BAB II GEOLOGI REGIONAL II. 1 KERANGKA GEOLOGI REGIONAL

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

II. 1

KERANGKA GEOLOGI REGIONAL
Sebelum membahas geologi daerah Tanjung Mangkalihat, maka terlebih dahulu
akan diuraikan kerangka geologi regional yang meliputi pembahasan fisiografi
regional, stratigrafi, struktur, serta tektonik yang berpengaruh di daerah tersebut.
Di samping itu, data geologi regional ini sangat penting artinya sebagai
pembanding dalam menentukan posisi stratigrafi batuan dan analisa struktur di
daerah pemetaan.

II. 2

FISIOGRAFI REGIONAL
Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat
dengan arah baratlaut – tenggara, di bagian barat dibatasi oleh tinggian Kuching
yang berarah utara – selatan, berupa batuan dasar berumur Pratersier. Pada
bagian selatan dibatasi oleh tinggian Meratus dan Busur Patenoster.
Kelurusannya dikontrol oleh Sesar Adang (Adang Fault) dengan arah baratlaut –

tenggara. Ke arah timur Cekungan Kutai terbuka semakin dalam kearah Selat
Makasar (Biantoro, dkk., 1992).

Daerah
Penelitian

Gambar 2.1 Peta fisiografi pulau Kalimantan (Biantoro, dkk., 1992)
5

II. 3

GEOLOGI REGIONAL TINGGIAN MANGKALIHAT

II.3.1

Kerangka Tektonik Dan Struktur Geologi Regional

Pulau Kalimantan berada di tenggara lempeng Eurasia besar. Di sebelah
utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur
dibatas oleh sabuk Filipina dan lempeng samudra Filipina dan di selatan

oleh sistem busur Banda dan Sunda. Di sebelah barat dibatasi oleh paparan
Sunda dan kerak benua dari Tanjung Malaya. Blok Besar Kalimantan di
utara, timur, dan selatan di kelilingi oleh batas lempeng dan sistem
busur yang masih aktif sekarang atau pernah aktif pada saat Tersier.

Gambar 2.2 Skema Tektonik Mangkalihat pada periode Kapur - Paleogen,
(Satyana, dkk., 1999)

6

Tanjung Mangkalihat terletak di ujung timur pulau Kalimantan, secara fisiografi
kawasan Tanjung Mangkalihat merupakan tinggian yang membatasi Cekungan
Kutai dan Tarakan di bagian selatan dan utaranya. Meskipun pada kondisi
geologi regional sekarang merupakan bagian dari sundaland (Bemmelen, 1949)
Tinggian Mangkalihat memiliki riwayat tektonik yang berbeda dari bagian lain
sundaland tersebut.
Metcalfe

pada


1996

menginterpretasi

Mangkalihat

merupakan

suatu

mikrokontinen yang berasal dari gondwana bagian utara, yang mengalami
rifting pada Jura Akhir dan mengalami drifting menuju equator akibat dari
pembukaan samudera cenotethys. Produk dari pembukaan samudera cenotethys
ini dapat dirunut berdasarkan tatanan tektonostratigrafi, yakni sejumlah massa
kerak akresi Daratan Sunda bagian tenggara: kerak samudra Meratus, kerak
benua Paternoster, batuan kompleks penunjaman Ciletuh-Luk Ulo-BantimalaBarru-Biru, mikrobenua Bayat, kepulauan di Laut Flores, dan kerak benua
Sumba (Satyana, dkk., 1999).
Mikrokontinen pembentuk Mangkalihat, merupakan bagian dari terrain
Paternosfer yang bergerak kearah equator pada Jura, kemudian masa kerak ini
mengakresi bagian awal Daratan Sunda bagian tenggara (inti benua mikroplate

Schwaner) pada periode 150 - 60 Ma (Jura Akhir – Tersier Awal), produk dari
amalgamasi ini yakni tinggian Meratus, yang dibuktikan dengan hadirnya
beberapa fosil ofiolit di kawasan tersebut, sementara itu, amalgamasi
Mangkalihat menghasilkan produk Suture Adio, atau kita kenal sebagai
Tinggian Suikerbrood di sebelah barat Mangkalihat. Produk dari suture ini
yakni sebaran batuan metamorf dan metasedimen (Formasi Telen) yang
berumur Jura Akhir di kawasan barat Mangkalihat (Sukardi, 1995) dalam Rose
(1978).

7

II.3.2 Stratigrafi Regional
Secara stratigrafi, daerah ini memiliki formasi yang berumur Eosen Awal
hingga Oligosen Akhir bahkan Miosen hingga Pliosen, yaitu:

Gambar 2.3 Korelasi Batuan Peta Geologi Lembar Tanjung Mangkalihat
(Djamal, dkk., 1995).

8


Apabila dilakukan pengurutan stratigrafi dari tua ke muda, pada daerah
Tinggian Mangkalihat juga akan ditemukan beberapa formasi yang tersingkap
di daerah penelitian:

Formasi Kuaro (Tek) : Terdiri dari litologi berupa serpih, batupasir,
konglomerat, breksi, napal dan batugamping bersisipan batubara. Umur formasi
ini adalah Eosen, diendapkan di lingkungan laut dangkal, ketebalan formasi
mencapai 600 meter. Formasi Kuaro menindih tak selaras diatas batu Pra –
Tersier dan menjari dengan Formasi Telakai.

Formasi Telakai (Tet) : Terdiri dari litologi batugamping pasiran, serpih dan
lempung. Umur formasi ini adalah Eosen, berdasarkan kandungan fosil
Globorotalia centralis dan Globigerina Gortanigortani yang diendapkan pada
laut dangkal, formasi ini memiliki ketebalan hingga 800 meter. Formasi ini
menjari dengan Formasi Kuaro.

Formasi Tabalar (Teot) : Terdiri dari batugamping terumbu depan,
batugamping koral dan batugamping terumbu belakang, setempat berlapis,
kuning muda, pejal dan berongga berumur Miosen Tengah bagian atas.
Lingkungan pengendapannya ditafsirkan laut dangkal, tebal kurang lebih 300

meter, berhubungan menjemari dengan Formasi Menumbar.

Formasi Lembak (Toml) : Perselingan napal dengan batugamping, bagian
bawah didominasi oleh batugamping, sedangkan pada bagian atas didominasi
oleh napal. Formasi ini menindih secara selaras formasi Tabalar dan tertindih
tidak selaras dengan Formasi Tendenhantu. Umurnya adalah Oligosen Akhir –
Miosen Awal, diendapkan pada lingkungan Laut dangkal – Neritik . Ketebalan
formasi mencapai 2000 meter.

Formasi Tendehantu (Tmt): Formasi Tendehantu terdiri atas, batugamping
koral, warna putih, kuning muda, berlapis. Formasi ini Berumur Miosen Tengah
dan Diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Tebal sekitar 1875 meter.

9

Formasi Golok (Tmpg) : Formasi Golok terdiri atas, napal bersisipan
batulempung, batugamping napalan, moluska dan material batubara berwarna
kelabu kekuningan sampai coklat, foraminifera yang dijumpai adalah G.
extremus BOLLI & BERMUDEZ, Globorotalia Multicamerata CUSHMAN &
JARVIS, G. Tumida BRADY. G. Acostaensis, dll. Kumpulan Fosil ini

menunjukan umur Miosen Akhir – Pliosen, dengan lingkungan pengendapan
Neritik – Batial. Ketebalan Mencapai 1250 meter.
Alluvium Qa: Alluvium berupa Endapan Aluvium sungai rawa dan pantai :
Kerikil, pasir, koral dan lumpur.

II.4

SEJARAH GEOLOGI

Evolusi tektonik dari Mangkalihat ini dapat di runut pada kolom stratigrafi dan
pola struktur dari kawasan tersebut, batuan tertua dari kawasan ini yakni
runtunan ofiolit yang berumur Jura yang tersebar pada beberapa daerah di
selatan Muaralasan, sebarannya di beberapa tempat di kawasan muaralasan
tersebut didominansi pula oleh sebaran batuan metasedimen yang berumur Jura
- Kapur (Formasi Telen, Sukardi 1995) dalam Rose (1978), kedua satuan batuan
dimungkinkan sebagai batuan dasar pada kawasan ini. Sedimen tertua pada
Mangkalihat ini berupa endapan laut dalam yang terdiri atas konglomerat, breksi
polimik, batupasir gampingan, dan fragmen metamorfik, satuan ini termasuk ke
dalam Formasi Kelay. Kesatuan batuan ini diidentifikasi memiliki karakteristik
yang sama sebagai produk awal dari paparan Paternosfer yang berupa

sedimentasi transgresif, dari produk pada bagian selatan paparan Paternosfer,
satuan ini terendapkan secara tak selaras diatas batuan metasedimen dan batuan
Pratersier (Rose, 1978) yang membedakannya adalah fase kemenerusan waktu
dari pengendapan ini, di Mangkalihat sendiri yang merupakan paparan utara dari
Paternosfer ini terendap sejak Kapur Akhir hingga Paleogen awal sehingga
diekivalenkan dengan Formasi Kelay yang merupakan sedimen tertua di
Mangkalihat.

10

Fase pada awal Tersier, pengangkatan secara tektonik terus terjadi pada paparan
Paternosfer ini, di zaman tersebut, seiring intensifnya sedimentasi yang berasal
dari tinggian Meratus. Implikasi fase ini adalah endapan-endapan laut dangkal
yang dominan, di Paternosfer bagian selatan ditandai terbentuknya batugamping
Formasi Berai dan formasi karbonat equivalennya, sementara analog dengan di
Mangkalihat, sekuen laut dangkal pun mulai hadir, seperti Formasi Tabalar yang
dominansinya juga terdiri atas paparan batugamping.
Pengendapan yang menerus pada Paleogen (Eosen - Oligosen) di Paparan
Mangkalihat secara umum terdiri atas batupasir basal berlingkungan Neritik dan
konglomerat dengan breksi karbonatan, napal dan pada beberapa tempat di

jumpai lignit (Rose, 1978). Dominansi seperti ini menandakan pada fase
tersebut, paleogeografi dari kawasan Mangkalihat adalah dari Neritik hingga
Kawasan Paludal. Satuan batuan ini diterjemahkan oleh peneliti selanjutnya ke
dalam beberapa formasi yang mendominasi di Paleogen ini, yakni Formasi
Tabalar, Formasi Mangkupa, Formasi Marah dan Formasi Karangan
beragamnya litologi penyusun sekuen ini, diperkirakan sebagi produk dari
pengangkatan tektonik dibeberapa tempat terutama kawasan meratus dan
tinggian Kuching pada kala Oligosen.
Sementara pada kala Neogen, Mikroplate Paternosfer lebih banyak didominansi
endapan-endapan regresif, dan dari runtunan stratigrafi, nampak menunjukan
lebih muda kearah tenggara, hal ini menandakan fase regresi menerus kearah
selatan selama Miosen Akhir – Awal Pliosen. Jika dikaitkan dengan periode
tektonik yang terjadi, hal tersebut diakibatkan pengangkatan dari meratus yang
terjadi pada Neogen. Implikasi dari hal ini pada kawasan Mangkalihat adalah
Mangkalihat menjadi bagian dari wilayah yang cukup potensial, kembali
terendapkannya endapan karbonat, meski tidak keseluruhannya merupakan
karbonat.

11


Semakin ke zaman Kuarter, pengendapan di kawasan Mangkalihat didominansi
oleh endapan delta, seiring dengan pengangkatan yang memasuki fase akhir,
pola ini terjadi juga di beberapa baguian Paternosfer lain seperti halnya di bagian
tenggara Kalimantan, bukti dari keadaan ini adalah hadirnya beberapa Formasi
yang memiliki karakter sama diantara daerah tersebut, seperti formasi Lati, yang
tersebar di cekungan Kutai, terdapat pula dibeberapa bagian Mangkalihat bagian
selatan ( Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Ikhtisar Stratigrafi dari kawasan Pamukan hingga Mangkalihat
(Rose, 1978)

12