Menjadi Pendengar yang Baik

Menjadi Pendengar yang Baik

  "Pendengar yang baik tidak hanya dapat diterima dimana-mana, tetapi juga dapat mengambil hikmah dari apa yang didengarnya. "

  • Wilson Mizner, Playwright, 1876-1933 ACARA itu pada awalnya lancar-lancar saja. Maklum, ini kan acara yang dihadiri orang-orang terhormat. Nama eventnya juga keren: pembekalan forum konsolidasi pimpinan daerah. Nah, di sanalah para pemimpin di daerah seperti Bupati, Wali Kota, dan Ketua DPRD tumplek blek di dalam Gedung Lembaga Ketahanan Nasional, 8 April lalu. Mereka pun takzim mendengarkan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, sesaat kemudian, saat Presiden berpidato mengenai penghematan anggaran, tiba-tiba pidato itu terhenti. Lo, what happened aya naon? Awalnya tak ada yang tahu pasti kenapa Presiden diam. Namun, telunjuknya yang diarahkan pada seseorang di deret kursi keempat paling belakang, menjadi jawabannya. "Itu coba bangunkan yang tidur itu. Kalau tidur di luar saja!" ujarnya sambil menunjuk pimpinan daerah dimaksud. Waduh, ini kok seperti zaman kita sekolah dulu. Tentulah kita masih ingat saat di antara murid, dan siapa tahu Anda sendiri yang mengalaminya, terpaksa diusir dari kelas. Nah, kembali ke pertemuan akbar itu, persis seperti keadaan di kelas, tanpa dikomando, seratusan hadirin yang ada di ruangan tersebut menegakkan duduknya. Yang tadinya setengah tertidur, menjadi melek beneran. Beberapa peserta diarah telunjuk Presiden menengok ke kiri dan ke

  kanan mencari siapa orang yang dimaksud. Presiden melanjutkan, "Pimpinan bagaimana dapat memimpin rakyat kalau tidur! Malu dengan rakyat yang memilih. Untuk mendengarkan pembicaraan untuk rakyat saja tidur! Jangan main-main dengan tangung jawab. Berdosa, bersalah dengan rakyat." Ah, apa sih yang membuat para kepala daerah itu sampai tertidur? Katanya sih banyak sebab. Salah satunya jadwal yang padat dari para peserta menjadi biang kerok para peserta menjadi tidak fokus dan juga kelelahan. Haha… jadi mikir nih, di daerah masing-masing bukankah mengurusi daerah juga bikin lelah. Jangan-jangan… ..

  Tapi sudahlah. Mari kita berbaik sangka. Mereka memang kelelahan. Tetapi, alasan apa pun yang diberikan, memang tidak sepatutnya seseorang tertidur ketika orang lain sedang berbicara. Apalagi dalam acara sepenting itu. Bila yang lain dapat mendengarkan pidato presiden dengan baik, maka seharusnya berlaku sama bagi peserta yang lain.

  Menjadi seorang pembicara memang sulit. Tetapi lebih sulit lagi menjadi seorang pendengar yang baik. Apakah memang benar, menjadi seorang pendengar yang baik itu penting? Penelitian oleh Crocker, 1978 yang hingga kini masih tetap menjadi acuan, menemukan fakta bahwa dari 300 organisasi yang diteliti, sebagian besar pemimpin yang berhasil. Lantas apa bedanya dengan "hearing"? Ada perbedaan antara "listening" dengan "hearing". "Hearing" berarti mendengar suara, sedangkan "listening" berarti menangkap makna dari suara yang didengar. 'Listening requires paying attention, interpreting, and remembering sound stimuli.' Mendengarkan secara aktif (active listening) menuntut kita agar mampu menempatkan diri sebagai pihak yang menyampaikan pesan atau empati. Kita harus berkonsentrasi dan mau memahami sepenuhnya isi yang dikemukakan pembicara. Sedangkan mendengarkan secara pasif, menempatkan diri kita hanya seperti mesin perekam saja. Semua kata hanya dimasukan ke dalam memori, baik yang penting dan yang tidak, sehingga kita tidak dapat membedakannya. Lantas bagaimana untuk menjadi pendengar yang efektif? Delapan kiat ini bolehlah dicoba.

  1. Lakukan kontak mata (make eye contact) Perasaan siapa yang tak kesal bila seseorang yang diajak ngobrol malah memalingkan muka. Anda tentu akan mentafsirkan bahwa orang tersebut mungkin tidak tertarik akan apa yang Anda bicarakan.

  2. Anggukan kepala dan ekspresikan wajah penuh perhatian (exhibit affirmative head nods and appropriate facial expression) Pendengar yang efektif tertarik atas apa yang sedang diucapkan orang lain dengan memberikan tanda "nonverbal". Menganggukan kepala, menaikkan alis mata, mengerutkan wajah, terkejut ketika pembicara melontarkan ide gila, tertawa ketika pembicara melontarkan humor, menggeser posisi duduk ke arah pembicara, dan lain sebagainya.

  3. Cegah tindakan atau gerakan yang berkesan negatif (avoid distraction actions or gestures) Ketika anda sedang mendengarkan pembicaraan orang lain, jangan terlampau sering melihat atau melirik ke arah jam, memainkan pena, mencongkel kotoran di kuku, membuka-buka halaman buku, atau mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan isi pembicaraan. Tindakan-tindakan tersebut mengesankan bahwa anda bosan, atau tidak tertarik pada apa yang sedang diutarakan pembicara.

  4. Ajukan pertanyaan (ask questions) Pendengar yang kritis mencoba menganalisis apa yang didengarkannya, dan lalu mengajukan pertanyaan-pertanya an yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa Anda memang benar-benar mendengarkan.

  5. Uraikan apa yang didengar dengan kata-kata sendiri (paraphrase) Dalam suatu percakapan, misalkan saja Anda mendengar sang pembicara mengatakan sesuatu dan Anda ingin menegaskannya, maka Anda mengatakan, "Maaf tadi Anda mengatakan….. (kata-kata pembicara), apakah itu artinya….. (kata-kata anda sendiri)?" Ada dua alasan mengapa tindakan ini perlu dilakukan. Pertama, sebagai tanda bahwa Anda memperhatikan betul isi pembicaraan. Kedua, sebagai tanda bahwa Anda ingin mengerti apa yang dimaksud si pembicara atau jangan sampai salah mentafsirkan kata-kata pembicara.

  6. Hindarkan menginterupsi atau memotong pembicaraan (avoid interrupting the speaker) Beri kesempatan kepada pembicara untuk menyelesaikan isi pembicaraannya. Setelah itu baru anda boleh mengajukan pertanyaan atau memberikan komentar.

  7. Jangan terlalu banyak bicara (don't over-talk) Ketika kita sedang dalam posisi sebagai pendengar yang baik, tahanlah untuk tidak banyak bicara.

  8. Siapkan dirimu menjadi pembicara sekaligus pula pendengar yang baik (make smooth transitions between the roles of speaker and listener) Anda juga harus tahu kapan saat yang tepat untuk menjadi seorang pembicara dan juga kapan saat yang tepat untuk menjadi seorang pendengar. Untuk menjadi seorang pendengar yang baik, kita perlu melatihnya. Bahkan kalau perlu setiap hari. Presiden Theodore Roosevelt bukan hanya ulung dalam hal berpidato, namun juga seorang pendengar yang baik. Ia pun menghargai sang lawan bicara. Dalam suatu pesta besar, Roosevelt bosan dengan orang-orang yang selalu membalas komentarnya hanya dengan basa-basi. Roosevelt mulai mengubah dengan menyambut orang lain dengan senyuman sambil mengatakan, "Tadi pagi saya bunuh nenek saya lo!". Orang-orang di sekitarnya mengabaikan komentarnya yang "penting" ini. Kebanyakan orang-orang tidak mendengar apa yang dikatakan sang presiden. Namun seorang diplomat mendengarnya. Begitu mendengar komentar sang presiden, ia segera berbisik kepada sang presiden, "Saya yakin itu memang takdirnya ya!" Membuat suatu perubahan, baik kecil ataupun besar, diawali dengan suatu tindakan, yaitu mendengarkan. (140408) Sumber: Menjadi Pendengar yang Baik oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta