Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
kepada seluruh umat manusia. Agama Islam ini pertama kali diajarkan Rasulullah
di Makkah di tengah-tengah kaum jahiliah. Setelah 13 tahun Rasulullah dakwah di
Makkah kemudian Beliaupun hijrah ke Madinah dan menyebarkan Agama Islam
di sana. Setelah Rasulullah wafat maka penyebaran Islam kemudian diteruskan
oleh para sahabat Nabi, Tabiin, para wali, para ulama dan para tokoh pejuang
Islam dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya agama Islam pun tersebar dari
Jazirah Arab sampai ke Eropa, Afrika, India, Cina dan Nusantara. Proses
penyebaran Islam tersebut berlangsung secara bertahap, berkesinambungan dan
dengan berbagai cara.
Yang lebih mengagumkan lagi, masuk dan diterimanya agama Islam oleh
masyarakat Indonesia bukan melalui jalan kekerasan, namun melalui hubungan
dagang maupun kontak sosial kemasyarakatan yang terjalin secara baik serta
halus. Dalam lembaran sejarah di tanah air, hampir tidak ditemukan konflik besar
dalam penyebaran agama Islam, baik yang dilakukan oleh para saudagar dari
mancanegara maupun oleh para wali dan ulama di tanah air. Para penyebar ajaran
Islam ini mampu menunjukkan kepada penduduk di negeri ini suatu dakwah yang
persuasif. Bahkan sebagian dari Walisongo mampu mengemas dakwah melalui

pendekatan tradisi dan budaya lokal, sehingga penerimaan agama Islam lebih
merasuk ke dalam hati masyarakat.

1

1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam makalah ini yaitu menjelaskan tentang proses
awal masuknya agama Islam ke Indonesia, perkembangannya Islam dalam
berbagai bidang, dan sikap Belanda terhadap umat Islam serta peran umat Islam
dalam meraih kemerdekaan Indonesia.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah masuknya Islam di Indonesia?
2. Bagaimanakah cara masuknya islam di Indonesia?
3. Siapa saja yang berperan dalam menyebarkan agama Islam?
4. Bagaimanakah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia?
5. Bagaimanakah perbandingan mengenai konsep kekuasaan pada kerajaan
yang bercorak Hindu-Budha dengan Islam?
6. Bagaimanakah perkembangan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan?

7. Bagaimana latar belakang kedatangan Belanda, VOC, Hindia Belanda?
8. Bagaimanakah sikap Belanda terhadap umat Islam?
9. Apa saja peran umat Islam terhadap kemerdekaan Indonesia?
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui cara masuknya islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui tokoh yang berperan dalam menyebarkan agama Islam.
4. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
5. Untuk mengetahui perbandingan mengenai konsep kekuasaan pada
kerajaan yang bercorak Hindu-Budha dengan Islam.
6. Untuk

mengetahui

perkembangan

kemerdekaan.

2


Islam

di

Indonesia

sebelum

7. Untuk mengetahui latar belakang kedatangan Belanda, VOC, Hindia
Belanda.
8. Untuk mengetahui sikap Belanda terhadap umat Islam.
9. Untuk mengetahui peran umat Islam terhadap kemerdekaan Indonesia.

3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Masuknya Islam di Indonesia
Ada beberapa pendapat tentang proses persebaran Islam di Indonesia,

diantaranya sebagai berikut.
a. Teori Gujarat (India)
Teori ini menyatakan bahwa Islam yang sampai di Indonesia itu
berasal dari Gujarat, salah satu daerah di India. Hal ini di dasarkan pada
peninggalan nisan Sultan Malik al-Saleh yang reliefnya menunjukkan
kesamaan dengan nisan-nisan yang terdapat di Gujarat, India. Bukti
peninggalan batu nisan tersebut menunjukkan telah adanya hubungan
antara Gujarat dengan Samudra Pasai. Teori ini antara lain dikemukakan
oleh sejarawan W.F. Stutterheim.1) Masuknya Islam ke Indonesia melalui
India ini bukan Islam yang murni dari pusatnya di Timur Tengah, tetapi
Islam yang sudah banyak dipengaruhi paham mistik, sehingga banyak
kejanggalan dalam pelaksanaannya.
Selain itu, dikatakan bahwa Islam yang berlaku di Indonesia tidak
sepenuhnya sesuai dengan ajaran Alquran dan Sunnah sebab Islam yang
datang kepada masyarakat Indonesia itu bukan Islam yang langsung dari
sumbernya, tetapi berdasarkan kitab-kitab fiqih dan teologi yang telah ada
semenjak abad ketiga Hijriah.

Menurut S.M.N. Al-Attas berpendapat


bahwa pada tahap pertama Islam di Indonesia yang menonjol adalah aspek
hukumnya bukan aspek mistik karena ia melihat bahwa kecenderungan
penafsiran Alquran secara mistik itu baru terjadi antara 1400-1700M.2)
b. Teori Mekah (Arab)
1

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 42
2
Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 292

4

Menurut teori ini, agama Islam yang masuk dan berkembang di
Indonesia berasal dari Mekah. Hal ini didasarkan pada dianutnya mazhab
Syafii oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mazhab syafii
merupakan mazhab besar dan istimewa di Mekah. Di samping itu teori
Mekah atau Arab ini didasarkan pula pada adanya perkampungan orangorang Arab di pantai Barat Sumatera. Teori ini antara lain dikemukakan
oleh Hamka.

Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat
orasi yang disampaikan pada Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di
Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang
mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari
Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan Hamka adalah
sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal
kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi, melainkan
di dorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan
Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah
berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Menurut Hamka, Penulis Barat melakukan upaya yang sangat
sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang sangat erat antara mereka dengan tanah Arab
sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama.
Dalam pandangan Hamka, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan
Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan hanya sekedar dari
perdagangan. Pandangan Hamka ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah
(kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia.
Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk

mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

c. Teori Persia

5

Pendukung teori Persia mengemukakan bahwa terdapat beberapa
kesamaan kebudayaan yang berkembang di kalangan masyarakat
nusantara dengan budaya masyarakat Persia. Kesamaan budaya itu antara
lain dalam hal peringatan 10 Muharam atau Syura sebagai peringatan
kaum Syiah atas kematian Husain, putra Ali. Teori ini antara lain
dikemukakan oleh Hoesein Djajadiningrat.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang
Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam
dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok
telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak
dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M,
masa dimana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam

bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti
Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir
Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Bahkan menurut sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja
Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak,
merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina
bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten
dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta
leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai
arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai
tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad
ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki
pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas

6

masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada
kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut.3)
Walaupun dari keempat teori ini tidak terdapat titik temu, namun

mempunyai

persamaan

pandangan

yakni

Islam

sebagai

agama

yang

dikembangkan di Nusantara melalui jalan damai. Dan Islam tidak mengenal
adanya misi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen atau Katolik.

2.2 Saluran-saluran Penyebaran Islam di Indonesia

Proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui beberapa
saluran atau cara berikut ini.
a. Melalui Perdagangan
Hal ini terkait dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan
perdagangan pada abad ke-7 sampai abad ke-16 dari Eropa, Timur
Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina. Para pedagang Islam dari Arab,
Persia, dan Gujarat singgah berbulan-bulan di Malaka dan pelabuhanpelabuhan di Indonesia menunggu angin muson yang berupa arah tiap
enam bulan sekali untuk kembali ke negeri asalnya. Selama menunggu itu
terjadilah proses interaksi dengan masyarakat setempat, para bangsawan,
bahkan dengan para raja.4) Di bandar-bandar dagang itulah para pedagang
Arab, Persia, dan Gujarat memperkenalkan dan mengajarkan ajaran Islam
kepada para pedagang lain dan penduduk setempat. Oleh karena itu,
penduduk di sekitar kota bandar termasuk orang-orang yang pertama
memeluk agama Islam. Dengan demikian bandar menjadi pusat
pertemuan, pintu masuknya Islam ke Indonesia, tempat belajar agama
Islam

dan

pusat


penyebaran

agama

Islam.

Bahkan

dalam

perkembangannya, bandar-bandar tersebut kemudian berkembang menjadi
pusat pemerintahan, seperti Samudra Pasai, Perlak, Palembang, Banten,
3

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 43
4
Habib Mustopo. Sejarah 2. Jakarta: Yudhistira. 2011. hlm. 17

7

Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin,
Gowa, Ternate, dan Tidore.5)
b. Melalui Perkawinan
Ada pula di antara para pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang
kemudian menikah dengan wanita-wanita Indonesia. Melalui perkawinan
tersebut terbentuklah ikatan kekerabatan besar beragama Islam yang
merupakan awal terbentuknya masyarakat Islam. Sampai sekarang di
beberapa

kota

Indonesia

di

temukan

kampung

Pekojan,

yaitu

perkampungan para pedagang Gujarat (Koja artinya pedagang Gujarat).
Perkawinan dilangsungkan pula dengan golongan bangsawan. Misalnya,
Raden Rahmat atau Sunan Ampel menikahi Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan Puteri Kawungaten, dan Raja Brawijaya dengan Puteri
Ceumpa yang beragama Islam, yang kemudian berputera Raden Fatah.6)
c. Melalui Pendidikan
Para ulama atau mubalig mendirikan pondok pesantren di beberapa
tempat di nusantara. Disanalah para santri dari berbagai daerah
mendapatkan pendididkan agama Islam secara mendalam. Setelah tamat,
mereka berkewajiban menyebarkan ajaran Islam di daerah masing-masing
sehingga mendorong munculnya pondok-pondok pesantren baru, misalnya
Pesantren Ampel Denta yang didirikan oleh Raden Rahmat mempunyai
murid Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Bonang, dan Raden Fatah. Sunan
Giri kemudian mempunyai murid Fatahillah atau Faletehan dari Pasai.
d. Melalui Politik
Proses penyebaran Islam secara politik dilakukan oleh para
penguasa pribumi. Sebagai orang yang memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat, apa yang dilakukan penguasa sering dijadikan panutan. Itulah
sebabnya tindakan penguasa yang masuk Islam segera diikuti oleh
rakyatnya. Semakin besar dan luas pengaruh penguasa, maka akan
semakin luas pula penyebaran pengaruh Islam itu. Penyebara Islam secara
5

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 45
6
Habib Mustopo. Sejarah 2. Jakarta: Yudhistira. 2011. hlm. 17

8

politik juga semakin sering dilakukan seiring dengan munculnya kerajaankerajaan Islam ini banyak yang melakukan ekspansi.7)
e. Melalui Seni Budaya
Penyebaran agama Islam melalui sarana seni budaya disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia karena ketika itu kebudayaan Hindu-Buddha
dan kepercayaan asli masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak
mengubah seni budaya tersebut, bahkan mereka menggunakan seni budaya
tersebut sebagai sarana menyebarkan Islam. Contoh seni budaya yang
berpengaruh dalam proses islamisasi antara lain seni gamelan dan wayang.
Sering kali ajaran Islam diselipkan dalam cerita-cerita wayang, seperti
yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Pengaruh Islam juga berkembang
melalui seni sastra, seni rupa, kaligrafi, seni ukir dan lain-lain.
f. Melalui Ajaran Tasawuf
Tasawuf mengajarkan umat Islam agar selalu membersihkan jiwa
dan mendekatkan diri dengan Allah SWT. Kaum sufi (penganut tasawuf)
hidup sederhana dan sering kali memiliki keahlian yang bersifat magis,
seperti menyembuhkan penyakit dan ilmu kebathinan. Tokoh-tokoh
tasawuf yang terkenal antara lain Hamzah Fansuri, Nurrudin ar-Raniri,
Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.8)
2.3 Tokoh-tokoh yang Berperan dalam Penyebaran Islam
1. Peranan Kaum Sufilah
Kaum Sufi memberikan konstribusi besar dalam proses persebaran
Islam di Indonesia. Islamisasi di Indonesia bersamaan waktunya dengan
kurun waktu ketika paham Sufi mulai mendominasi dunia Islam, yaitu
setelah jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258.
Kaum Sufi yang berasal dari berbagai kebangsaan itu sedang melakukan
perjalanan ke Indonesia dengan menggunakan kapal dagang.
2. Peranan Ulama dan Mubalig
7

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 45
8
Habib Mustopo. Sejarah 2. Jakarta: Yudhistira. 2011. hlm. 18

9

Diantara ulama atau mubalig yang tertulis dalam sejarah yang
memiliki peran penting dalam proses persebaran Islam di Indonesia adalah
Dato’ri Bandang dan Dato Sulaeman yang menyebarkan Islam di daerah
Sulawesi dan Tuan Tunggang’ri Parangan yang melanjutkan penyebaran
agama Islam ke Kutai, Kalimantan Timur.
3. Peranan tokoh-tokoh pemikir Islam
Melalui karya-karya tulisnya, para pemikir ini memberikan
pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ajaran agama
Islam. Diantara para pemikir Islam tersebut yang terkenal adalah Hamzah
Fansuri, Nuruddin ar-Raniri dan Bukhari al-Jauhari. Hamzah Fansuri,
adalah pemikir Islam yang mengembangkan ajaran tasawuf Qodariyah. Ia
menetap di Aceh ketika Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar
Muda (1607-1636). Nuruddin ar-Raniri, merupakan tokoh pemikir Aceh
masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani. Tahun 1638 ia menyusun kitab
Bustanus Salatin. Melalui Bustanus Salatin, yang memuat tentang sejarah
penciptaan bumi dan langit, riwayat para nabi, sejarah kerajaan-kerajaan
Islam, dan tentang raja-raja yang memiliki sifat adil, cakap dan saleh.
Pengetahuan Islam disebarkan ke berbagai wilayah di Nusantara. Bukhari
al-Jauhari, yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat
Syah (1538-1579). Karyanya yang terkenal adalah Tajus Salatin yang
berisikan ajaran dan petunjuk bagaimana seseorang mengenali dirinya
sendiri, mengenal Tuhan sebagai pencipta kehidupan dan mengenal dunia
dengan segenap kehidupannya.
4. Peranan Wali
Penyebar agama Islam di pulau Jawa adalah para Wali Sanga. Pada
dasarnya, Wali Sanga merupakan Dewan Mubalig. Kesembilan wali itu
adalah: Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan
Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan
Sunan Gunung Jati. Para wali memiliki sikap yang sabar dan sangat
bijaksana. Para wali tidak mengubah kebiasaan hidup masyarakat secara
drastis.

10

Para wali mengizinkan masyarakat melaksanakan kebiasaankebiasaan lama, asal tidak menyekutukan Allah. oleh karenanya, tidaklah
mengherankan jika masyarakat dapat menerima ajaran Islam dengan
mudah dan dengan cepat berkembang ke seluruh pendalaman Jawa. Para
wali ini juga menyebarkan ajaran Islam di luar Jawa hingga ke berbagai
daerah di Nusantara, seperti Sunan Giri penyebaran Islamnya hingga ke
Maluku demikian juga dengan wali lain.
5. Peranan Pedagang
Pedagang Islam baik itu dari Arab, Persia, maupun India
disamping melakukan aktivitas perdagangan juga menyebarkan Islam
yang pertama kali di kawasan Malaka. Pertemuan itu memberikan
pengaruh dalam bidang budaya maupun agama. Mereka menyebarkan
ajaran Islam ketika mereka menunggu angin muson untuk kembali
berlayar.9)
2.4 Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
Dalam perkembangannya, masyarakat Islam telah menjadi kekuatan baru
di Indonesia. Kekuatan masyarakat Islam yang berbasis pada sektor pelayaran dan
perdagangan mampu mengimbangi kekuatan Hindu-Budha yang berpusat di
daerah pedalaman yang berbasis pada agraris (pertanian). Bahkan masyarakat
Islam mulai berusaha untuk memisahkan diri dari kekuasaan kerajaan HinduBudha. Kota-kota bandar yang semula berada di bawah kekuasaan kerajaan
Hindu-Budha telah berubah menjadi pusat-pusat kerajaan Islam. Dengan
demikian, berdiri dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari pesatnya perkembangan agama Islam di Indonesia.
1. Kerajaan Perlak
Berdasarkan bukti-bukti sejarah terbaru dapat diketahui bahwa
kerajaan Islam tertua di Indonesia adalah Kerajaan Perlak dengan
ditemukannya bukti naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq
9

Musyrifah Sunanto. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2005. Hlm. 46-47.

11

fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As
Salathin, dan Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai. Kerajaan Perlak
didirikan pada tanggal 1 Muhharam 225 H (840 M) yang diperintahkan
oleh Saiyid Abdul Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid Maulana
Abdul Aziz Shah.
Di

samping

itu,

disebutkan

bahwa

raja

terakhir

yang

memerintahkan Perlak adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz
Syah Johan yang memerintah Perlak pada tahun 662-692 H (1263-1292
M). Setelah itu, berita tentang kerajaan Perlak sudah tidak ditemukan lagi.
Hal itu dapat dipahami karena menurut bukti sejarah yang ditemukan
kemudian menyebutkan bahwa kerajaan Perlak sudah disatukan dengan
kerajaan Samudera Pasai. Penyatuan itu sebagai akibat perkawinan antara
Putri Ganggang Sari (dari Perlak) dengan Sultan Muhammad Malikul
Dhakir, putera Sultan Malikul Saleh.
2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan ini berkembang dengan pesat dan memiliki dua bandar
perdagangan yang ramai, yaitu Samudera dan Pasai. Kerajaan Samudera
Pasai mendapat pengaruh Islam pada abad VIII. Akan tetapi, Kerajaan
Samudera Pasai baru bisa didirikan pada abad XIII yang diperintahkan
oleh Sultan Malik Al-Saleh yang terkenal sebagai peletak dasar kekuasaan
Islam. Ia berhasil mengembangkan perdagangan sebagai pilar ekonomi
kerajaan, sehingga menyebabkan Samudera Pasai berkembang menjadi
kerajaan yang kuat dan berpengaruh.
Pada abad XIV, Samudera Pasai telah menjadi salah satu tempat
studi agama Islam. Banyak para ulama dari berbagai negeri Islam yang
datang ke Samudera Pasai untuk mendiskusikan masalah-masalah
keagamaan dan kehidupan umat manusia sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad saw. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Samudera
Pasai telah berhasil menyiarkan agama Islam ke berbagai wilayah
sekitarnya, seperti Minangkabau, Jambi, Jawa, Malaka, dan bahkan sampai
ke Patani (Thailand). Samudera Pasai tidak dapat mempertahankan

12

sinarnya karena kalah bersaing dengan orang-orang Portugis yang datang
ke Selat Malaka pada tahun 1511. Samudera Pasai sendiri mulai diduduki
oleh Portugis pada tahun 1524. Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai
pernah dikunjungi oleh Maco Polo seorang saudagar dari Venesia (Italia)
pada tahun 1292 dan Ibn Battuta seorang pengembara dari Taugier
(Marroko) pada tahun 1345.
3. Kerajaan Malaka
Pada abad XIV, Malaka telah berkembang menjadi bandar
perdagangan yang yang paling penting di Asia Tenggara. Kerajaan Malaka
didirikan oleh Parameswara, seorang keturunan bangsawan Majapahit. Ia
sebagai raja pertama dengan gelar Sultan Iskandar Syah dan memerintah
Malaka pada tahun 1296-1414. Di bawah kepemimpinannya, Malaka
mengalami perkembangan pesat. Malaka menjadi pusat perdagangan dan
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Tahun 1511, Malaka diserang dan
berhasil dikuasai oleh Portugis. Orang-orang Portugis dipimpin oleh
d’Albuquerque. Akhirnya, bangsa Portugis mulai menanamkan pengaruh
dan kekuasaannya di Asia Tenggara.
4. Kerajaan Aceh
Sebelum menjadi kerajaan yang berdiri sendiri, Kerajaan Aceh
merupakan bagian dari Kerajaan Pidie. Lepasnya Aceh dari Pidie adalah
berkat perjuangan yang dilakukan oleh Ali Mughayat Syah, yang sekaligus
kemungkinan menjadi pendiri dan penguasa pertama Kesultanan Aceh. Ia
memerintah selama 14 tahun (1514-1528). Selama masa pemerintahannya,
pusat kerajaan dipindahkan ke Kutaraja. Di bawah kekuasaan Ali
Mughayat Syah, Aceh berusaha menguasai daerah-daerah bekas
kekuasaan Malaka. Upaya pertama adalah dengan menaklukkan Pidie,
Pasai, dan Daya. Setelah ketiganya berhasil dikuasai, upaya dilanjutkan
dengan menyerang Johor, Barus dan Minangkabau. Karena kedekatan
hubungan antara Aceh dengan kerajaan Turki, Arab, dan Abesinia, untuk
menunjang aktivitas ekspansinya, Kerajaan Aceh memperoleh bantuan
pasukan dari ketiga negeri itu. Ekspansi militer itu dilakukan bukan

13

sekedar untuk mencapai tujuan politik saja tetapi juga motif ekonomi,
karena daerah-daerah itu kaya akan hasil bumi dan komoditas
perdagangan.
Setelah Sultan Ali Mughayat Syah meninggal ia diganti oleh
putranya, Husain. Akan tetapi kepemimpinan Husain ini banyak mendapat
pertentangan

dari

sultan-sultan

kecil

bawahan

Aceh.

Terjadilah

perlawanan dari Sultan Pariaman, Aru, Fansur, dan Barus. Dalam
pertempuran tersebut Sultan Husein meninggal dunia. Ia kemudian
digantikan oleh Sultan Ali Riayat Syah (1586-1588).
Kerajaan Aceh dapat disatukan lagi setelah diperintahkan oleh
Sultan Iskandar Muda (1607-1936) selain itu dibawah pemerintahannya
juga secara ekonomi Aceh mengalami perkembangan yang pesat.
Perkembangan sastra mendapat perhatian sehingga muncul ahli-ahli sastra
seperti Nuruddin Ar-Raniri dan Hamzah Fansuri. Kehidupan masyarakat
yang bernuansa Islam semakin berkembang sehingga Aceh dikenal
sebagai negeri Serambi Mekkah.
Tahun 1636, Sultan Iskandar Muda wafat dan digantikan Sultan
Iskandar Thani (1636-1641). Pada saat itu, Aceh masih dapat
mempertahankan kekuasaannya. Namun, setelah Iskandar Thani wafat,
Aceh mengalami kemunduran karena hal itu bersamaan dengan jatuhnya
Malaka ke tangan orang Belanda. Di bawah pemerintahan Sultan
Safiatuddin banyak daerah yang melepaskan diri karena praktik adu
domba yang dilakukan Belanda.
5. Kerajaan Demak
Raja Pertama Demak adalah Raden Patah atau Pangeran Jimbun
(Rodim). Raden Patah sendiri menurut babad tanah Jawi adalah keturunan
raja terakhir Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V yang menikah
dengan seorang putri Cina. Sebelum menjadi Sultan Demak, Raden Patah
adalah penguasa Vassal Majapahit di Demak dengan gelar Sultan Alam
Akbar al-Fatah. Raden Patah memiliki hubungan baik dengan Wali Sanga

14

sebagai pemimpin dan penyebar agama Islam di Jawa, bahkan ia juga
membangun sebuah masjid yang megah yaitu Masjid Demak.
Setelah Raden Patah meninggal, pergantian kepemimpinan terus
berganti mulai dipimbin oleh Pati Unus (518-1521), Sultan Trenggono
(1521-1546), kemudian Aryo Penangsang mengangkat dirinya sebagai
penguasa

baru

Demak

(1546-1568),

banyak

pihak

yang

tidak

menerimanya karena ia sangat kejam dan banyak lawan politiknya yang
dibunuh. Tindakan Aryo Penangsang itu menyulut kemarahan para adipati.
Salah satu adi pati tersebut adalah Jaka Tingkir atau Mas Karebet.
6. Kerajaan Pajang
Pendiri Kerajaan Pajang adalah Adiwijaya (1568-1582). Sebagai
penguasa Pajang, Adiwijaya mendapat pengakuan dari Sunan Giri dan
para adipati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah menjadi Sultan,
Adiwijaya tidak pernah lupa terhadap jasa-jasa para sahabatnya yang ikut
membantu mengalahkan Arya Penangsang.

Ketika Sultan Adiwijaya

wafat (1582) seharusnya digantikan oleh Pangeran Benawa, tetapi ia
berhasil disingkirkan oleh Arya Pangiri (1582-1586) sedangkan Pangeran
Benawa hanya dijadikan adipati di Jipang.
Ketika menjadi sultan, tindakan Arya Pangiri meresahkan
masyarakat karena menyita sepertiga sawah rakyat untuk untuk diberikan
kepada pengikutnya dari Demak. Hal itu dimanfaatkan oleh Pangeran
Benawa untuk menghimpun kekuatan. Setelah berhasil mengalahkan Arya
Pangiri, Pangeran Benawa yang lebih berhak atas tahta Pajang justru
menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya. Pangeran Benawa
menyadari bahwa dirinya tidak cukup cakap untuk mengendalikan
pemerintahan, menjamin keamanan, dan mempertahankan kekuasaan yang
sangat luas. Sutawijaya pun menerima tawaran saudara angkatnya dan
sejak saat itu segala kebesaran Pajang dipindahkan ke Mataram. Dengan
demikian, kekuasaan Pajang berakhir.

15

7. Kerajaan Mataram Islam
Sutawijaya menjadi Sultan Mataram (1586-1601) dengan gelar
Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama Kalifatullah. Artinya
sultan yang sekaligus sebagai panglima perang dan pemimpin agama. Di
masa pemerintahannya timbul berbagai konflik

dan peperangan yang

terjadi antara Sutawijaya dan para adipati yang tidak bersedia mengakui
kekuasaan Sutawijaya sebagai sultan. Surabaya, Demak, Ponorogo,
Madiun, Kediri dan Pasuruan tidak mau mengakui kekuasaan Sutawijaya
dan berusaha melepaskan diri dari Mataram.
Sutawijaya wafat pada tahun 1601 dan digantikan oleh putranya
yang bernama Mas Jolang (1601-1613) yang bergelar Sultan Anyakrawati.
Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan dimana-mana, hingga
akhirnya ia meninggal dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga
lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Selanjutnya
digantikan oleh Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing
ngalaga

Ngabdur

Rachman

(1613-1645).

Sultan

Agung

segera

melanjutkan cita-cita leluhurnya, yaitu mewujudkan kekuasaan Mataram
yang meliputi seluruh pulau Jawa. Pada tahun 1633, Sultan Agung
menciptakan tarikh Jawa-Islam berdasarkan perhitungan bulan yang
dimulai pada 1 Muharam 1043 H. Ia juga berhasil menyusun karya Sastra
Gending yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa. Disamping
itu, ia berhasil menyusun buku undang-undang pidana dan perdata yang
diberi nama Surya Alam. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan
dikenang sebagai raja yang terbesar karena dapat membawa Mataram
mencapai masa keemasan.
8. Kerajaan Cirebon
Berdasarkan Ceritera Ceruban, Kesultanan Cirebon didirikan oleh
Syarif Hidayatullah, salah seorang cucu Raja Pakuan Pejajaran pada tahun
1482. Selain sebagai Sultan Cirebon, Syarif Hidayatullah juga dikenal
sebagai seorang wali. Ia mendapat persetujuan dari Sunan Ampel untuk
menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Oleh karena itu, Syarif

16

Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Cirebon
berkembang dengan pesat sebagai pusat perdagangan dan penyebaran
agama Islam. Syarif Hidayatullah wafat di Cirebon dan dimakamkan di
bukit Gunung Sembung, tidak jauh dari bukit Gunung Jati. Selanjutnya
tahtanya

digantikan

oleh Pangeran Pasarean yaitu

putra Syarif

Hidayatullah. Tahun 1679 Cirebon terpaksa dibagi dua yaitu Kasepuhan
dan Kanoman. Akhir abad ke-17 Cirebon berhasil dikuasai VOC.
9. Kerajaan Banten
Dasar-dasar pembentukan Kesultana Banten telah dirintis oleh
Nurullah pada tahun 1525 atas persetujuan Sultan Demak. Pada tahun
1522, Portugis telah menandatangani persetujuan dengan Pakuan Pajajaran
untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Namun sebelum maksud
Portugis dilaksanakan, Nurullah telah merebut Sunda Kelapa dari
Pajajaran pada tahun 1527. Atas kemenangannya itu, Nurullah diberi gelar
Fatahillah (Kemenangan Allah) oleh Sultan Trenggono. Disamping itu,
nama Sunda Kelapa diganti dengan Jayakarta. Kemudian Banten
diserahkan kepada puteranya yang kedua, yaitu Hasanuddin pada tahun
1552. Sejak saat itu, Banten melepaskan diri dari Demak dan berdiri
sebagai kerajaan yang merdeka. Oleh karena itu, Sultan Hasanuddin
(1552-1570) dianggap sebagai sultan Banten yang pertama. Pada tahun
1570, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan oleh anaknya yang
bernama Pangeran Yusuf (1570-1580). Pada tahun 1579, Pangeran Yusuf
menyerang Pajajaran dan sejak saat itu berakhirlah riwayat kerajaan Hindu
di Jawa Barat. Sedangkan Pangeran Yusuf digantikan oleh Maulana
Yusuf. Maulana Yusuf meninggal pada tahun 1595, ketika memimpin
ekspedisi ke Palembang. Banten pun mulai surut karena kalah bersaing
dengan VOC yang berkuasa di Batavia.
10. Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan besar di
kawasan Maluku. Menurut kitab sejarah Ternate awal masuknya Islam di
wilayah ini terjadi pada abad ke-15. Menurut sumber sejarah yang sama,

17

para pedagang dari Gresik dan Tuban adalah yang berperan besar dalam
Islamisasi wilayah ini. Raja Ternate yang pertama kali memeluk Islam
adalah Gapi Buta atau Zainal Abidin atau Sultan Marhum (1465-1486).
Sementara raja Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirililiyah
atau Sultan Jamaluddin.
Di bawah pemerintahan Sultan Ben Acorala (Ternate) dan Sultan
Almancor (Tidore) kedua negara itu terus bersaing dalam memperebutkan
hegemoni perdagangan di kawasan Maluku. Sehingga pada waktu itu di
Maluku terdapat dua persekutuan besar, yaitu Uli Lima (persekutuan lima
daerah) dan Uli Siwa (persekutuan sembilan daerah). Setelah Zainal
Abidin meninggal, pemerintahan Ternate kemudian berpindah ke tangan
Sultan Tabariji. Pada masa pemerintahan Tabariji inilah Portugis dan
Spanyol mulai masuk ke Maluku. Kehadiran kedua bangsa itu makin
memperuncing permusuhan antara Ternate dan Tidore.
Ternate kemudian mencari perlindungan kepada Portugis dan
sebaliknya Tidore kepada Spanyol. Hingga akhirnya terjadi peperangan
antara kedua kerajaan, yang dimenangkan oleh Ternate. Pengganti Sultan
Tabariji adalah Sultan Khairun. Pada masa pemerintahannya Islam
mengalami perkembangan yang pesat. Jika sebelumnya Ternate bersekutu
dengan Portugis, maka pada masa pemerintahan Sultan Khairun, Ternate
justru memusuhi Portugis. Hal itu disebabkan tindakan monopoli
perdagangan yang dilakukan Portugis. Pengganti Sultan Khairun
selanjutnya adalah Sultan Baabullah. Sementara Tidore ketika itu di bawah
pemerintahan Sultan Nuku. Pada masa pemerintahan kedua sultan itulah
kedua kerajaan mencapai masa keemasannya. Bagi Ternate sendiri
perjuangan untuk mengusir Portugis di Maluku. Bagi Ternate sendiri
perjuangan untuk mengusir Portugis adalah harga mati yang harus mereka
lakukan. Baabullah memimpin langsung perlawanan terhadap Portugis.
Pada tahun 1575 benteng Portugis di Ternate berhasil direbut, bahkan dua
tahun kemudian (1577) Portugis berhasil diusir dari Maluku.

18

11. Kesultanan Gowa-Tallo (Makasar)
Kerajaan Gowa-Tallo secara resmi menjadi kerajaan yang bercorak
Islam pada masa pemerintahan Daeng Manrabbia (1591-1638). Setelah
masuk Islam (1605) ia kemudian bergelar Sultan Alaudin. Setelah resmi
menjadi kerajaan Islam, Gowa-Tallo mulai menyebarkan agama Islam ke
kerajaan-kerajaan lain. Kendati awalnya mendapat tantangan, tetapi pada
akhirnya

beberapa

kerajaan

yang

tergabung

dalam

persekutuan

Tellumpoco (persekutuan yang dibentuk oleh Bone, Soppeng, Wajo tahun
1528 untuk membendung pengaruh Gowa-Tallo) berhasil diIslamkan.
Setelah Sultan Alaudin meninggal, posisinya kemudian digantikan
oleh Sultan Muhammad Said (1639-1653). Masa puncak kerajaan GowaTallo terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669).
Pada masa kepemimpinannya, wilayah kekuasaan Gowa-Tallo semakin
luas, yang antara lain meliputi seluruh wilayah Sulawesi bagian Selatan
dan wilayah yang sekarang disebut dengan Nusa Tenggara. Ia mendapat
gelar “Ayam Jantan dari Timur”. Setelah Hasanuddin meninggal, ia
digantikan oleh puteranya Mapasomba. Pada masa pemerintahan
Mapasomba kejayaan Gowa-Tallo semakin redup.
12. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam yang terletak di Kalimantan
Selatan yang dipimpin oleh Pangeran Samudera. Setelah masuk Islam
Pangeran

Samudera

kepemimpinannya

bergelar

Kerajaan

Sultan

Banjar

Suryanullah.
terus

Di

bawah

berkembang.

Daerah

kekuasaannya meliputi Sukadana, Kota Waringin dan Rawei.10)
2.5 Perbandingan Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan-Kerajaan Bercorak
Islam dengan Hindu Budha.
1. Konsep kekuasaan pada kerajaan bercorak Hindu-Budha
Dalam struktur kekuasaan kerajaan Hindu-Budha, raja menjadi
pemimpin kerajaan yang berkuasa mutlak di dalam pemerintahan. Padanya
10

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 70-81

19

melekat kekuasaan dan hak untuk membuat undang-undang yang
diantaranya dibuat dengan tujuan untuk mengukuhkan kedudukannya.
Raja juga memainkan peranan yang sangat menentukan dalam
merumuskan sebuah kebijakan ekonomi. Ibu kota kerajaan menjadi pusat
kegiatan ekonomi. Raja menjamin keamanan dan kemakmuran kerajaan
dan rakyat. Raja menggunakan golongan Brahmana untuk menonjolkan
kesaktian dan kekuatannya, dengan tujuan menanamkan keyakinan dan
ketaatan rakyat. Raja juga menjadi pimpinan tertinggi dalam angkatan
perang dan prajurit. Dengan demikian di tangan rajalah semua kebijakan
diputuskan, termasuk masalah penyelesaian tanah dan pekerjaan apabila
pegawai-pegawai peradilan kerajaan tidak dapat menyelesaikan masalah
itu melalui undang-undang.
2. Konsep kekuasaan pada kerajaan bercorak Islam
Sultan dan raja kerajaan Islam di Indonesia pada masa itu diangkat
oleh Bani Ummayah. Lambang bulan bintang yang menjadi lambang Bani
Ummayah menghiasi kubah-kubah masjid di Indonesia. Tentang konsep
kekuasaan dalam tradisi politik Islam, berkembang paham bahwa
penguasa memerintah berdasarkan mandat dari Tuhan, dan bukan dari
rakyat. Dalam tradisi politik Islam di Indonesia, seperti tampak dalam teks
Sejarah Melayu atau Taj al-Salatin, Raja dianggap sebagai orang yang
mulia dan mempunyai berbagai kelebihan. Posisi raja setingkat dengan
Nabi, dan sebagai pengganti Tuhan di muka bumi. Dalam hal ini, teks Taj
al-Salatin menganalogikan raja dan Nabi sebagai “dua permata dalam satu
cincin”. Konsep ini mengandung arti dua kekuasaan yaitu keduniaan dan
keagamaan. Oleh karena itu, kekuasan raja atau penguasa menjadi suci dan
wajib hukumnya bagi rakyat untuk taat kepada penguasa dengan
melaksanakan apapun titahnya.
Hukum

dalam

undang-undang

kerajaan

Islam

misalnya,

dikemukakan sebagai sebuah aspek martabat raja:”...siapa saja yang
melanggar apa yang telah dinyatakan dalam undang-undang ini,
dinyatakan bersalah melakukan penghianatan terhadap Sri Baginda...”.

20

Posisi hukum demikian sering mengakibatkan munculnya tindakantindakan raja yang sewenang-wenang, tidak bertumpu pada asas rule of
law, tidak terbuka terhadapap keragaman, dan sebagainya.
2.6 Perkembangan Islam di Indonesia sebelum Kemerdekaan
Pesatnya perkembangan Islam di Indonesia didukung oleh beberapa
faktor, yaitu:
1) Syarat untuk memeluk agama Islam sangat mudah.
2) Kewajiban berdakwah merupakan tugas setiap muslim.
3) Para saudagar maupun ulama dalam menyampaikan Islam menggunakan
pendekatan yang persuasif dan cara dakwah yang simpatik.
4) Para ulama juga memiliki kelebihan rohaniah melalui ajaran tasawwuf.
5) Ajaran Islam tidak mengenal pembedaan derajat manusia berdasarkan
kasta/gelar.
6) Ajaran Islam dipandang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.11)
a. Bukti-bukti penyebaran Islam di Indonesia
1. Makam Fatimah binti Maimun
Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah makam
Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan tertulis nama seorang wanita
yang bernama Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082 (475 H).
Artinya dapat dipastikan bahwa pada akhir abad XI Islam telah masuk
ke Indonesia.
2. Makam Sultan Malik Al-Saleh
Makam Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297
merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan berkembang di daerah
Aceh pada abad XIII. Mengingat

Malik Al-Saleh adalah seorang

Sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah
Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan Kesultanan Samudera
Pasai.
11

Ida dkk. Pendidikan Agama Islam kelas XI. Solo: Dino Mandiri. 2014. Hlm.
58.

21

3. Sumber berita Ma-Huan
Penemuan puluhan batu nisan di Troloyo, Trowulan Gresik yang
berasal dari abad ke-13. Sumber berita dari Ma-Huan (1416) yang
menyebutkan bahwa pada abad ke-13 telah banyak orang-orang muslim
di Gresik.
4. Sumber berita Marco Polo
Marco Polo menceritakan bahwa pada abad XIII, Islam telah
berkembang di Sumatera Utara dan Jawa. 12)
5. Ceritera Ibn. Battuta
Pada tahun 1345, Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia
menceritakan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama
dan rakyatnya.
6. Sumber Dinasti Tang
Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 dan 8 M. Hal itu
dibuktikan, dengan ramainya Selat Malaka dari aktivitas pedagangpedagang Muslim.
7. Sumber berita Tome Pires
Sumber berita Tome Pires dalam Suma Orienta, yang menyebutkan
bahwa daerah-daerah sekitar pesisir Utara Sumatera telah banyak
masyarakat dan kerajaan Islam.13)
b. Perkembangan tradisi Islam di berbagai daerah
1. Tradisi Ziarah
Tradisi ziarah atau mengunjungi makam para wali sudah menyebar
luas di Jawa. Para peziarah memiliki kepercayaan bahwa berziarah
merupakan tindakan ibadah yang membawa berkah dan merupakan
suatu cara untuk menghormati orang yang telah meninggal dunia dan
di akhirat.
2. Tradisi Maulud
12

Aziz. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam kelas IX semester 1. Surakarta:Citra
Pustaka. 2009. Hlm. 54.
13
Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 48-49

22

Tradisi maulud merupakan tradisi perayaan keagamaan yang
berkembang dalam masyarakat Islam

untuk memperingati hari

kelahiran nabi Muhammad s.a.w yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul
Awal bulan Khomariah ketiga menurut penanggalan Islam.
3. Tradisi Tajdid
Tajdid atau pembaharuan merupakan tradisi yang muncul secara
periodik dalam dunia Islam.
4. Tradisi Daur Kehidupan dalam Ajaran Islam
Ada 4 jenis upacara yang biasa dilakukan oleh umat Islam di
Indonesia, yaitu kelahiran, masa memasuki dewasa, menikah, dan
meninggal.14)
c. Perkembangan pendidikan, kesenian dan kesusastraan bercorak Islam
a) Perkembangan Pendidikan Islam
1. Perkembangan pendidikan Islam di Sumatera
Di wilayah Barat kepulauan Indonesia, Aceh dan
Minangkabau

bisa

disebut

sebagai

puat

muncul

dan

berkembangnya pendidikan dan ilmu pengetahuan Islam hingga
ke

Malaka

dan

Filiphina.

Syekh

Abdurrauf

berhasil

menterjemahkan tafsir Alquran ke dalam bahasa Melayu.
2. Perkembangan pendidikan Islam di Jawa
Agama Islam berkembang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Jawa Barat, terutama kota-kota pesisir pantai seperti Gresik,
Surabaya, Demak dan Banten. Pendidikan Islam di Jawa tidak
lepas dari keberadaan kerajaan Islam, para Walisanga, Kyai dan
ulama lokal.
3. Perkembangan pendidikan Islam di Kalimantan
Perkembangan pendidikan Islam ini berasal dari masjid,
pesantren dan madrasah.
4. Perkembangan pendidikan Islam di Sulawesi
14

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 50-51

23

Perkembangan pendidikan Islam di wilayah ini tidak lepas
dari peran para ulama dan mubalig seperti syekh As’ad Rasyid.
Pendidikan Islam ini diajarkan melalui masjid, pesantren dan
madrasah.15)
b) Perkembangan Kesenian Islam
a. Perkembangan seni pertunjukan
Contohnya seni tari Seudati, seperti yang berkembang di daerah
Aceh. Tari ini dilakukan oleh delapan penari sambil
menyanyikan lagu tertentu yang isinya tentang salawat Nabi.
b. Perkembangan bidang seni rupa
Contohnya seni kaligrafi, yaitu seni tulis indah dengan
menggunakan huruf Arab.
c. Perkembangan bidang seni bangunan
Contohnya bangunan masjid dan keraton.
d. Perkembangan kesusastraan Islam
Contohnya hikayat, syair bernuansa Islam dan suluk.
e. Sastra Islam berbentuk hikayat
Contohnya babad tanah Jawi yang menceritakan berbagai hal
yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan di Jawa.
f. Sastra Islam berbentuk syair
Contohnya syair karya Ali Haji, yang berisi nasehat bagi para
pemimpin, pegawai dan rakyat biasa agar dihormati dan
disegani oleh orang lain.
g. Sastra Islam berbentuk suluk
Mengacu pada hidup dengan cara sufi atau mengikuti aturan
sufi. Dalam kesusastraan Jawa tradisi suluk dikategorikan
sebagai ajaran spiritual orang Islam Jawa yang ditulis dalam
bentuk puisi.16)
15

Muhammad Yuzar dkk. Sejarah untuk SMA Kelas XI IPS. Pekanbaru: Amara.
2010. hlm. 53-54
16
Aziz. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam kelas IX semester 2. Surakarta:Citra
Pustaka. 2010. Hlm. 52-53.

24

2.7 Latar Belakang Kedatangan Belanda, VOC, Hindia Belanda.
Tujuan Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangkan usaha
perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal dagangnya yang pertama ke
Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 di bawah pimpinan
van Nede, van Heemskerck, dan van Warwijck. Selain dari Amsterdam, juga
datang beberapa kapal dari berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat
tahun 1599 di bawah pimpinan van der Hagen dan angkatan keempat tahun 1600
di bawah pimpinan van Neck.
Pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan itu bergabung dan disahkan
oleh Staten-General Republik dengan satu piagam yang memberi hak khusus
kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang, berlayar, dan memegang
kekuasaan serta melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang
usaha perdagangannya di kawasan antara Tanjung Harapan dan Kepulauan
Solomon, termasuk Kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama Vereenigde
Oost Indische Compagnie (VOC).
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah mencapai Banten dan Selat Bali.
Pada pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah.
Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat perang melawan Portugis di
Ambon, tetapi gagal, yang memaksakan mereka untuk mendirikan benteng
tersendiri. Mereka kali ini sudah berhasil membuat kontrak dengan pribumi
mengenai jual-beli rempah-rempah. Dalam angkatan keempat, mereka berhasil
membuka perdagangan dengan Banten dan Ternatre, tetapi mereka gagal merebut
benteng Portugis di Tidore.
Sistem monopoli itu bertentangan dengan sistem tradisional yang dianut
masyarakat. Sikap Belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan makin
memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Namun, secara politik VOC
dapat menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat. Pada

25

tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden.
Sebelumnya, pada 1795 izin operasinya dicabut. Kemunduran, kebangkrutan, dan
dibubarkan VOC disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pembukuan yang
curang, pegawai yang tidak cakap dan korup, hutang besar, dan sistem monopoli
serta sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan/ hasil tanaman penduduk
menimbulkan kemerosotan moril baik para penguasa maupun penduduk yang
sangat menderita.
Dengan bubarnya VOC, pada pengganti abad ke-18 secara resmi Indonesia
pindah ketangan pemerintah Belanda. Pada tahun 1816, Belanda malah
memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya
kepada negeri induk, guna menanggulangi masalah ekonomi Belanda yang sedang
mengalami kebangkrutan akibat perang. Pada tahun 1830, pemerintah Hindia
Belanda menjalankan sistem tanam paksa. Setelah Terusan Suez dibuka dan
industri di negeri Belanda sudah berkembang pemerintah sudah menerapkan
politik liberal di Indonesia. Perusahaan dan modal swasta dibuka seluas-luasnya.
Meskipun dalam politik liberal itu kepentingan dan hak pribumi mendapat
perhatian, tetapi pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Pada
tahun 1901 Belanda menerapkan politik etis atau politik balas budi.17)
2.8 Sikap Belanda terhadap Umat Islam
Di tengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu,
datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu Portugis, kemudian Spanyol, disusul
Belanda dan Inggris. Berbeda dengan watak kaum pedagang Arab dan India yang
beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama Kristen itu melakukan
misinya dengan menggunakan kekerasan, terutama dengan teknologi persenjataan
mereka yang lebih unggul daripada persenjataan kita. Tujuannya adalah
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan
Nusantara ini.

17

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2013.
Hlm. 234-236.

26

Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalin
hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian
mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa
Indonesia.
Waktu itu kaum kolonial belum berani mencampuri masalah Islam, dan
tidak mempunyai kebijaksanaan terhadap orang Islam karena belum memiliki
pengetahuan pengetahuan mengenai Islam dan bahasa Arab, juga belum
mengetahui sistem sosial Islam. Namun pada tahun 1908 pemerintah Belanda
mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan-urusan agama orang Jawa
tidak diganggu dan pemuka-pemuka agama mereka dibiarkan memutuskan
perkara-perkara di bidang perkawinan dan kewarisan. Kemudian pada tahun 1820
dibuatlah Statsblaad untuk mempertegas instruksi ini. Campur tangan mereka
lebih tampak lagi setelah adanya instruksi pada 1867 yang ditujukan kepada para
kepala daerah, bupati serta wedana di seluruh Jawa dan Madura untuk mengawasi
ulama-ulama agar tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan peraturan
gubernur jenderal. Lalu tahun 1882, mereka mengatur tentang lembaga peradilan
agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan,
perwalian dan perwakilan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi sebagai
penasihat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia Belanda lebih berani
membuat kebijakan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan Politik Islam,
yakni kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia. Dengan politik itu, ia
membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
1) Bidang agama murni atau ibadah
2) Bidang sosial kemasyarakatan
3) Politik

27

Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan
kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang
tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan
yang berlaku sehingga pada waktu itu ditentukan teori untuk membatasi
keberlakuan hukum Islam, yakni teori reptie yang maksudnya hukum Islam baru
bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam
membahas hukum Islam baik dari Alquran maupun Sunnah yang menerangkan
tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
Adapun dalam masalah pendidikan, pemerintah Hindia Belanda membuat
ordonansi guru pada tahun 1905 yang mengatur tentang kewajiban para guru
Islam untuk meminta izin sebelum mereka mengajar. Ordonansi itu timbul setelah
terjadi peristiwa Cilegon pada 1888, yaitu suatu pemberontakan para petani yang
menurut mereka dimotori oleh para haji dan guru-guru agama. Ordonansi tersebut
memang sengaja dibuat untuk menghambat dan menghalangi penyebaran Islam di
Indonesia, karena pemerintah Hindi Belanda pun memang punya misi
menyebarkan agama Kristen. Pada masa itu umumnya orang Belanda merasa
optimis untuk bisa secepatnya mengikis pengaruh Islam di Indonesia dengan
melalui Kristenisasi karena mereka memiliki asumsi yang keliru bahwa
sinkretisnya Islam di kawasan inialan mempermudah penaklukannya. Padahal di
tengah-tengah penindasan dan pengekangan kolonialisme, ajaran Islam dengan
segala kekurangmurniannya dan dengan kompromisnya dengan praktik kehidupan
pra-Islam, justru dapat menumbuhkan jiwa patriotisme sebagai bagian dari iman
(hubbul wathan min al-iman), yang berorientasi ke arah persatuan seluruh
kepulauan nusantara, dan ternyata kelak merupakan salah satu landasan yang
kokoh bagi bangkitnya nasionalisme Indonesia pada permulaan abad XX.18)
2.9 Peran Umat Islam terhadap Kemerdekaan Indonesia
18

Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 2004. Hlm. 296-299

28

Ajaran Islam yang dipeluk oleh sebagaian besar rakyat Indonesia telah
memberikan kontribusi besar, serta dorongan semangat, dan sikap mental dalam
perjuangan kemerdekaan. Tertanamnya ruhul Islam yang di dalamnya memuat
antara lain :
1. Jihad fi Sabilillah, telah memperkuat semangat rakyat untuk berjuang
melawan penjajah.
2. Izin berperang dari Allah SWT. (QS. Al Hajj : 39)

“ Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi,
sesungguhnya mereka itu dijajah/ditindas, maka Allah akan membela
mereka.”
3. Kalimat yang dapat menggerakkan rakyat, yaitu takbir Allahu Akbar,
selalu berkumandang dalam era perjuangan umat Islam di Indonesia.
4. Cinta tanah air sebagian dari Iman, menjadikan semangat Patriotik
bagi umat Islam dalam melawan penjajahan.
Pada kesimpulannya Dr. Douwwes Dekker menyatakan bahwa : “Apabila Tidak
ada semangat Islam di Indonesia, sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap
dari Indonesia”. Dengan demikian ajaran Islam yang sudah merakyat di Indonesia
ini, punya peranan yang sangat penting, berjasa, dan tidak dapat diabaikan dalam
perjuangan di Indonesia.
Umat Islam Indonesia punya peranan yang menentukan dalam dinamika
perjuangan untuk memdapatkan kemerdekaan. Dalam perjuangan ini dapat dibagi
menjadi :

1. Perjuangan Kerajaan-Kerajaan Islam melawan Kolonial
29

Dimulai sejak awal masuknya bangsa barat dengan
pendekatan kekuatan yang represif (bersenjata), maka dilawan oleh
karajaan-kerajaan Islam di kawasan Nusantra ini. Perjuangan ini
antara lain: Malaka melawan serangan Portugis (1511) diteruskan
oleh Ternate di Maluku (Portugis ber