BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol Dari Buah Salak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 TANAMAN SALAK

  Tanaman salak termasuk dalam kelompok tanaman Palmae yang tumbuh berumpun dan umumnya tumbuh berkelompok.Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesia. Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah untuk dikembangkan ialah: salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, gula batu (Bali), dan lain-lain. Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada 3 perbedaan yang menyolok, yakni: salak Jawa Salacca zalacca (Gaertner) Voss yang berbiji 2-3 butir, salak Bali Slacca amboinensis (Becc) Mogea yang berbiji 1- 2 butir, dan salak Padang Sidempuan Salacca sumatrana (Becc) yang berdaging merah. Jenis salak itu mempunyai nilai komersial yang tinggi. Klasifikasi dari buah salak dapat dilihat berikut [5] :

  Tanaman salak termasuk suku pinang-pinangan, ordo Spadiceflorae, famili

  

Palmaceae dengan beberapa spesies sepertiSalacca conferta, Salacca adulis, Salacca

affinis, Salacca globoscans, dan Salacca wulliciana [25]. Menurut Suter (1988),

  panjang buah salak berkisar antara 4,46-6,13 cm, diameter 4,28-5,67 cm, dan berat buah berkisar antara 34,79-83,47 g. Variasi panjang, diameter, dan berat buah salak dipengaruhi oleh kultivar serta letak buah salak pada tandannya. Buah salak banyak disukai orang, selain karena rasanya yang khas buah salak juga mengandung nutrisi yang lengkap, di mana dalam 100 gram salak, terkandung 20,9 gram karbohidrat, 77 kalori, 0,4 gram protein, 28 gram kalsium, 18 gram fosfor, zat besi4,2 mg, 0,04 mg vitamin B, 2 mg vitamin C, dan lain-lain [5].

  2.2 POTENSI BUAH SALAK Buah salak termasuk jenis buah-buahan yang mengandung glukosa tinggi.

  Tingginya kandungan glukosa yang terdapat pada buah salak berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pembuatan bioetanol. Selain daripada itu, buah salak merpakan buah yang dapat tumbuh baik di Indonesia. Sehingga ketersediaan bahan baku terjamin.

  Karbohidrat dalam buah salak dapat difermentasi menjadi bioetanol melalui beberapa tahap, yaitu karbohidrat diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Kemudian glukosa difermentasi dengan menggunakan Saccharomycescereviseae menjadi bioetanol.

  2.3 BIOETANOL DAN POTENSINYA

  Bioetanol (C2H5OH) merupakan cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mengandung pati. Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium [13].

  Bioetanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya.Oksigen yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 – 19 vol% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4%.Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg [10].

  Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami dan bagas (ampas tebu). Banyaknya variasi tumbuhan menyebabkan pihak pengguna akan lebih leluasa memilih jenis yang sesuai dengan kondisi tanah yang ada.

  2.4 PEMBUATAN BIOETANOL

  Bioetanol merupakan etanol yang bersumber dari bahan hayati. Bioetanol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis reaksi biokimia pada perubahan substrat organik. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir, jamur, dan bakteri. Saccharomyces

  

cereviseae lebih banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial

  dibandingkan dengan bakteri dan jamur lainnya. Hal ini disebabkan karena

  

Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan

mempunyai toleransi pada kadar alkohol yang tinggi [22].

  Terdapat 2 tahap reaksi pada pembuatan bioetanol, yaitu reaksi hidrolisis dan reaksi fermentasi. Pati yang terdapat pada bahan baku dihidrolisis sehingga menghasilkan gula yang lebih sederhana seperti glukosa. Kemudian glukosa difermentasi dengan bantuan Saccharomyces cereviseae menjadi bioetanol.

  Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurutpersamaan reaksi sebagai berikut: (C

  6 H

  10 O 5 )n + nH

  2 O n(C

  6 H1

  2 O 6 )

  pati air glukosa [2].

  Perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces

  cereviseae : Saccharomyces cereviseae

  C H O

  2C H OH + 2CO

  6

  12

  6

  2

  5

  2

  glukosa etanol [12]

  Fermentasi bioetanol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:

  a. Substrat Pada umumnya bahan dasar yang mengandungsenyawa organik terutama glukosa dan pati dapatdigunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi bioetanol

  [16].

  b. Suhu Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35˚C. Suhumemegang peranan penting, karena secara langsungdapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan [16]. c. Nutrisi Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseaejuga memerlukan sumber nitrogen, vitamin danmineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian besar

  

Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin yang

  diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga [16].

  d. pH pHpada proses fermentasi merupakansalah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pH 4 – 6 [16].

  e. Konsentrasi substrat Konsentrasi substrat yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi.

  Peningkatan konsentrasi substratakan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika konsentrasi substrat berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi [9].

  f. Waktu fermentasi Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari.Jika waktunya terlalu cepat

  

Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol yang

  dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jikaterlalu lama Saccharomyces cereviseaeakan mati maka alkohol yang dihasilkan tidak maksimal [18].

2.5 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

  Kinetika reaksi enzimatis pertama kalidisusun oleh Leanor Michaelis dan

  

MaudMenthen untuk reaksi enzimatis substrattunggal.Reaksi ini terdiri dari satu

  jenissubstrat dan enzim. Dalam hal ini termasukreaksi enzimatis fermentasi gula menjadi ethanol.Teori kinetika enzimatis ini dikenalsebagai teori kejenuhan (Saturation

  Kinetics )yang disusun berdasarkan asumsi – asumsisebagai berikut :

  1. Jumlah atau konsentrasi substratsangat besar bila dibandingkandengan konsentrasi enzim sehingga,seluruh permukaan aktif enzim akantertutup substrat.

  Jadi reaksi enzimatis ini dikondisikan mengikuti reaksi orde satu semu.

  2. Reaksi antara enzim dan substrat adalah reaksi kesetimbangan(equilibrium).

  3. Ikatan kompleks selalu beruraisemuanya menjadi produk.

  k 1 S+E ES P + E k 2 Bila telah tercapai keadaan seimbang maka kecepatan pembentukan

  kompleks ES sama dengan kecepatan peruraian kompleks ES;dengan catatan bahwa tetapan laju reaksi pembentukan ES dari produk sangat kecil sehingga dapat diabaikan. [ES] = [P] ...(1)

  [E][S] Konstanta Disosiasi : K ...(2)

  

  m

  [ES] [E], [S], dan [ES] adalah konsentrasi dalamkeadaan kesetimbangan, masing – masing dariE,S dan ES. Jika konsentarsi enzim semulaadalah [E] o , maka konsentrasi enzim bebasyaitu:[E] = [E] o – [ES] ...(3) [ES] = konsentrasi enzim yang berkaitandengan substrat, yang juga sama dengankonsentrasi produk [P]. Maka bila persamaan (3) dimasukkan ke dalam persamaan (2),didapatkan :

  ([E] [ ES])[S]  K ...(4) m  [ES]

  K [ES] [E] [S] [ES][S]  

  m

  ...(5) [E] [S]

  [ES] 

  K  [ S ]

  m

  Laju reaksi, V = k3 [ES], sehingga bilapersamaan (5) dimasukkan kedalamnya,diperoleh : [E] [S]

  V k atau 

  3 K  [S] m

  k [E]

  3 V

   ...(6) K

  m

  1 

  [S]

  Bila konsentrasi substrat cukup besar sehinggasemua enzim terikat kepadanya, yaitu dalambentuk kompleks ES, maka akan didapat lajureaksi yang maksimum, V

  maks

  V maks = k

  3 [E] ...(7)

  Bila persamaan (6) dibagi dengan persamaan(7), yaitu :

  k [E] [S] 3 K [S] V  m  V k [E] maks 3 V [S] maks

  Diperoleh harga V  ...(8) K [S]

  

  m

  Persamaan ini adalah persamaan Michaelis-Menten yaitu hubungan kuantitatif antara lajureaksi enzim dan konsentrasi substrat , bilaV maks atau K m diketahui. Karena sangat sulituntuk mencari harga V secara langsung daripersaamaan (8), maka persamaan tersebutdilinierisasi dengan metode Lineweaver Burk.

  1 [S] K m

  ...(9)

   

  V V [S] maks maks V [S] 

  1 K m

   1

  1

  ...(10)

     

  V V maks maks V [S]  

  Data untuk menghitung harga K m dan V maks adalah dengan membuat grafik hubungan antara 1/V dan 1/[S]. Harga 1/V adalah intercept dan K /V merupakan slope

  maks m maks dari persamaan (10) (Suharto, 1995).

2.6 POTENSI EKONOMI BIOETANOL DARI BUAH SALAK

  Sebagaimana telah disebutkan, bahwa 5-10% dari 100 ton buah salak yang dipanen setiap harinya merupakan buah salak yang tidak layak jual. Buah salak yang tidak layak jual tersebut pada akhirnya akan terbuang sia-sia.

  Melihat kondisi tersebut, maka perlu adanya suatu pengolahan terhadap buah salak yang tidak laayk jual menjadi bioetanol. Sehingga, dapat menambah keuntungan bagi petani salak.

  Dari 10 ton buah salak perharinya dapat dihasilkan sekitar 3,5 ton bioetanol. Berdasarkan pada perhitungan seperti dibawah ini :

  Saccharomyces cereviseae

  C H O

  2C H OH + 2CO

  6

  12

  6

  2

  5

  2 glukosa etanol Buah salak mengandung 33 % glukosa. Jadi, dalam 10 ton buah salak mengandung 3.300 kg glukosa yang sama dengan 18,3 kmol. Dan akan menghasilkan 36,7 kmol bioetanol yang setara dengan 3.523,2 kg.

  Dari data yang bersumber dari pelayanan informasi pasar (ditjen P2HP), harga buah salak bervariasi di setiap provinsi, seperti disajikan dalam tabel 2.1. Sedangkan harga bioetanol hingga saat ini mencapai Rp. 9.000,00 dan akan meningkat hingga mencapai Rp. 12.000,00 [6].

Tabel 2.1 Harga Grosir Buah di Tingkat Provinsi per Tanggal 11 Januari 2013

  Harga No. Provinsi

  Grosir eceran

  1. Ambon, Maluku 10.000 15.000

  2. Bengkulu, Bengkulu 6.000 10.000

  3. Yogyakarta, DIY 3.000 5.500

  4. Pontianak, Kalbar 11.000 13.000

  5. Bandung, Jabar 2.500 3.000

  6. Medan, Sumut