Pengaruh knowledge sharing terhadap innovation capability melalui absorptive capasity pada PT.Mitra Rajawali Banjaran

(1)

(2)

(3)

BANDUNG, 13 SEPTEMBER 1991

ALAMAT KOMP. GBA I BLOK E-49 BOJONG SOANG

BANDUNG 40288

TELEPON/HANDPHONE (022) 751 3731 /0821 1637 5425

AGAMA ISLAM

JENIS KELAMIN PEREMPUAN

STATUS BELUM MENIKAH

E MAIL namasayadianseptiani@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL 2009 – SEKARANG

JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA ( UNIKOM )

2006 - 2009 SMA PASUNDAN 1 BANDUNG

2004 - 2006 SMP NEGERI 18 BANDUNG


(4)

The Influence of Knowledge Sharing on Innovation Capability Though by Absorptive Capacityat

PT. Mitra Rajawali Banjaran

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jenjang S1

Program Studi Manajemen

Disusun Oleh: Dian Septiani 21209072

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(5)

vi

Assalamu’allaikum Wr.Wb

Persembahan yang satu, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan nikmat dan kasih sayangnya kepada kita sebagai hamba-Nya. Atas segala rahmat, karunia yang telah diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1skripsi pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia, dengan judul yang diambil yaitu, “Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability

Melalui Absorptive Capacity Pada Pt. Mitra Rajawali Banjaran”.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan arahan Ibu Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.S.i., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penulisan skrispi ini. Akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar pnulis mampu melewatinya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :


(6)

vii

3. Dr. Raeny Dwisanty, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

4. Windy Novianti, SE., MM, selaku sekertaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

5. Ayahanda, Ibunda, Kakak dan Adiku tercinta kupanjatkan do’a, semoga segala bantuan, kasih sayang, cinta dan dorongan yang telah diberikan akan mendapat balasan dan pahala yang berlipat ganda dari Allah S.W.T.

6. Muhamad Iqbal yang telah memberikan semangat, kasih sayang dan bantuan pada penulis

7. Teman-teman kelas Mn-2 yang telah memberikan dukungan pada penulis 8. Teman-teman Tim Protokoler UNIKOM, yang selalu memberikan dukungan

pada penulis

9. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan. Semoga kebaikannya dapat dibalas oleh Allah SWT.

Akhirnya penulis panjatkan doa semoga Allah SWT memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, Juli 2013


(7)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

MOTTO ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... .xiv

DAFTAR TABEL ... …xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Dan Rumusan Masalah ... 10

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 10

1.2.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 13


(8)

x

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ... 15

2.1.1 Knowledge Sharing ... 15

2.1.1.1 Pengertian Knowledge Sharing... 15

2.1.1.2 Pengelolaan Knowledge Sharing ... 18

2.1.1.3 Kegiatan Knowledge Sharing ... 21

2.1.1.4 Konversi Penetahuan Dalam Knowledge Sharing ... 21

2.1.1.5 Menumbuhkan Budaya Knowledge Sharing ... 23

2.1.1.6 Indikator Knowledge Sharing ... 24

2.1.2 Absorptive Capacity ... 25

2.1.2.1 Pengertian Absorptive Capacity ... 25

2.1.2.2 Pengembangan Absorptive Capacity ... 27

2.1.2.3 Indikator Absorptive Capacity ... 28

2.1.3 Innovation Capability ... 29

2.1.3.1 Pengertian Innovation Capability ... 29

2.1.3.2 Proses Penciptaan Innovation Capability... 32


(9)

xi

2.2 Kerangka Pemikiran ... 40

2.2.1 Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Absorptive Capacity ... 41

2.2.2 Pengaruh Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability ... 43

2.2.3 Pengaruh Knowledge sharing terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity ... 44

2.3 Hipoesis ... 45

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 47

3.2 Metode Penelitian ... 47

3.2.1 Desain Penelitian ... 49

3.2.2 Operasionalisasi Variabel ... 52

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 55

3.2.3.1 Sumber Data ... 55

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data ... 56

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.2.4.1. Uji Validitas ... 63

3.2.4.2. Uji Reliabilitas ... 66

3.2.4.3. Uji MSI ... 67


(10)

xii

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 79

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 83

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan... 86

4.1.3 Job Description ... 87

4.1.4 Aktivitas Perusahaan ... 97

4.1.4.1 Alat Kontrasepsi ... 97

4.1.4.2 Alat Suntik Sekali Pakai (ASSP)... 99

4.2. Karakteristik Responden ... 100

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 100

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 101

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 102

4.3 Analisis Deskriptif ... 103

4.3.1 Analisis Deskriptif Knowledge Sharing ... 103

4.3.2 Analisis Deskriptif Absorptive Capacity ... 109

4.3.3. Analisis Deskriptif Innovation Capability ... 113

4.4 Analisis Verfikatif ... 120

4.4.1 Analisis Korelasi ... 121

4.4.2 Pengujian Hipotesis ... 123

4.4.2.1 Pengujian Knowledge Sharing Terhadap Absorptive Capacity ... 123


(11)

xiii

Innovation Capability Melalui Absorptive

Capacity ...………132

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 136 5.2 Saran ... 138 DAFTAR PUSTAKA ... 141 KUESIONER


(12)

140

Capacity Dan Mekanisme Formal: Studi Kasus Industri Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Indonesia. Jurnal Teknik Industri Vol. 10, No. 2,

Desember 2008: 158-170.

Aulawi, Hilmi., Rajesri Govindaraju.,Kadarsah Suryadi., dan Iman Sudirman. (2009). Hubungan Knowledge Sharing Behavior Dan Individual Innovation

Capability. Jurnal Teknik Industri, Vol. 11, No. 2, Desember 2009, Pp. 174-187, Issn 1411-2485.

Cohen, Wesley M.and Daniel A. Levinthal. (1990). Absorptive Capacity: A New Perspective on Learning and Innovation. Administrative Science Quarterly, Vol. 35, No. 1, Special Issue: Technology, Organizations, and Innovation. (Mar., 1990), pp. 128-152.

Cummings, Jeffrey. (2003). Knowledge Sharing: A Review Of The Literature. The World Bank Operations Evaluation Department.

Firdanianty dan Sholeh, Alvin. 2011. Smart Knowledge Worker : Bagaimana

Individu Menjaga, Mengembangkan dan Mengalirkan Pengetahuan ke Seluruh Sendi Organisasi, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Gitanauli , Tiurma K.F.P dan Ningky Sasanti Munir. (2010). Pengaruh Knowledge Sharing dan Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability pada Direktorat Corporate Service dan Direktorat Marketing di PT. Indosat TBk. Journal of Management and Business Review Vol. 7 No. 1 Januari 2010 : 59-71.

Herwiyanti , Eliada. (2008). Pengaruh Extrinsic Motivation, Absorptive Capacity, Dan Channel Richness Terhadap Sikap Individu Atas Perilaku Sharing Knowledge. Universitas Jenderal Soedirman

Irdiani , Agustin. (2012). Peran Knowledge Sharing Di Kalangan Karyawan (Studi Deskriptif Pada Pt. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Jawa Timur).


(13)

Kurniawati , Susanti. (2010). Inovasi Organisasi. Program Studi Ekonomi dan Koperasi Universitas Pendidikan Indonesia.

Kutlaca , Duro. (2008). Measurement of National Innovation Capacity:

Indicators for Serbia

. PRIME Indicators Conference, Oslo, May 28-30, 2008

Martini, Lenny dan Jann Hidajat Tjakraatmadja. (2011). Berbagi Pengetahuan di Institusi Akademik. Volume 10 Number 2 2011.

Narimawati, Umi., Sri Dewi Anggadini., Linna Ismawati. (2010). Penulisan Karya Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir Pada Fakultas Ekonomi Unikom .

Nawawi, Ismail. (2012). Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). Bogor: Ghalia Indonesia.

Putri ., Suhitarini Soemarto, dan Togar Harapan Pangaribuan. (2009). Knowledge Management System: Knowledge Sharing Culture Di Dinas Sosial Provinsi Dki Jakarta. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022. Yogyakarta, 20 Juni 2009.

Ricky W. Griffin. (2004). Manajemen edisi 7. Jakarta : Erlangga.

Robert L. Mathis dan John H. Jackson. (2001). Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Robert Kreitner dan Agelo Kinicki. (2005). Perilaku Organisasi – Organizational Behavior Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Setiarso, Bambang, dkk., 2006. Berbagi Pengetahuan, Siapa Yang Mengelolah Pengetahuan,

Shu – Hsien , Liao., Chi – Chuan ., Wu, Da – Chian Hu., and Guang An . Tsuei. (2010). Knowledge Acquisition, Absorptive Capacity, and Innovation Capability : An Emperical Study of Taiwan’s Knowledge – Intenstive


(14)

Siringoringo , Revoldi H. dan Widyaiswara Madya. (2011). Manajemen Proses Inovasi pada Pusdiklatwas BPKP.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi (12 ed). Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yuliazmi. (2005). Penerapan Knowledge management pada perusahaan reasuransi: Studi Kasus PT. Reasuransi Nasional Indonesia. Thesis

Zahra, S.A., dan George,G. 2002. Absorptive Capacity: A Review, Reconcep-tualization, and Extension, Academy of Management Review, pp. 185-203. Http://finance.detik.com/read/2012/10/08/181054/2057604/1036/terus-merugi-bumn-kondom-pangkas-produksi. Diunduh pada 2/4/2013, pukul 11:42 WIB

Http://health.detik.com/read/2012/05/09/140213/1913002/775/kondom-buatan-lokal-kalah-bersaing-dengan-produksi-luar. Diunduh pada 2/4/2013, pukul 11:44 WIB Http://teorionline.wordpress.com/2010/03/15/variabel-intervening-intervening-variable. Diunduh pada 3/5/2013, pukul 20:15 WIB

http://samsudinrembank.blogspot.com/2010/01/populasi-dan-sampel-penelitian_23.html. Diunduh pada 2/26/2013, pukul 13:09 WIB

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2177038-macam-macam-variabel-penelitian/#ixzz2NnmfzIGZ. Diunduh pada 2/26/2013, pukul 12:20 WIB


(15)

15

2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah, penitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi knowledge sharing, innovation capability dan absorptive capacity.

2.1.1. Knowledge sharing

2.1.1.1. Pengertian Knowledge sharing

Knowledge sharing baik yang bersifat spontan, terstruktu maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan organisasi. Knowledge sharing merupakan salah satu aktivitas dalam knowledge management Sebuah organisasi seyogyanya mengembangkan tenaga kerja untuk mengelola dan menyusun pengetahuan yang dimilikinya.

Pengombinasian atau pengintegrasian pengetahuan akan mengurangi pengetahuan yag terlalu berlebihan dan tidak terkoordinasi, meningkatkan gambaran pengetahuan dengan konsisten, serta akan menngkatkan efisiensi dengan mengurangi volume yang berlebihan. Perbedaan pengetahuan dari berbagai macam individu semestinya diintegrasikan untk memaksiamalkan efisiensi. Oleh karena itu tugas utama organisasi adalah mengintegrasikan


(16)

pengeahuan khusus dari induvidu-individu yang berbeda melalui knowledge sharing.

Terdapat beberapa pengertian knowledge sharing yang disampaikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :

1. Lin, 2007

Berbagi pengetahuan dapat didefinisikan sebagai budaya interaksi sosial yang melibatkan mentransfer pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan antara anggota organisasi. Semua jenis berbagi pengetahuan dapat terjadi di kedua tingkat, individu (anggota organisasi) dan organisasi itu sendiri. Pada tingkat individu, berbagi pengetahuan adalah kegiatan komunikasi untuk semua rekan kerja untuk saling membantu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih cepat atau lebih efisien dalam melakukan tugas organisasi. Untuk organisasi, berbagi pengetahuan adalah proses yang terhubung ke menangkap, pengorganisasian, menggunakan kembali, dan mentransfer pengalaman berdasarkan pengetahuan dalam suatu organisasi dan membuat pengetahuan diakses untuk semua orang yang membutuhkan itu.

2. Hansen dan Avital (dalam Hilmi A., et al. 2009)

Knowlege sharing dapat dipahami sebagai perilaku dimana seseorang secara sukarela menyediakan akses terhadap orang lain mengenai knowledge dan pengalamannya.


(17)

3. Hoof dan Ridder (2004)

Knowledge sharing merupakan proses dimana individu saling mempertuarkan pengetahuan mereka (tacit knowledge dan eksplisit

knowedge)

4. Liebowitz, O’Dell dan Grayson, Song (2008).

Knowledge sharing adalah pengumpulan dari semua knowledge yang ada dari kelompok, tim, divisi dan unit bisnis, dengan tujuan untuk menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Knowledge sharing merupakan pendekatan yang efektif untuk mencapai keuntungan kompetitif yang diperoleh dari pemeliharaan organsisasi.

5. Bock dan Kim, 2002a; Bock dan Kim, 2002b (dalam Hilmi A., et al.

2009)

Secara konseptual knowledge sharing dapat didefinisikan sebagai tingkatan sejauh mana seseorang secara aktual

6. Van den Hoof dan Van Wenen (dalam Tiurma dan Nungki, 2010)

Knowledge sharing sebagai aktivitas para individu saling bertukar intellectual capital persons. Selain itu Hoof menjelaskan bahwa knowledge sharing adalah proses dimana para individu saling mempertukarkan pengetahuan mereka.

7. Szulanski (dalam Luciana 2008)

Defined knowledge sharing as the exchange or transfer process of facts, opinions, ideas, theories, principles and models within and between


(18)

organizations including trial and error, feedback and mutual adjustment of both the sender and receiver of knowledge.

8. Worldbank (2008)

Berbagi pengetahuan sebagai proses menyerap pengetahuan dari penelitian dan pengalaman secara sistematis, mengelola dan menyimpan pengetahuan dan informasi untuk kemudahan akses dan memindahkan atau diseminasi pengetahuan, termasuk dalam perpindahan dua arah.

9. Ismail Nawawi (2012:61)

Knowledge sharing adalah tahapan disseminasi (penyebaran) dan penyediaan knowledge pada saat yang tepat untuk karyawan yang membutuhkan

Knowledge sharing dari seorang individu atas sistem informasi atau teknologi informasi, semakin lama akan dapat memberikan pembaharuan bagi keseluruhan knowledge suatu organisasi, yang pada gilirannya akan memberikan karakteristik organisasi yang unik bagi perusahaan pesaingnya dan selanjutnya dapat meningkatkan kinerja.

2.1.1.2. Pengelolaan Knowledge sharing

Yuliazmi (2005:15) menyebutkan bahwa ada kecenderungan yang muncul dalam perusahaan adalah bagaimana kegiatan knowledge sharing yang terjadi bersifat local dan terpisah. Sehingga dibutuhkan pengelolaan untuk mengalirkan pengetahuan tersebut ke seluruh komponen dalam organisasi untuk memperbaiki


(19)

kegiatan saling berbagi pengetahuan. Pengelolaan tersebut tersebar menjadi delapan bagian, yaitu :

1. Knowledge map

Memetakan dimana knowledge berada dalam perusahaan, rincian mengenai siapa mengetahui apa dan berada dimana

2. Talk space

Menyediakan tempat yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pegawai untuk berbicara denga yang lain dalam suasana informal. 3. Smart office layout

Merancang ruang keja yang dapat memberikan kontribusi bagi lingkungayan efektif untuk kegiatan pembelajaran.

4. Dedicated knowledge-sharing event

Mengadakan kegiatan “knowledge fair” atau forum untuk saling berbagi pengetahuan. Memberikan kesempatan bagi pegawai yang tidak pernah bertemu dalam kegiatan kerja sehari-hari untuk saling bertukar pengalaman. Dalam hal ini struktur yang tidak terlalu keta paling baik dalam knowledge sharing, sehingga peserta dapat menentukan cara masing-masing dalam memenuhi kebutuhannya. 5. Commom language

Factor utama keberhasilan kegiatan knowedge sharing adalah memiliki

“bahasa umum” dalam berkomunikasi dengan seluruh pegawai dalam


(20)

pembendaharaannya, kemudian diterjemahkan dalam bahasa yang dimengerti bersama.

6. Knowledge leader

Menentukan pihak yang dapat menggunakan sumber daya, menguasai logika dari knowledge sharing, memonitor partisispasi pegawai dan menjadi contoh dari sikap saling berbagi

7. A change in culture

Menciptakan budaya dimana pegawai sangat ingin membagi knowledge yang mereka miliki. Hal ini merupakan tantangan mengingat sifat dasar dari saling berbagi adalaha suka rela. Cara termudah adalah dengan menghlangkan penghalang dari kegiatan penyebaran knowledge

8. Room for tension

Hal ini disebut juga dengan fusion, creative abrasion atau creative tension. Menyatukan pegawai dari bagian yang bebeda untuk bersama-sama menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini dibutuhkan karena pembelajaran dan solusi inovatif kerap terjadi saat seseorang dikondisikan untuk meluaskan pemikiran mereka dalam cara yang baru.

Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam upaya memperbaiki kegiatan saling berbagi pengetahuan melalui pengelolaan yang dilakukan dengan langkah-langkah diatas dapat menjadi saran bagi karyawan


(21)

untuk saling berbagi pengetahuan sehingga tercipta pengetahuan baru bagi organisasi dan karyawan tersebut.

2.1.1.3. Kegiatan Knowledge Sharing

Menurut Bambang Setiaso (2006), secara umum ada lima jenis kegiatan knowledge sharing yaitu:

1. Di dalam satu kelompok untuk pekerjaan rutin yang serupa dan terus menerus,

2. Antar dua atau lebih kelompok yang berbeda tetapi melakukan pekerjaan yang hampir sama,

3. Antar dua atau lebih kelompok, tetapi yang dibagi bersama adalah pengetahuan tentang pekerjaan non-rutin,

4. Antar organisasi dalam rangka kelangsungan hidup bersama,

5. Dari luar kelompok, ketika menghadapi persoalan yang belum pernah mereka jumpai.

2.1.1.4. Konversi Pengetahuan Dalam Knowledge Sharing

Pengetahuan terdiri dari dua jenis yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit knowledge sering kali berupa informal dari keterampilan teknis , sehingga sulit untuk di definisikan secara jelas. Selain itu pengetahuan tacit memiliki dimensi kognitiff yang penting, berupa model mental, keyakinan dan pandangan-pandangan yangbegitu menyatu yang membuat seseorang menggunakannya tanpa pernah mempertanyakannya. Karena itu tacit knowledge sulit untuk dijelaskan.


(22)

Explicit knowledge adalah knowledge yan dapat atau sudah terkodifiasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sengga dapat mdah di bagikan dan didistribusikan dengan menggunakan media (formula, kaset/ cd, video dan audio, spesifikasi produk atau manual). Dalam upaya meingkatkan daya saing organisasi bisnis atau organisasi public, diperukan pengeolaan pengetahuan, disamping pengelolaan keterampilan yang sesuai dengan kompetensi, sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Alvin (2011:20) menjelaskan mengenai konversi pengetahuan yang dikemukakan oleh Nonaka dan Takeuchi, melalui empat jenis proses konversi yang disebut dengan SECI Process (S: Socialization, E: Externalization, C: Combination, I: Internalization) seperti pada gambar berikut ini:

Tacit Knowledge Explicit Knowledge

Tacit Knowledge

Explicit Knowledge

Sumber : Ikujiro Nonaka dan Takeuchi (dalam Alvin, 2011:20) Gambar 2.1

Empat Model Konversi Pengetahuan T<->T

Sosialisasi

T -> E Eksternalisasi

E ->T Internalisasi

E <-> E Kombinasi


(23)

Konversi pengetahuan ini merupakan siklus hidup dan berkembangnya suatu pengetahuan. Penjelasan konversi pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Proses Sosialisasi

Proses transfer secara langsung antara tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Praktis tanpa media.

2. Proses Eksternalisasi

Mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui proses dialog dan refleksi.

3. Proses Kombinasi

Merupakan proses konversi explicit knowledge menjadi explicit knowledge yang baru melalui sistemasi dan pengaplikasian explicit knowledge dan informasi

4. Proses Internalisasi

Merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan kesluruh angota organisais melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge anggota organisasi.

2.1.1.5. Menumbuhkan Budaya Knowledge sharing

Menurut Nungky (dalam Suhitarini dan Togar, 2009), ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan diantaranya:

1. Menciptakan know-how dimana setiap pegawai berkesempatan dan bebas menentukan cara baru untuk menyelesaikan tugas dan berinovasi


(24)

serta peluang untuk mensinergikan pengetahuan eksternal kedalam institusi.

2. Menangkap dan mengidentifikasi pengetahuanyang dianggap bernilai dan direpresentasikan dengan cara yang logis.

3. Penempatan pengetahuan yang baru dalam format yang mudah diakses oleh seluruh pegawai dan pejabat.

4. Pengelolaan pengetahuan untuk menjamin kekinian informasi agar dapat direview untuk relevansi dan akurasinya.

5. Format pengetahuan yang disediakan di portal adalah format yang user friendly agar semua pegawai dapat mengakses dan mengembangkan setiap saat.

Kemampuan organisasi dalam mendorong knowledge sharing karyawan menjadi sangat penting, karena melalui knowledge sharing, knowledge dapat disebarkan, dimplementasikan dan dikembangkan. Disisi lain, sharing merangsang individu di dalam organisasi untuk dapat berpikir secara kritis dan kreatif, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan knowledge baru yang berguna bagi perusahaan. (Lindsay dalam Hilmi et., al., 2009)

2.1.2 Absorptive Capacity

2.1.2.1 Pengertian Absorptive Capacity

Absorptive capacity memiliki peranan penting dalam memperbaharui pengetahuan dasar perusahaan dan keahlian yang diperlukan untuk bersaing. Perusahaan yang fleksibel dalam menggunakan sumber daya dan kapabilitasnya


(25)

dapat mengkonfigurasikan kembali sumber daya dasar yang mereka miliki untuk memperoleh keuntungan dari kesempatan strategis yang muncul.

Cohen dan Levinthal (dalam Tiurma dan Nungki, 2010), absorprive capacity adalah organizational capacity to treat and learn from external knowledge – crirical for innovation.

Selanjutnya dijelaskan kembali oleh Cohen dan Levinthal (dalam Eliada, 2008), absorptive capacity seseorang adalah kemampuan yang bukan hanya ditujukan untuk memperoleh dan mengasimilasi tapi juga untuk menggunakan knowledge.

Kemampuan seorang individu untuk mengevaluasi dan memanfatkan knowledge yang berasal dari luar dengan lebih baik merupakan tingkatan fungsi dari knowledge terdahulu yang saling berhubungan.

Knowledge terdahulu yang saling berhubungan ini memberikan suatu kemampuan untuk mengenali nilai knowledge baru dan untuk mengasimilasi dan menerapkan pengaturan baru. Secara spesifik, knowledge terdahulu tersebut dapat mencakup keahlian dasar, pembagian bahasa, atau knowledge apapun dari perkembangan teknologi atau perkembangan ilmiah yang paling terbaru pada bidang yang berkaitan.

Kwok dan Gao (dalam Lenny, 2011) meyakini bahwa individu membutuhkan absorptive capacity sampai tingkatan tertentu sebelum memiliki keinginan untuk bersikap mendukung perilaku berbagi pengetahuan.


(26)

Duro Kutlaca (2008), Absorptive capacity is the ability to absorb new knowledge and adapt imported technologies.

Kapasitas penyerapan pengetahuan didefinisikan sebagai efektifitas kapasitas penyerapan pengetahuan, kemampuan untuk mengenali manfaat dari pengetahuan baru yang berasal dari luar dirinya, mengasosiasikannya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, dan memanfaatkan gabungan pengetahuan tersebut untuk mencari solusi suatu masalah yang merupakan fungsi dari pengetahuan dasar yang dimiliki sebelumnya dan intensitas usaha seseorang dalam menambah kapasitas penyerapan pengetahuannya

Secara spesifik Zahra dan George (dalam Eliada, 2008) menjelaskan :

Absorptive capacity mencerminkan satu macam dari hubungan kemampuan individual yang dapat mempengaruhi kinerja dari individu dari pembelajaran dan pemakaian knowledge. “

Oleh karenanya, absorptive capacity seseorang ditentukan oleh knowledge yang dahulu telah dimilikinya. Individu-individu telah membentuk absorptive capacity-nya sendiri sebelum mereka terlibat dengan suatu aktivitas dari sharing knowledge. Antara individu yang satu dengan yang lainnya akan dapat berbeda level absorptive capacity-nya, hal tersebut antara lain dikarenakan adanya perbedaan kondisi seperti pengalaman profesional atau latar belakang pendidikan.

Untuk memiliki tingkat kapasitas penyerapan pengetahuan yang dibutuhkan tersebut, seorang perlu mengetahui berbagai jenis pengetahuan atau topik (aspek keluasan pengetahuan), dan juga perlu menguasai dengan mendalam suatu jenis pengetahuan tertentu (aspek kedalaman pengetahuan). Demikian pula dalam perannya sebagai penerima pengetahuan, ia perlu mengetahui berbagai


(27)

jenis pengetahuan walaupun hanya gambaran besarnya saja, untuk dapat menghubungkannya dengan pengetahuan yang ia kuasai saat ini.

2.1.2.2. Pengembangan Absorptive Capacity

Salah satu komponen adaam absorptive capacity adalah akuisisi. Akuisisi merupakan pengembangan atau penambahan pengetahuan dari berbagai sumber. Menurut Ismail Nawawi (2012:71), organisasi dapat memperoleh pengetahuan dari dalam organisasi yaitu :

1. Menyerap pengetahuan yang berasal dari anggota organisasi

2. Belajar dari pengalaman anggota organisasi maupun pengalaman organisasi itu sendiri

3. Menerapkan proses perubahan yang terus-menerus

Selain dari dalam organisasi, pengembangan pengetahuan pun dapat diperoleh dari luar organisasi melalui beberapa metoda, antara lain sebagai berikut,

1. Patok duga (baenchmarking) dari organisasi lain

2. Menghadiri kegiatan seminar, konferensi, lokakarya, dan lainnya 3. Menyewa konsultan

4. Mengikuti pelatihan dan pendidikan

5. Membaca berbagai materi hasil catakan, misalnya surat kabar, e-mail, dan berbagai terbitan jurnal


(28)

7. Pengamatan beragai kecenderungan persoalan ekonomi, social dan teknologi keterampilan tertentu

8. Berkolaborasi dengan organisasi lain, membangun aliansi berbagai kerja sama

Dalam upaya pengembangan pengetahuan, organisasi perlu memperhatikan hal yang berhubungan denga kebutuhan pengetahuan dalam oranisasi. Hal ini dilakukan agar dapat meminmalisir pengetahuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

2.1.3 Innovation Capability

2.1.3.1 Pengertian Innovation Capability

Untuk mencapai keunggulan bersaing terutama di pasar bebas, maka berbagai macam usaha akan ditempuh oleh perusahaan-perusahaan. Inovasi merupakan salah satu dari beragam cara yang digunakan oleh perusahaan untuk tetap eksis atau survive.

Inovasi berangkat dari ide. Berasal dari mana saja, karyawan, pemilik perusahaan, atau manajemen. Ketika karyawan meyakini bahwa mereka, dan pemilik perusahaan, memiliki hak kepemilikan ide, mereka dapat memilih untuk tetap memegang idenya dan tidak menyerahkannya kepada pemilik perusahaan (Hannah, 2004).

Inovasi diawali dengan ide kreatif. Ide kreatif ini tidak selalu harus berupa

upaya penemuan atau atau pencapaian sesuatu yang “besar” namun dapat juga


(29)

Menurut West (2000) inovasi adalah :

“Pengenalan cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal di tempat kerja. Inovasi tidak mengisyaratkan pembaharuan secara absolut dan perubahan bisa dipandang sebagai suatu inovasi jika perubahan tersebut dianggap baru bagi seseorang, kelompok, atau organisasi yang memperkenalkannya. Inovasi bisa bervariasi yaitu dari inovasi kecil sampai inovasi yang sangat penting. “

Carnegie dan Butlin (dalam Avanti Fontana, 2007) mendefinisikan inovasi:

“Sebagai sesuatu yang baru atau ditingkatkan yang dihasilkan oleh perusahaan guna menciptakan nilai tambah yang signifikan baik secara langsung atau tidak langsung yang memberi manfaat kepada perusahaan.”

Salah satu penentu utama inovasi adalah tantangan dalam lingkungan organisasi, karena organisasi inovasi memberi tekanan kuat pada kualitas, dan dukungan manajerial untuk inovasi dan sangat menentukan apabila seluruh individu ingin mengembangkan dan mengimplementasikan ide mengenai cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal. Mengembangkan inovasi di tempat kerja dimulai dengan mengembangkan kreativitas individu, sedangkan ide baru berasal dari motivasi, pemikiran, dan implementasi oleh individu di tempat kerja.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berinovasi (innovation capability) merupakan eksploitasi gagasan – gagasan baru yang diupayakan agar berhasil meraih sukses. Interaksi antara penggagas, pelaksana dan pengguna inovasi dapat menjadi sebuah mekanisme dinamis, terjadi transfer nilai (value) di antara elemen inovasi yang saling mengumpan maju (fedforward) dan mengumpan balik (fedback) Menurut


(30)

Terziovski (2007), kemampuan inovasi ini menyediakan potensi bagi munculnya inovasi yang efektif.

Lebih lanjut Lawson dan Samson (2001) menjelaskan tentang kemampuan inovasi :

“ Kemampuan inovasi dimaknai sebagai kemampuan untuk mentransformasikan secara berkelanjutan pengetahuan dan gagasan ke dalam berbagai bentuk proses, dan sistem yang baru, bagi keuntungan lembaga dan stakeholder.”

Kebutuhan untuk membentuk konsep kegiatan pembelajaran berfokus pasar sebagai kapabilitas perusahaan memenuhi kebutuhan pasar serta sekaligus sebagai daya-saing perusahaan. Kemampuan berinovasi juga sebagai kemampuan melakukan perubahan dari tingkat kebaharuan dan dari tingkat dampak perubahan.

Lawson dan Samson (2001) mengartikan kemampuan berinovasi :

“Sebagai kapabilitas integrsai pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan dan sumber daya utama perusahaan untuk merangsang inovasi.”

Inovasi bertujuan menciptakan nila-nilai baru. Inovasi juga dikatakan unik karena tiap proses didalamnya unik. Apabila definisi tersebut dikaitkan dengan kemampuan inovasi (innovation capability), dapat dikatakan bahwa pengertian innovation capability merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan ide-ide kreatif yang berguna bagi organisasi dan dapat berdampak pada keunggulan yang kompetitif.


(31)

Organisasi yag berhasil adalah organisasi yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dengan menerapkan strategi yang tepat untuk membangun keunggulan yang kompetitif.

Inovasi dapat dinilai dari besar kecilnya inovasi dan pengaruh yang mungkin ditimbulkan. Semakin besar inovasinya, maka semakin besar pula : perubahan, konflik, dan ancaman pada posisi masing-masing individu dalam organisasi.

Kemampuan dalam berinovasi merupakan proses yang terus menerus dan tidak pernah berakhir sebab selalu ada potensi pengembangan

2.1.3.2. Proses Penciptaan Inovasi

Daft (dalam Denny, 2006), memandang proses inovasi sebagai proses yang melibatkan lima tahap/unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Kebutuhan

Suatu kesenjangan kinerja dikenali dan alternatif inovasi dipertimbangkan.

2. Ide

Suatu ide cara kerja baru yang lebih baik diketengahkan. Ide ini kemudian disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Adopsi

Terjadi ketika para pembuat keputusan mendukung implementasi ide yang diajukan.


(32)

4. Implementasi

Terjadi ketika anggota organisasi mulai menggunakan ide, teknik, atau proses baru tersebut pada praktek, dalam pekerjaan mereka.

5. Sumber-sumber

Energi manusia dan kegiatan diperlukan untuk menghasilkan perubahan.

Sedangkan menurut Dennis (dalam Deri Elvira, 2007) proses penciptaan inovasi memerlukan empat tahap, yaitu:

Sumber: Deri Elvira, 2007

Gambar 2.2

Proses Penciptaan Inovasi Tahapan ini dimulai dari :

1. Pengajuan gagasan, yaitu mempunyai ide lebih dulu

2. Evaluasi adalah memilih gagasan-gagasan yang ingin ditindaklanjuti

4

3 2

1

Pengajuan gagasan (idea generation) Evaluasi

Pengembangan Implementasi


(33)

3. Pengembangan yaitu memperbaiki gagasan tersebut dari konsep menjadi realitas yang menghasilkan sesuatu

4. Implementasi yaitu mengupayakan gagasan tersebut

2.1.3.3. Meningkatkan Kemampuan Inovasi

Dalam era globalisasi persoalan-persoalan yang muncul harus diantisipasi dengan meningkatkan kemampuan inovasi diantaranya :

1. Teknologi merupakan kekuatan pendorong terhadap inovasi dan kesuksesan. Teknologi memang merupakan salah satu sumber inovasi, akan tetapi bukanlah satu-satunya.

2. Proyek yang besar akan lebih mengembangkan masalah inovasi daripada proyek kecil. Akan tetapi, dalam kenyataanya, mitos ini sudah tidak terpakai lagi. Pada zaman era globalisasi sekarang ini, semakin banyak perusahaan kecil cenderung membuat tim-tim kecil yang mempermudah para pegawainya untuk menelorkan gagasan-gagasan, ide-ide, dan sebagainya.

3. Spesifikasi teknis sebaiknya dipersiapkan secara lengkap. Akan tetapi kenyataannya sering menggunakan pendekatan dengan uji coba dan revisinya.

4. Inovasi harus direncanakan terlebih dahulu dan dapat diperkirakan. Tetapi kenyataannya tidak dapat diprediksi dan dapat dilakukan oleh setiap orang dalam melakukan inovasi .

5. Ada kreativitas yang tergantung pada mimpi-mimpi dan gagasan gagasan yang mengawang-ngawang. Akan tetapi, kenyataannya orang yang sangat


(34)

praktis mengambil peluang peluang yang tercecer dari realitas dan bukan impian.

2.1.3.4. Sumber Penerapan Kemampuan Inovasi

Dorongan untuk berinovasi merupakan alat yang sangat spesifik. Oleh karena itu, perusahaan harus memahami dan dapat mengembangkan inovasi-inovasi sebagai elemen utama. Sebagian besar gagasan inovasi-inovasi muncul lewat analisis metodologi peluang-peluang yang ada, baik yang terdapat di dalam, maupun di luar perusahaan.

Berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi sumber penerapan kemampuan inovasi (Howel dan Heggins,1990) sebagai berikut:

1. Kejadian yang tidak diharapkan

Ada dua hal yang sering muncul dalam usaha, yaitu kesuksesan dan kegagalan yang lahir begitu saja tanpa pernah diantisipasi dan diramalkan sebelumnya Kegagalan dan kegagalan biasanya tidak diharapkan, akan tetapi hal ini sama pentingnya karena bisnis sering mengabaikannya, bahkan membencinya. Kegagalan ini sebenarnya dapat menjadi sumber peluang inovasi. Hal inilah yangakan menjadi dasar kuat bagi perusahaan 2. Ketidakharmonisan

Peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan dapat menjadi sumber peluang yang mudah dan disederhanakan. Hal ini bisa terjadi karena ada jurang pemisah antara yang diharapkan dengan yang sebenarnya terjadi.


(35)

Hal ini dapat terjadi jika permintaan khusus. Untuk menciptakan inovasi tertentu, karena ada kebutuhan khusus.

4. Perubahan pada industri

Industri selalu berkembang berdasarkan perkembangan yang selalu berubah-ubah secara struktural, desain, dan definisi.

5. Perubahan demografi

Perubahan demografis merupakan sumber peluang inovasi yang paling handal di luar perusahaan. Di sini inovasi akan muncul karena adanya perubahan pada masyarakat tentang jumlah penduduk, umur, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, lokasi geografis, dan faktor-faktor lainnya.

6. Perubahan persepsi

Adanya sumber peluang inovasi, berbagai rupa keganjilan, dapat menjadi sumber peluang inovasi. Di sini inovasi akan muncul karena adanya perubahan interpretasi yang terjadi di masyarakat akan fakta-fakta yang ada dan konsep yang berlaku

7. Konsep pengetahuan dasar

Pengetahuan baru, apakah itu pengetahuan ilmiah, teknis atau social merupakan sumber peluang yang paling produktif. Di sini ada beberapa prinsip yang mendasari kreasi dan inovasi, serta Invensi. Invensi merupakan salah satu konsep pengetahuan dasar karena adanya hasil pemikiran baru.


(36)

2.1.4. Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil penelitian Perbedaan Persamaan

1. Tiurma K.F.P Gitanauli,

Ningky Sasanti Munir (Jornal of Management and Business Review, Vol. 7, No. 1, Januari 2010)

Pengaruh Knowledge

sharing dan Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability pada Direktorat Corporate Service dan

Direktorat Marketing di PT. Indosat TBk

Absorptive capacity berpengaruh signifikan terhadap innovation capability dan knowledge sharing bepengaruh secara signifikan terhadap absorptive capacity dan knowledge sharing berpengaruh signfikan terhadap absorptive capacity. Hubungan antara knowledge sharing dan innovation capability dimoderasi oleh absorptive capacity Menggunakan dua objek penelitian yaitu direktorat corporate service dan dirktorat marketing Terdapat kesamaan dalam variabel ini yaitu menggunakan knowledge sharing dan absorptive capacity terhadap innovation capability


(37)

2. Luciana Andrawina, Rajesri Govindaraju, T.M.A. Ari Samadhi and Iman Sudirman (Jurnal Teknik Industri Vol. 10 No. 2 Desember 2008 : 158 – 170.)

Hubungan antara Knowledge sharing Capability,

Absorptive Capacity dan Mekanisme Formal: Studi Kasus Industri Teknologi Informas dan Komunikasi di Indonesia

Knowledge sharing capability berpengaruh signifikan terhadap potential absorptive capacity, kemampuan perusahaan mengakuisisidan mengasimilasi berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mentransformasi dan mengeksplotasi pengetahuan. Penelitian ini menggunakan mekanisme formal sebagai variable dependen Terdapat kesamaan dalam variable independen knowledge sharing dan absorptive capacity

3. Hilmi Aulawi, Rajesri

Govindaraju,

Kadarsah Suryadi, dan Iman Sudirman (Jurnal teknik industri, Vol. 11, No.2, Desember 2009)

Hubungan

Knowledge sharing Behavior dan Individual Innovation Capability

(Jurnal Teknik Industri Vol. 11 No. 2 Desember 2009, pp 174 – 187.)

Knowledge sharing berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan inovasi individu.

Proses tacit Knowledge sharing yang dinilai paling efektif adalah yang dilakukan dalam bentuk informal. Penelitian yang ini hanya menggunakan dua variabel Menggunakan variabel independen knowledge sharing dan variabel dependen yaitu indivdual innovation capability

4. Lenny Martini, Jann

Hidajat Tjakraatmadja (Jurnal Manajemen Teknologi, Volume 10 Number 2 2011)

Berbagi Pengetahuan diInstitusi Akademik

Adanya hubungan pengaruh yang signifikan antara kekayaan saluran terhadap keinginan untuk berbagi

pengetahuan. Sementara hubungan antara

kekayaan saluran dengan kapasitas penyerapan pengetahuan serta hubungan antara kapasitas penyerapan pengetahuan dengan keinginan berbagi pengetahuan. Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel yaitu berbagi pengetahuan variabel independen yang diteliti adalah berbagi pengetahun

5. Suhitarini Soemarto Putri,

Togar Harapan Pangaribuan (Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009)

Knowledge

management system: Knowledge sharing culture di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

Portal KMS Dinas Sosial diharapkan mampu memfasilitasi tumbuh kembangnya budaya saling berbagi pengetahuan (share knowledge) sehingga dapat menciptakan pengetahuan baru yang kompetitif, decission support system, sarana penyampaian aspirasi dan penyimpanan dokumen elektronik.

Penelitian ini terfokus kepada system yang digunakan untuk penerapan budaya knowledge sharing Terdapat kesamaan yaitu knowledge sharing sebagai salah satu factor yang diteliti

6 Wesley M. Cohen and

Daniel A. Levinthal

Absorptive Capacity: A New Perspective

Focuses on the implications of

Penelitian ini menggunakan

Terdapat kesamaan yaitu


(38)

(Administrative Science Quarterly, Vol. 35, No. 1, Special Issue:

Technology, Organizations, and Innovation. (Mar., 1990), pp. 128-152.)

on Learning and Innovation

absorptive

capacity for the analysis of other related

innovative

activities, including basic research, the adoption and diffusion

of innovations, and decisions to participate in cooperative

R&D ventures..

satu vaiabel yaitu Absoptive Capacity dalam peneitian ini menggunakan absorptive capacity sebagai focus dalam penelitian

7. Eliada Herwiyanti Pengaruh Extrinsic

Motivation,

Absorptive Capacity, Dan Channel Richness Terhadap Sikap Individu Atas Perilaku Sharing Knowledge

Hasil uji beda dengan mempertimbangkan pengaruh gender ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan untuk variabel extrinsic motivation, absorptive capacity, dan sharing knowledge, hanya variabel channel richness

Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari tiga variabel independen yaitu Extrinsic Motivation, Absorptive Capacity, Channel Richness dan satu variabel dependen yaitu Sharing Knowledge Kesamaan terdapat pada variabel independen dua yang diteliti yaitu absortive capacity

8. Shu-Hsien. Liao,

Chi-Chuan. Wu, Da-Chian. Hu, and Guang An. Tsuei (International Journal of Human and Social Sciences 5:12 2010)

Knowledge Acquisition, Absorptive Capacity, and Innovation Capability: An Empirical Study of Taiwan's Knowledge-Intensive Industries

Indicate that absorptive capacity is the mediator between knowledge acquisition and innovation capability, and that knowledge acquisition

has a positive effect on absorptive capacity. Penelitian ini menggunakan knowledge acquisition sebagai variabel independen pertama Kesamaannya menggunakan variabel independen dua yaitu absorptive capacity dan variabel dependen innovation capability sebagai bahasannya

2.2 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan majunya suatu perusahaan, maka apabila perusahan ingin terus konsisten dan terus bisa tetap berkelanjutan serta mampu bersaing maka perusahaan harus bisa menghasilkan karyawan yang selalu mencptakan inovasi, hal ini yang meupakan faktor kunci bagi suatu perusahaan untuk dapat bertahan


(39)

dalam persaingan yang ketat. Salah satu upaya yang dipandang efektif dalam meningatkan kemampuan inovasi karyawan adalah melalui pengembangan aktivitas knowledge sharing, karena melalui aktivitas tersebut knowledge dapat disebarkan, diimplementasikan dan dikembangkan.

Melalui knowledge sharing terjadi peningkatan value dari knowledge yang dimiiki oleh perusahaan. Seseorang melakukan knowledge sharing tidak akan kehilangan knowledge yang dimilikinya, tetapi justru melipat gandakan nilai dari knowledge tersebut, apabila sudah dimiliki, dapat dimanfaatkan oleh banyak orang (Tobing dalamIsmail Nawawi, 2012).

Berbagi informasi dan sumber daya juga akan meningkatkan penerimaan ide-ide baru dan inovasi dalam perusahaan. Begitupula Keterbukaan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan akan memfasilitasi komitmen manajer untuk inovasi.

Knowledge sharing dapat merangsang individu untuk berfikir lebih kritis dan kreatif sehingga dapat menghasilkan knowledge baru yang berguna bagi perusahaan dan menciptakan innovation capability melalui absortive capability.

Absorptive capacity memainkan peranan penting dalam memperbaharui pengetahuan dasar perusahaan dan keahlian yang diperlukan untuk bersaing dalam pasar yang dinamis. Perusahaan-perusahaan yang fleksibel dalam menggunakan sumber daya dan kapabilitasnya dapat mengkonfigurasikan kembali sumber daya dasar yang mereka miliki untuk memperoleh keuntungan dari kesempatan strategis yang muncul. Terdapat faktor internal perusahaan yang mempengaruhi kemampuan perusahaan menyerap pengetahuan.


(40)

2.2.1 Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Absorptive Capacity

Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Liao et al (dalam Luciana et al, 2008), Knowledge sharing berpengaruh terhadap absorptive capacity para karyawan. Melalui knowledge sharing akan membentuk potensi besar terhadap stock knowledge yang dimiliki oleh karyawan untuk bersinergi membentuk pemahaman baru. Proses knowledge sharing dianalogikan dengan transmisi pengiriman pesan pada proses komunikasi, yaitu dari pengirim kepada penerima. Pengetahuan saat ini dipandang sebagai sumber daya strategis yang penting bagi perusahaan untk dapat memiliki keungglan bersaing. Kesuksesan perusahaan menghasilkan keunggulan bersaing tergantung pada kemampuan perusahaan mengakuisisi dan mengasimilasi pengetahuan dan mentrasformasi dan mengeksploitasi pengetahuan.

Kapasitas penyerapan pengetahuan pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu dan dihipotesiskan berperan dalam proses berbagi pengetahuan, baik dalam peran individu tersebut sebagai contributor maupun sebagai penerima pengetahuan. Sebagai kontributor pengetahuan, individu perlu memiliki kapasitas penyerapan pengetahuan sampai tingkat tertentu untuk membuat ia dapat menghubungkan pengetahuan yang akan ia bagikan sesuai dengan konteks penerima sehingga penerima yang juga memiliki kapasitas penyerapan pengetahuan pada tingkat tertentu dapat melihat manfaat dari pengetahuan baru yang ia terima untuk dirinya sebagai sumber inovasi atau solusi dari permasalahan yang dihadapi, sehingga penerima pengetahuan berkeinginan untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas berbagi pengetahuan (Lenny dan Jann, 2011)


(41)

Pengetahuan akan memberi peran terhadap absorptive capacity apabila terjadi aktivitas saling bertukar atau berbagi pengetahuan diantara karyawannya. Untuk mengelola pengetahuan yang ada dibutuhkan kegiatan yang dapat menfasilitasi hal tersebut, yaitu dengan knowledge sharing (Tiurma dan Nungki, 2010).

Selanjutnya Ismail Nawawi (2012:87) juga menyatakan bahwa Transfer pengetahuan atau knowledge sharing pada dasarnya mencakup dua tindakan, yaitu pengirima atau memberikan pengetahuan kepada penerima yang potensial (transmisi) dan penyerapan oleh seseorang atau kelompok (absorptive).

2.2.2. Pengaruh Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability

Seseorang yang memiliki dasar pengetahuan yang beragam dapat semakin mudah menghubungkanpengetahuan yang ingin ia bagikan dengan konteks penerima, dan ia juga akan semakin mudahmenghubungkan pengetahuan baru yang ia terima dengan pengetahuan yang menjadi keahliannyaatau pengetahuan lain yang ia telah miliki sebelumnya sehingga selain aspek keluasan ataukeberagaman dan kedalaman pengetahuan, kapasitas berbagi pengetahuan juga ditentukan olehusaha seseorang dalam menambah pengetahuannya, misalnya untuk akademisi dengan menghadirikonferensi, melakukan penelitian, menulis jurnal, artikel, buku dan lainnya. Seluruh usaha ini akan menambah pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu, baik itu dalam keahliannnya maupun diluar keahliannya dan pada prinsipnya dapat meningkatkan kapasitas penyerapan


(42)

pengetahuan. memanfaatkan gabungan pengetahuan tersebut untuk solusi masalah atau melahirkan inovasi (Lenny dan Jann, 2011).

Keterkaitan antara Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability ini dikemukakan juga oleh Tiurma dan Nungki (2010:67), absorptive capacity akan menghasilkan innovation capability apabila perusahaan mampu mengeksploitasi external knowledge yang dimiliki para individunya. Pernyataan ini dikuatkan dengan hasil penelitiannya yaitu, absorptive capacity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap innovation capability sebesar 121% sehingga absorptive capacity memiliki pengaruh yang positif terhadap innovation capability. Berdasarkan hasil persamaan model struktural oleh Model 2, absorptive capacity memiliki pengaruh signifikan terhadap innovation capabilitysebesar 118,81&%.”

2.2.3. Pengaruh Knowledge sharing terhadap Innovation Capability

Melalui Absorptive Capacity

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiurma dan Nungky (2010:59). Absorptive capacity berpengaruh signifikan terhadap innovation capability, dan knowledge sharing berpengaruh signifikan terhadap absorptive capacity. Hubungan knowledge sharing dan innovation capability dimediasi oleh absorptive capacity. Absorptive capacity merupakan mediator (perantara) antara aktivitas knowledge sharing dengan innovation capability.

Proses berbagi pengetahuan menjadi media dalam menciptakan semangat untuk berinovasi dengan mentransfer pengetahuan antara individu-individu untuk meningkatkan kompetensi individu dalam membuat inovasi bermanfaat dalam mendukung penciptaan nilai perusahaan (Marr dkk., 2009). Proses memberi dan


(43)

menerima, meningkatkan, dan melakukan inovasi setiap individu akhirnya akan mempengaruhi peningkatan kemampuan inovasi perusahaan (Plessis, 2007)

Kemampuan perusahaan untuk mentransformasi dan mengeksploitasi pengetahuan dapat menentukan tingkat inovasi organisasi, seperti lebih cepat pemecahan masalah kemampuan dan reaksi cepat ditingkatkan untuk informasi baru. Banyak menekankan pentingnya berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan inovasi (Liebowitz, 2002; Lin, 2006). Kegiatan sharing yang dilakukan oleh anggota organisasi dapat peningkatan kemampuan inovasi organisasi.

Dengan melihat hasil penelitian terdahulu dalam tabel yang diatas, maka didapat paradigma penelitian. Hubungan di antara variabel-variabel tersebut ditunjukkan pada gambar berikut ini

2.3 Hipotesis

Tiurma dan Nungky (2010:59)

KNOWLEDGE SHARING (X)

1. Peranan kepimpinan

2. Iklim kepercayaan dan

ketebukaan

3. Penghargaan terhadap

knowledge, pembelajaran dan inovasi

Tobing (dalam Ismail Nawawi, 2012:169)

ABSORPTIVE CAPACITY

(Y)

1. Employees ability

2. Employees motivation

Zahra and George (2002),

INNOVATION CAPABILITY

(Z)

1. Kreativitas dan

Manajemen gagasan

2. Manajemen Teknologi

3. Individu/ Kelompok

4. Iklim Inovasi dan Visi

5. Proses Belajar Interaktif

Terziovski; 2007,Susanti; 2010, James Brian Quinn; 2004 Lenny dan Jann, 2011 Tiurma dan Nungky (2010:67) Gambar 2.3 Paradigma Penelitian


(44)

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dibutuhkan suatu pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel independent terhadap variabel dependent.

Hipotesis adalah jawaban sementara yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.

Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 = Knowledge sharing pada PT. Mitra Rajawali Banjaran cukup baik

H2= Innovation Capability pada PT. Mitra Rajawali Banjaran cukup baik

H3= Absorptive Capacity pada PT. Mitra Rajawali Banjaran cukup baik

H4= Knowledge sharing berpengaruh terhadap Absorptive Capacity

pada PT. Mitra Rajawali Banjaran

H5 = Absorptive Capacity berpengaruh terhadap Innovation Capability

pada PT. MitraRajawali Banjaran

H6 = Knowledge sharing berpengaruh secara langsung dan tidak langsung

terhadap Innovation Capability melalui Absorptive Capacity pada PT. Mitra Rajawali Banjaran


(45)

136 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai knowledge sharing erhadap innovation capability melalui absorptive capacity, maka pada bagian akhir ari penelitian ini penulis menarik simpulan, sekaligus memberikan saran sebagai berikut.

1. Hasil penilaian Knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam klasifikasi baik atau tinggi, berarti secara keseluruhan knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran telah berjalan dengan baik.

2. Absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam klasifikasi sedang. Pada dasarnya responden atau karyawan sudah memiliki kemampuan dalam menyerap pengetahuan dengan baik berdasarkan kemampuan karyawan dalam menerima dan mencerna instruksi yang diberiakan baik oleh pimpinan maupun rekan kerjanya.. 3. Innovation capability pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam

klasifikasi baik atau tinggi

4. Knowledge sharing memberikan pengaruh terhadap absorptive capacity dengan kategori rendah. Artinya knowledge sharing tidak memberikan kontribusi yang dominan, hal ini disebabkan lebih banyaknya kontribusi dari faktor lain yang mempengaruhi absorptive capacity.


(46)

5. Absorptive capacity memberikan pengaruh terhadap innovation capability dengan kategori sedang, artinya absorptive capacity dapat mempengaruhi innovation capability, namun kontribusi yang diberikan tidak terlalu dominan, hal ini disebabkan lebih banyaknya kontribusi yang diberikan dari faktor lain.

6. Besarnya pengaruh knowledge sharing secara langsung dan tidak langsung terhadap innovation capability melalui absorptive capacity lebih didominasi oleh pengaruh tidak langsung. Hal ini disebabkan lebih banyaknya faktor lain yang memberikan kontribusi

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka selanjutnya penulis memberikan saran-saran yang dapat berguna mengenai knowledge sharing terhadap innovation capability melalui absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran yaitu sebagai berikut ;

1. Knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran dapat dikatakan baik. namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan lebih lanjut seperti, melakukan pertemuan rutin antara karyawan dan pimpinan agar terciptanya berbagi pengetahuan yang efektif dan bersinerji dapat dilakukan dengan cara membentuk community of practice (COP) untuk menciptakan pendekatan dan menghubungkan satu sama lain.

2. Absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran sudah dapat dikatakan bai. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah evaluasi secara menyeluruh dalam rangka peningkatan kemampuan yang dimiliki oleh


(47)

karyawan melalui pelatihan dan pendidikan yang dilakukan secara continue.

3. Innovation capability pada PT Mitra Rajawali Banjaran sudah dapat dikatakan baik, hanya perlu peningkatan pada sarana dan prasaran dalam kaitannya dengan teknologi guna peningkatan kemampuan dalam berinovasi baik yang dibutuhkan karyawan khususnya maupun perusahaan secara umumnya.

4. Pengaruh Knowledge sharing terhadap absorptive capacity berada pada kategori rendah, maka baiknya disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut lagi terutama dalam menciptakan mekanisme yang efetif agar pengetahuan dapat diakses oleh seluruh karyawan melalui knowedge sharing (berbagi pengetahuan) baik antar karyawan maupun dengan pimpinan, sehingga melalui mekanisme tersebut diharapkan akan menambah penyerapan pengetahuan karyawan.selain itu, karena pengaruhnya rendah maka knowledge sharing terhadap absorptive capacity dapat diabaikan.

5. Absorptive capacity juga memberikan pengaruh terhadap innovation capability dengan kategori sedang, sehingga upaya peningkatannya dengan melakukan pengembangan dan penyempurnaan dalam analisis pengembangan kemempuan berinovasi. Membangun professional networking dengan expert guna melakukan pemutakhiran dan evaluasi pengetahuan agar tetap seusai dengan perkembangan kemampuan dalam berinovasi, dan kebutuhan operasional.


(48)

6. Knowledge sharing secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap innovation capability dan faktor lain, melalui absorptive capacity, hal ini menunjukan knowledge sharing akan berpengaruh terhadap innovation capability apabila absorptive capacity karyawan sudah baik. Maka dengan demikian perlu adanya dokumentasi pengetahuan yang diperoleh baik dari internal maupun eksternal perusahaan yang selanjutnya didistribusikan ke unit atau personil yang membutuhkan guna menambah pengetahuan yang akan diserap oleh karyawan. Selain itu menyediakan fasilitator utuk setiap forum yang telah diprogramkan untuk menciptakan berbagi pengetahuan antar personal. Menyediakan akses informasi seluas-luasnya guna memudahkan personil dalam meningkatkan kemampuannya dalam berinovasi.


(49)

Universitas Komputer Indonesia

Abstract

Knowledge sharing is a process where individuals mutually exchanging knowledge and experience they have. Absorptive Capacity is the reason the company to invest in research and development. Innovation Capability is required for fresh ideas will continue to be born in a company and be very much in line with the increase of knowledge, including learning from the experience level of the resulting innovations will increase. The purpose of this study was to analyze the Knowledge Sharing Innovation Capability through Absorptive Capacity at PT Mitra Rajawali Banjaran.

The method used is descriptive method with a quantitative approach. Total 55 samples were taken using a stratified random sampling technique from 120 populations. The unit of analysis in this study were employees at PT Mitra Rajawali Banjaran.

Results of path analysis concluded that significant Knowledge Sharing on Innovation Capability Through Absorptive Capacity, with the greatest degree of influence is Absorptive Capacity on Innovation Capability.


(50)

disepakatinya perjanjian tersebut maka perusahaan tidak akan bisa melepaskan diri dari pengaruh globalisasi yang melanda dunia dengan segala sisi positif maupun negatifnya.

Globalisasi menyebabkan kehidupan perusahaan akan berubah menjadi lebih dinamis dan penuh tantangan, cepat berubah bahkan penuh ketidakpastian. Dampak globalisasi menuntut setiap perusahaan di belahan dunia manapun berusaha untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi guna menjadi perusahaan yang tetap diperhitungkan meski dalam gempuran perubahan zaman.

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat karena perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia, maka setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang tinggi agar organisasi dapat bertahan dalam gempuran globalisasi. Tentunya setiap organisasi memiliki tujuan yang hendak dicapai, yang dimana tujuan tersebut diraih dengan dukungan dari elemen-elemen yang berada dalam organisasi tersebut. Meskipun demikian salah satu elemen-elemen yang dapat menunjukan keunggulan potensial adalah sumber daya manusia. Keberadaan manusia dalam keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja didalamnya. Dalam pandangan terhadap manusia, tujuan dalam suatu organisasi tidak mungkin terwujud, tanpa peran aktif manusia bagaimana pun canggihnya alat-alat yang dimiliki sebuah perusahaan. Alat-alat canggih yang dimiliki sebuah perusahaan tidak ada manfaatnya bagi sebuah perusahaan, jika peran aktif manusia tidak diikutsertakan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Kenyataan bahwa sumber daya manusia menjadi pusat perhatian perusahaan untuk diarahkan mencapai human resources champions. Karena itu, maka fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tidak lagi berjalan sendiri-sendiri akan tetapi harus bersinerji satu sama lain.

Pada dasarnya penciptaan pengetahuan berasal dari individu. Pengetahuan yang terdapat dalam organisasi adalah hasil kreasi dari orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut. Penciptaan pengetahuan dilakukan dengan merancang kerangkanya yang diawali dari data, informasi, dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sedangkan fungsi organisasi sendiri dalam penciptaan pengetahuan adalah memberikan dukungan kepada individu yang ada di dalam organisasi.


(51)

rintangan yang akan dihadapi baik oleh organisasi maupun karyawannya sendiri.

Pengelolaan pengetahuan melalui knowledge sharing menjadi kebutuhan yang mutlak bagi perusahaan, karena perusahaan yang memiliki kemampuan menyerap pengetahuan akan mampu mengelola dan mengeksploitasi pengetahuan pada sumber dayanya akan menghasilkan keunggulan kompetitif yang berdampak pada eksistensi perusahaan ditengah iklim persaingan yang semakin memanas.

Kemampuan dalam menyerap pengetahuan (absorptive capacity) disebutkan sebagai alasan perusahaan untuk berinvestasi di bidang riset dan pengembangan. Pengembangan dan riset ini akan mengetahui sejauhmana perusahaan mampu mengelola pengetahuannya dengan melihat kreativitas dan inovasi yang dihasilkan (Tiurma, Ningky 2010:61). Kemampuan untuk mengevaluasi dan memanfatkan pengetahuan yang berasal dari luar dengan lebih baik akan membuka pola pikir individu dan organisasi untuk selalu berkembang menciptakan kreasi dan inovasi guna menjadi pemenang dalam persaingan yang semakin ketat ini.

Kemampuan berinovasi (Innovation Capability) diperlukan karena ide-ide segar akan terus lahir di sebuah perusahaan dan menjadi sangat banyak seiring dengan meningkatnya pengetahuan termasuk belajar dari pengalaman maka tingkat inovasi yang dihasilkan pun akan meningkat, dimana dari hasil pengelolaan pengetahuan akan menghasilkan beragam ide-ide baru.


(52)

2. Artika gold 3. U – Save 4. Artika

Long Love 5. Andalan 6. Sutra

Syringe 2. Butterfly Needle 3. Urine Bag 4. I.V Catheter 5. Surgical

Gloves

Menurut Tobing (2007) pengembangan knowledge sharing harus mempertimbangkan elemen-elemen dari knowledge sharing, seperti peserta (karyawan), contributor, media dan tersedianya orang yag memfasilitasi knowledge sharing itu sendiri. Semua elemen tersebut diintegrasikan oleh trust (kepercayaan). Tanpa rasa percaya antar karyawan maka proses knowledge sharing yang sedang dilakukan oleh organisasi akan terhambat

Knowledge sharing mencakup dua tindakan yaitu pengirim atau memberikan pengetahuan kepada penerimanya yang potensial dan kemampuan penyerapan oleh seseorang atau kelompok (absorptive capacity). Pengetahuan memberikan satu kemampuan untuk memperoleh informasi baru.

Henry fayol (dalam Sahrir Bachrudin, 2013) menyatakan dengan penempatan kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan dengan efektif berdasarkan prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (theright man in the right place). Menurut Zahra dan George (dalam Tiurma dan Nungky, 2010), Absorptive capacity mengklasifikasikan dua dimensi yaitu potential absorptive capacity dan realized absorptive capacity. Potential absorptive capacity merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu berdasarkan pengalaman, keahlian dan latar belakang pendidikan. Maka apabila karyawan ditempatkan pada posisi yang tiak sesuai dengan keahlian atau kemampuan yang dimiliki (potential absorptive capacity) maka akan terjadi ketimpangan dalam melaksanakan pekerjaannya.


(53)

melalui knowledge sharing (berbagi pengetahuan) untuk dapat diseberluaskan dan diaplikasikan dalam organisasi secara maksimal, sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga organisasi mau berinovasi dan mampu untuk bersaing.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, membahas dan menganalisa berdasarkan teori-teori yang ada. Maka untuk melakukan penelitian ini penulis mengambil judul : Pengaruh Knowledge Sharing

Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity Pada PT. Mitra Rajawali Banjaran.”

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka

Knowledge sharing baik yang bersifat spontan, terstruktu maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan organisasi. Knowledge sharing merupakan salah satu aktivitas dalam knowledge management Sebuah organisasi seyogyanya mengembangkan tenaga kerja untuk mengelola dan menyusun pengetahuan yang dimilikinya.

Pengombinasian atau pengintegrasian pengetahuan akan mengurangi pengetahuan yag terlalu berlebihan dan tidak terkoordinasi, meningkatkan gambaran pengetahuan dengan konsisten, serta akan menngkatkan efisiensi dengan mengurangi volume yang berlebihan.

Perbedaan pengetahuan dari berbagai macam individu semestinya diintegrasikan untk memaksiamalkan efisiensi. Oleh karena itu tugas utama organisasi adalah mengintegrasikan pengeahuan khusus dari induvidu-individu yang berbeda melalui knowledge sharing.

Terdapat beberapa pengertian knowledge sharing yang disampaikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :

1. Lin, 2007

Berbagi pengetahuan dapat didefinisikan sebagai budaya interaksi sosial yang melibatkan mentransfer pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan antara anggota organisasi. Semua jenis berbagi pengetahuan dapat terjadi di kedua tingkat, individu (anggota organisasi) dan organisasi itu sendiri. Pada tingkat individu, berbagi pengetahuan adalah kegiatan komunikasi untuk semua rekan kerja untuk saling membantu untuk mendapatkan


(54)

Knowlege sharing dapat dipahami sebagai perilaku dimana seseorang secara sukarela menyediakan akses terhadap orang lain mengenai knowledge dan pengalamannya.

3. Hoof dan Ridder (2004)

Knowledge sharing merupakan proses dimana individu saling mempertuarkan pengetahuan mereka (tacit knowledge dan eksplisit knowedge)

4. Liebowitz, O’Dell dan Grayson, Song (2008).

Knowledge sharing adalah pengumpulan dari semua knowledge yang ada dari kelompok, tim, divisi dan unit bisnis, dengan tujuan untuk menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Knowledge sharing merupakan pendekatan yang efektif untuk mencapai keuntungan kompetitif yang diperoleh dari pemeliharaan organsisasi.

5. Bock dan Kim, 2002a; Bock dan Kim, 2002b (dalam Hilmi A., et al. 2009)

Secara konseptual knowledge sharing dapat didefinisikan sebagai tingkatan sejauh mana seseorang secara aktual

6. Van den Hoof dan Van Wenen (dalam Tiurma dan Nungki, 2010)

Knowledge sharing sebagai aktivitas para individu saling bertukar intellectual capital persons. Selain itu Hoof menjelaskan bahwa knowledge sharing adalah proses dimana para individu saling mempertukarkan pengetahuan mereka.

7. Szulanski (dalam Luciana 2008)

Defined knowledge sharing as the exchange or transfer process of facts, opinions, ideas, theories, principles and models within and between organizations including trial and error, feedback and mutual adjustment of both the sender and receiver of knowledge.

8. Worldbank (2008)

Berbagi pengetahuan sebagai proses menyerap pengetahuan dari penelitian dan pengalaman secara sistematis, mengelola dan menyimpan pengetahuan dan informasi untuk kemudahan akses dan memindahkan atau diseminasi pengetahuan, termasuk dalam perpindahan dua arah.


(55)

karakteristik organisasi yang unik bagi perusahaan pesaingnya dan selanjutnya dapat meningkatkan kinerja.

Absorptive capacity memiliki peranan penting dalam memperbaharui pengetahuan dasar perusahaan dan keahlian yang diperlukan untuk bersaing. Perusahaan yang fleksibel dalam menggunakan sumber daya dan kapabilitasnya dapat mengkonfigurasikan kembali sumber daya dasar yang mereka miliki untuk memperoleh keuntungan dari kesempatan strategis yang muncul.

Cohen dan Levinthal (dalam Tiurma dan Nungki, 2010), absorprive capacity adalah organizational capacity to treat and learn from external knowledge – crirical for innovation.

Selanjutnya dijelaskan kembali oleh Cohen dan Levinthal (dalam Eliada, 2008), absorptive capacity seseorang adalah kemampuan yang bukan hanya ditujukan untuk memperoleh dan mengasimilasi tapi juga untuk menggunakan knowledge.

Kemampuan seorang individu untuk mengevaluasi dan memanfatkan knowledge yang berasal dari luar dengan lebih baik merupakan tingkatan fungsi dari knowledge terdahulu yang saling berhubungan.

Knowledge terdahulu yang saling berhubungan ini memberikan suatu kemampuan untuk mengenali nilai knowledge baru dan untuk mengasimilasi dan menerapkan pengaturan baru. Secara spesifik, knowledge terdahulu tersebut dapat mencakup keahlian dasar, pembagian bahasa, atau knowledge apapun dari perkembangan teknologi atau perkembangan ilmiah yang paling terbaru pada bidang yang berkaitan.

Kwok dan Gao (dalam Lenny, 2011) meyakini bahwa individu membutuhkan absorptive capacity sampai tingkatan tertentu sebelum memiliki keinginan untuk bersikap mendukung perilaku berbagi pengetahuan.

Duro Kutlaca (2008), Absorptive capacity is the ability to absorb new knowledge and adapt imported technologies.

Kapasitas penyerapan pengetahuan didefinisikan sebagai efektifitas kapasitas penyerapan pengetahuan, kemampuan untuk mengenali manfaat dari pengetahuan baru yang berasal dari luar dirinya, mengasosiasikannya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, dan memanfaatkan gabungan pengetahuan tersebut untuk mencari solusi


(1)

2) Pengaruh tidak langsung absorptive capacity terhadap innovation capability = (Pzy) x (rxy) x (Pyx) = (0,489) x (0,287) x (0,586) = 0,082 (8,2%)

Jadi pengaruh total absorptive capacity terhadap innovation capability adalah sebesar 23,4 % + 8,2% = 31,6% dengan arah positif. Artinya semakin baik absorptive capacity akan mningkatkan innovation capability pada PT Mitra Rajawali Banjaran.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan pengaruh langsung absorptive capacity terhadap innovation capability sebesar 23,4% artinya absorptive capacity terhadap innovation capability didominasi oleh pengaruh langsung. Dengan demikian maka perusahan dapat mengabaikan factor lain diluar absorptive capacity dan innovation capability. Selain itu guna meningkatkan innovation capability maka sebaiknya perusahaan lebih meningkatkan absorptive capacity.

3) Pengujian Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity Tabel 4.4

Koefisien Determinasi Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity

Jadi dari hasil penelitian ini diketahui bahwa knowledge sharing memberikan pengaruh sebesar 0,486 atau 48,6% terhadap innovation capability dengan katergori sedang artinya knowledge sharing dapat mempengaruhi innovation capability namun memberikan kontribusi yang tidak terlalu dominan, hal ini disebabkan lebih banyaknya kontribusi dari faktor lain yaitu sebesar 0,514 atau 51,4% diluar knowledge sharing. Hal ini didukung oleh Hilmi A et al (2009), beberapa peneliti telah menggunakan intermediate outcome dalam peningkatan innovation capability. Secara visual jalur dari variabel absorptive capacity terhadap. Secara visual jalur dari variabel Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity dapat dilihat pada gambar berikut.


(2)

PZX = 0,287

Gambar 4.11

Diagram Koefisien Jalur Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity Melalui diagram jaur tesebut selanjutnya dihitung besar pengaruh masing-masing ariabel sebagai berikut : 1) Pengaruh langsung Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity adalah

= (Pzx)² = (0,287) x (0,287) = 0,0822 (8,22%)

2) Pengaruh tidak langsung Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity adalah

= (Pzx) x (ryx) x (Pzy) = (0,287) x (0,586) x (0,489) = 0,0823 (8,23%)

Jadi pengaruh total Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran adalah sebesar 8,22 % + 8,23% = 16,45%, dengan arah positif.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity dipengaruhi oleh pengaruh langsung sebesar 8,22% dan tidak langsung sebesar 8,23%. Artinya untuk meningkatkan Knowledge Sharing Terhadap Innovation Capability Melalui Absorptive Capacity maka perusahaan harus memperhatikan pengaruh langsung yaitu dengan peningkatan dalam knowledge sharing melalui absorptive capacity yang nantinya akan meningkatkan terhadap innovation capability. Selain pengaruh langsung, perusahaan pun sebaiknya memperhatikan pengaruh tidak langsung yaitu factor lain diluar knowledge sharing tujuannya adalah sama yaitu peningkatan innovation capability.

 = 0,514

Y

Z

X


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai knowledge sharing erhadap innovation capability melalui absorptive capacity, maka pada bagian akhir ari penelitian ini penulis menarik simpulan, sekaligus memberikan saran sebagai berikut.

1. Hasil penilaian Knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam klasifikasi baik atau tinggi, berarti secara keseluruhan knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran telah berjalan dengan baik.

2. Absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam klasifikasi sedang. Pada dasarnya responden atau karyawan sudah memiliki kemampuan dalam menyerap pengetahuan dengan baik berdasarkan kemampuan karyawan dalam menerima dan mencerna instruksi yang diberiakan baik oleh pimpinan maupun rekan kerjanya.

3. Innovation capability pada PT Mitra Rajawali Banjaran termasuk dalam klasifikasi baik atau tinggi.

4. Knowledge sharing memberikan pengaruh terhadap absorptive capacity dengan kategori rendah. Artinya knowledge sharing tidak memberikan kontribusi yang dominan, hal ini disebabkan lebih banyaknya kontribusi dari faktor lain yang mempengaruhi absorptive capacity.

5. Absorptive capacity memberikan pengaruh terhadap innovation capability dengan kategori sedang, artinya absorptive capacity dapat mempengaruhi innovation capability, namun kontribusi yang diberikan tidak terlalu dominan, hal ini disebabkan lebih banyaknya kontribusi yang diberikan dari faktor lain.

6. Besarnya pengaruh knowledge sharing secara langsung dan tidak langsung terhadap innovation capability melalui absorptive capacity lebih didominasi oleh pengaruh tidak langsung. Hal ini disebabkan lebih banyaknya faktor lain yang memberikan kontribusi.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka selanjutnya penulis memberikan saran-saran yang dapat berguna mengenai knowledge sharing terhadap innovation capability melalui absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran yaitu sebagai berikut ;

1. Knowledge sharing pada PT Mitra Rajawali Banjaran dapat dikatakan baik. namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan lebih lanjut seperti, melakukan pertemuan rutin antara karyawan dan pimpinan agar terciptanya berbagi pengetahuan yang efektif dan bersinerji.


(4)

2. Absorptive capacity pada PT Mitra Rajawali Banjaran sudah dapat dikatakan baik. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah evaluasi secara menyeluruh dalam rangka peningkatan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan melalui pelatihan dan pendidikan yang dilakukan secara continue.

3. Innovation capability pada PT Mitra Rajawali Banjaran sudah dapat dikatakan baik, hanya perlu peningkatan pada sarana dan prasaran dalam kaitannya dengan teknologi guna peningkatan kemampuan dalam berinovasi baik yang dibutuhkan karyawan khususnya maupun perusahaan secara umumnya

4. Pengaruh Knowledge sharing terhadap absorptive capacity berada pada kategori rendah, maka baiknya karena pengaruhnya rendah maka knowledge sharing terhadap absorptive capacity dapat diabaikan.

5. Absorptive capacity juga memberikan pengaruh terhadap innovation capability dengan kategori sedang, sehingga upaya peningkatannya dengan melakukan pengembangan dan penyempurnaan dalam analisis pengembangan kemempuan berinovasi. Membangun professional networking dengan expert guna melakukan pemutakhiran dan evaluasi pengetahuan agar tetap seusai dengan perkembangan kemampuan dalam berinovasi, dan kebutuhan operasional.

6. Knowledge sharing secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap innovation capability dan faktor lain, melalui absorptive capacity, hal ini menunjukan knowledge sharing akan berpengaruh terhadap innovation capability apabila absorptive capacity karyawan sudah baik. Maka dengan demikian perlu adanya dokumentasi pengetahuan yang diperoleh baik dari internal maupun eksternal perusahaan yang selanjutnya didistribusikan ke unit atau personil yang membutuhkan guna menambah pengetahuan yang akan diserap oleh karyawan. Selain itu menyediakan fasilitator utuk setiap forum yang telah diprogramkan untuk menciptakan berbagi pengetahuan antar personal. Menyediakan akses informasi seluas-luasnya guna memudahkan personil dalam meningkatkan kemampuannya dalam berinovasi.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Andrawina, Luciana., Rajesri Govindaraju., TMA Ari Samadhi., dan Iman Sudirman.

(2008). Hubungan Antara Knowledge Sharing Capability, Absorptive Capacity Dan Mekanisme Formal: Studi Kasus Industri Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Indonesia. Jurnal Teknik Industri Vol. 10, No. 2, Desember 2008: 158-170.

Aulawi, Hilmi., Rajesri Govindaraju.,Kadarsah Suryadi., dan Iman Sudirman. (2009).

Hubungan Knowledge Sharing Behavior Dan Individual Innovation Capability. Jurnal Teknik Industri, Vol. 11, No. 2, Desember 2009, Pp. 174-187, Issn 1411-2485.


(5)

Cohen, Wesley M.and Daniel A. Levinthal. (1990). Absorptive Capacity: A New

Perspective on Learning and Innovation. Administrative Science Quarterly, Vol. 35, No. 1, Special Issue: Technology, Organizations, and Innovation. (Mar., 1990), pp. 128-152.

Cummings, Jeffrey. (2003). Knowledge Sharing: A Review Of The Literature. The World Bank Operations Evaluation Department.

Firdanianty dan Sholeh, Alvin. 2011. Smart Knowledge Worker : Bagaimana

Individu Menjaga, Mengembangkan dan Mengalirkan Pengetahuan ke Seluruh Sendi Organisasi, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Gitanauli , Tiurma K.F.P dan Ningky Sasanti Munir. (2010). Pengaruh Knowledge

Sharing dan Absorptive Capacity terhadap Innovation Capability pada Direktorat Corporate Service dan Direktorat Marketing di PT. Indosat TBk. Journal of Management and Business Review Vol. 7 No. 1 Januari 2010 : 59-7.

Herwiyanti , Eliada. (2008). Pengaruh Extrinsic Motivation, Absorptive Capacity,

Dan Channel Richness Terhadap Sikap Individu Atas Perilaku Sharing Knowledge. Universitas Jenderal Soedirman

Irdiani , Agustin. (2012). Peran Knowledge Sharing Di Kalangan Karyawan (Studi Deskriptif Pada Pt. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Jawa Timur). Kurniawati , Susanti. (2010). Inovasi Organisasi. Program Studi Ekonomi dan

Koperasi Universitas Pendidikan Indonesia.

Kutlaca , Duro. (2008). Measurement of National Innovation Capacity:

Indicators for Serbia. PRIME Indicators Conference, Oslo, May 28-30, 2008 Martini, Lenny dan Jann Hidajat Tjakraatmadja. (2011). Berbagi Pengetahuan

di Institusi Akademik. Volume 10 Number 2 2011.

Narimawati, Umi., Sri Dewi Anggadini., Linna Ismawati. (2010). Penulisan Karya

Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir Pada Fakultas Ekonomi Unikom . Nawawi, Ismail. (2012). Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).


(6)

Putri ., Suhitarini Soemarto, dan Togar Harapan Pangaribuan. (2009). Knowledge

Management System: Knowledge Sharing Culture Di Dinas Sosial Provinsi Dki Jakarta. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022. Yogyakarta, 20 Juni 2009.

Ricky W. Griffin. (2004). Manajemen edisi 7. Jakarta : Erlangga.

Robert L. Mathis dan John H. Jackson. (2001). Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Robert Kreitner dan Agelo Kinicki. (2005). Perilaku Organisasi – Organizational Behavior Edisi 5. Jakarta:

Salemba Empat

Setiarso, Bambang, dkk., 2006. Berbagi Pengetahuan, Siapa Yang Mengelolah Pengetahuan,

Shu – Hsien , Liao., Chi – Chuan ., Wu, Da – Chian Hu., and Guang An . Tsuei.

(2010). Knowledge Acquisition, Absorptive Capacity, and Innovation Capability : An Emperical Study of

Taiwan’s Knowledge – Intenstive Industries. International Journal of Human and Social Sciences 5 : 12 2010. Siringoringo , Revoldi H. dan Widyaiswara Madya. (2011). Manajemen Proses

Inovasi pada Pusdiklatwas BPKP.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi (12 ed). Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta,

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta Yuliazmi. (2005). Penerapan Knowledge management pada perusahaan reasuransi:

Studi Kasus PT. Reasuransi Nasional Indonesia. Thesis

Zahra, S.A., dan George,G. 2002. Absorptive Capacity: A Review, Reconcep-tualization, and Extension, Academy of Management Review, pp. 185-203.