Analisis Kelayakan Usaha Bunga Rangkaian (Florist) Pada Jelita Florist Di Kota Bekasi

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUNGA RANGKAIAN
(FLORIST) PADA JELITA FLORIST
DI KOTA BEKASI

RATNA PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Bunga Rangkaian (florist) pada Jelita Florist di Kota Bekasi adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Ratna Puspitasari
NIM H34124044

i

ABSTRAK
RATNA PUSPITASARI. Analisis Kelayakan Usaha Bunga Rangkaian (Florist)
pada Jelita Florist di Kota Bekasi. Dibimbing oleh SITI JAHROH
Permintaan bunga semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan dan
perubahan gaya hidup masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji
kelayakan usaha bunga rangkaian pada Jelita Florist. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif untuk aspek non finansial dan analisis
kuantitatif untuk aspek finansial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
aspek non finansial layak kecuali pada aspek hukum dan manajemen sehingga
diperlukan perbaikan pada aspek tersebut. Sedangkan aspek finansial dinyatakan
layak dengan NPV sebesar Rp 523 214 008; IRR 52 persen; Net B/C sebesar 3.48,

dan payback period setelah 2 tahun 3 bulan. Berdasarkan analisis switching value,
diperoleh hasil komponen yang memberikan dampak paling besar terhadap
kelayakan usaha adalah penurunan harga rangkaian bunga pot sebesar 18.49
persen.
Kata kunci: analisis kriteria investasi, analisis switching value, aspek non finansial

ABSTRACT
Ratna Puspitasari. Feasibility Study of Jelita Floristat Bekasi City. Supervised by
SITI JAHROH
Demand of flowers increases along with the increase in income and change of
lifestyle. The purpose of this research is to examine the feasibility of Jelita Florist.
Descriptive and quantitative analyses were used to analyze non financial and
financial aspects, respectively. The result showed that non financial aspects were
feasible except for legal and management aspects whereas their performance need
to be improved. Meanwhile, financial aspect was feasible whereas NPV is Rp 523
214 008; IRR 52 percent; Net B/C of 3.48, and payback period 2 years 3 month.
Based on switching value analysis, the decline of potted flower arrangements gave
the highest impact of 18.49 percent.
Keywords: investment criteria analysis, switching value analysis, non financial
aspects


iii

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUNGA RANGKAIAN
(FLORIST) PADA JELITA FLORIST
DI KOTA BEKASI

RATNA PUSPITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Depertemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul Skripsi

Analisis Kelayakan Usaha Bunga Rangkaian (Florist)
pada Jelita Florist di Kota Bekasi

Nama

Ratna Puspitasari

NIM

H34124044

Disetujui oleh

Siti Jahroh PhD
Pembimbing

Tanggal Lulus:


0 '"' AU ·J 2015

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah Studi Kelayakan Bisnis, dengan judul Analisis
Kelayakan Usaha Bunga Rangkaian (Florist) pada Jelita Florist di Kota Bekasi
Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, PhD selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan bimbingan,
arahan, saran, serta ilmu pengetahuannya selama penyusunan skripsi. Terima
kasih juga kepada Bapak/Ibu dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Iwan selaku pemilik dari usaha bunga Jelita Florist beserta
karyawan yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta
keluarga besar atas doa, nasehat, kasih sayang, dan semangat yang diberikan
kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Alih

Jenis Agribisnis angkatan tiga yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Ratna Puspitasari

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan masalah
Tujuan
Manfaat penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Hias

Analisis Kelayakan Usaha
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
Teori Biaya dan Manfaat
Kriteria Kelayakan Investasi
Analisis Sensitivitas
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
Analisis Switching Value
Asumsi Dasar
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah dan Perkembangan Usaha
Kegiatan Rutin
Produk Jelita Florist
Sumberdaya Manusia
Sumberdaya Modal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Non Finansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Hukum
Aspek Manajemen
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Aspek Finansial
Analisis Biaya dan Manfaat
Analisis Laba Rugi
Analisis Kelayakan Investasi Usaha Bunga

xi
xi
xi

1
1
5
6
6
7
7
8
9
9
9
10
11
13
13
14
15
17
17
17

17
18
18
19
23
23
24
24
24
25
28
28
28
28
29
31
33
33
34
34

36
41
41

Analisis Switching Value
Kenaikan Harga Pembelian Bunga Mawar
Penurunan Harga Penjualan Rangkaian Bunga Pot Besar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

43
44
44
45
45
45
45
49
66

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Produksi bunga pada tahun 2011-2013
Volume dan nilai ekspor impor florikultura tahun 2012
Jenis dan sumber data
Harga bunga rangkaian Jelita Florist tahun 2015
Rangkuman analisis kelayakan aspek non finansial
Rincian biaya investasi Jelita Florist
Biaya tetap per tahun (Rp)
Rincian biaya yang dikeluarkan dalam produksi rangkaian bunga selama
satu tahun
Hasil penerimaan Jelita Florist selama satu tahun
Nilai sisa asset usaha bunga rangkaian (Rp)
Analisis kelayakan finansial usaha bunga pada Jelita Florist
Hasil analisis switching value pada saat NPV=0 dan Net B/C=1

2
3
17
30
35
36
38
39
40
41
43
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kerangka pemikiran operasional
Grafik hubungan antara NPV dan IRR
Rangkaian bunga papan
Rangkaian bunga pot Jelita Florist (a) rangkaian pot kecil, (b) rangkaian
pot besar
Rangkaian bunga tangan
Layout kios pada Jelita Florist
Skema tanggung jawab pekerjaan
Hubungan antara NPV dan IRR Jelita Florist

16
21
26
27
27
32
34
42

DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi komoditi tanaman hias/florikultura tahun 2011-2013
2 Grafik siklus penjualan bunga rangkaian Jelita Florist per bulan
3 Siklus penjualan per bulan dalam satu tahun dan total penjualan selama
10 tahun
4 Kebutuhan input variabel per bulan dalam satu tahun dan total kebutuhan
selama 10 tahun
5 Proyeksi laba rugi Jelita Florist
6 Penyusutan alat investasi
7 Proyeksi arus kas (cash flow) Jelita Florist
8 Analisis switching value kenaikan harga pembelian mawar 70.98 persen
9 Analisis switching value penurunan harga jual rangkaian bunga pot besar
18.49 persen

51
52
53
54
55
56
57
60
63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting
dalam pembangunan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) pada sektor pertanian mengalami peningkatan. Menurut
data Badan Pusat Statistik yang diolah Kementerian Pertanian pada tahun 2012,
PDB berdasarkan harga yang berlaku dari sektor pertanian mencapai 1 190.4
triliun rupiah dengan kontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar 14.44 persen.
Sedangkan nilai PDB pada tahun 2011 mencapai 1 091.4 triliun rupiah
(Kementerian Pertanian 2013).
Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor yaitu tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Hortikultura
merupakan salah satu subsektor yang berpotensi untuk dikembangkan karena
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, keragaman jenis, serta dapat diserap
oleh pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hortikultura telah berperan nyata di
berbagai negara termasuk Indonesia. Tidak hanya berguna sebagai menjaga
kenyaman lingkungan, hortikultura juga berguna dalam mempercepat pengentasan
kemiskinan petani, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong investasi di
pedesaan (Santoso 2014).
Secara garis besar komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman
sayuran (vegetables), buah-buahan (fruits), tanaman biofarmaka (medicinal
plants), dan tanaman hias (ornamental plants) termasuk di dalamnya tanaman hias
daun dan bunga potong. Tanaman hias/florikultura merupakan komoditi
hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan. Tahun 2005-2009
perkembangan produksi florikultura yang dihasilkan menempati urutan kedua
setelah tanaman biofarmaka (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Berbagai
jenis tanaman bunga dan tanaman hias dapat tumbuh dengan baik di Indonesia
sehingga dikenal sebagai pusat keanekaragaman tanaman hias tropis (Holilah
2005). Hingga saat ini produksi yang dihasilkan dari komoditi tanaman
hias/florikultura memiliki perkembangan yang baik seperti pada Lampiran 1. Pada
tabel produksi tersebut dapat dilihat bahwa adanya perkembangan produksi
sebesar 19.73 persen per tahun untuk bunga potong.
Selain itu, kontribusi PDB komoditas tanaman hias terhadap PDB
hortikultura selama beberapa tahun terakhir menunjukkan rata-rata peningkatan
yang signifikan, sehingga mengasilkan PDB hortikultura menempati urutan kedua
setelah tanaman pangan (Kementerian Pertanian 2014). Nilai PDB tahun 2006
lebih tinggi dari periode dua tahun sebelumnya, dengan nilai Rp 5 719 miliar atau
meningkat lebih tinggi dari tahun 2005 dan 2004 yakni masing-masing Rp 4 662
miliar dan Rp 4 609 miliar. Bahkan tahun 2010 PDB tanaman hias meningkat
sekitar 11.91 persen dari PDB tahun 2006. PDB subsektor florikultura tahun 2013
telah mencapai Rp 9 triliun. Peningkatan nilai PDB tanaman hias nyata lebih besar
dibandingkan peningkatan PDB tanaman buah, sayur dan tanaman biofarmaka.
Peningkatan PDB tanaman hias berkaitan dengan terjadinya peningkatan produksi
tanaman hias. Perkembangan tanaman hias dipengaruhi oleh selera serta gaya
hidup konsumen yang cepat berubah. Perubahan konsumen mempengaruhi

2

produsen tanaman hias dalam mengembangkan tanaman hias yang diusahakan.
Hal ini menunjukkan bahwa komoditi florikultura merupakan salah satu
komoditas yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Komoditi
florikultur terdiri dari bunga potong, bunga pot, dan tanaman hias daun (Dharmika
2009).
Produksi bunga dapat dikembangkan dengan baik tentunya berdasarkan
kondisi tanah dan klimatologi yang sesuai. Sentra produksi bunga potong segar di
Indonesia terdapat di beberapa wilayah diantaranya DKI Jakarta, Riau, Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan jumlah produksi seperti pada Tabel
1. Sedangkan kota-kota yang menjadi tujuan penjualan bunga dan tanaman hias
lainnya adalah Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Malang,
Surabaya, Medan, Denpasar, dan Ujung Pandang (Kanaya 2012). Kota tersebut
menjadi target penjualan yang terus menerus dikarenakan perkembangan yang
cukup baik.
Tabel 1 Produksi bunga pada tahun 2011-2013
Provinsi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DKI Jakarta
Riau

2011
158 101 085
4 088 304
507 538
1 717 242
24 674

Tahun (Tangkai)
2012
244 354 292
168 857 803
143 261 613
258 232
24 289

2013
221 549 676
185 122 359
227 596 623
1 058 784
27 541

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)

Tabel di atas menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat menjadikan sentra
produksi sebagai penghasil bunga terbesar di Indonesia karena kondisi tanah dan
agroklimat yang sesuai bagi pertumbuhan bunga. Jumlah yang dihasilkan
cenderung lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lain. Besarnya pengembangan
komoditi tanaman hias akan membawa dampak peluang pasar bagi para pelaku
usaha bunga potong.
Florikultura termasuk di dalamnya bunga potong telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Indonesia dan banyak digunakan oleh masyarakat di
berbagai acara seperti acara kelahiran, upacara keagamaan, dan ulang tahun
kemerdekaan. Pemakaian bunga potong juga telah meluas tidak hanya sebagai
dekorasi ruangan pesta-pesta perkawinan dan elemen ritual keagamaan saja,
melainkan sebagai alat komunikasi ataupun bersosialisasi dalam bermasyarakat.
Bunga potong banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai hadiah, ungkapan atau
ucapan terima kasih, bahkan sebagai ucapan bela sungkawa.
Florikultura merupakan komoditas yang memiliki peluang pasar yang baik
untuk pasar domestik maupun ekspor. Volume tersebut cukup tinggi mengingat
bahwa saat ini kebutuhan florikultura cukup diminati masyarakat. Data Direktorat
Jenderal Hortikultura tahun 2012 menuliskan bahwa volume dan nilai ekspor
impor florikultura cukup baik seperti pada Tabel 2. Semakin meningkatnya
volume ekspor dan impor bunga-bungaan di Indonesia, maka semakin terbukanya
prospek wirausaha bagi para pengusaha bunga dan petani bunga di Indonesia.

3

Tabel 2 Volume dan nilai ekspor impor florikultura tahun 2012
Komoditi
Anggrek
Krisan
Mawar
Tanaman hias lainnya
Total

Volume (Ton)
Impor
Ekspor
4.30
57.61
8.00
50.92
0.29
43.27
12 893.43
6 341.24
12 906.02
6 493.04

Nilai (US$)
Impor
Ekspor
49 272
668 956
228 800
1 031 511
9 328
528 027
9 710 077
16 584 580
9 997 477
18 813 074

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa volume dan nilai ekspor sebagian besar
lebih tinggi dibandingkan impor. Hal tersebut merupakan nilai yang baik karena
Indonesia dapat menjual persediaan bunga kepada Negara lain. Menurut data
Badan Pusat Statistik Tahun 2004, sebagian besar bunga potong Indonesia
diekspor diantaranya ke Jepang, Korea Selatan, Singapura, Australia dan Amerika
Serikat.
Bunga potong merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang
memiliki bentuk dan warna yang beragam. Bunga potong cukup mendapatkan
perhatian luas karena permintaan yang semakin meningkat. Nugraha (2015)
menuliskan bahwa kebutuhan bunga potong di Indonesia semakin meningkat.
Rata-rata peningkatan penggunaan bunga potong setiap tahun mencapai 8 persen
per tahun dan peningkatan ini berbanding lurus dengan berkembangnya hotel
maupun perkantoran yang dimana kegiatan bisnis tersebut membutuhkan bunga
setiap hari. Dengan meningkatnya kegunaan bunga potong yang didukung
meningkatnya penghasilan maka permintaan bunga juga ikut meningkat.
Kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat mengakibatkan pola
konsumsi masyarakat selain pangan tentunya ditambah dengan konsumsi non
pangan. Salah satu konsumsi non pangan yang diminati masyarakat adalah dengan
membeli bunga. Perkembangan konsumsi bunga khususnya di kota-kota besar
akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan di kota
tersebut seperti banyaknya perkantoran, hotel, maupun perumahan mewah.
Bunga potong juga banyak digunakan sebagai rangkaian bunga diberbagai
acara. Rangkaian atau penjualan bunga biasanya dilakukan oleh para pengusaha
bunga (florist). Seiring berkembangnya perekonomian masyarakat serta
meningkatnya wirausaha maka banyak bisnis pemula yang berusaha menemukan
peluang dalam berbagai jenis usaha. Usaha bunga rangkaian (florist) adalah salah
satu jenis usaha yang cukup menjanjikan dan memiliki prospek usaha yang cukup
tinggi. Peluang usaha bunga sangatlah menarik namun erat kaitannya dengan hobi
dan kecintaan terhadap bunga. Usaha bunga dapat dijalankan dimana saja baik di
rumah ataupun di kios. Usaha ini tentunya akan berjalan dengan lancar apabila
dikelola dengan baik. Kerugian tentu saja dapat terjadi dalam setiap kegiatan
usaha mengingat bahwa sifat bunga adalah cepat layu. Selain itu, fluktuasi harga
bunga potong yang sering terjadi juga dapat mempengaruhi keuangan. Penjualan
bunga berkembang mengikuti tren sehingga para pelaku usaha harus selalu sigap
dalam mengatasi perubahan yang mungkin terjadi. Salah satu faktor yang dapat
menunjang keberhasilan usaha bunga adalah lingkungan yang mendukung serta
adanya permintaan pasar. Peluang pasar yang tinggi serta biaya investasi yang
cukup besar menjadi pertimbangan untuk melakukan kegiatan usaha ini. Oleh

4

karena itu diperlukannya analisis kelayakan usaha untuk menilai apakah usaha
bunga rangkaian ini dinyatakan layak.
Usaha bunga semakin berkembang di kota-kota besar seluruh Indonesia
terutama daerah dekat Ibukota Jakarta. Permintaan florikultura di dalam negeri
diperkirakan akan meningkat terutama di daerah perkotaan (Kementerian
Pertanian 2014). Kota Bekasi merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat
yang cukup berkembang. Hal tersebut dikarenakan Kota Bekasi merupakan salah
satu sentra industri dan juga salah satu kota yang berdampingan dengan Ibukota
Jakarta. Bekasi juga cukup mempunyai perubahan yang cepat dibanding dengan
kota-kota lain di Indonesia. Bekasi sebagai satu diantara kota yang berkembang di
Indonesia mempunyai daya tarik yang cukup kuat untuk beberapa orang yang
ingin mengadu nasib dengan membuka usaha. Berwirausaha dapat menjadi
pilihan bagi semua orang sebagai solusi untuk mendapatkan penghasilan ketika
lapangan pekerjaan semakin sempit dan persaingan semakin ketat (Andin 2013).
Membuka usaha sendiri atau memulai bisnis dapat menjadi pilihan untuk
mendapatkan penghasilan dan menjadi mandiri secara finansial. Salah satu usaha
kreatif yang banyak dikerjakan adalah usaha bunga rangkaian atau biasa disebut
florist. Florist merupakan suatu usaha pemasaran dalam bidang usaha bunga yang
menjual bunga dalam bentuk rangkaian.
Bahan baku usaha bunga rangkaian adalah berbagai macam jenis bunga,
aksesoris hiasan dan medianya. Aksesoris yang digunakan adalah berbagai macam
daun hias dan juga plastik pembungkus bunga rangkaian. Sedangkan media yang
digunakan yaitu busa/oasis untuk rangkaian bunga pot dan styrofoam untuk
rangkaian bunga papan. Kendala yang mungkin saja terjadi adalah sering
terjadinya fluktuasi harga bunga. Harga bunga yang sering mengalami perubahan
diantaranya mawar, sedap malam, dan cassablanca (Pusat Promosi dan Pemasaran
Hortikultura 2013). Fluktuasi harga tersebut tentunya dapat mempengaruhi
keuangan dalam menjalankan usaha. Selain itu, sifat bunga yang mudah layu juga
menjadi kendala. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan persediaan bunga
yang selalu baru agar kesegarannya masih terlihat karena mengingat masyarakat
lebih menyukai bunga segar dibandingkan dengan bunga palsu. Usaha bunga
sangat bergantung pada musim acara yang memerlukan adanya bunga
didalamnya. Menghadirkan karangan bunga di Indonesia bukanlah sebuah budaya
yang wajib dilaksanakan, akan tetapi lebih kepada budaya asing yang masuk dan
mulai popular. Memiliki manajemen keuangan yang baik tentunya kelancaran
usaha akan terus berlanjut karena diprediksi bahwa budaya mengirim karangan
bunga akan semakin popular di masa yang akan datang (Andin 2013). Target
pasar yang dituju oleh para florist pada umumnya adalah masyarakat dari
kalangan menengah ke atas, perusahaan, dan lembaga lainnya yang lebih
mementingkan kualitas.
Usaha bunga rangkaian selalu dituntut untuk selalu kreatif dalam merangkai
bunga agar memperoleh model atau bentuk baru sehingga para pelanggan tidak
merasa bosan. Adapun lokasi usaha bunga yang cukup terkenal di Kota Bekasi
terdapat di Jalan Raya Kalimalang. Kota Bekasi merupakan salah satu wilayah
yang tepat untuk dipilih dalam menjalankan usaha bunga. Hal tersebut didukung
dengan lokasi yang strategi dan juga merupakan salah satu kota yang memiliki
perkembangan perekonomian yang baik. Usaha bunga merupakan salah satu
usaha yang membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan diharapkan dapat

5

memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Pelaku usaha bunga tentunya tidak lepas dari peran produsen
florikultura. Hal tersebut dikarenakan bahan baku usaha bunga adalah berbagai
jenis bunga potong dan daun hias. Keberhasilan usaha bunga sangat ditentukan
dengan jumlah permintaan rangkaian setiap harinya. Semakin banyak permintaan
dari konsumen maka semakin tinggi pula jumlah penjualannya.
Pengusaha bunga di Jalan Raya Kalimalang ini sudah sangat terkenal dan
mudah ditemukan karena jalan ini merupakan salah satu jalan penghubung antara
Bekasi dan Jakarta. Jelita Florist merupakan salah satu usaha bunga di Kota
Bekasi yang memproduksi berbagai bunga rangkaian yang beraneka ragam.
Kemampuan untuk memenuhi permintaan tentunya dipengaruhi oleh kemampuan
Jelita Florist dalam memproduksi. Peluang usaha bunga rangkaian masih sangat
baik meskipun saat ini sudah banyak bermunculan. Tujuan dari usaha bunga
rangkaian yang dilakukan oleh Jelita Florist tentunya untuk memperoleh
keuntungan. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan diperoleh dari
selisih penerimaan dan semua biaya. Oleh karena itu diperlukan analisis
kelayakan usaha bunga untuk melihat sejauh mana usaha ini layak serta
memberikan keuntungan bagi yang menjalankannya.
Perumusan masalah
Jelita Florist merupakan salah satu usaha bunga yang sudah cukup terkenal
di Kota Bekasi. Usaha ini terletak di Jalan Raya Kalimalang Kota Bekasi. Jelita
Florist menjual berbagai jenis bunga rangkaian seperti rangkaian bunga tangan,
bunga papan, serta bunga pot. Sebagian besar pembeli bunga di Jelita Florist
biasanya memesan dalam bentuk rangkaian bunga tangan dan bunga pot. Harga
yang ditawarkan oleh Jelita Florist berbeda-beda sesuai dengan jenis, model dan
ukurannya. Kegiatan produksi yang dilakukan biasanya secara bersama-sama agar
pesanan dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Sejauh ini permasalahan yang
sering dihadapi Jelita Florist yaitu mengenai situasi penjualan yang tidak
menentu. Hal tersebut dikarenakan permintaan bunga akan sangat banyak ketika
adanya acara-acara tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri, hari ibu, valentine, hingga
musim pernikahan. Adapun grafik siklus penjualan yang sering terjadi dapat
dilihat pada Lampiran 2. Dengan penjualan yang tidak menentu tentunya akan
mempengaruhi keuangan pada usaha ini. Salah satu yang dapat menyebabkan
kerugian usaha ini yaitu kondisi bunga yang tidak dapat tahan lama atau mudah
layu. Ketika Jelita Florist mendapatkan pesanan dalam jumlah yang cukup banyak
terutama bunga papan maka mereka akan mengerjakan dengan segera mungkin
karena mengingat bunga mudah layu. Adapun kendala lain yang dihadapi yaitu
proses merangkai bunga. Bunga akan terlihat sangat bagus apabila dirangkai
dengan baik. Untuk itu, diperlukan keterampilan dan keahlian agar rangkaian
dapat terlihat lebih indah.
Bunga rangkaian merupakan produk yang dihasilkan tergantung dari jumlah
permintaan pasar. Oleh karena itu, perlu mengetahui potensi pasar dari produk
yang dihasilkan serta dilakukannya strategi pemasaran. Usaha bunga Jelita Florist
melakukan investasi dengan mendirikan kios sebagai tempat untuk menjalankan
usahanya dengan harapan investasi tersebut dapat memberikan keuntungan.

6

Pendirian kios yang digunakan sebagai investasi terpenting ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yang baik ditahun yang akan datang. Kios dijadikan
investasi terpenting karena usaha bunga rangkaian Jelita Florist dilakukan di kios
dan akan selalu digunakan. Pada proses produksi perlu dilakukan beberapa
kegiatan teknis diantaranya sortasi, pengemasan, dan perawatan yang baik.
Perencanaan investasi juga perlu dilakukan agar tidak terjadinya kesalahan
yang akan mengakibatkan kerugian. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
keuangan dalam usaha bunga yaitu kenaikan harga input dan penurunan harga jual
yang ditawarkan. Input merupakan salah satu bahan utama dalam setiap kegiatan
usaha. Input yang berperan pada kegiatan usaha ini tentunya adalah bunga. Ketika
harga bunga mengalami kenaikan maka keuangan dalam kegiatan usaha akan
berpengaruh karena pengeluaran akan semakin tinggi. Jelita Florist sering
mengalami kenaikan harga bunga terutama pada bunga mawar. Harga bunga
mawar bisa mencapai Rp 30 000 per ikat dari harga normal yaitu Rp 20 000 per
ikat. Selain kenaikan harga bunga, adapun penurunan harga jual tentunya akan
mempengaruhi penerimaan yang akan diperoleh pada usaha ini.
Analisis kalayakan perlu dilakukan dalam setiap kegiatan usaha sebagai
gambaran apakah usaha yang dijalankan dapat dinyatakan layak serta memberikan
manfaat apabila terus dilakukan. Selama menjalankan usahanya, Jelita Florist
belum melakukan analisis finansial dan non finansial secara lengkap baik dari
pihak pemilik maupun dari pihak luar. Oleh karena itu diperlukan analisis
kelayakan untuk melihat apakah usaha bunga rangkaian (florist) ini layak atau
tidak serta melihat seberapa besarkah usaha ini dapat menghasilkan keuntungan.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Apakah usaha bunga rangkaian (florist) pada Jelita Florist layak jika
dinilai berdasarkan aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek
hukum, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan) dan
aspek finansial?
2. Seberapa besar perubahan maksimum yang terjadi pada usaha bunga
rangkaian jika terjadinya kenaikan harga pembelian bunga mawar dan
penurunan harga jual bunga pot?
Tujuan
1.

2.

Menganalisis kelayakan usaha bunga rangkaian (florist) berdasarkan aspek
non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen,
dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial pada Jelita
Florist
Menganalisis besarnya nilai switching value yaitu batas yang masih dapat
ditoleransi usaha bunga rangkaian (florist) pada Jelita Florist terhadap
kenaikan harga pembelian bunga mawar dan penurunan harga jual bunga
pot
Manfaat penelitian

1.

Bagi Jelita Florist, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menjalankan usaha bunga rangkaian (florist) dengan
lebih efektif dan efisien

7

2.

Bagi konsumen, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan untuk menjalin kerjasama dalam pemesanan bunga

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Hias
Tanaman hias merupakan bagian dari florikultura yang digolongkan dalam
florikultura. Florikultura adalah cabang ilmu hortikultura yang mempelajari
budidaya tanaman hias seperti bunga potong dan tanaman penghias taman.
Menurut Sudarmono (1997) tanaman hias merupakan jenis tanaman tertentu baik
yang berasal dari tanaman daun ataupun tanaman bunga yang dapat ditata untuk
memperindah lingkungan sehingga menjadi lebih artistik dan menarik. Sedangkan
Rahardi et al (1997) berpendapat bahwa tanaman hias merupakan tanaman yang
mempunyai nilai keindahan dan daya tarik tertentu serta memiliki nilai ekonomis
untuk keperluan hiasan dalam dan di luar ruangan.
Pemanfaatan tanaman hias biasanya hanya digunakan pada acara ritual
keagamaan maupun budaya beberapa suku bangsa seperti sesajen, bunga tabur
pada acara kematian maupun keperluan acara pengantin, namun kini digunakan
juga sebagai alat komunikasi ataupun bersosialisasi dalam masyarakat (Santo
2008). Sementara itu, menurut Waty (2010) tanaman hias juga dapat memberikan
suasana indah mempesona, melembutkan pandangan, dan memberikan
kecemerlangan sepanjang waktu. Berbagai tanaman hias umumnya ditanam untuk
menghijaukan dan mempercantik suatu taman atau sebagai tanaman hias pot yang
ditempatkan di meja ataupun areal rumah, perkantoran, hotel, restoran atau
apartemen.
Jenis tanaman hias dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Keindahan
suatu tanaman terletak pada organ tanaman itu sendiri terutama pada daun dan
bunganya. Dengan demikian secara umum tanaman hias dapat dikelompokkan
menjadi tanaman hias daun dan tanaman hias bunga (Sudarmono 1997).
Sedangkan menurut Endah (2007) menyatakan jenis tanaman dapat dibedakan
berdasarkan 3 hal yaitu berdasarkan bagian tanaman yang dinikmati, lokasi
penanamannya, dan panjang harinya.
1. Jenis tanaman hias berdasarkan bagian tanaman yang dinikmati
Berdasarkan bagian tanaman yang dapat dinikmati, tanaman hias
dikelompokkan menjadi tanaman hias daun dan tanaman hias bunga. Tanaman
hias daun adalah tanaman hias yang memiliki warna daun yang indah dengan
bentuk daun tajuk yang bervariasi, unik, dan eksotik. Adapun contoh tanaman
hias daun antara lain palem, keladi hias, walisongo, dan kuping gajah.
Sedangkan tanaman hias bunga adalah tanaman hias yang mampu
menghasilkan bunga dengan bentuk, warna, ukuran, dan keharuman yang unik.
Contohnya seperti garbera, kembang sepatu, dan krisan.
2. Jenis tanaman hias berdasarkan lokasi penanamannya
Berdasarkan lokasi penanamannya, tanaman hias dibedakan menjadi
tanaman hias dalam taman, bunga potong, dan bunga dalam pot. Tanaman hias
dalam taman biasanya digunakan sebagai komponen utama untuk

8

mempercantik dan memperindah taman seperti bougenvil, heliconia, bunga
tasbih, kembang sepatu, alamanda, dan alanta. Bunga potong merupakan
sebutan untuk tanaman hias yang ditanam untuk diambil bunga beserta
tangkainya seperti krisan, anyelir, mawar, anggrek, garbera, heliconia, dan
sedap malam. Sedangkan bunga dalam pot yaitu tanaman hias yang ditanam
dalam pot yang bertujuan untuk memudahkan dalam perawatan.
3. Jenis tanaman hias berdasarkan panjang harinya
Berdasarkan panjang hari, tanaman hias dibedakan menjadi tanaman hari
panjang, hari pendek, dan netral. Tanaman hias yang proses pembungaannya
terjadi bila memperoleh penyinaran lebih dari 14 jam sehari makan disebut
tanaman hari panjang seperti Anthurium. Tanaman hias yang proses
pembungaannya terjadi kurang dari 12 jam sehari disebut tanaman hari pendek
seperti krisan dan garbera. Sedangkan tanaman hias yang pembungaannya
tidak dipengaruhi lama penyinaran disebut tanaman hari netral seperti kembang
sepatu dan alamanda.
Analisis Kelayakan Usaha
Penelitian mengenai analisis kelayakan perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah usaha tersebut layak untuk dikembangkan lebih lanjut kedepannya.
Nurmalina et al (2010) mengatakan bahwa studi kelayakan bisnis merupakan
dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis layak untuk
dijalankan. Gittinger (1986) mengungkapkan bahwa kegiatan pertanian
merupakan suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial
menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan
atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu. Dana yang diinvestasikan
itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi, yaitu Net Present Value,
Gross Benefit Cost Ratio, dan Internal Rate Return. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan Aisah (2002), Arbianto (2006), Candraningtyas (2013), dan
Santoso (2014) menyatakan bahwa usaha yang dijalankan layak secara finansial.
Aspek finansial memiliki peranan penting dalam kegiatan studi kelayakan
bisnis. Hal tersebut dapat diukur dengan menggunakan analisis kriteria investasi
dan analisis sensitivitas. Pada dasarnya studi kelayakan bisnis bertujuan untuk
menentukan kelayakan suatu bisnis yang dijalankan berdasarkan kriteria investasi.
Nurmalina et al (2010) menyebutkan kriteria tersebut adalah nilai bersih kini (Net
Present Value = NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio = Gross
B/C; Net Benefit Cost Ratio = Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal
Rate Return = IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback
Period = PP).
Nilai NPV yang diperoleh Aisah (2002), Arbianto (2006), Candraningtyas
(2013), dan Santoso (2014) masing-masing sebesar Rp 827 664 731.25, Rp 115
553 550, Rp 297 538 961.70, dan Rp 1 541 782 494. Dari hasil masing-masing
NPV tersebut lebih besar dari nol hal tersebut memilki arti bahwa usaha tersebut
layak dijalankan. Net B/C yang diperoleh masing-masing peneliti yaitu 1.89, 2.23,
3.43, dan 1.88. Berdasarkan nilai Net B/C yang diperoleh maka dinyatakan layak
karena lebih besar dari satu. IRR yang diperoleh Aisah (2002), Arbianto (2006),
Candraningtyas (2013), dan Santoso (2014) adalah 93 persen, 37.8 persen, 103

9

persen, dan 35 persen. Nilai IRR tersebut lebih besar dari suku bunga yang
ditetapkan sehingga layak untuk dijalankan. Payback Period (PP) merupakan
salah satu metoda yang dapat mengukur seberapa cepat pengembalian investasi.
Dalam hal ini maka dapat dinilai bahwa semakin kecil nilai Payback Period yang
diperoleh maka semakin cepat investasi yang dikeluarkan dapat kembali. Pada
penelitian yang dilakukan Aisah (2002) nilai Payback Period yang diperoleh yaitu
9 bulan 15 hari yang artinya adalah pengembalian investasi dapat diperoleh
setelah usaha tersebut berjalan selama 9 bulan 15 hari.
Usaha bunga tentunya tidak lepas dari perubahan-perubahan lingkungan
yang sering terjadi. Perubahan tersebut dapat terjadi pada komponen variabel
input maupun output. Analisis sensitivitas dapat digunakan untuk melihat dampak
dari suatu keadaan yang berubah dengan tujuan untuk menilai apa yang akan
terjadi pada suatu kegiatan bisnis. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menilai
apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan bisnis apabila terjadi
perubahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Selain analisis sensitivitas,
perubahan tersebut juga dapat diukur dengan menggunakan analisis switching
value (nilai pengganti) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis tersebut masih
tetap layak. Analisis switching value (nilai pengganti) merupakan variasi dari
analisis sensitivitas. Aisah (2002), Arbianto (2006), Candraningtyas (2013), dan
Santoso (2014) diperoleh hasil bahwa kenaikan harga input akan mempengaruhi
kelayakan suatu usaha. Selain itu, penurunan harga jual juga akan mempengaruhi
kelayakan seperti penelitian yang dilakukan oleh Aisah (2002) dan
Candraningtyas (2013). Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
kelayakan usaha dalam usaha bunga (florist) sangat dipengaruhi oleh kenaikan
harga input dan penurunan harga jual yang ditawarkan.
Penelitian yang akan dilakukan berkaitan dengan usaha bunga rangkaian
yang dinilai berdasarkan aspek finansial dan non finansial. Pada aspek non
finansial yang diteliti yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek
manajemen, serta aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Sedangkan pada aspek
finansial dilakukan analisis yaitu menggunakan kriteria investasi yang terdiri dari
nilai bersih kini (Net Present Value = NPV), rasio manfaat biaya (Net Benefit Cost
Ratio = Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal Rate Return = IRR),
dan jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period = PP). Serta
dilakukan analisis switching value (nilai pengganti) pada kenaikan harga input dan
penurunan harga jual yang ditawarkan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Analisis kelayakan usaha biasa disebut dengan studi kelayakan proyek.
Kegiatan tersebut tentu sangat berkaitan dengan investasi. Keberhasilan suatu
proyek yang dijalankan tergantung dalam pemikiran masing-masing dalam
mencapai tujuan. Ketika semakin besar proyek tersebut dijalankan maka akan

10

semakin besar pula dampak yang akan terjadi. Usaha yang dilakukan tentu
memerlukan input sebagai pendukung keberhasilan. Dengan adanya hal tersebut
maka penggunaan input sangat berkaitan dalam pencapaian tujuan dan umur
bisnis yang dijalankan.
Menurut Nurmalina et al (2010) menyebutkan bahwa studi kelayakan bisnis
merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah kegiatan investasi
memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan. Tujuan dari kegiatan ini juga
merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi dalam suatu bisnis
layak untuk dijalankan. Bagi pihak penanaman modal studi kelayakan bisnis
merupakan gambaran prospek bisnis serta berapa besar tingkat manfaat yang
dapat diterima dari suatu bisnis yang dijalankan sehingga hal ini merupakan dasar
dalam pengambilan keputusan investasi. Saat ini, studi kelayakan bisnis sudah
menjadi tolok ukur yang sangat berguna sebagai dasar penilaian keberhasilan
suatu rencana bisnis terutama oleh pihak investor dan lembaga keuangan sebelum
memberi bantuan dana atau modal.
Aspek Non Finansial
Analisis yang dilakukan pada studi kelayakan bisnis memiliki beberapa
aspek yang dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu aspek finansial (keuangan) dan
aspek non finansial. Aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan adanya
keterkaitan sehingga akan diperoleh hasil yang baik. Jika dalam menganalisa
suatu usaha terdapat salah satu aspek yang kurang memenuhi kriteria kelayakan
maka diperlukan adanya perbaikan. Numalina et al (2010) di dalam bukunya
menyebutkan bahwa ada beberapa aspek yang termasuk aspek non finansial
seperti:
1. Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan aspek terpenting dalam mengkaji semua aspek
dalam studi kelayakan. Pada aspek ini dapat menentukan besar permintaan
produk serta kecenderungan akan permintaan produk. Kelebihan atau
kekurangan produk yang dihasilkan akan mempengaruhi kegiatan bisnis yang
dilakukan tidak dapat beroperasi secara efisien. Kegiatan yang dilakukan dalam
aspek pasar ini meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran
dan perkiraaan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.
Permintaan mengkaji secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis
konsumen, perusahaan besar pemakai serta proyeksi permintaan. Penawaran
mengkaji bagaimana perkembangan dimasa lalu dan dimasa yang akan datang.
Harga yaitu mengkaji tentang apakah ada kecenderungan perubahan harga atau
tidak. Program pemasaran mengidentifikasi mengenai strategi pemasaran yang
mencakup 4P yaitu Place, Product, Price dan Promotion. Perkiraan penjualan
atau market share yaitu mengkaji seberapa besar penjualan yang bisa dicapai
perusahaan.
2. Aspek teknis
Pelaksanaan aspek teknis terkadang tidak dapat menghasilkan keputusan
yang baku. Namun pada intinya, aspek teknis ini membahas mengenai proses
pembangunan bisnis secara teknis serta pengoperasiannya setelah bisnis
tersebut dibangun. Aspek teknis ini berhubungan dengan penyediaan input dan

11

output yang diproduksi berupa barang dan jasa. Pembahasan yang dilakukan
pada aspek teknis meliputi:
a. lokasi bisnis, yakni dimana suatu bisnis akan dilaksanakan baik untuk
pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik.
b. seberapa besar skala operasi/luas produksi ditetapkan untuk mencapai
suatu tingkatan skala ekonomis.
c. kriteria pemilihan mesin dan equipment utama serta alat pembantu
mesin dan equipment.
d. bagaimana proses produksi dilakukan dan layout pabrik yang dpilih,
termasuk juga layout bangunan dan fasilitas lain.
e. apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat, termasuk di
dalamnya pertimbangan variabel sosial.
3. Aspek Hukum
Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha (dikaitkan
dengan hukum), jaminan yang digunakan sebagai sumber dana pinjaman, akta,
sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam usaha. Selain itu, aspek hukum
diperlukan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat
menjalin kerjasama.
4. Aspek Manajemen
Pada analisis aspek manajemen biasanya hanya mengkaji bagian internal
perusahaan. Terdapat dua jenis waktu dalam manajemen yaitu manajemen
pembangunan bisnis dan manajemen dalam operasi. Pada manajemen
pembangunan bisnis hal yang dipelajari yaitu pelaksana bisnis, jadwal
penyelesaian bisnis, studi pelaksanaan masing-masing aspek. Sedangkan
kegiatan untuk manajemen dalam operasi yaitu badan usaha, struktur
organisasi, deskripsi jabatan, serta jumlah tenaga kerja.
5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang akan dinilai adalah
seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah
penambahan kesempatan kerja serta bagaimana pengaruh bisnis tersebut
disekitar lokasi. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan social
yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi bisnis. Aspek ekonomi
mempelajari suatu bisnis dapat memberikan peningkatan pendapatan
masyarakat dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Aspek lingkungan perlu
diperhatikan dalam pembangunan suatu bisnis. Hal tersebut dapat dikaitkan
dengan pencemaran atau keasrian lingkungan yang ditimbulkan dari pendirian
usaha. Apabila pencemaran yang dihasilkan dalam suatu bisnis tersebut
merugikan lingkungan maka akan berdampak pada kegiatan bisnis yang tidak
akan bertahan lama karena kurang bersahabatnya dengan lingkungan.
Aspek Finansial
Pembahasan sebelumnya telah menjelaskan mengenai aspek non finansial.
Pada kajian studi kelayakan bisnis perlu adanya aspek finansial yang berkaitan
dengan dana yang dibutuhkan untuk membangun dan pengoperasian kegiatan
bisnis. Kegiatan yang dilakukan dalam aspek finansial yaitu menganalisa

12

kebutuhan dan sumber dana, analisis penilaian investasi, serta analisis aliran uang
dan analisis sensitivitas.
Investasi pada usaha merupakan investasi jangka panjang. Oleh karena itu
dalam mengukur manfaat usaha diperlukan konsep time value of money. Konsep
time value of money mempunyai arti bahwa sejumlah uang yang tersedia saat ini
akan lebih berarti dibandingkan sejumlah uang yang sama di tahun yang akan
datang. Sejumlah uang yang kita keluarkan dalam bentuk biaya bisnis atau yang
akan kita peroleh sebagai manfaat bisnis, mempunyai nilai yang berbeda bila
dikeluarkan atau diterima dalam waktu yang berbeda. Biaya-biaya bisnis banyak
dikeluarkan pada waktu awal bisnis sedangkan manfaat baru akan diterima
kemudian. Arus biaya dan manfaat yang terjadi pada waktu yang tidak sama dapat
dibandingkan sehingga perlu memperhatikan mengenai perbedaan nilai uang
karena adanya pengaruh waktu (Nurmalina et al 2010).
Untuk menghitung hal tersebut diperlukan metoda Discounted Cash Flow,
dimana seluruh manfaat dan biaya untuk setiap tahun didiskonto dengan discount
factor (DF). Perhitungan diskonto merupakan suatu teknik yang dapat
menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya
menjadi nilai biaya pada masa sekarang. Perhitungan tidak berdiskonto memliki
kelemahan umum, yaitu ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara
lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gititinger 1986). Selain
discount factor (DF) adapun peritungan lainnya compounding factor yang biasa
digunakan untuk menghitung nilai diwaktu yang akan datang. Menurut Nurmalina
et al. (2010) ada tiga cara penentuan panjangnya umur bisnis yang ditentukan
berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis, yaitu:
1. Umur ekonomis suatu bisnis. Ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode)
yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada di
bisnis.
2. Umur teknis merupakan ukuran yang memudahkan perhitungan. Umur teknis
umumnya lebih panjang dibandingkan umur ekonomis.
3. Umur bisnis yang umur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun biasanya umur
bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai sesudah 25 tahun jika di
discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10% maka present
value akan kecil sekali karena nilai DF-nya kecil mendekati nol.
Aliran penerimaan dan pengeluaran dikenal dengan istilah aliran kas (cash
flow), yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi posisi atau kondisi kas pada
suatu periode tertentu. Cash flow merupakan arus manfaat bersih sebagai hasil
pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat. Suatu cash flow terdiri dari
beberapa unsur yang nilainya disusun berdasarkan tahap-tahap kegiatan bisnis.
Unsur-unsur tersebut terdiri dari inflow (arus penerimaan), outflow (arus
pengeluaran), manfaat bersih (net benefit), dan manfaat bersih tambahan
(incremental net benefit) bila diperlukan (Nurmalina et al 2010). Komponenkomponen yang termasuk ke dalam inflow antara lain: nilai produksi total,
penerimaan pinjaman, grant (bantuan-bantuan), nilai sewa, dan nilai sisa (salvage
value). Komponen-komponen yang terdapat dalam arus kas keluar (outflow)
diantaranya adalah biaya investasi, biaya produksi, biaya pemeliharaan, biaya
tenaga kerja, tanah, bahan-bahan, debt service (bunga dan pinjaman pokok) dan
pajak.

13

Tujuan dilakukannya suatu usaha adalah untuk mencapai keuntungan (laba).
Melihat keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari usaha dapat diperoleh
melalui proses akutansi yang kemudian digambarkan melalui laporan keuangan
yang disebut laporan laba rugi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk proses pengolahan barang atau jasa. Biaya yang dimasukkan ke dalam biaya
produksi ada biaya bahan baku dan upah tenaga kerja langsung. Pendapatan kotor
diperoleh dari hasil pengurangan antara penjualan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan sebelum bunga dan pajak.
Laporan laba rugi biasa dibuat dalam waktu tiap tahun atau bisa saja dalam
sekali produksi dalam suatu perusahaan. Adapun manfaat dengan adanya laporan
laba rugi yaitu memudahkan untuk menentukan besarnya aliran kas tahunan yang
diperoleh perusahaan, untuk menghitung berapa jumlah penjualan minimum dari
kuantitas ataupun nilai uang dari suatu aktivitas bisnis, dan untuk menaksir pajak
yang akan dimasukkan ke dalam cash flow.
Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Gittinger (1986) biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
mengurangi suatu tujuan. Biaya dapat dikeluarkan sebelum bisnis dimulai dan
akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit)
didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang
menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan.
Menurut Nurmalina et al (2010) manfaat dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu
tangible benefit (manfaat langsung), indirect or secondary benefit (manfaat tidak
langsung), dan intangible benefits (manfaat yang tidak dapat dilihat). Manfaat
dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap
suatu proyek. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka
waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak (Soekartawi 2002).
Penerimaan juga dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari
penjualan. Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual produk.
Jenis biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha diantaranya biaya modal
(investasi) dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk memulai suatu usaha yang sifatnnya jangka panjang seperti pembelian
lahan (tanah), pendirian bangunan, dan pembelian mesin yang memiliki umur
ekonomis yang cukup lama. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang
dikeluarkan pada saat usaha sedang berjalan. Biaya operasional mencakup biaya
tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya
yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi sedangkan biaya
variabel merupakan biaya yang dikeluarkan tergantung dengan jumlah produksi.
Kriteria Kelayakan Investasi
Aspek finansial merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dana yang
dibutuhkan untuk membangun dan pengoperasian kegiatan bisnis. Analisis
kelayakan finansial juga juga merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
untuk mengukur kelayakan usaha berdasarkan investasi dari usaha tersebut. Alat
ukur untuk menentukan kelayakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria
investasi. Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh

14

dan biasa yang dikeluarkan dari suatu proyek. Menurut Nurmalina et al (2010)
kriteria investasi tersebut terdiri dari:
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan
perbandingan antara PV kas bersih (PV of proceed) dengan PV investasi
(capital outlays) selama umur investasi. Selisish antara nilai nilai kedua PV
tersebutlah yang dikenal dengan NPV (Kasmir dan Jakfar 2003). Menurut
Nurmalina et al (2010), Net Present Value adalah selisih antara total Present
Value manfaat dengan total Present Value biaya.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat Discount Rate (DR) yang
menghasilkan NPV sama dengan nol. IRR menunjukkan seberapa besar
pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Sebuah bisnis
dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capitalnya (DR).
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain,
manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap
satu satuan kerugian dari bisnis tersebut.
4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa
kembali. Bisnis yang memiliki PP singkat atau cepat pengembaliannya
termasuk kemungkinan besar akan dipilih.
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah terhadap hasil analisis kelayakan. Tujuan dari analisis ini adalah
untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan bisnis apabila
terjadi perubahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Menurut Nurmalina et al
(2010) perubahan yang sering terjadi dalam menjalankan bisnis adalah:
1. perubahan harga
2. keterlambatan pelaksanaan
3. kenaikan biaya
4. perubahan hasil produksi
Perubahan keempat variabel tersebut akan mempengaruhi komponen cash
flow yang nantinya akan mempengaruhi seberapa besar perubahan variabel yang
berdampak pada hasil kelayakan. Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena
dalam analisis kelayakan suatu usaha atau bisnis pehitungan umumnya didasarkan
pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan
terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah 1986).
Variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value).
Analisis ini bertujuan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan

15

komponen inflow dan outflow yang masih dapat ditoleransi agar bisnis tetap
layak. Bisa dikatakan berapa persen perubahan yang terjadi pada variabel
perubahan sehingga suatu usaha masih dikatakan layak. Oleh karena itu
perubahan tidak melebihi nilai yang ditentukan. Menurut Nurmali