Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi BAP

INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT PEMECAH
DORMANSI BAP

MADE RAMALAKSANA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pembungaan
Jeruk Siem Kintamani dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi BAP
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Made Ramalaksana
NIM A24110133

ABSTRAK
MADE RAMALAKSANA. Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani dengan
Paclobutrazol dan BAP. Dibimbing oleh DARDA EFENDI dan KETTY SUKETI.
Jeruk Siem Kintamani merupakan komoditas hortikultura unggulan Provinsi
Bali. Permasalahan yang dihadapi petani jeruk Siem Kintamani adalah produksi buah
yang tidak merata sepanjang tahun. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
efektivitas paclobutrazol dan zat pemecah dormansi BAP dalam menginduksi
pembungaan jeruk Siem Kintamani (Citrus reticulata Blanco). Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 hingga Maret 2015 di Desa Mangguh,
Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor
pertama adalah aplikasi paclobutrazol yang terdiri atas 4 taraf, yaitu 0, 0.5, 1.0, dan
1.5 g/tanaman. Faktor kedua adalah aplikasi BAP yang terdiri atas 3 taraf, yaitu 0,
100, dan 200 ppm/tanaman. Paclobutrazol dapat menekan jumlah tunas, pertambahan

panjang tunas yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah bunga terbentuk.
Paclobutrazol 0.5 g/tanaman meningkatkan jumlah bunga terbentuk tanaman jeruk
Siem Kintamani. BAP 200 ppm dapat meningkatkan jumlah tunas dan tidak dapat
meningkatkan pembungaan tanaman jeruk Siem Kintamani. Paclobutrazol
1.5 g/tanaman dan BAP 200 ppm/tanaman dapat meningkatkan jumlah tunas yang
dihasilkan.
Kata kunci: BAP, efektivitas, paclobutrazol, pembungaan di luar musim.
ABSTRACT
MADE RAMALAKSANA. Flowering Induction of Siem Kintamani Citrus with
Paclobutrazol and BAP. Supervised by DARDA EFENDI and KETTY SUKETI.
Siem Kintamani is one of superior citrus commodities in Bali. The problem that
faced by Siem Kintamani farmer’s is production of fruit is not distributed throughout
a year. The purposes of this research was to study the effectiveness of paclobutrazol
and dormancy-breaking substance BAP to induce flowering of Siem Kintamani
(Citrus reticulata Blanco). The research was conducted at Siem Kintamani farmer’s
in Mangguh Village, Bangli Regency, Bali in October 2014 to March 2015. The
research was arranged as factorial randomized block design with 2 factors and
4 replications. The first factor is paclobutrazol aplication consists of 4 levels; 0, 0.5,
1.0, and 1.5 g/plant. Second factor is BAP aplication consists of 3 levels; 0, 100, and
200 ppm/plant. The result showed that the paclobutrazol effected to decrease the total

of the shoots produced, shoot length, and increase the total of flowers. Paclobutrazol
0.5 g/plant increase total flowers production from Siem Kintamani plant. BAP
200 ppm increase the total shoots and not influence the flowering of Siem Kintamani
plant. Combination treatment of paclobutrazol 1.5 g/plant and BAP 200 ppm/plant
can increase the total of shoots production.
Keywords: BAP, effectiveness, off-season flowering, paclobutrazol.

INDUKSI PEMBUNGAAN JERUK SIEM KINTAMANI
DENGAN PACLOBUTRAZOL DAN ZAT PEMECAH
DORMANSI BAP

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul
Nama
NIM

: Induksi Pembungaan Jeruk Siem Kintamani dengan Paclobutrazol dan
Zat Pemecah Dormansi BAP
: Made Ramalaksana
: A24110133

Disetujui oleh

Dr Ir Darda Efendi, MSi
Dosen Pembimbing 1

Dr Ir Ketty Suketi, MSi
Dosen Pembimbing 2


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul "Induksi
Pembungaan Jeruk Siem Kintamani dengan Paclobutrazol dan Zat Pemecah
Dormansi BAP" dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dan skripsi ini
dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pada program di strata satu Agronomi dan Hortikultura IPB serta
untuk memenuhi pengetahuan penulis mengenai aplikasi paclobutrazol dan zat
pemecah dormansi yang efektif untuk induksi pembungaan pada jeruk.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Darda Efendi, MSi dan Dr Ir
Ketty Suketi, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pedoman
dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Selain itu, ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada I Wayan Gede Suyatartha dan Ni Ketut Resti

sebagai orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material, Bapak I
Wayan Slamet sebagai selaku pemilik kebun jeruk dimana penelitian ini
dilaksanakan, Bapak Wira dan Bapak Kerti selaku pekerja yang membantu
jalannya penelitian. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis ucapkan untuk
teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 dan teman-teman Kesatuan
Mahasiswa Hindu Dharma serta PKHT yang telah membantu dalam memberi
dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas
pembiayaan penelitian ini dalam program Hibah Penelitian Program
Pengembangan Ipteks dengan no kontrak 081/SP2H/PL/Dit. Litabnas/VI/2014
tanggal 10 Juni 2014 yang diketuai oleh Dr Ir Ketty Suketi, MSi. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Made Ramalaksana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Jeruk
Agroklimat Jeruk
Fisiologi Pembungaan Jeruk
Fenologi Pembungaan Jeruk
Paclobutrazol
Zat Pemecah Dormansi BAP
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan Percobaan
Perlakuan Penelitian
Pengamatan
Pertumbuhan Vegetatif
Pertumbuhan Generatif
HASIL DAN PEMBAHASAN

Fase Generatif
Fase Vegetatif
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
4

4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
8
8
8
12
15
15
16
16
18
22


DAFTAR TABEL
1 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah bunga pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk
2 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap persentase fruit set pada 5
cabang tersier tanaman jeruk
3 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah buah pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk
4 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap persentase gugur buah pada
5 cabang tersier tanaman jeruk
5 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah tunas pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk
6 Interaksi paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah tunas pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk minggu ke-20
7 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap panjang tunas pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk
8 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah daun pada 5 cabang
tersier tanaman jeruk

9

10
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kegiatan penelitian
Data curah hujan Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli tahun 2014
Data hari hujan Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli tahun 2014
Layout penelitian

18
19
20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah merupakan bahan pangan yang memiliki nutrisi penting untuk tubuh.
Semakin hari semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya kandungan
nutrisi dalam buah. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi buah
tersebut meningkatkan kebutuhan buah jeruk di Indonesia. Produksi jeruk
nasional tahun 2013 sebesar 1 548 401 ton (BPS 2014a) belum dapat mencukupi
kebutuhan jeruk di indonesia, hal ini dibuktikan dengan volume impor buah jeruk
yang mencapai 2 594 825 ton pada Desember 2013 (BPS 2014b). Volume impor
tersebut dapat dikatakan masih tinggi, oleh sebab itu Indonesia perlu
meningkatkan produksi jeruk segar.
Buah jeruk Siem Kintamani terkenal secara luas memiliki rasa yang khas,
berkulit tipis, manis dengan sedikit asam serta memiliki kandungan vitamin C
yang berguna bagi kesehatan. Tanaman jeruk Siem Kintamani merupakan salah
satu tanaman hortikultura yang menjadi komoditas unggulan di Bali. Budidaya
jeruk Siem Kintamani sudah lama dilakukan di Provinsi Bali. Sentra tanaman
jeruk Siem Kintamani Provinsi Bali berada di wilayah Kabupaten Bangli (Suryana
et al. 2005).
Pemenuhan kebutuhan jeruk Kintamani masih sulit, hal ini disebabkan
oleh panen yang tidak merata (musiman). Bulan September hingga Oktober
merupakan perkembangan fase vegetatif tanaman jeruk Valencia (Stuckens et al.
2011). Secara alami jeruk Siem Kintamani berbunga antara bulan November
hingga Desember. Delapan hingga sembilan bulan setelah berbunga jeruk dapat
dipanen, antara bulan Juli hingga Agustus yang merupakan puncak panen jeruk
Siem Kintamani. Sesuai fenologi alami jeruk Siem Kintamani pada bulan
Desember hingga Juli terjadi kelangkaan produksi buah jeruk di Bali
(Purnamasari 2010). Musim panen jeruk Siem Kintamani yang tidak sepanjang
tahun tersebut sangat merugikan karena menyebabkan lonjakan harga pada saat
buah sedikit dan turun harga pada saat buah banyak. Permasalahan tersebut dapat
diatasi salah satunya dengan cara mengatur pola produksi jeruk Siem Kintamani.
Pengaturan pembungaan di luar musim dapat memperpanjang atau
memperpendek masa berbuah sehingga tidak terjadi fluktuasi produksi yang
terlalu signifikan. Menurut Bernier et al. (1985) induksi pembungaan dapat
dilakukan dengan perlakuan stres air, kontrol nutrisi, waktu pencahayaan, dan
suhu rendah. Menurut Poerwanto dan Inoue (1990) induksi pembungaan tanaman
dapat dilakukan dengan menurunkan kadar giberelin endogenus pada tanaman
jeruk Satsuma Mandarin. Menurut Davies dan Albrigo (1994) asam giberelin
mencegah induksi pembungaan pada jeruk selama masa pembungaan.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa kimia yang diproduksi secara
sintetik yang berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan pertumbuhan tanaman.
Retardan merupakan kelompok ZPT yang merupakan anti giberelin, yang sering
disebut sebagai penghambat tumbuh (Cathey 1975). Paclobutrazol merupakan
ZPT dari kelompok retardan yang sering digunakan untuk menginduksi
pembungaan pada tanaman mangga (Upretti et al. 2013). Paclobutrazol
merupakan kelompok retardan yang sering digunakan untuk menghambat
biosintesis hormon giberelin. Penelitian yang dilakukan oleh Poerwanto dan Inoue

2
(1990) membuktikan bahwa aktivitas giberelin pada ranting-ranting jeruk Satsuma
Mandarin yang diberikan perlakuan paclobutrazol lebih rendah dibanding dengan
ranting yang tidak diberi perlakuan.
Aplikasi paclobutrazol dapat meningkatkan kandungan karbohidrat dalam
jaringan kayu pada tanaman apel. Kandungan karbohidrat ini digunakan tanaman
untuk menginduksi pembungaan. Namun penggunaan paclobutrazol menyebabkan
meningkatnya biosintesis asam absisat (ABA). Peningkatan asam absisat (ABA)
menyebabkan dormansi tunas. Dormansi tunas dapat dipecahkan dengan aplikasi
zat pemecah dormansi (Steffen et al. 1985). BAP (6-benzyl amino purin)
merupakan salah satu zat pemecah dormansi yang dapat digunakan. BAP
merupakan golongan sitokinin, turunan dari adenin yang dapat mendorong
pembelahan sel, mendorong pertumbuhan tunas aksilar dan lateral, pemecahan
dormansi tunas. Penggunaan BAP (6-benzyl amino purin) dapat menaikkan
jumlah tunas bunga hingga 162.9% dengan konsentrasi 100 ppm pada tanaman
jeruk (Citrus reticulata) (Mulyani 1996). Penelitian ini dilakukan untuk
menginduksi pembungaan jeruk Siem Kintamani dengan aplikasi paclobutrazol
dan zat pemecah dormansi BAP.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dosis optimal paclobutrazol dan
BAP yang diperlukan untuk induksi pembungaan pada jeruk Siem Kintamani di
luar masa pembungaan.
Hipotesis
1.
2.
3.

Aplikasi paclobutrazol dapat menginduksi bunga tanaman jeruk Siem
Kintamani.
Aplikasi BAP dapat memecah dormansi tunas bunga yang muncul.
Terdapat kombinasi dosis paclobutrazol dan BAP yang optimum untuk
induksi pembungaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Jeruk
Jeruk memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pohon kecil, daun muda bersudut,
silindris dengan duri tunggal pada ketiak daun. Dahan yang lebih tua biasanya
tidak berduri. Daun tunggal, tangkai daun bersayap, bunga tunggal terletak pada
ketiak daun pada tandan pendek, ovari biasanya 10 sampai 14 bagian. Buah
merupakan jenis beri yang spesial, disebut hesperidium, dipenuhi pulp vesicles
berbentuk duri (kantong juice) yang ditutupi oleh jaringan yang bersifat seperti
spons yang merupakan jaringan bunga karang berwarna putih (albedo) serta
selembar kulit dengan banyak kelenjar minyak (flavedo), yang berubah kuning
atau jingga sewaktu matang. Biji berisi satu atau lebih embrio (poliembrio)
(Harjadi 1989). Terdapat 3 varietas jeruk siam unggulan yang ada di Indonesia,
yaitu Siam Madu, Siam Kintamani, Siam Gunung Omeh (Balitjestro 2012).

3

Agroklimat Jeruk
Iklim, tanah, dan air merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan jeruk. Di daerah ekuator jeruk dapat ditanam dari
permukaan laut sampai ke ketinggian 2 000 mdpl pada ketinggian tersebut suhu
10 oC lebih rendah dari permukaan laut, yaitu sekitar 17 oC. Rata - rata suhu
malam dan suhu siang sangat penting pada tanaman jeruk karena mempengaruhi
rasa buah dan warna kulit (Harjadi 1989).
Kecamatan Kintamani memiliki topografi bergelombang hingga berbukit
dengan tingkat kemiringan lahan berkisar antara 0-60%. Kecamatan ini terletak
pada ketinggian 900-1 550 mdpl. Tahun 2008-2010, curah hujan pada kecamatan
ini berkisar antara 1 227.50-2 896.00 mm/tahun. Pada tahun 2011 bulan basah
terjadi pada bulan Desember hingga bulan Mei, sedangkan bulan kering terjadi
pada bulan Juni hingga Oktober. Kecamatan ini memiliki suhu berkisar pada
15-25 oC, dengan kelembaban 80-99% (Nampa 2011).
Fisiologi Pembungaan Jeruk
Inisiasi pembungaan merupakan proses yang penting dalam siklus hidup
suatu tanaman, terjadi proses perkembangan dari proses-proses vegetatif menjadi
reproduktif. Tanaman akan siap berbunga setelah mencapai tingkat kematangan
tertentu yang disebut ripe to flower. Kondisi ripe to flower tidak terjadi secara
spontan menghasilkan inisiasi primordia bunga. Kondisi tersebut harus diikuti
oleh kondisi lingkungan tertentu. Faktor lingkungan utama yang dapat
mengendalikan pembungaan adalah air, cahaya, suhu, nutrisi. Inisiasi
pembungaan diatur oleh keseimbangan karbohidrat-nitrogen (C/N ratio) pada
tanaman. Kelebihan suplai zat makanan (karbohidrat) dalam tubuh tanaman
merangsang terjadinya pembungaan (Bernier et al. 1985).
Menurut Ryugo (1990) pada prinsipnya terdapat 3 konsep penting dalam
induksi pembungaan yaitu terdapat hormon pembungaan (florigen), terdapat
keseimbangan antara karbohidrat dan nitrogen pada tanaman yang dikenal dengan
istilah C/N ratio, perubahan biokimia dalam apeks yang mengalihkan asimilat ke
apeks tunas sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan dari tunas vegetatif
menjadi tunas generatif. Menurut Weaver (1972) aktivitas metabolisme pada
tanaman dipengaruhi oleh hormon endogen. Hormon tersebut tidak dapat bekerja
sendiri dalam mempengaruhi setiap proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Hormon tersebut adalah hormon giberelin dan sitokinin.
Poerwanto dan Inoe (1990) membuktikan pembungaan tanaman jeruk
Satsuma Mandarin menghendaki adanya penurunan aktivitas giberelin. Perlakuan
suhu rendah pada jeruk Satsuma Mandarin, menurunkan aktivitas giberelin
endogenus dan menginduksi pembungaan. Menurut Lizawati (2008) zat-zat
penghambat pertumbuhan seperti paclobutrazol, daminozide, cycocel dan
morphactin dapat menurunkan aktivitas giberelin dan merangsang pembungaan
namun tidak memacu perkembangan dan pemunculan bunga pada tanaman buah
tropika. Sitokinin merupakan hormon yang berperan dalam proses pembungaan
selain giberelin. Menurut Belding dan Young (1989) pada tanaman apel sitokinin
pada jaringan xilem paling tinggi terjadi pada tanaman sedang berbunga dan
konsentrasi tersebut akan menurun pada saat pertumbuhan pucuk dan daun.

4
Penelitian tersebut menunjukkan hormon sitokinin dapat menggantikan zat pada
daun yang menginduksi pembungaan.
Fenologi Pembungaan Jeruk
Fenologi pembungaan merupakan proses perkembangan tanaman jeruk
dari tanaman berbunga hingga dapat dipanen. Tahap perkembangan tersebut
melewati beberapa proses. Proses perkembangan melalui tahap perkembangan
vegetatif tanaman, pembungaan tanaman, fruit set (pembentukan buah),
perkembangan buah, dan masa panen (Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996).
Secara alami jeruk Siem Kintamani mulai berbunga pada bulan November hingga
Desember yang disebabkan oleh cekaman kekeringan pada bulan Juli hingga
Oktober. Hujan pada bulan November menyebabkan tanaman jeruk berbunga
(Purnamasari 2010). Dua sampai tiga minggu setelah bunga muncul, bunga akan
mengalami mekar sepenuhnya. Bila terjadi penyerbukan tanaman akan
membentuk pentil buah 2 minggu setelah terjadi polinasi (Sarwono 1988). Tujuh
hingga delapan bulan setelah pentil terbentuk buah dapat dipanen, pada jeruk
Siem Kintamani bulan Juli hingga Agustus merupakan bulan panen. Fenologi
tersebut sangat tergantung oleh keadaan cuaca dan iklim setempat sehingga
fenologi jeruk Siem Kintamani dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan cuaca
dan iklim (Purnamasari 2010). Fenologi diatas sejalan dengan penelitian Stuckens
et al. (2011) mengenai fenologi pada jeruk Valencia yang dilakukan di Afrika
Selatan menunjukkan pada bulan September hingga Oktober merupakan fase
pertumbuhan daun (vegetatif). Bulan September merupakan masa berbunga
(anthesis). Bulan November merupakan bulan terjadinya fruit set , perkembangan
buah dimulai dari bulan Desember hingga Maret. Bulan Mei hingga Juni
merupakan proses perubahan warna buah jeruk Valencia hingga siap panen pada
bulan Juli hingga Agustus.
Paclobutrazol
Paclobutrazol merupakan zat penghambat tumbuh yang sering digunakan
untuk menginduksi pembungaan pada tanaman buah. Paclobutrazol dapat diserap
tanaman melalui daun, jaringan batang atau akar yang akan diangkut melalui
xylem menuju titik tumbuh (Goldschmidt dan Monselise 1972). Paclobutrazol
bekerja dengan cara menghambat produksi hormon giberelin. Giberelin berfungsi
sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan vegetatif. Aplikasi giberelin dapat
memicu pembelahan dan pemanjangan sel pada tanaman. Pada keadaan hormon
giberelin yang nomal, hasil fotosintat akan digunakan untuk proses pertumbuhan
vegetatif. Perlakuan paclobutrazol akan menyebabkan terhambatnya biosintesis
giberelin sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi terhambat (Weaver 1972).
Perlakuan paclobutrazol dengan dosis 0.75 g/tanaman menyebabkan
penghambatan pertambahan panjang tunas dan penurunan intensitas trubus
berturut-turut hingga 45% dan 49% pada durian (Wahyuni 2005). Hasil fotosintat
yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif akan dialihkan tanaman pada pucuk
atau tunas tanaman, sehingga kandungan karbohidrat pada pucuk/tunas tanaman
meningkat dan karbohidrat tersebut yang akan digunakan untuk pembungaan
(Darmawan et al. 2014).

5
Voon et al. (1992) menyatakan selain menghambat pertumbuhan vegetatif
paclobutrazol juga mendorong pembungaan pada beberapa pohon buah-buahan
tropis. Perlakuan paclobutrazol dengan dosis 2 g/tanaman mampu meningkatkan
pembungaan tanaman manggis (Rai et al. 2004) dan jeruk keprok (Darmawan et
al. 2014) berturut-turut hingga 212%, 196% dibandingkan kontrol. Semakin besar
dosis zat penghambat tumbuh paclobutrazol yang diberikan pada tanaman jeruk
siem (Citrus reticulata Blanco) maka induksi pembungaan akan semakin kuat.
Perlakuan paclobutrazol dapat menginduksi pembungaan namun secara tidak
langsung juga meningkatkan biosintesis asam absisat (ABA) yang menyebabkan
terjadinya dormansi tunas, perlakuan paclobutrazol perlu dikombinasikan dengan
aplikasi zat pemecah dormansi (Syahbudin 1999).
Zat Pemecah Dormansi BAP
BAP (6-benzil amino purin) merupakan turunan dari adenin yang
aktivitasnya tinggi dalam mendorong pembelahan sel. BAP mempunyai struktur
yang serupa dengan kinetin dan merupakan salah satu jenis kinetin sintetik.
Sitokinin mempengaruhi proses fisiologis di dalam tanaman. Aktivitas yang
utama adalah mendorong pembelahan sel, perkembangan embrio, memperlambat
senesens pada daun, buah dan organ lainnya, serta memecah dormansi (Weaver
1972).
Menurut Bernier et al. (1985) selama pecah tunas, terjadi perubahanperubahan dalam tunas, yaitu peningkatan kandungan sitokinin, asam nukleat,
protein, poliamin, respirasi, produksi etilen dan sebagainya. Chandraparnik et al.
(1992) membuktikan total kandungan sitokinin meningkat dalam xylem 30 hari
sebelum pembentukan tunas bunga dan maksimal selama pembentukan bunga dan
bunga mekar pada tanaman durian. Kandungan sitokinin berkorelasi positif
dengan pembentukan bunga. Sitokinin berfungsi mendorong pemecahan tunas
bunga yang mengalami dormansi. Sostenes (1996) membuktikan bahwa
pemberian zat pemecah dormansi BAP dengan dosis 100 ppm yang diaplikasikan
tiga bulan setelah pemberian paclobutrazol pada tanaman jeruk (Citrus reticulata)
berpengaruh dalam meningkatkan jumlah tunas bunga, panjang tunas tanaman,
dan jumlah daun dewasa dibandingkan dengan kontrol.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kebun jeruk warga di Desa Mangguh,
Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali pada bulan Oktober 2014 sampai
dengan Maret 2015 rincian kegiatan penelitian dicantumkan pada lampiran 1.
Kebun ini memiliki luasan 2 000 m 2 memiliki ketinggian 1 475 mdpl dengan
curah hujan rata-rata bulanan tahun 2014 sebesar 136.42 mm (Lampiran 2) dan
suhunya berkisar antara 15-30 oC.

6
Bahan dan Alat
Jeruk yang digunakan merupakan jeruk Siem Kintamani yang terdapat di
kebun warga di Desa Mangguh, Kabupaten Bangli, Bali. Tanaman yang dipilih
dilihat dari pertumbuhan vegetatif, tinggi pohon 2.5-3.5 m dan memiliki umur
5 tahun. Rata-rata cabang primer tanaman tersebut adalah 2 cabang, rata-rata
cabang sekunder 4.7 cabang, rata-rata cabang tersier 12.6 cabang dan rata-rata
jumlah buah dalam 1 tanaman adalah 156 buah. Populasi tanaman jeruk Siem
Kintamani pada kebun percobaan ± 300 tanaman, dengan jarak tanam 2.3 x 2.7 m.
Sistem penanaman yang dilakukan menggunakan sistem monokultur. Sistem
irigasi yang digunakan pada kebun ini adalah sistem irigasi tadah hujan. Produksi
rata-rata jeruk di Desa Mangguh  331.11 ton/tahun dengan populasi pohon
 18 121 pohon. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah paclobutrazol dan
BAP (6-benzyl amino purin) dengan beberapa konsentrasi. Bahan dan alat yang
digunakan adalah larutan perekat, alat pengukur, gembor, ember, hand sprayer.
Metode Pelaksanaan
Percobaan dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) factorial. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-7 data diolah dengan
menggunakan RKLT factorial dengan 1 faktor, yaitu perlakuan zat penghambat
tumbuh paclobutrazol sebagai faktor tunggal. Pada minggu ke-8 hingga minggu
ke-22 data diolah dengan menggunakan RKLT factorial dengan 2 faktor, yaitu
perlakuan zat penghambat tumbuh paclobutrazol sebagai faktor pertama dan zat
pemecah dormansi BAP sebagai faktor kedua. Aplikasi paclobutrazol terdiri atas:
kontrol (P1), 0.5 g/tanaman (P2), 1 g/tanaman (P3), 1.5 g/tanaman (P4). Aplikasi
zat pemecah dormansi BAP terdiri atas: kontrol (B1), 100 ppm/tanaman (B2),
200 ppm/tanaman (B3). Perlakuan zat pemecah dormansi dilakukan 45 hari
setelah aplikasi (HSA) paclobutrazol. Perlakuan diulang sebanyak 4 kali dengan
1 tanaman tiap satuan percobaan sehingga terdapat 48 satuan percobaan.
Persiapan lahan dilakukan untuk memetakan tanaman yang digunakan sesuai
dengan layout percobaan (Lampiran 4). Pengamatan organ vegetatif dilakukan
sebelum aplikasi paclobutrazol. Paclobutrazol diaplikasikan pada tanah sebanyak
satu kali sesuai dosis yang ditentukan. Aplikasi zat pemecah dormansi dilakukan
45 hari setelah aplikasi (HSA) setelah aplikasi paclobutrazol dengan
penyemprotan pada tajuk tanaman.
Model matematika RKLT factorial 2 faktor yang digunakan sebagai analisis
statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + ρk + αi+βj+ (αβ)ij+εijk
: Nilai pengamatan pada faktor induksi dosis paclobutrazol taraf ke-i,
faktor BAP taraf ke-j dan ulangan ke-k
μ
: Rataan umum
ρk
: Pengaruh blok ke-k
αi
: Pengaruh faktor induksi paclobutrazol ke-i
βj
: Pengaruh faktor BAP ke-j
(αβ)ij : Komponen interaksi dari faktor induksi paclobutrazol ke-i, faktor BAP
ke-j, ulangan ke-k
Yijk

7
Data yang diperoleh diuji dengan uji Annova, hasil yang menunjukkan
berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5% dengan menggunakan software SAS 9.1.
Pelaksanaan Percobaan
Tanaman dipilih sebanyak 48 tanaman yang seragam berdasarkan umur
tanaman, tinggi tanaman, ukuran tajuk, dan kondisi tanaman. Setiap perlakuan
diberikan label sesuai dengan jenis perlakuan. Setiap tanaman contoh dipilih
5 cabang tersier yang diamati pertumbuhan tunas vegetatif dan generatif.
Pemilihan cabang tersier dilakukan dengan acak, cabang tersier yang dipilih
merupakan cabang yang sehat (tidak terserang penyakit).
Pemupukan awal dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang ayam
dengan dosis 25 kg/pohon yang diberikan sebelum perlakuan dimulai.
Pemangkasan (pruning) dilakukan sebelum perlakuan dimulai (setelah panen
berlangsung), hal ini dilakukan bertujuan untuk menghilangkan cabang-cabang
yang kering dan terserang oleh hama dan penyakit. Pengendalian gulma pada
areal bawah tajuk pohon juga dilakukan secara manual dengan alat pemotong dan
kimiawi dengan aplikasi Roundup.
Perlakuan Penelitian
Aplikasi paclobutrazol dilakukan pada minggu ke-4 setelah panen
berlangsung (5 Oktober 2014), paclobutrazol dengan dosis 0, 0.5, 1.0, dan
1.5 g/pohon dilarutkan dalam 1 l air, aplikasi paclobutrazol dilakukan sebanyak
satu kali dengan cara disiramkan ke tanah dekat dengan batang utama tanaman
(dikocor). Perlakuan kedua yaitu aplikasi zat pemecah dormansi BAP, dimana
BAP diaplikasikan 45 hari setelah aplikasi paclobutrazol (21 November 2014),
BAP diaplikasikan sebanyak 1 kali dengan cara mencampurkan 0, 100 dan 200
ppm/pohon kedalam 1 l air, kemudian disemprotkan ke seluruh bagian tajuk
tanaman hingga tanaman benar-benar basah.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan seminggu sekali sejak perlakuan paclobutrazol.
Pengamatan yang dilakukan dengan mengambil 5 sampel cabang tersier dalam
satu pohon untuk diamati pertumbuhan vegetatif dan generatifnya. Peubah yang
diamati diantaranya:
Pertumbuhan Vegetatif
1. Jumlah tunas per cabang sampel
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan keluar bakal daun diamati
setiap minggu.
2. Panjang tunas (cm)
Pengamatan diukur dari pangkal tunas sampai pada titik tumbuh tunas terminal
dan diamati setiap minggu.
3. Jumlah daun per tunas
Pengamatan dilakukan setelah tunas pecah dan diamati setiap minggu.

8
Pertumbuhan Generatif
1. Jumlah bunga
Jumlah bunga adalah jumlah bunga yang muncul pada cabang sampel yang
diamati, dilakukan setiap minggu setelah aplikasi paclobutrazol.
2. Jumlah buah terbentuk
Jumlah buah terbentuk adalah jumlah buah yang terbentuk pada cabang sampel
yang diamati, dilakukan setiap minggu setelah aplikasi paclobutrazol.
3. Persentase Fruit set
Fruit set diamati setelah bunga mekar, dihitung dengan rumus :
J
B
B
Ter e
Fruit set (%) = J

%
T
B
Ter e

4. Gugur Buah
Gugur Buah diamati pada minggu ke-22 (minggu terakhir setelah aplikasi
paclobutrazol)
J
B
G
r
x
%
Gugur buah = J
B
Ter e

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase Generatif
Perlakuan paclobutrazol dapat meningkatkan pembungaan pada minggu
ke-9 hingga minggu ke-20 setelah aplikasi paclobutrazol. Paclobutrazol
0.5 g/tanaman dapat meningkatkan pembungaan 92.40% dibandingkan kontrol
pada minggu ke-20 setelah aplikasi paclobutrazol. Paclobutrazol 1 dan
1.5 g/tanaman tidak berbeda dibandingkan kontrol pada minggu ke-20 setelah
aplikasi paclobutrazol (Tabel 1). Paclobutrazol merupakan zat penghambat
pertumbuhan dengan menghambat kerja hormon giberelin. Weaver (1972)
menyatakan hormon giberelin berfungsi dalam pertumbuhan vegetatif tanaman
dalam hal pembelahan sel. Keadaan hormon giberelin yang normal, hasil
fotosintat akan digunakan untuk proses pertumbuhan vegetatif. Perlakuan
paclobutrazol akan menyebabkan terhambatnya biosintesis giberelin sehingga
pertumbuhan vegetatif menjadi terhambat. Terhambatnya pertumbuhan vegetatif
tanaman akan menyebabkan hasil fotosintat menumpuk pada pucuk/tunas
tanaman. Terhambatnya pertumbuhan vegetatif tersebut akan menyebabkan
tanaman berbunga. Sostenes (1996) dan Syahbudin (1999) pada jeruk siem
(Citrus reticulata Blanco) dan Darmawan et al. (2014) pada jeruk keprok (Citrus
reticulata) membuktikan bahwa pemberian zat penghambat tumbuh paclobutrazol
pada tanaman dapat menghambat biosintesis giberelin dan dapat menginduksi
pembungaan pada tanaman jeruk.
Paclobutrazol 0.5 g/tanaman dapat menginduksi pembungaan lebih baik
dibandingkan kontrol pada penelitian ini. Keadaan lingkungan pada saat aplikasi
paclobutrazol di Desa Mangguh mengalami kekeringan. Pada bulan Oktober
(bulan aplikasi paclobutrazol) termasuk dalam bulan kering yang mendapat curah
hujan hanya sebesar 2.0 mm (Lampiran 2). Larutan paclobutrazol diduga
mengalami infiltrasi yang besar ke dalam tanah sehingga akar belum dapat

9
menyerap larutan paclobutrazol secara maksimal. Keadaan ini yang menyebabkan
aplikasi paclobutrazol kurang efektif diaplikasikan pada bulan Oktober. Hasil ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Syahbudin (1999) yang
membuktikan bahwa semakin besar dosis paclobutrazol yang diberikan pada
tanaman jeruk siam (Citrus reticulata Blanco) maka penghambatan biosintesis
giberelin semakin besar, sehingga induksi semakin kuat.
Perlakuan BAP tidak dapat menginduksi pembungaan tanaman jeruk Siem
Kintamani. Pengaruh BAP hanya terlihat pada minggu ke-2 dan minggu ke-9
setelah perlakuan BAP. BAP 0 ppm/tanaman (kontrol) menghasilkan bunga lebih
banyak dibandingkan BAP 100 dan 200 ppm/tanaman (Tabel 1). Hasil penelitian
ini sesuai dengan Darmawan et al. (2014) membuktikan bahwa penggunaan zat
pemecah dormansi tidak berpengaruh terhadap pembungaan tanaman jeruk keprok.
Pengaruh BAP tidak terlihat diakibatkan karena pada aplikasi BAP Bulan
November sebagian besar tanaman sudah berbunga sesuai dengan Susanto dan
Purwanto (1999) yang melaporkan bahwa perlakuan zat pemecah dormansi yang
diaplikasikan tidak berpengaruh terhadap waktu munculnya bunga akibat tanaman
mangga sudah berbunga sebelum diaplikasikan zat pemecah dormansi.
Pada iklim tropika tanaman buah mengalami induksi pembungaan dengan
cekaman kekeringan (stres air). Pada saat aplikasi zat pemecah dormansi BAP
tanaman jeruk Siem Kintamani sudah terinduksi secara alami oleh adanya bulan
kering. Bulan kering yang dialami adalah bulan Mei hingga November. Pada
bulan November tanaman telah mengalami pembungaan disebabkan oleh
turunnya hujan sebesar 15 mm pada bulan tersebut selama 2 hari (Lampiran 2 dan
Lampiran 3). Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) menyatakan hujan terus
menerus selama 2 hari atau lebih setelah tanaman jeruk mengalami 2 bulan atau
lebih kekeringan dapat menyebabkan induksi pembungaan pada iklim tropis.
Tabel 1 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah bunga pada 5 cabang
tersier tanaman jeruka
Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)
4
8
12
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.9
2.0
2.2b
0.5
3.0
3.8
4.7a
1.0
2.3
2.6
2.8ab
1.5
3.3
3.3
3.5ab
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)b
0
3.7a
4.0
100
2.3b
2.7
200
2.8ab
3.1
Interaksi
tn
tn

16

20

22

2.3b
4.7a
2.8b
3.5ab

2.6b
5.0a
2.9b
3.8ab

2.9
5.1
3.0
4.9

4.1a
2.7b
3.2b
tn

4.2
3.0
3.5
tn

4.4
3.2
4.4
tn

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); baplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol

Perlakuan paclobutrazol tidak dapat meningkatkan persentase fruit set
tanaman jeruk Siem Kintamani, perbedaan hasil terjadi hanya pada minggu ke
4 setelah aplikasi paclobutrazol namun semua dosis paclobutrazol tidak berbeda

10
dengan kontrol. Persentase fruit set yang terbentuk pada kontrol, perlakuan
paclobutrazol 0.5, 1, dan 1.5 g/tanaman pada minggu ke-22 setelah perlakuan
paclobutrazol secara berturut-turut 19.72%, 14.75%, 68.50%, dan 36.95% (Tabel
2). Perlakuan BAP tidak dapat meningkatkan persentase fruit set yang terbentuk.
Pada penelitian ini persentase fruit set tidak meningkat disebabkan oleh
banyaknya bakal buah yang gugur. Bakal buah yang gugur disebabkan oleh
keadaan tanaman yang kekurangan zat hara, hal ini dilihat dari rapuhnya tangkai
buah yang terbentuk sehingga bila terkena angin, buah akan gugur. Permasalahan
lain adalah serangan hama lalat buah yang terjadi. Lalat buah bertelur pada buah
jeruk muda hingga buah yang siap panen, hal ini menyebabkan rontoknya buah
jeruk bila telur telah berkembang menjadi larva. Candraparnik (1992)
membuktikan bahwa perlakuan paclobutrazol pada tanaman durian tidak dapat
meningkatkan persentase fruit set yang terbentuk. Darmawan et al. (2014)
membuktikan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi (etephon, BAP, dan
KNO3) tidak dapat meningkatkan fruit set pada tanaman jeruk keprok garut.
Tabel 2 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap persentase fruit set pada 5
cabang tersier tanaman jeruka
Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)
4

8

12

16

20

22

---------------------%-------------------Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
54.93ab
60.03
36.42
19.49
16.23
19.72
0.5
23.83b
41.42
28.01
15.57
13.21
14.75
1.0
72.08a
64.51
41.78
29.27
74.47
68.50
1.5
50.50ab
69.26
44.84
24.58
34.51
36.95
b
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)
0
68.78
53.42a 31.69
30.04
45.53
100
56.35
28.42b 16.84
57.24
56.33
200
51.29
31.44b 18.14
16.16
53.08
Interaksi
tn
tn
tn
tn
tn
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); baplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol.

Perlakuan paclobutrazol tidak dapat meningkatkan pembentukan buah jeruk
Siem Kintamani. Perlakuan paclobutrazol 1 g/tanaman meningkatkan
pembentukan buah lebih banyak dibandingkan paclobutrazol 0.5 g/tanaman pada
minggu ke-4 setelah aplikasi paclobutrazol, namun semua dosis paclobutrazol
tidak berbeda dengan kontrol (Tabel 3). Perlakuan BAP tidak berpengaruh
terhadap pembentukan buah tanaman jeruk. Candraparnik et al. (1992)
membuktikan bahwa paclobutrazol tidak mempengaruhi fruit set yang terbentuk
dan perkembangan buah pada tanaman durian. Hasil tersebut berbeda dengan
Darmawan et al. (2014) yang membuktikan bahwa paclobutrazol dapat
meningkatkan total buah terbentuk dibandingkan kontrol pada tanaman jeruk
keprok garut. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan keadaan
lingkungan dan waktu aplikasi zat yang kurang tepat. Aplikasi paclobutrazol pada
penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober (Lampiran 2) dimana pada bulan

11
tersebut masuk ke dalam bulan kering. Keadaan kering menyebabkan akar
tanaman kurang efektif dalam menyerap larutan yang diaplikasikan, sehingga
dampak dari paclobutrazol tidak begitu terlihat.
Jumlah buah yang terbentuk pada perlakuan paclobutrazol 1 g/tanaman dan
kontrol lebih banyak dibandingkan jumlah bunga yang terbentuk, hal ini
disebabkan oleh tanaman tersebut telah memiliki buah pada saat aplikasi
paclobutrazol dan BAP. Jumlah buah yang terbentuk pada perlakuan
paclobutrazol 0.5 dan 1.5 g/tanaman lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
bunga terbentuk, hal ini disebabkan oleh terjadinya kerontokan bunga dan gugur
buah pada tanaman jeruk. Kerontokan ini disebabkan oleh serangan hama lalat
buah yang terjadi. Serangan ini sudah lama terjadi dan menyebabkan penurunan
hasil yang sangat besar. Kondisi curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan
bunga dan buah muda rontok. Perlakuan zat pemecah dormansi BAP tidak dapat
meningkatkan jumlah buah pada tanaman jeruk Siem Kintamani. Effendi (1994)
menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi tanaman dalam
proses pembungaan dan pembuahan pada tanaman mangga.
Tabel 3 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah buah pada 5 cabang
tersier tanaman jeruka
Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)
4
8
12
16
20
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
1.0ab
2.6
2.7
2.8
2.9
0.5
0.5b
3.2
3.8
3.9
4.0
1.0
2.3a
3.9
4.0
4.1
4.3
1.5
2.0ab
3.2
3.3
3.4
3.5
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)b
0
3.6
3.9
3.9
4.1
100
3.4
3.5
3.5
3.7
200
2.8
3.0
3.1
3.2
Interaksi
tn
tn
tn
tn

22
3.2
4.3
4.5
3.8
4.4
3.9
3.5
tn

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); baplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol

Perlakuan paclobutrazol dan zat pemecah dormansi yang diaplikasikan pada
tanaman jeruk Siem Kintamani tidak mengurangi gugur buah yang terjadi
(Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh hujan lebat pada bulan Januari dengan curah
hujan mencapai 329 mm (Lampiran 2). Di samping itu, terdapat serangan hama
berupa lalat buah yang masih tinggi. Davies dan Albrigo (1994) menyatakan
gugur buah pada tanaman jeruk terjadi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kandungan nutrisi yang kurang
pada tanaman, sehingga tangkai buah rapuh dan buah rontok. Faktor eksternal
juga menjadi penyebab terjadinya gugur buah, seperti adanya serangan lalat buah
(Bactocera sp) pada buah jeruk baik buah jeruk kecil maupun buah yang siap
panen. Faktor eksternal lainnya adalah hujan lebat dan angin kencang yang terjadi
sehingga menyebabkan rontoknya buah.

12
Tabel 4 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap persentase gugur buah pada 5
cabang tersier tanaman jeruk
Gugur buah (%)
22 Minggu setelah aplikasi
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
73.66
0.5
67.99
1.0
75.71
1.5
70.25
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)
0
67.97
100
61.54
200
86.19
Fase Vegetatif
Perlakuan paclobutrazol dapat menurunkan jumlah tunas pada tanaman
jeruk Siem Kintamani mulai dari minggu ke-12 hingga minggu ke-22 setelah
aplikasi paclobutrazol. Jumlah tunas terbentuk pada tanaman kontrol (tanpa
paclobutrazol) yaitu 5.1 tunas pada minggu ke-22 setelah aplikasi paclobutrazol
(Tabel 5). Perlakuan paclobutrazol 1 g/tanaman dapat menurunkan jumlah tunas
tanaman jeruk Siem Kintamani sebanyak 37.21% dibandingkan kontrol.
Perlakuan paclobutrazol 0.5 dan 1.5 g/tanaman tidak dapat menurunkan jumlah
tunas tanaman jeruk Siem Kintamani. Pada minggu ke-22 jumlah tunas
mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh tunas generatif yang muncul telah
berubah menjadi buah. Poerwanto et al. (1997) membuktikan bahwa
paclobutrazol dapat menghambat tunas vegetatif yang muncul dan dapat
menginduksi munculnya bunga pada tanaman mangga Gadung 21. Darmawan et
al. (2014) membuktikan perlakuan paclobutrazol 2 g/tanaman dapat menurunkan
jumlah tunas yang terbentuk dibandingkan kontrol pada tanaman jeruk keprok.
Perlakuan zat pemecah dormansi BAP dapat meningkatkan jumlah tunas
yang terbentuk dibandingkan kontrol pada minggu ke-5 hingga minggu ke-15
setelah aplikasi BAP. Perlakuan BAP 200 ppm/tanaman menghasilkan jumlah
tunas terbentuk 5.3 tunas (Tabel 5), dibanding kontrol terjadi peningkatan jumlah
tunas sebanyak 52.30% pada minggu ke-15 setelah aplikasi BAP. Perlakuan
200 ppm/tanaman tidak lebih baik dari perlakuan BAP 100 ppm/tanaman, dan
perlakuan 100 ppm/tanaman menunjukkan hasil yang sama dibandingkan dengan
kontrol. Sostenes (1996) membuktikan perlakuan BAP dapat meningkatkan
jumlah tunas hingga 100% pada tanaman jeruk siem (Citrus reticulata Blanco).
Pengaruh BAP terhadap pemecahan dormansi tunas disebabkan oleh fungsinya
dalam mendorong pembelahan sel. BAP merupakan zat pemecah dormansi
golongan sitokinin. Weaver (1972) menyatakan sitokinin memiliki peran dalam
mendorong pembelahan sel, perkembangan embrio, memperlambat senesens pada
daun, buah dan organ lainya, serta memecah dormansi.

Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)

13
4
8
12
16
20
22
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
3.7
6.1
6.8a
6.3a
7.0a
5.1a
0.5
3.8
5.0
5.6ab
5.3ab
5.9ab
4.8ab
1.0
2.9
3.4
3.6c
3.5c
4.2c
3.2b
1.5
3.8
4.5
5.0bc
4.6bc
5.1bc
3.8ab
b
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)
0
3.8
3.9b
3.9b
4.5b
3.4b
100
4.6
5.1ab
4.8ab
5.4ab
4.0ab
200
5.8
6.6a
6.1a
6.8a
5.3a
Interaksi
tn
*
*
*
tn
Tabel 5 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah tunas pada 5 cabang
tersier tanaman jeruka
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); baplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah
palikasi paclobutrazol

Interaksi paclobutrazol dan BAP dapat meningkatkan jumlah tunas jeruk
Siem Kintamani pada minggu ke-9 hingga minggu ke-20 setelah aplikasi
paclobutrazol. Kombinasi perlakuan paclobutrazol 1.5 g/tanaman dengan BAP
200 ppm/tanaman menghasilkan jumlah tunas yaitu 9.0 tunas (Tabel 6).
Kombinasi tersebut meningkatkan jumlah tunas hingga 114.28 % dibandingkan
dengan kontrol. Kombinasi tersebut tidak berbeda dengan kombinasi antara
paclobutrazol 0.5 g/tanaman dengan BAP 100 ppm/tanaman dan kombinasi antara
paclobutrazol 0.5 g/tanaman dengan 200 ppm/tanaman. Interaksi ini lebih
dominan dipengaruhi oleh perlakuan BAP karena BAP diaplikasikan langsung
pada daun tanaman sedangkan paclobutrazol diaplikasikan pada akar tanaman.
Paclobutrazol diaplikasikan pada saat bulan kering sehingga penyerapan oleh akar
tanaman kurang efektif. Sostenes (1996) membuktikan perlakuan BAP dapat
meningkatkan jumlah tunas pada tanaman jeruk siem hingga 100%. Davies dan
Albrigo (1994) menyatakan peningkatan jumlah tunas ini berhubungan dengan
munculnya bunga pada jeruk, jika kondisi tanaman dan keadaan lingkungan sesuai
untuk pembungaan maka tunas tersebut akan berkembang menjadi tunas generatif
yang merupakan tahap awal pembungaan.
Tabel 6 Interaksi paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah tunas 5 cabang tersier
tanaman jeruk minggu ke-20a
a

Huruf pada angka yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Perlakuan paclobutrazol dapat menurunkan panjang tunas tanaman jeruk
BAP (ppm/tanaman)
Paclobutrazol
(g/tanaman)
0
100
200
0.0
4.2cd
4.9cd
6.3bc
0.5
5.8bcd
7.8ab
7.6ab
1.0
3.7d
4.7cd
4.2cd
1.5
4.5cd
4.3cd
9.0a
Siem Kintamani pada minggu ke-8 setelah aplikasi paclobutrazol. Panjang tunas
pada tanaman kontrol (tanpa paclobutrazol) lebih tinggi dibandingkan tanaman

14
yang diberikan paclobutrazol 1.5 g/tanaman pada minggu ke-8. Perlakuan
paclobutrazol 1.5 g/tanaman menurunkan panjang tunas hingga 30.15%
dibandingkan kontrol. Pada perlakuan paclobutrazol dan BAP pertambahan
panjang tanaman tidak berbeda dengan kontrol pada semua dosis (Tabel 7).
Darmawan et al. (2014) membuktikan perlakuan paclobutrazol 2 g/tanaman dapat
menurunkan panjang tunas dibandingkan kontrol pada tanaman jeruk keprok.
Goldschmidt dan Monselise (1972) menyatakan pemberian paclobutrazol
menghambat biosintesis giberelin yang menyebabkan laju pembelahan dan
perpanjangan sel menjadi lambat tanpa keracunan. Pengaruh langsung pada
morfologi tanaman adalah pengurangan pertumbuhan vegetatif dan mendorong
pembungaan pada beberapa spesies tanaman.
Perlakuan zat pemecah dormansi BAP tidak dapat menaikkan panjang
tunas dibandingkan kontrol. Panjang tunas tanaman yang diberikan dosis BAP
200, 100 ppm/tanaman dan kontrol secara berturut-turut yaitu 9.0, 10.4, dan
8.9 cm pada minggu ke-15 setelah aplikasi BAP (Tabel 7). Weaver (1972)
pengaruh BAP terhadap pemecahan dormansi tunas disebabkan oleh fungsinya
dalam mendorong pembelahan sel, sehingga terjadi pemanjangan tunas. SpiegelRoy dan Goldschmidt (1996) menyatakan setiap varietas jeruk memiliki
kemampuan yang berbeda dalam merespon senyawa kimia dan lingkungan,
sehingga pada beberapa varietas jeruk aplikasi zat dapat menunjukkan hasil yang
berbeda.
Tabel 7 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap panjang tunas 5 cabang tersier
tanaman jeruka
Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)
Pertambahan
4
8
12
16
20
22
(%)c
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - cm - - - - - - - - - - - Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
5.29
7.18ab 8.38 8.94
9.88 10.27
44.20ab
0.5
5.70
8.42a
9.45 9.69
10.21 10.53
25.76b
1.0
3.43
5.82bc 6.51 7.12
7.66
7.94
53.18a
1.5
3.94
6.19c
6.85 7.50
8.80
9.30
55.84a
b
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)
0
6.11
7.39 7.92
8.62
8.95
57.19
100
7.29
8.78 9.17
10.12 10.48
47.32
200
6.44
7.23 7.84
8.67
9.09
49.69
Interaksi
tn
tn
tn
tn
tn
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); baplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah
aplikasi paclobutrazol; cpeningkatan panjang (%) dari minggu ke-8 hingga minggu ke-22 setelah
aplikasi paclobutrazol

Perlakuan paclobutrazol tidak dapat mengurangi jumlah daun tunas
dibandingkan kontrol. Jumlah daun tunas yang terbentuk pada kontrol,
perlakuan paclobutrazol 0.5, 1, dan 1.5 g/tanaman secara berturut-turut 9.9, 10.7,
8.5, 9.6 daun pada minggu ke-22 setelah aplikasi paclobutrazol (Tabel 8). Hasil
tersebut tidak sesuai dengan penelitian Sostenes (1996) yang membuktikan
perlakuan paclobutrazol 1 g/tanaman dapat mengurangi jumlah daun tunas

15
dibandingkan kontrol pada tanaman jeruk siem. Davies dan Albrigo (1994)
menyatakan tanaman jeruk pada iklim tropika memiliki tahap generatif maupun
vegetatif yang tidak serempak sehingga menurut Spiegel-Roy dan Goldschmidt
(1996) aplikasi zat kimia pada tanaman jeruk di iklim tropika akan menunjukan
hasil yang berbeda diakibatkan kondisi fisiologis tanaman yang berbeda.
Perlakuan zat pemecah dormansi BAP tidak dapat mempengaruhi jumlah
daun yang terbentuk. Jumlah daun tunas pada kontrol, perlakuan BAP 100, dan
200 ppm/tanaman, secara berturut-turut 9.1, 10.0, dan 10.0 daun pada minggu ke15 setelah aplikasi BAP (Tabel 8), sedangkan Sostenes (1996) membuktikan
perlakuan BAP dapat meningkatkan jumlah daun pada jeruk siem (Citrus
reticulata B). Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) menyatakan setiap varietas
jeruk memiliki kondisi fisiologis berbeda dalam setiap fase pertumbuhan sehingga
dalam merespon senyawa kimia menunjukkan hasil yang berbeda.
Tabel 8 Pengaruh paclobutrazol dan BAP terhadap jumlah daun 5 cabang tersier
tanaman jeruk
Minggu setelah aplikasi paclobutrazol (MSA)
4
8
12
16
20
Paclobutrazol (g/tanaman)
0.0
5.7
6.4
7.8
8.0
9.5
0.5
5.7
6.6
8.9
8.8
10.4
1.0
5.3
5.4
6.9
6.8
8.2
1.5
6.8
7.2
8.4
8.4
9.3
a
Pemecah Dormansi BAP (ppm/tanaman)
0
6.6
7.2
7.3
8.7
100
6.5
8.5
8.3
9.7
200
6.1
8.3
8.3
9.7
Interaksi
tn
tn
tn
tn
a

22
9.9
10.7
8.5
9.6
9.1
10.0
10.0
tn

Aplikasi BAP dilakukan pada minggu ke-7 setelah aplikasi paclobutrazol

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Paclobutrazol 0.5 g/tanaman dapat meningkatkan jumlah bunga terbentuk
pada minggu ke-12 hingga minggu ke-20 setelah aplikasi paclobutrazol. BAP
tidak mampu memecah dormansi dalam parameter jumlah bunga terbentuk
disebabkan aplikasi BAP pada waktu yang kurang tepat. Interaksi paclobutrazol
dan BAP terjadi dengan meningkatkan jumlah tunas pada paclobutrazol
0.5 g/tanaman dengan BAP 100/200 ppm/tanaman dan paclobutrazol
1.5 g/tanaman dengan BAP 200 ppm/tanaman, namun belum meningkatkan
jumlah bunga. Perlakuan paclobutrazol dan BAP tidak dapat meningkatkan
jumlah buah pada penelitian ini.

16
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang waktu jeruk Siem Kintamani
berbunga sehingga didapat waktu pengaplikasian yang terbaik. Perlu diperhatikan
kondisi lahan dan kondisi tanaman jeruk Siem Kintamani tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. 2012. Varietas
Jeruk Unggulan Nasional. Malang (ID): Balitjestro
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. Produksi buah-buahan menurut provinsi
[Internet]. [diunduh 2014 Mar 12]. Tersedia pada: http//bps.go.id
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014b. Data ekspor dan impor menurut komoditas.
[Internet]. [diunduh 2014 Mar 18]. Tersedia pada: http//bps.go.id
Belding RD, Young E. 1989. Shoot and root temperature effects on xylary
cytokinin levels during bud break in young apple trees. HortScience.
24(1):115-117
Bernier G, Kinet JM, Sachs RM. 1985. The Physiology of Flowering. Volume I.
Florida (US): CRC Press
Candraparnik S, Hiranpradit H, Punnachit U, Salakpetch S. 1992. Paclobutrazol
influence flower induction in durian (Durio zebethinus Murr.). Acta
Horticulturae. 321:282-290
Cathey HM. 1975. Comparative plant growth retarding activities of ancymidol
with ACPH phosfon, chlormequat and SAPH on ornamental plant species.
HortScience. 10(3):204-216
Darmawan M, Poerwanto R, Susanto S. 2014. Aplikasi prohexadian-Ca,
paclobutrazol, dan strangulasi untuk induksi pembungaan di luar musim
pada tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata). J. Hort. 24(2): 133-140
Davies FS, Albrigo LG. 1994. Citrus. Wiltshire (GB): CAB International.
Efendi D. 1994. Studi stimulasi pembungaan mangga (Mangifera indica L. cv.
Arumanis) dengan kalium nitrat dan paclobutrazol [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Goldschmidt EE, Monselise SP. 1972. Hormonal Control of Flowering in Citrus
and Some Other Woody Perennials. Carr DJ, editor. Berlin (DE): SpringerVerlag
Harjadi SS. 1989. Dasar - dasar Hortikultura. Bogor (ID): IPB Pr
Lizawati. 2008. Induksi pembungaan dan pembuahan tanaman buah dengan
penggunaan retardan. J Agron Indonesia. 12(2):18-22
Mulyani S. 1996. Pengaruh zat pemecah dormansi yang diaplikasikan setelah
paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan jeruk keprok siem
(Citrus reticulata) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Nampa IW. 2011. Pemanfaatan sistem geografis (SIG) dalam penataan kawasan
agr