BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA REAKSI KUSTA
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
REAKSI KUSTA
Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai
pelbagai gejala dan tanda radang akutk lesi pasien kusta, yang dapat dianggap
kelajiman pada perjalanan penyakit atau komplikasi kusta. Seluruh komplikasi
penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta meliputi:
-
Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae
-
Komplikasi akibat reaksi
-
Komplikasi akibat imunitas yang menurun
-
Komplikasi akibat kerusakan saraf
-
Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat kusta
Istilah reaksi pada kusta dipergunakan untuk menjelaskan munculnya
gejala dan tanda peradangan akut pada penderita kusta. Secara klinis ditandai
adanya pembengkakan, kemerahan nyeri pada saraf disertai dengan kehilangan
fungsi saraf.
Definisi
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen
antibody (humoral response) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika
mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat).
Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama
atau setelah pengobatan.
Penyebab
Meskipun gambaran ikinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor pencetus
reaksi kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum diketahui.
Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas akut terhadap
antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah
ada.
1
Faktor Pencetus
Berbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi
kusta antara lain:
-
Setelah pengobatan anti kusta yang intensif
-
Infeksi rekuren
-
Pembedahan
-
Stress fisik
-
Imunisasi
-
Kehamilan
-
Saat-saat setelah melahirkan
Reaksi imun sendiri dapat menguntungkan ataupun merugikan yang
disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Dalam
klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut
pada akhir-akhir ini yaitu :
-
Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi
reversal upgrading)
-
Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
(ENL/eritema nodusum leprosum)
Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk yang lebih
berat.
Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2
yaitu pada reaksi tipe yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS),
sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral.
a. Reaksi Tipe I
Menurut
Jopling
reaksi
kusta
tipe
I
merupakan
delayed
hypersensitivity reaction seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV.
Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy
bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imun seluler
yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan
2
keseimbangan antar imunitas dan basil. Dengan demikian sebagai hasil reaksi
tersebut dapat terjadi upgrading/reversal, apabila menuju kearah bentuk
lepromatosa (terjadi penurunan sistem imun seluler).
Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal
oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang
mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang
dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada
kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua
bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi
daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline.ertambah aktif
dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat. Adanya lesi
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate, lesi luas.
Gejala klinis reaksi reversal, umumnya lesi yang telah ada
Gambar 1. Reaksi Tipe 1
b. Reaksi Tipe II
Reaksi tipe 2 terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III karena adanya
reaksi kompleks antigen-antibodi yang melibatkan komplemen. Terjadi lebih
banyak pada tipe lepromatus juga tampak pada BL. Reaksi tipe 2 sering
disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi
lebih eritematus, mengkilap, sedikit tampak nodul atau plakat, ukuran macam-
3
macam, pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di
daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul di
hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila,
lipatan paha dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan
ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga
memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis
dan limfe.
Penatalaksanaan ENL bertujuan untuk mengatasi peradangan akut,
mengurangi nyeri, menghentikan kerusakan mata dan mencegah serangan
selanjutnya. Penderita ENL harus istirahat dan mendapat terapi anti inflamasi.
Prednisone merupakan obat pilihan terutama sedang dan berat dimulai dengan
dosis tinggi 40 mg/hari. Prednisone akan menunjukkan reaksi cepat sehingga
dosis dapat diturunkan secepat mungkin sampai 30 mg/hari, dan kemudian
diturunkan dengan perlahan.
Gambar 2. Reaksi Tipe 2 atau ENL
4
Tabel 5. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2
No
.
1
2
Gejala / Tanda
Kondisi umum
Peradangan di kulit
Tipe 1
Tipe2
Baik atau demam ringan
Buruk, disertai malaise
Bercak kulit lama menjadi
dan febris
Timbul
lebih meradang (merah),
kemerahan, lunak dan
dapat timbul bercak baru.
nyeri tekan. Biasanya
pada
nodul
lengan
dan
tungkai. Nodul dapat
3
Waktu terjadi
Awal pengobatan MDT
pecah (ulserasi)
Biasanya
setelah
pengobatan yang lama,
umumnya lebih dari 6
4
5
Tipe Kusta
Saraf
Dapat tipe PB dan MB
Sering terjadi, umumnya
bulan
Hanya terjadi pada MB
Dapat terjadi
berupa nyeri tekan saraf
dan/atau gangguan fungsi
6
Peradangan
organ lain
saraf
pada Hampir tidak ada
Terjadi
KGB,
pada
mata,
sendi,
ginjal,
testis, dll
5
Tabel 6. Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat Tipe 1 dan Tipe 2
N
o
1
Gejala /
Tanda
Kulit
Tipe 1
Tipe 2
Ringan
Bercak :
Berat
Bercak :
Ringan
Nodul :
Berat
Nodul : merah,
merah,
merah,
Merah,
panas, nyeri
tebal, panas, tebal, panas, panas,
yang bertambah
nyeri
parah sampai
nyeri yang
nyeri
bertambah
pecah
parah
sampai
2
Saraf Tepi
Nyeri pada
pecah
Nyeri pada
Nyeri pada
Nyeri pada
perabaan (-)
perabaan
perabaan
perabaan (+)
(-)
Demam
Demam (+)
(+)
-
+
3
Keadaan
Demam (-)
(+)
Demam (+)
4
Umum
Gangguan
-
-
pada organ
Terjadi
lain
peradangan
pada:
Mata
Iridocyclitis
Testis:
Epididimoorchiti
s
Ginjal : Nefritis
Kelenjar limpa:
Limfadenitis
Gangguan pada
tulang, hidung
dan tenggorokan
6
* Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai
reaksi berat
Fenomena Lucio
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi
pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau
infiltrate difus, berwarna merah muda, bentuk tidah teratur dan terasa nyeri. Lesi
terutama di ekstermitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. Lesi yang berat
tampak lebih eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi
nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya
terbentuk jaringan parut.
Gambaran histopatologi menunjukan nekrosis epidermal iskemik dengan
nekrosis pembuluh darah superficial, edema, dan proliferasi endothelial pembuluh
darah lebih dalam. Didapatkan basil M.Leprae di endotel kapiler. Walaupun tidak
ditemukan infiltrate polimorfonuklear seperti pada ENL namun dengan
imunofluorensi tampak deposit imonoglobulin dan komplemen didalam dinding
pembuluh darah. Titer kompleks imun yang beredar dan krigobulin sangat tinggi
pada semua penderita.
7
Terapi reaksi kusta
Terapi reaksi kusta ringan
Non medikamentosa
Istirahat, imobilisasi dan berobat jalan.
Medikamentosa
Aspirin
mengatasi nyeri dan anti radang, 600-1200 mg diberikan setiap 4
jam
Klorokuin
kombinasi aspirin dan klorokuin lebih baik khasiatnya
dibandingkan pemberian tunggal, 3 kali 150 mg/hari
Efek toksik pada penggunaan jangka panjang dapat berupa ruam
pada kulit, fotosintesis serta gangguan gastrointestinal, penglihatan
dan pendengaran.
Antimon
dugunakan pada reaksi tipe 2 yang ringan untuk mengatasi rasa
nyeri sendi-sendi dan tulang
Dosis 2-3 ml diberikan selang-seling
Efek samping ruam pada kulit, bradikardi, hipotensi.
Talidomid
obat ini digunakan pada reaksi tipe 2 agar dapat melepaskan
ketergantungan terhadap kortikosteroid
Dosis mula-mula 400 mg/hari sampai reaksi teratasi, kemudian
berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan
pada wanita subur.
8
Terapi reaksi kusta berat
Jika terjadi reaksi kusta dapat diberikan prednison 30 – 60 mg/hari serta
pemberian obat simtomatis, lalu diturunkan. Pedoman terapi adalah:
1.
Terapi standar untuk pasien PB dengan reaksi kusta
Minggu
1-2
2.
Dosis harian
40 mg
3-4
30 mg
5-6
20 mg
7-8
15 mg
9-10
10 mg
11-12
5 mg
Terapi standar pasien MB dengan reaksi kusta. Pada
reaksi tipe 2 dapat ditambah dengan Klofazimin 300 mg/hari selama 1 bulan,
200 mg/hari selama 3-6 bulan selanjutnya 100 mg/hari sampai gejala
menghilang.
Minggu
1-4
Dosis harian
40 mg
5-8
30 mg
9-12
20 mg
13-16
15 mg
17-20
10 mg
21-24
5 mg
9
MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN
1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat
2. Apabila penderita terlambat mengambil obat paling lama dalam 1 bulan harus
dilakukan pelacakan
3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari form monitoring
penderita
4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif
a. Tipe PB selama 2 tahun
b. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium
5. Penderita PB yang telah mendapatkan pengobatan 6 dosis (blister) dalam
waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium
6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam
waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium
7. Defaulter
Jika seorang penderita PB tidak mengambil obatnya lebih dari 3 bulan maka
dinyatakan sebagai Defaulter PB.
Jika seorang penderita MB tidak mengambil obatnya lebih dari 6 bulan maka
dinyatakan sebagai Defaulter MB.
Tindakan bagi penderita defaulter :
a. Dikeluarkan dari monitoring dan register
b. Bila kemudian datang lagi maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang,
pengobatan menyesuaikan dengan gejala klinis yang didapat
8. Relaps/ Kambuh
Dinyatakan kambuh setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru pada kulit maka
untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang
memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB jika
ternyata pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Indeks
Bakteriologi 2 atau lebih disbanding saat diagnosis maka penderita dinyatakan
Relaps. Rujuan dalam kasus relaps memungkinkan karena kasus relaps bukan
10
termasuk kedaruratan. Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan maka penderita
diobati sesuai hasil pemeriksaan pada saat itu.
Catatan :
Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi
(sebelum diperkenalkan MDT) namun kemudian muncul kembali sebagai
tanda kusta aktif yang membutuhkan MDT, maka penderita tersebut
dimasukkan dalam kategori relaps.
9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah : RFT, meninggal, pindah,
salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.
10. Pada keadaan khusus dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai
dengan pesan penyuluhan lengkap dengan efek samping dan indikasi untuk
kembali ke pelayanan kesehatan.
11
REAKSI KUSTA
Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai
pelbagai gejala dan tanda radang akutk lesi pasien kusta, yang dapat dianggap
kelajiman pada perjalanan penyakit atau komplikasi kusta. Seluruh komplikasi
penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta meliputi:
-
Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae
-
Komplikasi akibat reaksi
-
Komplikasi akibat imunitas yang menurun
-
Komplikasi akibat kerusakan saraf
-
Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat kusta
Istilah reaksi pada kusta dipergunakan untuk menjelaskan munculnya
gejala dan tanda peradangan akut pada penderita kusta. Secara klinis ditandai
adanya pembengkakan, kemerahan nyeri pada saraf disertai dengan kehilangan
fungsi saraf.
Definisi
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen
antibody (humoral response) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika
mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat).
Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama
atau setelah pengobatan.
Penyebab
Meskipun gambaran ikinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor pencetus
reaksi kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum diketahui.
Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas akut terhadap
antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah
ada.
1
Faktor Pencetus
Berbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi
kusta antara lain:
-
Setelah pengobatan anti kusta yang intensif
-
Infeksi rekuren
-
Pembedahan
-
Stress fisik
-
Imunisasi
-
Kehamilan
-
Saat-saat setelah melahirkan
Reaksi imun sendiri dapat menguntungkan ataupun merugikan yang
disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Dalam
klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut
pada akhir-akhir ini yaitu :
-
Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi
reversal upgrading)
-
Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
(ENL/eritema nodusum leprosum)
Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk yang lebih
berat.
Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2
yaitu pada reaksi tipe yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS),
sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral.
a. Reaksi Tipe I
Menurut
Jopling
reaksi
kusta
tipe
I
merupakan
delayed
hypersensitivity reaction seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV.
Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy
bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imun seluler
yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan
2
keseimbangan antar imunitas dan basil. Dengan demikian sebagai hasil reaksi
tersebut dapat terjadi upgrading/reversal, apabila menuju kearah bentuk
lepromatosa (terjadi penurunan sistem imun seluler).
Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal
oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang
mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang
dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada
kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua
bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi
daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline.ertambah aktif
dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat. Adanya lesi
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate, lesi luas.
Gejala klinis reaksi reversal, umumnya lesi yang telah ada
Gambar 1. Reaksi Tipe 1
b. Reaksi Tipe II
Reaksi tipe 2 terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III karena adanya
reaksi kompleks antigen-antibodi yang melibatkan komplemen. Terjadi lebih
banyak pada tipe lepromatus juga tampak pada BL. Reaksi tipe 2 sering
disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi
lebih eritematus, mengkilap, sedikit tampak nodul atau plakat, ukuran macam-
3
macam, pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di
daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul di
hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila,
lipatan paha dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan
ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga
memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis
dan limfe.
Penatalaksanaan ENL bertujuan untuk mengatasi peradangan akut,
mengurangi nyeri, menghentikan kerusakan mata dan mencegah serangan
selanjutnya. Penderita ENL harus istirahat dan mendapat terapi anti inflamasi.
Prednisone merupakan obat pilihan terutama sedang dan berat dimulai dengan
dosis tinggi 40 mg/hari. Prednisone akan menunjukkan reaksi cepat sehingga
dosis dapat diturunkan secepat mungkin sampai 30 mg/hari, dan kemudian
diturunkan dengan perlahan.
Gambar 2. Reaksi Tipe 2 atau ENL
4
Tabel 5. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2
No
.
1
2
Gejala / Tanda
Kondisi umum
Peradangan di kulit
Tipe 1
Tipe2
Baik atau demam ringan
Buruk, disertai malaise
Bercak kulit lama menjadi
dan febris
Timbul
lebih meradang (merah),
kemerahan, lunak dan
dapat timbul bercak baru.
nyeri tekan. Biasanya
pada
nodul
lengan
dan
tungkai. Nodul dapat
3
Waktu terjadi
Awal pengobatan MDT
pecah (ulserasi)
Biasanya
setelah
pengobatan yang lama,
umumnya lebih dari 6
4
5
Tipe Kusta
Saraf
Dapat tipe PB dan MB
Sering terjadi, umumnya
bulan
Hanya terjadi pada MB
Dapat terjadi
berupa nyeri tekan saraf
dan/atau gangguan fungsi
6
Peradangan
organ lain
saraf
pada Hampir tidak ada
Terjadi
KGB,
pada
mata,
sendi,
ginjal,
testis, dll
5
Tabel 6. Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat Tipe 1 dan Tipe 2
N
o
1
Gejala /
Tanda
Kulit
Tipe 1
Tipe 2
Ringan
Bercak :
Berat
Bercak :
Ringan
Nodul :
Berat
Nodul : merah,
merah,
merah,
Merah,
panas, nyeri
tebal, panas, tebal, panas, panas,
yang bertambah
nyeri
parah sampai
nyeri yang
nyeri
bertambah
pecah
parah
sampai
2
Saraf Tepi
Nyeri pada
pecah
Nyeri pada
Nyeri pada
Nyeri pada
perabaan (-)
perabaan
perabaan
perabaan (+)
(-)
Demam
Demam (+)
(+)
-
+
3
Keadaan
Demam (-)
(+)
Demam (+)
4
Umum
Gangguan
-
-
pada organ
Terjadi
lain
peradangan
pada:
Mata
Iridocyclitis
Testis:
Epididimoorchiti
s
Ginjal : Nefritis
Kelenjar limpa:
Limfadenitis
Gangguan pada
tulang, hidung
dan tenggorokan
6
* Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai
reaksi berat
Fenomena Lucio
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi
pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau
infiltrate difus, berwarna merah muda, bentuk tidah teratur dan terasa nyeri. Lesi
terutama di ekstermitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. Lesi yang berat
tampak lebih eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi
nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya
terbentuk jaringan parut.
Gambaran histopatologi menunjukan nekrosis epidermal iskemik dengan
nekrosis pembuluh darah superficial, edema, dan proliferasi endothelial pembuluh
darah lebih dalam. Didapatkan basil M.Leprae di endotel kapiler. Walaupun tidak
ditemukan infiltrate polimorfonuklear seperti pada ENL namun dengan
imunofluorensi tampak deposit imonoglobulin dan komplemen didalam dinding
pembuluh darah. Titer kompleks imun yang beredar dan krigobulin sangat tinggi
pada semua penderita.
7
Terapi reaksi kusta
Terapi reaksi kusta ringan
Non medikamentosa
Istirahat, imobilisasi dan berobat jalan.
Medikamentosa
Aspirin
mengatasi nyeri dan anti radang, 600-1200 mg diberikan setiap 4
jam
Klorokuin
kombinasi aspirin dan klorokuin lebih baik khasiatnya
dibandingkan pemberian tunggal, 3 kali 150 mg/hari
Efek toksik pada penggunaan jangka panjang dapat berupa ruam
pada kulit, fotosintesis serta gangguan gastrointestinal, penglihatan
dan pendengaran.
Antimon
dugunakan pada reaksi tipe 2 yang ringan untuk mengatasi rasa
nyeri sendi-sendi dan tulang
Dosis 2-3 ml diberikan selang-seling
Efek samping ruam pada kulit, bradikardi, hipotensi.
Talidomid
obat ini digunakan pada reaksi tipe 2 agar dapat melepaskan
ketergantungan terhadap kortikosteroid
Dosis mula-mula 400 mg/hari sampai reaksi teratasi, kemudian
berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan
pada wanita subur.
8
Terapi reaksi kusta berat
Jika terjadi reaksi kusta dapat diberikan prednison 30 – 60 mg/hari serta
pemberian obat simtomatis, lalu diturunkan. Pedoman terapi adalah:
1.
Terapi standar untuk pasien PB dengan reaksi kusta
Minggu
1-2
2.
Dosis harian
40 mg
3-4
30 mg
5-6
20 mg
7-8
15 mg
9-10
10 mg
11-12
5 mg
Terapi standar pasien MB dengan reaksi kusta. Pada
reaksi tipe 2 dapat ditambah dengan Klofazimin 300 mg/hari selama 1 bulan,
200 mg/hari selama 3-6 bulan selanjutnya 100 mg/hari sampai gejala
menghilang.
Minggu
1-4
Dosis harian
40 mg
5-8
30 mg
9-12
20 mg
13-16
15 mg
17-20
10 mg
21-24
5 mg
9
MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN
1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat
2. Apabila penderita terlambat mengambil obat paling lama dalam 1 bulan harus
dilakukan pelacakan
3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari form monitoring
penderita
4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif
a. Tipe PB selama 2 tahun
b. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium
5. Penderita PB yang telah mendapatkan pengobatan 6 dosis (blister) dalam
waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium
6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam
waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium
7. Defaulter
Jika seorang penderita PB tidak mengambil obatnya lebih dari 3 bulan maka
dinyatakan sebagai Defaulter PB.
Jika seorang penderita MB tidak mengambil obatnya lebih dari 6 bulan maka
dinyatakan sebagai Defaulter MB.
Tindakan bagi penderita defaulter :
a. Dikeluarkan dari monitoring dan register
b. Bila kemudian datang lagi maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang,
pengobatan menyesuaikan dengan gejala klinis yang didapat
8. Relaps/ Kambuh
Dinyatakan kambuh setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru pada kulit maka
untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang
memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB jika
ternyata pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Indeks
Bakteriologi 2 atau lebih disbanding saat diagnosis maka penderita dinyatakan
Relaps. Rujuan dalam kasus relaps memungkinkan karena kasus relaps bukan
10
termasuk kedaruratan. Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan maka penderita
diobati sesuai hasil pemeriksaan pada saat itu.
Catatan :
Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi
(sebelum diperkenalkan MDT) namun kemudian muncul kembali sebagai
tanda kusta aktif yang membutuhkan MDT, maka penderita tersebut
dimasukkan dalam kategori relaps.
9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah : RFT, meninggal, pindah,
salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.
10. Pada keadaan khusus dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai
dengan pesan penyuluhan lengkap dengan efek samping dan indikasi untuk
kembali ke pelayanan kesehatan.
11