Pengaruh Penambahan Fumed Silica dan Pengenceran terhadap Kadar Protein Lateks

PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN
TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO
F34102037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN
TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO

F34102037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN
TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO

F34102037
Dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1984
di Malang, Jawa Timur
Tanggal lulus: 12 Maret 2007

Menyetujui,
Bogor, 12 Maret 2007

Dr. Ir. Illah Sailah, MS.
Pembimbing I

Ir. Dadang Suparto, MS.
Pembimbing II

Mohammad Makki Febrianto. F34102037. Pengaruh Penambahan Fumed
silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks. Di bawah bimbingan
Illah Sailah dan Dadang Suparto. 2007

RINGKASAN
Mulai akhir tahun 1980-an muncul kasus alergi akibat penggunaan

barang jadi lateks. Permasalahan ini mendapatkan perhatian yang cukup serius
dari dunia industri lateks. Lateks karet alam mengandung sekitar 2 persen
protein yang sebagian diantaranya merupakan alergen berbahaya bagi individu
tertentu. Hingga saat ini sudah banyak teknologi yang dihasilkan untuk
mengatasi permasalahan alergi barang jadi lateks tersebut melalui penurunan
protein lateks.
Fumed silica diduga dapat digunakan untuk menurunkan kadar protein
lateks. Menurut Anand dan Morris (1997) penggunaan fumed silica hingga 1,5
persen (b/b) dapat mengurangi protein dan meningkatkan ketahanan sobek
vulkanisat lateksnya. Amdur (1999) juga menyebutkan bahwa pada penggunaan
fumed silica hingga 5 persen (b/b) dapat menurunkan protein film lateks.
Dilaporkan pula oleh Thiangchanya et al. (2002) bahwa penambahan fumed
silica hingga 3 bsk (bagian per seratus karet) bersama dengan 0,17 bsk ZnO
pada lateks yang divulkanisasi secara radiasi dapat mengurangi protein larut air
vulkanisat lateksnya hingga kurang dari 30 g/g.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica yang
ditambahkan terhadap penurunan kadar protein lateks yang telah
dipravulkanisasi. Selanjutnya ditentukan formula terbaik untuk lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan berdasarkan pengaruh
konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dan pengaruh pengenceran yang

dilakukan. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan tersebut juga
diharapkan mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research
Institute of Malaysia).
Fumed silica ditambahkan dalam lateks pravulkanisasi pada ragam
konsentrasi 0, 1 dan 3 persen (b/b), selanjutnya dilakukan pengenceran pada
masing-masing konsentrasi fumed silica hingga 30, 20 persen total padatan dan
tanpa pengenceran (50 persen). Kadar protein dalam lateks yang ditentukan
dengan pengujian kadar nitrogen menunjukkan adanya penurunan dan berada
pada kisaran nilai 0,17-0,45 persen.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar nitrogen dipengaruhi
secara nyata oleh pengenceran pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan
fumed silica tidak memberikan pengaruh terhadap kadar nitrogen lateks
pravulkanisasi yang dihasilkan. Uji Tukey yang dilakukan memperlihatkan bahwa
perlakuan tanpa pengenceran (50 persen TP) berbeda nyata jika dibandingkan
dengan taraf pengenceran 30 dan 20 persen, namun taraf pengenceran 30 dan
20 persen tidak berbeda nyata.
Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan lateks pravulkanisasi berprotein
rendah yang dihasilkan RRIM pada karakteristik kadar nitrogen dan waktu

kemantapan mekanik, sedangkan kadar jumlah padatan dan kadar koagulumnya
masih belum menyamai. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan lateks
berprotein rendah terbaik diperoleh dengan menambahkan fumed silica
sebanyak 3 persen (b/b) dan pengenceran 30 persen yang menunjukkan kadar
nitrogen terukur sebesar 0,17 persen.

ii

Mohammad Makki Febrianto. F34102037. The Effect of Fumed silica Addition
and Dilution To Proteins Content of Latex. Supervised by Illah Sailah and
Dadang Suparto. 2007

SUMMARY
Since the end of 1980 s allergic reactions associated with the use of
latex goods has been publicized. This problem recognized widespread and
seriously by natural rubber (NR) latex industry. Fresh NR latex contains about 2
percent proteins which may cause allergic reactions for many people. Now,
several methods have been suggested to reduce NR latex proteins in fresh latex
or latex-based products.
The proteins content of latex reduced by fumed silica has been

observed. Anand and Morris (1997) reported that adding fumed silica 1.5 percent
(w) can reduce proteins and improve tear strength of latex film. From Amdur
(1999) known that adding fumed silica 1-5 percent (w) reduced proteins in dipped
latex. Also, Thiangchanya et al. (2002) that reported the film properties
improvement and water-soluble protein content reduction of Radiation Vulcanized
Natural Rubber Latex (RVNRL) by adding fumed silica at 1-3 percent (w) with
and without ZnO.
The effect of fumed silica addition to pre-vulcanized latex for reducing
proteins content has been investigated. Then the best low protein pre-vulcanized
latex formula that produced by the concentration of fumed silica and dilution
combinations determined. This low protein pre-vulcanized latex compared with
Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM) production and expected to be
have competitive quality.
Fumed silica added to pre-vulcanized latex at various concentration, 0, 1
and 3 percent (w), then for each fumed silica concentration was diluted until 30
and 20 percent of total solids and no diluted (50 percent of TS). Then, continued
with re-centrifuging. The proteins content assessment of pre-vulcanized latex
determined by nitrogen content assay. The result shows decreased of proteins
content and ranged from 0.17 to 0.45 percent.
Analysis of variants at 95 percents confidence result that the nitrogen

content was significantly effected by diluting. The Tukey method shows that the
average nitrogen contents in no diluted (50 percent TS) and 30 percent TS
diluted was significantly different, also for no diluted and 20 percent TS diluted,
but it was not significantly different in 30 and 20 percent TS diluted.
Low protein pre-vulcanized latex that produced in this research have
better quality compared with low protein pre-vulcanized latex that produced by
RRIM on nitrogen content and mechanical stability time, but still lower at total
solids content and coagulum content. The best formulation for low protein prevulcanized latex can be shown by combination of 3 percent (w) fumed silica
addition and 30 percent total solids dilution that yielded 0.17 percent nitrogen
content.

iii

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang
berjudul

Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap

Kadar Protein Lateks” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen

pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 12 Maret 2007

Mohammad Makki Febrianto
F34102037

iv

RIWAYAT HIDUP

Mohammad Makki Febrianto dilahirkan di Malang pada
tanggal 8 Februari 1984 sebagai anak pertama dari bapak
Mohammad Syafii dan ibu Ki Ajarwati. Tahun 2002 lulus dari
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Jember dan melanjutkan
studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Kesekretariatan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 20032004, staf Departemen Public Relation Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri
pada tahun 2004-2005 dan di tahun yang sama dipercaya menjadi Pimpinan
Redaksi Majalah MIND, serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan
Komputer dan Laboratorium Bioproses pada tahun 2005. Selain itu penulis juga
mendapatkan beasiswa dari PT. Djarum Corporate dan menjadi anggota Beswan
Djarum yang merupakan wadah bagi para penerima beasiswa pada tahun 20042006. Kegiatan praktek lapangan penulis dilaksanakan di Pabrik Gondorukem
dan Terpentin Garahan, Jember untuk mempelajari teknologi proses produksi
gondorukem.
Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan
Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks” untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian melalui penelitian di Balai
Penelitian Teknologi Karet, Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Illah Sailah, MS.
dan Ir. Dadang Suparto, MS.

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan
judul Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap
Kadar Protein Lateks ini disusun melalui penelitian yang telah dilakukan di
Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain, Dr. Ir. Illah Sailah, MS.
sebagai dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa membimbing serta
memberikan saran dan semangat kepada penulis selama ini, Ir. Dadang Suparto,
MS. sebagai pembimbing penelitian atas arahan, bimbingan dan saran selama
penelitian dan penulisan skripsi ini, serta Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc. selaku
dosen penguji yang telah bersedia untuk memberikan koreksi, kritik dan saran
demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk para
peneliti di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor, atas diskusi dan
masukan untuk penulis, Bapak, Ibu dan adik-adikku, atas dukungan semangat
dan kasih sayang, serta semua rekan di BPTK Bogor, sahabat-sahabat
penelitian dan saudara-saudara TIN 39 atas semua semangat, bantuan dan
kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisannya skripsi ini banyak terdapat
kekurangan. Meskipun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.


Bogor,

Maret 2007

penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................ix
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi
I.

PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup.................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
A. Lateks Hevea brasiliensis.................................................................... 3
B. Kestabilan Lateks ................................................................................ 5
C. Lateks Pekat ....................................................................................... 6
D. Lateks Alam Berprotein Rendah.......................................................... 7
E. Fumed silica ........................................................................................ 8
F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks ......................................... 9
III. BAHAN DAN METODE.......................................................................... 13
A. Bahan dan Alat................................................................................... 13
1. Bahan baku utama......................................................................... 13
2. Bahan baku penunjang .................................................................. 13
3. Peralatan ....................................................................................... 13
B. Metode Penelitian............................................................................... 14
1. Persiapan bahan kompon .............................................................. 14
2. Pengkomponan.............................................................................. 15
3. Pravulkanisasi................................................................................ 16
4. Perlakuan penelitian: Penambahan fumed silica dan
pengenceran ................................................................................. 17
5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi ........... 18
C. Rancangan Percobaan....................................................................... 18

vii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 20
A. Karakteristik Bahan Baku ................................................................... 20
B. Pengujian Pravulkanisasi Lateks ........................................................ 22
C. Karakteristik Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah yang
Dihasilkan .......................................................................................... 24
1. Kadar nitrogen ............................................................................... 24
2. Kadar jumlah padatan (KJP) .......................................................... 28
3. Kadar alkalinitas............................................................................. 31
4. Bilangan KOH ................................................................................ 33
5. Waktu kemantapan mekanik (WKM) .............................................. 35
6. Kadar koagulum............................................................................. 36
7. Viskositas lateks ............................................................................ 39
D. Penentuan Lateks Berprotein rendah Terbaik .................................... 41
E. Resume Pembahasan........................................................................ 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 45
A. Kesimpulan ........................................................................................ 45
B. Saran ................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 47
LAMPIRAN .................................................................................................. 50

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Partikel karet................................................................................ 4
Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren............................................. 4
Gambar 3. Tahapan pembentukan fumed silica............................................. 8
Gambar 4. Partikel fumed silica ..................................................................... 9
Gambar 5. Pembentukan ikatan silang molekul karet dengan sulfur setelah
vulkanisasi.................................................................................. 10
Gambar 6. Proses pembuatan dispersi fumed silica ..................................... 14
Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon ................................ 15
Gambar 8. Diagram alir penelitian ................................................................ 19
Gambar 9. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap kadar nitrogen ................................. 24
Gambar 10. Rekaan ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH)
fumed silica dan gugus amino (>N-H) protein ........................... 27
Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap kadar jumlah padatan .................... 28
Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap kadar alkalinitas............................. 31
Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap bilangan KOH................................ 33
Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap kadar koagulum............................. 37
Gambar 15. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica
dan pengenceran terhadap viskositas....................................... 39

ix

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi lateks alam segar ........................................................... 3
Tabel 2. Derajat katan silang berdasarkan uji kloroform ............................... 12
Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks ...................... 14
Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14 persen)........ 15
Tabel 5. Karakteristik bahan baku dan syarat kualitas lateks pekat .............. 20
Tabel 6. Hasil uji kloroform ........................................................................... 23
Tabel 7. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks ..................... 36
Tabel 8. Perbandingan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang
dihasilkan dengan yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber
Research Institute of Malaysia)....................................................... 41

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Karakteristik fumed silica Cab-O-Sil tipe M-5 produksi Cabot
Corporation ............................................................................... 50
Lampiran 2. Prosedur pengujian sampel lateks ............................................ 51
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian ...................................................... 58
Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar nitrogen ..... 59
Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar jumlah
padatan..................................................................................... 60
Lampiran 6. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar alkalinitas .. 61
Lampiran 7. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai bilangan KOH...... 62
Lampiran 8. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar koagulum... 63
Lampiran 9. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan
fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar viskositas... 64
Lampiran 10. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah hasil
percobaan dan karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein
rendah produksi RRIM ............................................................ 65

xi

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak akhir tahun 1980-an kasus alergi akibat penggunaan barang
jadi lateks menjadi permasalahan yang mendapatkan perhatian cukup serius
dari dunia industri lateks. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan
penyebab reaksi alergi tersebut dan teknologi yang dapat digunakan untuk
mengurangi protein, terutama protein alergen, yang terdapat dalam lateks
maupun barang jadi lateks.
Protein yang terkandung dalam lateks menjadi penyebab utama
permasalahan alergi terhadap barang jadi lateks ini. Blackley (1966)
menyebutkan bahwa sebagai produk dari tanaman karet (Hevea brasiliensis),
lateks mengandung senyawa karet maupun senyawa bukan karet. Senyawa
bukan karet utama dalam lateks alam adalah protein yang berjumlah sekitar 2
persen. Kadar protein lateks sebenarnya telah mengalami banyak penurunan
selama proses sentrifugasi pada pembuatan lateks pekat maupun produksi
barang jadi lateks, namun residu protein yang tersisa ternyata masih
berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi pada penggunanya.
Penurunan kadar protein lateks sangat perlu dilakukan, selain untuk
alasan keamanan dan kesehatan penggunanya, nantinya lateks dengan kadar
protein rendah akan meningkatkan daya saingnya di pasar. Berbagai cara
telah ditemukan untuk mengurangi protein yang terdapat dalam lateks
maupun barang jadi lateks, baik itu secara makanis, kimiawi, enzimatis atau
iradiasi. Baru-baru ini penggunaan fumed silica sebagai bahan alternatif untuk
permasalahan alergi lateks telah dicoba untuk dikembangkan.
Anand dan Morris (1997) menyebutkan bahwa penggunaan fumed
silica hingga 1,5 persen (b/b) dapat menurunkan protein dan meningkatkan
ketahanan sobek vulkanisat lateksnya. Hal yang serupa juga dilaporkan oleh
Amdur (1999) pada penggunaan fumed silica hingga 5 persen (b/b) dapat
menurunkan protein film lateks. Penambahan fumed silica hingga 3 bsk
(bagian per seratus karet) bersama dengan 0,17 bsk ZnO pada lateks yang
divulkanisasi secara radiasi dilaporkan Thiangchanya et al. (2003) dapat
mengurangi protein larut air vulkanisat lateks hingga kurang dari 30

g/g.

Jumlah ini lebih kecil daripada penggunaan fumed silica tanpa ZnO.

1

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica
yang ditambahkan terhadap penurunan kadar protein dalam lateks. Tujuan
selanjutnya adalah mencari formula terbaik untuk lateks pravulkanisasi
berprotein rendah berdasarkan pengaruh konsentrasi fumed silica yang
ditambahkan

dan

pengaruh

pengenceran

yang

dilakukan.

Lateks

pravulkanisasi berprotein rendah yang terbaik juga diharapkan mampu
bersaing dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh
RRIM.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang dilaksanakan meliputi pencampuran
antara lateks pekat yang telah dipravulkanisasi dengan ragam konsentrasi
fumed silica dan ragam pengenceran yang dilanjutkan dengan sentrifugasi
ulang untuk mendapatkan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang lebih
pekat. Lateks pravukanisasi berprotein rendah yang dihasilkan selanjutnya
diuji parameter mutunya, antara lain kadar nitrogen, kadar jumlah padatan,
kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik, bilangan KOH, kadar koagulum
dan viskositas Brookfield.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lateks Hevea brasiliensis
Lateks sebagai getah hasil penyadapan tanaman Hevea brasiliensis
menurut Dzikowicz (2003) merupakan suatu sistem koloid yang sangat
kompleks,

terdiri dari hidrokarbon karet,

karbohidrat,

protein,

lipida,

karotenoid, garam-garam mineral, enzim serta berbagai bahan lain. Dijelaskan
pula oleh Blackley (1966) bahwa substansi polimer karet dan fraksi bukan
karet tersebut stabil di dalam suatu medium cair (serum).
Dilihat secara fisik menurut Freundlich (1935), lateks Hevea
brasiliensis berwarna putih susu hingga kuning pucat tergantung dari klon
(varietas) tanamannya. Klon tanaman Hevea brasiliensis juga menentukan
kadar karet dalam lateks yang dihasilkan.
Webster dan Baulkwill (1989) menyebutkan bahwa komposisi lateks
alam segar mengandung 35,62 persen bahan karet mentah dan 59,62 persen
serum. Secara lengkap komposisi lateks alam segar ini dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut. Disebutkan pula oleh Dawson dan Porritt (1935) bahwa lateks
mempunyai rapat jenis sekitar 0,95-0,97 kg/m3, sedangkan rapat jenis serum
1,016-1,025 kg/m3 dan rapat jenis karet 0,901-0,914 kg/m3. Lateks segar
memiliki kisaran nilai pH 6,5 -7,0.
Tabel 1. Komposisi lateks alam segar
Komponen

Persentase (%)

Karet

35,62

Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin)

1,65

Protein

2,03

Karbohidrat

0,34

Abu

0,70

Air

59,62

Sumber : Webster dan Baulkwill (1989)

Partikel-partikel karet dalam lateks diselubungi oleh protein dan lipid.
Disebutkan oleh Blackley (1966) partikel karet berbentuk bulat dan ada juga
yang berbentuk seperti buah pear dengan diameter antara 0,5-3,0 µm dan
panjangnya mencapai 6,0 µm, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut.

karet
protein
fosfolipid

0,5-3,0 µm

Gambar 1. Partikel karet (Blacley, 1966)
Archer (1969) mengatakan bahwa lateks jika disentrifugasi dengan
kecepatan sekitar 18.000 putaran per menit akan terpisah menjadi empat
fraksi utama. Pada lateks kebun dengan kadar karet kering 37 persen dan
kadar jumlah padatan 40,5 persen mempunyai susunan (berurutan dari atas
ke bawah) sebagai berikut,
1. Fraksi karet (37 persen) yang mengandung karet, protein, fosfolipid, sterol
dan esternya, serta lemak dan resin,
2. Fraksi Frey Wyssling (5 persen) yang terdiri dari karotenoid dan lipid,
3. Fraksi serum (48 persen) yang terdiri dari air, inositol, karbohidrat,
protein, asam amino bebas, asam askorbat, asam organik lain, basa
nitrogen, asam nukleat dan mononukleutida,
4. Fraksi dasar (15 persen) yang terdiri dari protein, fosfolipid dan sterol.
Karet Hevea brasiliensis yang diperoleh dalam bentuk sistem koloid
lateks merupakan suatu bentuk polimer yang terdapat di alam. Barron (1947)
menjelaskan bahwa karet alam merupakan makromolekul yang tersusun atas
monomer-monomer isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor. Rantai
poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis serta tersusun sekitar 5.000
unit isoprena dengan berat molekul rata-rata 350.000.

n

Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren (Barron, 1947)

4

B. Kestabilan Lateks
Karet alam diperoleh dalam bentuk getah karet (lateks) melalui
proses penyadapan Hevea brasiliensis. Southron (1969) mengatakan bahwa
penyadapan pohon karet dilakukan dengan membuat pelukaan miring dari kiri
atas ke kanan bawah dengan sudut 30° dengan kedalaman tertentu tanpa
mencapai kambium. Sayatan yang terbentuk tersebut akan tegak lurus
dengan pembuluh lateks yang berdiameter 30 µm dan bersifat permeabel.
Sebagai salah satu bentuk sistem dispersi koloid alami partikel karet
dalam serum, lateks mempunyai kestabilan yang cukup baik. Kestabilan
lateks ini dapat terganggu secara alamiah dan berakibat partikel karet saling
melekat

kemudian

menggumpal.

Menurut

Honggokusumo

(1978),

kemantapan koloid lateks ini ditentukan oleh tiga faktor, yaitu gerak Brown,
muatan listrik dan lapisan hidrasi.
Protein yang melapisi partikel karet menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan lateks menjadi stabil. Sifat amfoter protein menyababkan
protein pada partikel karet bermuatan listrik negatif di dalam lateks. Gaya
tolak-menolak antarpartikel karet yang bermuatan sejenis ini menyebabkan
lateks menjadi stabil.
Freundlich (1935) menyebutkan pH isoelektrik protein lateks kebun
sekitar 4,5-4,8. Menurut Poedjiadi (1994) pH isoelektrik merupakan pH yang
memberikan kondisi kedua gugus asam-asam amino pada protein membentuk
ion yang bermuatan positif sekaligus juga bermuatan negatif atau dikatakan
ion yang terbentuk tidak mempunyai muatan.
Suparto (2002) menyatakan molekul-molekul air dalam lateks saling
berikatan membentuk lapisan yang menyelimuti partikel karet. Mantel air
tersebut juga membuat sistem koloid lateks menjadi stabil. Mantel air lateks
dapat rusak oleh adanya ion-ion logam yang terdapat dalam lateks.
Lateks dapat dipertahankan kestabilannya dengan menambahkan
bahan pengawet. Bahan pengawet yang umum digunakan adalah amonia
yang berfungsi sebagai bakterisida, peningkat pH dan pengikat logam.
Bakterisida berfungsi menurunkan total mikroorganisme sehingga penurunan
pH akibat peningkatan jumlah asam organik dapat tertekan. Goutara et al.
(1985)

menyebutkan

bahwa

konsentrasi

amonia yang baik

sebagai

bakterisida dan pemantap lateks kebun adalah 0,35 persen.

5

C. Lateks Pekat
Pada umumnya lateks alami Hevea brasiliensis diperdagangkan
dalam bentuk lateks pekat. Lateks pekat merupakan hasil pemekatan dari
lateks kebun dengan menggunakan metode tertentu sehingga dihasilkan
lateks dengan kadar karet kering sekitar 60 persen. Stern (1955)
menyebutkan lateks pekat dapat dibuat melalui metode pemusingan
(centifuging) atau pendadihan (creaming). Pembuatan lateks pekat juga dapat
dilakukan dengan metode penguapan (evaporation), penyaringan (filtration),
dialisis

bertekanan

(pressure

dialysis)

dan

elektrodekantasi

(electro-

decantation), tetapi metode-metode ini hampir tidak digunakan lagi dalam
industri pembuatan lateks pekat.
Mutu lateks pekat yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi
dari ASTM atau SNI. Dalam dokumen Standar Nasional Indonesia (1992),
lateks pekat diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan sistem
pengawetan dan cara pemekatannya, yaitu:
-

Lateks pekat pusingan amonia tinggi (High Ammonia Centrifuged)

-

Lateks pekat pusingan amonia rendah (Low Ammonia Centrifuged)

-

Lateks dadih amonia tinggi (High Ammonia Creamed)

-

Lateks dadih amonia rendah (Low Ammonia Creamed)
Salah satu metode pemekatan lateks kebun yang paling umum

digunakan adalah pemusingan (sentrifugasi). Menurut Blacley (1966) pada
pembuatan lateks pekat dengan metode ini, lateks kebun dilewatkan pada
mesin pemusing (sentrifuse) dan diputar dengan laju putar sekitar 7.000
putaran per menit. Pemekatan lateks ini berlangsung sesuai hukum Stokes
yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

V=

2gr2 (d1-d2)
9

dimana,
V

: kecepatan gerak partikel ke atas

r

: diameter partikel karet

g

: percepatan gravitasi

d1

: rapat jenis serum

d2

: rapat jenis partikel karet
: viskositas serum

6

Lateks kebun yang dimasukkan ke dalam mesin pemusing akan
mengalami gaya akibat putaran, yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal
yang mengarah keluar. Gaya sentrifugal yang dialami lateks tersebut jauh
lebih besar dibandingkan percepatan gravitasi bumi, sehingga akan terjadi
pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian serum yang mempunyai
berat jenis lebih besar akan keluar sebagai lateks skim, sedangkan partikel
karet akan keluar sebagai lateks pekat. Menurut Handoko (2002) lateks skim
pada umumnya masih mengandung kadar karet kering antara 3-8 persen.
D. Lateks Alam Berprotein Rendah
Aplikasi lateks sebagai bahan jadi lateks seperti sarung tangan,
selang infus, kondom, balon, dan sebagainya menghadapi masalah yang
cukup serius dan memerlukan penanganan. Hal ini berkaitan dengan adanya
protein alergen dalam lateks yang menyebabkan para pengguna barang jadi
lateks tersebut mengalami alergi.
Menurut Hong et al. (1997) lateks pekat yang diturunkan kadar
proteinnya hingga memiliki kadar nitrogen sekitar 0,05 persen atau tujuh kali
lebih rendah dari lateks pekat asalnya dikatakan sebagai lateks alam
berprotein rendah, sedangkan Alfa (2001) menyebutkan bahwa lateks
berprotein rendah memiliki kadar nitrogen maksimal 0,08 persen. Klinpituksa
et al. (1999) menambahkan, lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber) jika
dibandingkan dengan lateks pekat memiliki distribusi partikel yang sama,
kadar abu, plastisitas dan kemampuan menyerap air yang rendah. Perbedaan
lateks berprotein rendah dengan lateks pekat adalah pada karekteristik fisik
barang jadi yang dihasilkan, yaitu kekuatan tarik yang lebih rendah.
Beberapa teknik untuk menurunkan kadar protein lateks sudah cukup
banyak dilaporkan, walaupun tidak semuanya efektif. Said et al. (2004)
menyebutkan lateks berprotein rendah dapat dihasilkan antara lain melalui
sentrifugasi berulang, filtrasi membran, serta penambahan enzim protease
dan surfaktan pada lateks kebun atau lateks pekat. Disebutkan pula bahwa
klorinasi atau penambahan tanin juga dapat menurunkan protein. Namun,
klorinasi kurang disukai karena dapat menurunkan tegangan putus, sedang
penambahan tanin (bahan kimia pengikat protein) dapat menyebabkan lateks
berwarna gelap. Alternatif lainnya adalah dengan teknik radiasi.

7

Saat ini teknik penurunan protein yang paling umum digunakan
adalah dengan menambahkan enzim proteolitik, seperti papain, bromelin
maupun alkalase. Enzim proteolitik akan menghidrolisis protein yang terdapat
pada partikel lateks sehingga menjadi molekul-molekul asam amino. Pada
teknik ini dilakukan penambahan surfaktan untuk mempertahankan kestabilan
lateks yang terganggu oleh hilangnya protein.
E. Fumed silica
Penggunaan fumed silica sebagai bahan yang ditambahkan dalam
lateks untuk mengurangi proteinnya merupakan hal baru yang dilaporkan.
Anand

dan

Morris

(1997)

menyatakan

bahwa

fumed

silica

dapat

meningkatkan karakteristik fisik film lateks, serta dapat menjadi alternatif untuk
masalah alergi lateks. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Amdur (1999)
yang menggunakan fumed silica hingga 5 persen untuk menurunkan protein
film lateks.
Fumed silica merupakan bentuk yang sangat murni dari senyawa
silikon dioksida yang diperoleh dengan mereaksikan silikon tetraklorida ke
dalam pijar api hidrogen-oksigen sehingga terbentuk partikel-partikel kecil
silikon dioksida (Wen, 2000). Partikel-partikel kecil primer yang terbentuk dari
molekul-molekul silikon dioksida yang bergabung pada kondisi pemijaran
tersebut berukuran sekitar 10 nm. Pada kondisi pemijaran tersebut partikelpartikel tersebut saling berikatan membentuk unit yang lebih besar, disebut
sebagai agregat, berukuran 100-500 nm. Pada proses pendinginan agregatagregat tersebut selanjutnya membentuk aglomerat yang mempunyai ukuran
lebih besar sekitar 10-50

m (Wacker HDK, 2002). Proses pembentukan

fumed silica ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.

aglomerat
agregat
partikel primer
pemijaran

Gambar 3. Tahapan pembentukan fumed silica (Cabot Corporation, 2000)

8

Partikel fumed silica mempunyai permukaan kimia yang unik dan
membentuk dua gugus kimia, yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) dan gugus
hidroksil (-OH), serta ikatan hidrogen gugus hidroksil. Sekitar 40 persen pada
permukaan fumed silica terdapat gugus hidroksil. Hal ini menyebabkan
permukaan fumed silica bersifat hidrofilik (Cabot Corporation, 2005). Berikut
ini gambar permukaan partikel fumed silica.
Gugus Hidroksil
Ikatan Hidrogen

Gugus Siloksan

Permukaan
fumed silica

Gambar 4. Partikel fumed silica (Cabot Corporation, 2005)
Dalam sistem cairan fumed silica cenderung membentuk ikatan
hidrogen antaragregat maupun dengan medium pendispersinya. Jaringan
antaragregat

tersebut

dapat

meningkatkan

viskositas

sistem

(Cabot

Corporation, 2005). Menurut Raghavan (2000) dalam sistem fumed silicapendispersi terdapat dua kemungkinan ikatan hidrogen yang terbentuk, yaitu
ikatan hidrogen antarsilanol partikel fumed silica dan dengan molekul
pendispersi. Pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan hidrogen
yang tinggi akan terbentuk lapisan pendispersi pada partikel fumed silica
sehingga menghasilkan sistem yang sol, sedangkan pada cairan dengan
kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lemah partikel fumed silica
akan berinteraksi sesamanya sehingga terbentuk sistem yang gel.
F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks
Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan lateks dengan sifat
fisik yang baik adalah proses pengkomponan. Pengkomponan merupakan
istilah yang digunakan untuk proses pencampuran lateks dengan bahanbahan kimia lain yang dapat membantu memperbaiki sifat-sifat fisik vulkanisat
lateks. Handoko (2002) menjelaskan kompon merupakan campuran lateks
(baik lateks karet alam maupun lateks sintetis) dengan bahan-bahan kimia
yang komposisinya tertentu. Pengkomponan dilakukan dengan proses dan

9

formula tertentu untuk memperoleh hasil akhir suatu vulkanisat dengan sifatsifat tertentu.
Bahan kimia kompon secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi,
pencepat, penggiat, pengisi, antioksidan, pewarna, aktif permukaan dan
sebagainya. Menurut Handoko (2002) formula pengkomponan lateks disusun
berdasarkan perbandingan bobot kering bahan kimia terhadap seratus bobot
karet kering (bsk) dalam lateks.
Alfa (2001) menjelaskan bahan pemvulkanisasi merupakan bahan
kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses
vulkanisasi yang membentuk ikatan silang antarmolekul karet sehingga
terbentuk jaringan tiga dimensi. Hal ini dapat dijelaskan seperti Gambar 5
berikut.

poliisopren

sulfur

ikatan silang poliisopren
Gambar 5. Pembentukan ikatan silang molekul karet dengan sulfur setelah
vulkanisasi (http://en.wikipedia.org/wiki/Vulcanization)
Belerang

adalah

bahan

pemvulkanisasi

yang

paling

banyak

digunakan pada berbagai jenis karet. Jenis belerang yang umum digunakan
adalah dari golongan sulfur terlarut. Pada penggunaan dosis tinggi dan
selama penyimpanan belerang dapat bermigrasi ke permukaan vulkanisat
(peristiwa blooming). Fenomena ini akan mengurangi daya rekat antarlapisan
kompon. Kendala tersebut dapat diatasi dengan menggunakan belerang
golongan sulfur tak terlarut.
Bahan

pencepat

digunakan

untuk

meningkatkan

laju

reaksi

vulkanisasi kompon. Bahan ini ditambahkan ke kompon dalam jumlah sedikit
dan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis bahan
pencepat (Alfa, 2001).

10

Bahan lain yang perlu ditambahkan ke dalam proses pengkomponan
adalah bahan penggiat. Menurut Abednego (1975) bahan penggiat digunakan
untuk menambah cepat atau menggiatkan kerja bahan pencepat. Pada
umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa
bahan penggiat, tetapi penggunaannya yang berlebihan dapat menyebabkan
penebalan dan koagulasi pada film lateks. Stern (1955) menambahkan, dosis
bahan penggiat yang ditambahkan sebaiknya dipertahankan pada 0,5 bsk
(bagian per seratus karet kering) dan bahan penggiat yang banyak digunakan
adalah seng oksida (ZnO).
Bahan penggiat ini akan bekerja lebih efektif jika dalam kompon
terdapat asam-asam lemak. Asam lemak ini akan membentuk sabun dengan
ZnO sehingga dapat larut dalam karet. Asam lemak yang sering digunakan
adalah asam stearat. Asam ini secara alami sudah terdapat dalam lateks
kebun,

namun

jumlahnya

masih

belum

mencukupi

sehingga

perlu

ditambahkan dari luar (Abednego, 1975).
Antioksidan ditambahkan ke dalam kompon untuk mempertahankan
atau meningkatkan ketahanan vulkanisat terhadap oksidasi (Handoko, 2002).
Menurut Alfa (2001) antioksidan umumnya digunakan dalam jumlah sedikit,
yaitu antara 1-2 bsk.
Bahan pemantap berfungsi untuk melindungi lateks terhadap kejutan
dari penambahan bahan kimia kompon dan untuk memantapkan kompon.
Bahan pemantap yang biasa digunakan antara lain alkali, sabun alkali,
detergen sintetik dan pelindung koloid. Alkali yang dapat digunakan seperti
amonia, dimetil amin, monometil amin, morpholin, sodium hidroksida,
potasium hidroksida, mono-trietanol amin dan di-trietanol amin (Hum, 1975).
Hum (1975) juga menjelaskan bahwa sebagai alkali, KOH lebih
disukai daripada NaOH karena ketidakmantapan lateks lebih dipengaruhi oleh
ion Na+. Sabun alkali diperoleh dari reaksi antara alkali tersebut dengan asam
oleat, stearat, laurat, palmitat dan sebagainya. Sebagai pemantap lateks pada
suhu kamar, amonium atau potasium laurat terbukti paling efektif diantara
garam amonium atau potasium dari deret asam lemak lainnya, tetapi pada
suhu yang lebih tinggi efektifitas amonium dan potasium laurat akan menurun
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam
mengontrol reaksi karena terbentuknya busa.

11

Setelah dilakukan pengkomponan, kompon lateks terlebih dahulu
dipravulkanisasi sebelum akhirnya dibentuk menjadi barang jadi lateks.
Blackley (1966) mendefinisikan pravulkanisasi sebagai proses pembentukan
ikatan silang dalam partikel karet pada lateks yang telah mengalami
pengkomponan, tanpa mengubah sistem dispersi koloid lateks tersebut.
McGlothin

(1998)

menambahkan

bahwa

pravulkanisasi

lateks

dapat

meningkatkan kekuatan film lateks setelah proses leaching, serta mengurangi
total waktu proses vulkanisasi setelah proses pencelupan dan pengeringan.
Pravulkanisasi dapat dilakukan pada berbagai tingkat suhu yang
berpengaruh terhadap kinerja bahan pencepat. Menurut Gorton (1979) suhu
pravulkanisasi yang ideal berada pada kisaran suhu 40-60°C. Suhu di bawah
kisaran membuat pembentukan ikatan silang berjalan sangat lambat tetapi
pemakaian

bahan pencepat yang efektif

pada suhu

rendah dapat

meningkatkan laju pembentukan ikatan silang. Pada suhu di atas kisaran tidak
baik digunakan karena kemantapan dispersi koloid lateks dapat terganggu
meskipun laju pembentukan ikatan silang sangat cepat.
Penggunaan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda saat
pravulkanisasi akan menghasilkan jumlah ikatan silang yang berbeda.
Pengujian secara visual sederhana untuk menentukan banyaknya ikatan
silang yang terbentuk atau tingkat vulkanisasi yang terjadi dapat dilakukan
dengan

mengunakan

uji

kloroform.

Pengujian

dilakukan

dengan

memperhatikan penampakan fisik koagulan yang terbentuk akibat koagulasi
kompon oleh kloroform. Tingkat vulkanisasi yang terjadi dibedakan melalui
notasi angka dari 1 hingga 4. Angka yang semakin besar menunjukkan ikatan
silang yang terbentuk semakin banyak (Said et al., 2004). Tabel 2
menunjukkan klasifikasi tingkat vulkanisasi berdasarkan uji kloroform.
Tabel 2. Derajat ikatan silang berdasarkan uji kloroform
Angka uji kloroform

Penampakan

Tingkat vulkanisasi

1

Gumpalan utuh

Belum tervulkanisasi

2

Gumpalan besar

Rendah

3

Gumpalan sedang

Sedang

4

Gumpalan kecil

Tinggi

Sumber: Said et al. (2004)

12

III. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat
1. Bahan baku utama
Penelitian ini menggunakan lateks pekat sebagai bahan baku
utamanya.

Lateks

pekat

yang

digunakan

tersebut

diperoleh

dari

perkebunan karet Cikumpay, PTP Nusantara VIII Purwakarta, Jawa Barat.
Bahan baku lateks pekat yang diperoleh kemudian dianalisis untuk
mengetahui karakteristiknya. Karakteristik yang dianalisis meliputi kadar
karet kering, kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, waktu kemantapan
mekanik, bilangan asam lemak eteris, bilangan KOH, kadar koagulum,
kadar nitrogen dan viskositas Brookfield.
2. Bahan baku penunjang
Fumed silica merupakan bahan baku penunjang yang digunakan
dalam penelitian ini dan diharapkan berperan sebagai agen penurun protein
dalam lateks. Fumed silica yang digunakan merupakan fumed silica
komersial, Cab-O-Sil® Tipe M-5, dalam bentuk padatan yang diperoleh dari
distributor PT. Cabot Indonesia. Karakteristik fumed silica Cab-O-Sil® M-5
diperlihatkan pada Lampiran 1.
Bahan baku penunjang lain yang digunakan merupakan bahanbahan kimia kompon teknis, seperti sulfur, bahan pencepat X, bahan
antioksidan, bahan penggiat, bahan pencepat Y, serta bahan pendispersi
Tamol yang semuanya tersedia dalam bentuk padatan. Bahan kimia lain
yang digunakan, yaitu bahan pemantap dalam bentuk cairan dan potasium
hidroksida (KOH) padat yang dibuat larutan dengan konsentrasi 10 persen
(b/v).
3. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu alat-alat proses dan alat-alat analisis. Peralatan yang
digunakan dalam proses antara lain mesin vulkanisasi, sentrifuse, gilingan
peluru (ball mill), neraca, pengaduk, penyaring dan wadah plastik. Analisis
yang dilakukan menggunakan alat antara lain oven, labu Kjeldahl, tabung
Markham, viskosimeter, neraca analitik, penangas air, pH-meter dan buret.

13

B. Metode Penelitian
1. Persiapan bahan kimia kompon
Pada penggunaannya bahan-bahan kimia kompon dan fumed
silica selanjutnya dibuat dalam bentuk dispersi. Dispersi fumed silica dibuat
dengan menggunakan pelarut aquades dan bahan pendispersi Tamol
sebanyak 2 persen (bobot per jumlah padatan). Dispersi fumed silica dibuat
pada

konsentrasi

10

persen

(b/b)

melalui

pencampuran

dengan

penggilingan menggunakan gilingan peluru (ball milling) selama 48 jam,
seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Proses pembuatan dispersi fumed silica
Bahan-bahan kimia kompon yang terdiri dari sulfur, bahan
pencepat X, bahan penggiat, bahan antioksidan dan bahan pencepat Y
bersama-sama didispersikan dalam aquades pada konsentrasi 50 persen
(b/b) dengan bahan pendispersi Tamol sebanyak 2 persen (bobot per
jumlah padatan). Komposisi bahan-bahan kompon yang didispersikan
tersebut disajikan pada Tabel 3. Proses pembuatan dispersi ini dilakukan
dengan menggunakan gilingan peluru selama 96 jam seperti ditunjukkan
pada Gambar 7 berikut.
Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks
Bahan Kompon
Bagian per seratus karet (bsk*)
Sulfur

1,2

Bahan pencepat X

1,0

Bahan antioksidan

0,5

Bahan penggiat

0,5

Bahan pencepat Y

0,5

*bsk = jumlah bahan yang ditambahkan (dalam gram) per seratus gram
karet

14

Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon
2. Pengkomponan
Pengkomponan merupakan proses pencampuran bahan-bahan
kimia kompon (dalam bentuk dispersi) ke dalam lateks. Formulasi
pengkomponan lateks dihitung berdasarkan bagian per seratus karet (bsk).
Pada Tabel 4 diperlihatkan contoh perhitungan pengkomponan untuk 1 liter
lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) sebesar 57,14 persen.
Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14%)
Berat
Berat
Konsentrasi
Jumlah
Bahan
Kering
Basah
(%)
(bsk)
(gram)
(ml)
Lateks pekat

57,14

100

571,4

1000

Larutan KOH

10

0,5

2,86

28,6

Pemantap

100

0,5

2,86

2,86

Sulfur

50

1,2

6,86

13,72

Pencepat X

50

1,0

5,71

11,42

Antioksidan

50

0,5

2,86

5,72

Penggiat

50

0,5

2,86

5,72

Pencepat Y

50

0,5

2,86

5,72

598,27

1073,76

Total

42,30

15

Berdasarkan perhitungan tersebut untuk 1 liter lateks pekat dengan
kadar karet kering 57,14 persen dibutuhkan larutan KOH 10 persen
sebanyak 28,6 ml; bahan pemantap sebanyak 2,86 ml; dispersi kompon 50
persen sebanyak 42,30 ml dan aquades sebanyak 122,78 ml. Aquades
ditambahkan sebagai bahan pengencer kompon sehingga didapatkan
kadar jumlah padatan kompon lateks sebesar 50 persen.
Penambahan bahan kimia dilakukan bertahap mulai dari larutan
KOH 10 persen, bahan pemantap, dispersi kompon 50 persen dan aquades
secara berurutan. Pencampuran tersebut dilakukan pada suhu kamar
dengan pengadukan menggunakan agitator selama 6 jam. Homogenisasi
bahan-bahan kimia kompon dalam lateks pekat tersebut dilakukan melalui
pemeraman kompon lateks selama 24 jam setelah pengkomponan pada
suhu kamar selesai dilakukan.
3. Pravulkanisasi
Pravulkanisasi dilakukan melalui pemanasan kompon lateks yang
telah diperam. Pemanasan menggunakan mesin pravulkanisasi yang
dilakukan

pada

menggunakan

suhu
agitator

60°C

selama 6

dilakukan

jam.

Pengadukan

dengan

selama

pemanasan

untuk

mendistribusikan kalor sehingga merata pada seluruh bagian kompon
lateks. Pemerataan kalor dan bahan kimia kompon dalam lateks tersebut
akan mengefektifkan reaksi pravulkanisasi yang terjadi.
Selama proses pravulkanisasi berlangsung dilakukan pengamatan
kualitatif terhadap ikatan silang yang terbentuk melalui uji kloroform yang
dilakukan setiap satu jam sekali. Uji kloroform dilakukan dengan
menambahkan kloroform pada lateks pravulkanisasi yang diuji dengan
perbandingan 1:1, dimana tiga tetes lateks direaksikan dengan tiga tetes
kloroform.
Selanjutnya dilakukan

pemeraman kembali terhadap lateks

pravulkanisasi selama 18 jam. Pemeraman ini dilakukan untuk memberi
kesempatan bagi gas atau udara yang terbentuk dan terperangkap selama
pravulkanisasi keluar dari lateks. Pemeraman dilakukan pada suhu 20°C
untuk menghindari reaksi pravulkanisasi yang berlanjut.

16

4. Perlakuan penelitian: Penambahan fumed silica dan pengenceran
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan
fumed silica terhadap penurunan kadar protein lateks serta mendapatkan
formula kombinasi perlakuan konsentrasi fumed silica dan pengenceran
yang menghasilkan penurunan kadar protein lateks paling baik. Lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dibuat tersebut dihasilkan dengan
memberikan ragam konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dalam
lateks, yaitu tanpa penambahan (0 persen), 1 persen dan 3 persen (b/b),
sedangkan untuk penganceran yang dilakukan beragam, yaitu hingga
konsentrasi 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen) pada
basis total padatan.
Penambahan dispersi fumed silica dilakukan setelah pemeraman
lateks pravulkanisasi selama 18 jam pada suhu 20°C. Dispersi fumed silica
yang ditambahkan dihitung berdasarkan jumlah fumed silica yang
ditambahkan dalam lateks pada ragam 0, 1 dan 3 persen (b/b).
Setelah ditambahkan dispersi fumed silica 10 persen dilakukan
pemeraman pada suhu 20°C selama 72 jam. Pemeraman tersebut
dilakukan untuk memberikan kesempatan bekerjanya fumed silica dalam
lateks pravulkanisasi.
Selanjutnya pada masing-masing perlakuan penambahan fumed
silica tersebut dilakukan pengenceran hingga 20 persen, 30 persen dan
tanpa pengenceran (50 persen) terhadap total padatan (TP). Lateks yang
telah diencerkan tersebut kemudian diperam pada suhu 20°C selama 18
jam untuk menjadikannya homogen.
Sentrifugasi ulang kemudian dilakukan terhadap lateks yang diberi
taraf perlakuan pengenceran 20 dan 30 persen setelah proses pemeraman
untuk mendapatkan lateks pravulkanisasi dengan kadar karet kering yang
lebih tinggi (pekat). Proses ini juga berperan untuk membuang protein yang
masih terkandung dalam lateks tersebut.
Analisis

terhadap

lateks

pravulkanisasi

setelah

dipekatkan

dilakukan untuk mengetahui kualitas lateks yang dihasilkan, terutama pada
kadar protein yang terkandung di dalamnya. Secara lengkap diagram alir
penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 8.

17

5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi
Parameter utama yang diukur pada penelitian ini adalah kadar
nitrogen yang dianggap mewakili kadar protein yang terkandung dalam
lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan. Penentuan kadar
nitrogen tersebut dilakukan berdasarkan SNI-06-1903-2000, den