Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi KNO3
i
INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
(Citrus reticulata B.) DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT
PEMECAH DORMANSI KNO3
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pembungaan
Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah
Dormansi KNO3 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ni Wayan Surya Darmayanti
NIM A24110029
3
ABSTRAK
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI. Induksi Pembungaan Jeruk Siem
Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi
KNO3. Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI dan DARDA EFENDI.
Bali merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Indonesia. Kendala yang
terjadi pada produksi jeruk di Bali salah satunya yaitu produksi jeruk yang bersifat
musiman, sehingga pada saat panen raya produksi jeruk melimpah dan harga
jualnya merosot. Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari efektivitas paclobutrazol
dan pemberian zat pemecah dormansi KNO3 terhadap induksi pembungaan di luar
musim pada tanaman jeruk Siem kintamani (Citrus reticulata B.). Penelitian ini
dilakukan di Desa Mangguh Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dua faktor. Perlakuan percobaan menggunakan paclobutrazol sebagai zat
penginduksi pembungaan dan zat pemecah dormansi KNO3. Dosis paclobutrazol
yang digunakan 0.0 (kontrol), 0.5, 1.0, 1.5 g/tanaman dan dosis KNO3 yang
digunakan 0.0 (kontrol), 20 dan 40 g/tanaman. Perlakuan paclobutrazol dan KNO3
tidak dapat meningkatkan pembungaan dan pembentukan buah pada tanaman jeruk
Siem Kintamani, dibandingkan kontrol. Perlakuan paclobutrazol dapat menekan
jumlah tunas yang dan menekan jumlah daun dibandingkan kontrol. Interaksi antara
paclobutrazol dengan KNO3 dapat menekan jumlah tunas yang dihasilkan.
Kata kunci: di luar musim, jeruk Siem Kintamani, KNO3, pembungaan,
paclobutrazol
ABSTRACT
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI. Flowering Induction Siem Kintamani
Citrus (Citrus reticulata B.) with Paclobutrazol and Dormancy-Breaking Substance
KNO3. Supervised by ANI KURNIAWATI and DARDA EFENDI.
Bali is one of the central citrus productions in Indonesia. One of the
obstacles that occurs in the production of citrus is its seasonal characteristic, so
when harvest time the citrus productions will be overflowed and it makes the citrus’
price fallen sharply. The aim of this research is to study the effectiveness of
paclobutrazol and KNO3 for induction flowering in off-season on the Siem
Kintamani citrus (Citrus reticulata B.). This research was conducted at Mangguh
Village, sub-district Kintamani, Bangli Regency. The experimental design is two
factors Randomized Complete Block Design (RKLT). The expirement used
paclobutrazol as a flowering induction and KNO3 as a breaking-dormancy. The
Paclobutrazol’s dose are 0.0 (control), 0.5, 1.0, and 1.5 g/plant and the dose of
KNO3 are 0.0 (control), 20 and 40 g/plant. The result shows that paclobutrazol and
KNO3 can not increase the flowering, fruitset, and fruits total than control.
Paclobutrazol application was effectively reduced the number of buds and reduced
the leaves total than control. The interaction between paclobutrazol and KNO3
decreased the production of the buds significanly.
Key words: flowering, KNO3, off-season, paclobutrazol, Siem Kintamani citrus.
INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
(Citrus reticulata B.) DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT
PEMECAH DORMANSI KNO3
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
5
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.)
dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi KNO3
: Ni Wayan Surya Darmayanti
: A24110029
Disetujui oleh
Dr Ani Kurniawati, SP MSi
Pembimbing I
Dr Ir Darda Efendi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan
Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi KNO3” dengan baik. Penelitian dan
skripsi ini dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pada program di strata satu Agronomi dan Hortikultura IPB serta untuk
memenuhi pengetahuan penulis mengenai aplikasi paclobutrazol dan zat pemecah
dormansi KNO3 yang efektif untuk menginduksi pembungaan pada jeruk.
Penelitian ini merupakan bagian dari program Hibah Penelitian Program
Pengembangan Ipteks dengan no kontrak 081/SP2H/PL/Dit. Litabnas/VI/2014
tanggal 10 Juni 2014.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Dr Ani Kurniawati, SP MSi dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi selaku ketua program penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah I Wayan Wija dan Ibu
Ni Wayan Arwati tercinta yang telah memberikan dukungan, baik moral maupun
materi kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Wayan Slamet selaku pemilik kebun tempat penulis melakukan penelitian Pak Wira
dan Pak Kerti yang telah membantu dalam pengamatan dan pengukuran tanaman
contoh selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada PKHT IPB, teman-teman AGH 48 (Dandelion), KMHD IPB 48, sahabat
tercinta Ayu Septiani dan Uthari atas kebersamaan dan dukungan moral yang tak
henti-hentinya diberikan kepada penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat
bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2015
Ni Wayan Surya Darmayanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Jeruk
Syarat Tumbuh
Fisiologi Pembungaan
Pengaruh Paclobutrazol pada Tanaman
Zat Pemecah Dormansi KNO3
Fenologi Pohon
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Perlakuan
Pengamatan
Pertumbuhan Generatif
Pengamatan Vegetatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil
Jumlah Bunga Terbentuk
Fruit Set (%)
Jumlah Buah Terbentuk
Gugur Buah (%)
Jumlah Tunas
Panjang Tunas
Jumlah Daun
Kandungan Klorofil pada Daun (mg g-1)
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
viii
1
1
2
3
3
3
4
4
5
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
10
10
11
12
12
13
15
16
17
18
19
20
21
23
23
23
23
27
30
viii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Fenologi pembungaan dan pembuahan jeruk Siem Kintamani
Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah bunga
terbentuk pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Fenologi pembungaan pada tanaman jeruk Siem Kintamani saat aplikasi
paclobutrazol dan KNO3
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap pembentukan
buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah buah
terbentuk pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap gugur buah
tanaman jeruk Siem Kintamani pada 22 MSA
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas
pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Interaksi perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap panjang tunas
pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah daun pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap kandungan
klorofil daun pada tanaman jeruk Siem Kintamani
7
11
13
14
14
15
16
17
18
19
20
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
5
6
7
Kondisi umum percobaan
Bunga jeruk Siem Kintamani
Pentil buah jeruk Siem Kintamani
Buah jeruk Siem Kintamani (7 MST)
Buah jeruk Siem Kintamani (22 MST)
Gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani
10
13
14
29
29
29
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Data curah hujan dan hari hujan di lokasi penelitian Ds.Kintamani
Perkembangan buah jeruk Siem Kintamani
28
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu buah yang populer di dunia setelah
anggur. Indonesia menempati posisi ke-10 produksi Oranges, dengan total produksi
2.32 juta ton per tahun, dengan kontribusi total penyediaan dunia sebesar 2.91%
untuk semua jenis jeruk mulai dari jeruk manis, siem, keprok, dan pamelo
(Cakrabawa dan Sabarella 2013). Volume impor kumulatif jeruk Indonesia, baik
dalam bentuk jeruk segar maupun olahan pada tahun 2014 sebesar 417 645 kg, dan
untuk kumulatif ekspornya sebesar 1 795 669 kg (Kementan 2014). Kementan
(2014) total produksi jeruk siam dan keprok di Indonesia tahun 2014 mencapai
1 791 107 ton per tahun. Produksi jeruk siam dan keprok pada tahun 2014
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2013, dimana total produksi jeruk
keprok dan siam hanya 1 548 401 ton per tahun (Kementan 2013). Rendahnya
produksi jeruk Nasional dan tingginya permintaan konsumen dalam negeri akan
jeruk, maka impor jeruk dilakukan secara besar-besaran untuk memenuhi
kebutuhan jeruk dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memacu
peningkatkan produksi jeruk Nasional, hal tersebut perlu dilakukan disamping
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, peningkatan produksi dan kualitas
jeruk juga dilakukan untuk meningkatkan devisa ekspor Indonesia.
Berdasarkan produksi rata-rata jeruk tahun 2008 - 2012, terdapat lima
provinsi sentra jeruk di Indonesia, dengan kontribusi kumulatif mencapat 73.12%
terhadap total produksi jeruk Indonesia. Provinsi Sumatera Utara merupakan
produsen jeruk terbesar dengan persentase kontribusi mencapai 32.98% dari total
jeruk Indonesia, kemudian Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Barat yang masingmasing memberikan kontribusi produksi sebesar 18.97% dan 7.82% selanjutnya
Provinsi Kalimantan Barat dan Bali menyumbangkan produksi jeruk Indonesia
sebesar 7.78% dan 5.57% (Cakrabawa dan Sabarella 2013).
Bali merupakan salah satu provinsi sentra produksi jeruk di Indonesia,
Kabupaten yang menjadi sentra produksi jeruk di Bali diantaranya Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Buleleng, dan
Bangli. Menurut BPS (2013) Kabupaten Bangli merupakan daerah dengan sentra
produksi jeruk paling tinggi yaitu 119 030 ton per tahun. Beberapa vaerietas jeruk
yang ada di Bali diantaranya jeruk keprok di Tejakula, jeruk sumage (pada tahun
1970-1985) di Bondalem Tejakula, jeruk keprok siem di Kintamani, jeruk slayer di
Kintamani dan di Gobleg (Purnamasari 2010).
Hasil produksi jeruk-jeruk di Bali umumnya dipasarkan di pasar lokal
terlebih dahulu, seperti pasar Badung, Karangasem, Gianyar, dan Singaraja. Jeruk
merupakan tanaman hortikultura yang bersifat musiman, sehingga saat panen raya
pada bulan Juli - September produksi jeruk sangat melimpah khususnya di
Kabupaten Bangli. Oleh karena itu, jeruk-jeruk di Bangli juga mulai dipasarkan ke
luar pulau Bali untuk menghindari kemerosotan harga.
Menurut Cakrabawa dan Sabarella (2013) tingginya tingkat konsumsi akan
jeruk di Indonesia, membuat volume impor naik sebesar 17.54 % per tahun. Hal
tersebut menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang menjanjikan sebagai
2
sasaran ekspor jeruk dunia (Hanif dan Zamzami 2011). Tingginya tingkat impor
jeruk ke Indonesia salah satunya disebabkan oleh tampilan buah jeruk impor yang
lebih menarik, warna kulitnya yang berwarna jingga kemerahan (reddish) dan
permukaan kulitnya yang mulus dan mengkilat, jika dibandingkan dengan jeruk
lokal yang kulitnya berwarna hijau dan permukaan kulitnya yang tidak rata,
menjadikan konsumen lebih tertarik membeli jeruk impor daripada jeruk lokal.
Periode panen jeruk siem umumnya dimulai dari bulan Februari hingga
September dengan puncaknya terjadi pada bulan Juni hingga bulan Agustus
(Harjadi et al. 2013). Pola panen yang demikian menunjukkan ketersediaan jeruk
lokal belum dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, dan hal
itulah yang juga membuka peluang untuk masuknya jeruk impor ke Indonesia.
Peningkatan impor yang signifikan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
produsen jeruk Nasional. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk
memperpanjang masa ketersediaan jeruk dalam negeri.
Salah satu cara meratakan produksi jeruk sepanjang tahun dengan
perentangan periode berbuah mempercepat awal musim buah dan memperlambat
akhir musim buah. Titik kritis pembuahan terletak pada proses pembungaan.
Aplikasi asam giberellin (GA3) yang dilakukan pada tanaman jeruk saat periode
induksi kuncup bunga, secara signifikan dapat mengurangi pembungaan
(Fambuena et al. 2012). Penggunaan hormon - hormon anti giberelin dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk menginduksi pembungaan jeruk di luar
musim alamiahnya.
Paclobutrazol merupakan salah satu zat penghambat tumbuh yang umum
digunakan, karena sifatnya dapat menghambat biosintesis giberelin, dimana zat ini
dilaporkan dapat menginduksi pembungaan beberapa pohon buah - buahan tropis
(Voon et al. 1992). Aplikasi zat anti gliberelin seringkali menyebabkan dormansi
pada tunas generatif yang telah terinduksi, sehingga perlu diikuti pemberian zat
pemecah dormansi agar dapat mempercepat dan memperbanyak munculnya bunga
(Wahyuni 2005). Etephon, BAP, dan KNO3, merupakan bahan kimia sintetik yang
dapat berperan sebagai pemecah dormansi pada tunas dan pembentukan bunga
(Darmawan 2014).
Pemahaman akan fenologi jeruk Siem baik jangka pendek maupun jangka
panjang, perlu dilakukan untuk menentukan waktu yang tepat untuk pengaplikasian
zat anti giberelin (paclobutrazol) dan zat pemecah dormansi yang akan digunakan
untuk menginduksi pembungaan jeruk di luar musim (off season). Siklus fenologi
juga diperlukan untuk menentukan kapan dan teknik produksi apa yang dapat
dilakukan dalam pengelolaan kebun untuk meningkatkan produksi tanaman.
Pemetaan interaksi pertumbuhan dan lingkungan dalam dimensi waktu akan
memperlihatkan pola siklus fenologi tanaman tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas paclobutrazol dan
pemberian zat pemecah dormansi KNO 3 setelah pengaplikasian paclobutrazol
terhadap induksi pembungaan di luar musim pada tanaman jeruk Siem Kintamani
(Citrus reticulata B.).
3
Hipotesis
1.
2.
3.
Aplikasi paclobutrazol dapat menginduksi pembungaan pada tanaman jeruk
Siem Kintamani (Citrus reticulata B.).
Aplikasi KNO3 dapat memecah dormansi pada tunas bunga.
Terdapat interaksi antara paclobutrazol dengan KNO 3, terhadap
pertumbuhan tunas dan pembungaan pada tanaman jeruk Siem Kintamani
(Citrus reticulata B.).
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Jeruk
Secara umum genus jeruk (Citrus) merupakan tanaman hortikultura yang
berasal dari wilayah Assam yang berdekatan dengan Asia Tenggara, termasuk
China bagian selatan, dan bagian timur laut India dan Burma (Goldschmidt dan Roy
1996). Budidaya jeruk tersebar luas hingga ke wilayah tropis, subtropis dan wilayah
yang memiliki iklim yang sesuai (41o LU hingga 34o LS) (Murata 1997).
Menurut Tanaka (1961) jeruk berasal dari Asia sekitar 30 juta tahun lalu,
jenis jeruk yang berasal dari Asia diantaranya Citrus hystrix, C. latipes, C.
macroptera, dan C. combara. Jeruk mandarin (Citrus reticulata) merupakan salah
satu kultivar jeruk yang dapat tumbuh diberbagai kondisi iklim dari iklim gurun
hingga iklim subtropis, khususnya di daerah Mediterania, Brazil, Argentina,
Uruguay, Jepang dan United States (Danielski et al. 2007). Jeruk termasuk dalam
famili Rutaceae, subfamili Aurantioideae. Rutaceae adalah salah satu dari empat
famili Rutales, divisi Lignosae dari sub filum Dicotyledoneae (Goldschmidt dan
Roy 1996). Rutaceae memiliki 150 genus dan 1 600 spesies.
Genus Citrus dapat dibagi menjadi dua sub genus yaitu Papeda dan
Eucitrus, yang mana keduanya dapat dibedakan berdasarkan daun, bunga, dan
karakteristik buahnya. Papedas adalah nama umum untuk jeruk yang termasuk
kedalam sub genus Papeda. Spesies jeruk yang termasuk kedalam sub genus
Papeda, tidak memiliki bagian buah yang dapat dimakan (edible fruits), karena
terdapat kumpulan minyak yang berbau pedas (tajam) dalam kantong pulpnya
(Goldschmidt dan Roy 1996). Jeruk jenis keprok yang banyak dikembangkan
karena memiliki buah yang enak dimakan, termasuk dalam golongan sub genus
Eucitrus (Samson 1986). Pohon jeruk siem (Citrus reticulata Blanco) pada
umumnya berupa pohon perdu, dengan posisi daun berhadap - hadapan atau
berseling, bentuk daun bisa berupa daun tunggal atau daun majemuk (Hardiyanto
et al. 2007).
Susunan tulang daun jeruk berbentuk menyirip dan bentuk daun obovate,
dasar daun tumpul, dengan ujung daun yang meruncing dan panjang helaian daun
7.8 - 9.8 cm. Bagian batang terlihat adanya duri, panjang duri pada batang antara
1 - 4 cm (Hardiyanto et al. 2007). Perakaran jeruk tergolong dalam perakaran
tunggang, dari segi pembungaan bunga jeruk tumbuh pada bagian ketiak daun,
susunan bunganya bisa berupa bunga tunggal atau membentuk rangkaian bunga.
Bunga jeruk berbentuk kerucut dan jika sudah tua dan mekar, bunga jeruk
mengeluarkan aroma yang harum dan cukup menyengat.
4
Buah jeruk termasuk kedalam jenis buah beri yang disebut hesperidium,
dengan lapisan bagian luar yang kaku dan mengandung banyak kelenjar minyak
atsiri. Lapisan kulit ini biasa disebut flavedo. Kulit buah jeruk yang masih muda
berwarna hijau pekat, setelah masak kulit buah akan berubah warna menjadi hijau
muda hingga jingga.
Syarat Tumbuh
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman jeruk. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi diantaranya faktor fisik dan faktor biologi. Faktor fisik yang
mempengaruhi seperti iklim, air, kandungan hara tanah. Faktor biologi yang
mempengaruhi diantaranya hama dan penyakit tanaman jeruk. Jeruk mandarin
(Citrus reticulata Blanco) merupakan salah satu jenis jeruk yang dapat tumbuh
subur di daerah tropis. Daerah tropis berada pada 23.5 oLU dan 23.5 oLS, dengan
suhu rata-rata hariannya di atas 18 oC, dan suhu minimumnya tidak pernah di bawah
0 oC kecuali pada daerah dengan elevasi tertinggi (Davies dan Albrigo 1994). Jeruk
dapat tumbuh subur di daerah dengan iklim tropis tetapi warna jeruk tidak akan
berubah (hijau menjadi jingga) jika jeruk sudah lewat masak (Ladaniya 2008).
Tanaman jeruk di daerah tropis dapat tumbuh hingga ketinggian 1 200 meter
di atas permukaan laut (dpl), tergantung varietas yang ditanam. Jeruk manis
(Citrus sinensis) baik ditanam pada ketinggian 600 - 1 200 m dpl, sedangkan jeruk
keprok dan jeruk siem baik ditanam pada ketinggian 500 - 1 200 m dpl dan masih
dapat tumbuh jika ditanam sampai ketinggian 2 000 m dpl (Syahbudin 1999).
Menurut Verheij dan Coronel (1997) pertumbuhan jeruk optimal pada suhu
26 – 37 oC, dengan selisih suhu siang dan malam sekitar 6 oC. Tanaman jeruk dapat
tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang luas terutama tanah dengan drainase yang
baik, porous, dan bersolum dalam, seperti tanah aluvial (Mulyani 1996). Kisaran
pH tanah yang sesuai untuk pertumbuhan jeruk sekitar 5 - 6, pada pH 6 produksi
maksimal dapat diperoleh (Thamrin 2008).
Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah di Bali dengan tipe iklim
Tipe C (agak basah, 33.3% < Q < 60.0%) menurut tipe iklim Schmit-Ferguson.
Kabupaten Bangli memiliki elevasi ketinggian 1 750 di atas permukaan laut
(BMKG 2015). Suhu harian di daerah kintamani juga berkisar antara 15 - 30 oC,
sehingga masih sesuai dengan suhu optimal untuk budidaya jeruk siem.
Fisiologi Pembungaan
Fase pertumbuhan jeruk mengalami dua fase yang berbeda yaitu fase
vegetatif dan fase generatif (Harjadi 1996). Fase vegetatif merupakan fase dimana
tanaman masih muda, dan pertumbuhannya berfokus pada pertumbuhan
vegetatifnya hingga tanaman mencapai kematangan tertentu. Fase selanjutnya
adalah fase generatif, dimana fase generatif adalah masa tanaman mulai dewasa dan
tanaman mulai untuk berbunga. Menurut Metzger (1987) dalam Ramda (2005)
masa transisi dari fase vegetatif ke fase generatif merupakan peristiwa yang paling
kritis dalam siklus hidup tanaman tingkat tinggi.
Pembungaan merupakan rangkaian proses fisiologi dan morfologi yang
sangat kompleks. Proses induksi pembungaan merupakan proses yang paling kritis,
5
pada stadia tersebut tanaman mengalami perubahan fase dari vegetatif ke generatif
yang terjadi secara biokimia dan tidak terlihat secara morfologinya (Ryugo 1988).
Proses pembungaan pada tanaman terdiri dari empat tahapan, induksi bunga,
diferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga, dan anthesis. Proses induksi
pembungaan merupakan tahapan yang paling kritis karena, terjadinya proses
transisi dari tunas vegetatif menjadi tunas reproduktif pada tingkat biokimia. Pohon
jeruk merupakan jenis tanaman polikarpik. Pohon jeruk menjaga keseimbangan
antara pertumbuhan vegetatif dan reproduktif dengan berubah setiap tahun, hanya
beberapa persen dari meristem mereka diubah menjadi bunga, dan sisanya tetap
melanjutkan pertumbuhan vegetatif untuk menjamin kelangsungan tanaman
(Goldschmidt dan Monselise 1970).
Metode stres air merupakan salah satu metode yang sudah digunakan
bertahun-tahun untuk mempercepat induksi pembungaan jeruk untuk daerah tropis.
Menurut Southwick dan Davenport (1986) jeruk Tahiti (Citrus latifolia Tan.) akan
mengalami induksi pembungaan jika mendapatkan kondisi atau perlakuan stress air
secara terus menerus selama 4 sampai dengan 5 minggu.
Pengaruh Paclobutrazol pada Tanaman
Paclobutrazol merupakan salah satu jenis bahan kima yang bersifat anti
giberelin, sehingga dengan pemberian zat ini pertumbuhan vegetatif tanaman
menjadi terhambat, pertumbuhan tunas menjadi lebih pendek, tanaman akan
cenderung menjadi kerdil. Hasil penelitian (Voon et al. 1992) menunjukkan bahwa
perlakuan paclobutrazol melalui tanah lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan
melalui daun, sedangkan penyemprotan melalui daun akan lebih efektif jika
dilakukan beberapa kali dalam dosis yang rendah.
Paclobutrazol dimetabolismekan dengan lambat dalam tanaman (Sterrett
1985) dan secara akropetal ditransportasikan melalui xylem, dimana xylem
bertindak sebagai reservoir untuk paclobutrazol yang diserap oleh akar (Lever
1986). Paclobutrazol dapat diserap oleh tanaman melalui jaringan batang, akar, dan
daun. Zat tersebut kemudian diangkut melalui xilem menuju titik tumbuh. Senyawa
aktif yang mencapai sub-apikal menghambat produksi giberelin dengan
menghambat oksidasi kauren menjadi asam kaurenat. Hal tersebut menyebabkan
pengurangan kecepatan pembelahan sel, sehingga secara langsung mengurangi
pertumbuhan vegetatif tanaman. Pengurangan pertumbuhan vegetatif
menyebabkan sebagian besar asimilat dialokasikan untuk pembentukan tunas
bunga, pembentukan buah dan pertumbuhan buah (Hartini 1996).
Zat tersebut selanjutnya diangkut melalui xylem menuju titik tumbuh,
senyawa aktif yang mencapai meristem sub-apikal menghambat produksi giberelin
dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat. Aplikasi
paclobutrazol secara signifikan dapat mengurangi tingkat perpanjangan batang dan
tinggi tanaman (Lolaei et al 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aloni dan
Paskkar (1987) secara spesifik menunjukkan paclobutrazol mampu menghinhibitor
(menghambat) biosintesis GA3 (giberellin) dalam daun dan buah-buahan.
Terhambatnya biosintesis giberellin oleh paclobutrazol dapat mengakibatkan
meningkatnya biosintesis asam absisik, apabila hormon asam absisik meningkat,
maka akan mengakibatkan terjadinya dormansi tunas (Wang et al. 1987).
6
Zat Pemecah Dormansi KNO3
Kalium nitrat (KNO3) mengandung dua unsur hara esensial yang
dibutuhkan tanaman, yaitu kalium dan nitrogen. Menurut Efendi (1994), KNO3
yang diaplikasikan setelah pemberian paclobutrazol pada mangga mampu
mempercepat dan meningkatkan persentase pembungaan dibandingkan perlakuan
paclobutrazol secara mandiri. Aplikasi KNO3 efektif untuk merangsang munculnya
tunas bunga pada tanaman mangga (Efendi 1994). Prahardini et al. (1989) juga
menyatakan bahwa aplikasi KNO3 pada jeruk keprok siem mampu mempercepat
pembungaan, meningkatkan persen ranting reproduktif, serta jumlah bunga dan
jumlah bakal buah per tanaman dibandingkan kontrol. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Boman (2002) pohon yang mendapat perlakuan KNO 3
menghasilkan buah dengan ukuran 30% lebih besar daripada kontrolnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mostafa dan Saleh (2006)
KNO3 yang diaplikasikan pada pohon jeruk mandarin Balady dengan cara
disemprotkan dengan berbagai konsentrasi memberikan dampak postif pada
peningkatan persentase kandungan kalium dan nitrogen, total kandungan
karbohidrat dan klorofil yang terkandung dalam daun, peningkatan persentase
tersebut berpengaruh pada peningkatan berat buah jeruk dan peningkatan produksi
jeruk per pohonnya.
Fenologi Pohon
Fenologi adalah bagian dari ekologi yang mempelajari rangkaian peristiwa
tahunan dari mulai pertumbuhan pucuk yang serempak, dormansi, pembungaan,
pembuahan, dan luruhnya daun pada suatu lingkungan tertentu (Khasanah 2002).
Fenologi dipelajari untuk mengerti bagaimana berfungsinya pohon selama satu
tahun dan bagaimana variasinya dari tahun ke tahun yang dapat mempengaruhi
tanaman. Menurut (Verheij dan Coronel 1997) pergeseran iklim dari tahun ke tahun
akan mempengaruhi daur fenologi sehingga dapat bergeser beberapa bulan dari satu
tahun ke tahun berikutnya.
Tujuan akhir dalam mempelajari fenologi adalah menjaga keseimbangan
antara pertumbuhan vegetatif dan generatif, membatasi vigor vegetatif yang
berlebihan untuk mendorong kearah pembentukan buah yang lebih besar. Kondisi
iklim tahunan yang bervariasi mempengaruhi fenologi, berbagai kegiatan yang
dapat dilakukan melalui pendekatan aplikasi hara, air, hormon tumbuh tanaman dan
manipulasi kanopi melalui pemangkasan (Khasanah 2002).
Citrus reticulata Blanco atau di Indonesia dikenal dengan jeruk siem dan di
Amerika dikenal dengan jeruk Mandarin / tangerine secara umum musim panen
raya terjadi pada bulan April - Juli setiap tahunnya. Sebagian besar provinsi di
China panen raya jeruk terjadi pada bulan Oktober hingga April setiap tahunnya
(Ladaniya 2008).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pada petani jeruk Siem
Kintamani. Pembentukan bunga pada tanaman jeruk Siem Kintamani diawali pada
bulan November hingga memasuki bulan Januari pada tahun selanjutnya, kemudian
setelah terjadinya pembentukan bunga, dan bunga mekar rontok, tanaman jeruk
Siem Kintamani memasuki fase mulai terjadinya pembentukan buah (fruitset).
Pembentukan buah (fruitset) terjadi pada bulan Februari hingga bulan Juni. Calon
7
buah jeruk yang terbentuk selama fase fruitset terus berkembang, hingga memasuki
fase panen pada bulan Juli hingga September. Bulan Juli hingga bulan September
merupakan bulan terjadinya panen raya di Kabupaten Bangli (Tabel 1).
Tabel 1 Fenologi pembentukan bunga dan buah pada tanaman jeruk Siem
Kintamania
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Pembungaan
Pembentukan
buah
Panen Raya
a
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani jeruk Siem Kintamani.
METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan percobaan dan penelitian ini dilakukan di kebun jeruk Siem
Kintamani Kelompok Tani Jepun Sari, Desa Mangguh, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Kebun ini terletak pada ketinggian 1 475 m dari
permukaan laut dan mempunyai suhu rata-rata harian minimum 15 oC dan suhu
maksimum 30 oC. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2014 sampai
dengan Maret 2015. Pengujian klorofil dilakukan di Laboratorium Pengujian
Bersama Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Bahan dan Alat
Percobaan menggunakan tanaman jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata
B.) yang berumur 4 tahun yang memiliki ketinggian rata-rata 2.5 m – 3 m, hal ini
bertujuan untuk menyeragamkan kondisi tanaman. Bahan-bahan yang digunakan
meliputi pupuk kandang (ayam) 25 kg/tanaman, paclobutrazol, KNO3, tali, benang,
dan label. Alat-alat yang digunakan terdiri atas alat penyiram (gembor), gelas ukur
plastik (1 L), hand sprayer (1.5L), timbangan, alat ukur (meteran), ember plastik,
pengaduk, plastik lembaran, dan cool box.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu pengaplikasian paclobutrazol
yang terdiri dari empat taraf, yaitu 0.0 (P1) sebagai kontrol, 0.5 (P2), 1.0 (P3), dan
1.5 (P4) g bahan aktif per pohon. Pengaplikasian paclobutrazol dilakukan satu bulan
setelah panen. Paclobutrazol dilarutkan dalam satu liter air kemudian disiram
(dikocor) ke tanah di sekitar batang utama tanaman jeruk.
8
Faktor kedua yaitu aplikasi pemberian zat pemecah dormansi (KNO3) yang
terdiri atas tiga taraf, yaitu KNO3 0 g l-1 (K0) sebagai kontrol, 20 g l-1 (K1), dan 40
g l -1 (K2). Zat pemecah dormansi (KNO3) diaplikasikan 45 hari setelah aplikasi
paclobutrazol. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan pengulangan sebanyak
empat kali, satu tanaman contoh untuk tiap satuan percobaan, sehingga dibutuhkan
48 tanaman contoh.
Model matematika yang digunakan sebagai analisis statistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + ρk +αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk
= Nilai pengamatan pada faktor induksi dosis paclobutrazol taraf ke-i, faktor
KNO3 taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
= Nilai rataan umum
ρk
= Pengaruh blok ke-k
αi
= Pengaruh faktor induksi paclobutrazol ke-i
βj
= Pengaruh faktor KNO3 ke-j
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor induksi paclobutrazol ke-i, faktor KNO3
ke-j, ulangan ke-k
i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3
Apabila hasilnya berbeda nyata, maka dilakuakan Uji Lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 2007).
Pelaksanaan Penelitian
Tanaman dipilih sebanyak 48 tanaman berdasarkan umur tanaman, tinggi
tanaman, ukuran tajuk, dan kondisi tanaman. Setiap perlakuan diberikan label
sesuai dengan jenis perlakuan. Setiap tanaman contoh dipilih 5 cabang tersier yang
akan diamati pertumbuhan vegetatif dan generatif tunasnya.
Pemupukan awal dilakukan sebelum perlakuan (setelah panen), dengan
menggunakan pupuk kandang ayam dengan dosis 25 kg/tanaman yang diberikan
sebelum perlakuan dimulai. Pemangkasan (pruning) dilakukan sebelum perlakuan
dimulai (setelah panen berlangsung), hal ini dilakukan bertujuan untuk
menghilangkan cabang-cabang yang kering dan terserang oleh hama dan penyakit.
Pengendalian gulma pada areal bawah tajuk pohon juga dilakukan dengan manual.
Perlakuan
Aplikasi paclobutrazol dilakukan setelah panen (6 Oktober 2014).
Paclobutrazol dengan dosis 0.0, 0.5, 1.0, dan 1.5 g bahan aktif dilarutkan dalam
satu liter air, aplikasi paclobutrazol dilakukan sebanyak satu kali dengan cara
disiramkan ke tanah dekat dengan batang utama tanaman (dikocor). Perlakuan
kontrol hanya disiramkan 1 liter air per tanaman contoh.
Perlakuan kedua yaitu aplikasi zat pemecah dormansi KNO 3, diaplikasikan
45 hari setelah aplikasi paclobutrazol (21 November 2014), KNO 3 diaplikasikan
sebanyak 1 kali dengan cara mencampurkan 20 dan 40 g/tanaman kedalam 1 liter
air, kemudian disemprotkan ke seluruh bagian tanaman hingga tanaman benar-
9
benar basah. Tanaman kontrol hanya disemprotkan 1 liter air ke seluruh bagian
tanaman hingga tanaman basah.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu setelah aplikasi paclobutrazol
sampai aplikasi zat pemecah dormansi KNO3 dan pengamatan terus dilakukan
hingga 22 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Pengamatan yang dilakukan dengan
mengambil 5 sampel cabang tersier dalam satu pohon untuk diamati pertumbuhan
vegetatif dan generatifnya. Peubah yang diamati adalah:
Pertumbuhan Generatif
1. Jumlah bunga terbentuk
Jumlah bunga terbentuk adalah jumlah bunga yang terbentuk pada cabang
sampel yang diamati
2. Terbentuknya buah (fruit set) %
Pembentukan buah (fruit set) diamati setelah fase bunga mekar, dihitung
dari jumlah buah yang terbentuk. Fruit set dihitung setiap dua minggu sekali
dengan menggunakan rumus :
J
Fruit set (%) = J
B
T
B
B
Ter e
Ter e
�
%
3. Jumlah buah terbentuk
Jumlah buah terbentuk adalah jumlah buah yang terbentuk pada cabang
sampel yang diamati
4. Persentase buah yang gugur (%)
Persentase gugur buah dihitung di akhir penelitian. Perhitungan gugur buah
dihitung dengan menggunakan rumus :
Gugur buah =
J
J
B
B
G
Ter e
r
x
%
Pengamatan Vegetatif
1. Jumlah tunas per cabang sampel
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan keluar bakal daun diamati
setiap minggu.
2. Panjang tunas (cm)
Pengamatan diukur dari pangkal tunas sampai pada titik tumbuh tunas
terminal dan diamati setiap minggu.
3. Jumlah daun per tunas
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan diamati setiap minggu.
4. Analisis kandungan klorofil (mg g-1)
Sampel untuk analisis klorofil dilakukan dengan pengambilan daun yang
secara kualitatif (visual) sudah tua dan sudah membuka sempurna. Daun
dipetik dari tanaman sampel, dan dipetik secara acak dari lima cabang
berdasarkan lima arah mata angin. Sampel daun yang sudah dipetik
kemudian dikompositkan (sehingga tidak ada ulangan).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kabupaten Bangli merupakan salah satu dari sembilan kabupaten atau kota
di Provinsi Bali yang terletak antara 115o 13’ 48”’- 115o 27’ 24”’ Bujur Timur dan
8o 8’ 30”’ - 8o 31’ 87”’ Lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2 152 meter
di atas permukaan laut (Purnamasari 2010). Kebun penelitian berlokasi di Desa
Mangguh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Kebun memiliki luasan
2 are (Gambar 1), dan berlokasi pada elevasi 1 475 meter di atas permukaan laut
dengan intesitas curah hujan rata-rata tahunan 900 mm - 3 500 mm (BMKG 2015).
Komoditas yang ditanam pada kebun ini yaitu jeruk Siem Kintamani,
populasi tanaman di kebun ± 600 tanaman, dengan jarak tanaman 2.34 m x 2.72 m.
Sistem penanaman yang dilakukan menggunakan sistem monokultur. Sistem irigasi
yang dipergunakan pada perkebunan ini adalah sistem irigasi tadah hujan. Tanaman
jeruk Siem Kintamani memiliki 2 - 3 cabang primer, 4 - 5 cabang sekunder, dan
memiliki 13 - 17 cabang tersier, dengan jumlah buah rata - rata per pohonnya sekitar
110 - 250 buah per pohonnya. Produksi rata-rata jeruk di Desa Mangguh sekitar
331.11 ton per tahun.
Jenis gulma yang banyak tumbuh adalah gulma berdaun lebar yaitu
babadotan (Ageratum conyzoides) (Gambar 1). Kegiatan penyiangan gulma baru
dilakukan pada bulan Maret 2015, penyiangan gulma dilakukan secara mekanis
yaitu dengan mesin pemotong rumput. Hama yang mendominasi di perkebunan
tersebut diantaranya lalat buah dan hama siput (Gambar 1).
a
b
c
d
Gambar 1 Kondisi umum percobaan : a) kondisi kebun bagian bawah; b) kondisi
kebun bagian atas; c) gulma babadotan yang tumbuh pada lahan
penelitian; d) hama siput yang menyerang tanaman jeruk Siem Kintamani
11
Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil uji F pada taraf kesalahan 5% menunjukkan bahwa pada percobaan
perlakuan paclobutrazol memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas terbentuk,
jumlah daun pada 4 MSA paclobutrazol, jumlah bunga dan buah terbentuk 8 - 22
MSA paclobutrazol. Interaksi antara perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah
dormansi KNO3 juga menunjukkan adanya pengaruh pada minggu ke 8 - 22 MSA.
Secara umum perlakuan paclobutrazol sudah dapat menekan pertumbuhan
vegetatif pada tanaman jeruk Siem Kintamani, namun tidak dapat meningkatkan
jumlah bunga, persentase pembentukan buah (fruitset), dan jumlah buah terbentuk
jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan paclobutrazol, zat pemecah dormansi
KNO3 maupun interaksi keduanya, tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada
persentase terjadinya gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam untuk semua peubah pengamatan pada tanaman
jeruk Siem Kintamania
Analisis Sidik Ragam
Paclobutrazol
KNO3
Paclobutrazol * KNO3
Jumlah Bunga Terbentuk
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
*
tn
tn
12 MSP
*
tn
tn
16 MSP
*
tn
tn
20 MSP
*
tn
tn
22 MSP
*
tn
tn
Pembentukan Buah (Fruitset)
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
tn
tn
tn
12 MSP
tn
tn
tn
16 MSP
tn
tn
tn
20 MSP
tn
tn
tn
22 MSP
tn
tn
tn
Jumlah Buah Terbentuk
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
*
tn
tn
12 MSP
*
tn
tn
16 MSP
*
tn
tn
20 MSP
*
tn
tn
22 MSP
*
tn
tn
Jumlah Gugur Buah
22 MSP
tn
tn
tn
Peubah
12
Lanjutan Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam untuk semua peubah
Peubah
Analisis Sidik Ragam
Paclobutrazol
KNO3
Paclobutrazol * KNO3
Jumlah Tunas
4 MSP
tn
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
*
Pertambahan Panjang Tunas
4 MSP
tn
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
tn
Jumlah Daun
4 MSP
*
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
tn
a*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
*
*
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
: berbeda nyata pada taraf 5%; tn : tidak nyata.
Hasil
Jumlah bunga terbentuk
Berakhirnya fase vegetatif yang kemudian diteruskan dengan fase generatif
pada siklus hidup suatu tanaman, ditandai dengan mulai munculnya bunga
(Gambar 2). Inisiasi pembungaan pada tanaman merupakan pengaruh interaksi
antara faktor - faktor lingkungan dan aktivitas hormon dalam tanaman. Faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pembungaan diantaranya: keseimbangan
hara mineral, suhu, intensitas sinar matahari dan fotoperiode (Mursal 2004).
Tanaman jeruk Siem Kintamani yang mendapat perlakuan paclobutrazol
dengan dosis 1.0 dan 1.5 g/tanaman tidak dapat meningkatkan pembungaan
dibandingkan dengan tanaman kontrol (Tabel 3). Perbedaan peningkatan jumlah
bunga yang terbentuk berkaitan dengan aktivitas zat penghambat tumbuh
paclobutazol yang menghambat oksidasi kaurin menjadi asam kaurin, sehingga
biosintesis giberelin menjadi menurun (Wang dan Steffens 1986). Hal tersebut
dikarenakan penurunan biosintesis akan meningkatkan kandungan karbohidrat
pada jaringan kayu (Wang et al. 1987), dan penumpukan inilah yang akan dijadikan
sebagai sumber energi untuk pembentukan bunga pada tanaman.
13
Tabel 3
Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah bunga
terbentuk pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.53
1.63ab
0.5
1.33
1.43a
1.0
1.22
1.25a
1.5
1.64
1.97b
KNO3 b (g/tanaman)
0
1.79
20
1.40
40
1.52
Interaksi
tn
tn
12
16
20
22
1.72ab
1.51a
1.36a
2.01b
1.74ab
1.54ab
1.38a
2.02b
1.83ab
1.59ab
1.39a
2.07b
1.89ab
1.64ab
1.44a
2.09b
1.89
1.49
1.55
tn
1.93
1.52
1.56
tn
1.98
1.58
1.61
tn
2.00
1.61
1.69
tn
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
Gambar 2 Bunga jeruk Siem Kintamani : a) kuncup bunga; b) bunga mekar
Fruit set (%)
Perlakuan paclobutrazol tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
pembentukan buah (fruit set) (Tabel 5). Zat pemecah dormansi (KNO3) tidak
berpengaruh nyata untuk meningkatkan persentase fruit set disebabkan karena
sebelum pengaplikasian zat pemecah dormansi, sebagian tanaman telah berbunga
bahkan ada beberapa tanaman contoh yang sudah menghasilkan pentil buah
(Gambar 3).
Berdasarkan fenologi pembungaan jeruk Siem Kintamani (Tabel 4)
menunjukkan bulan diaplikasikannya zat pemecah dormansi KNO 3 tepat saat fase
pembungaan pada tanaman tersebut. Kondisi itulah yang memungkinkan menjadi
penyebab tidak berpengaruhnya perlakuan zat pemecah dormansi KNO3 untuk
menginduksi pembungaan jeruk Siem Kintamani. Darmawan (2014) juga
menyatakan zat pemecah dormansi (etephon, BAP, dan KNO 3) tidak berpengaruh
14
nyata pada tanaman jeruk keprok, dikarenakan sebelum pengaplikasian zat
pemecah dormansi, sebagian tanaman telah berbunga.
Tabel 4 Fenologi pembentukan bunga dan buah pada tanaman jeruk Siem
Kintamani
Jan Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul Agt Sp Okta Novb Des
Pembungaan
Pembentukan
buah
Panen Raya
a
Bulan aplikasi paclobutrazol; b bulan aplikasi zat pemecah dormansi KNO3.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap persentase fruitset
pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Perlakuan
4
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.63
0.5
1.53
1.0
1.47
1.5
1.97
b
KNO3 (g/tanaman)
0
20
40
Interaksi
tn
8
Umur (MSA)
12
16
20
22
4.38
4.13
3.66
5.91
4.86
4.15
3.91
6.43
4.93
4.65
3.90
6.39
5.01
4.69
4.04
6.39
5.18
4.72
4.04
6.45
4.74
4.07
4.74
tn
5.34
4.38
4.75
tn
5.54
4.52
4.84
tn
5.55
4.70
4.93
tn
5.57
4.76
4.96
tn
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
Gambar 3 Pentil buah jeruk Siem Kintamani
15
Jumlah buah terbentuk
Pembentukan buah adalah salah satu bagian dari fase generatif, dimana
pembentukan buah diawali dengan munculnya bunga pada fase awal generatif,
kemudian diikuti dengan fruit set dan terbentuklah buah. Total buah terbentuk
dihitung dari minggu pertama munculnya buah hingga akhir pengamatan yaitu
minggu ke-22. Perlakuan paclobutrazol tidak dapat meningkatkan pembentukan
buah dibandingkan kontrol (Tabel 6).
Tanaman kontrol memiliki 2 cabang tersier, 4 cabang sekunder, dan 17
cabang tersier. Buah pada pohon terdapat pada cabang sekunder, sehingga dapat
diperkirakan pada tanaman kontrol terdapat ± 189 buah per pohonnya. Tanaman
jeruk yang mendapat perlakuan paclobutrazol dan KNO3 memiliki 2 cabang primer,
6 cabang sekunder, dan 12 cabang tersier, sehingga dapat diperkirakan pada
tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol dapat menghasilkan ± 199 buah
per pohonnya.
Total buah yang terbentuk tidak setara dengan total bunga terbentuk. Hal
tersebut dikarenakan terjadinya gugur buah yang disebabkan oleh faktor lingkungan
seperti hujan, penyakit ataupun yang disebabkan oleh hama lalat buah. Hal ini
sesuai pendapat Efendi (1994) yang menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi
sangat mempengaruhi tanaman dalam proses pembungaan dan pembuahan pada
tanaman mangga.
Perlakuan zat pemecah dormansi tidak memberikan pengaruh nyata dalam
meningkatkan jumlah bunga dan buah total yang terbentuk. Hal ini disebabkan
karena sebelum pengaplikasian zat pemecah dormansi, sebagian tanaman telah
berbunga sehingga aplikasi zat pemecah dormansi tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah bunga dan buah total yang terbentuk.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 total buah terbentuk pada
lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
0.86
1.39ab
0.5
0.95
1.36ab
1.0
0.94
1.19a
1.5
1.06
1.64b
b
KNO3 (g/tanaman)
0
1.49
20
1.34
40
1.35
Interaksi
tn
tn
a
12
16
20
22
1.46ab
1.38ab
1.22a
1.73b
1.46ab
1.39ab
1.24a
1.73b
1.49ab
1.42ab
1.24a
1.74b
1.49ab
1.42ab
1.24a
1.74b
1.56
1.38
1.40
tn
1.56
1.40
1.41
tn
1.56
1.44
1.41
tn
1.56
1.44
1.41
tn
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
16
Gugur buah (%)
Gugur buah pada tanaman jeruk siem terjadi dikarenakan faktor internal dan
eksternal. Faktor internal seperti misalnya kandungan nutrisi yang kurang pada
tanaman, sehingga buah rapuh dan mudah rontok. Faktor eksternal juga menjadi
penyebab terjadinya gugur buah, seperti adanya serangan lalat buah pada buah jeruk
yang berukuran besar dan siap akan dipanen, ataupun dikarenakan faktor angin dan
hujan yang menyebabkan buah-buah kecil rontok.
Gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani tidak dapat ditekan dengan
perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi KNO 3 (Tabel 7). Punnachit et
al. (1992) menyatakan pada durian cv Cha-nee menunjukkan perlakuan KNO3
dengan dosis tinggi (300 g per 20 L) mampu merusak lapisan penutup tunas daun
dalam waktu tiga hari dan mencegah flush daun selam 14 hari yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kerontokan buah dan peningkatan jumlah buah, dimana buah
yang dapat dipanen 2 kali lipat lebih banyak daripada tanaman kontrol.
Perlakuan paclobutrazol maupun perlakuan zat pemecah dormansi KNO 3
tidak mampu menekan persentase rata-rata jumlah buah yang gugur pada lima
cabang tersier yang dijadikan sampel (Lampiran 2). Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor lingkungan seperti curah hujan yang dapat membuat calon buah jeruk
rontok, selain itu hembusan angin yang cukup kencang membuat calon buah
maupun buah yang sudah cukup besar rontok, dan adanya serangan hama lalat buah,
yang menghisap buah jeruk sehingga buah jeruk menguning dan jatuh.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukayah et al. (1996) yang menyatakan
bahwa terjadinya gugur buah tidak hanya dikarenakan faktor genetis atau fisiologi
tanaman, namun juga dikarenakan faktor lingkungan seperti curah hujan yang
tinggi, angin, dan adanya serangan hama penyakit.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap persentase gugur
buah pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamani pada umur
22 MSAa
Perlakuan
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
0.5
1.0
1.5
b
KNO3 (g/tanaman)
0
20
40
Interaksi
a
Persentase gugur buah (%)
34.46
30.91
29.19
39.12
37.69
29.75
27.09
tn
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol.
17
Jumlah tunas
Munculnya tunas pada cabang tersier tanaman merupakan salah satu
indikasi suatu tanaman dalam fase pertumbuhan secara vegetatif. Jumlah tunas yang
diukur adalah tunas yang muncul pada lima cabang tersier yang digunakan sebagai
sampel.
Perlakuan Paclobutrazol secara nyata dapat menekan jumlah tunas per cabang
dibandingkan dengan kontrol pada 22 MSA. Persentase peningkatan jumlah tunas
dari 8 MSA ke 22 MSA pada perlakuan kontrol menunjukkan pertambahan jumlah
yang paling tinggi yaitu sebesar 25.35%, jika dibandingkan perlakuan paclobutrazol
1.0 dan 1.5 g/tanaman (Tabel 8). Tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol
1.0 g per tanaman memiliki persentase penambahan jumlah tunas yang rendah yaitu
sebesar 13.02% dibandingkan perlakuan kontrol. Hal tersebut dikarenakan
paclobutrazol merupakan salah satu jenis zat penghambat tumbuh yang dapat
menghambat biosintesis giberelin pada tanaman.
Perlakuan paclobutrazol 0.5 g per tanaman tidak mampu menekan persentase
jumlah tunas jika dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Berbeda halnya
dengan perlakuan paclobutrazol 1.0 dan 1.5 g/tanaman yang mampu menurunkan
persentase jumlah tunas hingga 17.11% dan 14.8% jika dibandingkan dengan
kontrol.
Tabel 8 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas pada
lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamani a
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
2.93
3.59
0.5
3.27
3.63
1.0
2.61
3.27
1.5
2.88
3.31
b
KNO3 (g/tanaman)
0
3.47
20
3.44
40
3.43
Interaksi
tn
*
12
16
20
22
3.9
3.84
3.43
3.52
3.95
4.03
3.47
3.69
4.19
4.18
3.67
3.78
4.50b
4.22ab
3.73a
3.83a
3.67
3.73
3.62
*
3.79
3.86
3.71
*
3.92
4.05
3.90
*
4.02
4.13
4.07
*
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol.
Interaksi perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi KNO 3 pada
22 MSA yang memberikan efek penekanan jumlah tunas yang paling tinggi adalah
perlakuan dengan paclobutrazol 1.0 g/tanaman dengan zat pemecah dormansi
40 g/tanaman dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 9). Interaksi
perlakuan paclobutrazol 1.5 g/tanaman dengan zat pemecah dormansi KNO3
20 g/tanaman dan interaksi perlakuan paclobutrazol 1.0 g/tanaman dengan zat
pemecah dormansi 0 g/tanaman juga mampu menekan pertambahan jumlah tunas
yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kontrol.
18
Tanaman kontrol memiliki dua cabang primer, 4 cabang sekunder dan 13
cabang tersier, sehingga diperkirakan jumlah tunas yang tumbuh pada cabang
tersier sekitar 292 tunas baik vegetatif maupun tunas generatif pada satu tanaman
kontrol. Tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol diperkirakan
menghasilkan rata-rata 274 tunas pada cabang tersier pada satu pohon.
Giberelin merupakan suatu zat pengatur tumbuh yang dapat menginduksi
pertumbuhan vegetatif tanaman dengan cara merangsang pembelahan sel,
pertumbuhan dan pembesaran sel, serta menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi
(Yurzak 2003). Giberelin juga dapat memacu pertumbuhan dan pembesaran sel
karena hormon ini mengakibatkan hidrolisis pati, fruktan dan fruktosa menjadi
glukosa dan fruktosa (Davies 1995).
Prawiranata et al. (1992) menyatakan bahwa penghambatan terhadap
biosintesis giberelin akan merangsang biosintesis hormon lainnya seperti asam
absisi (ABA), dimana ABA merupakan hormon tumbuhan yang berpengaruh secara
fisiologis yaitu menyebabkan tunas menjadi dorman sehingga pertumbuhan
vegetatif menjadi terhambat, yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya jumlah
tunas vegetatif yang dihasilkan dan tunas berukuran lebih pendek dibandingkan
kontrol. Davies (1995) mengemukakan bahwa kan
INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
(Citrus reticulata B.) DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT
PEMECAH DORMANSI KNO3
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pembungaan
Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah
Dormansi KNO3 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ni Wayan Surya Darmayanti
NIM A24110029
3
ABSTRAK
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI. Induksi Pembungaan Jeruk Siem
Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi
KNO3. Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI dan DARDA EFENDI.
Bali merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Indonesia. Kendala yang
terjadi pada produksi jeruk di Bali salah satunya yaitu produksi jeruk yang bersifat
musiman, sehingga pada saat panen raya produksi jeruk melimpah dan harga
jualnya merosot. Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari efektivitas paclobutrazol
dan pemberian zat pemecah dormansi KNO3 terhadap induksi pembungaan di luar
musim pada tanaman jeruk Siem kintamani (Citrus reticulata B.). Penelitian ini
dilakukan di Desa Mangguh Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dua faktor. Perlakuan percobaan menggunakan paclobutrazol sebagai zat
penginduksi pembungaan dan zat pemecah dormansi KNO3. Dosis paclobutrazol
yang digunakan 0.0 (kontrol), 0.5, 1.0, 1.5 g/tanaman dan dosis KNO3 yang
digunakan 0.0 (kontrol), 20 dan 40 g/tanaman. Perlakuan paclobutrazol dan KNO3
tidak dapat meningkatkan pembungaan dan pembentukan buah pada tanaman jeruk
Siem Kintamani, dibandingkan kontrol. Perlakuan paclobutrazol dapat menekan
jumlah tunas yang dan menekan jumlah daun dibandingkan kontrol. Interaksi antara
paclobutrazol dengan KNO3 dapat menekan jumlah tunas yang dihasilkan.
Kata kunci: di luar musim, jeruk Siem Kintamani, KNO3, pembungaan,
paclobutrazol
ABSTRACT
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI. Flowering Induction Siem Kintamani
Citrus (Citrus reticulata B.) with Paclobutrazol and Dormancy-Breaking Substance
KNO3. Supervised by ANI KURNIAWATI and DARDA EFENDI.
Bali is one of the central citrus productions in Indonesia. One of the
obstacles that occurs in the production of citrus is its seasonal characteristic, so
when harvest time the citrus productions will be overflowed and it makes the citrus’
price fallen sharply. The aim of this research is to study the effectiveness of
paclobutrazol and KNO3 for induction flowering in off-season on the Siem
Kintamani citrus (Citrus reticulata B.). This research was conducted at Mangguh
Village, sub-district Kintamani, Bangli Regency. The experimental design is two
factors Randomized Complete Block Design (RKLT). The expirement used
paclobutrazol as a flowering induction and KNO3 as a breaking-dormancy. The
Paclobutrazol’s dose are 0.0 (control), 0.5, 1.0, and 1.5 g/plant and the dose of
KNO3 are 0.0 (control), 20 and 40 g/plant. The result shows that paclobutrazol and
KNO3 can not increase the flowering, fruitset, and fruits total than control.
Paclobutrazol application was effectively reduced the number of buds and reduced
the leaves total than control. The interaction between paclobutrazol and KNO3
decreased the production of the buds significanly.
Key words: flowering, KNO3, off-season, paclobutrazol, Siem Kintamani citrus.
INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
(Citrus reticulata B.) DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT
PEMECAH DORMANSI KNO3
NI WAYAN SURYA DARMAYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
5
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.)
dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi KNO3
: Ni Wayan Surya Darmayanti
: A24110029
Disetujui oleh
Dr Ani Kurniawati, SP MSi
Pembimbing I
Dr Ir Darda Efendi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata B.) dengan
Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi KNO3” dengan baik. Penelitian dan
skripsi ini dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pada program di strata satu Agronomi dan Hortikultura IPB serta untuk
memenuhi pengetahuan penulis mengenai aplikasi paclobutrazol dan zat pemecah
dormansi KNO3 yang efektif untuk menginduksi pembungaan pada jeruk.
Penelitian ini merupakan bagian dari program Hibah Penelitian Program
Pengembangan Ipteks dengan no kontrak 081/SP2H/PL/Dit. Litabnas/VI/2014
tanggal 10 Juni 2014.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Dr Ani Kurniawati, SP MSi dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi selaku ketua program penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah I Wayan Wija dan Ibu
Ni Wayan Arwati tercinta yang telah memberikan dukungan, baik moral maupun
materi kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Wayan Slamet selaku pemilik kebun tempat penulis melakukan penelitian Pak Wira
dan Pak Kerti yang telah membantu dalam pengamatan dan pengukuran tanaman
contoh selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada PKHT IPB, teman-teman AGH 48 (Dandelion), KMHD IPB 48, sahabat
tercinta Ayu Septiani dan Uthari atas kebersamaan dan dukungan moral yang tak
henti-hentinya diberikan kepada penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat
bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2015
Ni Wayan Surya Darmayanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Jeruk
Syarat Tumbuh
Fisiologi Pembungaan
Pengaruh Paclobutrazol pada Tanaman
Zat Pemecah Dormansi KNO3
Fenologi Pohon
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Perlakuan
Pengamatan
Pertumbuhan Generatif
Pengamatan Vegetatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil
Jumlah Bunga Terbentuk
Fruit Set (%)
Jumlah Buah Terbentuk
Gugur Buah (%)
Jumlah Tunas
Panjang Tunas
Jumlah Daun
Kandungan Klorofil pada Daun (mg g-1)
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
viii
1
1
2
3
3
3
4
4
5
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
10
10
11
12
12
13
15
16
17
18
19
20
21
23
23
23
23
27
30
viii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Fenologi pembungaan dan pembuahan jeruk Siem Kintamani
Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah bunga
terbentuk pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Fenologi pembungaan pada tanaman jeruk Siem Kintamani saat aplikasi
paclobutrazol dan KNO3
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap pembentukan
buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah buah
terbentuk pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap gugur buah
tanaman jeruk Siem Kintamani pada 22 MSA
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas
pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Interaksi perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap panjang tunas
pada tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah daun pada
tanaman jeruk Siem Kintamani
Pengaruh perlakuan paclobutrazol dan KNO3 terhadap kandungan
klorofil daun pada tanaman jeruk Siem Kintamani
7
11
13
14
14
15
16
17
18
19
20
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
5
6
7
Kondisi umum percobaan
Bunga jeruk Siem Kintamani
Pentil buah jeruk Siem Kintamani
Buah jeruk Siem Kintamani (7 MST)
Buah jeruk Siem Kintamani (22 MST)
Gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani
10
13
14
29
29
29
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Data curah hujan dan hari hujan di lokasi penelitian Ds.Kintamani
Perkembangan buah jeruk Siem Kintamani
28
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu buah yang populer di dunia setelah
anggur. Indonesia menempati posisi ke-10 produksi Oranges, dengan total produksi
2.32 juta ton per tahun, dengan kontribusi total penyediaan dunia sebesar 2.91%
untuk semua jenis jeruk mulai dari jeruk manis, siem, keprok, dan pamelo
(Cakrabawa dan Sabarella 2013). Volume impor kumulatif jeruk Indonesia, baik
dalam bentuk jeruk segar maupun olahan pada tahun 2014 sebesar 417 645 kg, dan
untuk kumulatif ekspornya sebesar 1 795 669 kg (Kementan 2014). Kementan
(2014) total produksi jeruk siam dan keprok di Indonesia tahun 2014 mencapai
1 791 107 ton per tahun. Produksi jeruk siam dan keprok pada tahun 2014
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2013, dimana total produksi jeruk
keprok dan siam hanya 1 548 401 ton per tahun (Kementan 2013). Rendahnya
produksi jeruk Nasional dan tingginya permintaan konsumen dalam negeri akan
jeruk, maka impor jeruk dilakukan secara besar-besaran untuk memenuhi
kebutuhan jeruk dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memacu
peningkatkan produksi jeruk Nasional, hal tersebut perlu dilakukan disamping
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, peningkatan produksi dan kualitas
jeruk juga dilakukan untuk meningkatkan devisa ekspor Indonesia.
Berdasarkan produksi rata-rata jeruk tahun 2008 - 2012, terdapat lima
provinsi sentra jeruk di Indonesia, dengan kontribusi kumulatif mencapat 73.12%
terhadap total produksi jeruk Indonesia. Provinsi Sumatera Utara merupakan
produsen jeruk terbesar dengan persentase kontribusi mencapai 32.98% dari total
jeruk Indonesia, kemudian Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Barat yang masingmasing memberikan kontribusi produksi sebesar 18.97% dan 7.82% selanjutnya
Provinsi Kalimantan Barat dan Bali menyumbangkan produksi jeruk Indonesia
sebesar 7.78% dan 5.57% (Cakrabawa dan Sabarella 2013).
Bali merupakan salah satu provinsi sentra produksi jeruk di Indonesia,
Kabupaten yang menjadi sentra produksi jeruk di Bali diantaranya Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Buleleng, dan
Bangli. Menurut BPS (2013) Kabupaten Bangli merupakan daerah dengan sentra
produksi jeruk paling tinggi yaitu 119 030 ton per tahun. Beberapa vaerietas jeruk
yang ada di Bali diantaranya jeruk keprok di Tejakula, jeruk sumage (pada tahun
1970-1985) di Bondalem Tejakula, jeruk keprok siem di Kintamani, jeruk slayer di
Kintamani dan di Gobleg (Purnamasari 2010).
Hasil produksi jeruk-jeruk di Bali umumnya dipasarkan di pasar lokal
terlebih dahulu, seperti pasar Badung, Karangasem, Gianyar, dan Singaraja. Jeruk
merupakan tanaman hortikultura yang bersifat musiman, sehingga saat panen raya
pada bulan Juli - September produksi jeruk sangat melimpah khususnya di
Kabupaten Bangli. Oleh karena itu, jeruk-jeruk di Bangli juga mulai dipasarkan ke
luar pulau Bali untuk menghindari kemerosotan harga.
Menurut Cakrabawa dan Sabarella (2013) tingginya tingkat konsumsi akan
jeruk di Indonesia, membuat volume impor naik sebesar 17.54 % per tahun. Hal
tersebut menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang menjanjikan sebagai
2
sasaran ekspor jeruk dunia (Hanif dan Zamzami 2011). Tingginya tingkat impor
jeruk ke Indonesia salah satunya disebabkan oleh tampilan buah jeruk impor yang
lebih menarik, warna kulitnya yang berwarna jingga kemerahan (reddish) dan
permukaan kulitnya yang mulus dan mengkilat, jika dibandingkan dengan jeruk
lokal yang kulitnya berwarna hijau dan permukaan kulitnya yang tidak rata,
menjadikan konsumen lebih tertarik membeli jeruk impor daripada jeruk lokal.
Periode panen jeruk siem umumnya dimulai dari bulan Februari hingga
September dengan puncaknya terjadi pada bulan Juni hingga bulan Agustus
(Harjadi et al. 2013). Pola panen yang demikian menunjukkan ketersediaan jeruk
lokal belum dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, dan hal
itulah yang juga membuka peluang untuk masuknya jeruk impor ke Indonesia.
Peningkatan impor yang signifikan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
produsen jeruk Nasional. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk
memperpanjang masa ketersediaan jeruk dalam negeri.
Salah satu cara meratakan produksi jeruk sepanjang tahun dengan
perentangan periode berbuah mempercepat awal musim buah dan memperlambat
akhir musim buah. Titik kritis pembuahan terletak pada proses pembungaan.
Aplikasi asam giberellin (GA3) yang dilakukan pada tanaman jeruk saat periode
induksi kuncup bunga, secara signifikan dapat mengurangi pembungaan
(Fambuena et al. 2012). Penggunaan hormon - hormon anti giberelin dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk menginduksi pembungaan jeruk di luar
musim alamiahnya.
Paclobutrazol merupakan salah satu zat penghambat tumbuh yang umum
digunakan, karena sifatnya dapat menghambat biosintesis giberelin, dimana zat ini
dilaporkan dapat menginduksi pembungaan beberapa pohon buah - buahan tropis
(Voon et al. 1992). Aplikasi zat anti gliberelin seringkali menyebabkan dormansi
pada tunas generatif yang telah terinduksi, sehingga perlu diikuti pemberian zat
pemecah dormansi agar dapat mempercepat dan memperbanyak munculnya bunga
(Wahyuni 2005). Etephon, BAP, dan KNO3, merupakan bahan kimia sintetik yang
dapat berperan sebagai pemecah dormansi pada tunas dan pembentukan bunga
(Darmawan 2014).
Pemahaman akan fenologi jeruk Siem baik jangka pendek maupun jangka
panjang, perlu dilakukan untuk menentukan waktu yang tepat untuk pengaplikasian
zat anti giberelin (paclobutrazol) dan zat pemecah dormansi yang akan digunakan
untuk menginduksi pembungaan jeruk di luar musim (off season). Siklus fenologi
juga diperlukan untuk menentukan kapan dan teknik produksi apa yang dapat
dilakukan dalam pengelolaan kebun untuk meningkatkan produksi tanaman.
Pemetaan interaksi pertumbuhan dan lingkungan dalam dimensi waktu akan
memperlihatkan pola siklus fenologi tanaman tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas paclobutrazol dan
pemberian zat pemecah dormansi KNO 3 setelah pengaplikasian paclobutrazol
terhadap induksi pembungaan di luar musim pada tanaman jeruk Siem Kintamani
(Citrus reticulata B.).
3
Hipotesis
1.
2.
3.
Aplikasi paclobutrazol dapat menginduksi pembungaan pada tanaman jeruk
Siem Kintamani (Citrus reticulata B.).
Aplikasi KNO3 dapat memecah dormansi pada tunas bunga.
Terdapat interaksi antara paclobutrazol dengan KNO 3, terhadap
pertumbuhan tunas dan pembungaan pada tanaman jeruk Siem Kintamani
(Citrus reticulata B.).
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Jeruk
Secara umum genus jeruk (Citrus) merupakan tanaman hortikultura yang
berasal dari wilayah Assam yang berdekatan dengan Asia Tenggara, termasuk
China bagian selatan, dan bagian timur laut India dan Burma (Goldschmidt dan Roy
1996). Budidaya jeruk tersebar luas hingga ke wilayah tropis, subtropis dan wilayah
yang memiliki iklim yang sesuai (41o LU hingga 34o LS) (Murata 1997).
Menurut Tanaka (1961) jeruk berasal dari Asia sekitar 30 juta tahun lalu,
jenis jeruk yang berasal dari Asia diantaranya Citrus hystrix, C. latipes, C.
macroptera, dan C. combara. Jeruk mandarin (Citrus reticulata) merupakan salah
satu kultivar jeruk yang dapat tumbuh diberbagai kondisi iklim dari iklim gurun
hingga iklim subtropis, khususnya di daerah Mediterania, Brazil, Argentina,
Uruguay, Jepang dan United States (Danielski et al. 2007). Jeruk termasuk dalam
famili Rutaceae, subfamili Aurantioideae. Rutaceae adalah salah satu dari empat
famili Rutales, divisi Lignosae dari sub filum Dicotyledoneae (Goldschmidt dan
Roy 1996). Rutaceae memiliki 150 genus dan 1 600 spesies.
Genus Citrus dapat dibagi menjadi dua sub genus yaitu Papeda dan
Eucitrus, yang mana keduanya dapat dibedakan berdasarkan daun, bunga, dan
karakteristik buahnya. Papedas adalah nama umum untuk jeruk yang termasuk
kedalam sub genus Papeda. Spesies jeruk yang termasuk kedalam sub genus
Papeda, tidak memiliki bagian buah yang dapat dimakan (edible fruits), karena
terdapat kumpulan minyak yang berbau pedas (tajam) dalam kantong pulpnya
(Goldschmidt dan Roy 1996). Jeruk jenis keprok yang banyak dikembangkan
karena memiliki buah yang enak dimakan, termasuk dalam golongan sub genus
Eucitrus (Samson 1986). Pohon jeruk siem (Citrus reticulata Blanco) pada
umumnya berupa pohon perdu, dengan posisi daun berhadap - hadapan atau
berseling, bentuk daun bisa berupa daun tunggal atau daun majemuk (Hardiyanto
et al. 2007).
Susunan tulang daun jeruk berbentuk menyirip dan bentuk daun obovate,
dasar daun tumpul, dengan ujung daun yang meruncing dan panjang helaian daun
7.8 - 9.8 cm. Bagian batang terlihat adanya duri, panjang duri pada batang antara
1 - 4 cm (Hardiyanto et al. 2007). Perakaran jeruk tergolong dalam perakaran
tunggang, dari segi pembungaan bunga jeruk tumbuh pada bagian ketiak daun,
susunan bunganya bisa berupa bunga tunggal atau membentuk rangkaian bunga.
Bunga jeruk berbentuk kerucut dan jika sudah tua dan mekar, bunga jeruk
mengeluarkan aroma yang harum dan cukup menyengat.
4
Buah jeruk termasuk kedalam jenis buah beri yang disebut hesperidium,
dengan lapisan bagian luar yang kaku dan mengandung banyak kelenjar minyak
atsiri. Lapisan kulit ini biasa disebut flavedo. Kulit buah jeruk yang masih muda
berwarna hijau pekat, setelah masak kulit buah akan berubah warna menjadi hijau
muda hingga jingga.
Syarat Tumbuh
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman jeruk. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi diantaranya faktor fisik dan faktor biologi. Faktor fisik yang
mempengaruhi seperti iklim, air, kandungan hara tanah. Faktor biologi yang
mempengaruhi diantaranya hama dan penyakit tanaman jeruk. Jeruk mandarin
(Citrus reticulata Blanco) merupakan salah satu jenis jeruk yang dapat tumbuh
subur di daerah tropis. Daerah tropis berada pada 23.5 oLU dan 23.5 oLS, dengan
suhu rata-rata hariannya di atas 18 oC, dan suhu minimumnya tidak pernah di bawah
0 oC kecuali pada daerah dengan elevasi tertinggi (Davies dan Albrigo 1994). Jeruk
dapat tumbuh subur di daerah dengan iklim tropis tetapi warna jeruk tidak akan
berubah (hijau menjadi jingga) jika jeruk sudah lewat masak (Ladaniya 2008).
Tanaman jeruk di daerah tropis dapat tumbuh hingga ketinggian 1 200 meter
di atas permukaan laut (dpl), tergantung varietas yang ditanam. Jeruk manis
(Citrus sinensis) baik ditanam pada ketinggian 600 - 1 200 m dpl, sedangkan jeruk
keprok dan jeruk siem baik ditanam pada ketinggian 500 - 1 200 m dpl dan masih
dapat tumbuh jika ditanam sampai ketinggian 2 000 m dpl (Syahbudin 1999).
Menurut Verheij dan Coronel (1997) pertumbuhan jeruk optimal pada suhu
26 – 37 oC, dengan selisih suhu siang dan malam sekitar 6 oC. Tanaman jeruk dapat
tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang luas terutama tanah dengan drainase yang
baik, porous, dan bersolum dalam, seperti tanah aluvial (Mulyani 1996). Kisaran
pH tanah yang sesuai untuk pertumbuhan jeruk sekitar 5 - 6, pada pH 6 produksi
maksimal dapat diperoleh (Thamrin 2008).
Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah di Bali dengan tipe iklim
Tipe C (agak basah, 33.3% < Q < 60.0%) menurut tipe iklim Schmit-Ferguson.
Kabupaten Bangli memiliki elevasi ketinggian 1 750 di atas permukaan laut
(BMKG 2015). Suhu harian di daerah kintamani juga berkisar antara 15 - 30 oC,
sehingga masih sesuai dengan suhu optimal untuk budidaya jeruk siem.
Fisiologi Pembungaan
Fase pertumbuhan jeruk mengalami dua fase yang berbeda yaitu fase
vegetatif dan fase generatif (Harjadi 1996). Fase vegetatif merupakan fase dimana
tanaman masih muda, dan pertumbuhannya berfokus pada pertumbuhan
vegetatifnya hingga tanaman mencapai kematangan tertentu. Fase selanjutnya
adalah fase generatif, dimana fase generatif adalah masa tanaman mulai dewasa dan
tanaman mulai untuk berbunga. Menurut Metzger (1987) dalam Ramda (2005)
masa transisi dari fase vegetatif ke fase generatif merupakan peristiwa yang paling
kritis dalam siklus hidup tanaman tingkat tinggi.
Pembungaan merupakan rangkaian proses fisiologi dan morfologi yang
sangat kompleks. Proses induksi pembungaan merupakan proses yang paling kritis,
5
pada stadia tersebut tanaman mengalami perubahan fase dari vegetatif ke generatif
yang terjadi secara biokimia dan tidak terlihat secara morfologinya (Ryugo 1988).
Proses pembungaan pada tanaman terdiri dari empat tahapan, induksi bunga,
diferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga, dan anthesis. Proses induksi
pembungaan merupakan tahapan yang paling kritis karena, terjadinya proses
transisi dari tunas vegetatif menjadi tunas reproduktif pada tingkat biokimia. Pohon
jeruk merupakan jenis tanaman polikarpik. Pohon jeruk menjaga keseimbangan
antara pertumbuhan vegetatif dan reproduktif dengan berubah setiap tahun, hanya
beberapa persen dari meristem mereka diubah menjadi bunga, dan sisanya tetap
melanjutkan pertumbuhan vegetatif untuk menjamin kelangsungan tanaman
(Goldschmidt dan Monselise 1970).
Metode stres air merupakan salah satu metode yang sudah digunakan
bertahun-tahun untuk mempercepat induksi pembungaan jeruk untuk daerah tropis.
Menurut Southwick dan Davenport (1986) jeruk Tahiti (Citrus latifolia Tan.) akan
mengalami induksi pembungaan jika mendapatkan kondisi atau perlakuan stress air
secara terus menerus selama 4 sampai dengan 5 minggu.
Pengaruh Paclobutrazol pada Tanaman
Paclobutrazol merupakan salah satu jenis bahan kima yang bersifat anti
giberelin, sehingga dengan pemberian zat ini pertumbuhan vegetatif tanaman
menjadi terhambat, pertumbuhan tunas menjadi lebih pendek, tanaman akan
cenderung menjadi kerdil. Hasil penelitian (Voon et al. 1992) menunjukkan bahwa
perlakuan paclobutrazol melalui tanah lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan
melalui daun, sedangkan penyemprotan melalui daun akan lebih efektif jika
dilakukan beberapa kali dalam dosis yang rendah.
Paclobutrazol dimetabolismekan dengan lambat dalam tanaman (Sterrett
1985) dan secara akropetal ditransportasikan melalui xylem, dimana xylem
bertindak sebagai reservoir untuk paclobutrazol yang diserap oleh akar (Lever
1986). Paclobutrazol dapat diserap oleh tanaman melalui jaringan batang, akar, dan
daun. Zat tersebut kemudian diangkut melalui xilem menuju titik tumbuh. Senyawa
aktif yang mencapai sub-apikal menghambat produksi giberelin dengan
menghambat oksidasi kauren menjadi asam kaurenat. Hal tersebut menyebabkan
pengurangan kecepatan pembelahan sel, sehingga secara langsung mengurangi
pertumbuhan vegetatif tanaman. Pengurangan pertumbuhan vegetatif
menyebabkan sebagian besar asimilat dialokasikan untuk pembentukan tunas
bunga, pembentukan buah dan pertumbuhan buah (Hartini 1996).
Zat tersebut selanjutnya diangkut melalui xylem menuju titik tumbuh,
senyawa aktif yang mencapai meristem sub-apikal menghambat produksi giberelin
dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat. Aplikasi
paclobutrazol secara signifikan dapat mengurangi tingkat perpanjangan batang dan
tinggi tanaman (Lolaei et al 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aloni dan
Paskkar (1987) secara spesifik menunjukkan paclobutrazol mampu menghinhibitor
(menghambat) biosintesis GA3 (giberellin) dalam daun dan buah-buahan.
Terhambatnya biosintesis giberellin oleh paclobutrazol dapat mengakibatkan
meningkatnya biosintesis asam absisik, apabila hormon asam absisik meningkat,
maka akan mengakibatkan terjadinya dormansi tunas (Wang et al. 1987).
6
Zat Pemecah Dormansi KNO3
Kalium nitrat (KNO3) mengandung dua unsur hara esensial yang
dibutuhkan tanaman, yaitu kalium dan nitrogen. Menurut Efendi (1994), KNO3
yang diaplikasikan setelah pemberian paclobutrazol pada mangga mampu
mempercepat dan meningkatkan persentase pembungaan dibandingkan perlakuan
paclobutrazol secara mandiri. Aplikasi KNO3 efektif untuk merangsang munculnya
tunas bunga pada tanaman mangga (Efendi 1994). Prahardini et al. (1989) juga
menyatakan bahwa aplikasi KNO3 pada jeruk keprok siem mampu mempercepat
pembungaan, meningkatkan persen ranting reproduktif, serta jumlah bunga dan
jumlah bakal buah per tanaman dibandingkan kontrol. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Boman (2002) pohon yang mendapat perlakuan KNO 3
menghasilkan buah dengan ukuran 30% lebih besar daripada kontrolnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mostafa dan Saleh (2006)
KNO3 yang diaplikasikan pada pohon jeruk mandarin Balady dengan cara
disemprotkan dengan berbagai konsentrasi memberikan dampak postif pada
peningkatan persentase kandungan kalium dan nitrogen, total kandungan
karbohidrat dan klorofil yang terkandung dalam daun, peningkatan persentase
tersebut berpengaruh pada peningkatan berat buah jeruk dan peningkatan produksi
jeruk per pohonnya.
Fenologi Pohon
Fenologi adalah bagian dari ekologi yang mempelajari rangkaian peristiwa
tahunan dari mulai pertumbuhan pucuk yang serempak, dormansi, pembungaan,
pembuahan, dan luruhnya daun pada suatu lingkungan tertentu (Khasanah 2002).
Fenologi dipelajari untuk mengerti bagaimana berfungsinya pohon selama satu
tahun dan bagaimana variasinya dari tahun ke tahun yang dapat mempengaruhi
tanaman. Menurut (Verheij dan Coronel 1997) pergeseran iklim dari tahun ke tahun
akan mempengaruhi daur fenologi sehingga dapat bergeser beberapa bulan dari satu
tahun ke tahun berikutnya.
Tujuan akhir dalam mempelajari fenologi adalah menjaga keseimbangan
antara pertumbuhan vegetatif dan generatif, membatasi vigor vegetatif yang
berlebihan untuk mendorong kearah pembentukan buah yang lebih besar. Kondisi
iklim tahunan yang bervariasi mempengaruhi fenologi, berbagai kegiatan yang
dapat dilakukan melalui pendekatan aplikasi hara, air, hormon tumbuh tanaman dan
manipulasi kanopi melalui pemangkasan (Khasanah 2002).
Citrus reticulata Blanco atau di Indonesia dikenal dengan jeruk siem dan di
Amerika dikenal dengan jeruk Mandarin / tangerine secara umum musim panen
raya terjadi pada bulan April - Juli setiap tahunnya. Sebagian besar provinsi di
China panen raya jeruk terjadi pada bulan Oktober hingga April setiap tahunnya
(Ladaniya 2008).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pada petani jeruk Siem
Kintamani. Pembentukan bunga pada tanaman jeruk Siem Kintamani diawali pada
bulan November hingga memasuki bulan Januari pada tahun selanjutnya, kemudian
setelah terjadinya pembentukan bunga, dan bunga mekar rontok, tanaman jeruk
Siem Kintamani memasuki fase mulai terjadinya pembentukan buah (fruitset).
Pembentukan buah (fruitset) terjadi pada bulan Februari hingga bulan Juni. Calon
7
buah jeruk yang terbentuk selama fase fruitset terus berkembang, hingga memasuki
fase panen pada bulan Juli hingga September. Bulan Juli hingga bulan September
merupakan bulan terjadinya panen raya di Kabupaten Bangli (Tabel 1).
Tabel 1 Fenologi pembentukan bunga dan buah pada tanaman jeruk Siem
Kintamania
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Pembungaan
Pembentukan
buah
Panen Raya
a
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani jeruk Siem Kintamani.
METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan percobaan dan penelitian ini dilakukan di kebun jeruk Siem
Kintamani Kelompok Tani Jepun Sari, Desa Mangguh, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Kebun ini terletak pada ketinggian 1 475 m dari
permukaan laut dan mempunyai suhu rata-rata harian minimum 15 oC dan suhu
maksimum 30 oC. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2014 sampai
dengan Maret 2015. Pengujian klorofil dilakukan di Laboratorium Pengujian
Bersama Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Bahan dan Alat
Percobaan menggunakan tanaman jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata
B.) yang berumur 4 tahun yang memiliki ketinggian rata-rata 2.5 m – 3 m, hal ini
bertujuan untuk menyeragamkan kondisi tanaman. Bahan-bahan yang digunakan
meliputi pupuk kandang (ayam) 25 kg/tanaman, paclobutrazol, KNO3, tali, benang,
dan label. Alat-alat yang digunakan terdiri atas alat penyiram (gembor), gelas ukur
plastik (1 L), hand sprayer (1.5L), timbangan, alat ukur (meteran), ember plastik,
pengaduk, plastik lembaran, dan cool box.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu pengaplikasian paclobutrazol
yang terdiri dari empat taraf, yaitu 0.0 (P1) sebagai kontrol, 0.5 (P2), 1.0 (P3), dan
1.5 (P4) g bahan aktif per pohon. Pengaplikasian paclobutrazol dilakukan satu bulan
setelah panen. Paclobutrazol dilarutkan dalam satu liter air kemudian disiram
(dikocor) ke tanah di sekitar batang utama tanaman jeruk.
8
Faktor kedua yaitu aplikasi pemberian zat pemecah dormansi (KNO3) yang
terdiri atas tiga taraf, yaitu KNO3 0 g l-1 (K0) sebagai kontrol, 20 g l-1 (K1), dan 40
g l -1 (K2). Zat pemecah dormansi (KNO3) diaplikasikan 45 hari setelah aplikasi
paclobutrazol. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan pengulangan sebanyak
empat kali, satu tanaman contoh untuk tiap satuan percobaan, sehingga dibutuhkan
48 tanaman contoh.
Model matematika yang digunakan sebagai analisis statistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + ρk +αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk
= Nilai pengamatan pada faktor induksi dosis paclobutrazol taraf ke-i, faktor
KNO3 taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
= Nilai rataan umum
ρk
= Pengaruh blok ke-k
αi
= Pengaruh faktor induksi paclobutrazol ke-i
βj
= Pengaruh faktor KNO3 ke-j
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor induksi paclobutrazol ke-i, faktor KNO3
ke-j, ulangan ke-k
i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3
Apabila hasilnya berbeda nyata, maka dilakuakan Uji Lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 2007).
Pelaksanaan Penelitian
Tanaman dipilih sebanyak 48 tanaman berdasarkan umur tanaman, tinggi
tanaman, ukuran tajuk, dan kondisi tanaman. Setiap perlakuan diberikan label
sesuai dengan jenis perlakuan. Setiap tanaman contoh dipilih 5 cabang tersier yang
akan diamati pertumbuhan vegetatif dan generatif tunasnya.
Pemupukan awal dilakukan sebelum perlakuan (setelah panen), dengan
menggunakan pupuk kandang ayam dengan dosis 25 kg/tanaman yang diberikan
sebelum perlakuan dimulai. Pemangkasan (pruning) dilakukan sebelum perlakuan
dimulai (setelah panen berlangsung), hal ini dilakukan bertujuan untuk
menghilangkan cabang-cabang yang kering dan terserang oleh hama dan penyakit.
Pengendalian gulma pada areal bawah tajuk pohon juga dilakukan dengan manual.
Perlakuan
Aplikasi paclobutrazol dilakukan setelah panen (6 Oktober 2014).
Paclobutrazol dengan dosis 0.0, 0.5, 1.0, dan 1.5 g bahan aktif dilarutkan dalam
satu liter air, aplikasi paclobutrazol dilakukan sebanyak satu kali dengan cara
disiramkan ke tanah dekat dengan batang utama tanaman (dikocor). Perlakuan
kontrol hanya disiramkan 1 liter air per tanaman contoh.
Perlakuan kedua yaitu aplikasi zat pemecah dormansi KNO 3, diaplikasikan
45 hari setelah aplikasi paclobutrazol (21 November 2014), KNO 3 diaplikasikan
sebanyak 1 kali dengan cara mencampurkan 20 dan 40 g/tanaman kedalam 1 liter
air, kemudian disemprotkan ke seluruh bagian tanaman hingga tanaman benar-
9
benar basah. Tanaman kontrol hanya disemprotkan 1 liter air ke seluruh bagian
tanaman hingga tanaman basah.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu setelah aplikasi paclobutrazol
sampai aplikasi zat pemecah dormansi KNO3 dan pengamatan terus dilakukan
hingga 22 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Pengamatan yang dilakukan dengan
mengambil 5 sampel cabang tersier dalam satu pohon untuk diamati pertumbuhan
vegetatif dan generatifnya. Peubah yang diamati adalah:
Pertumbuhan Generatif
1. Jumlah bunga terbentuk
Jumlah bunga terbentuk adalah jumlah bunga yang terbentuk pada cabang
sampel yang diamati
2. Terbentuknya buah (fruit set) %
Pembentukan buah (fruit set) diamati setelah fase bunga mekar, dihitung
dari jumlah buah yang terbentuk. Fruit set dihitung setiap dua minggu sekali
dengan menggunakan rumus :
J
Fruit set (%) = J
B
T
B
B
Ter e
Ter e
�
%
3. Jumlah buah terbentuk
Jumlah buah terbentuk adalah jumlah buah yang terbentuk pada cabang
sampel yang diamati
4. Persentase buah yang gugur (%)
Persentase gugur buah dihitung di akhir penelitian. Perhitungan gugur buah
dihitung dengan menggunakan rumus :
Gugur buah =
J
J
B
B
G
Ter e
r
x
%
Pengamatan Vegetatif
1. Jumlah tunas per cabang sampel
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan keluar bakal daun diamati
setiap minggu.
2. Panjang tunas (cm)
Pengamatan diukur dari pangkal tunas sampai pada titik tumbuh tunas
terminal dan diamati setiap minggu.
3. Jumlah daun per tunas
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan diamati setiap minggu.
4. Analisis kandungan klorofil (mg g-1)
Sampel untuk analisis klorofil dilakukan dengan pengambilan daun yang
secara kualitatif (visual) sudah tua dan sudah membuka sempurna. Daun
dipetik dari tanaman sampel, dan dipetik secara acak dari lima cabang
berdasarkan lima arah mata angin. Sampel daun yang sudah dipetik
kemudian dikompositkan (sehingga tidak ada ulangan).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kabupaten Bangli merupakan salah satu dari sembilan kabupaten atau kota
di Provinsi Bali yang terletak antara 115o 13’ 48”’- 115o 27’ 24”’ Bujur Timur dan
8o 8’ 30”’ - 8o 31’ 87”’ Lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2 152 meter
di atas permukaan laut (Purnamasari 2010). Kebun penelitian berlokasi di Desa
Mangguh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Kebun memiliki luasan
2 are (Gambar 1), dan berlokasi pada elevasi 1 475 meter di atas permukaan laut
dengan intesitas curah hujan rata-rata tahunan 900 mm - 3 500 mm (BMKG 2015).
Komoditas yang ditanam pada kebun ini yaitu jeruk Siem Kintamani,
populasi tanaman di kebun ± 600 tanaman, dengan jarak tanaman 2.34 m x 2.72 m.
Sistem penanaman yang dilakukan menggunakan sistem monokultur. Sistem irigasi
yang dipergunakan pada perkebunan ini adalah sistem irigasi tadah hujan. Tanaman
jeruk Siem Kintamani memiliki 2 - 3 cabang primer, 4 - 5 cabang sekunder, dan
memiliki 13 - 17 cabang tersier, dengan jumlah buah rata - rata per pohonnya sekitar
110 - 250 buah per pohonnya. Produksi rata-rata jeruk di Desa Mangguh sekitar
331.11 ton per tahun.
Jenis gulma yang banyak tumbuh adalah gulma berdaun lebar yaitu
babadotan (Ageratum conyzoides) (Gambar 1). Kegiatan penyiangan gulma baru
dilakukan pada bulan Maret 2015, penyiangan gulma dilakukan secara mekanis
yaitu dengan mesin pemotong rumput. Hama yang mendominasi di perkebunan
tersebut diantaranya lalat buah dan hama siput (Gambar 1).
a
b
c
d
Gambar 1 Kondisi umum percobaan : a) kondisi kebun bagian bawah; b) kondisi
kebun bagian atas; c) gulma babadotan yang tumbuh pada lahan
penelitian; d) hama siput yang menyerang tanaman jeruk Siem Kintamani
11
Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil uji F pada taraf kesalahan 5% menunjukkan bahwa pada percobaan
perlakuan paclobutrazol memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas terbentuk,
jumlah daun pada 4 MSA paclobutrazol, jumlah bunga dan buah terbentuk 8 - 22
MSA paclobutrazol. Interaksi antara perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah
dormansi KNO3 juga menunjukkan adanya pengaruh pada minggu ke 8 - 22 MSA.
Secara umum perlakuan paclobutrazol sudah dapat menekan pertumbuhan
vegetatif pada tanaman jeruk Siem Kintamani, namun tidak dapat meningkatkan
jumlah bunga, persentase pembentukan buah (fruitset), dan jumlah buah terbentuk
jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan paclobutrazol, zat pemecah dormansi
KNO3 maupun interaksi keduanya, tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada
persentase terjadinya gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam untuk semua peubah pengamatan pada tanaman
jeruk Siem Kintamania
Analisis Sidik Ragam
Paclobutrazol
KNO3
Paclobutrazol * KNO3
Jumlah Bunga Terbentuk
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
*
tn
tn
12 MSP
*
tn
tn
16 MSP
*
tn
tn
20 MSP
*
tn
tn
22 MSP
*
tn
tn
Pembentukan Buah (Fruitset)
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
tn
tn
tn
12 MSP
tn
tn
tn
16 MSP
tn
tn
tn
20 MSP
tn
tn
tn
22 MSP
tn
tn
tn
Jumlah Buah Terbentuk
4 MSP
tn
tn
tn
8 MSP
*
tn
tn
12 MSP
*
tn
tn
16 MSP
*
tn
tn
20 MSP
*
tn
tn
22 MSP
*
tn
tn
Jumlah Gugur Buah
22 MSP
tn
tn
tn
Peubah
12
Lanjutan Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam untuk semua peubah
Peubah
Analisis Sidik Ragam
Paclobutrazol
KNO3
Paclobutrazol * KNO3
Jumlah Tunas
4 MSP
tn
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
*
Pertambahan Panjang Tunas
4 MSP
tn
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
tn
Jumlah Daun
4 MSP
*
8 MSP
tn
12 MSP
tn
16 MSP
tn
20 MSP
tn
22 MSP
tn
a*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
*
*
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
: berbeda nyata pada taraf 5%; tn : tidak nyata.
Hasil
Jumlah bunga terbentuk
Berakhirnya fase vegetatif yang kemudian diteruskan dengan fase generatif
pada siklus hidup suatu tanaman, ditandai dengan mulai munculnya bunga
(Gambar 2). Inisiasi pembungaan pada tanaman merupakan pengaruh interaksi
antara faktor - faktor lingkungan dan aktivitas hormon dalam tanaman. Faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pembungaan diantaranya: keseimbangan
hara mineral, suhu, intensitas sinar matahari dan fotoperiode (Mursal 2004).
Tanaman jeruk Siem Kintamani yang mendapat perlakuan paclobutrazol
dengan dosis 1.0 dan 1.5 g/tanaman tidak dapat meningkatkan pembungaan
dibandingkan dengan tanaman kontrol (Tabel 3). Perbedaan peningkatan jumlah
bunga yang terbentuk berkaitan dengan aktivitas zat penghambat tumbuh
paclobutazol yang menghambat oksidasi kaurin menjadi asam kaurin, sehingga
biosintesis giberelin menjadi menurun (Wang dan Steffens 1986). Hal tersebut
dikarenakan penurunan biosintesis akan meningkatkan kandungan karbohidrat
pada jaringan kayu (Wang et al. 1987), dan penumpukan inilah yang akan dijadikan
sebagai sumber energi untuk pembentukan bunga pada tanaman.
13
Tabel 3
Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah bunga
terbentuk pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.53
1.63ab
0.5
1.33
1.43a
1.0
1.22
1.25a
1.5
1.64
1.97b
KNO3 b (g/tanaman)
0
1.79
20
1.40
40
1.52
Interaksi
tn
tn
12
16
20
22
1.72ab
1.51a
1.36a
2.01b
1.74ab
1.54ab
1.38a
2.02b
1.83ab
1.59ab
1.39a
2.07b
1.89ab
1.64ab
1.44a
2.09b
1.89
1.49
1.55
tn
1.93
1.52
1.56
tn
1.98
1.58
1.61
tn
2.00
1.61
1.69
tn
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
Gambar 2 Bunga jeruk Siem Kintamani : a) kuncup bunga; b) bunga mekar
Fruit set (%)
Perlakuan paclobutrazol tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
pembentukan buah (fruit set) (Tabel 5). Zat pemecah dormansi (KNO3) tidak
berpengaruh nyata untuk meningkatkan persentase fruit set disebabkan karena
sebelum pengaplikasian zat pemecah dormansi, sebagian tanaman telah berbunga
bahkan ada beberapa tanaman contoh yang sudah menghasilkan pentil buah
(Gambar 3).
Berdasarkan fenologi pembungaan jeruk Siem Kintamani (Tabel 4)
menunjukkan bulan diaplikasikannya zat pemecah dormansi KNO 3 tepat saat fase
pembungaan pada tanaman tersebut. Kondisi itulah yang memungkinkan menjadi
penyebab tidak berpengaruhnya perlakuan zat pemecah dormansi KNO3 untuk
menginduksi pembungaan jeruk Siem Kintamani. Darmawan (2014) juga
menyatakan zat pemecah dormansi (etephon, BAP, dan KNO 3) tidak berpengaruh
14
nyata pada tanaman jeruk keprok, dikarenakan sebelum pengaplikasian zat
pemecah dormansi, sebagian tanaman telah berbunga.
Tabel 4 Fenologi pembentukan bunga dan buah pada tanaman jeruk Siem
Kintamani
Jan Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul Agt Sp Okta Novb Des
Pembungaan
Pembentukan
buah
Panen Raya
a
Bulan aplikasi paclobutrazol; b bulan aplikasi zat pemecah dormansi KNO3.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap persentase fruitset
pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Perlakuan
4
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.63
0.5
1.53
1.0
1.47
1.5
1.97
b
KNO3 (g/tanaman)
0
20
40
Interaksi
tn
8
Umur (MSA)
12
16
20
22
4.38
4.13
3.66
5.91
4.86
4.15
3.91
6.43
4.93
4.65
3.90
6.39
5.01
4.69
4.04
6.39
5.18
4.72
4.04
6.45
4.74
4.07
4.74
tn
5.34
4.38
4.75
tn
5.54
4.52
4.84
tn
5.55
4.70
4.93
tn
5.57
4.76
4.96
tn
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
Gambar 3 Pentil buah jeruk Siem Kintamani
15
Jumlah buah terbentuk
Pembentukan buah adalah salah satu bagian dari fase generatif, dimana
pembentukan buah diawali dengan munculnya bunga pada fase awal generatif,
kemudian diikuti dengan fruit set dan terbentuklah buah. Total buah terbentuk
dihitung dari minggu pertama munculnya buah hingga akhir pengamatan yaitu
minggu ke-22. Perlakuan paclobutrazol tidak dapat meningkatkan pembentukan
buah dibandingkan kontrol (Tabel 6).
Tanaman kontrol memiliki 2 cabang tersier, 4 cabang sekunder, dan 17
cabang tersier. Buah pada pohon terdapat pada cabang sekunder, sehingga dapat
diperkirakan pada tanaman kontrol terdapat ± 189 buah per pohonnya. Tanaman
jeruk yang mendapat perlakuan paclobutrazol dan KNO3 memiliki 2 cabang primer,
6 cabang sekunder, dan 12 cabang tersier, sehingga dapat diperkirakan pada
tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol dapat menghasilkan ± 199 buah
per pohonnya.
Total buah yang terbentuk tidak setara dengan total bunga terbentuk. Hal
tersebut dikarenakan terjadinya gugur buah yang disebabkan oleh faktor lingkungan
seperti hujan, penyakit ataupun yang disebabkan oleh hama lalat buah. Hal ini
sesuai pendapat Efendi (1994) yang menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi
sangat mempengaruhi tanaman dalam proses pembungaan dan pembuahan pada
tanaman mangga.
Perlakuan zat pemecah dormansi tidak memberikan pengaruh nyata dalam
meningkatkan jumlah bunga dan buah total yang terbentuk. Hal ini disebabkan
karena sebelum pengaplikasian zat pemecah dormansi, sebagian tanaman telah
berbunga sehingga aplikasi zat pemecah dormansi tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah bunga dan buah total yang terbentuk.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 total buah terbentuk pada
lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamania
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
0.86
1.39ab
0.5
0.95
1.36ab
1.0
0.94
1.19a
1.5
1.06
1.64b
b
KNO3 (g/tanaman)
0
1.49
20
1.34
40
1.35
Interaksi
tn
tn
a
12
16
20
22
1.46ab
1.38ab
1.22a
1.73b
1.46ab
1.39ab
1.24a
1.73b
1.49ab
1.42ab
1.24a
1.74b
1.49ab
1.42ab
1.24a
1.74b
1.56
1.38
1.40
tn
1.56
1.40
1.41
tn
1.56
1.44
1.41
tn
1.56
1.44
1.41
tn
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; data dalam tabel sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus √� + .5.
16
Gugur buah (%)
Gugur buah pada tanaman jeruk siem terjadi dikarenakan faktor internal dan
eksternal. Faktor internal seperti misalnya kandungan nutrisi yang kurang pada
tanaman, sehingga buah rapuh dan mudah rontok. Faktor eksternal juga menjadi
penyebab terjadinya gugur buah, seperti adanya serangan lalat buah pada buah jeruk
yang berukuran besar dan siap akan dipanen, ataupun dikarenakan faktor angin dan
hujan yang menyebabkan buah-buah kecil rontok.
Gugur buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani tidak dapat ditekan dengan
perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi KNO 3 (Tabel 7). Punnachit et
al. (1992) menyatakan pada durian cv Cha-nee menunjukkan perlakuan KNO3
dengan dosis tinggi (300 g per 20 L) mampu merusak lapisan penutup tunas daun
dalam waktu tiga hari dan mencegah flush daun selam 14 hari yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kerontokan buah dan peningkatan jumlah buah, dimana buah
yang dapat dipanen 2 kali lipat lebih banyak daripada tanaman kontrol.
Perlakuan paclobutrazol maupun perlakuan zat pemecah dormansi KNO 3
tidak mampu menekan persentase rata-rata jumlah buah yang gugur pada lima
cabang tersier yang dijadikan sampel (Lampiran 2). Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor lingkungan seperti curah hujan yang dapat membuat calon buah jeruk
rontok, selain itu hembusan angin yang cukup kencang membuat calon buah
maupun buah yang sudah cukup besar rontok, dan adanya serangan hama lalat buah,
yang menghisap buah jeruk sehingga buah jeruk menguning dan jatuh.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukayah et al. (1996) yang menyatakan
bahwa terjadinya gugur buah tidak hanya dikarenakan faktor genetis atau fisiologi
tanaman, namun juga dikarenakan faktor lingkungan seperti curah hujan yang
tinggi, angin, dan adanya serangan hama penyakit.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap persentase gugur
buah pada lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamani pada umur
22 MSAa
Perlakuan
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
0.5
1.0
1.5
b
KNO3 (g/tanaman)
0
20
40
Interaksi
a
Persentase gugur buah (%)
34.46
30.91
29.19
39.12
37.69
29.75
27.09
tn
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol.
17
Jumlah tunas
Munculnya tunas pada cabang tersier tanaman merupakan salah satu
indikasi suatu tanaman dalam fase pertumbuhan secara vegetatif. Jumlah tunas yang
diukur adalah tunas yang muncul pada lima cabang tersier yang digunakan sebagai
sampel.
Perlakuan Paclobutrazol secara nyata dapat menekan jumlah tunas per cabang
dibandingkan dengan kontrol pada 22 MSA. Persentase peningkatan jumlah tunas
dari 8 MSA ke 22 MSA pada perlakuan kontrol menunjukkan pertambahan jumlah
yang paling tinggi yaitu sebesar 25.35%, jika dibandingkan perlakuan paclobutrazol
1.0 dan 1.5 g/tanaman (Tabel 8). Tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol
1.0 g per tanaman memiliki persentase penambahan jumlah tunas yang rendah yaitu
sebesar 13.02% dibandingkan perlakuan kontrol. Hal tersebut dikarenakan
paclobutrazol merupakan salah satu jenis zat penghambat tumbuh yang dapat
menghambat biosintesis giberelin pada tanaman.
Perlakuan paclobutrazol 0.5 g per tanaman tidak mampu menekan persentase
jumlah tunas jika dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Berbeda halnya
dengan perlakuan paclobutrazol 1.0 dan 1.5 g/tanaman yang mampu menurunkan
persentase jumlah tunas hingga 17.11% dan 14.8% jika dibandingkan dengan
kontrol.
Tabel 8 Pengaruh perlakuan Paclobutrazol dan KNO3 terhadap jumlah tunas pada
lima cabang contoh tanaman jeruk Siem Kintamani a
Umur (MSA)
Perlakuan
4
8
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
2.93
3.59
0.5
3.27
3.63
1.0
2.61
3.27
1.5
2.88
3.31
b
KNO3 (g/tanaman)
0
3.47
20
3.44
40
3.43
Interaksi
tn
*
12
16
20
22
3.9
3.84
3.43
3.52
3.95
4.03
3.47
3.69
4.19
4.18
3.67
3.78
4.50b
4.22ab
3.73a
3.83a
3.67
3.73
3.62
*
3.79
3.86
3.71
*
3.92
4.05
3.90
*
4.02
4.13
4.07
*
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). bAplikasi KNO3 dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol.
Interaksi perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi KNO 3 pada
22 MSA yang memberikan efek penekanan jumlah tunas yang paling tinggi adalah
perlakuan dengan paclobutrazol 1.0 g/tanaman dengan zat pemecah dormansi
40 g/tanaman dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 9). Interaksi
perlakuan paclobutrazol 1.5 g/tanaman dengan zat pemecah dormansi KNO3
20 g/tanaman dan interaksi perlakuan paclobutrazol 1.0 g/tanaman dengan zat
pemecah dormansi 0 g/tanaman juga mampu menekan pertambahan jumlah tunas
yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kontrol.
18
Tanaman kontrol memiliki dua cabang primer, 4 cabang sekunder dan 13
cabang tersier, sehingga diperkirakan jumlah tunas yang tumbuh pada cabang
tersier sekitar 292 tunas baik vegetatif maupun tunas generatif pada satu tanaman
kontrol. Tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol diperkirakan
menghasilkan rata-rata 274 tunas pada cabang tersier pada satu pohon.
Giberelin merupakan suatu zat pengatur tumbuh yang dapat menginduksi
pertumbuhan vegetatif tanaman dengan cara merangsang pembelahan sel,
pertumbuhan dan pembesaran sel, serta menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi
(Yurzak 2003). Giberelin juga dapat memacu pertumbuhan dan pembesaran sel
karena hormon ini mengakibatkan hidrolisis pati, fruktan dan fruktosa menjadi
glukosa dan fruktosa (Davies 1995).
Prawiranata et al. (1992) menyatakan bahwa penghambatan terhadap
biosintesis giberelin akan merangsang biosintesis hormon lainnya seperti asam
absisi (ABA), dimana ABA merupakan hormon tumbuhan yang berpengaruh secara
fisiologis yaitu menyebabkan tunas menjadi dorman sehingga pertumbuhan
vegetatif menjadi terhambat, yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya jumlah
tunas vegetatif yang dihasilkan dan tunas berukuran lebih pendek dibandingkan
kontrol. Davies (1995) mengemukakan bahwa kan