatin, 2.0 mg/l 2,4-D, 2.8 g/l gelzanTM. Eksplan daun dan
ruas yang terdapat di dalam media PC disimpan di ruang gelap selama 1 hari.
Transformasi dilakukan dengan menggunakan metode ko-kultivasi yang
menggunakan A. tumefaciens yang membawa plasmid pBI101 FBPase/ClRan1.
Sebelum dilakukan perendaman eksplan di media ko-kultivasi, terlebih dahulu
biakan A. tumefaciens disentrifugasi dengan kecepatan 150 rpm selama 15 menit.
Endapan yang diperoleh selanjutnya diresuspensi di dalam 10 ml yaitu
media ko-kultivasi cair yaitu media MS cair yang mengandung 1 mg/l 2,4 D, dan
20 mg/l asetosiringon. Eksplan daun dan ruas direndam di dalam biakan A.
tumefaciens yang memiliki OD 0.1-0.2 selama 10 menit sambil digoyanggoyangkan. Selanjutnya eksplan ditiriskan pada tissu steril dan dibiarkan
selama 10 menit kemudian ditanam di media ko-kultivasi padat yang sama dengan
media PC selama 2 hari pada suhu 28°C di ruang gelap. Setelah dua hari, eksplan
dibilas lima kali dengan perendaman menggunakan air steril dan satu kali dengan
larutan cefotaxime 250 mg/l. Eksplan kemudian ditiriskan pada tissue steril
dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya eksplan ditanam di media
induksi kalus tanpa kanamisin yaitu MS yang mengandung 20 g/l glukosa, 3 mg/l
zeatin, 1 mg/l IAA, 1.0 mg/l GA3, 100 mg/l cefotaxime, dan 2.8 g/l gelzan TM
selama 14 hari. Subkultur dilakukan setiap 14 hari. Kalus yang terbentuk
dipindahkan ke media selektif yang kandungannya sama dengan media induksi
kalus tetapi mengandung kanamisin 100 mg/l. Kalus yang resisten terhadap
kanamisin ditanam di media regenerasi yang komposisi medianya sama dengan
media selektif. Kalus yang resisten kanamisin dihitung untuk mengetahui efisiensi
transformasi. Kalus yang menghasilkan tunas transgenik putatif dihitung untuk
mengetahui efisiensi regenerasi (Lampiran 3). Tunas yang tumbuh dari kalus
dipotong dan dipindahkan ke media ½ MS yang mengandung kanamisin 100 mg/l.
Eksplan non-transgenik yang tidak ditransformasi dengan A. tumefaciens
ditanam dalam media selektif kanamisin yang sama dengan eksplan yang
ditransformasi dengan A. tumefaciens sebagai kontrol efisiensi media selektif.

9
Isolasi DNA dan Analisis Integrasi Gen FBPase/ClRan1
DNA kentang diisolasi dengan mengikuti metode Suharsono (2002)
yang dimodifikasi menggunakan buffer CTAB 2X (2% CTAB, 0.1 M Tris-HCl, 20
mM EDTA, 1.4 M NaCl, 1% polyvinil pirolidine, pH 8). Analisis integrasi gen di
dalam tanaman transgenik untuk identifikasi tanaman transgenik dilakukan dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Komposisi yang digunakan dalam reaksi PCR
terdiri dari 500 ng DNA genom, 0.25 mM primer FBPase forward dan 0.25 mM
primer ClRan1 reverse, 5 µl Dream TaqTM Green PCR Master Mix, ditambah
dengan ddH2O hingga volume 10 µl. Kondisi PCR adalah pra PCR dengan suhu
94oC selama 2 menit; masing-masing 35 siklus untuk denaturasi 95oC selama 10
detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 45 detik; dan satu
siklus untuk pasca PCR 25oC. Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel
agarose 1% (b/v) dengan voltase sebesar 100 volt selama 30 menit di dalam larutan
penyangga TAE (Lampiran 4), kemudian gel direndam di dalam ethidium bromida
(0,5 µg/mL) selama 10 menit, selanjutnya direndam di dalam akuades selama 10
menit. Visualisasi dilakukan pada UV transilluminator dan didokumentasikan
dengan gel doc.

Aklimatisasi
Tanaman kentang in vitro (plantlet) yang mempunyai batang lebih dari 5 cm
dibiarkan di rumah kaca selama 1 minggu. Plantlet dibersihkan dari semua agar dan
akarnya dipotong, kemudian direndam di air yang mengandung hormon
pembentukan akar dan dipindahkan ke dalam tray yang berukuran 3 cm x 3 cm x 5
cm yang berisi coco-peat yang dicampur dengan pupuk kandang. Setelah tanaman
berumur 3 minggu, tanaman dipindahkan ke dalam polybag yang mengandung
media yang sama dengan sebelumnya.

Pengamatan Morfologi
Pengamatan morfologi tanaman dilakukan dengan mengukur dan
mengamati beberapa sifat-sifat tanaman. Sifat-sifat tanaman yang diamati adalah
diameter batang, tinggi tanaman, dan jumlah daun. Pengamatan ini dilakukan secara
acak terhadap 3 tanaman di 3 polybag yang berbeda untuk masing masing galur
pada umur 4 minggu setelah tanam (MST). Panen dilakukan pada umur 11 MST.
Pengamatan tanaman pada saat panen adalah berat basah tajuk dan berat kering
tajuk, jumlah umbi, dan berat umbi per-tanaman.

Analisis Fisiologi
Analisis fisiologi dilakukan pukul 11.00–14.00 pada daun muda yang telah
tumbuh maksimal dari pucuk sesuai prosedur Setiawan et al. (2012). Analisis ini
menggunakan portable Photosynthesis System LICOR tipe LI-6400XT (Evans and
Santiago 2014). Pengamatan fisiologi tanaman kentang meliputi analisis

10
fotosintesis, konduktansi stomata, dan konsentrasi CO2 interseluler. Analisis ini
dilakukan secara acak dengan masing-masing 3 kali ulangan. Pengamatan ini
dilakukan terhadap 3 tanaman di 3 polybag yang berbeda untuk masing-masing
galur pada umur 4 MST.

Analisis Data
Data yang diperoleh, selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS 16 melalui
uji sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan antara tanaman transgenik
dan non-transgenik. Jika hasil uji ANOVA memberikan perbedaan yang nyata,
maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 95%.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Introduksi Gen FBPase/ClRan1 pada Tanaman Kentang
Transformasi kentang meliputi beberapa tahap, yaitu persiapan eksplan,
infeksi Agrobacterium ke tanaman, ko-kultivasi, induksi kalus, induksi tunas,
pemanjangan tunas, dan pengakaran tunas, dan aklimatisasi (Gambar 5).
Transformasi genetik dilakukan dengan menggunakan bagian ruas tanpa mata tunas
yang berukuran 0.5 cm dan potongan daun yang berukuran 1 cm. Jumlah ruas dan
eksplan daun yang digunakan dalam transformasi masing-masing mencapai 60
eksplan. Keberhasilan proses transformasi gen ke tanaman ini sangat dipengaruhi
dengan penambahan asetosiringon (Chen et al. 2014). Penambahan asetosiringon
mampu menginduksi gen vir dan meningkatkan efektivitas infeksi A. tumefaciens
(Rashid et al. 2010). Selain asetosiringon, senyawa lain seperti monosakarida
mampu berperan sebagai koi-nduser dari senyawa fenolik (Peng et al. 1998).
Keberhasilan transformasi tanaman sangat dipengaruhi oleh proses ko-kultivasi di
ruang gelap (Wanichananan et al. 2010). Penggunaan ruas batang tanpa mata tunas
sebagai eksplan dimaksudkan untuk menghindarkan terbentuknya tunas dari mata
tunas. Tunas yang terbentuk dari mata tunas biasanya tidak terpapar secara
langsung dengan agen seleksi sehingga dapat menghasilkan tunas transgenik yang
palsu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kalus terjadi pada
minggu ke-2 dan mulai beregenerasi pada minggu ke-5 setelah tanam. Gustafson et
al. (2006) melaporkan bahwa kombinasi auksin dan trans-zeatin membantu
pembentukan kalus. Setelah umur 14 hari, eksplan disubkultur secara berulang di
media selektif. Pertumbuhan kalus non-transgenik di media non selektif lebih cepat
daripada kalus hasil transformasi yang ditumbuhkan di media selektif. Hal ini
terjadi karena kalus transgenik putatif telah dikokultivasi dengan A. tumefaciens
dan telah diperlakukan dengan antibiotik cefotaxime dan kanamisin. Pertumbuhan
A. tumefaciens yang berlebihan (overgrowth) juga dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan kalus. Permasalahan ini dapat diantisipasi dengan mengurangi
kerapatan bakteri dengan menggunakan OD menjadi 0.1-0.2 (Paserang et al. 2015).
Rendahnya konsentrasi bakteri bertujuan agar tidak terjadi pertumbuhan

11
A.tumefaciens yang berlebihan pada eksplan. A. tumefaciens yang tumbuh
berlebihan dapat menyelimuti eksplan hingga eksplan mengalami kematian dan
tidak membentuk kalus. Oleh sebab itu, cefotaxime ditambahkan ke media yang
bertujuan untuk menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri A. tumefaciens.
Jika pemberian cefotaxime berlebih, maka dapat menghambat pertumbuhan kalus
transgenik putatif dan menurunkan persentase efisiensi regenerasi (Kazemi et al.
2014). Pada penelitian ini, kalus non-transgenik tidak diperlakukan dengan
cefotaxime dan tidak diinfeksikan dengan A. tumefaciens. Kanamisin juga
menghambat pertumbuhan tanaman walaupun tanaman tersebut mengandung gen
resisten terhadap kanamisin.
Transformasi genetik kentang menggunakan A. tumefaciens telah berhasil
dilakukan dengan menggunakan potongan daun dan ruas sebagai eksplan. Jumlah
kalus yang tahan kanamisin 100 mg/l sebanyak 30 untuk ruas dan 50 untuk eksplan
daun. Efisiensi transformasi tanaman kentang dengan menggunakan ruas sebesar
50% sedangkan eksplan daun sebesar 83.33% dengan rata-rata 66.66% (Tabel 1).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa efisiensi transformasi adalah sebesar:
22.53% (Mardiyyah 2015), 5.01% (Salsabila 2015), 16.36% (Bustomi 2014) dan
25.21 (Nadeak 2016). Tingginya nilai efisiensi transformasi pada penelitian ini
dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain pencucian eksplan yang cukup
bersih, kurangnya kontaminasi oleh bakteri A. tumefaciens, kurangnya jaringan
eksplan yang mengalami kerusakan selama proses pencucian dan penggunaan alat
tanam yang tidak panas ketika proses subkultur. Rajamuddin (2016) melaporkan
bahwa salah satu penyebab tingginya efisiensi transformasi adalah tidak dilakukan
skrining antibiotik setelah dikokultivasi, dan seleksi dilakukan setelah terbentuk
kalus.
Tabel 1 Efisiensi transformasi dan regenerasi tanaman kentang transgenik yang
mengandung gen FBPase/ClRan1
Eksplan
Pengamatan
Ruas
Daun
Jumlah eksplan
60
60
Jumlah kalus tahan kanamisin
30
50
Efisiensi transformasi (%)
50.00
83.33
Jumlah Kalus Beregenerasi
2
8
Efisiensi Regenerasi (%)
6.66
16.00
Pada penelitian ini eksplan daun memiliki efisiensi transformasi lebih tinggi
dibandingkan dengan ruas (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena bagian ruas sering
mengalami pencokelatan (browning) dibandingkan dengan eksplan daun.
Pencokelatan ini disebabkan oleh reaksi enzimatis karena adanya polifenol oksidase
yang menyebabkan perubahan warna menjadi cokelat sehingga memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi transformasi. Pada penelitian ini
pencokelatan lebih banyak terjadi pada ruas dibandingkan dengan eksplan daun.
Pencokelatan ini diinduksi oleh perlukaan atau destruksi jaringan sehingga terjadi
kontak dengan udara. Ketika jaringan dilukai, maka akan terjadi aktivitas enzim
oksidase sehingga terjadi pencokelatan eksplan dan media (Riley 2000). Kematian
eksplan, pencokelatan kalus dan media akan mengganggu fase inisiasi dan
proliferasi tanaman (Azghandi et al. 2002). Salah satu upaya yang dapat dilakukan

12
untuk mencegah pencokelatan pada eksplan adalah dengan melakukan subculture
setiap seminggu sekali.
Efisiensi regenerasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 16.00% untuk
eksplan daun dan 6.66% untuk eksplan ruas. Efisiensi regenerasi eksplan daun lebih
tinggi daripada efisiensi regenerasi eksplan ruas. Hal ini disebabkan karena eksplan
ruas mengalami browning lebih banyak dibanding dengan eksplan daun. Pada
penelitian ini, eksplan daun memiliki kemampuan beregenerasi lebih cepat
dibanding eksplan ruas. Jumlah kalus yang berhasil beregenerasi adalah 8 kalus dari
eksplan daun dan 2 kalus dari eksplan ruas, tetapi hanya 3 tunas transgenik putatif
yang berhasil ditumbuhkan menjadi besar, yaitu 1 tunas dari eksplan ruas dan 2
tunas dari eksplan daun. Tunas yang mampu tumbuh di media selektif, selanjutnya
dipindahkan ke media ½ MS yang mengandung antibiotik kanamisin 100 mg/l yang
selanjutnya dinamakan NKT (Gambar 5E). Tunas ini selanjutnya diperbanyak di
media yang sama.

Gambar 5 Tahapan perakitan tanaman kentang transgenik yang mengandung gen
FBPase/ClRan1. A: Kokultivasi, B: Pengkalusan, C: Regenerasi tunas
di media seleksi kanamisin 100 mg/L, D: Pemanjangan tunas, E:
Plantlet kentang di media pengakaran, F: Aklimatisasi

Identifikasi Tanaman Transgenik
Identifikasi tanaman transgenik yang mengandung gen FBPase/ClRan1 di
bawah kendali promoter rbsS3C dan 35S CaMV dilakukan dengan Polimerase
Chain Reaction (PCR). Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa dua tanaman
transgenik putatif mengandung gen FBPase/ClRan1, sedangkan satu tanaman tidak
mengandung gen tersebut. Tanaman transgenik putatif yang resisten kanamisin
tetapi tidak mengandung gen FBPase/ClRan1 kemungkinan disebabkan oleh sistem
seleksi yang kurang ketat sehingga menghasilkan tunas transgenik palsu. Hal ini
terjadi biasanya pada seleksi yang dilakukan terhadap jaringan kalus yang besar
sehingga sel-sel di bagian dalam tidak bersentuhan langsung dengan agen seleksi
yang terdapat di media. Ukuran gabungan gen FBPase dan ClRan1 adalah 1047 pb
(Gambar 6A). Hasil ini menunjukkan kesesuaian ukuran yang diperoleh antara

13
transgenik putatif dan kontrol positif yaitu plasmid yang mengandung gen
FBPase/ClRan1. Hasil PCR ini mengindikasikan bahwa gen FBPase/ClRan1 telah
berhasil terintegrasi ke dalam genom tanaman kentang.

Gambar 6

Hasil amplifikasi DNA menggunakan PCR dengan 2 set primer. A:
primer FBPase’F-ClRan1’R, B: primer Act’F-Act’R, M = Marker 1
kb DNA; P adalah kontrol positif (plasmid); NKT1 dan NKT2 adalah
tanaman transgenik; NKT3: non- transgenik; NT adalah kontrol
negatif (wild type)

PCR terhadap tanaman non-transgenik dengan primer FBPase/ClRan1
tidak menghasilkan fragmen DNA yang berukuran 1047 pb. Untuk membuktikan
bahwa DNA yang digunakan untuk analisis PCR adalah dalam keadaan yang bagus,
PCR dilakukan untuk mengamplifikasi gen aktin. PCR dengan menggunakan
cetakan DNA pada tanaman transgenik dan non-transgenik semuanya
menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran 600 pb (Gambar 6B). Hasil ini
menunjukkan bahwa DNA di semua tanaman yang dianalisis adalah dalam keadaan
bagus
Analisis Morfologi dan Analisis Fotosintesis
Tanaman kentang transgenik segera diaklimatisasi (Gambar 5F). Proses ini
membantu plantlet untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan untuk
mengetahui fungsi gen pada tanaman kentang. Setelah aklimatisasi selanjutnya
tanaman dipindahkan ke polybag. Tanaman kentang kultivar Nooksack yang
mengandung gen FBPase/ClRan1 memiliki jumlah daun, diamater batang dan
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding tanaman kentang non-transgenik (Tabel
2). Analisis ANOVA pengaruh FBPase/ClRan1 terhadap jumlah daun, diameter
batang dan tinggi tanaman di lampirkan pada lampiran 5, 6 dan 7.
Pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap jumlah daun, diameter batang
dan tinggi tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack umur
4 MST
Umur
Jumlah Daun
Diamater
Tinggi Tanaman
No. Galur
Tanaman
(helai)
Batang (cm)
(cm)
(minggu)
a
a
a
4
1 NT
8.00
0.18
8.00
4
2 NKT1
14.00b
0.44b
12.80b

Tabel 2

3
Ket:

NKT2

11.00a

0.44b

10.77b

4

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama adalah tidak berbeda
nyata pada α = 0.05; NKT: tanaman transgenik, NT: tanaman non-transgenik.

14
Peningkatan jumlah daun, diameter batang dan tinggi tanaman memiliki
korelasi positif dengan peningkatan laju fotosintesis pada tanaman kentang
transgenik (Tabel 3). Peningkatan laju fotosintesis memiliki pengaruh terhadap
perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Mungara et al. (2013) melaporkan
bahwa semakin banyak jumlah daun, maka akan semakin banyak cahaya yang
diserap untuk proses fotosintesis. Fotosintat yang dihasilkan digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Miyagawa et al. (2001) melaporkan
bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman tembakau transgenik disebabkan oleh
ekspresi gen FBPase yang berlebihan
Tabel 3

Laju fotosintesis, konduktansi stomata dan konsentrasi CO2 interseluler
tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack umur 4 MST

No. Galur

Laju Fotosintesis
(µmolCO2 – m-2 – s-1)

Konduktansi
Stomata (mmol
H2O m-2S-1)

Konsentrasi CO2
interseluler (µmol
CO2 mol-1)

Umur
Tanaman
(minggu)

1

NT

14.36a

0.0496a

375.01a

4

2

NKT 1

23.63b

0.0572a

387.45a

4

3

NKT 2

25.72b

0.0604a

401.77b

4

Ket:

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan pada kolom yang sama adalah tidak berbeda
nyata pada α = 0.05; NKT: tanaman transgenik, NT: tanaman non-transgenik.

Pada umur 4 MST tanaman transgenik yang mengandung gen
FBPase/CLRan1 mempunyai laju fotosintesis dan konsentrasi CO2 interseluler
yang lebih tinggi daripada tanaman non-transgenik (Tabel 3). Peningkatan laju
fotosintesis dan konsentrasi CO2 interseluler di dalam tanaman kentang transgenik
kemungkinan besar disebabkan karena ekspresi berlebih dari gen FBPase/ClRan1.
Ekspresi berlebih dari gen FBPase mampu meningkatkan konsentrasi RuBP di
dalam kloroplas tanaman. Peningkatan konsentrasi RuBP di dalam kloroplas bisa
mencapai 30-50% (Miyagawa et al. 2001). Konduktansi stomata pada tanaman
kentang transgenik sama dengan tanaman kentang non-transgenik. Hasil ini
menunjukkan bahwa kemungkinan gen FBPase/ClRan1 tidak mempengaruhi
konduktasi stomata pada tanaman kentang transgenik (Tabel 3). Analisis ANOVA
pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap laju fotosintesis, konduktansi stomata dan
konsentrasi CO2 interseluler disajikan pada lampiran 8, 9 dan 10.
Pada umur 11 MST, tanaman kentang (S. tuberosum L.) kultivar Nooksack
transgenik memiliki berat basah tajuk dan berat kering tajuk yang sama dengan
tanaman kentang non-transgenik (Tabel 4). Hasil penelitian ini berbeda dengan
yang dilaporkan oleh Ogawa et al. (2015a) bahwa ekspresi berlebihan dari gen
FBPase mampu meningkatkan produksi biomassa pada Euglena gracilis
transgenik. Kemungkinan besar hasil fotosintat yang dihasilkan lebih banyak
digunakan untuk pertumbuhan akar dan peningkatan produksi umbi kentang
transgenik sedangkan pada Euglena gracilis hasil fotosintesis disimpan di dalam
sel tunggal. Analisis ANOVA pengaruh gen FBPase/ClRan1 terhadap berat basah
tajuk dan berat kering tajuk disajikan pada lampiran 11 dan 12.

15
Berat basah tajuk dan berat kering tajuk tanaman kentang (S. tuberosum
L.) kultivar Nooksack umur 11 MST
Umur
Berat Basah
Berat Kering
Tanaman
No. Galur
Tajuk (g)
Tajuk (g)
(minggu)
a
a
11
1 NT
19.19
1.11
11
2