Pencirian dan uji aktivitas katalitik zeolit alam teraktivasi

PENCIRIAN DAN UJI
AKTIVITAS
KATALITIK
ZEOLIT ALAM
TERAKTIVASI
ABSTRAK
Cadangan zeolit alam Indonesia
cukup besar dan tersebar luas di beberapa
lokasi. Akan tetapi, zeolit alam belum
dimanfaatkan secara optimum. Zeolit
alam
pada
umumnya
memiliki
kristalinitas yang rendah, ukuran porinya
tidak seragam, aktivitas katalitiknya
rendah, dan mengandung banyak
pengotor. Oleh karena itu perlu diaktivasi
dan dimodifikasi sebelum digunakan.
Penelitian ini bertujuan mengaktivasi
zeolit alam dengan asam dan pemanasan,

mencirikan zeolit alam yang sudah
diaktivasi,
dan
menguji
aktivitas
katalitiknya pada reaksi interesterifikasi.
Analisis spektrum fourier transformation
infrared (FTIR) menunjukkan bahwa
struktur zeolit alam yang diaktivasi
dengan asam dan pemanasan (NZAT)
telah rusak. Sementara itu, struktur zeolit
alam yang diaktivasi dengan asam (NZA)
tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap zeolit alam (NZ).
Hasil analisis nisbah Si/Al pada spektrum
FTIR menunjukkan NZA memiliki
nisbah
Si/Al
yang lebih
besar

dibandingkan nisbah Si/Al pada NZAT.
Hasil analisis dengan spekstroskopi
absorpsi atom menunjukkan kandungan
logam Na, K, Fe, dan Ca menurun. Hasil
pencirian sifat permukaan oleh Autosorb
menunjukkan NZA memiliki luas
permukaan spesifik dan volume total pori
yang lebih besar dibandingkan dengan
NZAT. Uji aktivitas katalitik NZA pada
reaksi interesterifikasi menghasilkan
produk yang menyerupai gabus berwarna
putih dengan persentase produk sebesar
35.78%.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
yang kaya akan zeolit alam, yang tersebar
luas di berbagai lokasi antara lain di Bayah
(Banten Selatan), Cikembar (Sukabumi),
Nanggung (Tasikmalaya), Malang, Lampung,

dan Sulawesi Selatan. Zeolit alam ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Upaya-upaya
penelitian dan pengembangan berwawasan
lingkungan terhadap sumber daya mineral
tersebut perlu terus dilakukan sehingga dapat
memberikan hasil yang nyata secara ekonomi
(PPTM 1994).
Zeolit alam terdiri atas gugus alumina
oksida dan gugus silika oksida yang masingmasing berbentuk tetrahedral dan saling
dihubungkan oleh atom oksigen sedemikian
rupa sehingga membentuk kerangka tiga
dimensi yang disebut struktur kerangka
(framework) tiga dimensi. Sifat yang dimiliki
oleh zeolit dimungkinkan untuk dimodifikasi
menjadi katalis, adsorben, penukar ion,
maupun sebagai pengemban logam aktif
(Kirk & Othmer 1995).
Zeolit alam pada umumnya memiliki
kristalinitas rendah, ukuran porinya tidak
seragam, aktivitas katalitiknya rendah, dan

mengandung banyak pengotor. Oleh karena
itu perlu diaktivasi dan dimodifikasi terlebih
dahulu sebelum dapat digunakan (Handoko
2001).
Modifikasi zeolit alam dengan HCl 6 N
pernah dilakukan oleh Jon H (2001). Zeolit
alam setelah mendapatkan perlakuan mengalami perubahan struktur dan komposisi.
Adapun modifikasi dengan pemanasan pernah
dilakukan oleh Shang CC & Lee MD (1994)
pada suhu 540ºC yang ditujukan untuk
membantu proses impregnasi terhadap zeolit
sintetis H-ZSM5.
Penelitian ini bertujuan mengaktivasi zeolit
alam dengan H2SO4, melakukan pencirian
terhadap zeolit alam yang sudah diaktivasi,
dan menguji aktivitas katalitiknya pada reaksi
interesterifikasi. Aktivasi dalam penelitian
dilakukan dengan dua cara, yaitu perlakuan
dengan asam tanpa pemanasan (nature zeolit
acid/NZA) dan perlakuan asam yang

dilanjutkan dengan pemanasan (nature zeolit
acid and termal/NZAT). Untuk melihat
proses aktivitas katalis zeolit pada penelitian
ini dilakukan sintesis ester glukosa miristat
yang diperoleh dari reaksi antara metil
miristat dan glukosa pentaasetat dengan
metode bebas pelarut yang pernah dilakukan

oleh Prihanjani (2006) dengan katalis zeolit
sintetik.
Hipotesis penelitian ini adalah zeolit yang
diaktivasi asam tanpa pemanasan maupun
zeolit yang diaktivasi asam dengan
pemanasan memiliki sifat-sifat zeolit (nisbah
Si/Al, kandungan kation, dan sifat
permukaan) lebih baik dibandingkan zeolit
sebelum diaktivasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi zeolit hasil aktivasi
tersebut dapat digunakan sebagai katalis

dengan aktivitas katalitik yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Mineral Zeolit

mekanisme peluruhan represipitasi membentuk zeolit. Asumsi lain mengatakan bahwa
zeolit alam terbentuk dari reaksi debu
vulkanik yang reaktif dengan air laut yang
mengandung banyak garam alkali dan alkali
tanah yang berlangsung pada pH 9-10 dan
suhu 300 K, tetapi proses kristalisasi
memakan waktu 50.000 tahunan (Sembiring
1987).
Menurut proses pembentukkannya zeolit
dapat digolongkannya menjadi dua kelompok,
yaitu zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit
alam terbentuk karena adanya proses
perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan
vulkanik tuff, sedangkan zeolit sintesis
direkayasa oleh manusia secara proses kimia.

Jenis zeolit sintetis disajikan pada Tabel 1 dan
Tabel 2 untuk jenis mineral zeolit alam.

Mineral zeolit diperkenalkan sejak tahun
1756 oleh Cronstedt ketika menemukan stilbit
yang bila dipanaskan seperti batu didih
(boiling stone) karena dehidrasi molekul air
yang dikandungnya. Pada tahun 1954, zeolit
diklasifikasikan sebagai golongan mineral
tersendiri, yang saat itu dikenal sebagai
molecular sieve materials (Gotardi & Galli
1985).
Zeolit adalah mineral yang terdiri atas
kristal alumino silikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah
dalam kerangka tiga dimensi. Zeolit biasanya
ditulis dengan rumus kimia Mx/n [(AlO2)x
(SiO2)y. zH2O, dengan x dan y adalah
bilangan bulat, y/x sebanding atau lebih besar
dari 1, n adalah valensi logam M, z adalah

jumlah molekul air dalam masing-masing
unit, x dan y adalah masing-masing jumlah
alumina dan silika (Tang 2003). Contoh
struktur 3 dimensi zeolit alam disajikan pada
Gambar 1.

Tabel 1 Jenis-jenis zeolit sintetis
No Nama
Rumus Molekul
1
A
Na12[(AlO2)12(SiO2)12].27H2O
Na86 [(AlO2)86
(SiO2)106].264H2O
2
X
Na56 [(AlO2)56
(SiO2)136].250H2O
3
Y

4
L
K9[(AlO2)9 (SiO2)27].22H2O
Sumber: Riberio (1984)

Gambar 1 Contoh struktur 3 dimensi zeolit
alam.

Sifat-Sifat Zeolit

Proses Pembentukkan Zeolit
Banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui proses terjadinya zeolit. Salah
satu asumsi awal adalah debu vulkanik yang
sangat reaktif bertransformasi melalui

Tabel 2 Jenis mineral zeolit yang terdapat
dalam batuan zeolit
Nama
Mineral

Rumus Kimia Unit Sel
Faujasit
Na58(Al58Si134O384).18 H2O
Ferriet
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
Hulandit
Ca4(Al8Si28O72).24 H2O
Klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24 H2O
Mordenit
Na8 (Al8Si40O96).24H2O
Natrolit
Na4(Al4Si6O20).4H2O
Scolecit
Ca2(Al4Si6O20).6H2O
Thomsonit
(NaCa2)(Al5SI5O20).6H2O
Wairakit
Ca(Al2Si4O12).2H2O
Yugawaralit Ca(Al2Si4O12).6H2O
Sumber: Clark (1979)


Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit
Kemampuan pertukaran ion zeolit
merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan dalam menentukan kualitas zeolit
yang akan digunakan, biasanya dinyatakan
sebagai KTK (kemampuan tukar kation).
KTK adalah jumlah meq ion logam yang
dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit

dalam kondisi kesetimbangan. Nilai KTK
zeolit ini banyak tergantung pada jumlah ion
Al dalam struktur zeolit.

Sifat Adsorpsi dari Zeolit
Adsorpsi adalah suatu proses penjerapan
suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya terjadi
pada permukaan. Zat yang dijerap disebut
fase terjerap (adsorbat) dan zat yang menjerap
disebut adsorben. Adsorben pada umumnya
adalah zat padat yang berrongga, contohnya
adalah zeolit. Pada umumnya untuk dapat
mengadsorpsi, zeolit harus didehidrasi
terlebih dahulu dengan pemanasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
adsorpsi antara lain luas permukaan, ukuran
partikel, dan komposisi kimia. Adapun sifat
adsorbat antara lain ukuran molekul dan
komposisi kimia serta konsentrasi adsorbat
dalam fase cairan. Semakin kecil ukuran
partikel, maka semakin besar luas permukaan
padatan per satuan volume tertentu, sehingga
semakin banyak zat yang diadsorpsi (Atkins
1999).
Sifat Katalis dari Zeolit
Definisi katalis yang umum diterima saat
ini adalah zat yang meningkatkan laju reaksi
kimia tanpa ‘dirinya sendiri’ ikut terlibat
dalam reaksi secara permanen, sehingga pada
akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan
senyawa produk reaksi. Adanya katalis dapat
mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu
reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat
dasar keadaan transisi, dan lain-lain
(Augustine 1996).
Berdasarkan fasenya, material katalis
dapat digolongkan menjadi katalis homogen
dan katalis heterogen. Katalis homogen ialah
katalis yang mempunyai fase yang sama
dengan fase campuran reaksinya, sedangkan
katalis heterogen adalah katalis yang berbeda
fase dengan campuran reaksinya.
Katalis
heterogen
kurang
efektif
dibandingkan dengan katalis homogen karena
heterogenitas permukaannya. Walaupun
demikian, karena mudah dipisahkan dari
campuran reaksinya dan kestabilannya
terhadap perlakuan panas, katalis heterogen
lebih banyak digunakan dalam industri kimia.
Kemampuan zeolit untuk mengkatalisis
suatu reaksi kimia terutama berhubungan
dengan sifatnya sebagai padatan asam karena
adanya sisi-sisi asam, baik sisi asam Bronsted
maupun Lewis. Sisi asam Bronsted dapat
dihasilkan dengan beberapa cara di antaranya
perlakuan pemanasan terhadap bentuk

amonium zeolit untuk menghilangkan amonia
sehingga diperoleh bentuk H-zeolit, perlakuan
dehidrasi terhadap kation multivalen pada
zeolit yang diikuti terdisosiasinya air yang
terkoordinasi dalam bentuk molekul sehingga
membentuk ion H+ pada permukaan zeolit,
dan perlakuan asam terhadap zeolit yang
stabil terhadap asam akan dapat secara
langsung menukar kation dengan proton. Sisi
asam
Lewis
dapat
diperoleh
dari
dehidroksilasi dua gugus hidroksil yang
berdekatan dengan perlakuan panas (T>750
K).
Sifat lain dari zeolit yang juga berpengaruh
terhadap peranannya dalam katalisis adalah
komposisi kerangka dan struktur pori zeolit,
kenaikan rasio Si/Al, medan elektrostatis,
kekuatan asam dari sisi Bronsted, dan
perubahan struktur bangun sekunder dari
zeolit.
Komposisi kerangka zeolit mengatur
muatan
kerangka dan
mempengaruhi
stabilitas pemanasan dan asam dari zeolit.
Kenaikan rasio Si/Al akan berpengaruh pada
stabilitas zeolit terhadap suhu tinggi dan
lingkungan yang reaktif seperti naiknya
keasaman.
Medan elektrostatis
zeolit
menyebabkan interaksi adsorbsinya dengan
molekul lain berubah-ubah. Kekuatan asam
dari sisi asam Bronsted akan bertambah
dengan naiknya rasio Si/Al dan menurunnya
konsentrasi kation dalam zeolit. Sementara itu
perubahan struktur unit bangun sekunder dari
zeolit sangat penting dalam proses katalisis
karena pori inilah yang berperan sebagai
mikroreaktor dan darinya dimungkinkan
untuk mendapatkan reaksi katalitik yang
diinginkan
menurut
aturan
bentuk
selektivitas.
Aktivasi Zeolit
Aktivasi
merupakan
proses
untuk
menaikkan kapasitas adsorpsi sehingga
diperoleh sifat yang diinginkan sesuai dengan
penggunaannya. Tujuan aktivasi zeolit adalah
untuk menghasilkan luas permukaan yang
lebih luas melalui pembentukkan struktur
berpori dan juga untuk menghilangkan
senyawa-senyawa pengotor. Aktivasi zeolit
dilakukan dengan pemanasan, penambahan
asam, dan penambahan basa. Pada penelitian
ini dilakukan aktivasi dengan penambahan
asam dan pemanasan. Pada umumnya asam
yang digunakan adalah asam sulfat dan asam
klorida, sedangkan basa yang digunakan
adalah NaOH.

Pencirian Zeolit
Analisis dengan spektrofotometer Fourier
Transformation InfraRed (FTIR)
Spektrum radiasi inframerah terletak pada
kisaran bilangan gelombang 12800-10 cm-1.
Berdasarkan pertimbangan instrumentasi dan
aplikasi, sejauh ini yang paling banyak
digunakan terbatas pada daerah 4000-760
cm-1 (daerah inframerah tengah) terutama
untuk tujuan identifikasi. (Khopkar 1990).
Frekuensi dari vibrasi kerangka pada
daerah inframerah tengah (400-4000 cm-1)
menyediakan informasi tentang komposisi
dan sifat-sifat yang berhubungan dengan
interaksi tetrahedral SiO44- dan AlO45-.
Kenampakan spektrum inframerah dapat
berkorelasi dengan kehadiran tipe-tipe unit
struktural tertentu.
Metode Garis Dasar (Baseline)
Metode semi kuantitatif yang umumnya
digunakan pada penentuan nisbah Si/Al
adalah metode baseline. Sebagai ilustrasi,
metode baseline disajikan dalam Gambar 2.
Suatu garis dasar (baseline) dibuat pada
kedua lembah puncak lalu dihubungkan
dengan menarik garis dari ujung puncak yang
tegak lurus terhadap garis dasar. Selanjutnya
tinggi puncak dihitung dari ujung puncak ke
titik perpotongan garis dasar dengan garis
yang tegak lurus terhadap garis dasar.

Gambar 2 Tinggi puncak dengan metode
baseline.
Analisis Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Katalis
Luas permukaan spesifik adalah luas
permukaan yang dapat menyerap gas secara
merata pada satu lapisan per satuan berat.
Luas permukaan menggambarkan permukaan
aktif yang dapat kontak dengan reaktan
sehingga berfungsi sebagai jembatan dalam
proses reaksi. Semakin besar permukaan aktif
dari suatu katalis diharapkan aktivitas katalis
semakin baik.

Prinsip pengukuran luas permukaan
spesifik adalah sejumlah serbuk zeolit (0.10.2 g) dialiri campuran gas nitrogen dan
helium selama waktu tertentu. Selanjutnya
berat campuran gas yang terserap tersebut
pada permukaan zeolit disubtitusikan pada
persamaan Brunaeur, Emmet, dan Teller
(BET).
Menurut teori Brunaeur, Emmet, dan Teller
(BET), banyaknya gas yang dapat diadsorpsi
pada
permukaan
padatan
berbanding
langsung dengan luas permukaan, sehingga
semakin sedikit gas nitrogen yang teradsorpsi
pada permukaan, maka luas permukaan
semakin kecil. Sebagai konsekuensinya jika
gas nitrogen yang teradsorpsi pada
permukaan padatan banyak maka luas
permukaan dari padatan juga besar.
Reaksi Interesterifikasi
Sintesis gula ester asam lemak dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur
sintesis kimia dan enzimatik. Mekanisme
reaksinya
berlangsung
dengan
reaksi
interesterifikasi antara gula dengan satu atau
lebih trigliserida. Sintesis senyawa ester
karbohidrat asam lemak biasanya berlangsung
pada suhu tinggi dengan kehadiran katalis dan
menggunakan pelarut toksik.
Feuge et al. (1970) melakukan reaksi
esterifikasi langsung antara sukrosa dan asam
lemak dengan metode bebas pelarut
menggunakan katalis sabun litium, natrium,
dan kalium pada suhu 170-187°C. Reaksi ini
terbatas dengan adanya kecenderungan
pembentukan karamelisasi sukrosa pada suhu
tinggi.
Obaje (2005) telah memodifikasi metode
sintesis ester gula asam lemak melalui reaksi
interesterifikasi bebas pelarut pada suhu
rendah (60-95°C) dengan katalis asam.
Katalis yang digunakan adalah berupa asam
sulfat, asam tolsilat, dan asam alkil sulfonat.
Prihanjani
(2006)
telah
melakukan
optimalisasi sintesis gula ester melalui sistem
bebas pelarut dengan mereaksikan metil
miristat dan glukosa pentaasetat dengan
katalis zeolit sintetik pada suhu 90°C selama
6 jam. Rendemen produk yang dihasilkan
adalah ± 87%. Penelitian ini dilakukan
dengan metode yang sama dengan Prihanjani,
akan tetapi zeolit yang digunakan adalah
zeolit alam yang telah diaktivasi.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah zeolit
alam ukuran 60 mesh dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Mineral
Bandung, kertas saring, akuades, larutan,
larutan H2SO4 0.2 N, larutan NH4NO3 0.1 M,
metil miristat, glukosa pentaasetat, etanol 3040%, NaHCO3, pH universal, akuades dan
larutan akuaregia.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah gelas piala (50 ml, 100 ml, dan 500
ml), labu ukur (25 ml, 50 ml, 100 ml, dan 250
ml), labu bulat, kondensor, penangas air,
termometer, neraca analitik, tanur, oven
pengering, kondensor, termometer, atomic
absorption spectroscopy (AAS), autosorb
quantrochome 6B, spektrofotometer fourier
transform infrared (FTIR) merek bruker jenis
tentor 37, dan alat-alat kaca lainnya.
Metode
Preparasi Zeolit
Contoh diambil dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral (P3TM)
Bandung. Zeolit berasal dari daerah Cikotok.
Pengayakan dan penggilingan contoh zeolit
dilakukan untuk memperoleh partikel-partikel
yang berukuran 60 mesh karena pada ukuran
ini zeolit cukup optimal dalam aktivitasnya.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Penentuan Kadar Air Zeolit Alam
Cawan petri yang telah disiapkan
dikeringkan dalam oven dan diketahui bobot
kosongnya. Cawan petri yang berisi contoh
dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC
selanjutnya didinginkan. Setelah dingin
disimpan dalam eksikator lalu ditimbang.
Pengeringan dilakukan beberapa kali selama
3 jam sampai diperoleh bobot tetap.
- B x 100 %
C
A = bobot contoh + cawan sebelum
dikeringkan
B = bobot contoh + cawan setelah
dikeringkan
C = bobot contoh

Kadar Air =

A

Preparasi Katalis Zeolit Alam (NZ)
Zeolit alam dari P3TM
yang telah
dihaluskan dengan ukuran 60 mesh direndam

dalam akuades sambil diaduk dengan
pengaduk besi (sudip) selama 1 jam pada
suhu kamar, kemudian disaring dan
dikeringkan dalam oven pada 120°C sampai
kering.
Preparasi Katalis Zeolit Alam Perlakuan
Asam (Suyartono & Husaini 1991)
Contoh zeolit alam (NZ) direfluks selama 1
jam dengan larutan asam sulfat 0.2 N pada
suhu 90°C sambil diaduk. Selanjutnya contoh
disaring dan dicuci dengan akuades sampai
pH=6. Berikutnya contoh dikeringkan dan
dihaluskan sehingga diperoleh katalis zeolit
alam yang diaktivasi asam (NZA).
Preparasi Katalis Zeolit Alam Perlakuan
Pemanasan (Modifikasi Shang 1998)
Contoh NZA dikeringkan dalam tanur
540°C selama 12 jam, selanjutnya contoh
direndam dalam larutan NH4NO3 0.1 M
selama 2 jam sebanyak tiga kali ulangan.
Kemudian contoh NZA tersebut dipanaskan
pada suhu 120°C selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu
540°C selama 4 jam sehingga diperoleh
zeolit alam yang diaktivasi asam dan
pemanasan (NZAT).
Pencirian Katalis
Penentuan Kandungan Kation Logam
(Na, Ca, K, dan Fe)
Penentuan kandungan kation logam dalam
katalis NZ, NZA, dan NZAT dilakukan
dengan cara destruksi (dalam lemari asam).
Hal ini dilakukan berkaitan dengan sifat
kation dalam zeolit yang berperan sebagai
pengontrol aktivitas katalisis. Contoh zeolit
sebanyak 0.2 gram ditempatkan dalam cawan
porselin ditambahkan 2 ml akuaregia (HNO3
pa:HCl pa=1:3) kemudian dipanaskan selama
30 menit. Setelah lima menit ke dalam
campuran ditambahkan H2SO4 4% sebanyak
0.5 ml dan dipanaskan selama 15 menit,
kemudian ditambahkan 1 ml akuaregia dan
H2SO4 4% sebanyak 0.25 ml dan dibiarkan
selama 10 menit. Campuran diencerkan ke
dalam labu ukur 25 ml hingga tera, sehingga
diperoleh larutan contoh zeolit alam (NZ),
zeolit alam yang diaktivasi asam (NZA), dan
zeolit alam yang diaktivasi asam dan
pemanasan (NZAT) masing-masing sebesar
0.2 g/ 25 ml atau 8000 ppm. Selanjutnya
masing-masing contoh zeolit tersebut
ditentukan kandungan kation logamnya (Na,
Ca, K, Fe) dengan AAS.

Analisis FTIR
Contoh sebanyak 0.1 g yang telah
dikeringkan pada 120oC selama 3 jam digerus
dengan padatan KBr sebanyak ± 160 mg lalu
ditekan pada keadaan vakum hingga
diperoleh lempeng tipis yang transparan.
Pengukuran dilakukan pada daerah IR tengah,
yaitu pada bilangan gelombang 400-4000
cm1.
Penentuan Nisbah Si/Al dengan Metode
Baseline
Suatu garis dasar (baseline) dibuat pada
kedua lembah puncak lalu dihubungkan
dengan menarik garis dari ujung puncak yang
tegak lurus terhadap garis dasar. Selanjutnya
tinggi puncak dihitung dari ujung puncak ke
titik perpotongan garis dasar dengan garis
yang tegak lurus terhadap garis dasar.
Selanjutnya diukur nisbah Si/Al dengan
metode garis dasar pada spektrum FTIR
tersebut. Pertama-tama puncak tertinggi
dicatat dan diukur garis dasar yang dipilih.
Kemudian besar transmitan pada bilangan
gelombang 1647 cm-1 (serapan gugus Si-O)
dengan transmitan pada bilangan gelombang
1045 cm-1 (serapan Al-O) maka nisbah dapat
diperoleh dari hasil perbandingan tersebut.
Penentuan Luas Permukaan Spesifik,
Volume Total Pori, dan Rerata Jejari Pori
Luas permukaan spesifik, volume total
pori, dan rerata jejari pori didasarkan pada
fenomena adsorpsi gas lapis tunggal yang
berlangsung pada suhu konstan. Alat yang
digunakan adalah autosorb quantrochome 6B
yang berada di Departemen Teknik Gas dan
Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia, Depok.
Contoh zeolit ditimbang dan dimasukkan
dalam wadah contoh dan dipanaskan pada
suhu 200°C, selanjutnya dilakukan pengusiran gas menggunakan gas nitrogen selama
45 menit. Kemudian contoh didinginkan
dengan nitrogen cair sehingga suhu contoh
mencapai 77 K. Tekanan gas nitrogen diubah
sehingga jumlah gas nitrogen yang
terkondensasi dapat ditentukan. Dengan
diperolehnya data tersebut, maka luas
permukaan spesifik, volume total pori, dan
rerata jari pori dapat ditentukan.
Uji Aktivitas Katalitik Zeolit
Sintesis Ester Glukosa Miristat (Prihanjani
2006)
Sintesis ester glukosa miristat dilakukan
dengan nisbah miristat dan GPA 1:1, serta
zeolit sebesar 10% dari total reaktan. Sintesis

ini dimulai dengan mencampurkan metil
miristat, GPA, dan zeolit yang dimasukkan ke
dalam labu bulat yang dilengkapi pendingin
dan pengaduk magnetik, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C dalam penangas air
mendidih selama 6 jam.
Pemisahan Ester Glukosa Miristat (Obaje
2005)
Campuran homogen yang terbentuk dari hasil
sintesis ditambahkan dengan larutan etanol
hangat dan dinetralkan dengan beberapa tetes
larutan NaHCO3 1 M kemudian disaring
dalam kondisi hangat sampai dihasilkan
endapan A dan filtrat. Filtrat yang berisi
pelarut etanol diuapkan sehingga dihasilkan
endapan A dan B (residu) ditambahkan
heksana lalu diuapkan sampai didapatkan
miristat yang tidak bereaksi. Kemudian
masing-masing endapan ditambahkan etanol
hangat dan didinginkan pada suhu -4°C
sampai 0°C hingga terdapat endapan putih.
Campuran tersebut disaring, endapan yang
diperoleh adalah GPA yang tidak bereaksi
dan katalis zeolit sedangkan filtratnya berisi
ester glukosa asam lemak. Pelarut etanol pada
filtrat dapat dihilangkan dengan cara
diuapkan sampai terbentuk padatan ester
glukosa
miristat.
Selanjutnya
produk
ditentukan persentase hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Zeolit
Kadar air zeolit alam sebelum aktivasi
diukur dengan metode gravimetri, hasilnya
diperoleh kadar air zeolit alam sebesar 4.01%,
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai kadar air ini menunjukkan proporsi
volume pori yang dihuni oleh molekul air.
Semakin rendah kadar air produk zeolit
semakin tinggi mutunya. Untuk nilai tersebut
diusulkan tidak melebihi 5% (Goenadi 1993).
Proses aktivasi zeolit alam dilakukan
dengan dua cara, yaitu perlakuan asam tanpa
pemanasan dan perlakuan asam yang
dilanjutkan
dengan
pemanasan.
Pada
perlakuan asam zeolit direfluks selama 1.5
jam dalam 250 ml asam sulfat 0.2 N. Aktivasi
tersebut bertujuan membersihkan permukaan
pori, membuang senyawa pengotor, dan
mengatur kembali letak atom yang dapat
dipertukarkan. Zeolit alam sebelum diaktivasi
disajikan pada Gambar 2, sedangkan zeolit
teraktivasi asam dapat diamati pada Gambar

3 berupa zeolit yang berwarna hijau keabuabuan.

Selama pemanasan pada suhu 540oC
dihasilkan zeolit yang berwarna jingga/oranye
disajikan pada Gambar 6 zeolit hasil aktivasi
asam dan pemanasan (NZAT). Hal ini
dikarenakan zeolit mengalami perubahan
struktur akibat pemanasan yang terlalu tinggi.

Gambar 3 Zeolit alam sebelum aktivasi.

Gambar 6 Zeolit alam yang diaktivasi asam
dan pemanasan (NZAT).
Gambar 4 Zeolit alam yang diaktivasi asam.
Dari Gambar 3 dan 4 dapat diamati terjadi
perubahan warna zeolit alam dari hijau
menjadi hijau keabu-abuan pada zeolit yang
diaktivasi asam.
Asam sulfat dipilih sebagai perefluks
karena
larutan
asam
sulfat
dapat
mengekstraksi Al dalam zeolit, yaitu Al
dalam kerangka zeolit menjadi Al di luar
kerangka zeolit yang disebut sebagai proses
dealuminasi.
Berikut
contoh reaksi
pelepasan Al dari dalam kerangka zeolit oleh
pelarut HCl pada Gambar 5.

Gambar 5 Contoh reaksi pelepasan Al
dari dalam kerangka zeolit.
Cara aktivasi yang kedua adalah memberi
perlakuan pemanasan pada zeolit alam yang
sudah diaktivasi dengan H2SO4 pada suhu
540°C dilanjutkan dengan perendaman dalam
NH4NO3 0.1 M sebanyak 3 kali ulangan.
Garam NH4NO3 adalah penukar kation..
Penambahan garam NH4NO3 bertujuan untuk
mengaktifkan zeolit secara kimia yang
dilakukan sebagai penukar kation, sehingga
dalam proses pertukaran ion, ion dapat
disubtitusi dengan kation NH4+ yang ada pada
permukaan zeolit.

Analisis FTIR
Pada Tabel 3 dapat dilihat perbandingan
hasil spektrum FTIR katalis NZ, NZA, dan
NZAT dengan spektrum FTIR dari zeolit
alam bayah yang telah dilakukan oleh
Supriatna (1995) yang menunjukkan serapan
terjadi pada bilangan gelombang 3841 cm-1,
3448.5 cm-1, 3822.7 cm-1, 3807.2 cm-1 (gugus
OH ulur dari air yang terjerap), 2376,1 cm-1
(gugus Si-OH), 1639.4 cm-1 (gugus Si-O), dan
1041.5 cm-1 (gugus Al-O).
Spektrum FTIR zeolit alam (NZ) dapat
dilihat pada Gambar 7. Spektrum FTIR NZ
menunjukkan puncak lebar pada 3624.47
cm-1 dan 3451.15 cm-1 berkaitan dengan
adanya vibrasi OH ulur walau terlihat belum
tajam. Pada daerah 400-1600 cm-1 terlihat
bahwa puncak-puncak sudah terlihat tajam
antara lain daerah serapan 1643 cm-1adanya
vibrasi Si-O, dan daerah 1045 cm-1 adanya
vibrasi Al-O.
Gambar 8 menunjukkan NZA. Puncakpuncak terlihat jelas, yaitu pada 1046 cm-1
(gugus
Al-O)
yang
lebih
melebar
dibandingkan NZ, bahu sekitar 1200 cm-1
(uluran asimetris), puncak 3626 cm-1 (gugus OH) yang lebih sempit dibandingkan NZ,
dan puncak pada 792 cm-1 semakin tajam
dibandingkan dengan NZ.
Spektrum FTIR NZAT dapat dilihat pada
Gambar 9. Adanya perubahan pada daerah
vibrasi OH ulur dan Si-O ulur. Kedua puncak
tidak muncul pada spektrum FTIR NZAT.
Hal ini menunjukkan adanya kerusakan
struktur zeolit. Kerusakan pada struktur zeolit
diduga karena suhu yang digunakan pada
perlakuan pemanasan terlalu tinggi. Pada
contoh NZAT, spektrum FTIR juga tidak

menunjukkan adanya vibrasi OH pada daerah
selebar 3500-3700 cm-1 karena tertutup oleh
vibrasi -OH yang lebar.

Tabel 3 Perbandingan spektrum FTIR katalis NZ, NZA, NZAT, dengan zeolit alam bayah
Supriatna (1995)
Jenis gugus
Gugus OH

Gugus Si-OH
Gugus Si-O
Gugus Al-O
Gugus K-O
Gugus Na-O

katalis NZ
3624.47
3451.15

Tidak muncul
1643.02
1045.88
794.6
465.01

Bilangan Gelombang (cm-1)
Katalis NZA
Katalis NZAT
3626.44
tidak muncul
3451.52

Tidak muncul
1642.63
1046.82
792.3
465.13

Tidak muncul
tidak muncul
1087.13
789.34
470.75

Gambar 7 Spektrum FTIR zeolit alam (NZ).

Gambar 8 Spektrum FTIR zeolit alam yang diaktivasi asam (NZA).

Zeolit alam
3841.9
3822.7
3807.2
3448.5
2376.1
1639.4
1041.5
794.6
624.9

Gambar 9 Spektrum FTIR zeolit alam yang diaktivasi asam dan pemanasan (NZAT).

Nisbah Si/Al menunjukkan besarnya
muatan negatif zeolit, semakin besar jumlah
Al yang dapat menggantikan Si, maka
semakin kecil nilai Si/Al dan semakin besar
muatan negatif zeolit. Semakin banyak
komposisi Al yang dapat dipertukarkan
dalam zeolit, maka kualitas zeolit untuk
pertukaran kation semakin baik. Kapasitas
tukar kation zeolit tersebut semakin besar
jika Si/Al kecil yang berarti muatan negatif
zeolit semakin besar (Mumpton 1984). Pada
umumnya semakin besar nisbah Si/Al besar
dari suatu zeolit kapasitas zeolit sebagai
penyerap semakin besar begitu pula dengan
luas permukaan kontaknya.
Cara pengukuran nisbah Si/Al dengan
metode baseline disajikan pada Lampiran 3,
4, dan 5 untuk masing-masing contoh NZ ,
NZA, dan NZAT. Nisbah Si/Al yang
diperoleh untuk NZ dan NZA masingmasing sebesar 0.4 dan 1,untuk contoh
NZAT nisbah Si/Al tidak dapat ditentukan.
Hasil perhitungan nisbah ini dapat
mengkelompokkan zeolit NZA ini dalam
jenis zeolit kadar Si rendah (kaya Al),
keadaan ini menyebabkan daya penukaran
ion dari zeolit maksimum.
Aktivasi zeolit oleh asam sulfat
menyebabkan terjadinya proses dealuminasi,
yaitu proses keluarnya Al dari dalam
kerangka zeolit menjadi Al di luar kerangka
zeolit, sehingga Al dalam contoh NZA
berkurang. Jumlah Al yang menurun
berpengaruh terhadap nisbah Si/Al pada
contoh NZA, yaitu nisbah Si/Al semakin
meningkat dibandingkan dengan nisbah
Si/Al pada zeolit alam murni (NZ).

Proses dealuminasi ini menurunkan
kandungan Al, sehingga jumlah Al yang
dapat dipertukarkan dengan kation lain
semakin rendah sehingga kapasitas tukar
kation zeolit tersebut semakin kecil.
Contoh zeolit yang diaktivasi asam dan
pemanasan (NZAT) tidak dapat ditentukan
nisbah Si/Al melalui metode baseline karena
puncak Si-O tidak muncul. Hilangnya
puncak Si-O diduga akibat rusaknya struktur
zeolit karena pemanasan.
Analisis AAS
Penentuan kandungan kation dalam
contoh katalis menggunakan alat atomic
absorption
spectrophotometry
(AAS).
Analisis ini berkaitan dengan peranan kation
sebagai pengontrol aktivitas katalitik.
Rongga molekul pada zeolit dapat dimasuki
kation-kation (Na, K, Ca, dan Mg) yang
dapat dipertukarkan sehingga mempengaruhi
muatan negatif pada kerangka. Kandungan
kation-kation dalam contoh katalis dapat
dilihat dalam Gambar 10.
Konsentrasi logam
(ppm)

Analisis nisbah Si/Al

20
15
10
5
0
NZ

NZA

NZAT

Jenis katalis
Logam Na

Logam K

Logam Ca

Logam Fe

Gambar 10 Kandungan kation dalam contoh
katalis..
Gambar 10 menunjukkan kecenderungan
logam kation dalam contoh katalis semakin
menurun dengan adanya aktivasi zeolit
yang meliputi pengasaman dan pemanasan
terhadap zeolit. Akan tetapi kation logam Na

Mn+ + H2O

[MOH](n-1)+ + H+

Kation-kation dalam kerangka zeolit
tersebut dapat ditukar dan disubtitusi tanpa
mengubah struktur kerangka (isomorfis)
yang dapat menimbulkan gradien medan
elektronik dalam kanal-kanal dan ruangan
zeolit.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan
logam Na, K, Fe, dan Ca pada katalis zeolit
semakin menurun dengan adanya perlakuan
asam dan pemanasan. Pengasaman dan
pemanasan
menyebabkan
proses
dealuminasi yang menurunkan kandungan
aluminium tempat terkaitnya logam-logam
penetral muatan listrik pada zeolit.
Kandungan aluminium yang menurun
sebanding dengan penurunan kandungan
logam penetral tersebut.
Sifat Permukaan
Penentuan sifat permukaan dilakukan
dengan
autosorb
quantachrome
6b
menggunakan gas N2. Pada penentuan sifat
permukaan tersebut, contoh padatan perlu
dibebaskan dari kontaminan, misalnya air
dan minyak. Proses ini dikenal dengan
degassing. Degassing dilakukan dengan

menempatkan contoh padat tersebut dalam
sel gelas dan dipanaskan di bawah vakum
dengan suhu konstan sebesar 200°C. Data
hasil pengukuran sifat permukaan dapat
dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8 yang
ditunjukkan pada parameter multipoint BET
masing-masing jenis katalis NZ, NZA, dan
NZAT. Histogram luas permukaan spesifik
dari beberapa katalis disajikan pada Gambar
11.
Luas permukaan
spesifik (m2/g)

mengalami
peningkatan
setelah
mendapatkan perlakuan. Hal ini terjadi
karena pada zeolit tersebut kemungkinan
masih terdapat kontaminan dan preparasi
larutan yang tidak cukup baik.
Pada umumnya kation dari logam alkali
seperti Na dan K dapat menyebabkan
deaktivasi
terhadap
contoh
katalis.
Deaktivasi terjadi karena pori-pori yang
terblokade dan sisi aktif yang tertutupi
(Rodrigues et al. 2000). Adanya logam Na
dalam contoh katalis akan mengurangi
pembentukan kokas (coke) dan gas serta
dapat bersifat racun terhadap contoh katalis.
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah
logam Na dan K sangat kecil sehingga
pengaruh deaktivasi kedua logam ini sangat
kecil. Kation logam K menujukkan
penurunan yang signifikan pada jenis zeolit
NZAT.
Pada Gambar 10 dapat diamati jumlah
logam kation Ca dan Fe yang menurun
secara signifikan. Adanya kation divalen dan
trivalen biasanya memberikan keaktifan
pada katalis zeolit. Keaktifan disebabkan
kation-kation tersebut dapat mengalami
hidrolisis oleh adanya uap air
untuk
membentuk sisi asam Bronsted.

150
100
50
0
NZ

NZA

NZAT

Jenis katalis

Gambar 11 Luas permukaan spesifik
contoh katalis.
Luas permukaan spesifik (LPS) adalah
luas permukaan tiap gram contoh katalis.
Gambar 11 menunjukkan bahwa luas
permukaan akan meningkat seiring dengan
adanya perlakuan asam. Zeolit NZAT
menunjukkan penurunan luas permukaan
spesifik yang relatif besar. Peningkatan
hanya terjadi pada perlakuan asam saja. Hal
ini disebabkan terjadinya pembukaan pori
zeolit alam yang semula tertutupi oleh
pengotor melalui perlakuan dengan H2SO4.
Dengan hilangnya pengotor organik dan
anorganik yang berada pada padatan katalis
akan menyebabkan menurunnya volume
pori. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan luas permukaan padatan.
Perlakuan
pemanasan
seharusnya
menyebabkan peningkatan luas permukaan
spesifik karena pemanasan zeolit dapat
menguapkan air yang terperangkap dalam
pori-pori kristal zeolit, sehingga luas
permukaan pori-pori bertambah. Akan tetapi
hal ini tidak terjadi karena kemungkinan
distribusi pori zeolit yang kurang merata.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dilaporkan Muchtar (1983), bahwa menurunnya luas permukaan dapat disebabkan
oleh distribusi pori yang kurang merata.
Volume Total Pori dan Rerata Jejari
Pori
Beberapa molekul dalam memasuki
sistem mikropori zeolit akan ditahan
berdasarkan kepolaran/efek interaksi lainnya
dari molekul dengan zeolit. Sifat zeolit

Volume pori (cc/g)

sebagai katalis yang penting adalah
mempunyai ukuran pori yang besar dan
”volume kosong tersedia” yang maksimum
(Zulnely 1985).
Gambar 12 memberikan informasi tentang
volume total pori pada masing-masing
katalis, adapun data volume pori dapat
dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
NZA

NZAT
Jenis katalis

Rerata jari pori

Gambar 12 Volume total pori contoh katalis
350
300
250
200
150
100
50
0
NZA

NZAT
Jenis katalis

Gambar 13 Rerata jejari pori contoh katalis
Gambar 12 dan 13 menunjukkan bahwa
volume total pori meningkat setelah
mendapatkan perlakuan asam. Hal ini terjadi
karena pori-pori zeolit menjadi lebih terbuka
dengan adanya pelarutan senyawa-senyawa
pengotor yang menutupi pori contoh
sebelumnya. Volume pori contoh NZAT
lebih sedikit setelah mendapatkan perlakuan
asam dan pemanasan. Sejalan dengan hasil
analisis luas permukaan spesifiknya yang
mengalami penurunan juga
setelah
mendapatkan perlakuan, maka kecilnya
volume pori diduga karena terjadi
pemanasan yang terlalu tinggi.
Gambar 13 menunjukkan bahwa rerata
jari pori meningkat seiring dengan perlakuan
aktivasi. Contoh zeolit yang diaktivasi asam
mempunyai volume pori lebih besar
sehingga jari-jari pori semakin kecil karena
volume pori yang besar menunjukkan
jumlah pori-pori yang dimiliki cukup banyak
dan volume kosong yang tersedia minimum.
Sebaliknya pada contoh zeolit yang
diaktivasi asam dan pemanasan, volume pori
menurun menunjuk- kan jari-jari pori yang

ada besar dengan jumlah pori-pori sedikit
sehingga volume kosong menjadi besar.
Reaksi Interesterifikasi
Tahap akhir dalam penelitian ini adalah
uji aktivitas katalitik katalis zeolit yang telah
diaktivasi pada reaksi interesterifikasi metil
miristat dan glukosapentaasetat.
Berdasarkan hasil pencirian yang telah
dilakukan terhadap tiga katalis zeolit, maka
katalis zeolit NZA dipilih untuk diuji
aktivitas
katalitiknya
pada
reaksi
interesterifikasi. Interesterifikasi dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
perbandingan metil miristat dan GPA 1:1,
serta zeolit alam asam (NZA) sebesar 10%
dari total reaktan. Kondisi reaksi yang telah
dilakukan oleh Prihanjani adalah pada suhu
90°C dalam labu bulat dengan pendingin
dan kondensor tegak selama 6 jam. Produk
yang terbentuk dari reaksi interesterifikasi
tersebut adalah ester glukosa miristat. Total
presentase hasil ester glikosa miristat yang
diperolehnya adalah 87.27 %.
Pada penelitian ini total ester glukosa
miristat yang diperoleh adalah 35.78% atau
lebih kecil dari total ester glikosa miristat
Prihanjani (2006) dengan katalis zeolit
sintetik. Perbedaan ini mungkin terjadi
karena pemakaian jenis katalis zeolit yang
berbeda, serta jumlah reaktan yang lebih
kecil pada penelitian ini digunakan zeolit
alam hasil aktivasi asam karena hasil
pencirian menunjukkan zeolit ini lebih baik
jika dilihat dari sifat permukaan, gugus yang
dimiliki
dan
kandungan
kationnya,
sedangkan penelitian sebelumnya adalah
zeolit sintetik. Zeolit sintetik memiliki
kondisi yang lebih baik dalam mengkatalisis
suatu reaksi karena struktur dan komposisi
zeolit tersebut sesuai dengan kondisi yang
diinginkan, misalnya dari nisbah Si/Al, luas
permukaan spesifik dan volume pori. Hal ini
menunjukkan sisi aktif zeolit alam asam
lebih sedikit yang bereaksi dibandingkan
zeolit sintetik sehingga produk yang
dihasilkan lebih kecil, selain itu dapat terjadi
karena penyaringan yang cepat sehingga
filtrat belum terkumpul secara optimal.
Hasil spektrum FTIR ester glukosa
miristat dapat dilihat pada Lampiran 10.
Senyawa ester glukosa miristat dihasilkan
dengan tergantinya gugus asetil (dari unit
GPA) dengan gugus alifatik (dari unit metil
miristat). Hal ini menunjukkan puncak khas
pada bilangan gelombang 2800-3000 cm-1

dengan adanya serapan vibrasi ulur C-H
pada CH3-CH2.

Atkins. 1999. Kimia Fisik jilid 1 Edisi ke
empat. Diterjemahkan oleh Irma I.
Kartohadiprojo. Jakarta: Erlangga.

SIMPULAN DAN SARAN

Augustine, RL. 1996. Heterogeneous
Catalysis for the Synthetic Chemistry.
New York: Marcel Dekker.

Simpulan
Proses aktivasi berpengaruh pada sifatsifat permukaan zeolit alam. Aktivasi
dengan perlakuan asam yang dilanjutkan
dengan pemanasan pada suhu 540°C
menyebabkan terjadinya perubahan struktur
zeolit alam. Aktivasi dengan perlakuan asam
tanpa
pemanasan
menyebabkan
meningkatnya nisbah Si/Al, luas permukaan,
dan volume total pori, sedangkan rerata jari
porinya menurun. Kedua proses aktivasi
menyebabkan penurunan kadar sebagian
besar kation yang berpengaruh terhadap
aktivitas katalitik. Katalis zeolit alam yang
diaktivasi dengan perlakuan asam diuji
aktivitas
katalitiknya
pada
reaksi
interesterifikasi. Rendemen produk yang
dihasilkan adalah 35.78%.
Saran
Pencirian
zeolit
alam
teraktivasi
disarankan tidak terbatas hanya pada FTIR,
AAS, Autosorb, tetapi dapat dilakukan
pencirian lebih lanjut untuk melihat bentuk
kristal
dengan
Scanning
Electron
Microscopy (SEM) dan jenis kristal dengan
X-Ray Difraction (XRD). Selanjutnya
dilakukan uji katalitik pada reaksi lainnya
seperti perengkahan, isomerisasi untuk
menguji
aktivitas
katalitiknya
dan
selektivitas zeolit alam murni dan zeolit
alam teraktivasi asam.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar C. 1992. Sintesis katalis zeolit untuk
konversi methanol-bensin. Di dalam:
Prosiding Diskusi Ilmiah VII Hasil
Penelitian LEMIGAS; Jakarta, 11-13
Februari 1992. Jakarta: PPPTMGB
(Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi)
LEMIGAS. Hlm 731-745.
[P3TM] Pusar Penelitian & Pengembangan
Teknologi Mineral. 1994. Cara Uji
Pengukuran Luas Permukaan Spesifik
Mineral Zeolit. Bandung: Pusat
Penelitian & Pengembangan Teknologi
Mineral.

Clark. 1979. Industrial Mineral: Zeolit The
Hydrothermal Deposit. New York:
Pergamon.
Feuge RO, Zeringue Jr HJ, Weiss TJ, Brown
M. 1970. Preparation of sucrose monolaurate. Am J Oil Chem Soc 33: 424.
Goenadi DH. 1993. Proposal Parameter
Standar Industri Indonesia untuk Zeolit
Alam.
Bogor:
Pusat
Penelitian
Bioteknologi Perkebunan.
Goltardi G & Galli E. 1985. Natural
Zeolites. New York: Springer Verlag.
Handoko SD. 2001. Aktivitas katalitik
Cr/zeolit dalam reaksi konversi katalitik
fenol dan metil isobutil keton [skripsi].
Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Jember.
Handoko
SD. 2001. Preparasi katalis
Cr/zeolit melalui modifikasi zeolit
alam.
[tesis].
Jember:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Jember.
Hisbullah. 2000. Karakteristik adsorpsi
logam-logam berat menggunakan zeolit
yang dimodifikasi dengan SiCl4
[skripsi]. Padang: Fakultas Teknik,
Universitas Syiah Kuala.
Jon

H. 2001. Pencirian zeolit alami
termodifikasi asam [skripsi]. Bogor :
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Terjemahan A. Saptoraharjo.
Jakarta: UI Press.
Muchtar H. 1983. Penentuan pengaruh
perlakuan dengan logam terhadap daya
adsorpsi zeolit alam pada pemurnian
wax [skripsi]. Padang: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas.

Mumpton FA. 1984. The Role of Natural
Zeolites
in
Agriculture
and
Aquaculture. Colorado: West View
Press Boulder.
Obaje OJ, penemu: URAH Resources Ltd.
25 Jan 2005. Trans-acidolysis process
for the preparation of carbohydrate
fatty-acid esters. US patent 6 846 916.
Othmer & Kirk. 1995. Encyclopedia of
Chemical Technology. Ed ke-4. New
York: J Wiley.
Prihanjani M. 2006. Sintesis ester glukosa
miristat melalui interesterifikasi antara
metil miristat dan glukosa pentaasetat
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuam Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Purwaningsih H. 1998. Isomerisasi xilena
dengan katalis bentonit [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Riberio RF et al. 1984. Ion Exchange
Separation With Molecular Sieves
Zeolites. Boston: Martinus Nyhoff.
Rodrigues MGF, Magnoux P & Guisnet
M.2000. Influence of hydrothernal
treatment on acid and redox function of
Ga/HZSM5 catalyst. Braz.J.Chem Eng
17: 1-6.
Rohaeni A. 2005. Penetapan kapasitas
jerapan zeolit dan zeolit termodifikasi
heksadesiltrimetil
amoniumbromida
terhadap K2Cr2O7 [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Sembiring N. 2004. Zeolit: Mineral Masa
Depan. http://www.teropong.co.id. [17
Februari 2006].
Shang CC & Lee MD 1994. Effect of
hydrogen pretreatment on the acidic and
catalytic properties of galium-supported
H-ZSM-5 in n-hexane aromatization.
Applied Catalysis A. General 123: 7-21.
Supriatna Asep, dkk. 1996. Kinetika serapan
zeolit terhadap ion sianida. Di dalam:
Prosiding Seminar Nasional Kimia II.
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Islam
Indonesia.
Sutarti M & Minta R. 1994. Zeolit Tinjauan
Literaturat. Jakarta: Pusat Dokumetasi
dan Informasi Ilmiah, LIPI.
Suyartono & Husaini. 1991. Tinjauan
Terhadap
Kegiatan
Penelitian
Karakteristik dan Pemanfaatan Zeolit
Indonesia yang Dilakukan P3TM
Periode 1980-1991. Bandung: Pusat
Penelitian Pengembangan Teknologi
Mineral.
Tang Y R. 2003. Adsorbent Fundamental
and Applications. Canada: J Wiley.
Zulnely. 1985. Study pendahuluan logam
mangan dalam air dengan zeolit bayah
[tesis]. Padang: Fakultas Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam,
Universitas Andalas.

ABSTRAK
Pencirian dan Uji Aktivitas Katalitik Zeolit Alam Teraktivasi. CHARLENA, HENNY
PURWANINGSIH dan TINA ROSDIANA.
Cadangan zeolit alam Indonesia cukup besar dan tersebar luas di beberapa lokasi. Akan
tetapi, zeolit alam belum dimanfaatkan secara optimum. Zeolit alam pada umumnya memiliki
kristalinitas yang rendah, ukuran porinya tidak seragam, aktivitas katalitiknya rendah, dan
mengandung banyak pengotor. Oleh karena itu perlu diaktivasi dan dimodifikasi sebelum
digunakan. Penelitian ini bertujuan mengaktivasi zeolit alam dengan asam dan pemanasan,
mencirikan zeolit alam yang sudah diaktivasi, dan menguji aktivitas katalitiknya pada reaksi
interesterifikasi. Analisis spektrum fourier transformation infrared (FTIR) menunjukkan bahwa
struktur zeolit alam yang diaktivasi dengan asam dan pemanasan (NZAT) telah rusak. Sementara
itu, struktur zeolit alam yang diaktivasi dengan asam (NZA) tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap zeolit alam (NZ). Hasil analisis nisbah Si/Al pada spektrum FTIR
menunjukkan NZA memiliki nisbah Si/Al yang lebih besar dibandingkan nisbah Si/Al pada
NZAT. Hasil analisis dengan spekstroskopi absorpsi atom menunjukkan kandungan logam Na, K,
Fe, dan Ca menurun. Hasil pencirian sifat permukaan oleh Autosorb menunjukkan NZA memiliki
luas permukaan spesifik dan volume total pori yang lebih besar dibandingkan dengan NZAT. Uji
aktivitas katalitik NZA pada reaksi interesterifikasi menghasilkan produk yang menyerupai gabus
berwarna putih dengan persentase produk sebesar 35.78%.

ABSTRACT
Characterization and Catalytic Activity Was Tested of Activated Natural Zeolite. CHARLENA,
HENNY PURWANINGSIH and TINA ROSDIANA .
Natural zeolite reserves are spread in Indonesia, but they are not yet used optimally.
Generally, natural zeolite have poor crystalline, various pore size, low catalytic activity, and high
contaminant. Natural zeolite need to be activated and modified before it can be used. The
objectives of this research were to activite the natural zeolite that already got acid and thermal
treatments, and to characterize it, and catalytic activity was tested in interesterification reaction.
Fourier transformation infrared (FTIR) spectra showed that the structure of natural zeolite
activated by acid and thermal (NZAT) treatments were damaged. While, natural zeolite structure
activated with acid (natural zeolite acid (NZA)) did not show significant different to natural
zeolite (NZ). Result of Si/Al ratio analysis, showed that Si/Al ratio NZA higher than Si/Al ratio
NZAT. The result of cation analysis by atomic absorption spectroscopy showed that general the
content of Na, K, Fe and Ca in the catalyst decreased because of acid and thermal treatments.
Surface area and pore volume increased by the treatments. Catalytic activity of NZA in
interesterification reaction gave a white cork-like product and in yield 35.78%.