Pemanfaatan Serat Pisang Abaka (Musa textilis Nee) dan Kertas HVS Sebagai Kertas Seni

PEMANFAATAN SERAT PISANG ABAKA (Musa textilis Nee)
DAN KERTAS HVS SEBAGAI KERTAS SENI

YOGA PRASETYO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul adalah Pemanfaatan Serat
Pisang Abaka (Musa textilis Nee) dan Kertas HVS Sebagai Kertas Seni benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Yoga Prasetyo
NIM F34100053

ABSTRAK
YOGA PRASETYO. Pemanfaatan Serat Pisang Abaka (Musa textilis Nee) dan
Kertas HVS Sebagai Kertas Seni. Dibimbing Oleh NASTITI SISWI INDRASTI.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut dan
waktu pemasakan terhadap rendemen, bilangan kappa, selektifitas delignifikasi, dan
pH, menentukan kombinasi perlakuan NaOH dan CaO terbaik berdasarkan
selektifitas delignifikasi, dan mengetahui sifat mekanik kertas seni. Proses pemasakan
dibagi menjadi dua tipe bahan pelarut yaitu NaOH 8-12 % dan CaO 13-17 % yang
diproses dengan perbandingan bahan dan pelarut (1:6), waktu pemasakan pulp (45
menit dan 60 menit), dan pada suhu 170oC. Penggunaan NaOH menghasilkan
bilangan kappa berkisar 0.82-1.57, sedangkan CaO menghasilkan 2.03-2.54.
Penggunaan NaOH menghasilkan selektifitas delignifikasi berkisar 62.90-120.55,
sedangkan CaO menghasilkan 38.49-48.24. Namun, CaO memiliki nilai rendemen
yang lebih baik yaitu 76.94-84.87 %, sedangkan NaOH berkisar 60.19-71.71 %. Hasil
penelitian menunjukkan, NaOH 12 % dan CaO 17 % dengan waktu pemasakan 1 jam

(Na3T2 dan Ca3T2) mempunyai selektifitas delignifikasi yang lebih baik dibandingkan
konsentrasi perlakuan lainnya yang menunjukkan kombinasi perlakuan terbaik
berdasarkan kemurnian selulosa dan intensitas delignifikasi lignin yang lebih baik.
Hasil pengujian sifat mekanik kertas menunjukkan, Na3T2 mempunyai nilai ketahanan
tarik dan sobek lebih baik (70.66 kN/m dan 2434.90 mN) dibanding Ca3T2 (50.87
kN/m dan 1635.57 mN)
Kata Kunci: abaka, kertas seni, waktu pemasakan, dan pelarut.

ABSTRACT
YOGA PRASETYO. The Utilization of Abaca Fibre (Musa textilis Nee) and
HVS Paper as Art Paper. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI.
The purposes of this study are to know the influence of solvent concentration
and pulping time toward the yield, kappa number, delignification selectivity,and acid
level, determine the best combination experiment of NaOH and CaO based on
delignification selectivity and recognize the mechanical properties of art paper.
Alkali Pulping process was differentiated into two kinds of solvent (NaOH 8-12 %
and CaO 13-17 %) which were pulped in ratio of material and solvent (1:6), pulping
time (45 minutes and 60 minutes), and the temperature of 170oC. Using concentration
of NaOH had kappa index valued 0.82-1.57, while CaO had 2.03-2.54. Using NaOH
had delignification selectivity valued 62.90-120.55, while CaO had 38.49-48.24.

However, the yield of CaO had a better property (76.94-84.87%), while NaOH had
(60.19-71.71%). Based on experiment, NaOH 12% and CaO 17% with an hour
pulping time (Na3T2 dan Ca3T2) had a better delignication selectivity which was
considered as the best combination experiment and showed the better cellulose purity
and lignin delignification intensity. The mechanical properties showed that Na3T2 had
a better tensile and tear resistance (70.66 kN/m and 2434.90 mN) over Ca3T2 (50.87
kN/m and 1635.57 mN)
Keywords: abaca, art paper, pulping time, solvent

PEMANFAATAN SERAT PISANG ABAKA (Musa textilis Nee)
DAN KERTAS HVS SEBAGAI KERTAS SENI

YOGA PRASETYO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Serat Pisang Abaka (Musa textilis Nee) dan Kertas HVS
Sebagai Kertas Seni
Nama
: Yoga Prasetyo
NIM
: F34100053

Disetujui oleh,

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Pembimbing

Diketahui oleh,


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul “Pemanfaatan Serat Pisang Abaka (Musa textilis Nee) dan
Kertas HVS Sebagai Kertas Seni” yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni di
Laboratorium Kimia, Departemen Teknologi Hasil Hutan dan LIPI Biomaterial.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis ingin meyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membantu dan memberi arahan selama penelitian dan penulisan
skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai dosen penguji yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.
3. Ibu Dr. Ir. Hj. Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen penguji yang telah

memberi arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Nyoman J. Wistara, Ph.D selaku dosen Teknologi Hasil Hutan yang
telah memberi arahan dan informasi mengenai penelitian.
5. Staf laboratorium Kimia Hasil hutan IPB (Bapak Supriatin dan Bapak
Gunawan)
6. Staf Laboratorium LIPI Biomaterial yang telah membantu dalam proses
penelitian.
7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan selama pelaksanaan
penelitian dan penyelesaian skripsi
8. Teman-teman TIN 47 yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
Semoga Skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata bagi
perkembangan industri kertas.
Bogor, Juli 2014
Yoga Prasetyo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Kerangka Pemikiran

3

Bahan dan Alat

4


Penyiapan Pulp Serat Pisang Abaka

4

Karakteristasi Pulp

7

Pembuatan Kertas Seni

9

Karakterisasi Kertas

10

Analisis Data

11


HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Produksi dan Krakteristik Pulp

12

Karakteristik Pulp Pisang Abaka

18

Parameter Perlakuan Terbaik

19

Sifat Fisik dan Mekanik Lembaran Kertas Seni

20


SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1 Faktor koreksi perbedaan pemakaian persentase permanganat
2 Kelas mutu serat berdasarkan klasifikasi runkel

8
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Kerangka pemikiran penelitian
3
Proses produksi kertas seni
5
Digester
7
Disc refiner
9
Pencetak dan penyaring kertas
9
Pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan terhadap rendemen
13
Pengaruh konsentrasi CaO dan waktu pemasakan terhadap rendemen
13
Pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan pulp terhadap
bilangan kappa
14
Pengaruh konsentrasi CaO dan waktu pemasakan pulp terhadap bilangan
kappa
15
Pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan terhadap selektifitas
delignifikasi
16
Pengaruh konsentrasi CaO dan waktu pemasakan terhadap selektifitas
delignifikasi
16
Pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan terhadap pH
17
Pengaruh konsentrasi CaO dan waktu pemasakan terhadap pH
17
Ketahanan tarik kertas seni
21
Ketahanan sobek kertas seni
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil pengujian rendemen pulp tersaring dengan pengaruh NaOH
Uji analisis keragaman rendemen tersaring pulp dengan pengaruh NaOH
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap rendemen
Hasil pengujian rendemen pulp tersaring dengan pengaruh CaO
Uji analisis keragaman rendemen tersaring pulp dengan pengaruh CaO
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap rendemen
Hasil pengujian bilangan kappa dengan pengaruh NaOH
Uji analisis keragaman bilangan kappa dengan pengaruh NaOH
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap bilangan kappa
Hasil pengujian bilangan kappa dengan pengaruh CaO
Uji analisis keragaman bilangan kappa dengan pengaruh CaO

26
26
26
27
27
27
28
28
28
29
29

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap bilangan kappa
Hasil pengujian selektifitas delignifikasi dengan pengaruh NaOH
Uji analisis keragaman selektifitas delignifikasi dengan pengaruh NaOH
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap selektifitas delignifikasi
Hasil pengujian selektifitas delignifikasi dengan pengaruh CaO
Uji analisis keragaman selektifitas delignifikasi dengan pengaruh CaO
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap selektifitas delignifikasi
Hasil pengujian pH dengan pengaruh NaOH
Uji analisis keragaman pH dengan pengaruh NaOH
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap pH
Hasil pengujian pH dengan pengaruh CaO
Uji analisis keragaman pH dengan pengaruh CaO
Uji lanjut duncan pengaruh konsentrasi terhadap pH
Dimensi Pulp
Turunan Dimensi Pulp
Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan pulp dan kertas

29
30
31
31
32
33
33
33
34
34
34
35
35
36
36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia telah
membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan lingkungan yang
disebabkan oleh ketergantungan industri pulp terhadap kayu. Menurut Antara et al
(2011), penyebaran industri pulp dan kertas di wilayah Jawa sekitar 57.96 % (6 607
200 ton/tahun), sedangkan di wilayah Sumatera sekitar 37.43 % (4 266 000
ton/tahun) dan wilayah Kalimatan 4.61 % (52 500 ton/tahun). Pada tahun 2002,
Indonesia memproduksi kertas sebanyak 7.6 juta ton per tahun. Produksi kertas pada
tahun 2014 diprediksi akan meningkat hingga 13 juta ton (Kemenperin 2014).
Pisang abaka (Musa textilis Nee) merupakan salah satu serat alam yang
mempunyai potensi besar sebagai substitusi kayu karena mempunyai sifat mekanik
dan kimiawi yang baik. Serat abaka memiliki kekuatan tarik dan kekuatan lentur yang
baik dan tahan terhadap kebusukan (Hintermann 2005). Pisang abaka dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku organik tekstil dan kertas karena mengandung
70.2 % selulosa, 18-23 % hemiselulosa dan 5-18 % lignin (Haroen 1997). Pisang
abaka merupakan salah satu tanaman penghasil serat bukan kayu (non wood) yang
memiliki serat panjang.
Tanaman ini dapat tumbuh di kawasan Indonesia mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian 30-1000 m dari permukaan laut.
Jenis tanah yang cocok mulai dari vulkanis, aluvial sampai tanah agak gembur
dengan tingkat keasaman (pH) 5-8. Pertumbuhan akan lebih baik apabila pH berkisar
6-7. Pisang abaka dapat tumbuh pada kemiringan tanah antara 15-25 %, curah hujan
2000-3500 mm, suhu udara 18-30oC, kelembaban udara 78-88 % dengan pancaran
sinar matahari yang cukup (Haroen 1999). Persebaran pisang abaka meliputi Jawa
Timur dan Sulawesi Utara yang mencapai 923 ton/tahun pada tahun 2014 (Kementan
2014).
Berkaitan dengan hal tersebut, serat pisang abaka dapat dimanfaatkan sebagai
kertas seni dengan penambahan kertas HVS yang akan menghasilkan kertas
bertekstur kasar. Pencampuran bahan serat pisang abaka dan kertas HVS karena HVS
memiliki selulosa dan opasitas yang tinggi. Menurut Ruseimy (2008) Kertas HVS
memiliki kandungan serat selulosa berkisar 60.5 %. Pembuatan kertas seni
merupakan salah satu alternatif pengolahan serat pisang abaka dan kertas bekas.
Kertas seni berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat karena pengolahan
kertas seni yang tidak rumit, selain itu kertas seni dapat dijual dengan harga yang
mahal.
Proses delignifikasi dalam pembuatan pulp ini menggunakan pelarut NaOH
dan CaO yang diharapkan dapat menghasilkan kandungan lignin rendah dan selulosa
yang tinggi. Kapur (CaO) dapat digunakan saat pemasakan bahan-bahan berserat
pendek dan dapat meningkatkan titik didih air yang digunakan pada proses hidrolisis.
CaO juga merupakan zat pelarut yang ramah lingkungan (Oates 1998). Menurut

2

Stocchi et al (2007), perlakuan alkali dapat meningkatkan kekakuan, kekuatan, dan
modulus lentur dinamis yang menunjukkan peningkatan kekuatan ikatan antar muka
dan adhesi antara matriks dan serat.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan serat pisang abaka dan kertas HVS bekas sebagai bahan baku kertas
seni.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH dan CaO dan waktu pemasakan pulp
terhadap parameter rendemen, bilangan kappa, selektifitas delignifikasi, dan pH.
3. Menentukan kombinasi percobaan terbaik pada pelarut CaO dan NaOH
berdasarkan selektifitas delignifikasi.
4. Mengetahui karakteristik mekanik kertas seni.

Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian pengaruh proporsi bahan baku terhadap karakteristik kertas
seni berbahan baku pisang abaka adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi penggunaan serat pisang abaka dan kertas HVS sebagai
bahan baku kertas seni.
2. Memberikan informasi pengaruh kosentrasi larutan ekstraksi, jenis larutan
ekstraksi, dan waktu pemasakan terhadap karakteristik sifat fisik dan mekanik
kertas seni.
3. Memberikan informasi pengaruh dimensi serat pulp terhadap karakteristik mekanik
kertas.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan baku serat alam yang digunakan adalah pisang abaka (Musa textilis Nee)
dan kertas HVS sebagai kertas seni.
2. Zat kimia yang digunakan antara lain:
 NaOH 8 %, 10 %, 12 % dan CaO 13 %, 15 %, 17 %
 PVAc Sebagai perekat
3. Proses pulping dilakukan pada suhu 170oC dengan dua waktu perlakuan berbeda
yaitu waktu 45 menit dan 60 menit.
4. kertas HVS A4 bergramatur 80 g/m2.
5. Proporsi bahan baku serat dengan pulp kertas HVS adalah 60:40.

3

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pembuatan kertas dilakukan dengan identifikasi awal pulp terbaik berdasarkan
karakteristik kimia pulp yang dihasilkan oleh pelarut ekstraksi NaOH dan CaO.
Penelitian berikutnya adalah menentukan perlakuan terbaik dari masing-masing jenis
pelarut berdasarkan selektifitas delignifikasi yang lebih baik. Kemudian, masingmasing perlakuan dibentuk lembaran kertas untuk diketahui karaktertik mekanik yang
dihasilkan. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Serat pisang abaka

Persiapan bahan

Proses pulping dengan
pelarut NaOH

Proses pulping dengan
pelarut CaO

Pengujian karakteristik
kimia pulp

Pulp NaOH dengan
karakteristik kimia terbaik

Pulp CaO dengan
karakteristik kimia terbaik

Pembentukan lembaran
kertas

Pengujian sifat mekanik
kertas

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

4

Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pulp adalah serat pisang
abaka yang berasal dari malang, NaOH, CaO, PVAc, KMnO4, H2SO4, KI, Na2S2O3,,
kanji, aquades, dan air. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kertas adalah
kertas HVS, pulp, dan air. Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam
identifikasi dimensi serat adalah safranin, alkohol 10 %, alkohol 30 %, dan alkohol
50 %.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuaan pulp adalah digester, erlenmeyer,
gelas ukur, magnet stirer, timbangan dan pipet tetes. Alat-alat yang digunakan dalam
pembuatan kertas adalah blender, disc refiner dan pencetak kertas. Alat yang
digunakan dalam pengujian kertas adalah paper tensile strength tester dan elmendorf
tearing tester. Sedangkan, alat-alat yang digunakan untuk identifikasi dimensi serat
adalah mikroskop, botol film, dan pipet tetes.

Tahapan Penelitian
Untuk mendapatkan serat dari pisang abaka, beberapa proses secara fisik dan
kimiawi perlu dilakukan. Proses tersebut diantaranya pembersihan dan preparasi
serat, proses pulping atau penghilangan lignin dari serat, dan pembentukan kertas.
Metode pembuatan kertas dapat dilihat pada Gambar 2.

5

Serat pisang abaka

Pemotongan bahan 2-3 cm

Pembersihan serat
Bahan:larutan pemasak (1:6), NaOH
(8%, 10%, dan 12%) atau CaO (13%,
15%, dan 17% )

Ekstraksi
(170oC, 45 menit) ;
(170oC,60 menit)
Pulp

Air

Pencucian

Air sisa pencucian

Penyaringan

PVAc 5%, Pulp: pulp kertas
HVS (60:40)

Pulp

Kertas

Analisis bilangan kappa,
rendemen, pH, dan dimensi
serat

Pengecilan ukuran

Penggilingan

Perendaman dengan air

Pencetakan

Pengeringan
(60oC, 4 jam)

Kertas Seni

Pengujian fisik dan
mekanik kertas

Gambar 2 Proses produksi kertas seni

6

Penyiapan Pulp Serat Pisang Abaka
Preparasi Bahan Baku
Bahan baku berupa pisang abaka (Musa textilis Nee) berasal dari Malang.
Bagian yang diambil adalah serat yang berasal dari batang pisang dan dipisahkan
melalui proses dekortikator. Serat dipotong 2-3 cm secara manual. Kemudian, serat
dibersihkan dari kotoran-kotoran. Kadar air serat dihitung dengan mengambil serat
secara acak (A), lalu dikeringkan dalam oven 103 ± 2 oC hingga tercapai berat yang
konstan (B).
=



� 100%

Untuk mencegah terjadinya perubahan kadar air, maka serpih dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang ditutup rapat. Bila KA sudah ditentukan maka dapat
dihitung berat basah serpih (BB) dari berat kering tanur (BKT) yaitu sebesar 150 g
untuk pemasakan berdasarkan rumus :
BB = (KA + 1 ) x BKT
Pembuatan Pulp
Prinsip pembuatan pulp adalah mendapatkan kemurnian selulosa dengan
mendegradasi lignin. Tujuan dari proses tersebut adalah mempermudah mendapatkan
selulosa pada serat abaka. Serpih setara 150 g kering tanur dimasak dalam digester
(Gambar 3). Penentuan konsentrasi didasarkan pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh (Jimenez et al. 2005) yang menggunakan taraf NaOH sebesar 5-10 %.
Sedangkan, penentuan taraf konsentrasi CaO didasarkan pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh (Zulfikar et al. 2009) yang menggunakan CaO sebagai bahan
delignifikasi pada taraf 5-15 %. Dalam pemasakan pulp terdapat tiga taraf konsentrasi
yang terdiri dari dua jenis pelarut yaitu NaOH 8 % (Na1), 10 % (Na2) 12 % (Na3) dan
CaO 13 % (Ca1), 15 % (Ca2) 17 % (Ca3). Lama pemasakan dilakukan dengan dua
taraf waktu yaitu 45 menit (T1) dan 60 menit (T2). Sehingga terdapat 12 kombinasi
perlakuan yaitu Na1T1, Na1T2, Na2T1, Na2T2, Na3T1, Na3T2, Ca1T1, Ca1T2, Ca2T1,
Ca2T2, Ca3T1, dan Ca3T2.
Waktu pemasakan pulp terdiri dari ± 40 menit waktu impregnasi hingga
mencapai suhu maksimum (170 oC). Rasio bahan dengan larutan pemasak 1:6 (g/l).
Kemudian pulp dibersihkan dengan air bersih dan disaring, sehingga didapatkan pulp
bersih.

7

Gambar 3 Digester
Karakterisasi Pulp
Rendemen Pemasakan
Pulp hasil pemasakan dipisahkan dari cairan pemasakannya atau black liquor
dengan cara mencuci pulp dengan air mengalir sampai bebas dari bahan kimia dan
disaring dengan screen dengan ukuran 38 mesh, kemudian pulp ditentukan kadar air
dengan metode (SNI 08-7070-2005). Lindi hitam diuji pH untuk mengetahui
Kemudian, pulp ditentukan rendemen pulpnya denngan rumus berikut:

Keterangan :

�=

� 100%

R = Rendemen pemasakan (%)
Wa = Berat kering oven pulp hasil pemasakan (g)
Wb = Berat Kering oven pulp sebelum dimasak (g)
Bilangan Kappa (SNI 0494:2008)
Pulp ditimbang sebanyak 1 g kering oven dan dimasukkan ke dalam gelas piala
1000 ml, kemudian contoh ditambahkan 700 ml air suling dan diaduk dengan magnet
styrer hingga serat terurai. Larutan H2SO4 4 N sebanyak 25 ml dituangkan ke dalam
gelas piala berisi pulp dan ditinggalkan sebagian sebagai pembilas. Kemudian secara
perlahan-lahan larutan KMNO4 0,1 N dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut.
Tempat bekas larutan KMO4 0,1 N dibilas dengan H2SO4 4 N. Setelah lima
menit ditambahkan 10 ml KI 10 % dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N serta
larutan kanji 0.2 % sebagai indikator. Blanko dibuat dengan langkah yang sama tetapi
tanpa menggunakan contoh pulp.
Perhitungan bilangan kappa:
=

��

8

P=

−a N
0.1

Keterangan:
K : Nilai bilangan kappa
F : faktor koreksi pemakaian 50 % kalium permanganat yang bergantung
padanilai p sesuai dengan tabel
p : larutan kalium permanganat yang terpakai oleh contoh pulp, dinyatakan
dalam mililiter (mL)
w : berat contoh kering oven, dinyatakan dalam gram (g);
b : larutan natrium thiosulfat yang terpakai dalam titrasi blanko, dinyatakan
dalam mililiter (mL)
a : larutan natrium thiosulfat yang terpakai dalam titrasi contoh, dinyatakan
dalam mililiter (mL)
N : normalitas larutan natrium thiosulfat
Tabel 1 Faktor (p) koreksi perbedaan pemakaian persentase permanganat
P + 0
1
2
3
4
5
6
7
8
30
0.958 0.960 0.962 0.964 0.966 0.968 0.970 0.973 0.975
40
0.979 0.981 0.983 0.985 0.987 0.989 0.991 0.994 0.996
50
1.000 1.002 1.004 1.006 1.009 1.011 1.013 1.015 1.017
60
1.022 1.024 1.026 1.028 1.030 1.033 1.035 1.037 1.039
70
1.044

9
0.977
0.998
1.019
1.042

Selektifitas Delignifikasi
Untuk mengetahui nisbah antara karbohidrat dan lignin yang terkandung
dalam pulp maka dapat dilakukan perhitungan selektifitas delignifikasi sehingga
diperoleh nilai Selektifitas Delignifikasi (SD) melalui beberapa rumus berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Berat kering oven serpih
Rendemen pemasakan
Lignin Klason (%)
Jumlah lignin dalam pulp (g)
Karbohidrat dalam pulp (g)
Selektifitas Delignifikasi

= A (g)
= % Rendemen x A = B (g);
= Bilangan kappa x 0.13 = C (%)
= C x B = D (g)
= B – D = E (g)
(�)
=
(�)

Dimensi Pulp
Perhitungan dimensi serat dilakukan dengan metode Schultze (Silitonga et al
1972). Pulp yang telah dibersihkan dari lindi hitam dipindahkan ke tabung film.
Kemudian, pulp diberi pewarna safranin 2 % 2-3 tetes dan disimpan selama 6-8 jam.
Pulp yang sudah diberi warna kemudian dicuci dengan aquades. Kemudian, pulp

9

didehidrasi dengan alkohol 10 %, 30 %, dan 50 % dengan waktu masing-masing 2
menit. Letakkan pulp ke object glass yang kemudian ditutup dengan cover glass. Dari
pengukuran dimensi serat dicari beberapa nilai turunan serat yaitu nisbah runkel dan
daya tenun dengan rumus sebagai berikut:
Runkel ratio =
Daya tenun =
Keterangan:
W
= Tebal dinding sel (µm)
L
= Panjang serat (µm)
d
= Diameter serat (µm)
l
= Diameter lumen (µm)

2



Pembuatan Kertas Seni
Tahap terakhir adalah pembentukan kertas (forming), yaitu dengan mencetak
bubur kertas sesuai dengan bentuk pada desain yang telah dibuat. Pembentukan pulp
diawali dengan menggiling pulp dan kertas HVS menggunakan disc refiner (Gambar
4). Pembentukan lembaran dilakukan dengan menimbang pulp dan pulp kertas hvs
dengan perbandingan 60:40. Sebelum suspensi pulp dicetak, pulp tersebut diuraikan
kembali menggunakan blender dan ditambahkan PVAc 5 % (b/b). Proses
pembentukan lembaran kertas menggunakan cetakan kertas (Gambar 5a) yang
dilengkapi dengan saringan berukuran 200 mesh (Gambar 5b).

Gambar 4 Disc refiner

(a)

(b)

Gambar 5 Pencetak Kertas (a) dan Penyaring 200 mesh (b)

10

Karakterisasi Kertas
Sifat Fisik
Gramatur (SNI 14-0439-1989)
Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot kertas per satuan luas kertas
(g/m ). Sebelum menimbang bobot kertas, terlebih dahulu disiapkan kertas dengan
ukuran 10x10 cm. Pengambilan contoh dan penimbangan dilakukan pada kondisi
standar. Setelah ditimbang menggunakan neraca analitik, dihitung gramaturnya
dengan persamaan berikut :
2

�=

Keterangan :
m : massa contoh uji (g)
A : luas contoh uji (cm2)

� 10000

Sifat Mekanik
Ketahanan Tarik (SNI 14-4737-1998)
Ketahanan tarik adalah daya tahan maksimum lembaran pulp, kertas, atau
karton terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujung jalur tersebut sampai putus,
diukur pada kondisi standar. Contoh uji lembar kertas yang berukuran panjang 200
mm dan lebar 15 mm dengan tepi sejajar (masing-masing untuk arah silang mesin
dan searah mesin) dijepit pada kedua ujungnya dengan jarak 100 mm pada tensile
tester yang dimulai dari ujung atas dan terpasang merata dan tidak melintir. Pengunci
batang penjepit dilepaskan sehingga lembaran kertas terenggang bebas. Motor
dijalankan untuk mengayunkan bandul hingga berhenti bersama putusnya lembaran
contoh uji. Ketahanan tarik dapat langsung dibaca pada alat dan dinyatakan dalam
kgf atau kN/m (1 kgf per 15 mm = 0.6538 kN/m). Indeks tarik dapat dihitung dengan
rumus:
Ketahanan tarik (kPa) = T x 0.6538
Indeks tarik =

Keterangan :
T
= skala terbaca (kgf)
0.6538 = faktor konversi

Ketahanan tarik (kpa)
gramatur (g/m2 )

11

Ketahanan Sobek (SNI 14-0436-1989)
Ketahanan sobek adalah gaya yang diperlukan untuk menyobek selembar
kertas yang dinyatakan dalam gram gaya (gf) atau mili Newton (mN) dan diukur
dalam kondisi standar.
Contoh uji yang panjangnya 76 ± 2 mm dan lebarnya 63 ± 0.15 mm dipasang
diantara kedua penjepit tearing tester pada kondisi vertikal searah dengan lebar
contoh uji. Penyobekan awal dilakukan dengan menggunakan pisau yang tersedia
pada alat tersebut selebar 20 mm sehingga contoh uji yang belum tersobek 43 mm.
Penahan bandul ditekan sehingga bandul mengayun bebas serta menyobek contoh uji.
Bandul berhenti setelah contoh uji putus dan nilai ketahanan sobek dapat dibaca pada
skala penguji. Indeks sobek dapat dihitung dengan rumus:
Ketahanan sobek (mN) = S x 9.087
Indeks sobek =

Ketahanan sobek (mN)
gramatur (g/m2 )

Keterangan :
S
= skala terbaca (gf)
9.087 = faktor konversi
Analisis Data
Metode rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancang Acak Lengkap
(RAL) dengan faktorial 3x2 pada jenis pelarut NaOH dan CaO dengan dua ulangan.
Masing-masing jenis konsentrasi terdiri dari 3 taraf yaitu NaOH 8% (Na1), 10% (Na2)
12% (Na3) dan CaO 13% (Ca1), 15% (Ca2) 17% (Ca3). Faktor lain rancangan ini
adalah waktu lama pemasakan yang dilakukan dengan dua taraf waktu yaitu 45 menit
(T1) dan 60 menit (T2). Sehingga percobaan ini terdiri dari 24 rancangan percobaan.
= �+ �

= �+

+ � + � �(

+� +

�(

)
)

+�

+�

( )

;

( )

Untuk:
i
= 1,2,3
j
= 1,2
n
= 1,2
Keterangan :
= Respon pengamatan konsentrasi NaOH ke-i dan waktu pembuatan pulp
ke-j
= Respon pengamatan konsentrasi CaO ke-i dan waktu pembuatan pulp ke-j

12




= Pengaruh rata-rata pengamatan
= Pengaruh perlakuan konsentrasi NaOH pada taraf ke-i
= Pengaruh perlakuan konsentrasi CaO pada taraf ke-i

= Pengaruh waktu pembuatan pulp (45 menit atau 60 menit) taraf ke-j
� �( ) = Pengaruh interaksi NaOH pada taraf ke-i dan waktu pembuatan pulp taraf
ke-j
�( ) = Pengaruh interaksi CaO pada taraf ke-i dan waktu pembuatan pulp taraf
ke-j
� ( ) =Pengaruh acak pada perlakuan konsentrasi pelarut taraf ke-I pada
kelompok waktu pembuatan pulp taraf ke-j pada ulangan ke-n
Respon yang diamati meliputi rendemen pemasakan, bilangan kappa,
selektifitas delignifikasi, pH, ketahanan tarik dan ketahanan sobek. Analisis
dilakukan dengan metode ANOVA dan uji beda nyata Duncan sesuai dengan
rancangan yang ditetapkan. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95 %. Jika
nilai signifikan lebih kecil dari 0.05 maka terdapat perbedaan nyata terhadap suatu
parameter perlakuan atau waktu dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
mengetahui perlakuan yang berbeda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi dan Karakteristik Pulp
Proses Pulping
Pulping adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat melalui
berbagai proses pembuatannya seperti mekanis, semikimia, dan kimia, yang bertujuan
mendapatkan selulosa sebagai bahan baku kertas melalui proses delignifikasi. Barnett
dan George (2003) menjelaskan, bahwa dalam proses kimia, pemisahan serat
dilakukan melalui delignifikasi, terutama pada ikatan antar serat yang terdapat pada
lamela tengah. Kecepatan reaksi alkali terhadap pelarutan lignin, selulosa, dan
hemiselulosa tergantung pada suhu, tekanan, dan konsentrasi larutan pemasak (Casey
1980).
Proses delignifikasi diawali dengan proses impregnasi atau initial
delignification. Menurut Gullichsen dan Paulapuro (2000), tahap impregnasi terjadi
pada suhu kurang dari 140 oC. Tahap impregnasi meliputi penetrasi pelarut ke dalam
rongga-rongga serat dan difusi bahan-bahan kimia pemasak yang terlarut (Sjostorm
1995). Peluruhan lignin pada tahap ini relatif sedikit dari seluruh jumlah lignin total.
Tahap selanjutnya adalah bulk delignification yang merupakan tahap penyusutan
karbohidrat, terutama hemiselulosa dengan sedikit yang terurai dan akan meningkat
lagi penurunannya pada fase residual delignification.

13

Proses delignifikasi terjadi melalui tiga tahap. Tahap awal atau initial
delignification terjadi sebelum 140oC dan sekitar 5 % lignin dapat terdegradasi dari
lignin total. Tahap berikutnya adalah delignifikasi curah atau bulk delignification
yang terjadi di atas 140oC yang mana sekitar 89 % lignin terdegradasi. Pada akhir
delignifikasi atau residual delignification hanya 1 % lignin yang terdegradasi (Casey
1980).
Rendemen Pemasakan

Rendemen (%)

Rendemen pemasakan merupakan salah satu nilai penting dalam menentukan
kebutuhan suatu bahan baku untuk menghasilkan pulp sebagai bahan baku kertas.
Tujuan utama dari proses pulping adalah mendegradasi dan melarutkan lignin
sebanyak mungkin melalui proses delignifikasi dengan faktor konsentrasi, waktu, dan
suhu. Rendemen pemasakan merupakan hasil pulp yang telah dibersihkan.Rendemen
rata-rata dari penelitian ini dengan perlakuan pelarut NaOH adalah 60.20-71.71 %
(Gambar 6) dan perlakuan CaO adalah 76.94-84.80 % (Gambar 7).
80

71.71

69.68

68.21

65.95

62.53

60.20

T1
Na1

T2
Na1

T1
Na2

T2
Na2

T1
Na3

T2
Na3

Na1T1

Na1T2

Na2T1

Na2T2

Na3T1

Na3T2

60
40
20
0

Perlakuan

Gambar 6 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Terhadap
Rendemen
Rendemen (%)

100
80
60
40
20
0

84.87

83.44

82.50

81.23

80.80

76.94

T1
Ca1

T2
Ca1

T1
Ca2

T2
Ca2

T1
Ca3

T2
Ca3

Ca1T1

Ca1T2

Ca2T1

Ca2T2

Ca3T1

Ca3T2

Perlakuan

Gambar 7 Pengaruh Konsentrasi CaO dan Waktu Pemasakan Terhadap
Rendemen
Hasil uji analisis keragaman (Lampiran 2 dan Lampiran 5) menunjukkan
bahwa perlakuan konsentrasi pelarut NaOH (Na) dan CaO (Ca) dan waktu pembuatan
pulp (T) memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen pemasakan. Berdasarkan uji

14

Duncan, konsentrasi NaOH (8 %, 10 %, dan 12 %) dan CaO (13 %, 15 %, dan 17 %)
berbeda nyata satu dan lain. Hal tersebut menunjukkan, waktu dan konsentrasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang diperoleh yang
ditunjukkan dengan penurunan rendemen seiring dengan peningkatan konsentrasi dan
waktu pemasakan.
Menurut Casey (1980), semakin tinggi konsentrasi pelarut dan lama
pemasakan menyebabkan peluruhan lignin yang lebih tinggi di lamela tengah.
Semakin tinggi konsentrasi bahan kimia dan waktu pemasakan dalam pembuatan
pulp dapat meningkatkan daya difusi dan penetrasi larutan pemasak ke dalam serat,
sehingga menghasilkan pulp dengan kadar lignin dan kadar ekstraktif yang lebih
rendah dalam pulp. Hilangnya sebagian lignin, bahan ekstraktif, dan bahan-bahan
kimia lainnya di dalam lindi hitam mempengaruhi penurunan rendemen seiring
dengan peningkatan konsentrasi pelarut dan lama pemasakan pulp.
Hasil penelitian terdahulu
(Jimeńz et al. 2005), menunjukkan bahwa
penggunaan konsentrasi NaOH (5-10 %) dan waktu pemasakan (15-45 menit)
menghasilkan rendemen sebesar 72.75-78.01 %. Penggunaan konsentrasi NaOH dan
waktu yang lebih tinggi pada penelitian ini membuktikan adanya penurunan
rendemen yang signifikan, sedangkan penggunaan konsentrasi CaO yang lebih tinggi
dapat memperoleh rendemen yang lebih tinggi dibandingkan NaOH.
Bilangan Kappa

Bilangan kappa

Bilangan kappa merupakan pengujian kimia yang diperlukan untuk
menentukan kemurnian selulosa, kekuatan relatif pulp dan kemampuan untuk
diputihkan. Bilangan kappa merupakan indikator lignin sisa di dalam pulp (Casey
1980). Bilangan kappa yang tinggi mengindikasikan kandungan lignin sisa di dalam
pulp masih tinggi dan delignifikasi yang rendah, sehingga pulp yang dihasilkan
berkualitas kurang baik yang diindikasikan warna yang gelap. Hal tersebut
disebabkan oleh lignin yang masih banyak. Lignin merupakan komponen utama kayu
yang tidak diharapkan dalam industri pulp dan kertas. Hal ini dikarenakan kekuatan
fisik pulp atau kertas juga akan menurun.
Bilangan kappa rata-rata dari penelitian ini dengan perlakuan pelarut NaOH
adalah 6.34-12.04 (Gambar 8) dan perlakuan CaO adalah 15.63-19.49 (Gambar 9).
16

12.04

11
6
1

10.39

10.23

9.32

7.84

6.34

T1
Na1

T2
Na1

T1
Na2

T2
Na2

T1
Na3

T2
Na3

Na1T1

Na1T2

Na2T1

Na2T2

Na3T1

Na3T2

Perlakuan

Gambar 8 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Pulp
terhadap Bilangan Kappa

Bilangan kappa

15

25
20
15
10
5
0

19.49

17.64

17.64

T1
Ca1

T2
Ca1

Ca1T1

Ca1T2

16.06

15.88

15.63

T1
Ca2

T2
Ca2

T1
Ca3

T2
Ca3

Ca2T1

Ca2T2

Ca3T1

Ca3T2

Perlakuan

Gambar 9 Pengaruh Konsentrasi CaO dan Waktu Pemasakan Pulp terhadap
Bilangan Kappa
Hasil uji analisis keragaman (Lampiran 8 dan Lampiran 11) menunjukkan
bahwa perlakuan konsentrasi pelarut NaOH dan CaO dan waktu pembuatan pulp
memberikan pengaruh nyata terhadap bilangan kappa. Uji Duncan menunjukkan,
Konsentrasi NaOH (8 %, 10 % dan 12 %) dan CaO (13 %, 15 %, dan 17 %) memiliki
pengaruh yang berbeda terhadap nilai bilangan kappa yang mana semakin tinggi
konsentrasi, maka bilangan kappa semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan, waktu
atau konsentrasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap bilangan kappa yang
diperoleh. Berdasarkan bilangan kappa, NaOH 12 % dengan waktu pemasakan 60
menit (Na3T2) dan CaO 17 % dengan waktu pemasakan 60 menit (Ca3T2) memiliki
kandungan lignin yang paling rendah dibanding perlakuan yang lain.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Jimeńz et al. 2005) menghasilkan
bilangan kappa berkisar 10.64-35.72. Jika dibandingkan dengan penelitian ini,
konsentrasi NaOH (10-12 %) dengan waktu pemasakan 45 menit dan 60 menit
mampu mendegradasi lignin lebih banyak. Sedangkan, konsentrasi CaO memiliki
bilangan kappa lebih tinggi yang mengindikasikan lignin yang lebih banyak.
Peningkatan konsentrasi alkali menyebabkan penetrasi pelarut semakin
bertambah. Adanya perbedaan tegangan osmosis bagian luar dan bagian dalam serat
yang menyebabkan adanya penetrasi Na+ dan Ca2+ ke dalam dinding sel serat. Na+
dan Ca2+ membentuk kompleks dengan gugus OH maupun polisakarida yang
berikatan antar serat. Semakin tinggi difusi Na+ dan Ca2+, semakin tinggi alkali yang
diserap oleh serat. Sehingga, semakin mudahnya fragmen lignin yang keluar dari
dinding sel dan semakin rendah lignin yang tertinggal di dalam pulp. CaO memiliki
hasil bilangan kappa yang lebih tinggi dibandingkan NaOH disebabkan kelarutan
kapur di dalam air pada suhu 25 oC dan semakin tinggi suhu maka kelarutan akan
semakin menurun (Fengel dan Wegener 1995).
Selektifitas Delignifikasi
Keberhasilan proses delignifikasi atau proses pemisahan serat dipengaruhi
banyak faktor. Untuk menghitung pemisahan serat dengan komposisi yang tepat
masih sulit untuk dilakukan. Menurut Gullichsen dan Paulapuro (2000), pada saat
penentuan kadar karbohidrat pada pulp, besar kemungkinan lignin tetap berikatan

16

dengan polisakarida lain pada pulp. Menurut Casey (1980), antara lignin dan
karbohidrat terdapat ikatan hidrogen yang terbentuk secara alami dengan struktur
komplek. Akibatnya adalah cukup sulit untuk memisahkan antara lignin dan
karbohidrat, sehingga pada saat pelarutan lignin, sedikit atau banyak karbohidrat
dapat terdegradasi dari serat selama pembuatan pulp.
Selektifitas delignifikasi didefinisikan sebagai nisbah karbohidrat dan lignin
yang berada pada serat setelah waktu pemasakan. Selektifitas yang tinggi
mengindikasikan aktivitas pendegradasian lignin lebih intensif dibandingkan laju
pendegradasian karbohidrat dalam proses pulping. Nilai selektifitas delignifikasi hasil
penelitian ini adalah 62.90-120.55 (Gambar 10) pada larutan NaOH dan 38.49-48.24
(Gambar 11) pada larutan CaO.
S. delignifikasi

150
100

120.55
98.25

73.08

74.19

81.61

T1
Na1

T1
Na1

T1
Na1

T1
Na1

T1
Na2

T1
Na2

Na1T1

Na1T2

Na2T1

Na2T2

Na3T1

Na3T2

62.90

50
0

Perlakuan

S. Delignifikasi

Gambar 10 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Pulp
terhadap Selektifitas Delignifikasi
60
50
40
30
20
10
0

38.49

41.69

42.65

T1
Ca1

T2
Ca1

T1
Ca2

Ca1T1

Ca1T2

46.91

47.44

48.24

T2
Ca2

T1
Ca3

T2
Ca3

Ca3T1

Ca3T2

Ca2T1
Ca2T2
Perlakuan

Gambar 11 Pengaruh Konsentrasi CaO dan Waktu Pemasakan Pulp
terhadap Selektifitas Delignifikasi
Dari hasil analisis keragaman (Lampiran 14) diketahui bahwa pelarut NaOH
berpengaruh nyata terhadap nilai selektifitas delignifikasi. Namun, faktor waktu tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai selektifitas delignifikasi. Hasil analisis lanjut
Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa NaOH konsentrasi 8 % dan 10 % tidak
berbeda nyata, sedangkan NaOH 12 % memiliki nilai yang berbeda dari lainnya. Hal
tersebut menunjukkan NaOH 12 % lebih intensif dibandingkan konsentrasi lainnya.
Dari hasil analisis keragaman pelarut CaO, diketahui bahwa pengaruh konsentrasi
CaO memberikan efek signifikan, sedangkan faktor waktu dan interaksinya tidak

17

memberikan hasil yang berbeda nyata. Uji Duncan menunjukkan konsentrasi 13 %,
15 % dan 17 % berpengaruh nyata terhadap nilai selektifitas delignifikasi.
Nilai selektifitas delignifikasi berkorelasi dengan jumlah lignin dan rendemen
yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah lignin dan rendemen maka nisbah antara
karbohidrat dan lignin semakin rendah. Hal tersebut berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
intensitas pendegradasian lignin. Hasil menunjukkan NaOH memiliki aktivitas
pendegradasian lignin yang lebih intensif dibandingkan CaO.
pH Lindi Hitam
Lindi hitam adalah hasil samping dan penyaringan dari digester pada proses
pembuatan pulp. Lindi mempunyai karakteristik bau dan berwarna hitam. Warna
coklat atau kehitaman disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang larut
dalam pelarut melalui proses pembuatan pulp. Pada dasarnya lindi hitam terdiri atas
tiga komponen berbeda yaitu lignin, produk-produk degradasi karbohidrat, resin, dan
asam-asam lemak (Sjostorm 1995). pH lindi hitam rata-rata dari penelitian ini dengan
perlakuan larutan NaOH sebesar 7.56-12.29 (Gambar 12) dan perlakuan larutan CaO
adalah 6.87-9.78 (Gambar 13).
15

pH

10

11.91

12.29

9.69

7.57

7.94

8.67

T1
Na1

T2
Na1

T1
Na2

T2
Na2

T1
Na3

T2
Na3

Na1T1

Na1T2

Na2T1

Na2T2

Na3T1

Na3T2

5
0

Perlakuan

pH

Gambar 12 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Pulp
terhadap pH
12
10
8
6
4
2
0

9.38

9.78

6.87

6.99

7.26

7.56

T1
Ca1

T2
Ca1

T1
Ca2

T2
Ca2

T1
Ca3

T2
Ca3

Ca1T1

Ca1T2

Ca2T1

Ca2T2

Ca3T1

Ca3T2

Perlakuan

Gambar 13 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Pulp
terhadap pH

18

Analisis keragaman (Lampiran 20 dan Lampiran 23) menunjukkan bahwa
konsentrasi pelarut, waktu pemasakan, dan interaksi konsentrasi dan waktu
berpengaruh nyata terhadap nilai pH lindi hitam. Uji lanjut Duncan menunjukkan,
konsentrasi NaOH (8 %, 10 % dan 12 %) dan CaO (13 %, 15 %, dan 17 %) memiliki
pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH yang mana semakin tinggi
konsentrasi, maka pH semakin tinggi.
Menurut Ng Sue Nie (2008), lindi hitam merupakan cairan alkali yang
kompleks dengan pH sekitar (11.5-13.5). Jika dibandingkan dengan penelitian
tersebut, pH NaOH 12% dengan waktu pemasakan 45 menit dan 60 menit
menunjukkan delignifikasi yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya.
Nilai pH pada lindi hitam berkaitan dengan penurunan bilangan kappa.
Peningkatan nilai pH mengindikasikan peningkatan gugus OH- yang hilang pada serat
atau kayu akibat tingkat pelarut yang tinggi, sehingga menyebabkan pH lindi hitam
yang tinggi (Casey 1980). pH tertinggi pada perlakuan NaOH dan CaO adalah pelarut
dengan konsentrasi 12 % dan 17 % dengan waktu pemasakan 60 menit.
Karakterisistik Pulp Pisang Abaka
Serat merupakan pemberi tenaga mekanik pada batang yang mempunyai
dinding sel yang relatif tebal. Serat digunakan secara umum untuk menyatakan semua
sel kayu atau non kayu yang telah terpisahkan dalam proses pembuatan pulp. Serat
menyatakan tipe sel yang spesifik karena serat atau trakeid serabut adalah xylem yang
panjang, meruncing, dan berdinding tebal (Bowyer et al. 2003)
Morfologi serat meliputi bentuk dan struktur yang berhubungan dengan
dimensi serat, yang merupakan suatu faktor yang sangat penting dan dapat
membentuk sifat-sifat lembaran dari sifat mekanis serat. Berdasarkan Lampiran 25
terlihat bahwa dimensi serat yang dihasilkan setelah proses pulping dengan pelarut
NaOH dan CaO memiliki panjang serat rata-rata sebesar 3223.39 µm dan 5019.16
µm. Hal ini menunjukkan serat pisang abaka tergolong serat panjang karena memiliki
panjang lebih dari 2000 µm, sedangkan serat yang berukuran pendek apabila
memiliki panjang di bawah 1000 µm dan berukuran sedang apabila memiliki panjang
1000 – 2000 µm.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan pemasakan dengan menggunakan CaO
dengan menghasilkan serat yang lebih panjang dibandingkan dengan NaOH
disebabkan degradasi lignin yang terjadi pada CaO tidak signifikan. Kemampuan
difusitas NaOH yang lebih tinggi menyebabkan fragmen lignin yang terdapat pada
pulp semakin berkurang dan menyebabkan pemutusan serat.
Pada Lampiran 25, rata-rata diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding
pada pulp dengan pengaruh pelarut NaOH adalah 19.71 µm, 9.99 µm dan 4,86 µm,
sedangkan pulp dengan pengaruh pelarut CaO adalah 19.36 µm, 8.46 µm, 4.88 µm.
Menurut Bowyer (1989), ketebalan dinding sel akan mempengaruhi kekuatan
mekanik dari kertas yang dihasilkan. Menurut Pasaribu dan Silitonga (1977), Serat
pulp yang baik harus memiliki nisbah runkel < 0.25 (Tabel 2). Menurut kualifikasi
runkel, pulp yang dipengaruhi NaOH dan CaO termasuk ke dalam kualifikasi pulp

19

yang kurang baik dengan dinding sel yang tebal yang dilihat dari nilai nisbah runkel
yaitu 0.98 dan 1.06.
Tabel 2 Kelas Mutu Serat Berdasarkan Klasifikasi Runkel
Kelas Mutu Serat
Nisbah Runkel
Tebal Dinding Sel
I
< 0.25
Tipis
II
0.25 - 0.50
Sedang
III
0.5 - 1.00
Tebal
Sumber : Pasaribu dan Silitonga (1977)

Mutu Pulp
Sangat Baik
Baik
Kurang baik

Dinding sel yang tipis merupakan pulp dengan kualitas yang baik. Semakin
tipis dinding sel akan semakin mudah dalam membentuk lembaran. Serat tersebut
akan membentuk pita dan memperluas permukaan kontak serat. Untuk memperbaiki
sifat kertas yang dihasilkan maka dilakukan proses penggilingan. Menurut Wistara
dan Effendi (2011), penggilingan dapat meningkatkan pengembangan dan ikatan
antar serat yang dapat mempengaruhi kekuatan fisik kertas terutama kekuatan tarik.
Menurut Aprianis dan Rahmayanti (2009), serat yang tipis akan memberikan
permukaan kertas yang lebih luas bagi terjadinya ikatan serat, sehingga kekuatan
tarik, jebol, dan lipat akan semakin baik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan sobek adalah turunan serat
khususnya daya tenun (Ververis et al 2004). Daya tenun merupakan perbandingan
antara panjang serat dan diameter serat. Semakin tinggi nilai daya tenun tersebut
maka semakin tinggi nilai ketahanan sobek. Peningkatan daya tenun juga berkaitan
dengan semakin panjangnya serat karena menjalin antara serat dengan permukaan
yang luas (Syafii dan Siregar 2006). Berdasarkan Lampiran 26 terlihat bahwa dimensi
serat yang dihasilkan setelah proses pulping dengan pelarut NaOH dan CaO memiliki
daya tenun sebesar 163.43 dan 259.68.
Berdasarkan kriteria serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas
(Lampiran 27), serat pulp pisang abaka termasuk mutu I dengan panjang di atas 2000
µm. Selain itu, nilai daya tenun serat pulp pisang abaka memiliki nilai di atas 90 yang
setara dengan mutu I.

Parameter Perlakuan Terbaik
Berdasarkan pengujian karakteristik kimia pulp, nilai rendemen dan bilangan
kappa yang diperoleh perlakuan NaOH dan CaO termasuk dalam pulp dengan
kualitas baik dengan nilai rendemen minimal 40 % dan kandungan lignin maksimal
23 % (Oey Djoen Seng 1990). Pulp yang terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan
pelarut NaOH 12 % dan CaO 17 % dengan waktu pemasakan 60 menit (Na3T2 dan
Ca3T2) yang dilihat dari selektifitas delignifikasi yang menunjukkan tingkat intensitas
delignifikasi dan kemurnian selulosa yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan Na3T2 dan Ca3T2 memiliki nilai selektifitas
delignifikasi yang lebih tinggi dibanding lainnya dan kombinasi tersebut merupakan

20

konsentrasi dan waktu yang memberikan pengaruh yang lebih signifikan dalam
mendapatkan kemurnian selulosa yang lebih tinggi. Kadar selulosa dan lignin
merupakan faktor penting dalam pembuatan kertas. Menurut Soenardi (1976),
semakin kecil kadar lignin dalam pulp maka semakin besar kekuatan ikatan antar
serat yang ditunjukkan dengan tingginya kekuatan kertas.

Sifat Fisik dan Mekanik Lembaran Kertas Seni
Ketahanan Tarik
Ketahanan tarik merupakan daya tahan lembaran kertas terhadap gaya tarik
yang bekerja pada ujung kertas yang diukur pada kondisi standar. Nilai rata-rata
ketahanan tarik dengan perlakuan Na3T2 berkisar 70.66 kN/m, sedangkan ketahanan
tarik dengan perlakuan Ca3T2 berkisar 50.87 kN/m (Gambar 14). Berdasarkan hasil
penelitian ketahanan tarik Na3T2 memiliki ketahanan tarik yang lebih baik
dibandingkan ketahanan tarik Ca3T2.
Menurut Brandon (1980) dalam Casey (1981), faktor yang menentukan
kekuatan tarik adalah ikatan antar serat dan panjang serat yang mana ikatan antar
serat dipengaruhi oleh karakter serat tunggal. Karakter serat individu yang
mempengaruhi ikatan antar serat adalah luas permukaan serat, kadar selulosa, dan
hemiselulosa.
Kertas yang mempunyai ketahanan tarik yang baik adalah kertas yang
mempunyai luas permukaan, kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi. Pada
penelitian kimiawi pulp sebelumnya, Na3T2 memiliki selektifitas delignifikasi yang
lebih tinggi dibandingkan Ca3T2 sehingga memiliki kemurnian selulosa dan dapat
membentuk ikatan antar serat lebih baik dalam pembentukan lembaran kertas.
Casey (1981) juga menjelaskan bahwa gramatur dan ketebalan kertas
mempengaruhi sifat-sifat kertas dan mempunyai implikasi kerapatan serat yang
terbentuk dalam kertas. Berdasarkan hasil penelitian, nilai gramatur dan ketebalan
yang diperoleh Na3T2 adalah 127.06 g/m2 dan 0.078 mm, sedangkan nilai gramatur
dan ketebalan yang diperoleh Ca3T2 adalah 106.97 g/m2 dan 0.06 mm. Hasil tersebut
menujukkan Na3T2 memiliki kerapatan serat yang lebih baik dibandingkan Ca3T2,
sehingga mempengaruhi kekuatan tarik yang lebih baik.
Berdasarkan SNI 7767:2012, kertas dasar dekoratif yang terstandar
mempunyai gramatur 28-55 g/m2, ketebalan kertas minimal 0.04 mm, dan ketahanan
tarik minimal 36 kN/m. Hasil penelitian ini menunjukkan, ketebalan kertas dan
ketahanan tarik sudah memenuhi standar. Namun, parameter gramatur belum
memenuhi standar yang dapat disebabkan bahan baku yang digunakan melebihi
proporsi kertas yang tepat dalam pembentukan lembaran yang berimplikasi pada
gramatur kertas yang melewati standar.
Jika dibandingkan dengan penelitian kertas seni berbahan baku serat pelepah
nipah yang dilakukan oleh Wijana (2011), penelitian tersebut memiliki hasil
ketahanan tarik yang diperoleh 4.49 kN/m. Penelitian ini menunjukkan serat pisang
abaka memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding serat pelepah nipah.

Ketahanan Tarik (kN/m)

21

80
70
60
50
40
30
20
10
0

70.66
50.87

Na3T2

Ca3T2

Perlakuan

Gambar 14 Ketahanan Tarik Kertas Seni
Penambahan perekat pada kertas seni bertujuan untuk memperkuat dan
mengawetkan kertas sehingga dihasilkan kertas yang berkualitas. Perekat yang
digunakan adalah polivinil asetat (PVAc), menurut Fajriani (2010), PVAc
mempunyai kelebihan menjaga kualitas kertas dari pengaruh mikroorganisme dan
tidak meninggalkan bercak-bercak noda kering. Penambahan perekat pada kertas seni
juga dapat memperkuat ikatan antar serat, sehingga dapat meningkatkan kualitas sifat
fisik kertas seperti kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang baik.
Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek adalah gaya yang diperlukan untuk menyobek kertas dan
dinyatakan dalam gram force (gf) atau milinewton (mN). Nilai rata-rata ketahanan
sobek dengan perlakuan Na3T2 sebesar 2434.90 mN, sedangkan ketahanan sobek
dengan perlakuan Ca3T2 sebesar 1635.57 mN (Gambar 15). Berdasarkan hasil
penelitian ketahanan sobek Na3T2 memiliki ketahanan sobek yang lebih baik
dibandingkan ketahanan sobek Ca3T2.
Na3T2 memiliki kemurnian selulosa yang lebih baik, sehingga dapat
membentuk ikatan serat yang lebih kuat. Kemampuan difusitas NaOH yang lebih
tinggi menyebabkan fragmen lignin yang terdapat pada pulp semakin berkurang. Hal
tersebut berkaitan dengan Retno (2005) bahwa sifat ketahanan sobek dipengaruhi
oleh jumlah selulosa yang terdapat pada lembaran yang tersobek. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan (Mulyana et al. 2007) bahan yang mengandung selulosa
yang lebih banyak akan menghasilkan lembaran pulp yang mempunyai ketahanan
sobek yang lebih tinggi.

Ketahanan Sobek (mN)

22

3000
2500

2434.9

2000

1635.57

1500
1000
500
0
Na3T2

Ca3T2

Perlakuan
Gambar 15 Ketahanan Sobek Kertas Seni
Jika dibandingkan dengan penelitian kertas seni yang dilakukan oleh Wijana
(2011), penelitian tersebut memiliki hasil ketahanan sobek terbaik pada 1132 mN.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, hasil penelitian berbahan baku
pisang abaka ini memiliki ketahanan sobek yang lebih baik dibandingkan ketahanan
sobek kertas berbahan baku serat nipah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa konsentrasi pelarut
dan waktu pemasakan pulp mempengaruhi sifat kemurnian selulosa dan delignifikasi
yang lebih tinggi. Pulp yang terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan pelarut
NaOH 12 % dan CaO 17 % dengan waktu pemasakan 60 menit (Na3T2 dan Ca3T2)
yang dilihat dari selektifitas delignifikasi yang menunjukkan tingkat intensitas
delignifikasi dan kemurnian selulosa yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya.
Karakteristik morfologi serat pisang abaka yang tebal akan mempersulit
pembentukan lembaran kertas. Untuk memperbaiki sifat mekanik kertas dan
pembentukan ikatan serat yang baik maka dilakukan penggilingan. Nilai ketahanan
sobek dan tarik pada Na3T2 diperoleh sebesar 2434.90 mN dan 70.66 kN/m.
Sedangkan Nilai ketahanan sobek dan tarik