Bahan Organik Tanah 1

Nama

: Arini Tri Jayanti

NIM

: L221 12 274
BAHAN ORGANIK TANAH

Tanah tersusun dari:
(a) bahan padatan dapat berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik.
(b) air/mineral terdiri dari partikel pasir, debu dan liat.
(c) udara.
Bahan organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan
bahan organik tanah mineral sedikit (+5%) tetapi memegang peranan penting dalam
menentukan kesuburan tanah.
Definisi Bahan Organik
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang
atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun
senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan
ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya.

Sumber Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah dapat berasal dari:
(1) sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a) daun, (b)
ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar.
(2) sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya dan
mikrofauna.
(3) Sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b)
pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.
Komposisi Biokimia Bahan Organik
Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang
berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering (25%).
Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri dari:
(1) karbohidrat (60%),
(2) lignin (25%),
(3) protein (10%),
(4) lemak, lilin dan tanin (5%).
Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari:

(1) gula dan pati (1% -s/d- 5%),
(2) hemiselulosa (10% -s/d- 30%),

(3) selulosa (20% -s/d- 50%).
Berdasarkan kategori
(1) Karbon (C = 44%),

unsur

hara

penyusun

biomass

kering,

terdiri

dari:

(2) Oksigen (O = 40%),
(3) Hidrogen (H = 8%),

(4) Mineral (8%).
Dekomposisi Bahan Organik
Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon
yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbon
dioksida (CO2), air (H2O), energi dan panas.
(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial berupa
hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S).
(3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa humus
tanah.
Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan
organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
(1) proses mineralisasi,
(2) proses humifikasi.
Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang
tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion
atau hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang resisten,
seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang
lebih resisten terhadap proses dekomposisi.

Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun bahan organik tanah dari
yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling lambat,
adalah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

gula, pati, dan protein sederhana,
protein kasar (protein yang leih kompleks),
hemiselulosa,
selulosa,
lemak, minyak dan lilin,
lignin.
Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman
(flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau disintesis oleh mikrobia, yang bersifat
agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin)

dan bersifat koloidal.

Ciri-Ciri Humus
Beberapa ciri dari humus tanah sebagai berikut:
(1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil
menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi,
sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150 s/d 300
me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus
memiliki daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi
daripada liat yang hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil
dan fenolik yang lebih banyak.
(2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan
(3) membantu granulasi aggregat tanah.
(4) Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar.
(5) berwarna coklat kehitaman, sehingga dapat menyebabkan warna tanah menjadi gelap.
Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah
Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap sifat-sifat tanah berikut:
Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi:
(1) stimulan terhadap granulasi tanah,
(2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah,

(3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah,
(4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,
kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil,
(5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam,
(6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
(7) menghambat erosi,
(8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching).
Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi:
(1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang
mudah terurai,
(2) menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa
mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi,
(3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang
koloid anorganik,
(4) menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral
oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah,
(5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan
pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah, meliputi:

(1) meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup dalam tanah (makrobia
dan mikrobia tanah),
(2) meningkatkan populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah)
Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan
organik bagi organisme tanah, yaitu sebagai:
(1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme
tanah heterotropik,
(2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah
Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah.
Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun
biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994):
1. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik
secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial
lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui
fiksasi N
dengan cara:
-

menyediakan energi bagi bakteri penambat N


- membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan
pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.
2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk
sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan
tanah terhadap erosi akan meningkat.
3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.
5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam
tanah
6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah
7. Meningkatkan suhu tanah
8. Mensuplai energi bagi organisme tanah
9. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman.
Selain memiliki dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak
yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat dari penggunaan bahan
organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatnya logam berat yang dapat

diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas, kontaminasi dengan senyawa
organik seperti poli khlorat bifenil, fenol, hidrocarburate polisiklik aromatic, dan asam-asam
organik (propionic dan butirik) (de Haan, 1981 dalam Aguilar et al., 1997) Faktor yang

mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan karena mempengaruhi jumlah
bahan organik. Miller et al. (1985) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan,
kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan
hara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam
tiga grup, yaitu 1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan
komposisi kimia, 2) tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat
kesuburan, dan 3) faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur. Bahan
organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena
disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih
sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin,
minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan
bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang
terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan
senyawa protein.
Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan
tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. Jumlah bahan organik di dalam tanah
dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan
dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah (Brady, 1990). Young (1989)

menyatakan bahwa untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak
menurun, diperlukan minimal 8 – 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya. Hairah et al.
(2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik:
1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan
ke dalam tanah berkisar 2 – 5 ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan
bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap
diperlukan.
2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan
seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau
burung dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan
atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya
transportasi yang besar.
3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari pangkasan
tanaman penutup yang ditanam selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai
tanaman pagar. Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari famili leguminosae dapat
memberikan masukan bahan organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 –
5.9 ton per ha untuk yang berumur 6 bulan.