politik islam di indonesia masa kemerdekaan

BAB II
PEMBAHASAN
Politik Islam di Indonesia Masa Kemerdekaan
A. Gagasan Seputar Dasar Negara
1. HOS. Tjokroaminoto : Pencipta Lambang Dasar Negara

HOS. Tjokroaminoto secara terbuka pada tahun 1912 ketika ia melebur SDI
menjadi Sarekat Islam ( SI ) dan menguah konsep pergerakan ekonomi menjadi
organisasi pergerakan yang berorientasi sosial-politik. Dengan Sarekat Islam ( SI ),
Tjokroaminoto berusaha menumbuhkan nasionalisme masyarakat Indonesia.
Organisasi ini kemudian dapat tampil menjadi gerakan nasional tetap.
Bahkan pada kongres pertamanya di Bandung, pergerakan ini telah berani
mengajukan tuntutan “ Indonesia Merdeka “ yang merupakan inti aspirasi
masyarakat Indonesia. Kelahiran SI yang merupakan gerakan nasional Indoensia
dengan semangat keagamaan justru telah memberikan pengaruh terhadap gerakan
nasional yang lahir kemudian. Pengaruh ini setidaknya dapat dibuktikan dengan
dipakainya bagian-bagian lambang SI sebagai lambang partai politik, seperti
Partindo, dan PNI pada masa gerakan nasional.1
2. Dari Pancasila Hingga Menjadi Eka sila : Gagasan Pancasila Soekarno

Gagasan soekarno tentang pancasila dimulai ketika ia menyampaikan pidato

didepan sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945. Dalam pidatonya soekarno
memberikan lima landasan hidup bangsa Indonesia : Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme

atau

perikemanusiaan,

Musyawarah

atau

demokrasi,

Kesjahteraan sosial, Ketuhan Yang Maha Esa. Kebangsaan Indonesia, bagi soekarno
Kebangsaan Indoensia merupakan kebangsaan dalam arti yang sangat luas, yang
berarti nasionale state. Kebangsaan Indonesia menunjukkan kehendak dan
kemamuan yang keras dari seluruh bangsa Indonesia tentang persatuan.
Internasionalisme, konsep ini mengandung nilai bahwa sebuah bangsa
merupakan bagian dari bangsa-bangsa lain di dunia. Kedaulatan sebuah bangsa

tidak lepas dari pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pengakuan adanya bangsa11 Dikutip dari Artikel yang dipost oleh Jefri Ruby (28/02/2014) pada situs:
http://gendutporeper.blogspot.co.id/2014/02/gagasan-gagasan-tentang-dasarnegara_28.html

1

bangsa di seluruh dunia mutlak diperlukan, tetapi semangat persatuan bangsa tidak
boleh diabaikan. Mufakat atau Permusyawaratan. Negara Indonesia bukan milik
satu orang, satu golongan, atau satu suku bangsa saja. Bangsa Indonesia milik
seleuruh rakyat Indonesia. Untuk meramu semua keinginan dari ragam
suku,agama,dan adat diperlukan prinsip-prinsip mufakat dan musyawarah.
Kesejahteraan Sosial. Prinsip kesejahteraan sosial memberikan kesematan
dan hak-hak warga negara untuk menikmati kesejahteraan hidup. Kesahteraan sosial
mengutamakan rasa kesetiakawanan, kebersamaan dalam bidang ekonomi,
kesetaraan dalam bidang sosial dan persamaan hak sebagai warga negara.
Ketuhanan. Pandangan soekarno tentang sila ketuhanan mengacu kepda sistem
kehidupan bangsa Indonesia yang sudah berlangsung sejak nenek moyang bangsa
ini berada. Ia menyebut dengan istilah religieusteit, yaitu kepercayaan kepada
sesuatu yang ghaib, yang sudah ada sejak berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu
tahun menjadi model kehidupan rakyat Indonesia.
Kelima konsep hidup ini kemudian dikenal dengan pancasila, menurut

soekarno digali berdasarkan fenomena agraris Indonesia dan ditemukan dalam buku
kertagama. Gagasan soekarno tentang “ lima dasar “ yang lahir pada 1 juni 1945
berkembang. Ia kemudian menerpakan “ teori perasan “. Perasan pertama
menghasilkan “ trisila “, yaitu sosio nasionalis, sosial-demokrasi, dan ketuhanan.
Kemudian diperas lagi dalam “ ekasila “ yaitu gotong royong.
3. Pancasila atau Islam : Gagasan Dasar Negara Mohammad Natsir

Persatuan Agama dengan Negara. Pandangan Natsir tentang dasar negara
bagi Indonesia lebih terfokus pada kemungkinan dasar negara Islam. Dengan
mengawali pemikiran politik Islam lewat konsep “ persatuan agama dengan negara
“, Natsir berusaha membabat pemikiran sekular “ pemisahan agama dan negara “
yang dilontarkan oleh soekarno.
Pancasila Bagian dari sistem-sistem Islam. Pandangan tentang Pancasila
tergambar pada dua kali pidatonya. Pertama, pidatonya di Karachi, Pakistan pada 9
April 1952. Kedua pada bulan Mei 1954, pada ceramah Nuzulul Quran. Natsir
berpendapat bahwa dalam menyusun sebuah pemerntahan, Islam meletakkan dasar-

2

dasarnya secara dinamis. Natsir menunjukkan adanya keselarasan konsep-konsep

pemerintahan Islam dengan fenomena kehidupan masyarakat.
Natsir Tidak sependpat dengan pandangan yang menempatkan Al-Quran dan
pancasila pada konteks yang berlainan dan dalam suasana antagonis. Di mata
seorang Muslim, “ perumusan Pancasila bukan kelihatan aprior sebagi satu barang
asing yang berlawanan dengan Al-Quran.
Pancasila memang mengandung tujuan-tujuan Islam, tetapi Pancasila itu
bukan berarti Islam. Natsir menyakini bahwa sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa “
adalah urat-tunggang sila-sila yang lain, sebanding dengan konsep tauhid yang
menjadi dasar keagamaan seorang muslim. Pancasila hendaknya diartikan sebagai
bagian dari sistem agama Islam.
Islam sebagai dasar negara. Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang
munculnya gagasan dasar negara Islam oleh Mohammad Natsir. Pertama adalah
sebagi reaksi terhadap pengertian Pancasila berdasarkan definisi Soekarno yang
tidak lagi dipandang sebagai sistem agama, tetapi hanya merupakan rangkaian ideide. Kedua, lebih merupakan alasan politis yaitu tumbuhnya bibit-bibit perbedaan
paham secara ideologis maupun politis antara partai masyumi dengan partai
komunis Indonesia. Ketiga “ hakikat “ Pancasila semakin tidak jelas. Berdasarkan
pertimbangan tersebut Natsir berpendapat bahwa dengan dasar negara Pancasila,
umat Islam yang telah memiliki Islam sebagai satu-satunya ideologi dan pandangan
hidup akan berarti “ melompat dari bumi temapt berpijak ke ruang hampa, vocum
tak berhawa “.

4. Pemikiran Pancasila Mohammad Yamin

Peri-Ketuhanan. Ketuhanan sendiri bukanlah dasar, melainkan pengakuan
kepada Ke-Tuhananlah yang menjadi dasar negara. Dengan demikian negara
Kesatuan RI berdasarkan pada prinsip-prinsip Monotheisme ( Ketuhanan yang
satu ), bukan Poliytheisme ( Kedewaan yang banyak ), apalagi Atheisme ( Tidak
bertuhan ).
Peri-kemanusiaan. Dasar ini merupakan suatu tinjauan hidup, bahwa
manusia seluruh dunia adalah sama-sama mahluk tuhan. Kemanusiaan ialah dasar
universalisme dan semacam humanisme. Kerakyatan ( Demokrasi ). Demokrasi
3

menurut Yamin adalah dasar pembentukan pemerintahan dan masyarakat yang di
dalamnya kekuasaan memerintah atau mengatur dipegang secra sah, tidak hanya
oleh satu atau beberapa golongan saja, melainkan oleh segala anggota masyarakat.
Kebangsaan Indonesia ( Nasionalisme ). Nasionalisme Indonesia yang dinyatakan
pada permulaan Konstitusi ini ialah Nasionalisme persatuan ( unitarisme ), bukan
Nasionalisme

Federalisme.


Keadilan

Sosial.

Keadilan

Sosial

bertujuan

melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara.
B. Stakeholder dan para tokoh yang terlibat antara nasionalisme Islam dan Sekuler
Dalam pembahasan mengenai dasar negara Indonesia merdeka terdapat dua
golongan yang saling bertentangan yakni golongan Islam dan nasionalis Sekuler. Salah
satu kepentingan umat Islam ketika itu adalah menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Tuntutan ini menimbulkan reaksi dari kelompok nasionalis sekuler, sosialis, dan nasrani
yang pada masa itu merupakan mayoritas dalam BPUPKI. Kelompok tersebut
mengajukan pancasila sebagai dasar Negara, untuk mengatasi permasalahan ini
dibentuklah “Panitia Sembilan”. Panitia ini terdiri atas lima orang dari golongan

nasionalis sekuler dan empat orang dari golongan Islam. Berdasarkan keputusan dari
“Panitia Sembilan” pada tanggal 22 Juni 1945 dicapai kesepakatan menambah tujuh kata
dalam sila pertama pancasila menjadi “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Konsep ini kemudian disebut Piagam Jakarta.
Piagam ini adalah sebuah kompromi politis ideologis antara golongan yang beraspirasi
Islam dan kelompok nasionalis yang sebagian besar juga beragama Islam, akan tetapi
menolak ide negara berdasarkan Islam.
Meskipun demikian UUD 1945 yang disahkan sehari setelah proklamasi
kemerdekaan ternyata menghapuskan tujuh kata dalam piagam Jakarta diganti dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan menetapkan pencasila sebagai dasar Negara. Umat Islam
terpaksa mengalah dengan tuntutan kelompok pendukung Pencasila. Perubahan ini
dipandang oleh sebagian orang sebagai kekalahan politik wakil-wakil umat Islam 2 Pada
era pasca kemerdekaa harapan untuk semakin berperan dalam politik tetap ada. Sarana
perjuangan politik yang paling utama di era ini adalah melalui partai Masyumi, yang
2 Ma’rif Syafi’i, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3S,1987). Hal.108-109.
4

mewadahi dua kelompok besar, yaitu kelompok tradisional dan kelompok modernis. Di
era Demokrasi Liberal (1945-1959) peran partai Masyumi cukup menggembirakan.
Tetapi partai ini pecah menjadi dua setelah Nahdlatul Ulama (NU) yang pada awalnya

merupakan sebuah organisasi keagamaan keluar dari masyumi dan membentuk partai
baru pada tahun 1952. Pemilu pertama tahun 1955 yang dilaksanakan selama dua kali.
Pertama, pada 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR sedang yang
kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Pemilu
tahun 55 ini telah menghasilkan empat parta besar pemenang pemilu yaitu PNI,
Masyumi, NU dan PKI.
Setelah pemilu tahun 1955 selesai, terjadi perkembangan politik yang cukup
menarik. Pertentangan antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis sekuler
mulai terlihat dalam majelis konstituante yang membahas tentang rancangan UUD
perihal dasar negara yang akan digunakan. Pada saat itu ada tiga rancangan dasar negara
yaitu Islam, Pancasila dan Sosial-ekonomi. Rancangan tentang sosial-ekonomi yang
diajukan oleh partai buruh dan Murba hanya didukung oleh sebagian kecil anggota
Majelis Konstituante sehingga akhirnya perdebatan didominasi antara golongan Islam
dan Nasionalis sekuler yang mengajukan Pancasila sebagai dasar negara. Perdebatan
tentang dasar negara ini berakhir setelah Bung karno membubarkan Majelis
Konstituante dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 dan menyerukan kembali
pada UUD 1945 dengan tetap berdasarkan pancasila. 3 Suasana diatas setidaknya
menggambarkan dinamika pemikiran politik pasca kemerdekaan berkenaan dengan
upaya untuk merumuskan kembali hubungan antara agama (Islam) dan Negara yang
dapat diterima secara luas oleh bangsa Indonesia. Dalam beberapa peristiwa politik

tampak bahwa upaya untuk membangun hubungan formalistik dan Legalistik antara
Islam dan sistem politik negara selalu berujung pada kebuntuan dan pertentangan
ideologis antara dua kelompok pemikiran politik di kalangan aktivis politik muslim
yakni kelompok Islam dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok pertama menuntut
dijadikannya Islam sebagai dasar negara sedangkan kelompok kedua menolak hubungan
agama dan negara yang bersifat formalistik dan legalistik seperti yang dituntut oleh
kelompok Islam.
3 Ibid,. Hal. 124

5

Berdasarkan pengalaman sejarah umat Islam tersebut sejumlah tokoh dan
ilmuwan muslim telah berusaha untuk merumuskan konsep-konsep dasar mengenai
negara Islam Dalam perdebatan mengenai dasar negara tersebut. Menurut Mohammad
Natsir Islam bukan semata -mata religi, yaitu agama dalam pengertian ruhaniah saja.
Islam mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan antara sesama manusia.
Islam merupakan pedoman dan falsafah hidup yang tidak mengenal pemisahan agama
dan politik.
Peranan Islam dalam konstituante
Pemimpin-pemimpin


Islam

Indonesia

dari

semua

golongan

menjelang

Proklamasi telah berusaha agar pelaksanaan syariah diakui secara konstitusional dengan
dicapainya suatu kesepakatan antara wakil-wakil Islam dengan para pemimpin
Nasionalis yang netral agama melalui Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945. Piagam
ini hanya berumur selama 57 hari, yakni sampai dengan tanggal 18 Agustus 1945.
Sebagai gantinya maka sila pertama Pancasila yang semula Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada saat itu juga Presiden Soekarno memberikan janji

kepada umat Islam untuk menjadikan UUD 1945 bersifat sementara. Janji Presiden
Soekarno pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut sejalan dengan janjinya terdahulu
dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 ketika dia mengusulkan prinsip permusyawaratan
sebagai salah satu sila dasar negara .
Pada tanggal 27 Januari 1953 Presiden Soekarno menyampaikan pernyataan
yang mengagetkan di Amuntai, Kalimantan Selatan, sebagaimana yang dikutip oleh H.
Endang saifuddin Anshori ketika dia berkata: negara yang kita susun dan yang kita
ingini ialah negara nasional yang melliputi seluruh Indonesia. Kalau kita dirikan negara
berdasarkan Islam, maka banyak daerah-daerah yang penduduk-penduduknya tidak
beragama Islam akan melepaskan diri, misalnya maluku, Bali, Flores, Timor, Kai dan
juga Irian barat yang belum masuk wilayah Indonesia tidak akan mau ikut dalam
Republik. Pidato Soekarno ini mengandung banyak reaksi dan protes dari berbagai
kelompok Islam diantaranya adalah dari Gerakan Pemuda Islam.
Usaha-usaha yang ditempuh untuk memperjelas apa yang menjadi pemikiran
Soekarno tersebut secara detail dapat dilihat dalam diskusi yang dilakukan oleh A.
6

Dahlan Ranuwiharjo, ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam yang menulis
surat kepada Soekarno untuk meminta penjelasan tentang hubungan antara negara
nasional dan negara Islam, dan antara Pancasila dan Ideologi Islam. 4

BAB III
4 Dikutip dari Artikel Yusuf Afriadi (03/16/2013) di situs:
http://gudangmakalahku.blogspot.co.id/2013/07/hubungan-antara-islam-dannasionalisme.html

7

PENUTUP
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa mengenai gagasan dasar Negara itu terdapat empat
gagasan yaitu:
1. HOS. Tjokroaminoto : Pencipta Lambang Dasar Negara
2. Dari Pancasila Hingga Menjadi Eka sila : Gagasan Pancasila Soekarno
3. Pancasila atau Islam : Gagasan Dasar Negara Mohammad Natsir
4. Pemikiran Pancasila Mohammad Yamin

Adapun yang dimaksud dengan “skateholder” yaitu suatu masyarakat, kelompok,
komunitas ataupun individu manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap
suatu organisasi atau perusahaan. Suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun
individu tersebut dapat dikatakan skateholder jika mereka memiliki karakteristik seperti
memiliki kekuasaan dan kepentingan terhadap organisasi atau perusahaan.

8

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Politik Islam masa kemerdekaan dan perdebatan dasar negara menjadi isu paling
krusial terkait dengan fenomena kebangsaan di Indonesia, yaitu menyangkut
soal perdebatan-perdebatan tentang penetapan ideologi negara. Sehingga untuk persiapan
kemerdekaan dibentuklah BPUPKI pada 9 April 1945. Tugasnya adalah merumuskan
bentuk negara, batas negara, dasar filsafat negara, dan masalah-masalah lain yang perlu
dimasukkan dalam konstitusi. Selain pembicaraan filsafat negara, BPUPKI tidak
menemui kesulitan yang berarti dalam kerja konstitusionalnya, karena memang
dipandang tidak menyentuh masalah ideologi dasar yang biasa mengundang kepekaan
psiko-emosional.
Soekarno dan Yamin mengajukan Lima Prinsip Dasar yang kemudian dikenal
dengan Pancasila. Sedangkan dari golongan Islam Ki Bagus Hadikusuma, seorang tokoh
puncak Muhammadiyah dengan mengajukan Islam sebagai dasar negara. Dengan
munculnya dua usul yang berbeda, maka bermulalah pergumulan pertama antara
Pancasila dan Islam dalam sidang BPUPKI. Pergumulan kedua terjadi dalam sidangsidang Majelis Konstituante di Bandung antara 1956 sampai dengan pertengahan 1959.
Akhirnya pada 22 Juni 1945 suatu sintesis dan kompromi politik dapat
diwujudkan antara dua pola pemikiran yang berbeda, sintesis inilah yang kemudian
dikenal dengan Piagam Jakarta. Dalam piagam ini, Pancasila diterima sebagai dasar
negara, tapi urutan silanya mengalami ubahan letak. Sila Ketuhanan di samping
ditempatkan sebagai sila pertama, juga diberi anak kalimat pengiring “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Kompromi politik dalam bentuk Piagam Jakarta rupanya hanya mampu bertahan
selama 57 hari. Anak kalimat pengiring yang terdiri dari tujuh atau delapan perkataan di
atas dirasakan oleh sebagian bangsa kita di belahan Timur sebagai diskriminatif terhadap
pemeluk agama lain.
Maka demi persatuan bangsa, akhirnya anak kalimat itu pada 18 Agustus 1945
dibuang dari pembukaan UUD 1945. Pada hari tersebut peristiwa penting lainnya adalah
bersidangnya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang beranggotakan 27
9

orang. Dari jumlah ini hanya 3 orang yang berasal dari organisasi Islam. Sidang ini
bertujuan untuk menetapkan UUD serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. UUD
yang ditetapkan adalah UUD 1945, baik pembukaan maupun batang tubuhnya telah
dirancang jauh sebelumnya termasuk didalamnya Piagam Jakarta. Kemudian Presiden
dan Wakil Presiden yang dipilih adalah Soekarno dan Hatta.
Dalam proses menetapkan UUD, terjadi peristiwa pencoretan anak kalimat
pengiring sila ketuhanan, baik dalam pembukaan UUD maupun pasal 29 ayat 1. Istilahistilah Islam yang semula yang dicantumkan pada pasal UUD juga dihapuskan. Dengan
cara ini, keberatan dari suku bangsa Indonesia bagian Timur terhadap UUD telah hilang
dengan sendirinya. Sebenarnya Soekarno cukup kewalahan menghadapi Ki Bagus yang
tetap bertahan dalam rumusan Piagam Jakarta.
Maka melalui Hatta, dibujuklah Ki Bagus agar melunakkan sikapnya. Akhirnya
pengiring sila pertama itu berhasil dihilangkan dan sebagai gantinya dinobatkanlah
atribut Yang Maha Esa sebagai sila Ketuhanan. Atribut ini melambangkan ajaran tauhid
(monoteisme) pusat seluruh sistem kepercayaan dalam Islam. Namun tidak berarti bahwa
pemeluk agama lain tidak punya kebebasan dalam menafsirkan sila pertama menurut
agama mereka masing-masing.5

56 http://www.islamcendekia.com/2014/01/politik-islam-masa-kemerdekaan-danperdebatan-dasar-negara.html (10/01/201) Artikel Islam Cendekia

10