Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
KONVERGENSI PENYERAPAN TENAGA KERJA
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT
GINA RATNA SUMINAR
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konvergensi
Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Gina Ratna Suminar
NIM H14100013
ABSTRAK
GINA RATNA SUMINAR. Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh WIWIEK
RINDAYATI.
Selama 13 tahun kebijakan otonomi daerah berjalan belum mampu
mengurangi ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Ketimpangan pendapatan ini memiliki dampak terhadap ketimpangan dalam
penyerapan tenaga kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses
konvergensi penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat selama periode 2008-2012.
Berdasarkan hasil pemetaan pertumbuhan PDRB dan tingkat pengangguran,
terdapat pergeseran posisi daerah pada tahun 2008 dan tahun 2012. Penelitian ini
menghasilkan rata-rata indeks ketimpangan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,61
tahun 2008-2012. Hasil ini tidak sesuai dengan analisis data panel dimana
koefisien koefisien lag dependen sebesar 0,6720 yang nilainya lebih kecil dari
satu artinya terjadi proses konvergensi penyerapan tenaga kerja dengan kecepatan
konvergensi sebesar 39,74 persen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
seluruh variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja kecuali upah.
Kata kunci: Data Panel, Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja, Konvergensi.
ABSTRACT
GINA RATNA SUMINAR. Employment Convergence Among Districs/cities in
Province of West Java. Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
For 13 years running the regional autonomy policy has not been able to
reduce income inequality among districts/cities in West Java Province. This
inequality has an impact on inequality in employment. The purpose of this study is
to analyze the convergence process of employment in West Java during 20082012. Based on economic growth and unemployment rate mapping result, there is
a movement of each region position in 2008 and 2012. This study resulted in an
average index of inequality of employment is 0,61 from 2008 to 2012. These
results do not correspond with panel data analysis where the coefficients of
lagged dependent coefficient value is 0.6720 which is less than one means there is
a process of convergence employment with 39.74 percent of the speed of
convergence. The results also show that all variables are estimated positive effect
to employment level except wages.
Keywords: Panel Data, Employment Inequality, Convergence.
KONVERGENSI PENYERAPAN TENAGA KERJA
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT
GINA RATNA SUMINAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat
Nama
: Gina Ratna Suminar
NIM
: H14100013
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati
Pembimbing
Diketahui Oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
konvergensi, dengan judul Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Uun Aonul Malik
dan Ibu Rd Eem Siti Masitoh serta adik-adik tercinta dari penulis, Gita Nurul
Fadillah Suminar dan Gizka Nur Laila Suminar atas segala doa dan dukungan
yang selalu diberikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Penguji Prof Dr M Firdaus selaku dosen penguji utama dan Dr Alla Asmara
selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Sahabat penulis Ade Surahman, Ratna Melyasari, Merizka Elfiza yang
memberikan bantuan, motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi
ini serta Dyah Ayu Fajar Prabaningrum yang telah setia menjadi rekan bertukar
pikiran dan telah memberikan semangat tanpa henti kepada penulis.
5. Sahabat penulis Nurnidya Btari Khadijah, Kumala Fitriyanita, Nia Verba, Yola
Juwita, Zulfati Rahma, Hidayati, Risti Laily, Mirza Andina, Efita Meylina,
Novia La Prima, dan Monalisa Silalahi.
6. Teman-teman satu bimbingan, Hesti Ambarsary, Mega Wahyu Wulandari,
Tazkiya Azhara, Ilza Putra yang telah banyak memberikan bantuan, saran,
kritik, motivasi, dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47 terima kasih atas doa dan dukungannya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, April 2014
Gina Ratna Suminar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
7
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
9
Ketimpangan
10
Konvergensi
11
Penelitian Terdahulu
11
Kerangka Pemikiran
15
METODE
16
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Analisis
16
Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja 16
Analisis Data Panel Dinamis
17
First-difference GMM (FD-GMM)
18
System GMM (SYS-GMM)
20
Kriteria Model terbaik
21
Model Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
21
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis Daerah
22
Wilayah Administratif dan Penduduk
22
Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat
24
Kondisi Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja
25
Kondisi PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja
26
Kondisi Panjang Jalan dengan Penyerapan Tenaga Kerja
27
Kondisi Hubungan Investasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan
Besaran Penyerapan Tenaga Kerja
29
Tingkat Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat
32
Hasil Estimasi Model Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
33
Analisis Sumber Perndorong Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
35
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1 Kontribusi PDRB ADHK 2000 terhadap PDRB ADHK 2000 Provinsi
Jawa Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012
2 Persentase Jumlah Tenaga Kerja menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Tahun 2008-2012 (persen)
3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008-2012
4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kabupaten
dan Kota di Provinsi Jawa Barat, 2012
5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012
6 Hasil
Estimasi
Konvergensi
Penyerapan
Tenaga
Kerja
AntarKabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat dengan Sys-GMM serta
Perbandingan Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan Fe
2
3
5
23
24
34
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Diagram Ketenagakerjaan
Kerangka Pemikiran
UMR Menurut Kabupaten/Kota di Jawa barat Tahun 2012
PDRB Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2012
Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2012
Investasi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa barat Tahun 2012
Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008
8 Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2012
9 Trend Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat 2008-2012
8
15
25
26
27
28
30
31
33
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja
2 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2008
3 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2009
4 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2010
5 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2011
6 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2012
41
42
43
44
45
46
7 Estimasi Konvergensi dengan Sys-GMM
8 Estimasi Konvergensi dengan PLS
9 Estimasi Konvegensi dengan fixed effects
47
48
48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan
berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial,
dan institusi sosial, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan
ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro 2006). Tujuan
dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan, akan
menimbulkan ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah (regional disparity)
tersebut, terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju. Hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah
pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau pertumbuhan struktur ekonomi.
Perbedaan karakteristik dan keragaman yang tinggi antardaerah meliputi
sumberdaya alam, ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat, jumlah dan kepadatan
penduduk, mutu sumberdaya manusia, letak geografis serta sarana dan prasarana
yang tersedia serta faktor-faktor lainnya, berpengaruh terhadap kemampuan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Sehingga ada daerah
yang mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya serta dapat
menimbulkan adanya ketimpangan pendapatan antarwilayah. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka ditetapkannya Undang-undang No. 25/Tahun 1999 yang direvisi
menjadi Undang-undang No.32/Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, yang
berarti bahwa dalam hal pembangunan di daerah diserahkan pada masing-masing
pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya sebagai pengawas/pengontrol, maka
mau tidak mau masing-masing wilayah harus berusaha semaksimal mungkin
untuk menentukan kebijakan dan pembangunannya guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mengejar ketertinggalan daerah masing-masing.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memberikan peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini disebabkan
secara geografis Jawa Barat memiliki letak yang strategis karena berdekatan
dengan Kota Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia serta Provinsi Jawa Barat
memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan
sumberdaya yang meliputi infrastruktur wilayah yang memadai, dan sumberdaya
manusia yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas.
Akibat dari semua potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat serta posisi Provinsi
Jawa Barat yang strategis mengakibatkan pertumbuhan perekonomian Jawa Barat
relatif lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi lain.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro
kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan
struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi, pergeserannya, serta
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.
2
Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga provinsi yang memiliki PDRB
tertinggi setelah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur. Walaupun
Provinsi Jawa Barat memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun
hal ini tidak lepas dari ketimpangan pembangunan. Hal ini terlihat pada PDRB
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat yang sangat berbeda. Ada beberapa
wilayah kota yang tingkat perkembangan PDRBnya cukup rendah. Pada Tabel 1
menunjukkan data kontribusi PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi
Jawa Barat. Dapat dilihat bahwa terjadi ketimpangan pendapatan dimana
Kabupaten Bekasi memiliki rata-rata kontribusi PDRB dari tahun 2008-2012
adalah sebesar 17,49 persen atau rata-rata sekitar 55.316.452 Juta rupiah. Hal ini
berbeda sekali dengan Kabupaten Banjar yang hanya memiliki rata-rata kontribusi
PDRB dari tahun 2008-2012 sebesar 0,24 persen atau rata-rata sekitar 752.192
juta rupiah sehingga perbedaannya mencapai 72,87 kali lipat antardaerah maju
dengan daerah yang tertinggal.
Tabel 1 Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat
ADHK 2000 Tahun 2008-2012 (persen)
No
Kabupaten/Kota
2008
1 Bogor
10,51
2 Sukabumi
2,83
3 Cianjur
2,70
4 Bandung
6,96
5 Garut
3,54
6 Tasikmalaya
1,80
7 Ciamis
2,38
8 Kuningan
1,28
9 Cirebon
2,61
10 Majelengka
1,43
11 Sumedang
1,82
12 Indramayu
4,79
13 Subang
4,79
14 Purwakarta
2,30
15 Karawang
6,38
16 Bekasi
17,43
17 Bandung Barat
2,58
18 Kota Bogor
1,50
19 Kota Sukabumi
0,60
20 Kota Bandung
9,53
21 Kota Cirebon
1,70
22 Kota Bekasi
4,96
23 Kota Depok
2,04
24 Kota Cimahi
2,09
25 Kota Tasikmalaya
1,23
26 Kota Banjar
0,24
Jawa Barat
100
Sumber: BPS Jawa Barat, 2013 (diolah)
2009
10,38
2,79
2,66
6,88
3,54
1,77
2,37
1,27
2,60
1,42
1,80
4,63
5,95
2,30
6,61
17,36
2,56
1,51
0,61
9,80
1,69
4,90
2,06
2,07
1,23
0,24
100
Tahun
2010
10,28
2,73
2,62
6,87
3,52
1,74
2,35
1,25
2,57
1,40
1,77
4,54
5,02
2,29
6,83
17,38
2,54
1,51
0,61
10,02
1,66
4,89
2,06
2,06
1,23
0,24
100
2011
10,25
2,68
2,59
6,85
3,49
1,71
2,32
1,24
2,54
1,38
1,75
4,48
5,09
2,29
6,90
17,38
2,53
1,51
0,61
10,25
1,65
4,93
2,07
2,04
1,22
0,23
100
2012
10,52
2,70
2.63
7,04
3,54
1,73
2,36
1,26
2,58
1,40
1,77
4,55
2,32
2,36
7,30
17,87
2,60
1,55
0,62
10,81
1,69
5,10
2,14
2,08
1,25
0,24
100
Tujuan utama suatu pemerintahan adalah mensejahterakan rakyat. Maka
setiap kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak hanya
mempertimbangkan dari sisi keuangan saja tetapi juga seharusnya mampu
mengurangi pengangguran dan kemiskinan atau yang sering disebut triple track
3
strategy (pro growth, pro job, dan pro poor). Salah satu aspek dari triple track
strategy yang penting untuk diperhatikan adalah pro job. Bidang ketenagakerjaan
merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan
perekonomian. Usaha yang dimaksud di bidang ini adalah penyediaan lapangan
kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang
akan masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya pertumbuhan angkatan kerja
selalu lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja.
Pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin lambat ini adalah akibat dari kurang
tersedianya lapangan pekerjaan di pasar kerja. Penyerapan tenaga kerja
merupakan masalah penting dalam pembangunan daerah. Tenaga kerja dapat
dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, artinya penyerapan
tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan daerah secara keseluruhan.
Sehingga kondisi ketenagakerjaan dapat juga menggambarkan kondisi
perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu.
Tabel 2 Persentase Jumlah Tenaga Kerja menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Tahun 2008-2012 (persen)
No
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majelengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Jawa Barat
2008
8,92
5,46
5,14
7,18
4,89
4,63
4,59
2,82
4,93
3,14
3,00
4,01
3,94
1,95
4,83
5,18
3,20
2,29
0,72
5,78
0,77
5,47
3,99
1,33
1,42
0,40
100
2009
9,08
5,30
5,12
7,31
4,79
4,73
4,31
2,77
4,76
3,35
2,78
4,20
3,77
2,01
4,83
5,39
3,32
2,28
0,74
5,91
0,78
5,39
3,86
1,38
1,44
0,40
100
Tahun
2010
10,17
5,06
4,92
7,55
4,90
4,46
4,27
2,46
4,41
3,17
2,85
4,00
3,65
2,05
4,77
6,75
3,01
2,05
0,54
5,60
0,67
5,27
4,22
1,26
1,54
0,40
100
2011
10,61
5,30
4,94
7,15
5,18
3,88
3,72
2,44
4,75
2,81
2,62
4,03
3,57
1,95
5,04
6,16
3,42
2,24
0,69
5,80
0,69
5,68
4,17
1,29
1,45
0,41
100
2012
10,89
5,23
4,91
7,22
5,11
4,43
4,09
2,47
4,16
3,04
2,66
4,00
3,78
2,05
5,01
6,04
3,19
2,09
0,60
5,81
0,64
5,33
4,10
1,23
1,50
0,42
100
Sumber: Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2013
Berdasarkan pada
antarkabupaten/kota di
terjadinya konsentrasi
Aglomerasi yang cukup
Tabel 1 menjelaskan tentang ketimpangan pendapatan
Provinsi Jawa Barat yang dapat mengindikasikan
kegiatan ekonomi atau disebut dengan aglomerasi.
tinggi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah
4
cenderung tumbuh lebih cepat akan tetapi bagi daerah yang memiliki tingkat
aglomerasi rendah akan membuat daerah tersebut semakin terbelakang salah
satunya dalam penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 2 menunjukkan persentase
jumlah orang yang bekerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun
2008-2012 mengalami ketidakmerataan. Pada Tabel 2 terdapat dua daerah yang
memiliki jumlah tenaga kerja yang jauh meninggalkan daerah lainnya yaitu
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung yang masing-masing memiliki ratarata jumlah pekerja sebesar 1.714.882 dan 1.253.796 orang atau sebesar 9,93 dan
7,28 persen. Sedangkan daerah dengan jumlah pekerja terendah adalah Kota
Banjar yang memiliki rata-rata jumlah pekerja sekitar 25 kali lipat tertinggalnya
dari dua daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja tinggi yaitu sebesar 69.855
orang atau sebesar 0,406 persen.
Lebaranya jarak tersebut menunjukkan bagaimana kondisi perbedaan dalam
menggali potensi daerah masing-masing yang dapat menyerap tenaga kerja.
Perbedaan pencapaian penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang dapat
menyebabkan suatu wilayah akan semakin timpang (divergen) dalam penyerapan
tenaga kerja yang nantinya akan menyebabkan ketimpangan pendapatan kembali
sesuai dengan penelitian (Asman 2011) yang menjelaskan bahwa tingkat
pengangguran memiliki hubungan positif dengan ketimpangan pendapatan atau
dapat berkurang jika daerah yang rendah dalam penyerapan tenaga kerja dapat
menjadi lebih cepat dari pada daerah yang memiliki tingkat penyerapan tenaga
kerja yang tinggi yang nantinya akan cenderung semakin seragam (konvergen)
sehingga gap kemakmuran antardaerah semakin kecil. Untuk mengetahui tingkat
penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode
2008-2012 menunjukkan semakin timpang (divergen) atau kecenderungan untuk
makin seragam (konvergen) seperti yang diharapkan maka analisis mengenai
konvergensi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat menarik untuk diteliti.
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak dari Provinsi-Provinsi di Indonesia. Total jumlah penduduk Provinsi
Jawa Barat sampai tahun 2012 yaitu sebesar 57.927.003 ribu jiwa. Jika dilihat dari
kepadatan penduduknya, Provinsi Jawa Barat sebagai urutan kedua paling tinggi
setelah DKI Jakarta. Dengan kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi ini,
kesenjangan antardaerah di Jawa Barat masih merupakan kondisi nyata yang
sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi daerah yang
bertujuan agar setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang
dimilikinya secara tepat, sehingga akan mendorong terciptanya proses
pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan kesenjangan yang terjadi
akan semakin menurun. Namun fakta yang ada setelah berjalan selama 13 tahun
kebijakan otonomi daerah belum mampu mengurangi ketimpangan pendapatan
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Ketimpangan pendapatan ini akan
memiliki dampak luas dalam menyebabkan ketimpangan lain salah satunya adalah
ketimpangan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat pada Tabel 2 dimana
ada daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja yang jauh meninggalkan daerah
5
lainnya sampai 26 kali lipat. Apabila kesenjangan ini terus dibiarkan maka akan
dapat membuat kinerja perekonomian semakin timpang antardaerah di Provinsi
Jawa Barat yang dapat diukur melalui PDRB.
Tabel 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008-2012 (persen)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kabupaten/Kota
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majelengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Jawa Barat
Sumber: BPS Jawa Barat 2013
2008
5,58
3,90
4,04
5,30
4,69
4,02
4,95
4,28
4,91
4,57
4,58
4,55
4,33
4,87
10,84
6,07
6,95
5,98
6,11
8,17
5,64
5,94
6,42
4,77
5,70
4,82
6,21
2009
4,14
3,65
3,93
4,34
5,57
4,15
4,92
4,39
5,08
4,73
4,76
1,87
4,63
5,28
7,40
5,04
4,64
6,02
6,14
8,34
5,05
4,13
6,22
4,63
5,72
5,13
4,19
Tahun
2010
5,09
4,02
4,53
5,88
5,34
4,27
5,07
4,99
4,96
4,59
4,22
4,03
4,34
5,77
11,87
6,18
5,47
6,14
6,11
8,45
3,81
5,84
6,36
5,30
5,73
5,28
6,20
2011
5,96
4,07
4,74
5,94
5,48
4,32
5,11
5,43
5,03
4,67
4,82
4,89
4,45
6,40
8,97
6,26
5,75
6,19
6,31
8,73
5,93
7,08
6,58
5,56
5,81
5,35
6,48
2012
5,99
4,34
5,08
6,15
4,61
4,32
4,99
4,73
4,81
4,76
4,69
5,03
4,52
6,31
5,44
6,22
6,04
6,15
5,29
8,98
5,57
6,85
7,15
5,24
5,89
5,26
6,21
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat berfluktuatif. Kota Banjar dan Kota
Sukabumi adalah dua daerah dimana memiliki kontribusi PDRB terendah
dibandingkan dengan daerah yang lain di Provinsi Jawa Barat. Namun, kedua
daerah tersebut memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang hampir sama dengan
laju pertumbuhan daerah yang memiliki kontribusi PDRB tertinggi yaitu
Kabupaten Bekasi. Secara berurutan rata-rata laju pertumbuhan Kota Banjar dan
Kota Sukabumi adalah sebesar 5,168 dan 5,992 persen sedangkan laju
pertumbuhan Kabupaten Bekasi sebesar 5,954 persen. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa kemungkinan daerah yang tertinggal nantinya dapat
mengejar ketertinggalannya dari daerah yang lebih maju. Sehingga dapat
membuat proses konvergensi pendapatan yang nantinya akan berdampak salah
satunya pada konvergensi penyerapan tenaga kerja.
Permasalahan utama yang ingin dibahas di dalam penelitian ini adalah
bagaimana konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat
6
dan faktor-faktor yang mendukung konvergensi penyerapan tenaga kerja. Untuk
menjawab permasalahan penelitian tersebut adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana posisi masing-masing daerah di Jawa Barat jika dilihat berdasarkan
pertumbuhan PDRB dan besaran penyerapan tenaga kerja?
2. Bagaimana ketimpangan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa
Barat?
3. Apakah pergerakan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat
menunjukkan suatu proses yang konvergen dan faktor-faktor apa saja yang
dapat mendorong proses konvergensi penyerapan tenaga kerja terutama bagi
daerah tertinggal agar dapat mengejar ketertinggalannya?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memetakkan daerah di Jawa Barat jika dilihat berdasarkan pertumbuhan PDRB
dan besaran penyerapan tenaga kerja.
2. Mengukur dan menganalisis tingkat ketimpangan penyerapan tenaga kerja
kabupaten/kota di Jawa Barat
3. Menguji apakah kestabilan penyerapan tenaga kerja menuju ke kestabilan yang
konvergen dan mengestimasi faktor-faktor yang mendukung proses
konvergensi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Jawa Barat
sehingga diketahui faktor-faktor yang dapat didorong untuk membantu
meningkatkan penyerapan tenaga kerja terutama bagi daerah tertinggal agar
dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat Penelitian
Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
kecenderungan pola penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa Barat
pada periode analisis apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang
konvergen atau divergen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung
konvergensi penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa Barat. Hasil
penelitian mengenai pola penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa
Barat ini dapat digunakan untuk menentukkan kebijakan yang tepat bagi masingmasing daerah sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam fokus
pembangunan daerah Jawa Barat saat ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti, mahasiswa
dan dosen yang berminat dengan penelitian tentang konvergensi penyerapan
tenaga kerja antardaerah.
7
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada analisis
penelitian konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa barat
hanya fokus untuk mengetahui pergerakan penyerapan tenaga kerja menuju ke
kestabilan yang konvergen antardaerah di Provinsi Jawa Barat untuk periode
2008-2012. Selain itu, dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mendukung
konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat menggunakan
data-data yang terdiri dari: PDRB per kabupaten/kota di Jawa Barat, upah per
kabupaten/kota di Jawa Barat, infrastruktur yang diukur dengan panjang jalan per
kabupaten/kota di Jawa Barat, serta investasi per kabupaten/kota di Jawa Barat
dari tahun 2008-2012.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi, karena
manusialah (tenaga kerja) yang mampu menggerakan faktor-faktor produksi yang
lain untuk menghasilkan suatu barang. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun
2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat (Huda 2008). Pengertian tenaga kerja secara mikro
adalah orang yang tidak saja mampu bekerja, tapi secara nyata menyumbangkan
potensi kerja yang dimilikinya kepada lingkungan kerjanya dan menerima
imbalan upah. Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup
bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup
bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja
(Djojohadikusumo 1987).
Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk
bekerja pada suatu unit usaha atau lapangan pekerjaan. Kesempatan kerja
didasarkan pada data sensus penduduk, dimana jumlah penduduk yang bekerja
mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan
kerja bukanlah lapangan usaha yang masih terbuka (Rusli 1995). Upaya yang
dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas
yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang
memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang
tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan
tingkat kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun. Secara
umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan investasi.
Dan diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang
menggunakannya serta agar produsennya memperoleh pendapatan. Faktor
produksi tenaga kerja berkualitas yang memiliki produktivitas tinggi sangat
menentukkan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda
8
terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja (Fudjaja, 2002).
Penduduk
Bukan Usia Kerja
Usia Kerja
Angkatan Kerja
Bekerja
Bukan Angkatan Kerja
Pengangguran
Mencari
Pekerjaan
Sedang
Bekerja
Mempersiapkan
Usaha
Sekolah
Mengurus
Rumah Tangga
Merasa Tidak
Mungkin
Mendapatkan
Pekerjaan
Lainnya
Sudah Punya
Pekerjaan Tetapi
Belum Mulai
Bekerja
Sementara Tidak
Bekerja
Setengah
Pengangguran
(
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT
GINA RATNA SUMINAR
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konvergensi
Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Gina Ratna Suminar
NIM H14100013
ABSTRAK
GINA RATNA SUMINAR. Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh WIWIEK
RINDAYATI.
Selama 13 tahun kebijakan otonomi daerah berjalan belum mampu
mengurangi ketimpangan pendapatan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Ketimpangan pendapatan ini memiliki dampak terhadap ketimpangan dalam
penyerapan tenaga kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses
konvergensi penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat selama periode 2008-2012.
Berdasarkan hasil pemetaan pertumbuhan PDRB dan tingkat pengangguran,
terdapat pergeseran posisi daerah pada tahun 2008 dan tahun 2012. Penelitian ini
menghasilkan rata-rata indeks ketimpangan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,61
tahun 2008-2012. Hasil ini tidak sesuai dengan analisis data panel dimana
koefisien koefisien lag dependen sebesar 0,6720 yang nilainya lebih kecil dari
satu artinya terjadi proses konvergensi penyerapan tenaga kerja dengan kecepatan
konvergensi sebesar 39,74 persen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
seluruh variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja kecuali upah.
Kata kunci: Data Panel, Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja, Konvergensi.
ABSTRACT
GINA RATNA SUMINAR. Employment Convergence Among Districs/cities in
Province of West Java. Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
For 13 years running the regional autonomy policy has not been able to
reduce income inequality among districts/cities in West Java Province. This
inequality has an impact on inequality in employment. The purpose of this study is
to analyze the convergence process of employment in West Java during 20082012. Based on economic growth and unemployment rate mapping result, there is
a movement of each region position in 2008 and 2012. This study resulted in an
average index of inequality of employment is 0,61 from 2008 to 2012. These
results do not correspond with panel data analysis where the coefficients of
lagged dependent coefficient value is 0.6720 which is less than one means there is
a process of convergence employment with 39.74 percent of the speed of
convergence. The results also show that all variables are estimated positive effect
to employment level except wages.
Keywords: Panel Data, Employment Inequality, Convergence.
KONVERGENSI PENYERAPAN TENAGA KERJA
ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT
GINA RATNA SUMINAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat
Nama
: Gina Ratna Suminar
NIM
: H14100013
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati
Pembimbing
Diketahui Oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
konvergensi, dengan judul Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
Antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Uun Aonul Malik
dan Ibu Rd Eem Siti Masitoh serta adik-adik tercinta dari penulis, Gita Nurul
Fadillah Suminar dan Gizka Nur Laila Suminar atas segala doa dan dukungan
yang selalu diberikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Penguji Prof Dr M Firdaus selaku dosen penguji utama dan Dr Alla Asmara
selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Sahabat penulis Ade Surahman, Ratna Melyasari, Merizka Elfiza yang
memberikan bantuan, motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi
ini serta Dyah Ayu Fajar Prabaningrum yang telah setia menjadi rekan bertukar
pikiran dan telah memberikan semangat tanpa henti kepada penulis.
5. Sahabat penulis Nurnidya Btari Khadijah, Kumala Fitriyanita, Nia Verba, Yola
Juwita, Zulfati Rahma, Hidayati, Risti Laily, Mirza Andina, Efita Meylina,
Novia La Prima, dan Monalisa Silalahi.
6. Teman-teman satu bimbingan, Hesti Ambarsary, Mega Wahyu Wulandari,
Tazkiya Azhara, Ilza Putra yang telah banyak memberikan bantuan, saran,
kritik, motivasi, dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47 terima kasih atas doa dan dukungannya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, April 2014
Gina Ratna Suminar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
7
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
9
Ketimpangan
10
Konvergensi
11
Penelitian Terdahulu
11
Kerangka Pemikiran
15
METODE
16
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Analisis
16
Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja 16
Analisis Data Panel Dinamis
17
First-difference GMM (FD-GMM)
18
System GMM (SYS-GMM)
20
Kriteria Model terbaik
21
Model Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
21
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis Daerah
22
Wilayah Administratif dan Penduduk
22
Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat
24
Kondisi Upah dengan Penyerapan Tenaga Kerja
25
Kondisi PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja
26
Kondisi Panjang Jalan dengan Penyerapan Tenaga Kerja
27
Kondisi Hubungan Investasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan
Besaran Penyerapan Tenaga Kerja
29
Tingkat Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat
32
Hasil Estimasi Model Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja
33
Analisis Sumber Perndorong Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
35
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1 Kontribusi PDRB ADHK 2000 terhadap PDRB ADHK 2000 Provinsi
Jawa Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012
2 Persentase Jumlah Tenaga Kerja menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Tahun 2008-2012 (persen)
3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008-2012
4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kabupaten
dan Kota di Provinsi Jawa Barat, 2012
5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2012
6 Hasil
Estimasi
Konvergensi
Penyerapan
Tenaga
Kerja
AntarKabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat dengan Sys-GMM serta
Perbandingan Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan Fe
2
3
5
23
24
34
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Diagram Ketenagakerjaan
Kerangka Pemikiran
UMR Menurut Kabupaten/Kota di Jawa barat Tahun 2012
PDRB Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2012
Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2012
Investasi Menurut Kabupaten/Kota di Jawa barat Tahun 2012
Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008
8 Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan PDB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2012
9 Trend Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat 2008-2012
8
15
25
26
27
28
30
31
33
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDRB dan Besaran
Penyerapan Tenaga Kerja
2 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2008
3 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2009
4 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2010
5 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2011
6 Nilai Ketimpangan Penyerapan Tenaga kerja Antarkabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2012
41
42
43
44
45
46
7 Estimasi Konvergensi dengan Sys-GMM
8 Estimasi Konvergensi dengan PLS
9 Estimasi Konvegensi dengan fixed effects
47
48
48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan
berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial,
dan institusi sosial, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan
ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro 2006). Tujuan
dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan, akan
menimbulkan ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah (regional disparity)
tersebut, terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju. Hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah
pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau pertumbuhan struktur ekonomi.
Perbedaan karakteristik dan keragaman yang tinggi antardaerah meliputi
sumberdaya alam, ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat, jumlah dan kepadatan
penduduk, mutu sumberdaya manusia, letak geografis serta sarana dan prasarana
yang tersedia serta faktor-faktor lainnya, berpengaruh terhadap kemampuan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Sehingga ada daerah
yang mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya serta dapat
menimbulkan adanya ketimpangan pendapatan antarwilayah. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka ditetapkannya Undang-undang No. 25/Tahun 1999 yang direvisi
menjadi Undang-undang No.32/Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, yang
berarti bahwa dalam hal pembangunan di daerah diserahkan pada masing-masing
pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya sebagai pengawas/pengontrol, maka
mau tidak mau masing-masing wilayah harus berusaha semaksimal mungkin
untuk menentukan kebijakan dan pembangunannya guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mengejar ketertinggalan daerah masing-masing.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memberikan peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini disebabkan
secara geografis Jawa Barat memiliki letak yang strategis karena berdekatan
dengan Kota Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia serta Provinsi Jawa Barat
memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan
sumberdaya yang meliputi infrastruktur wilayah yang memadai, dan sumberdaya
manusia yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas.
Akibat dari semua potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat serta posisi Provinsi
Jawa Barat yang strategis mengakibatkan pertumbuhan perekonomian Jawa Barat
relatif lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi lain.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro
kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan
struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi, pergeserannya, serta
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.
2
Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga provinsi yang memiliki PDRB
tertinggi setelah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur. Walaupun
Provinsi Jawa Barat memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun
hal ini tidak lepas dari ketimpangan pembangunan. Hal ini terlihat pada PDRB
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat yang sangat berbeda. Ada beberapa
wilayah kota yang tingkat perkembangan PDRBnya cukup rendah. Pada Tabel 1
menunjukkan data kontribusi PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi
Jawa Barat. Dapat dilihat bahwa terjadi ketimpangan pendapatan dimana
Kabupaten Bekasi memiliki rata-rata kontribusi PDRB dari tahun 2008-2012
adalah sebesar 17,49 persen atau rata-rata sekitar 55.316.452 Juta rupiah. Hal ini
berbeda sekali dengan Kabupaten Banjar yang hanya memiliki rata-rata kontribusi
PDRB dari tahun 2008-2012 sebesar 0,24 persen atau rata-rata sekitar 752.192
juta rupiah sehingga perbedaannya mencapai 72,87 kali lipat antardaerah maju
dengan daerah yang tertinggal.
Tabel 1 Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat
ADHK 2000 Tahun 2008-2012 (persen)
No
Kabupaten/Kota
2008
1 Bogor
10,51
2 Sukabumi
2,83
3 Cianjur
2,70
4 Bandung
6,96
5 Garut
3,54
6 Tasikmalaya
1,80
7 Ciamis
2,38
8 Kuningan
1,28
9 Cirebon
2,61
10 Majelengka
1,43
11 Sumedang
1,82
12 Indramayu
4,79
13 Subang
4,79
14 Purwakarta
2,30
15 Karawang
6,38
16 Bekasi
17,43
17 Bandung Barat
2,58
18 Kota Bogor
1,50
19 Kota Sukabumi
0,60
20 Kota Bandung
9,53
21 Kota Cirebon
1,70
22 Kota Bekasi
4,96
23 Kota Depok
2,04
24 Kota Cimahi
2,09
25 Kota Tasikmalaya
1,23
26 Kota Banjar
0,24
Jawa Barat
100
Sumber: BPS Jawa Barat, 2013 (diolah)
2009
10,38
2,79
2,66
6,88
3,54
1,77
2,37
1,27
2,60
1,42
1,80
4,63
5,95
2,30
6,61
17,36
2,56
1,51
0,61
9,80
1,69
4,90
2,06
2,07
1,23
0,24
100
Tahun
2010
10,28
2,73
2,62
6,87
3,52
1,74
2,35
1,25
2,57
1,40
1,77
4,54
5,02
2,29
6,83
17,38
2,54
1,51
0,61
10,02
1,66
4,89
2,06
2,06
1,23
0,24
100
2011
10,25
2,68
2,59
6,85
3,49
1,71
2,32
1,24
2,54
1,38
1,75
4,48
5,09
2,29
6,90
17,38
2,53
1,51
0,61
10,25
1,65
4,93
2,07
2,04
1,22
0,23
100
2012
10,52
2,70
2.63
7,04
3,54
1,73
2,36
1,26
2,58
1,40
1,77
4,55
2,32
2,36
7,30
17,87
2,60
1,55
0,62
10,81
1,69
5,10
2,14
2,08
1,25
0,24
100
Tujuan utama suatu pemerintahan adalah mensejahterakan rakyat. Maka
setiap kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak hanya
mempertimbangkan dari sisi keuangan saja tetapi juga seharusnya mampu
mengurangi pengangguran dan kemiskinan atau yang sering disebut triple track
3
strategy (pro growth, pro job, dan pro poor). Salah satu aspek dari triple track
strategy yang penting untuk diperhatikan adalah pro job. Bidang ketenagakerjaan
merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan
perekonomian. Usaha yang dimaksud di bidang ini adalah penyediaan lapangan
kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang
akan masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya pertumbuhan angkatan kerja
selalu lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja.
Pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin lambat ini adalah akibat dari kurang
tersedianya lapangan pekerjaan di pasar kerja. Penyerapan tenaga kerja
merupakan masalah penting dalam pembangunan daerah. Tenaga kerja dapat
dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, artinya penyerapan
tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan daerah secara keseluruhan.
Sehingga kondisi ketenagakerjaan dapat juga menggambarkan kondisi
perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu.
Tabel 2 Persentase Jumlah Tenaga Kerja menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Tahun 2008-2012 (persen)
No
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majelengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Jawa Barat
2008
8,92
5,46
5,14
7,18
4,89
4,63
4,59
2,82
4,93
3,14
3,00
4,01
3,94
1,95
4,83
5,18
3,20
2,29
0,72
5,78
0,77
5,47
3,99
1,33
1,42
0,40
100
2009
9,08
5,30
5,12
7,31
4,79
4,73
4,31
2,77
4,76
3,35
2,78
4,20
3,77
2,01
4,83
5,39
3,32
2,28
0,74
5,91
0,78
5,39
3,86
1,38
1,44
0,40
100
Tahun
2010
10,17
5,06
4,92
7,55
4,90
4,46
4,27
2,46
4,41
3,17
2,85
4,00
3,65
2,05
4,77
6,75
3,01
2,05
0,54
5,60
0,67
5,27
4,22
1,26
1,54
0,40
100
2011
10,61
5,30
4,94
7,15
5,18
3,88
3,72
2,44
4,75
2,81
2,62
4,03
3,57
1,95
5,04
6,16
3,42
2,24
0,69
5,80
0,69
5,68
4,17
1,29
1,45
0,41
100
2012
10,89
5,23
4,91
7,22
5,11
4,43
4,09
2,47
4,16
3,04
2,66
4,00
3,78
2,05
5,01
6,04
3,19
2,09
0,60
5,81
0,64
5,33
4,10
1,23
1,50
0,42
100
Sumber: Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2013
Berdasarkan pada
antarkabupaten/kota di
terjadinya konsentrasi
Aglomerasi yang cukup
Tabel 1 menjelaskan tentang ketimpangan pendapatan
Provinsi Jawa Barat yang dapat mengindikasikan
kegiatan ekonomi atau disebut dengan aglomerasi.
tinggi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah
4
cenderung tumbuh lebih cepat akan tetapi bagi daerah yang memiliki tingkat
aglomerasi rendah akan membuat daerah tersebut semakin terbelakang salah
satunya dalam penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 2 menunjukkan persentase
jumlah orang yang bekerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun
2008-2012 mengalami ketidakmerataan. Pada Tabel 2 terdapat dua daerah yang
memiliki jumlah tenaga kerja yang jauh meninggalkan daerah lainnya yaitu
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung yang masing-masing memiliki ratarata jumlah pekerja sebesar 1.714.882 dan 1.253.796 orang atau sebesar 9,93 dan
7,28 persen. Sedangkan daerah dengan jumlah pekerja terendah adalah Kota
Banjar yang memiliki rata-rata jumlah pekerja sekitar 25 kali lipat tertinggalnya
dari dua daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja tinggi yaitu sebesar 69.855
orang atau sebesar 0,406 persen.
Lebaranya jarak tersebut menunjukkan bagaimana kondisi perbedaan dalam
menggali potensi daerah masing-masing yang dapat menyerap tenaga kerja.
Perbedaan pencapaian penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang dapat
menyebabkan suatu wilayah akan semakin timpang (divergen) dalam penyerapan
tenaga kerja yang nantinya akan menyebabkan ketimpangan pendapatan kembali
sesuai dengan penelitian (Asman 2011) yang menjelaskan bahwa tingkat
pengangguran memiliki hubungan positif dengan ketimpangan pendapatan atau
dapat berkurang jika daerah yang rendah dalam penyerapan tenaga kerja dapat
menjadi lebih cepat dari pada daerah yang memiliki tingkat penyerapan tenaga
kerja yang tinggi yang nantinya akan cenderung semakin seragam (konvergen)
sehingga gap kemakmuran antardaerah semakin kecil. Untuk mengetahui tingkat
penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode
2008-2012 menunjukkan semakin timpang (divergen) atau kecenderungan untuk
makin seragam (konvergen) seperti yang diharapkan maka analisis mengenai
konvergensi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat menarik untuk diteliti.
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak dari Provinsi-Provinsi di Indonesia. Total jumlah penduduk Provinsi
Jawa Barat sampai tahun 2012 yaitu sebesar 57.927.003 ribu jiwa. Jika dilihat dari
kepadatan penduduknya, Provinsi Jawa Barat sebagai urutan kedua paling tinggi
setelah DKI Jakarta. Dengan kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi ini,
kesenjangan antardaerah di Jawa Barat masih merupakan kondisi nyata yang
sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi daerah yang
bertujuan agar setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang
dimilikinya secara tepat, sehingga akan mendorong terciptanya proses
pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan kesenjangan yang terjadi
akan semakin menurun. Namun fakta yang ada setelah berjalan selama 13 tahun
kebijakan otonomi daerah belum mampu mengurangi ketimpangan pendapatan
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Ketimpangan pendapatan ini akan
memiliki dampak luas dalam menyebabkan ketimpangan lain salah satunya adalah
ketimpangan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat pada Tabel 2 dimana
ada daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja yang jauh meninggalkan daerah
5
lainnya sampai 26 kali lipat. Apabila kesenjangan ini terus dibiarkan maka akan
dapat membuat kinerja perekonomian semakin timpang antardaerah di Provinsi
Jawa Barat yang dapat diukur melalui PDRB.
Tabel 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008-2012 (persen)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kabupaten/Kota
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majelengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Jawa Barat
Sumber: BPS Jawa Barat 2013
2008
5,58
3,90
4,04
5,30
4,69
4,02
4,95
4,28
4,91
4,57
4,58
4,55
4,33
4,87
10,84
6,07
6,95
5,98
6,11
8,17
5,64
5,94
6,42
4,77
5,70
4,82
6,21
2009
4,14
3,65
3,93
4,34
5,57
4,15
4,92
4,39
5,08
4,73
4,76
1,87
4,63
5,28
7,40
5,04
4,64
6,02
6,14
8,34
5,05
4,13
6,22
4,63
5,72
5,13
4,19
Tahun
2010
5,09
4,02
4,53
5,88
5,34
4,27
5,07
4,99
4,96
4,59
4,22
4,03
4,34
5,77
11,87
6,18
5,47
6,14
6,11
8,45
3,81
5,84
6,36
5,30
5,73
5,28
6,20
2011
5,96
4,07
4,74
5,94
5,48
4,32
5,11
5,43
5,03
4,67
4,82
4,89
4,45
6,40
8,97
6,26
5,75
6,19
6,31
8,73
5,93
7,08
6,58
5,56
5,81
5,35
6,48
2012
5,99
4,34
5,08
6,15
4,61
4,32
4,99
4,73
4,81
4,76
4,69
5,03
4,52
6,31
5,44
6,22
6,04
6,15
5,29
8,98
5,57
6,85
7,15
5,24
5,89
5,26
6,21
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat berfluktuatif. Kota Banjar dan Kota
Sukabumi adalah dua daerah dimana memiliki kontribusi PDRB terendah
dibandingkan dengan daerah yang lain di Provinsi Jawa Barat. Namun, kedua
daerah tersebut memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang hampir sama dengan
laju pertumbuhan daerah yang memiliki kontribusi PDRB tertinggi yaitu
Kabupaten Bekasi. Secara berurutan rata-rata laju pertumbuhan Kota Banjar dan
Kota Sukabumi adalah sebesar 5,168 dan 5,992 persen sedangkan laju
pertumbuhan Kabupaten Bekasi sebesar 5,954 persen. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa kemungkinan daerah yang tertinggal nantinya dapat
mengejar ketertinggalannya dari daerah yang lebih maju. Sehingga dapat
membuat proses konvergensi pendapatan yang nantinya akan berdampak salah
satunya pada konvergensi penyerapan tenaga kerja.
Permasalahan utama yang ingin dibahas di dalam penelitian ini adalah
bagaimana konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat
6
dan faktor-faktor yang mendukung konvergensi penyerapan tenaga kerja. Untuk
menjawab permasalahan penelitian tersebut adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana posisi masing-masing daerah di Jawa Barat jika dilihat berdasarkan
pertumbuhan PDRB dan besaran penyerapan tenaga kerja?
2. Bagaimana ketimpangan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa
Barat?
3. Apakah pergerakan penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat
menunjukkan suatu proses yang konvergen dan faktor-faktor apa saja yang
dapat mendorong proses konvergensi penyerapan tenaga kerja terutama bagi
daerah tertinggal agar dapat mengejar ketertinggalannya?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memetakkan daerah di Jawa Barat jika dilihat berdasarkan pertumbuhan PDRB
dan besaran penyerapan tenaga kerja.
2. Mengukur dan menganalisis tingkat ketimpangan penyerapan tenaga kerja
kabupaten/kota di Jawa Barat
3. Menguji apakah kestabilan penyerapan tenaga kerja menuju ke kestabilan yang
konvergen dan mengestimasi faktor-faktor yang mendukung proses
konvergensi penyerapan tenaga kerja antarkabupaten/kota di Jawa Barat
sehingga diketahui faktor-faktor yang dapat didorong untuk membantu
meningkatkan penyerapan tenaga kerja terutama bagi daerah tertinggal agar
dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat Penelitian
Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
kecenderungan pola penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa Barat
pada periode analisis apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang
konvergen atau divergen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung
konvergensi penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa Barat. Hasil
penelitian mengenai pola penyerapan tenaga kerja antardaerah di Provinsi Jawa
Barat ini dapat digunakan untuk menentukkan kebijakan yang tepat bagi masingmasing daerah sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam fokus
pembangunan daerah Jawa Barat saat ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti, mahasiswa
dan dosen yang berminat dengan penelitian tentang konvergensi penyerapan
tenaga kerja antardaerah.
7
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada analisis
penelitian konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa barat
hanya fokus untuk mengetahui pergerakan penyerapan tenaga kerja menuju ke
kestabilan yang konvergen antardaerah di Provinsi Jawa Barat untuk periode
2008-2012. Selain itu, dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mendukung
konvergensi penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di Jawa Barat menggunakan
data-data yang terdiri dari: PDRB per kabupaten/kota di Jawa Barat, upah per
kabupaten/kota di Jawa Barat, infrastruktur yang diukur dengan panjang jalan per
kabupaten/kota di Jawa Barat, serta investasi per kabupaten/kota di Jawa Barat
dari tahun 2008-2012.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi, karena
manusialah (tenaga kerja) yang mampu menggerakan faktor-faktor produksi yang
lain untuk menghasilkan suatu barang. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun
2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat (Huda 2008). Pengertian tenaga kerja secara mikro
adalah orang yang tidak saja mampu bekerja, tapi secara nyata menyumbangkan
potensi kerja yang dimilikinya kepada lingkungan kerjanya dan menerima
imbalan upah. Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup
bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup
bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja
(Djojohadikusumo 1987).
Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk
bekerja pada suatu unit usaha atau lapangan pekerjaan. Kesempatan kerja
didasarkan pada data sensus penduduk, dimana jumlah penduduk yang bekerja
mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan
kerja bukanlah lapangan usaha yang masih terbuka (Rusli 1995). Upaya yang
dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas
yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang
memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang
tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan
tingkat kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun. Secara
umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan investasi.
Dan diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang
menggunakannya serta agar produsennya memperoleh pendapatan. Faktor
produksi tenaga kerja berkualitas yang memiliki produktivitas tinggi sangat
menentukkan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda
8
terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja (Fudjaja, 2002).
Penduduk
Bukan Usia Kerja
Usia Kerja
Angkatan Kerja
Bekerja
Bukan Angkatan Kerja
Pengangguran
Mencari
Pekerjaan
Sedang
Bekerja
Mempersiapkan
Usaha
Sekolah
Mengurus
Rumah Tangga
Merasa Tidak
Mungkin
Mendapatkan
Pekerjaan
Lainnya
Sudah Punya
Pekerjaan Tetapi
Belum Mulai
Bekerja
Sementara Tidak
Bekerja
Setengah
Pengangguran
(