BAB II DASAR TEORI

BAB II
DASAR TEORI

Pengukuran adalah suatu aktivitas dasar yang berhubungan dengan
kegiatan pengecekan yang dilakukan untuk memastikan benda kerja yang
dihasilkan sesuai dengan bentuk atau spesifikasi produk yang telah ditetapkan.
Tujuan dilakukan pengukuran untuk mendapatkan dimensi dari benda kerja yang
dihasilkan melalui proses produksi. Pengukuran dapat diartikan pula sebagai
kegiatan membandingkan besaran tertentu yang diukur dengan besaran standar
yang merupakan gabungan dari besaran dasar meliputi panjang, massa, waktu,
temperatur, arus listrik, jumlah zat, dan intensitas cahaya.
II.1

Standardisasi dan Toleransi
Standardisasi merupakan hal yang penting dalam proses manufaktur

suatu produk. Standardisasi dapat diartikan sebagai ukuran standar atau ukuran
yang menjadi patokan pada pengukuran benda kerja dimana benda kerjanya
tidak boleh melebihi atau kurang dari ukuran patokan yang telah dibuat. Ukuran
standar sering diberi toleransi yaitu penyimpangan yang tidak diinginkan tetapi
diizinkan pada produk dari ukuran yang diinginkan. Toleransi perlu diberikan

karena ketika industri melakukan duplikasi produk, tidak akan mungkin produk
yang satu memiliki ukuran sama persis dengan produk selanjutnya. Memberikan
toleransi berarti menentukan bata-batas maksimum dan minimum dimana
penyimpangan produk harus terletak. Dalam hal spesifikasi geometrik mencakup
toleransi atas ukuran, bentuk, posisi serta kekasaran permukaan produk.
II.2

Macam-macam jenis pengukuran
Jenis

pengukuran

dapat

dibagi

menjadi

4


berdasarkan

cara

pengukurannya :
1.

Pengukuran langsung
Hasil dari pengukuran dapat langsung dibaca pada skala yang telah

dikalibrasi pada alat ukur. Contoh pengukuran dengan metode ini adalah
pengukuran dengan menggunakan jangka sorong, dan mikrometer sekrup.

II-1

BAB II DASAR TEORI

2.

Pengukuran tidak langsung

Pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur standar,

pembanding dan pembantu. Perbedaan dari nilai yang ditunjukkan oleh skala
alat ukur pembanding dengan ukuran standar dapat digunakan untuk
menentukan dimensi dari benda kerja yang diukur. Contoh pengukuran tidak
langsung adalah pengukuran menggunakan blok ukur dan batang ukur.
3.

Pengukuran dengan kaliber batas
Pengukuran dengan metode ini tidak menghasilkan nilai dari dimensi

benda yang diukur. Pengukuran dengan cara ini hanya menunjukkan apakah
benda kerjanya masih di dalam atau di luar dari daerah toleransinya. Pengukuran
dengan kaliber batas untuk proses pemeriksaan yang cepat atas produk yang
dibuat dalam jumlah yang sangat besar. Contohnya adalah pengukuran dengan
menggunakan metode Go No Gogauge.
4.

Pengukuran dengan bentuk standar
Pengukuran dengan metode ini dimana bentuk suatu benda kerja yang


diukur dibandingkan dengan bentuk standar pada layar dari alat ukur proyeksi.
Pengukuran dengan metode ini tidak menentukan dimensi dari objek ukur.
II.3

Melakukan pengukuran yang benar
Cara melakukan pengukuran dengan benar meliputi 3 cara antara lain

sebagai berikut :
1.

Disesuaikan dengan tempat atau negara kita berada karena tiap negara

memiliki standar ukuran yang berbeda-beda.
2.

Menggunakan alat ukur yang tepat guna. Alat yang digunakan harus

sesuai dengan besaran apa yang akan diukur.
3.


Alat ukur yang digunakan harus dimengerti secara internasional dan

umum untuk digunakan.
4.

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran untuk mendapatkan

hasil pengukuran yang tepat.
II.4

Kesalahan-kesalahan pada pengukuran

1.

Kesalahan kasar

Kesalahan ini diakibatkan :
1.


Kurang hati-hati/ gegabah

II-2

BAB II DASAR TEORI

2.

Kurang pengalaman / kurang perhatian

Contoh :
 Salah baca
 Salah mencatat
 Salah mendengar
Untuk menghindari kesalahan ini :
 Pengukuran lebih dari satu kali
 Pengukuran dengan model dan teknik tertentu
 Pengukuran dilakukan dengan 2 orang atau lebih sesuai dengan porsi
tugasnya
2.


Kesalahan sistematik
Umumnya kesalahan sistematik disebabkan oleh alat-alat ukur sendiri

atau cara pengukuran yang tidak benar.
Cara menghindari kesalahan :
 Alat perlu dikalibrasi dahulu sebelum digunakan
 Menggunakan cara-cara pengukuran tertentu (pengamatan biasa dan luar
biasa dan hasilnya dirata-rata)
 Koreksi pada pengolahan data
3.

Kesalahan random / tak terduga

Kesalahan random terjadi karena hal-hal yang tidak terduga :
1. Getaran udara
2. Kondisi tanah tempat berdiri alat
3. Kecepatan udara atau kondisi atmosfer
4. Kondisi pengamat
Cara menghilangkan kesalahan ini :

1. Menggunakan alat presisi tinggi
2. Waktu pengambilan data sebaiknya pada pagi 07.00-11.00, dan
sore 14.00-17.00, alat ukur dipayungi
II.5

Sifat umum alat ukur

1)

Mampu usut / rantai kalibrasi
Kemampuan dari alat ukur untuk dikalibrasikan atau disetel ulang.

2)

Kepekaan atau Sensitivitas

II-3

BAB II DASAR TEORI


Kemampuan dari alat ukur untuk memonitor perbedaan yang kecil dari
harga-harga yang diukur. Kepekaan suatu alat ukur berkaitan erat dengan sistem
mekanisme dari pengubahnya. Makin teliti sistem pengubah mengolah syarat
dari sensor maka makin peka pula alat ukurnya.
3)

Kemudahan pembacaan
Kemampuan dari alat ukur untuk menunjukkan hasil pengukuran oleh

penunjuk.
4)

Histerisis
Penyimpangan yang terjadi akibat pergerakan dua arah.

5)

Pergeseran
Penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada


skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan
perubahan apa-apa. Biasanya dikarenakan komponen alat yang sudah tua.
6)

Kestabilan nol
Kemampuan alat ukur untuk kembali ke titik nol.

7)

Pengambangan
Jarum penunjuk yang tidak tetap atau bergerak-gerak pada saat

melakukan pengukuran.
8)

Kepasifan
Jarum penunjuk skala tidak bergerak sama sekali pada waktu terjadi

perbedaan hanya yang sangat kecil. Dapat dikatakan isyarat yang kecil dari
sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada jarum

penunjuknya. Keadaan yang demikian inilah yang sering disebut dengan
kepasifan atau kelambatan gerak alat ukur.
II.6

Ketelitian dan Ketepatan

1.

Ketelitian
Ketelitian atau kesaksamaan adalah tingkat kedekatan dari nilai-nilai

ukuran terhadap nilai sebenarnya. Apabila nilai ukuran semakin mendekati nilai
sebenarnya, maka semakin tinggi pula tingkat ketelitiannya. Suatu instrumen
atau alat ukur menunjukan deviasi atau penyimpangan terhadap masukan yang
diketahui. Misalnya : pengukur tekanan 100 kPa yang mempunyai ketelitian 1 %
artinya tingkat ketelitiannya sekitar kurang lebih 1 %.

II-4

BAB II DASAR TEORI

2.

Ketepatan
Ketepatan atau presisi adalah tingkat kedekatan dari nilai-nlai pengukuran

yang pertama terhadap pengukuran-pengukuran selanjutnya. Contoh : suatu
instrumen mengukur tegangan 100 Volt. Dilakukan sebanyak 5 kali pengukuran
yang didapatkan hasilnya adalah 104, 103, 105, 103 dan 105 V. Terlihat bahwa
tingkat presisinya +/- 1 % karena deviasi maksimum dari harga rata-rata 104 V
adalah 1 V.
II.7

Jangka sorong
Bagian-bagian dari jangka sorong dapat dilihat pada gambar II.1

sebagai berikut :

Gambar II.1 Bagian-bagian Jangka Sorong
(Sumber : http://happynetku.files.wordpress.com/2012/08/jangka4.jpg?w=300,
12 November 2014)

Cara menggunakan jangka sorong yang benar dan baik dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1.

Langkah pertama, kendurkan baut pengunci dan geser rahang geser,

pastikan rahang geser bekerja dengan baik. Jangan lupa untuk mengecek ketika
rahang tertutup harus menunjukkan angka nol pada skala. Jika tidak
menunjukkan angka nol, maka harus dilakukan kalibrasi terrlebih dahulu.
2.

Cara menggunakan jangka sorong selanjutnya yaitu membersihkan

permukaan benda dan permukaan rahang agar tidak ada benda yang menempel
yang bisa menyebabkan kesalahan pengukuran.
3.

Tutup rahang hingga mengapit benda yang diukur. Pastikan posisi

bendanya sesuai dengan pengukuran yang ingin diambil. Lalu tinggal membaca
skala yang ditunjukkan jangka sorong.

II-5

BAB II DASAR TEORI

Untuk membaca hasil pengukuran pada jangka sorong, dapat dilakukan
dengan langkah sebagai berikut :
1.

Bacalah skala utama yang berimpit atau skala terdekat tepat di depan

titik nol skala nonius.
2.

Bacalah skala nonius yang berimpit dengan skala utama.

3.

Hasil pengukurannya dipaparkan dengan persamaan hasil = skala

utama + (skala nonius yang berimpit x skala terkecil jangka sorong).
II.8

Mikrometer sekrup
Bagian-bagian dari mikrometer sekrup dapat dijelaskan pada gambar

II.2 sebagai berikut :

Gambar II.2 Bagian-bagian Mikrometer Sekrup
(Sumber : http://rumushitung.com/wp-content/uploads/2013/02/bagian-bagianmikrometer-sekrup.png)

Cara menggunakan mikrometer sekrup yang baik dan benar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1.

Buka pengunci mikrometer sekrup sehingga selubung dapat bergerak.

2.

Letakkan benda yang ingin diukur di antara rahang.

3.

Putar gigi geser pada selubung pemutar sampai terdengar suara "klik".

4.

Lakukan penguncian kembali mikrometer sekrup agar skala tidak

berubah.
5.

Baca skala utamanya apakah menunjukkan satuan atau tengahan

satuan.
6.

Baca skala nonius yang tepat segaris dengan skala utama.

7.

Hitung hasil pengukuran dengan cara menjumlahkan skala utama

dengan skala nonius, kemudian jumlahkan atau kurangi dengan ketelitian
mikrometer sekrup.

II-6

BAB II DASAR TEORI

Cara melakukan penyimpanan mikrometer sekrup yang baik dan benar
yaitu mikrometer sekrup harus disimpan dalam keadaan yang bersih, cukup dilap
dan dilapisi dengan vaselin pada poros ukur dan kedua permukaan landasan
mikrometer

sekrup.

Setelah

itu

masukkan

pada

kotak

khusus

untuk

penyimpanannya.
II.9

Kaliber induk tinggi
Berikut dijelaskan mekanisme penggunaan kaliber induk tinggi (height

master) antara lain sebagai berikut :
1.

Letakkan objek ukur, kaliber induk ketinggian dan blok geser pada meja
rata.

2.

Geserkan kaliber ketinggian (blok geser dan kelengkapannya) pada

kaliber induk ketinggian sebagai ukuran standar yang akan digunakan untuk
mengukur atau membandingkan dengan ukuran objek ukur.
3.

Usahakan ujung penggores atau sensor pada pupitas menyentuh

permukaan blok ukur pada kaliber induk ketinggian. Lakukan penyetelan pada
posisi nol atau kencangkan baut pengikatnya jika menggunakan penggores.
4.

Geserkan kaliber ketinggian (blok geser) yang telah diset ukuran

ketinggiannya pada benda kerja.
5.

Bandingkan ketinggian blok ukur dengan ketinggian kaliber apakah

lebih tinggi atau lebih rendah, memenuhi standar toleransi atau di luar standar
toleransi yang diberikannya.
6.

Simpulkan hasil pengukurannya: Memenuhi standar ukuran yang

diminta atau tidak memenuhi standar toleransi yang diberikan.
II.10

Dial indicator
Dial indicator adalah salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk

mengukur kerataan dari benda kerja dengan ketelitian 0,01 mm. Fungsi dial
indicator digunakan untuk :
1.

Memeriksa kerataan dari permukaan benda.

2.

Memeriksa penyimpangan yang kecil pada bidang datar, bidang bulat

dan bidang permukaan lengkung.
3.

Memeriksa penyimpangan eksentris.

4.

Memeriksa kesejajaran benda kerjanya.

II-7

BAB II DASAR TEORI

5.

Menyetel kesentrisan benda pada permukaan mesin bubut.
Mekanisme penggunaan dari dial indicator dapat dijelaskan sebagai

berikut ini :
1.

Masukkan tangkai alat indicator pada lubang pengunci yang ada pada

tiang dial indicator kemudian kencangkan baut pengencangnya.
2.

Masukkan bagian dial indicator yang terdapat jarum dan skala pada

tangkai alat indicator kemudian kencangkan.
3.

Lakukan pembersihan terhadap benda kerja kemudian lakukan

pengukuran.
4.

Posisikan jarum dial indicator pada permukaan benda kerja sampai

terjadi gesekan antara jarum dengan benda kerjanya.
5.

Kemudian benda kerjanya digeser ke kanan atau ke kiri. Apabila jarum

pada dial indicator bergerak searah jarum jam, maka permukaan benda kerjanya
cembung. Tetapi, apabila jarum pada dial indicator bergerak berlawanan arah
jarum jam, maka permukaan benda kerjanya cekung.

II-8