Bab II Syarat Pendirian Rumah Susun

(1)

Bab II

Syarat Pendirian Rumah Susun A. Pendahuluan

Pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat, di mana tanah yang tersedia sangat terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Dari segi pengertian, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda-benda bersama dan tanah bersama.

Rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah-wilayah kota-kota besar di negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya karena urbanisasi, misalnya terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan Medan.

Di samping itu, pembangunan rumah susun juga dapat menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh yang terus meningkat, mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan efisiensi (high cost economy) di dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.

Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed


(2)

house). Disamping itu, pelaku pembangunan juga harus dituntut benar-benar qualified di bidangnya untuk melaksanakan pembangunan rumah susun. Pengaturan tentang pembangunan rumah susun telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perudangan-undangan, yakni : Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun sebagai Undang-Undang Pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, peraturan lainnya.

Rumah susun dibedakan dengan perumahan biasa yang berdiri sendiri sebab:

1. Rumah yang berdiri sendiri bisa secara pribadi memiliki, menguasai, menghuni dan sesuka hati dalam penguasaannya. Rumah susun dibangun oleh pemerintah atau pihak swasta

2. Bahwa di dalam rumah susun ada kewajiban untuk membentuk perkumpulan penghuni rumah susun

3. Rumah yang berdiri sendiri dapat dirubah bentuk, susunan terserah kita. Rumah susun tidak dapat diubah bentuknya.

4. Rumah susun selain pemilikan secara pribadi/perseorangan ada juga hak milik bersama. Rumah yang berdiri sendiri adalah milik pribadi.

5. Rumah susun adalah kepemilikan atas ruang di dalam rumah susun. Rumah susun tidak dapat untuk membina keluarga sesuai dengan tujuan perumahan/pemukiman

Rumah susun dilihat dari penggunaannya terdiri dari 2 macam, yaitu: 1. Rumah susun hunian, adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi

sebagai tempat tinggal. Rusun hunian ini identik dengan rusun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara yang dimaksud dalam Pasal 1 Ayat 7. 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UURS).

2. Rumah susun non hunian, adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan/atau kegiatan sosial. Rusun ini identik dengan


(3)

rusun komersial sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UURS).

Undang-Undang Rumah Susun Nomor 20 Tahun 2011, pasal 17 berisi bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah:

1. Hak milik;

2. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara; dan 3. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.

Salah satu ketentuan baru yang dapat ditemukan di dalam UU No 20 Tahun 2011 dijumpai pada Pasal 18 UU Rumah Susun Nomor 20 Tahun 2011 yang isinya “selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan: 1. Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau

2. Pendayagunaan tanah wakaf.”

Mengenai pemanfaatan barang milik negara berupa tanah, barang milik negara, pemanfaatan dapat dilakukan pada:

1. Barang milik negara yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga.

2. Sebagian barang milik negara yang tidak digunakan oleh pengguna barang sepanjang menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga tersebut.

Dalam pembangunan rumah susun ini tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan banyak pihak seperti pemerintah, pengembang, pembeli rumah susun, masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam pembangunan rumah susun tersebut. Peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan rumah susun mengingat pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab mengatasi masalah pemukiman yang padat, dan juga bertanggung jawab dalam penataan lingkungan kumuh, dan rumah susun adalah solusi pemerintah mengatasi hal tersebut.


(4)

B. Persyaratan Administratif

Pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan peruntukkannya (persyaratan administratif). Merujuk kepada penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang dimaksud dengan persyaratan administratif pembangunan rumah susun yaitu persyaratan yang mengatur mengenai : 1. perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan;

2. izin lokasi dan/atau peruntukkannya; serta 3. perizinan mendirikan bangunan.

Perizinan tersebut diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. sertifikat hak atas tanah; 2. fatwa peruntukkan tanah; 3. rencana tapak;

4. gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;

5. gambar rencana struktur beserta perhitungannya;

6. gambar rencana menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;


(5)

C. Persyaratan Teknis Rumah Susun

Rumah susun sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21m² (dua puluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.

Sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah No. 60/PRT/1992, persyaratan teknis pembangunan rumah susun dimaksudkan sebagai landasan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengelolaan dan pengembangan rumah susun dalam rangka peningkatan kualitas hidup penghuninya. Tujuannya adalah menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan penghuni. Persyaratan tersebut harus dilandasi rancangan bangunan yang menggunakan koordinasi, modular, dan memperhatikan karakteristik daerah, kondisi alam, sosial, ekonomi dan budaya, pola tata letak dan arsitektur kota.

Persyaratan teknis pembangunan rumah susun antara lain mengatur mengenai :

1. struktur bangunan;

2. keamanan, keselamatan, kenyamanan;

3. hal-hal yang berhubungan dengan rancang bangunan; 4. kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.

Persyaratan teknis rumah susun menurut peraturan pemerintah No. 60/PRT/1992 meliputi :

1. Ruang


(6)

pencahayaan, suara, dan bau untuk melindungi penghuni. Dalam hal ini, maka semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami dalam jumlah yang cukup.

2. Struktur, komponen, dan bahan bangunan;

Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan dengan memperhatikan prinsip koordinasi modular dan memenuhi persyaratan konstruksi dari segi kekuatan dan ketahanan terhadap beban yang bekerja sesuai dengan standar yang berlaku.

3. Kelengkapan rumah susun;

Rumah susun harus dilengkapi dengan: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, saluran dan/atau tempat pembuangan sampah, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat kebakaran, tempat jemuran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alat/sistem alarm, pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu, dan generator listrik untuk rumah susun yang menggunakan lift.

Alat transportasi bangunan yang terdiri dari tangga, lift, dan eskalator baik bagi orang dewasa maupun anak-anak, dengan ukuran sebagai berikut : a. Lebar bangunan sekurang-kurangnya 120 cm.

b. Lebar bordes sekurang-kurangnya 120 cm.

c. Lebar injakan anak tangga sekurang-kurangnya 22,5 cm

d. Reiling (pagar pengaman) dengan ketinggian sekurang-kurangnya 110 cm.

e. Pembuatan reiling yang berbentuk lubang memanjang jarak sisinya tidal boleh lebih dari 10 cm, dan tangga harus digunakan pada bangunan rumah susun sampai dengan 5 lantai, serta untuk bangunan rumah susun yang lenih dari 5 lantai harus dilengkapi dengan lift dan eskalator.


(7)

4. Satuan rumah susun;

Ukuran satuan rumah susun harus mempunyai standar sekurang-kurangnya 3 meter, yang terdiri dari ruang utama dan ruang lain. Ukuran standar ini perlu disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam dan ke luar.

5. Bagian bersama dan benda bersama;

Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain.

Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni.

6. Kepadatan dan tata letak bangunan;

Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan nilai koefisien lantai bangunan (KLB), ketinggian, dan kedalaman bangunan, serta penggunaan bangunan agar dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah. Perimbangan nilai koefisien lantai bangunan (KLB) merupakan perbandingan luas dasar bangunan dengan luas lantai peruntukan.

Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya.

7. Prasarana lingkungan;

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.


(8)

8. Fasilitas bangunan.

Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya serta ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sesuai standar yang berlaku.

Selain hal-hal di atas, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 juga mengatur perencanaan hunian vertikal rumah susun. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Ruang

Semua ruang kecuali gudang harus terang dan segar alami. 2. Struktur, komponen, dan bahan bangunan

Demi keselamatan, reiling tangga terdiri dari unsur vertikal berjarak 10 cm.

3. Kelengkapan hunian vertikal

Kamar pembantu, dapur, serta kamar mandi dan kamar cuci terdapat sebuah balkon pelayanan (servise balcony). Daerah pelayanan ini dapat dicapai secara terpisah namun masih terkontrol dari pintu masuk ke unit hunian.

4. Satuan unit vertikal

Harus ditentukan ukuran minimum untuk tiap ruang. 5. Bagian dan benda bersama

Ruang bersama seperti lobi lift, tangga, dan koridor mempunyai kemungkinan untuk dapat melihat keluar.

6. Kepadatan dan tata letak bangunan

Terlepas dari kepadatan yang ingin dicapai, jarak antara bangunan, kedudukan, dan ukuran bangunan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: privasi, pencapaian, orientasi terhadap angin dan matahari, pemandangan dan sikap terhadap lingkungan. Jarak antarbangunan ditentukan oleh udara yang bisa lewat dan pencahayaan


(9)

alami yang harus dapat diterima. Kedudukan bangunan yang satu terhadap yang lain sebaiknya menjaga keutuhan privasi.

7. Prasarana lingkungan

Perlu dirancang jalan setapak dan jalan kendaraan di mana orang tidak saling melintas.

8. Fasilitas bangunan.

Hal ini menyangkut penataan kota dalam skala yang lebih besar sebagai sebagai sebuah total sistem dengan kelompok hunian vertikalyang mengitari sebuah pusat lingkungan dengan semua fasilitas yang dibutuhkan sebagai subsistemnya.


(1)

B. Persyaratan Administratif

Pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan peruntukkannya (persyaratan administratif). Merujuk kepada penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang dimaksud dengan persyaratan administratif pembangunan rumah susun yaitu persyaratan yang mengatur mengenai : 1. perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan;

2. izin lokasi dan/atau peruntukkannya; serta 3. perizinan mendirikan bangunan.

Perizinan tersebut diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. sertifikat hak atas tanah; 2. fatwa peruntukkan tanah; 3. rencana tapak;

4. gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;

5. gambar rencana struktur beserta perhitungannya;

6. gambar rencana menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;


(2)

C. Persyaratan Teknis Rumah Susun

Rumah susun sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21m² (dua puluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.

Sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah No. 60/PRT/1992, persyaratan teknis pembangunan rumah susun dimaksudkan sebagai landasan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengelolaan dan pengembangan rumah susun dalam rangka peningkatan kualitas hidup penghuninya. Tujuannya adalah menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan penghuni. Persyaratan tersebut harus dilandasi rancangan bangunan yang menggunakan koordinasi, modular, dan memperhatikan karakteristik daerah, kondisi alam, sosial, ekonomi dan budaya, pola tata letak dan arsitektur kota.

Persyaratan teknis pembangunan rumah susun antara lain mengatur mengenai :

1. struktur bangunan;

2. keamanan, keselamatan, kenyamanan;

3. hal-hal yang berhubungan dengan rancang bangunan; 4. kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.

Persyaratan teknis rumah susun menurut peraturan pemerintah No. 60/PRT/1992 meliputi :

1. Ruang


(3)

pencahayaan, suara, dan bau untuk melindungi penghuni. Dalam hal ini, maka semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami dalam jumlah yang cukup.

2. Struktur, komponen, dan bahan bangunan;

Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan dengan memperhatikan prinsip koordinasi modular dan memenuhi persyaratan konstruksi dari segi kekuatan dan ketahanan terhadap beban yang bekerja sesuai dengan standar yang berlaku.

3. Kelengkapan rumah susun;

Rumah susun harus dilengkapi dengan: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, saluran dan/atau tempat pembuangan sampah, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat kebakaran, tempat jemuran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alat/sistem alarm, pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu, dan generator listrik untuk rumah susun yang menggunakan lift.

Alat transportasi bangunan yang terdiri dari tangga, lift, dan eskalator baik bagi orang dewasa maupun anak-anak, dengan ukuran sebagai berikut : a. Lebar bangunan sekurang-kurangnya 120 cm.

b. Lebar bordes sekurang-kurangnya 120 cm.

c. Lebar injakan anak tangga sekurang-kurangnya 22,5 cm

d. Reiling (pagar pengaman) dengan ketinggian sekurang-kurangnya 110 cm.

e. Pembuatan reiling yang berbentuk lubang memanjang jarak sisinya tidal boleh lebih dari 10 cm, dan tangga harus digunakan pada bangunan rumah susun sampai dengan 5 lantai, serta untuk bangunan rumah susun yang lenih dari 5 lantai harus dilengkapi dengan lift dan eskalator.


(4)

4. Satuan rumah susun;

Ukuran satuan rumah susun harus mempunyai standar sekurang-kurangnya 3 meter, yang terdiri dari ruang utama dan ruang lain. Ukuran standar ini perlu disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam dan ke luar.

5. Bagian bersama dan benda bersama;

Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain.

Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni.

6. Kepadatan dan tata letak bangunan;

Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan nilai koefisien lantai bangunan (KLB), ketinggian, dan kedalaman bangunan, serta penggunaan bangunan agar dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah. Perimbangan nilai koefisien lantai bangunan (KLB) merupakan perbandingan luas dasar bangunan dengan luas lantai peruntukan.

Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya.

7. Prasarana lingkungan;

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.


(5)

8. Fasilitas bangunan.

Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya serta ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sesuai standar yang berlaku.

Selain hal-hal di atas, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 juga mengatur perencanaan hunian vertikal rumah susun. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Ruang

Semua ruang kecuali gudang harus terang dan segar alami. 2. Struktur, komponen, dan bahan bangunan

Demi keselamatan, reiling tangga terdiri dari unsur vertikal berjarak 10 cm.

3. Kelengkapan hunian vertikal

Kamar pembantu, dapur, serta kamar mandi dan kamar cuci terdapat sebuah balkon pelayanan (servise balcony). Daerah pelayanan ini dapat dicapai secara terpisah namun masih terkontrol dari pintu masuk ke unit hunian.

4. Satuan unit vertikal

Harus ditentukan ukuran minimum untuk tiap ruang. 5. Bagian dan benda bersama

Ruang bersama seperti lobi lift, tangga, dan koridor mempunyai kemungkinan untuk dapat melihat keluar.

6. Kepadatan dan tata letak bangunan

Terlepas dari kepadatan yang ingin dicapai, jarak antara bangunan, kedudukan, dan ukuran bangunan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: privasi, pencapaian, orientasi terhadap angin dan matahari, pemandangan dan sikap terhadap lingkungan. Jarak antarbangunan ditentukan oleh udara yang bisa lewat dan pencahayaan


(6)

alami yang harus dapat diterima. Kedudukan bangunan yang satu terhadap yang lain sebaiknya menjaga keutuhan privasi.

7. Prasarana lingkungan

Perlu dirancang jalan setapak dan jalan kendaraan di mana orang tidak saling melintas.

8. Fasilitas bangunan.

Hal ini menyangkut penataan kota dalam skala yang lebih besar sebagai sebagai sebuah total sistem dengan kelompok hunian vertikalyang mengitari sebuah pusat lingkungan dengan semua fasilitas yang dibutuhkan sebagai subsistemnya.