Pembagian Warisan 2

Pembagian Warisan 2
PEMBAGIAN WARISAN (2)
Pertanyaan dari:
Hasan Nasrullah, di Binjai
(Disidangkan pada Jum’at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M)
Pertanyaan:
Melalui surat ini saya sampaikan kepada Bapak tentang permasalahan mengenai hukum
pembagian waris menurut agama Islam untuk dimuat dalam rubrik Tanya Jawab Agama di
Majalah Suara Muhammadiyah.
Kasus:
Si A dan B telah melangsungkan perkawinan pada tahun 1950 dan sekarang mempunyai 7
(tujuh) orang anak yaitu C (laki-laki), D (laki-laki), E (perempuan), F (laki-laki), G (perempuan),
H (laki-laki) dan I (laki-laki).
Si B (ibu) meninggal dunia pada tahun 1999 dan si A (ayah) meninggal dunia pada tahun 2004.
Pada tahun 1975 si C anak pertama, bekerja dengan ayahnya (A) usaha dagang dengan membuka
sebuah toko ukuran 3 x 12 m. Sampai sekarang si C tetap membuka toko tersebut walaupun si A
telah meninggal dunia.
Harta Warisan:
1. Ruko ukuran 3 x 12 m
2. Ruko ukuran 12 x 20 m
Pertanyaan: Bagaimana cara membagi harta warisan tersebut karena pada saat sekarang ini

harta warisan tersebut masih belum dibagi. Ketujuh anak-anaknya masih hidup.
Demikian, dan terima kasih.

Jawaban:

1.
2.

1.

Untuk sampai kepada jawaban dari pertanyaan saudara, perlu diperjelas lebih dahulu:
Kedudukan kerjasama antara A dan C dalam usaha dagang.
Kematian ibu (B) yang berakibat hukum harus diselesaikan pembagian warisannya.
Dua peristiwa hukum tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah harta kekayaan A yang
juga berdampak terhadap harta waris yang akan dibagikan kepada ahli waris yang dalam hal ini
adalah anak-anaknya.
Kedudukan kerjasama antara A dan C dalam usaha dagang. Kerjasama dalam usaha dagang
dalam Hukum Islam dikenal dengan sebutan syirkah. Dalam syirkah yang terjadi antara A dan C,

perlu diketahui apakah masing-masing membawa modal atau tidak. Jika dalam syirkah ini A dan

C membawa modal, maka syirkah ini disebut dengan musyarakah. Dalam musyarakah
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama oleh pihak-pihak yang bersyarikat atau melakukan
perjanjian kerja sama, sesuai dengan prosentase modal atau menurut kesepakatan mereka. Jika
yang terjadi dalam syirkah antara A dan C adalah musyarakah, dan sekarang akan
diperhitungkan, maka langkah yang harus ditempuh yakni: Pertama, mengembalikan modal
masing-masing yakni modal A dikembalikan kepada A dan modal C dikembalikan kepada C.
Kedua, menghitung untung dan rugi. Jika dalam perhitungan terjadi kerugian lebih besar
daripada keuntungan, maka kerugian ditanggung oleh A dan C sesuai dengan kesepakatan atau
prosentase modalnya. Jika antara kerugian dan keuntungan ternyata sama, maka A dan C hanya
kembali modal sebagaimana telah dilakukan pada langkah yang pertama. Jika dalam perhitungan
terjadi keuntungan lebih besar daripada kerugian, maka keuntungan yang diperoleh dibagi antara
A dan C menurut kesepakatan atau prosentase modal masing-masing.
Mungkin juga syirkah yang terjadi antara A dan C, modal berasal dari salah satu pihak,
sedang pihak lain hanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam usaha. Syirkah yang
demikian disebut dengan mudlarabah. Dalam mudlarabah, jika dalam usaha ini memperoleh
keuntungan, maka keuntungan menjadi hak pemilik modal dan pekerja, sedangkan kalau terjadi
kerugian, sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal. Jika syirkah yang terjadi antara A dan C
dalam bentuk mudlarabah, maka jika akan diperhitungkan kekayaan masing-masing, ditempuh:
Langkah pertama, mengembalikan modal kepada pemiliknya, misalnya A sebagai pemilik
modal, maka modal dikembalikan kepada A dan jika C sebagai pemilik modal maka modal

dikembalikan kepada C. Langkah kedua, menghitung keuntungan dan kerugian. Jika kerugian
lebih besar daripada keuntungan, maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal dan pekerja
tidak menanggung kerugian dan juga tidak memperoleh bagian apapun. Jika kerugian sama
dengan besarnya keuntungan, maka pemilik modal hanya mendapat pengembalian modal tanpa
tambahan apapun dan pekerja tidak memperoleh bagian apapun pula. Jika keuntungan lebih
besar daripada modal, kepada pemilik modal disamping dikembalikan modalnya juga mendapat
bagian keutungan yang telah disepakati demikian pula pekerja mendapat bagian keuntungan
yang telah disepakati.
Dapat juga terjadi dalam mudlarabah ini masing-masing juga berlaku sebagai pekerja. Jika
yang demikian ini yang terjadi, pemilik modal menerima pengembalian modal, kemudian
keuntungan dibagi antara pemilik modal dengan pekerja menurut yang disepakati; kemudian
keuntungan milik para pekerja dibagi kepada mereka yang ikut dalam menangani usaha ini
sesuai dengan kesepakatan.
Selain dalam syirkah, mungkin juga dalam kerjasama ini dalam bentuk perburuhan (alIjarah „ala al-a„mal). Dalam al-Ijarah „ala al-a„mal pemilik usaha menanggung segala kerugian
dan memiliki semua keuntungan. Pekerja adalah sebagai buruh, yang mendapat gaji tertentu dari
pemilik usaha. Misalnya A sebagai pemilik usaha dan C sebagai tenaga pekerja, maka modal dan
semua keuntungan milik A, dan C memperoleh upah (gaji) dari A.
Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut perlu dilihat mana yang paling sesuai di antara
tiga kemungkinan tersebut. Setelah itu akan diketahui berapa kekayaan A.


2.

Pewarisan harta ibu. Dengan meninggalnya ibu (B), maka secara hukum akan terjadi peristiwa
pewarisan. Yang diwarisi adalah harta ibu dan pewaris adalah suami dan anak-anaknya.
Harta ibu, terdiri dari:

a.

Harta bawaan, yakni harta milik Ibu yang diperoleh atau dimiliki sebelum perkawinan dengan
A, dan harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan.
b.
Separoh dari harta bersama yakni harta yang didapatkan oleh A dan B semenjak akad
perkawinan dilangsungkan sampai dengan akhir hayat B. Ketentuan ini didasarkan kepada pasal
96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “Apabila terjadi cerai mati, maka separoh
harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama”. Dengan ketentuan tersebut A
memperoleh separoh harta bersama, sedang separohnya lagi adalah menjadi harta B yang yang
kemudian akan menjadi bagian dari harta peninggalan yang akan diwarisi oleh ahli warisnya.
Sebelum harta dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu digunakan untuk biaya
perawatan jenazah, misalnya membeli kain kafan, ongkos menggali kuburan dan sebagainya;
membayar hutang jika B mempunyai hutang, baik hutang kepada Allah misalnya zakat yang

belum terbayar, nadzar yang belum terlaksana dan sebagainya maupun hutang kepada sesama;
dan menunaikan wasiat jika B pernah berwasiat selama hidupnya.
Setelah harta peninggalan dikurangi dengan biaya-biaya yang telah disebutkan, maka
saatnya untuk dibagikan kepada ahli waris, yang dalam hal ini yaitu A sebagai suami serta C, D,
E, F, G, H dan I anak-anaknya.
Cara pembagiannya:
Pertama, suami (A) diberikan seperempat (¼) dari seluruh harta waris yang ditinggalkan B,
berdasarkan firman Allah:
Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 12]
Kedua, sisanya yakni 3/4 harta waris yang ditinggalkan B dibagikan kepada tujuh orang
anaknya dengan ketentuan bagian untuk seorang anak laki-laki adalah sama dengan bagian untuk
dua orang anak perempuan, atau dengan kata lain bagian bagi seorang anak laki-laki dua kali
bagian seorang anak perempuan. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah:
Artinya: “Allah mensyari‟atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.”
[QS. an-Nisa’ (4): 11]
1. Bagian lima orang anak laki-laki
2. Bagian dua orang anak perempuan


: 5 x 2 = 10
:2x1= 2

Jumlah
:
12
Bagian untuk lima orang anak laki-laki 10/12 x ¾ harta waris yang ditinggalkan B. Jadi
untuk satu orang anak laki-laki = 1/5 x hasil perhitungan bagian lima orang anak laki-laki, yakni
masing-masing mendapat 2/12 x ¾ harta waris yang ditinggalkan B. Bagian untuk dua orang
anak perempuan = 2/12 x ¾ harta waris yang ditinggalkan B. Jadi bagian untuk seorang anak
perempuan = 1/2 x hasil perhitungan bagian dua orang anak perempuan, yakni masing-masing
mendapat 1/12 x ¾ harta waris yang ditinggalkan B.
Dengan menggunakan keterangan sebagaimana yang telah dikemukakan dari awal sampai
yang terakhir, kiranya sudah dapat diperhitungkan jumlah harta warisan yang ditinggalkan oleh
A dari harta yang berupa; ruko ukuran 3 x 12 m dan ruko 12 x 20 m (setelah sebelumnya
dihargai/dinilai dengan uang). Setelah itu kemudian ditambah (jika ada) harta bawaan A dan
hadiah atau warisan yang diterima selama perkawinan dengan B. Jumlah seluruhnya ini menjadi
harta peninggalan A.
Setelah dapat diketahui jumlah harta peninggalan A, sebelum dibagikan kepada ahli waris

yang dalam hal ini adalah anak-anaknya, terlebih dahulu digunakan untuk biaya perawatan
jenazah, membayar hutang jika A dalam hidupnya punya hutang dan membayar wasiat jika
pernah berwasiat. Setelah itu harta warisan dibagikan kepada tujuh orang anaknya.
Cara pembagiannya:
Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.
1.
Bagian lima orang anak laki-laki
: 5 x 2 = 10
2.
Bagian dua orang anak perempuan
:2x1= 2
Jumlah
:
12
Bagian untuk lima orang anak laki-laki 10/12 x seluruh harta waris yang ditinggalkan A.
Jadi untuk satu orang anak laki-laki = 1/5 x hasil perhitungan bagian lima orang anak laki-laki,
yakni masing-masing mendapat 2/12 x seluruh harta waris yang ditinggalkan A. Bagian untuk
dua orang anak perempuan = 2/12 x seluruh harta waris yang ditinggalkan A. Jadi bagian untuk
seorang anak perempuan = 1/2 x hasil perhitungan bagian dua orang anak perempuan, yakni
masing-masing mendapat 1/12 x seluruh harta waris yang ditinggalkan A.

Contoh perhitungan:
Seandainya setelah dikurangi dengan biaya-biaya sebagaimana telah disebutkan di atas,
harta peninggalan A adalah Rp 300.000.000,-, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
1.
Bagian lima orang anak laki-laki
: 5 x 2 = 10
2.
Bagian dua orang anak perempuan
:2x1= 2
Jumlah
:
12
Bagian lima orang anak laki-laki 10/12 x 300.000.000,- = 250.000.000,-. Bagian satu orang
anak laki-laki 1/5 x 250.000.000,- = 50.000.000,-. Jadi masing-masing mendapat 50.000.000,-.
Bagian dua orang anak perempuan 2/12 x 300.000.000,- = 50.000.000,-. Bagian seorang anak
perempuan 1/2 x 50.000.000,- = 25.000.000,-. Jadi masing-masing mendapat 25.000.000,-.
Wallahu a„lam bish-shawab. *dw)

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com