Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu - Jawa Barat)

(1)

STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA

PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI

(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu-Jawa Barat

Oleh : ERNITA ARIF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

ERNITA. ARIF. 2007. Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu - Jawa Barat). Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan SUTISNA RIYANTO

Pedagang kaki lima merupakan salah satu sektor informal yang banyak digeluti oleh sebagian kelompok masyarakat. Salah satunya adalah etnik Minangkabau yang berada di perantauan tepatnya di pasar Jatibarang. Di pasar tersebut tidak hanya pedagang kaki lima Minang namun juga ada penduduk asli. Dalam menjual barang dagangannya tentunya masing-masing pedagang tersebut memiliki cara tersendiri untuk mengkomunikasikan barang dagangannya agar laku terjual. Untuk itu penelitian ini bertujuan ingin: (1) menganalisis perbedaan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dengan penduduk asli di Pasar Jatibarang, (2) menganalisis hubungan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dan penduduk asli dengan persepsi pembeli mengenai pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli, (3) merumuskan strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang. Metode penelitian adalah deskriptif korelasional dan data dianalisis dengan program SPSS versi 12.00. uji statistik yang digunakan adalah Rank Spearman untuk melihat hubungan antar peubah dan uji T-Test untuk melihat perbedaan antara dua pedagang. Jumlah responden sebanyak 60 orang pembeli. Hasil penelitian menunjukkan : (1) strategi komunikasi pedagang kaki lima Minangkabau secara verbal dan non verbal sedang, begitu juga dengan penduduk asli. Artinya strategi yang dilakukan oleh kedua pedagang biasa-biasa tidak secara berlebihan (2) secara verbal tidak terdapat perbedaan antara pedagang kaki lima minang dengan penduduk asli, namun secara non verbal terdapat perbedaan. Namun secara keseluruhan strategi komunikasi pedagang kaki lima minangkabau lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli. (3) pembeli memiliki persepsi yang rendah terhadap pedagang kaki lima Minang dalam pemahaman, tinggi dalam daya tarik dan tinggi juga dalam dorongan membeli. Sedangkan pada penduduk asli, pembeli juga rendah dalam pemahaman, sedang dalam daya tarik dan tinggi dalam dorongan membeli. (4) strategi komunikasi verbal pada pedagang kaki lima MInang memiliki hubungan dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Secara non verbal hanya berhubungan dengan pemahaman. Sedangkan pada pedagang kaki lima penduduk asli, secara verbal berhubungan dengan pemahaman dan secara non verbal dengan pemahaman dan daya tarik. (5) strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang adalah secara verbal menyapa dan mempersilahkan, sedangkan secara non verbal tersenyum, posisi tubuh dan memajang

Kata kunci: strategi komunikasi pedagang kaki lima, persepsi pembeli, efektifitas komunikasi


(3)

ABSTRACT

Communications Strategy of Retail Dealer Originated of Minangkabau Ethnics and Natives (Case Study in Jatibarang Market, District of Jatibarang, Sub-Province of Indramayu- West Java). Under the direction of SJAFRI MANGKUPRAWIRA and of SUTISNA RIYANTO

Retail dealer originated is one of the informal sectors which are deeply involved by some of group societies. One of them is come from ethnic of Minangkabau who live in Jatibarang market. In the Jatibarang market, retail dealer originated not only come from Minang ethnics but also natives. The ways they sell their products, off course each merchant have different way to communicate their products to be sold. The aim of this research are: (1) to analyzed the difference of communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics compare with natives in Jatibarang market, (2) to analyzed the relation of communications strategy retail dealer originated between Minangkabau ethnics and natives with perception of buyer concerning understanding, motivation and fascination buy, (3) to formulate effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market. Research method using descriptive of data and correlation analysis with SPSS version 12.00 program. Test of statistic using Rank Spearman to see the relation between test and variable. T-Test is used to see the difference between two merchants. Amount of responders counted 60 buyer people. Result of research show: (1) communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics using verbal and non verbal, so do the natives. It means that the strategy used by both of groups in ordinary way (2) by verbal, there are no difference between retail dealer originated of Minang ethnics and natives. But by non verbal there are differences. Merchant of Minang ethnics prefer to show and display the product with lowest price of their products, while natives don’t do that way. Communications strategy retail dealer originated of minangkabau ethnics is much better than natives. (3) Buyer has low perception in understanding to retail dealer originated of minang ethnics, high in fascination and also high in motivation to buy. While of natives merchant, buyer also low in understanding, average in fascination and high in motivation to buy. (4) Communications strategy of verbal at retail dealer originated of Minang ethnics have relation with understanding, motivation and fascination to buy. By non verbal only relating to understanding. While at retail dealer originated of natives, by verbal relate to understanding and by non verbal with fascination and understanding. (5) Effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market is by verbal address and passes in, while by non verbal smile, body position and display the products.

Keyword: communications strategy retail dealer originated, perception of buyer, communications effectiveness


(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007


(5)

STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA

PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI

(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu-Jawa Barat)

Oleh : ERNITA ARIF

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PROGRAM STUDI

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN

DAN PEDESAAN

SEKOLAH PASCASARJANA IPB

2007


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramyu – Jawa Barat

Nama : Ernita Arif

NRP : P054040181

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira,M.SC Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan

Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 15 Juni 1977. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Z. Arifin Wahid dan Murniati.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 1 Bukit Malintang, namun tidak sampai tamat karena mengikuti orang tua pindah ke Jatibarang. Sekolah dasar penulis tamatkan di SDN 1 Jatibarang. Kemudian lulus SMP N 1 Jatibarang pada tahun 1993. Tahun 1997 lulus dari SMA N 1 Indramayu. Pada tahun 1997 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di IPB pada Fakultas Pertanian, program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian lewat jalur UMPTN dan mendapat gelar sarjana pada tahun 2002. Karena merasa selalu rindu untuk kuliah pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB Jurusan Komunikasi Pembangunan.

Selama menempuh pendidikan penulis aktif berorganisasi dan menyukai petualangan alam bebas. Selain itu penulis memiliki minat yang tinggi terhadap dunia pendidikan, mengajar adalah salah satu hobbi yang ditekuninya. Sejak kuliah penulis sudah mulai mengajar diantaranya: fasilitator lingkungan hidup untuk anak SD Darmaga 1, fasilitator lingkungan hidup untuk tenaga sukarelawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) di Kebun Raya Bogor, mengajar mengaji di TPA Al-Malikussaleh, asisten dosen pada mata kuliah sosiologi umum selama tiga semester, dosen luar biasa pada Fakultas Peternakan IPB. Setelah penulis lulus dari kuliah, penulis bekerja di sebuah lembaga pendidikan sebagai tenaga pengajar dan marketing. Disela-sela berkerja penulis juga mengajar di SMA Al-hidayah dan SMK Bakin.

Pada tahun 2004 penulis menikah dengan Syamsul Bahri, ST. MM dan dikaruniai dua anak yaitu Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago (2 tahun) dan Nibras Khalida Bahri Chaniago (3 bulan).


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur selalu tercurahkan kehadirat Illahi Robbi atas nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini selesai tidak dengan sendirinya. Butuh perjuangan dan support dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan ke berbagai fihak diantaranya:

1. Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi dan kemudahan untuk berkonsultasi. Beliau bukan hanya sebagai dosen tetapi juga seorang guru, dari beliaulah penulis banyak belajar.

2. Ir. Sutisna Riyanto. MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat penulis mudah untuk berkonsultasi.

3. Dr. Ir. Amiruddin Shaleh. MS, yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan arahan, kesempatan serta motivasi selama mengikuti perkulihan di Pascasarjana.

4. Kedua orang tua tercinta yang sampai kapanpun cinta, pengorbanan dan doanya tak pernah putus. Karena beliaulah penulis termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik.

5. Suami tercinta Syamsul Bahri, ST. MM, yang selalu memberikan support dan kesempatan kepada penulis untuk terus belajar, berkarya dan memperkaya ilmu serta sangat mengerti penulis.

6. Pemimpinku “Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago” dan lenteraku “Nibras Khalida Bahri Chaniago” semoga kalian dapat menghiasi dan menerangi dunia. Bunda bangga memilikimu.

7. Adik-adikku Uwa, Imen, Evi dan Fitri, yang telah banyak membantu. Semoga kalian menjadi orang yang bermanfaat dan dapat menopang serta membanggakan keluarga.

8. Teman-teman KMP 2004. Dini (telah banyak membantu), Mba Aan, Icha, Pegi, Bagyo, Narso, Jufri, Melki, Deden, Muji. Selamat telah menjadi Master. Kebersamaan itu indah dan mengesankan. Semoga kita selalu

kompak.

Bogor, Agustus Ernita Arif


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Komunikasi Verbal... 6

Komunikasi Non verbal ... 11

Efektivitas Komunikasi... 18

Strategi Komunikasi ... 23

Pedagang Kaki Lima ... Fenomene Pedagang Kaki Lima... Promosi Penjualan... Persepsi... Kelompok Etnik... KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 25

Kerangka Pemikiran Konseptual 25 Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis ... 26

METODE PENELITIAN ... 27

Desain Penellitian ... 27

Populasi dan Sampel... 27

Tempat dan Waktu Penelitian... 28

Data dan Instrumen... Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29

Validitas dan Reliabilitas ... 29

Definisi Operasional ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Desa Jatibarang... 38

Letak dan Wilayah... Kependudukan ... 40

Kondisi Ekonomi Masyarakat... 49 Sosial Budaya...


(10)

Kelompok Etnik) ... 49

Pasar Tradisional jatibarang ... 60

Lngetak Geografis dan Sejarah Pasar ... 68

Komoditi Dagangan... 74

Proses Kedatangan PKL ... 79

Tempat Bermukim... .... 84

Kegiatan Berdagang ... 91

Karakteristik Responden ... 93

Deskripsi Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 95

Analisa Perbedaan Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 102

Persepsi Pembeli tentang Efektifitas Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 104

Hubungan antara Strategi Komunikasi dengan Pemahaman, Daya Tarik dan Dorongan Membeli... 105

Strategi yang Efektif di Pasar Jatibarang... KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

Kesimpulan ... 108

Saran ... 110


(11)

STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA

PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI

(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu-Jawa Barat

Oleh : ERNITA ARIF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ABSTRAK

ERNITA. ARIF. 2007. Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu - Jawa Barat). Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan SUTISNA RIYANTO

Pedagang kaki lima merupakan salah satu sektor informal yang banyak digeluti oleh sebagian kelompok masyarakat. Salah satunya adalah etnik Minangkabau yang berada di perantauan tepatnya di pasar Jatibarang. Di pasar tersebut tidak hanya pedagang kaki lima Minang namun juga ada penduduk asli. Dalam menjual barang dagangannya tentunya masing-masing pedagang tersebut memiliki cara tersendiri untuk mengkomunikasikan barang dagangannya agar laku terjual. Untuk itu penelitian ini bertujuan ingin: (1) menganalisis perbedaan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dengan penduduk asli di Pasar Jatibarang, (2) menganalisis hubungan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dan penduduk asli dengan persepsi pembeli mengenai pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli, (3) merumuskan strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang. Metode penelitian adalah deskriptif korelasional dan data dianalisis dengan program SPSS versi 12.00. uji statistik yang digunakan adalah Rank Spearman untuk melihat hubungan antar peubah dan uji T-Test untuk melihat perbedaan antara dua pedagang. Jumlah responden sebanyak 60 orang pembeli. Hasil penelitian menunjukkan : (1) strategi komunikasi pedagang kaki lima Minangkabau secara verbal dan non verbal sedang, begitu juga dengan penduduk asli. Artinya strategi yang dilakukan oleh kedua pedagang biasa-biasa tidak secara berlebihan (2) secara verbal tidak terdapat perbedaan antara pedagang kaki lima minang dengan penduduk asli, namun secara non verbal terdapat perbedaan. Namun secara keseluruhan strategi komunikasi pedagang kaki lima minangkabau lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli. (3) pembeli memiliki persepsi yang rendah terhadap pedagang kaki lima Minang dalam pemahaman, tinggi dalam daya tarik dan tinggi juga dalam dorongan membeli. Sedangkan pada penduduk asli, pembeli juga rendah dalam pemahaman, sedang dalam daya tarik dan tinggi dalam dorongan membeli. (4) strategi komunikasi verbal pada pedagang kaki lima MInang memiliki hubungan dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Secara non verbal hanya berhubungan dengan pemahaman. Sedangkan pada pedagang kaki lima penduduk asli, secara verbal berhubungan dengan pemahaman dan secara non verbal dengan pemahaman dan daya tarik. (5) strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang adalah secara verbal menyapa dan mempersilahkan, sedangkan secara non verbal tersenyum, posisi tubuh dan memajang

Kata kunci: strategi komunikasi pedagang kaki lima, persepsi pembeli, efektifitas komunikasi


(13)

ABSTRACT

Communications Strategy of Retail Dealer Originated of Minangkabau Ethnics and Natives (Case Study in Jatibarang Market, District of Jatibarang, Sub-Province of Indramayu- West Java). Under the direction of SJAFRI MANGKUPRAWIRA and of SUTISNA RIYANTO

Retail dealer originated is one of the informal sectors which are deeply involved by some of group societies. One of them is come from ethnic of Minangkabau who live in Jatibarang market. In the Jatibarang market, retail dealer originated not only come from Minang ethnics but also natives. The ways they sell their products, off course each merchant have different way to communicate their products to be sold. The aim of this research are: (1) to analyzed the difference of communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics compare with natives in Jatibarang market, (2) to analyzed the relation of communications strategy retail dealer originated between Minangkabau ethnics and natives with perception of buyer concerning understanding, motivation and fascination buy, (3) to formulate effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market. Research method using descriptive of data and correlation analysis with SPSS version 12.00 program. Test of statistic using Rank Spearman to see the relation between test and variable. T-Test is used to see the difference between two merchants. Amount of responders counted 60 buyer people. Result of research show: (1) communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics using verbal and non verbal, so do the natives. It means that the strategy used by both of groups in ordinary way (2) by verbal, there are no difference between retail dealer originated of Minang ethnics and natives. But by non verbal there are differences. Merchant of Minang ethnics prefer to show and display the product with lowest price of their products, while natives don’t do that way. Communications strategy retail dealer originated of minangkabau ethnics is much better than natives. (3) Buyer has low perception in understanding to retail dealer originated of minang ethnics, high in fascination and also high in motivation to buy. While of natives merchant, buyer also low in understanding, average in fascination and high in motivation to buy. (4) Communications strategy of verbal at retail dealer originated of Minang ethnics have relation with understanding, motivation and fascination to buy. By non verbal only relating to understanding. While at retail dealer originated of natives, by verbal relate to understanding and by non verbal with fascination and understanding. (5) Effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market is by verbal address and passes in, while by non verbal smile, body position and display the products.

Keyword: communications strategy retail dealer originated, perception of buyer, communications effectiveness


(14)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007


(15)

STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA

PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI

(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu-Jawa Barat)

Oleh : ERNITA ARIF

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PROGRAM STUDI

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN

DAN PEDESAAN

SEKOLAH PASCASARJANA IPB

2007


(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramyu – Jawa Barat

Nama : Ernita Arif

NRP : P054040181

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira,M.SC Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan

Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 15 Juni 1977. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Z. Arifin Wahid dan Murniati.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 1 Bukit Malintang, namun tidak sampai tamat karena mengikuti orang tua pindah ke Jatibarang. Sekolah dasar penulis tamatkan di SDN 1 Jatibarang. Kemudian lulus SMP N 1 Jatibarang pada tahun 1993. Tahun 1997 lulus dari SMA N 1 Indramayu. Pada tahun 1997 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di IPB pada Fakultas Pertanian, program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian lewat jalur UMPTN dan mendapat gelar sarjana pada tahun 2002. Karena merasa selalu rindu untuk kuliah pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB Jurusan Komunikasi Pembangunan.

Selama menempuh pendidikan penulis aktif berorganisasi dan menyukai petualangan alam bebas. Selain itu penulis memiliki minat yang tinggi terhadap dunia pendidikan, mengajar adalah salah satu hobbi yang ditekuninya. Sejak kuliah penulis sudah mulai mengajar diantaranya: fasilitator lingkungan hidup untuk anak SD Darmaga 1, fasilitator lingkungan hidup untuk tenaga sukarelawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) di Kebun Raya Bogor, mengajar mengaji di TPA Al-Malikussaleh, asisten dosen pada mata kuliah sosiologi umum selama tiga semester, dosen luar biasa pada Fakultas Peternakan IPB. Setelah penulis lulus dari kuliah, penulis bekerja di sebuah lembaga pendidikan sebagai tenaga pengajar dan marketing. Disela-sela berkerja penulis juga mengajar di SMA Al-hidayah dan SMK Bakin.

Pada tahun 2004 penulis menikah dengan Syamsul Bahri, ST. MM dan dikaruniai dua anak yaitu Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago (2 tahun) dan Nibras Khalida Bahri Chaniago (3 bulan).


(18)

PRAKATA

Puji dan syukur selalu tercurahkan kehadirat Illahi Robbi atas nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini selesai tidak dengan sendirinya. Butuh perjuangan dan support dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan ke berbagai fihak diantaranya:

1. Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi dan kemudahan untuk berkonsultasi. Beliau bukan hanya sebagai dosen tetapi juga seorang guru, dari beliaulah penulis banyak belajar.

2. Ir. Sutisna Riyanto. MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat penulis mudah untuk berkonsultasi.

3. Dr. Ir. Amiruddin Shaleh. MS, yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan arahan, kesempatan serta motivasi selama mengikuti perkulihan di Pascasarjana.

4. Kedua orang tua tercinta yang sampai kapanpun cinta, pengorbanan dan doanya tak pernah putus. Karena beliaulah penulis termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik.

5. Suami tercinta Syamsul Bahri, ST. MM, yang selalu memberikan support dan kesempatan kepada penulis untuk terus belajar, berkarya dan memperkaya ilmu serta sangat mengerti penulis.

6. Pemimpinku “Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago” dan lenteraku “Nibras Khalida Bahri Chaniago” semoga kalian dapat menghiasi dan menerangi dunia. Bunda bangga memilikimu.

7. Adik-adikku Uwa, Imen, Evi dan Fitri, yang telah banyak membantu. Semoga kalian menjadi orang yang bermanfaat dan dapat menopang serta membanggakan keluarga.

8. Teman-teman KMP 2004. Dini (telah banyak membantu), Mba Aan, Icha, Pegi, Bagyo, Narso, Jufri, Melki, Deden, Muji. Selamat telah menjadi Master. Kebersamaan itu indah dan mengesankan. Semoga kita selalu

kompak.

Bogor, Agustus Ernita Arif


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Komunikasi Verbal... 6

Komunikasi Non verbal ... 11

Efektivitas Komunikasi... 18

Strategi Komunikasi ... 23

Pedagang Kaki Lima ... Fenomene Pedagang Kaki Lima... Promosi Penjualan... Persepsi... Kelompok Etnik... KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 25

Kerangka Pemikiran Konseptual 25 Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis ... 26

METODE PENELITIAN ... 27

Desain Penellitian ... 27

Populasi dan Sampel... 27

Tempat dan Waktu Penelitian... 28

Data dan Instrumen... Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29

Validitas dan Reliabilitas ... 29

Definisi Operasional ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Desa Jatibarang... 38

Letak dan Wilayah... Kependudukan ... 40

Kondisi Ekonomi Masyarakat... 49 Sosial Budaya...


(20)

Kelompok Etnik) ... 49

Pasar Tradisional jatibarang ... 60

Lngetak Geografis dan Sejarah Pasar ... 68

Komoditi Dagangan... 74

Proses Kedatangan PKL ... 79

Tempat Bermukim... .... 84

Kegiatan Berdagang ... 91

Karakteristik Responden ... 93

Deskripsi Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 95

Analisa Perbedaan Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 102

Persepsi Pembeli tentang Efektifitas Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 104

Hubungan antara Strategi Komunikasi dengan Pemahaman, Daya Tarik dan Dorongan Membeli... 105

Strategi yang Efektif di Pasar Jatibarang... KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

Kesimpulan ... 108

Saran ... 110


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah penduduk Desa Jatibarang menurut mata pencaharian... 41

2 Jumlah pedagang Pasar Jatibarang menurut etnik... 42

3 Deskripsi karakteristik responden... 50

4 Rataan skor strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk asli ... 51

5 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli ... 61

6 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli... 62

7 Persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi ... 70

8 Hubungan antara strategi komunikasi dengan efektifitas ... 71


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka konseptual penelitian ... 7 2 Kerangka pemikiran operasional ...


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil korelasi antara strategi komunikasi dengan efektifitas ... 116 2 Hasil realibilitas instrumen ... 117 3 Hasil uji T-Test ... 118 4 Kuisioner penelitian ... 121


(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Disadari atau tidak sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja disektor informal. Salah satu sektor informal yang digeluti oleh berbagai masyarakat etnik di Indonesia adalah pedagang kaki lima. Mereka biasanya identik dengan keramaian seperti di pasar, di pusat perbelanjaan di stasiun, di trotoar bahkan sampai pada acara-acara wisuda. Jenis dagangannyapun sangat beragam dari menjual pakaian, makanan, kebutuhan rumah tangga sampai dengan buku-buku komik ataupun pelajaran.

Memang tak dapat disangkal, ketika kita mendengar tentang PKL hal pertama terbayang adalah bahwa sektor informal (Pedagang Kaki Lima) identik dengan kemacetan, semrawut, kumuh, terlihat umumnya tidak teratur, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap, berlaku di kalangan orang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian atau keterampilan khusus, bergerak di lingkungan kecil dan kekeluargaan, tak harus mengenal sistem perbankan, pembukuan atau perkreditan. Akibatnya, sektor informal di mana Pedagang Kaki Lima merupakan bagian yang terbesar sering ditolak keberadaannya dan sama sekali tidak memperoleh perlindungan. Kebalikannya mereka diburu-buru dan digusur, karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Sering perilaku mereka menjengkelkan, karena menguasai trotoar atau menutup pintu masuk ke toko-toko formal, namun hal ini terjadi karena tak ada tempat khusus untuk menampung mereka sesuai dengan sifat alamiah informal mereka yang selalu mendekati kerumunan orang dan lokasi-lokasi yang ramai dikunjungi orang.

Namun pada kenyataannya ditengah kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan sektor informal termasuk salah satu sektor yang dapat bertahan dan menjadi klep pengaman kehidupan ekonomi kota dan daerah. tak hanya itu pedagang kaki lima ternyata juga sebagai penyumbang terbesar PAD (pendapatan asli daerah) di beberapa daerah,


(25)

Disamping itu sektor ini adalah sektor yang bisa menyerap tenaga kerja karena sektor ini relatif lebih mudah untuk ditekuni oleh setiap orang yang memiliki kekurangan dalam hal modal, pendidikan, keahlihan dan sebagainya (Nusantara, 2002).

Memang terasa sangat dilematis, disatu pihak PKL memberikan kontribusi yang cukup besar, namun disisi yang lain mereka juga dapat menjadi sumber masalah di perkotaan. Namun apabila kita lebih jeli melihat bahwa aktifitas yang dilakukan oleh PKL penuh dengan keunikan dan menarik untuk diamati. Seperti cara atau strategi mereka dalam menawarkan barang dagangannya. PKL biasanya memiliki ciri khas masing-masing sesuai dengan latar belakang etnik mereka. Seperti PKL etnik Minang yang memiliki ciri khas tersendiri dalam menawarkan atau menarik perhatian pembeli. Dengan cara atau strategi yang mereka gunakan tersebutlah yang membuat mereka tetap bertahan dan maju di suatu wilayah. Seperti kondisi PKL etnik Minang di Pasar Jatibarang, dimana pedagang kaki lima mendapat tempat yang layak dan menjadi sebuah percontohan bagi pedagang lain. Bentuk dan pola perdagangan yang mereka lakukan sangat berbeda dengan pedagang kaki lima pada umumnya, dimana dilokasi sekitar pasar sampai di sepanjang jalan menuju jalan raya banyak terdapat pedagang kaki lima terutama pada hari pasar yaitu Minggu dan Rabu. Akan terlihat suasana yang ramai mirip dengan pasar sepanjang jalan menuju pasar dengan pedagang dan pembeli dengan jenis barang dagangan sama berupa pakaian. Para pedagang tidak pernah mengenal istilah pengusiran atau penertiban seperti yang banyak dialami oleh pedagang kaki lima lainnya malahan difasilitasi dengan membolehkan mereka berdagang di tempat yang seharusnya bukan tempat berdagang seperti tempat parkir, jalan dan pinggir sungai.

Satu hal yang menarik bagi peneliti adalah setelah kedatangan perantau Minang ke daerah tersebut dan memulai berdagang sebagai pedagang kaki lima, menjadikan pasar tersebut semakin ramai oleh pedagang baik pedagang dari Minang maupun penduduk asli. Jenis


(26)

barang dagangannya tidak jauh berbeda dengan yang dijual di dalam kios atau toko, sehingga pembeli lebih ramai di lokasi pedagang kaki lima dibandingkan dengan di dalam pasar. Umumnya mereka menjual jenis barang dagangan yang sama yaitu pakaian. Diantara mereka memiliki cara tersendiri untuk menarik pembeli dengan beragam strategi. Apapun strategi yang digunakan oleh PKL pada dasarnya adalah untuk menarik pembeli. Untuk itu penelitian ini akan mengkaji strategi komunikasi yang dilakukan oleh PKL dari sudut pandang pembeli khususnya kepada PKL etnik Minang dan penduduk asli.

Perumusan Masalah

Fenomena yang melekat pada pelaku Pedagang Kaki Lima terutama yang berada di pasar tradisional Jatibarang sangatlah unik,. dimana kondisi pedagang kaki lima yang berada di pasar tersebut sangat berbeda dengan pasar lain, sebab pedagang kaki lima tidak mengenal penggusuran dan mereka memenuhi lokasi parkir, tepi sungai, trotoar bahkan sampai kerumah-rumah penduduk. Aktifitas ini sangat terlihat pada hari-hari pasar yaitu Minggu dan Rabu. Kondisi ini baru terlihat setelah kehadiran pedagang kaki lima etnik Minangkabau yang terkenall dengan sifat ulet, tekun, mandiri dan pandai berdagang yang membuat pasar tersebut semakin ramai dikunjungi oleh pembeli, dengan sendirinya menarik pedagang lain untuk berdagang di lokasi tersebut.

Melihat begitu semaraknya aktifitas perdagangan di pasar Jatibarang, tentu setiap pedagang memiliki strategi tersendiri yang sedemikian rupa dalam rangka menarik pembeli untuk membeli dagangan mereka. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang Minangkabau memiliki ciri khas tersendiri dalam berdagang dan ciri yang melekat kepada mereka dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah adanya budaya merantau. Pola-pola yang mereka terapkan dalam berdagang khususnya dalam menawarkan barang dagangan kepada pembeli memiliki strategi khusus. Begitu juga dengan penduduk asli pasti


(27)

mereka memiliki strategi tersendiri dalam memenangkan persaingan untuk menarik pembeli. Masing-masing pedagang tentu berupaya menemukan cara-cara tersendiri supaya dagangan mereka laku terjual. Namun apapun yang mereka lakukan tentu akan dirasakan oleh pembeli. Melalui respon atau tanggapan dari pembeli inilah akan terlihat apakah yang selama ini mereka lakukan tepat atau tidak.

Bertitik tolak dari uraian di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar tradisional Jatibarang?

2. Bagaimana hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional Jatibarang?

3. Bagaimana strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar tradisional Jatibarang?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar tradisional Jatibarang.

2. Menganalisis hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional Jatibarang

3. Merumuskan strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar tradisional Jatibarang.


(28)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang kaki lima di daerah Jatibarang untuk mengetahui pandangan pembeli mengenai strategi yang mereka terapkan dan mengetahui strategi apa yang sesuai di pasar tersebut.

2. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah daerah dan kota untuk pengembangan dan penataan pasar-pasar tradisional serta memahami dan mengerti kebutuhan Pedagang Kaki Lima dalam membuat kebijakan.

3. Bahan pustaka dan pembanding tentang strategi Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau bagi penelitian selanjutnya.


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Verbal

Secara etimologis, kata komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berasal dari kata communis yang berarti ”sama”. Komunikasi menyarankan bahwa fikiran, suatu makna atau pesan dianut secara sama (Mulyana, 2001). Dengan demikian berkomunikasi artinya menyamakan makna atau pengertian dengan rekan komunikasi.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya mengenai berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun bersifat alami. Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya maupun memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih,sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada disekitarnya.

Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya. Sekali lagi kita sepakat atas suatu sistem simbol verbal, kita dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tentu saja bila semua kata yang digunakan hanya menunjuk pada benda maka komunikasi menjadi sederhana.

Terkait dengan komunikasi verbal, menurut Tubbs and Moss (2001), komunikasi verbal dimulai dengan konsep makna, dengan maksud untuk menghasilkan sebuah makna yang serupa dengan konsep makna dalam pikiran sipengirim. Pesan verbal tersebut bisa melalui kata-kata yang merupakan unsur dasar bahasa. Devito (1997), mengatakan bahwa komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sistem produktif yang dapat dialih-alihkan dan terdiri dari simbol-simbol


(30)

yang cepat lenyap dan bermakna bebas serta dipancarkan secara kultural. Selain itu Mulyana (2002) mengemukakan komunikasi verbal adalah semua jenis simbol atau pesan verbal yang menggunakan satu kata atau lebih yang disebut bahasa. Bahasa juga dapat dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan yang mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami oleh suatu komunikasi.

Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu pertama, untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita. Kedua untuk membina hubungan yang baik diantara sesama manusia dan ketiga untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. Untuk mempelajari dunia sekeliling kita, bahasa menjadi peralatan yang sangat dalam memahami lingkungan. Melalui bahasa kita dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa. Dengan bahasa juga dapat dijadikan sebagai alat pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain.

Sesuai dengan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal sangat terkait dengan bahasa yang diucapkan. Terkait dengan strategi komunikasi secara verbal yang dilakukan oleh PKL dapat berbentuk berteriak, menyapa dan mempersilahkan.

Komunikasi nonverbal

Manusia dalam berkomunikasi selain menggunakan komunikasi verbal juga memakai komuniasi nonverbal. Komunikasi nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Komunikasi nonverbal yang digunakan dalam berkomunikasi sudah lama menarik perhatian para ahli terutama dari kalangan antropolgi, bahasa dan bidang kedokteran. Porter dan Samavar yang dikutip oleh Sunarwinadi (2000) bahwa komunikasi


(31)

nonverbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim dan penerima. Selain itu menurut Mark L Knapp dalam Hafied (2004) bahwa istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal.

Fungsi dari komunikasi nonverbal (Mark L Knapp dalam Hafied, 2004) antara lain:

a) Meyakinkan apa yang diucapkan

b) Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata

c) Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalinya d) Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan

belum sempurna

Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya masyarakat yang menggunakannya. Kode nonverbal dapat diartikan dalam beberapa bentuk antara lain: kinesis adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan, gerakan mata, mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Sentuhan adalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik yang diucapkan, diam, postur tubuh, kedekatan dan ruang, artifak dan visualisasi, warna, waktu, bunyi dan bau.

Berdasarkan pemaparan mengenai komunikasi non verbal jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah bentuk komunikasi selain yang diucapkan guna menyampaikan pesan dan dijadikan sebagai penekanan bagi komunikasi verbal misalnya gerakan tubuh, senyuman, raut wajah dan isyarat lainnya. Jika dikaitkan dengan strategi komunikasi pedagang kaki lima, maka selain pedagang tersebut


(32)

menggunakan komunikasi verbal, tak lepas juga dari komunikasi nonverbal seperti tersenyum, sikap tubuh, mimik wajah / ekspresi wajah menghadapi pembeli, cara memajang dagangan, dan memasang bandrol harga.

Efektifitas Komunikasi

Menurut Vardiasyah, D (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikasi dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Pesan yang sampai pada komunikan menimbulkan dampak,s ehingga persolan utama dalam komunikasi efektif adalah sejauh mana tujuan komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunkannya:

a. Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efekti

b. Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efekti c. Apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang

diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung tidak atau kurang efekti

Menurut Goyer dan Tubs S.L dan Moss, S (1996) bila S adalah sumber pesan dan R adalah penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respon yang diinginkan S dan respon yang diberikan R identik:

Strategi Komunikasi

Strategi banyak kita dengar dalam kehidupan manusia sehari-hari, bahkan strategi tidak hanya milik manusia sebagai salah satu makhluk hidup dibumi ini tapi juga merupakan sebuah keharusan yang dimiliki oleh


(33)

setiap makhluk hidup yang perlu bertahan hidup. Kata strategi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti: kepemimpinan dalam ketentaraan. Dimana pada jaman Yunani masih terdapat dan terjadi perang dalam berbagai kondisi, baik antar suku maupun antar kelompok kecil maupun besar, disitulah telah diterapkan berbagai strategi-strategi yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah manajemen ketentaraan dalam mengelola dan mobilisasi tentara atau anggota kelompok perang ( Crown, 2001). Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 1990).

Banyak sekali definisi-definisi strategi yang ada dan berkembang dalam segenap lapisan masyarakat. Bagi pelaku olahraga sepak bola, strategi diperlukan sebagai cara untuk mengatur posisi dan serangan kearah gawang lawan untuk memciptakan gol sebanyak-banyaknya, maka disini strategi telah didefinisikan sebagai cara untuk pencapaian sebuah tujuan dengan mengatur dan optimalisasi potensi yang dimiliki.

Mahasiswa yang akan mengikuti tes ujian kelulusan, akan mempersiapkan strategi belajar, buku mana yang harus dibaca, catatan mana yang mesti dipahami dan contoh-contoh soal mana seharusnya mendapatkan perhatian khusus, maka disini terlihat bahwa mahasiswa tersebut telah berstrategi. Definisi strategi bagi mahasiswa adalah bagaimana mempersiapkan diri dan memperbanyak pengetahuan dan mengembangkan wawasan agar mampu menjawab semua pertanyaan yang diujikan.

Dari dua contoh kondisi diatas dapatlah diambil sebuah kesimpulan bahwa pada kenyataanya definisi strategi sangat banyak, kembali kepada konteks kondisi dan pelaku yang memainkan strategi tersebut. Tidak sebuah bukupun yang memberikan sebuah definisi yang baku tentang strategi. Namun didunia bisnis strategi dapat didefinisikan sebagai kemampuan manajemen menetapkan arah bagaimana


(34)

mengidentifikasikan kondisi yang yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar. Dengan kata lain, definisi strategi mengandung dua komponen yaitu: (1) Future Intentions atau tujuan jangka panjang dan (2) competitive advantage atau keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2001).

Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu:

a.to secure understanding, b.to establish acceptance, c. to motivate action.

Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa komunikasi mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina

(to establish acceptance) pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action).

Dalam strategi komunikasi perlu diperhatikan komponen-komponen dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut diantaranya (Effendy,1990):

a. Mengenali sasaran komunikasi b. Pemilihan media komunikasi c. Pengkajian tujuan pesan komunikasi d. Peranan komunikator dalam komunikasi


(35)

Dari penjelesan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah milik siapa saja dan merupakan suatu cara yang mengoptimalkan segala sumber daya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, begitu juga dengan strategi yang dimiliki oleh pedagang kaki lima dalam rangka untuk meraih keuntungan dan memenangkan persaingan.

Pedagang Kaki Lima

Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi yang seimbang.

Berniaga atau berdagang adalah salah satu bentuk manusia mencari rezeki yang halal di muka bumi ini. Berdagang merupakan suatu proses komunikasi antara penjual atau pedagang dengan pembeli atau pedagang lainnya. Dimana proses komunikasi tersebut untuk mencari sebuah kata sepakat, yaitu sepakat penjual/pedagang memberikan barang dagangannya kepada pembeli dan sepakat pembeli memberikan uang atau bentuk materi lainnya yang dijadikan nilai tukar kepada penjual. Komunikasi antara pedagang dengan pembeli dapat berlangsung secara langsung maupun tidak langsung, baik di tempat terbuka maupun tertutup, dijalan ataupun dirumah. Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu bentuk sebutan bagi profesi pedagang/penjual atau pelaku perniagaan.

Tarjo dalam Yulia (1986), mengatakan bahwa istilah Pedagang Kaki Lima timbul pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, pada masa Raffless memimpin tahun 1811. Ketika itu Raffless mengeluarkan peraturan lalu lintas untuk perencanaan kota yang menyatakan bahwa 5

feet (lima kaki) disebelah kiri kanan jalan dari tepi jalan ditetapkan untuk pejalan kaki yang kemudian digunakan sebagai tempat bedagang. Maka timbullah istilah Pedagang Kaki Lima.

Hal lain yang mendukung istilah Pedagang Kaki Lima muncul pada akhir abad silam, bahwa dalam tata kota di era tersebut bangunan rumah


(36)

toko yang berbatasan langsung dengan jalan (GSB/garis sepadan bangunan), di kawasan perdagangan tengah kota biasanya merupakan bangunan bertingkat dua atau lebih. Bagian depan dari tingkat dasar rumah toko itu, serambi yang lebarnya sekitar lima kaki, wajib dijadikan suatu lajur di mana pejalan kaki dapat melintas. Lajur ini kemudian dikenal sebagai kaki lima, dari lebarnya yang lima kaki itu. Pedagang yang memanfaatkan lajur itu, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima (Sidharta, 2000).

Fenomena Pedagang Kaki Lima

Menurut Budiantoro dalam www.ekonomirakyat.org (2002), tahun 1998 pertumbuhan ekonomi merosot menjadi –13,7 persen dari pertumbuhan sebesar +4,9 persen, atau jatuh -18,6 persen dalam setahun. Pakar ekonomi ortodoks pesimis ekonomi nasional akan pulih kurang dari 5 tahun. Namun terbukti, meski mengalami bleeding berupa pelarian modal $ 10 milyar per tahun dan ambruknya industri besar, hanya dalam 2 tahun ekonomi nasional telah tumbuh 4,8 persen. Akhirnya diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (sering disebut ekonomi rakyat atau non formal), memberi kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi ekonomi sektor non formal yang telah menyelamatkan Indonesia dari krisis, yaitu ekonomi yang ”berdikari” dan ulet. Mereka yang berjuang dari apa yang ada, atau modal sendiri.

Pedagang Kaki Lima yang merupakan bagian ekonomi sektor non formal (ekonomi kerakyatan), yang memiliki keterbatasan modal dan beusaha dengan apa adanya. Namun mampu bertahan ditengah-tengah deraan badai keterpurukan ekonomi nasional Indonesia. Pedagang Kaki Lima merupakan sebuah fenomena yang timbul dalam masyarakat, banyak sikap-sikap negatif yang diperlihatkan sebagian masyarakat kepada Pedagang Kaki Lima, tapi pada kenyataan Pedagang Kaki Lima dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi apapun. Pedagang Kaki


(37)

Lima adalah sebuah profesi fenomenal yang terbukti mampu menyelamatkan perekonomian bangsa.

Hasil penelitian tentang pedagang kaki lima telah banyak dilakukan diantarannya oleh kerja sama PPES UNPAD dan BKPMD DKI Jakarta dengan judul pola pembinaan usaha pedagang kaki lima di wilayah DKI Jakarta, studi ini telah dipublikasikan pada Maret 1981. Penelitian ini mempunyai tujuan tunggal yaitu menyusun pola pembinaan pedagang kaki lima di DKI Jakarta dengan suatu paket pembinaan yang terpadu. Sehingga dengan pola demikian akan dilibatkan secara aktif pihak pemerintah daerah, perguruan tinggi, asosiasi-asosiasi, perbankan dan pedagang kaki lima itu sendiri. Pola pembinaan ini adalah untuk memberikan kemungkinan eksistensi usaha pedagang kaki lima dengan suatu tata cara pedagang yang lebih baik dan dalam iklim yang memungkinkan untuk berkembang. Selain itu juga ada penelitian yang dilakukan oleh Suriatmi (2006) yang mengkaji tentang pedagang kaki lima sebagai dampak sosial dari peningkatan jumlah pengangguran di Kota Bogor. Penelitian ini ingin melihat seberapa jauh pengaruh tingkat pengangguran terhadap timbulnya PKL khususnya di Kota Bogor. Beliau mengambil sampel sebanyak dua ratus PKL dengan menggunakan kuisioner. Hasilnya ternyata krisis ekonomi mempunyai dampak pada keberadaan PKL. Akibat krisis tersebut banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Untuk bertahan hidup salah satu alternatif adalah dengan menjadi PKL. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Riani (2005) yang ingin melihat dampak krisis ekonomi terhadap maraknya PKL. Studi ini dilakukan terhadap PKL di Kota Surabaya. Ternyata akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia, menyebabkan maraknya timbulnya PKL di Kota Surabaya.

Studi mengenai pedagang kaki lima Minang juga pernah diteliti oleh Yulia (1986), yang melihat kehidupan sosial mereka di Pasar Tanah Abang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima Minangkabau di Pasar Tanah Abang saling terlibat dalam kerjasama seperti acara arisan, pinjam meminjam uang dan saling bantu membantu


(38)

dikala dapat musibah. Pada saat mereka berjualan juga terdapat suatu fenomena yaitu kegiatan maantau yaitu suatu cara dengan menjualkan barang dagangan pedagang lain dengan mengambil keuntungan dari harga jual. Setiap pembeli yang sedang lewat mereka selalu bertanya kebutuhan pembeli, dan mereka selalu mengatakan barang tersedia, tetapi dengan mengambilnya di tempat lain. Ini adalah salah satu strategi yang mereka lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan menunjukkan kepada pembeli bahwa di temapt mereka selalu tersedia. Mereka tidak pernah mengatakan barang tidak ada.

Promosi Penjualan

Menurut Arifin (2005), penjualan merupakan urat nadi dari semua unit usaha. Orang yang tidak bekerja pun sebenarnya juga melakukan penjualan. Yakni bagaimana menjual diri mereka, ide-ide, atau pengetahuan yang dimilikinya agar bisa diterima, dipandang, dan dihargai sebagaimana mestinya. Kita bertutur kata, berpakaian, dan berperilaku sedemikian rupa setiap hari juga karena ingin dihargai dan diterima oleh orang lain. Dan itu semua adalah prinsip dasar dari menjual.

Pendapat lain mengatakan bahwa, penjualan adalah sebuah proses interaksi langsung antara penjual dengan pembeli dimana para penjual dapat mengkomunikasikan produk/jasa yang dimiliki kepada calon pembeli atau konsumen. Sebaliknya pembeli dapat melihat secara langsung kondisi produk/jasa yang akan dibeli atau ingin dimiliki serta layanan yang akan digunakan.

Kamus istilah penjualan kementrian koperasi dan usaha kecil dan menengah, kegiatan penjualan dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok berdasarkan proses transaksi antara penjual dan pembeli, yaitu penjualan langsung (tatap muka) dan tidak langsung (penjualan melalui media). Penjualan langsung (direct Sales) didefinisikan sebagai sebuah kegiatan penjualan dimana penjual (pemilik usaha) dan pembeli dapat bertatap muka langsung dalam melakukan transaksi penjualan. Umumnya pemilik


(39)

usaha merangkap sebagai tenaga penjual. Sedangkan penjualan tidak langsung (indirect sales) proses transaksi terjadi melalui media perantara (misalnya: Internet, agent yang tidak menyediakan barang), dimana antara pembeli dengan penjual atau pemilik produk tidak terjadi interaksi secara tatap muka.

Kekuatan dari sistem penjualan langsung adalah tradisi kemandirian layanan ke konsumen, dimana penjual dapat mengkomunikasikan dan mengemas keunggulan produk/jasa yang dimiliki kepada konsumen secara langsung dengan melihat suasana dan kondisi konsumen. Interaksi sosial antara penjual dengan pembeli sangat tinggi, terutama dalam memastikan jenis, bentuk dan kualitas produk atau jasa yang dijadikan objek transaksi/penjualan. Bahkan sebagian orang mengatakan, bahwa kelebihan proses penjualan interaksi langsung antara pembeli dan penjual dapat tawar-menawar harga.

Dalam kegiatan usaha perdagangan Pedagang Kaki Lima sebagai pemilik, juga berfungsi menjalani kegiatan penjualan dalam kesehariannya. Jadi Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu pelaku penjualan secara langsung. Ini sangat terlihat jelas dalam memasarkan barang dagangannya, dimana interaksi dengan pembeli sangat terlihat, komunikasi dan tawar-menawar antara Pedagang Kaki Lima dengan pembeli sudah umum terlihat.

Untuk mencapai tingkat penjualan yang optimum dibidang bisnis kita mengenal bauran pemasan yang dikenal dengan marketing mix 4P yaitu serangkain kegiatan penentu harg, pengembangan produk, promosi dan pendistribusian produk yang harus dikombinasikan dengan baik. Salah satu bauran pemasaran yang erat kaitannya dengan komunikasi adalah promosi. Dimana promosi penjualan terdiri dari kumpulan alat-alat insentif yang beragam sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk/jasa tertentu secara lebih cepat dan/atau lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Promosi konsumen mencakup alat untuk promosi konsumen (sampel, kupon, tawaran pengembalian uang, potongan harga, premi, hadiah, hadiah langganan,


(40)

percobaan gratis, garansi, promosi berhubungan, promosi silang, pajangan dan demonstrasi di toko tempat pembelian; promosi perdagangan mencakup potongan harga, tunjangan iklan dan pajangan, dan barang gratis dan promosi bisnis dan wiraniaga misalnya pameran dan konvensi perdagangan, konteks untuk wiraniaga dan iklan khusus (Kotler, 2000).

Kiat promosi digunakan oleh sebagian besar organisasi termasuk juga pedagang kaki lima dimana dalam rangka menarik pembeli mereka melakukan promosi penjualan dengan berbagai cara diantaranya potongan harga, pajangan dan menjanjikan barang dikembalikan atau dapat ditukar kalau terdapat barang rusak.

Tujuan promosi penjualan sebagai alat promosi penjualan berbeda-beda dalam hal tujuan spesifiknya. Contoh gratis mendorong konsumen untuk mencoba, sementara jasa konsultasi manajemen gratis bertujuan untuk mempererat hubungan jangka panjang dengan seorang pengecer. Penjual menggunakan promosi tipe insentif untuk menarik pencoba baru, untuk menghargai pelanggan setia dan untuk menaikkan tingkat pembelian ulang dari pemakai sesekali. Promosi penjualan yang digunakan di pasar dengan kesamaan merek yang tinggi menghasilkan tanggapan penjualan yang tinggi dalam jangka pendek tetapi sedikit perolehan permanen dalam pangsa pasara. Dalam pasar dengan perbedaan merek yang tinggi promosi penjualan dapat mengubah pangsa pasar secara lebih permanen. Dalam menggunakan promosi penjualan sebuah organisasi harus menetapkan tujuan, memilih alatnya, mengembangkan program, menguji program itu terlebih dahulu, menerapkan dan mengendalikan serta mengevaluasinya.

Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi. Menurut Devito (1997) persepsi adalah proses dengan mana kita


(41)

menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita serapdan apa makna yang kita berikan kepada mereka ketika mencapai kesadaran

Porter dan Samovar yang dikutip oleh Mulyana (1996) mengartikan persepsi dalam kaitannya dengan faktor budaya yang akan mempengaruhi persepsi seseorang dan persepsi-persepsi yang berlainan dari para pelaku komunikasi seringkali mengganggu saling pengertian antar budaya. Persepsi adalah proses internal yang dilakukan seseorang untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara seseorang mengubah energi fisik lingkunganya menjadi pengalaman yang bermakna. Landasan-landasan untuk seleksi dalam kegiatan persepsi sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman kebudayaan. Walaupun pengalaman pribadi turut menentukan variasi-variasi dalam persepsi, tetapi seringkali kebudayaan mempunyai dampak sebagai kekuatan pemersatu dalam persepsi sekelompok orang tentang lingkunganya. Perilaku-perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya. Seseorang memberi respon terhadap stimulasi sedemikian rupa sebagaimana yang budaya ajarkan kepada orang tersebut. Karakter budaya cenderung memperkenalkan kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama, dan karenanya membawa kepada persepsi yang berbeda pula.

Proses pembentukan persepsi menurut Feigl dalam Yusuf (1991) terjadi melalui tiga mekanisme pembentukan yaitu pertama selectivity

dimana terjadi ketika seseorang diterpa oleh informasi maka akan berlangsung proses penseklesian pesan mana yang dianggap penting dan mana yang tidak. Kedua proses closure, dimana terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan yang ketiga adalah interpretation berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.


(42)

Faktor lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi adalah perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulinya melemah. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain. Manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain seperti pengulangan kata-kata yang sering diucapkan. Jadi persepsi pada dasarnya merupakan pandangan seseorang terhadap apapun berdasarkan pengamatan dan pengalamannya terhadap sesuatu tersebut yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Terkait dengan persepsi pembeli terhadap strategi komunikasi penjualan yang dilakukan oleh PKL juga dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan.

Kelompok Etnik

Menurut Francis dalam Sunarto (1993), kelompok, wilayah, sejarah, sikap dan sistim politik. Sementara itu etnik merupakan sejenis komunitas yang menampilkan persamaan bahasa, adat kebiasaan Narroll dalam

Barth (1969), mendefinisikan kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang:

a. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

b. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya

c. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri

d. Menentukan ciri kelompoknya sendiri dan diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Pendekatan kelompok atau golongan etnik terletak pada pengorganisasian sosialnya, sedangkan asal usul, asal negara, ataupun keaslian dari para pelaku hanyalah salah satu referensi atau kerangka acuan bagi pengorganisasian identitas sosial tersebut (Suparlan dalam


(43)

Pada umumnya kelompok etnik timbul akibat dari kondisi alam dan iklim disuatu wilayah, dimana sekompok masyarakat yang berada dalam sebuah wilayah tertentu dan hanya dapat berinteraksi sesama mereka, akan melahirkan sebuah kelompok etnik dengan budaya dan kebiasaan yang menyesuaikan dengan kondisi alam dimana mereka berada. Laut, sungai, gunung, hutan belantara (jenis tumbuhan/pohon), cuaca dingin dan panas merupakan kondisi alam yang mampu membentuk kelompok-kelompok etnik.


(44)

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Konseptual

Pedagang Kaki Lima dari etnik Minangkabau merupakan kelompok terbesar dalam kelompok pedagang kaki lima yang ada diseluruh wilayah Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang Minangkabau termasuk ke dalam kelompok yang paling banyak bergerak dalam arti berpindah-pindah tempat untuk merantau. kondisi tersebut didukung oleh budaya masyarakat Minangkabau yang gemar merantau dan melakukan kegiatan perdagangan. Untuk menemukan Pedagang Kaki Lima dari etnik Minangkabau bukanlah sesuatu hal yang sulit, baik dikota-kota besar maupun dipelosok daerah diseantero Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan sampai ke manca negara etnik Minangkabau dapat menyebar luas disana ( Naim, 1979).

Begitu juga di pasar tradisional Jatibarang yang terletak di dalam wilayah kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, provinsi Jawa Barat, banyak dijumpai Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau. Dari pengamatan yang penulis lakukan, ternyata pedagang kaki lima perantau Minang semakin bertambah jumlahnya, dimana sekitar tahun 1980-an pada awal pasar Jatibarang terbentuk hanya terdapat empat (4) orang pedagang kaki lima yang berasal dari Minangkabau, namun pada saat ini orang Minang di Jatibarang sudah mencapai sekitar 140 KK, umumnya berprofesi sebagai pedagang kaki lima.

Kalau ditanya mengapa mereka menjadi pedagang kaki lima tentu jawabannya beragam, namun yang pasti mereka tentu memiliki harapan terhadap apa yang mereka usahakan. Pedagang dalam hal ini yang berfungsi sebagai penjual ketika mereka memulai usaha berdagang hal utama yang mereka harapkan adalah keuntungan, setelah itu baru loyalitas eksistensi. Untuk mencapai ketiga hal tersebut mereka perlu berbagai strategi dalam berdagang khususnya dalam mempromosikan barang dagangan mereka, yang lebih dikenal dengan strategi komunikasi


(45)

penjualan. Strategi komunikasi tersebut dapat berbentuk verbal maupun non verbal. Kaitannya dengan strategi komunikasi pedagang kaki lima bentuk verbal dapat berupa berteriak, menyapa pembeli dan mempersilahkan, sedangkan dalam bentuk non verbal berupa tersenyum, posisi tubuh, bentuk pajangan dan bandrol harga. Dari bentuk-bentuk verbal dan non verbal tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas komunikasi.

Strategi komunikasi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, ditujukan untuk pembeli supaya pembeli tertarik datang dan membeli, namun semua yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tak luput dari tanggapan/persepsi dari pembeli. Persepsi ini dapat berupa persepsi terhadap penampilan, harga, pelayanan, fasilitas dan proses transaksi. Selain pembeli memiliki persepsi terhadap pedagang kaki lima, mereka juga mempunyai harapan tertentu yang mau tidak mau harus mendapat perhatihan khusus, harapan tersebut antara lain: harapan terhadap strategi komunikasi verbal dan nonverbal, individu, mutu, harga, pelayanan, fasilitas dan proses transaksi. Dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh pedagang kaki lima diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pembeli dan loyalitas dalam arti lain pembeli menjadi puas. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 1.


(46)

Gambar. 1. Kerangka Konseptual penelitian

Kerangka Pemikiran Operasional

Lingkup penelitian dibatasi pada hubungan strategi komunikasi verbal dan non verbal dengan persepsi pembeli terhadap efektifitas komunikasi penjualan. Variabel bebas adalah strategi komunikasi verbal dan non verbal, serta variabel terikat adalah persepsi pembeli terhadap efektifitas komunikasi penjualan.

Strategi komunikasi penjualan PKL merupakan teknik atau cara-cara yang dilakukan oleh pedagang dalam rangka mengkomunikasikan barang dagangannya dalam rangka untuk mencapai keuntungan. Strategi komunikasi penjualan terdiri dari aspek verbal yang terdiri dari tiga indikator yaitu berteriak, menyapa dan mempersilahkan. Sedangkan aspek non verbal terdiri dari empat indikator yaitu tersenyum, posisi tubuh, pajangan dan bandrol harga.

PKL yang berjualan di Pasar Jatibarang umumnya terdiri etnik Minang dan penduduk asli. Masing-masing PKL memiliki strategi komunikasi yang ditujukan untuk pembeli. Strategi komunikasi penjualan

Penjual Strategi Komunikasi (promosi) Nonverbal: -Tersenyum -posisi tubuh -Bentuk pajangan -Harga bandrol Verbal: -Berteriak -Menyapa -mempersilahkan Efektifitas komunikasi penjualan Pembeli Kepuasan - sesuai yang diinginkan -loyalitas Persepsi: -penampilan -harga -Pelayanan -Fasilitas -Transaksi Harapan:

- Strategi kom.verbal -strategi kom. nonverbal -Individu -harga -Pelayanan -Fasilitas -Transaksi Harapan: -keuntungan -loyalitas -eksistensi Margin Penjualan/laba


(47)

yang dilakukan oleh PKL diduga akan menimbulkan persepsi dari pembeli mengenai apakah strategi tersebut efektif. Efektifitas tersebut diukur berdasarkan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Agar penelitian lebih bermakna dan memiliki nilai maka strategi komunikasi penjualan yang dilakukan oleh PKL Minang akan dibandingkan dengan penduduk asli. Dari hasil hubungan antara strategi komunikasi verbal dan non verbal dengan persepsi pembeli terhadap efektifitas komunikasi penjualan maka akan dapat dirumuskan strategi apa yang cocok atau efektif bagi PKL. Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar. 2.

Gambar. 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, maka dapat dikemukan beberapa hipotesis sebagai berikut:

Strategi Komunikasi

efektif

Rank Spearman PKL

Minang

Penduduk asli

Deskriptif PKL

Strategi komunikasi

verbal

Persepsi pembeli

Non Verbal Analisis

deskriptif T-Test


(48)

1. Terdapat perbedaan yang nyata antara strategi komunikasi verbal PKL Minang dengan penduduk asli.

2. Terdapat perbedaan yang nyata antara strategi komunikasi non verbal PKL Minang dengan penduduk asli.

3. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi verbal PKL Minang dengan persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).

4. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi non verbal PKL Minang dengan persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).

5. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi verbal PKL penduduk asli dengan persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).

6. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi non verbal PKL penduduk asli dengan persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).


(49)

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai metode penelitian survey yang bersifat deskriptif korelasional yang menggambarkan dan menjelaskan strategi komunikasi pedagang kaki lima etnik Minang dengan penduduk asli di Pasar Jatibarang. Disamping itu juga melihat hubungan antara strategi komunikasi dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli.

Populasi dan sampel

Penelitian ini melihat strategi komunikasi PKL etnik Minang dan penduduk asli yang dilihat dari sudut pandang atau persepsi pembeli. Maka yang menjadi subyek penelitian adalah pembeli meskipun tak lepas dari pengamatan terhadap pedagang itu sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembeli yang datang ke pasar Jatibarang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling atau sampel secara kebetulan. Dikarenakan sampel dalam penelitian ini adalah pembeli maka orang yang dijadikan sampel adalah orang- orang yang mudah ditemui atau yang berada pada waktu yang tepat, mudah ditemui dan dijangkau. Orang yang dijadikan sampel adalah orang yang sudah selesai melakukan transaksi atau membeli kepada pedagang kaki lima etnik Minang maupun penduduk asli, setelah mereka selesai bertransaksi baru kemudian diminta kesediaannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penelitia. Mengenai jenis kelamin dan usia dipilih secara sengaja.

Mengenai jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 60 orang. Karena penelitian ini mencoba membandingkan antara PKL etnik Minang dan penduduk asli, maka setiap grup terdiri dari 30 orang, sesuai dengan pendapat Gay dan Diehl dalam Rahayu (2005), bahwa ukuran sampel


(50)

pada penelitian kausal perbandingan sampelnya sebanyak 30 subyek per grup.

Obyek dari strategi komunikasi ini adalah PKL etnik Minang dan penduduk asli yang berjualan pakaian jadi karena umumnya PKL dipasar Jatibarang menjual pakaian jadi. Dari kelompok pakaian jadi ini juga akan dipecah menjadi pakaian dewasa, pakaian anak-anak, pakaian bayi dan pakaian dalam. Namun peneliti hanya fokus pada kelompok pedagang yang menjual pakaian jadi dewasa hal ini dikarenakan jumlah yang menjual pakaian jadi dewasa lebih banyak dari kelompok pakain jadi lainnya disamping itu juga pada kelompok pakaian jadi dewasa tidak terlalu beragam dibandingkan dengan kelompok pakaian jadi lainnya. Karena peneliti ingin membandingkan dua kelompok pedagang yaitu Minang dengan penduduk asli maka jenis dagangan yang diperbandingkan juga harus sama dari segi produk, harga dan merek. Namun untuk mengklasifikasi ketiga komponen tersebut tidaklah mudah, maka peneliti menggunakan asumsi bahwa pedagang kaki lima yang menjual pakaian jadi dewasa rata-rata tidak berbeda jauh dari segi produk, harga dan merek, karena target pembeli mereka adalah golongan menengah kebawah. Dari kedua kelompok pedagang ini akan dilakukan wawancara secara mendalam dan pengamatan bereperan serta.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di pasar tradisional Jatibarang yang terletak di kecamatan Jatibarang, kabupaten Indramayu, provinsi Jawa Barat pada bulan November- Desember 2006. Penulis sengaja memilih lokasi ini karena pesatnya perkembangan dan semakin banyaknya Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau yang datang dan berjualan, walaupun pasar tersebut masih merupakan pasar tradisional yang hanya ramai pada waktu-waktu tertentu.. Pemilihan Pedagang Kaki Lima etnik perantau Minangkabau sebagai objek penelitian dikarenakan kekhususan pola perdagangan yang mereka lakukan dan penulis sudah lama tinggal


(51)

didaerah tersebut, sehingga memudahkan penulis untuk masuk serta beradaptasi dilokasi dan dalam mengumpulkan data. Agar penelitian ini lebih bermakna maka akan dibandingkan dengan PKL penduduk asli. Penulis sengaja memilih judul ini karena tertarik untuk mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau di pasar tradisional Jatibarang dalam menjual barang dagangan.

Data dan Instrumen

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini didahului dengan pengumpulan data sekunder terutama yang menyangkut data desa, pasar dan Pedagang Kaki Lima. Data sekunder ini diperoleh dari data jumlah pedagang di pasar Jatibarang yang diperoleh dari instansi pengelola pasar Jatibarang dan data kependudukan di desa Jatibarang yang berhubungan dengan penelitian.

Data primer merupakan data yang diambil langsung dari subjek penelitian dengan cara melakukan wawancara terstruktur terhadap pembeli dengan menggunakan kuisioner dan mengadakan wawancara mendalam kepada pedagang. Subjek dalam penelitian ini adalah pembeli. Untuk mendukung data ini juga diadakan wawancara terhadap kelompok Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau dan penduduk asli yang berjualan pakaian jadi yang sudah lama maupun yang baru.

Pada penelitian survey, instrumen penelitian yang digunakan ada dua yaitu kuisioner dan wawancara mendalam. Instrumen dalam bentuk kuisioner berupa daftar pertanyaan tertutup yang meliputi:

a. Data umum responden yang meliputi: usia, alamat, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan pekerjaan

b. Data strategi komunikasi verbal meliputi: berteriak, menyapa dan mempersilahkan


(52)

c. Data strategi komunikasi non verbal meliputi: tersenyum, posisi tubuh, memajang dan bandrol harga

d. Data mengenai persepsi pembeli terhadap efektifitas strategi komunikasi meliputi: pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner untuk melihat perbedaan antara strategi komunikasi PKL etnik Minang dengan penduduk asli akan menggunakan uji beda dengan uji T-Test menggunakan SPSS versi 12. Tabel dideskripsikan dan dinterpretasikan dengan penguraian yang logis. Untuk melihat hubungan antara strategi komunikasi dengan efektifitas komunikasi menggunakan analisis Rank Spearman. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam akan dideskripsikan dengan penguraian yang logis secara kualitatif.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan layak untuk digunakan dalam pengukuran apabila telah memenuhi syarat dalam validitas (kesahian) dan reliabilitas (keterandalan). Yang dimaksud dengan validitas dalam hal ini adalah ketepatan alat ukur dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Arikunto (1998) bahwa validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang digunakan mampu mengukur yang diinginkan. Suatu instrumen pengukuran dinyatakan telah memenuhi standar validitas apabila instrumen tersebut sungguh-sungguh dapat mengukur apa yang ingin diukur dan adanya derajat ketepatan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen tersebut konsisten atau hasil pengukurannya relatif tidak berbeda bila digunakan untuk mengukur


(53)

aspek yang sama yang dimaksud dengan reliabilitas mengacu kepada kemantapan, konsistensi dan ketepatan atau akurasi dari hasil penelitian tersebut,

Agar diperoleh validitas instrumen, daftar pertanyaan disusun dengan cara sebagai berikut :

1. Menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan respoden

2. Menyesuaikan dengan apa yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk memperoleh data yang sama

3. Mempertimbangkan teori dan kenyataan yang telah diungkapkan para ahli dari berbagai pustaka empiris

4. Memperhatikan nasihat-nasihat para ahli dan dosen pembimbing Untuk menentukan reliabilitas instrumen digunakan dengan cara terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen pada responden yang memiliki karakteristik relatif sama dengan karakteristik obyek penelitian.

Lalu dihitung tingkat reliabilitas dengan menggunakan cronbach alpha dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali. Metoda tersebut digunakan untuk kuisioner yang memiliki lebih banyak pilihan jawaban serta bukan merupakan skor 1 dan 0, melainkan dalam bentuk kategori dan uraian (Arikunto, 1998), sehingga melahirkan bentuk kategori dan uraian. Adapun rumus tersebut adalah:

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrument

K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Σσb2 = Jumlah varians butir

σ12 = Varians total

(

)

=

2

2 11

1

1

t b

k

k

r

σ

σ


(54)

Setelah kuesioner selesai disusun kemudian instrumen diuji cobakan terhadap 20 orang responden pada pembeli di pasar Citeureup Bogor Pedagang dipasar ini banyak terdapat PKL Minang. Menurut Ancok dalam Singarimbun (1995) angka korelasi nilai n. Jika nilai korelasi dan reliabilitas hasil perhitungan lebih besar dari tabel maka instrumen tersebut dianggap valid dan reliabel.

Dalam penelitian ini, reliabilitas instrumen diuji pada awal pelaksanaan penelitian. Untuk instrumen komunikasi verbal diperoleh nilai R =hitung sebesar 0,776 lebih besar dari nilai Rkritis sebesar 0,444. Untuk

instrumen strategi komunkasi non verbal diperoleh nilai nilai Rhitung

sebesar 0,696 lebih besar dari nilai Rkritis sebesar 0,444. Untuk instrumen

persepsi pembeli terhadap efektifitas komunikasi dengan pemahaman diperoleh nilai Rhitung sebesar 0,913 lebih besar dari nilai Rkritis sebesar

0,444. dengan daya tarik diperoleh nilai Rhitung sebesar 0,748 lebih besar

dari nilai Rkritis sebesar 0,444. sedangkan dengan dorongan membeli

diperoleh nilai Rhitung sebesar 0,863 lebih besar dari nilai Rkritis sebesar

0,444. Sesuai dengan kriteria perbandingan untuk menemukan reliabilitas variabel, maka alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah andal dan layak dipakai.

Definisi Operasional

1. Karakteristik individu adalah identitas individu responden yang diamati dalam penelitian yang terdiri dari:

a. Umur adalah lamanya tahun hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai penelitian ini dilakukan. Diukur dalam satuan tahun

b. Jenis kelamin adalah perbedaan status sosial biologis responden. Terdiri dari (1) laki-laki, (2) perempuan.

c. Alamat adalah domisili atau dimana responden tinggal menetap dalam suatu wilayah.


(1)

pedagang tidak harus merubah gaya mereka masing-masing, sepanjang tidak merugikan mereka (Tabel 9).

Namun yang perlu diperhatikan oleh pedagang adalah ketika mereka melakukan strategi komunikasi, maka jangan terlalu berlebihan. Jangan pembeli seolah-olah merasa terpaksa dan merasa tidak enak kepada pedagang. Pedagang harus dapat menciptakan nuansa kebebasan kepada pembeli untuk memilih dan mengambil keputusan. Namun juga pembeli tidak dilepas begitu saja. Mereka tetap diperhatikan dan diberi informasi. Karena kalau pembeli sudah merasa tidak nyaman, sudah dapat dipastikan mereka akan pergi meninggalkan pedagang tersebut. Untuk itu pedagang harus jeli membaca situasi dan karakter orang. Kuncinya adalah tampilkan barang dagangan sebaik mungkin, jaga kualitas dan kepercayaan serta pelayanan yang ramah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang efektif bagi PKL di pasar Jatibarang adalah berteriak, menyapa, mempersilahkan, tersenyum, posisi tubuh dan memasang bandrol harga. Keseluruhan strategi komunikasi ini harus dilakukan optimal dan tidak berlebihan dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi pembeli.


(2)

Tabel 9 Tanggapan Pembeli mengenai strategi komunikasi PKL di Pasar Jatibarang

PKL Minang PKL Penduduk Asli no Strategi

Komunikasi

Kategori

Jumlah (orang)

Persentase (%) Jumlah (orang)

Persentase (%) Sangat perlu 1 3.3 5 16.6

Perlu 19 63..3 13 43.3

Tidak perlu 10 33.3 12 40 1 Berteriak

Sangat tidak perlu

0 0 0 0

Sangat perlu 8 26.6 7 13.3

Perlu 19 63.3 22 73.3

Tidak perlu 2 6.6 1 3.3 2 Menyapa

Sangat tidak perlu

1 3.3 0 0

Sangat perlu 10 33.3 16 33.3

Perlu 19 63.3 14 46.6

Tidak perlu 1 3.3 0 0 3 Mempersilahkan

Sangat tidak perlu

0 0 0 0

Sangat perlu 5 16.6 12 40

Perlu 22 73.3 16 53.3

Tidak perlu 3 10 2 3.3 4 Tersenyum

Sangat tidak perlu

0 0 0 0

Sangat perlu 9 30 14 46.6

Perlu 21 70 16 53.3

Tidak perlu 0 0 0 0

5 Posisi tubuh

Sangat tidak perlu

0 0 0 0

Sangat perlu 15 50 18 60

Perlu 15 50 12 40

Tidak perlu 0 0 0 0

6 Memajang

Sangat tidak perlu

0 0 0 0

Sangat perlu 1 3.3 4 13.3

Perlu 17 60 16 53.3

Tidak perlu 12 36.6 10 33.3 7 Bandrol harga

Sangat tidak perlu


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arifin A. 2005. Seni Menjual. Yogyakarta : ANDI

Arikunto. 1998. Manajemen Penelitian. Edisi ke 4. Jakarta: Rineka Cipta Bart F. 1969. Kelompok Etnik dan Batasannya Jakarta: UI-Press

Devito JA. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books Dirgantoro C. 2001. Manajemen Stratejik. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia

Effendy. 2000. llmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Rosdakarya

Hafied C. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Hidayah, Joko MJ. 1997. Corak dan Pola Hubungan Sosial antar Golongan dan Kelompok Etnik di Dearah Perkotaan. Jakarta: CV. Putra Sejati Raya

Kotler P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo

Mulyana D. 1996. Pendekatan Terhadap Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana D. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Naim M. 1979. Merantau: Pola Migrasi Etnik Minangkabau.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Rahayu S. 2005. SPSS. Versi 12.00: Penelitian Riset Pemasaran. Yogyakarta: ANDI

Singarimbun, Effendi.1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S

Sunarto K. 1993. Pengantar Sosiologi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


(4)

Sunarwinadi I. 2000. Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia

Tubbs and Moss. 2001. Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Yusuf Y. 1991. Psikologi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tesis dan Laporan Penelitian

Hidayat.1981. Pola pembinaan Usaha Pedagang Kaki Lima di Wilayah DKI Jakarta. [Laporan penelitian]. Jakarta: Kerjasama PPES UNPAD dan BKPMD DKI

Yulia E.1986. Kehidupan Sosial Pedagang Kaki Lima Orang Minangkabau di Pasar Tanah Abang. [Tesis]. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia

Jurnal

Budiantoro. 2002. Ekonomi Rakyat. Jurnal Ekonomi Rakyat Th. I - No. 1 - Maret 2002. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_6.htm14 Oktober 2005 [16 Agustus 2006]

Riani R. 2003. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Maraknya PKL. http/www.pu.go.id/bapekin/buletin jurnal/bulletin 11/bulletin 115.html-43k- cached. [6 Agustus 2007]

Suriatmi. 2007. Pedagang Kaki Lima sebagai Dampak Sosial dari Peningkatan Pengangguran di Kota Bogor. Jurnal Riset dan Manajemen. http//www. Unila.ac.id/fisip-sosio/referenc.html-33k. [6 Agustus 2007]

Nusantara. 2002. Keberadaan Hypermarket. Jurnal Ekonomi Rakyat Th.

1-No 2 http://www.

http://www.ekonomirakyat.org/edisi_2/artikel_8.htm. 10

November 2005 [2 November 2006]

Sidharta, Amir. 2000. "Katanye" Kota Kaki Lima. Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya. http//www.iseisby.or.id/?attali. [6 Agustus 2007]


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Tidak terdapat perbedaan strategi komunikasi secara verbal antara

PKL Minang dengan PKL penduduk asli. Namun terdapat perbedaan yang nyata secara non verbal. Jika dilihat dari masing-masing strategi komunikasi yang dilakukan PKL ternyata dalam hal berteriak, menyapa, mempersilahkan, tersenyum, dan posisi tubuh tidak berbeda. Sedangkan dalam hal memajang dan memasang bandrol harga terdapat perbedaan antara PKL Minang dan penduduk asli. Namun dilihat dari keseluruhan PKL Minang lebih banyak melakukan strategi komunikasi baik secara verbal maupun non verbal dibandingkan dengan PKL penduduk asli.

2. Strategi komunikasi secara verbal yang dilakukan PKL Minang yaitu berteriak berhubungan dengan daya tarik, menyapa berhubungan dengan daya tarik dan dorongan membeli, sedangkan mempersilahkan berhubungan dengan pemahaman dan daya tarik. Secara non verbal hanya tersenyum yang berhubungan yaitu dengan daya tarik. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh PKL penduduk asli yaitu berteriak, menyapa dan mempersilahkan berhubungan dengan pemahaman. Secara non verbal yaitu tersenyum dan posisi tubuh berhubungan dengan daya tarik, sedangkan bandrol harga hanya berhubungan dengan pemahaman.

3. Strategi komunikasi yang efektif untuk menimbulkan pemahaman bagi pembeli yaitu berteriak, menyapa, mempersilahkan dan bandrol harga. Untuk menimbulkan daya tarik adalah berteriak, menyapa, mempersilahkan, tersenyum dan posisi tubuh. Sedangkan untuk menimbulkan dorongan membeli adalah berteriak dan menyapa.


(6)

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diberikan beberapa saran bagi berbagai pihak yang menaruh perhatian dan kepedulian kepada pedagang kaki lima umumnya dan khususnya kepada pedagang kaki lima perantau Minang dan penduduk asli yang berusaha di Pasar Jatibarang. Berikut saran-saran yang dapat peneliti kemukakan antara lain:

1. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh masing-masing PKL sebaiknya lebih ditingkatkan baik secara verbal maupun non verbal, sehingga kedua aspek tersebut dapat menimbulkan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli bagi pembeli.

2. Sebaiknya masing-masing PKL mau saling belajar dan mencontoh hal-hal yang baik dilakukan oleh PKL, sehingga masing-masing PKL dapat maju bersama.

3. Sebaiknya ada perhatian terhadap dari berbagai pihak terhadap PKL khususnya dari pengelola pasar dan umumnya dari pemerintah daerah.

4. Masih diperlukan penelitian yang sejenis mengenai PKL yang lebih komprehensif dan luas cakupannya. Agar dapat dibuatkan satu bentuk formula strategi komunikasi yang efektif bagi PKL