Birokrasi Indonesia Dinilai Belum Baik
Universitas Muhammadiyah Malang
www.umm.ac.id
Birokrasi Indonesia Dinilai Belum Baik
Republika : Minggu, 2009-06-07 | 17:03:00
MALANG -– Pembenahan birokrasi pemerintahan Indonesia yang berlangsung selama ini dinilai masih belum baik.
Penilaian tersebut diungkapkan Guru Besar Bidang Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof
HM Mas’ud Said PhD, akhir pekan kemarin.
‘’Padahal, tidak akan ada pemerintahan yang baik, tanpa birokrasi yang baik. Bahkan tidak bakal ada reformasi yang
berarti dalam sebuah negara, tanpa reformasi birokrasi,’’ jelas Mas’ud Said kepada wartawan, usai dikukuhkan
menjadi guru besar.
Namun dalam realitas yang ada selama ini, menurut Mas’ud Said, justru masih sering terjadi gejala phobia birokrasi.
Gejala semacam itu, tandas dia, bisa menurunkan kepercayaan terhadap pemerintahan. Selain itu, dapat menghalangi
birokrasi berbenah diri.
Mas’ud menegaskan bahwa titik pangkal dari buruknya birokrasi itu ada tiga hal. Di antaranya, menyebarnya persepsi
buruk dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadp birokrasi. Disaping itu, birokrasi di Indonesia resisten
terhadpa perubahan, lamban dan boros.
Tragisnya, terang dia, masih belum ditemukan strategi, baik secara philosofis maupun teknis yang mampu memberikan
sumbangan untuk mencerahkan. Dia memberikan contoh, terkait dengan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
birokrasi.
Penilaian negatif terhadp birokrasi itu, kata Mas’ud, sebagai bagian dri sifat brirokrasi yang kaku dan formalistis.
Seharusnya, terang dia, birokratsi itu bersifat netral. ‘’Artinya, birokrasi harus obyektif, tapi tetap tetap terbuka
terhadap modifikasi dan inovatif,’’ tegasnya.
Dia memberikan ilustrasi tentang warga yang miskin. Ketika sakit, butuh berobat warga yang miskin itu tidak bisa
mendapatkan layanan kesehatan secara gratis lantaran tidak memiliki stempel miskin dari birokrasi. Kemiskinan
mereka bias dinyatakan sah, kalau dapat stempel birokrasi.
Semua itu, kata dia, diakibatkan karena pemaknaan terhadap birokrasi yang terlalu kaku dan serba formalistis.
Padahal, birokrasi itu merupakan mekanisme atau system kerja yang teratur, pasti dan mudah dikendalikan atau
dilaksanakan.
Makanya, terang dia, birokrat seharusnya tidak terlalu kaku dalam melaksanakan tata aturan birokrasi. ‘’Ini
hakekatnya ada pada pucuk pimpinan. Jika birokrat pemerintahan bersifat fleksibel dan inovatif, saya yakin birokrasi
itu akan menjadi alat yang baik untuk memberikan pelayanan pada public,’’ tegasnya.
Karena itu, papar dia, birokrasi pemerintahan harus fleksibel dan bersifat inovatif. Dalam dunia bisnis, seperti
perbankan dan perusahaan multi nasional bisa berkembang dengan pesat, karena menggunakan birokrasi fleksibel
dan inovatif dengan baik. aji/fif
page 1 / 1
www.umm.ac.id
Birokrasi Indonesia Dinilai Belum Baik
Republika : Minggu, 2009-06-07 | 17:03:00
MALANG -– Pembenahan birokrasi pemerintahan Indonesia yang berlangsung selama ini dinilai masih belum baik.
Penilaian tersebut diungkapkan Guru Besar Bidang Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof
HM Mas’ud Said PhD, akhir pekan kemarin.
‘’Padahal, tidak akan ada pemerintahan yang baik, tanpa birokrasi yang baik. Bahkan tidak bakal ada reformasi yang
berarti dalam sebuah negara, tanpa reformasi birokrasi,’’ jelas Mas’ud Said kepada wartawan, usai dikukuhkan
menjadi guru besar.
Namun dalam realitas yang ada selama ini, menurut Mas’ud Said, justru masih sering terjadi gejala phobia birokrasi.
Gejala semacam itu, tandas dia, bisa menurunkan kepercayaan terhadap pemerintahan. Selain itu, dapat menghalangi
birokrasi berbenah diri.
Mas’ud menegaskan bahwa titik pangkal dari buruknya birokrasi itu ada tiga hal. Di antaranya, menyebarnya persepsi
buruk dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadp birokrasi. Disaping itu, birokrasi di Indonesia resisten
terhadpa perubahan, lamban dan boros.
Tragisnya, terang dia, masih belum ditemukan strategi, baik secara philosofis maupun teknis yang mampu memberikan
sumbangan untuk mencerahkan. Dia memberikan contoh, terkait dengan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
birokrasi.
Penilaian negatif terhadp birokrasi itu, kata Mas’ud, sebagai bagian dri sifat brirokrasi yang kaku dan formalistis.
Seharusnya, terang dia, birokratsi itu bersifat netral. ‘’Artinya, birokrasi harus obyektif, tapi tetap tetap terbuka
terhadap modifikasi dan inovatif,’’ tegasnya.
Dia memberikan ilustrasi tentang warga yang miskin. Ketika sakit, butuh berobat warga yang miskin itu tidak bisa
mendapatkan layanan kesehatan secara gratis lantaran tidak memiliki stempel miskin dari birokrasi. Kemiskinan
mereka bias dinyatakan sah, kalau dapat stempel birokrasi.
Semua itu, kata dia, diakibatkan karena pemaknaan terhadap birokrasi yang terlalu kaku dan serba formalistis.
Padahal, birokrasi itu merupakan mekanisme atau system kerja yang teratur, pasti dan mudah dikendalikan atau
dilaksanakan.
Makanya, terang dia, birokrat seharusnya tidak terlalu kaku dalam melaksanakan tata aturan birokrasi. ‘’Ini
hakekatnya ada pada pucuk pimpinan. Jika birokrat pemerintahan bersifat fleksibel dan inovatif, saya yakin birokrasi
itu akan menjadi alat yang baik untuk memberikan pelayanan pada public,’’ tegasnya.
Karena itu, papar dia, birokrasi pemerintahan harus fleksibel dan bersifat inovatif. Dalam dunia bisnis, seperti
perbankan dan perusahaan multi nasional bisa berkembang dengan pesat, karena menggunakan birokrasi fleksibel
dan inovatif dengan baik. aji/fif
page 1 / 1