Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Mendekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut Dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea Platyclados)

(1)

PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK

MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK TANAH

GAMBUT DAN PERTUMBUHAN

MERANTI BATU

(Shorea platyclados)

SKRIPSI

Disusun oleh:

YOPI HENDRA

041202035/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Penelitian : Pemanfaatan berbagai jenis fungi untuk mendekomposisi bahan organik tanah gambut dan pertumbuhan meranti batu (Shorea platyclados)

Nama : Yopi Hendra

NIM : 041202035

Jurusan : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo. SP, MP Dr. Ir. Yunasfi. M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui Sekretaris Kehutanan

Dr. Delvian SP. MP Nip. 1969 0723 2002 121 1 001


(3)

ABSTRACT

YOPI HENDRA: Utilization of Different Types of Fungi for decompose Peat

Soil Organic Materials and Growth Shorea Platyclados. Guided by BUDI

UTOMO and YUNASFI

Peat soil organic matter is very difficult to quickly decomposes, the application of fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Trichoderma sp and the organic material is expected to accelerate the decomposition process, and provide nutrients for the Shorea Platyclados. The purpose of this study to determine the rate of peat decomposition by fungi as decomposers and see increased growth with the provision of Shorea Platyclados of different types of fungi. This research was conducted at the Biotechnology Laboratory and Greenhouse Forestry, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. From June to December 2009 by using the method Complete Random Design (RAL) non-factorial. The results of this study indicate, that the provision of fungi Curvularia sp on peat soil organic matter provides a real impact on improving the rate of decomposition of g. 11:07 Fungi Aspergillus sp have a considerable influence on the growth of plant height 33.87 cm, diameter of 0.18 cm and leaf area of 67.54 cm2. Keywords: peat soil organic materials, Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Trichoderma sp, Shorea platyclados.


(4)

ABSTRAK

YOPI HENDRA: Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Mendekomposisi

Bahan Organik Tanah Gambut dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea

Platyclados). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI

Bahan organik tanah gambut sangat sulit untuk terdekomposisi secara cepat, pengaplikasian fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan

Trichoderma sp pada bahan organik diharapkan dapat mempercepat proses

dekomposisi, dan menyediakan unsur hara bagi meranti batu (Shorea

Platyclados). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan laju dekomposisi

gambut oleh fungi sebagai dekomposer dan mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian jenis fungi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dari Juni sampai Desember 2009 dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pemberian fungi Curvularia sp pada bahan organik tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan laju dekomposisi sebesar 11.07 g. Fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 33.87 cm, diameter batang sebesar 0.18 cm dan luas daun sebesar 67.54 cm2.

Kata Kunci: Bahan organik tanah gambut, Curvularia sp, Aspergillus sp,


(5)

RIWAYAT HIDUP

Yopi Hendra dilahirkan di Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 10 Juni 1985 dari pasangan Ayahanda Syafri Mias, BA dan Ibunda Golna Delmar. Penulis merupakan anak kedelapan dari sebelas bersaudara. Tahun 1998 penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri 10 Nan Balimo, Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2001 lulus dari SLTP Negeri 3 Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat, kemudian tahun 2004 lulus dari SMA Negeri 3 Kota Solok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), organisasi Kenajiran Mushola Baytul Asyjar pada tahun 2006, organisasi Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI) pada tahun 2007, organisasi Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol (IMIB) pada tahun 2004-2009, penulis juga menjadi Asisten Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Desa Aras Napal, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2006 di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada tahun 2008 melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. ITCI Hutani Manunggal (IHM) Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Karta Negara, Kalimantan Timur.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan Skripsi ini tentang “Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Mendekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut Dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea platyclados)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempata ini ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda Syafri Mias, BA dan Ibunda Golna Delmar serta abang, kakak dan adik beserta seluruh keluarga besar, atas semuanya yang telah di berikan, yang tak sanggup untuk di hitung.

2. Dr. Budi Utomo. SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi. M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, mulai dari perencanaan sampai penyelesaian skripsi ini.

3. Pradita Kusharbanu ST. atas segala bantuan motifasi dan fasilitas yang diberikan selama melakukan penelitian.

4. Seluruh Staf Dosen Pengajar Kehutanan di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membagi Ilmu dan Pengetahuan dalam perkuliahan dan praktek.

5. Rekan-rekan seperjuangan di Departemen Kehutanan angkatan 2004 (Yeni Agustiarni, Grace Yanti Pandjaitan, Mardian Arief, Aulia Atmanegara, Ombun Rico Sitorus), dan rekan-rekan yang lain yang selalu kompak dan saling menopang selama penyelesaian studi perkuliahan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengakui masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan untuk penulisan pada masa selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan khalayak umum.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA 5 Pengenalan Fungi ... 5

Fungi Pelapuk (Dekomposer) ... 5

Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Cokelat ... 5

Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Putih ... 6

Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Lunak ... 6

Deskripsi Fungi Dekomposer ... 8

Curvularia sp. ... 8

Aspergillus sp ... 9

Penicillium sp ... 10

Trchoderma sp ... 11

Deskripsi Perombakan Bahan Organik ... 12

Fase Perombakan Bahan Organik ... 12

Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanah ... 13

Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanaman ... 15

Ektomikoriza ... 15

Ektendomikoriza ... 16

Endomikoriza ... 16

Deskripsi Tanah Gambut ... 17

Karakteristik Gambut ... 18

Deskripsi Pohn Banio/ Meranti Batu (Shorea platyclados) ... 19

Taksonomi dan Penyebaran Shorea platyclados ... 19

Biologi ... 20


(8)

Halaman

BAHAN DAN METODE 24

Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Pembuatan PDA (Potato Dextro Agar) ... 26

Pembiakan Fungi Dekomposer ... 27

Pembuatan Media Starter ... 29

Pengambilan Tanah Gambut dan Penyiapan Polibag ... 30

Penanaman Meranti Batu (Shorea platyclados) ... 30

Aplikasi Fungi ke tanah gambut ... 30

Pemeliharaan ... 31

Variabel yang diteliti ... 31

Laju Dekomposisi Gambut ... 31

Pengukuran Parameter Meranti Batu (Shorea platyclados) .... 32

Pengukuran Tinggi ... 32

Pengukuran Diameter Batang ... 32

Pengukuran Luas Daun ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 Laju Dekomposisi Gambut ... 33

Laju Pertumbuhan Tinggi Shorea platyclados ... 34

Laju Pertumbuhan Diameter Batang Shorea platyclados ... 37

Luas Daun Shorea platyclados ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN 54 Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Uji Duncan Multiply Range Test Laju Dekomposisi ... 30 2. Tabel Uji Duncan Multiply Range Test Tinggi S. platyclados ... 33


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilaksanakan ... 3

2. Gambar Curvularia sp ... 25

3. Gambar Aspergillus sp ... 25

4. Gambar Penicillium sp... 25

5. Gambar Trichoderma sp ... 26

6. Gambar Pengaplikasian fungi ke tanah gambut ... 27

7. Gambar Grafik rata-rata Laju Dekomposisi Tanah Gambut ... 30

8. Gambar Grafik rata-rata Laju Pertumbuhan Tinggi S. platyclados ... 34

9. Gambar Perbedaan Tinggi Tanaman S. platyclados ... 35

10. Gambar Grafik Laju Pertumbuhan Diameter Batang S. platyclados ... 37

11. Gambar Grafik rata-rata Luas Daun S. platyclados ... 39

12. Gambar Grafik Dekomposisi, Tinggi, Diameter Batang dan Luas Daun S. platyclados dengan Pemberian Berbagai Jenis Fungi. ... 41


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah

Gambut (g) ...47

2. Tabel Anova Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut ...47

3. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Tinggi Tanaman (cm) ...47

4. Tabel Anova Tinggi Tanaman ...47

5. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Diameter Batang (cm) ...48

6. Tabel Anova Diameter Batang ...48

7. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2) ...48

8. Tabel Anova Luas Daun ...48

9. Gambar Daun yang dihitung luasnya dan hasil Scan. ...49


(12)

ABSTRACT

YOPI HENDRA: Utilization of Different Types of Fungi for decompose Peat

Soil Organic Materials and Growth Shorea Platyclados. Guided by BUDI

UTOMO and YUNASFI

Peat soil organic matter is very difficult to quickly decomposes, the application of fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Trichoderma sp and the organic material is expected to accelerate the decomposition process, and provide nutrients for the Shorea Platyclados. The purpose of this study to determine the rate of peat decomposition by fungi as decomposers and see increased growth with the provision of Shorea Platyclados of different types of fungi. This research was conducted at the Biotechnology Laboratory and Greenhouse Forestry, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. From June to December 2009 by using the method Complete Random Design (RAL) non-factorial. The results of this study indicate, that the provision of fungi Curvularia sp on peat soil organic matter provides a real impact on improving the rate of decomposition of g. 11:07 Fungi Aspergillus sp have a considerable influence on the growth of plant height 33.87 cm, diameter of 0.18 cm and leaf area of 67.54 cm2. Keywords: peat soil organic materials, Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Trichoderma sp, Shorea platyclados.


(13)

ABSTRAK

YOPI HENDRA: Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Mendekomposisi

Bahan Organik Tanah Gambut dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea

Platyclados). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI

Bahan organik tanah gambut sangat sulit untuk terdekomposisi secara cepat, pengaplikasian fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan

Trichoderma sp pada bahan organik diharapkan dapat mempercepat proses

dekomposisi, dan menyediakan unsur hara bagi meranti batu (Shorea

Platyclados). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan laju dekomposisi

gambut oleh fungi sebagai dekomposer dan mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian jenis fungi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dari Juni sampai Desember 2009 dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pemberian fungi Curvularia sp pada bahan organik tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan laju dekomposisi sebesar 11.07 g. Fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 33.87 cm, diameter batang sebesar 0.18 cm dan luas daun sebesar 67.54 cm2.

Kata Kunci: Bahan organik tanah gambut, Curvularia sp, Aspergillus sp,


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akhir-akhir ini daerah gambut mendapat perhatian yang cukup besar, baik dari segi luasan lahan yang dapat digunakan untuk lahan pertanian, pemukiman, perkembangan kehutanan, dan pemanfaatan untuk sumberdaya energi, maupun dari segi fungsi lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan yang beraneka ragam dan menjaga perubahan iklim global. Pada waktu ini daerah gambut telah memberi manfaat yang besar bagi masyarakat lokal (indigenous people) untuk berbagai keperluan. Daerah rawa gambut telah lama menjadi daerah perburuan ikan dan berbagai margasatwa yang memberikan sumber makanan dan sumber kehidupan yang penting bagi masyarakat. Beberapa daerah gambut telah dilestarikan sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dalam bentuk suaka alam dan suaka margasatwa.

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 26 juta Ha. Hampir seluruh lahan gambut yang ada di Indonesia tersebut sebagian besar terdapat di Sumatera 8,9 juta Ha yang berada di Pantai Timur, Pulau Kalimantan 6,3 juta Ha yang berada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, dan Pulau Papua 10,9 juta Ha. Tanah gambut merupakan media yang kaya bahan organik, kandungan bahan organik tanah gambut lebih dari 65%. Gambut terbentuk akibat penumpukka n bahan-bahan organik atau sisa-sisa tanaman yang terlalu cepat dibandingkan dengan proses dekomposisi yang terjadi, hal ini terjadi karena tanah gambut selalu tergenang oleh air atau jenuh air, hal ini membuat proses dekomposisi yang terjadi bersifat anaerob. Mikroorganisme anaerob sangat


(15)

sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan mikroorganisme yang besifat aerob (Suhardi, 2000).

Dengan perhatian yang besar terhadap lahan gambut maka menimbulkan sebuah dampak yaitu terjadinya degradasi pada lahan gambut akibat pembukaan lahan gambut yang tidak terkendali dan tidak sesuai dengan ketetapan tentang keseimbangan lingkungan. Untuk menghijaukan kembali dan mengembalikan fungsi lahan gambut yang telah terbuka maka diperlukan suatu inovasi yang dapat mempercepat kegiatan penghijauan kembali lahan gambut atau terdegradasi. Melihat keadaan lingkungan di masa depan yang amat terbatas kemampuannya untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa, maka plasma nutfah yang tahan dengan berbagai lingkungan yang kurang menguntungkan di daerah gambut merupakan aset nasional yang penting bagi pembangunan masa depan.

Karena pH dan kandungan hara tanah gambut yang rendah biasanya dalam usaha pertanian perlu ditambahkan secara intensif penggunaan pupuk yang mengandung unsur K, Ca, Mg, P dan N, unsur Ca dan Na untuk menaikan pH. Pada umumnya hanya lahan dasarnya (mineral) yang digunakan untuk pertanian, sedang lapisan gambutnya secara berangsur-angsur dihilangkan dengan berbagai cara, misalnya dibakar atau diaduk dengan tanah pada waktu dibajak (Atmawigjaja, 1988).

Keragaman pemanfaatan gambut baik secara eks situ maupun in situ telah berdampak pada lingkungan dan sekaligus turut merubah sifat-sifat gambut. Oleh karena itu, kuantifikasi dampak pemanfaatan gambut perlu diungkap agar dalam perencanaan pengelolaan lahan gambut di masa mendatang dapat lebih


(16)

menyelaraskan antara kepentingan berbasis nilai manfaat ekonomis dengan nilai fungsi ekologis gambut sebagai suatu aset budidaya.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilaksanakan Tanah gambut

Meningkatkan unsur hara tanah

Meningkatkan pertumbuhan tanaman Dekomposisi cepat

Pemilihan jenis fungi dekomposer

Usaha mempercepat dekomposisi Dekomposisi

lambat

Usaha reboisasi kurang berhasil

Masalah Unsur hara dan pH

rendah

Fungi Bakteri

Harga pupuk Industri mahal


(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menentukan laju dekomposisi gambut oleh fungi sebagai dekomposer. 2. Untuk mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian

jenis fungi yang berbeda.

Manfaat Penelitian

Fungi yang mempunyai kemampuan yang cepat dalam proses dekomposisi bahan organik tanah gambut diharapkan dapat digunakan pada skala lapang, sehingga unsur hara cepat tersedia di tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman di tanah gambut.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut akan mengakibatkan perbedaan dalam kecepatan dekomposisi tanah gambut.

2. Pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut sebagai media tanam meranti batu akan mengakibatkan perbedaan pada pertumbuhan tinggi batang, diameter batang dan luas daun Meranti Batu (Shorea platycldos).

KONDISI UMUM

Penelitian dilakukan di 2 tempat yaitu di Laboratorium Bioteknologi, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, untuk kegiatan pengembangbiakan fungi dan pembuatan media starter selama 2 bulan dan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Selama 4 bulan untuk kegiatan pengamatan laju dekomposisi tanah gambut dan pengamatan laju pertumbuhan Meranti Batu (Shorea platyclados). Dengan sampel


(18)

tanah gambut diambil di kawasan hutan yang terletak di Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Desa Sei Siarti berbatasan langsung dengan kecamata Kampung Rakyat, Provinsi Riau dan Kecamatan Panai Hulu. Sumatera Utara.

Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibu kota Rantau Prapat, merupakan salah satu daerah yang terletak di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada koordinat 1026’00” LU dan 97007’00” BT dengan ketinggian 0 – 2.151 mdpl.

Secara administratif, Kabupaten Labuhan Batu menempati area seluas 922.318 Ha yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 242 Desa. Ibu kota Kabupaten Labuhan Batu (Rantau Prapat) dengan ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Medan) berjarak sejauh ± 300 Km, dan dapat ditempuh dalam jangka waktu 7-8 jam melalui jalur darat, dapat ditempuh dengan mobil dan kereta api. Sungai Bilah dan sekitarnya terletak di dalam zona iklim Indo – Australia yang bercirikan suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Musim hujan berlangsung dari bulan November sampai dengan bulan Juni, dan musim kemarau dari dimulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Selama musim hujan, curah hujan bulanan rata-rata mencapai 130 – 301 mm, jumlah hari hujan terbanyak yaitu pada bulan Januari dan Desember antara 10 – 16 hari hujan per bulan.

Ketebalan tanah gambut yang terdapat di Desa Sei Siarti adalah berkisar antara 5 - 7 m. Pemanfaatan gambut berdasarkan kedalamannya dibedakan atas:

1. Daerah bergambut dengan ketebalan 0 – 1 m, dapat digunakan sebagai lahan persawahan dan pertanian pasang surut.


(19)

2. Daerah bergambut dengan ketebalan < 2 m, dapat digunakan sebgai lahan pertanian kering.

3. Daerah bergambut dengan ketebalan antara 2 – 6 m, dapat digunakan sebagai bahan bakar tenaga uap dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi pasokan tenaga pembangkit listrik lokal.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Fungi

Fungi Pelapuk Kayu

Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh fungi, insekta yang menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa. Pada prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu tidak dapat dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses fotosintesis alam. Ketika kayu sudah mati, maka fungi dan organisme pengurai lainnya berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut melalui proses biosintetik dan biodekomposisi. Istilah dekomposisi dan degradasi disini digunakan lebih menekankan pada proses konversi satu atau lebih struktur polimer dari kayu menjadi partikel atau struktur yang lebih sederhana (Murtihapsari, 2008).

Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Cokelat

Pelapukan yang disebabkan oleh fungi ini mengakibatkan terjadinya degradasi polisakarida yang agak selektif dan juga lignin menjadi sasaran utamanya. Dalam kayu yang mengalami pembusukan cokelat berat, kerangka lignin tetap utuh. Penembusan kayu oleh hifa terjadi melalui jari-jari, kemudian menyebar ke noktah kayu kemudian menembus dinding-dinding sel dengan cara melubangi atau melalui mikrohifa. Hifa yang tumbuh dalam lumina sel sangat berdekatan dengan dinding tersier. Meskipun diketahui terdapat berbagai gejala yang memberikan indikasi degradasi dinding sel yang dimulai pada lumen,


(21)

mungkin saja kantong-kantong pelapukan mendapatkan lisis karbohidrat di dalam dinding-dinding sekunder (Murtihapsari, 2008).

Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Putih

Fungi pembusuk putih menyerang kayu lunak dan terutama kayu keras dengan pilihan pada lignin. Ada beberapa enzim-enzim pendegradasi lignin berkembang biak dan enzim-enzim untuk mendegradasi pectin, poliosa dan bahkan selulosa. Hifa fungi-fungi mesuk ke dalam jaringan kayu melalui selaput noktah dan melalui dinding-dinding sel dengan membentuk lubanglubang pengeboran. Dalam kayu akar spruce dapat dilihat bahwa hifa Heterobasidion

annosum cenderung tumbuh dari jari-jari floem masuk ke dalam jari-jari kayu dan

dari sini kearah lateral masuk ke dalam trakeid di dekatnya (Peek dkk, 1972)

dalam (Murtihapsari, 2008).

Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Lunak

Fungi pembusuk lunak mengandung enzim-enzim yang mendegradasi semua komponen dinding sel. Fungi ini berbeda dari fungi pembusuk coklat dan pembusuk putih karena tumbuh terutama di dalam dinding-dinding sel. Kayu diserang oleh hifa yang tumbuh melalui jari-jari dan pembuluh, dapat menembus ke dalam lumina trakeid atau serabut-serabut. Sedikit pembusuk lunak yang dapat menyerang dinding tersier trakeid kayu lunak, sedangkan pada umumnya dinding-dinding tersier mudah diserang. Degradasi bahan dinding-dinding dapat dilihat dengan kenampakan zona lisis pada kedua sisi hifa. Penyerangan dinding-dinding sekunder, terutama pada trakeid kayu lunak, lubang-lubang kecil atau lubang hifa dibentuk yang melubangi dinding sel dalam lateral. Di dalam


(22)

dinding-dinding sel pertumbuhanpertumbuhan hifa mengikuti arah fibril-fibril dan memproduksi lubang besar yang khas (Murtihapsari, 2008).

Secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

1. Substrat, merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi, substart ini baru dapat dimanfaatkan oleh fungi setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler, enzim ini dapat menguraikan senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

2. Kelembaban, faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi, fungi dapat hidup dalam kisaran kelembaban udara 70-90%.

3. Suhu, kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan fungi tergantung dari masing-masing jenis fungi, karena setiap fungi memiliki kriteria suhu sendiri yang baik bagi perkembangan spora. 4. Derajat keasaman lingkungan, pH substrat sangat penting untuk

pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanyan akan menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktifitasnya pada pH tertentu yaitu umumnya berada pada pH di bawah 7.

5. Bahan kimia, banyak bahan kimia yang terbukti dapat mencegah pertumbuhan fungi, sehingga banyak digunakan oleh manusia sebagai pembasmi fungi (Sutedjo dkk,1991).

Deskripsi Jenis Fungi Dekomposer

Ada beberapa jenis fungi yang tergolong ke dalam jenis fungi dekomposer antara lain adalah:


(23)

1. Curvularia sp.

Kingdom : Fungi

Divisio : Ascomycota Sub-divisio : Deuteromycotina

Clas : Euascomycetes

Ordo : Pleosporales Famili : Pleosporaceae

Genus : Curvularia (Doctorfungus, 2007)

Curvularia adalah fungi dematiaceous yang berserabut. Di daerah tropis

atau subtropis, kebanyakan spesies Curvularia adalah patogen fakultatif yang banyak terdapat di tanah, tumbuhan sereal, dan di daerah yang beriklim sedang hanya sedikit yang ditemukan. Selain menjadi kontaminan, Curvularia dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan (Doctorfungus, 2007).

Bentuk Makroskopik Curvularia sp.

Curvularia berkembang cepat pada media Potato Dekstrose Agar (PDA)

pada suhu 25° C, dan menghasilkan koloni berupa wol. Pada awalnya warna permukaan koloni fungi, adalah putih ke abu-abu sampai kemerah-merahan dan beralih ke cokelat atau hitam setelah koloni dewasa. Dan warna belakang pada medianya adalah bewarna coklat gelap hingga hitam (Doctorfungus, 2007).

2. Aspergillus sp.

Kingdom : Fungi Divisio : Eumycota Sub-divisio : Ascomycotina


(24)

Clas : Plectomycetes

Ordo : Eurotiales

Famili : Eurotiaceae

Genus : Aspergillus (Doctorfungus, 2007).

Aspergillus adalah fungi yang berserabut, kosmopolitan dan dapat

temukan dimana-mana, antara lain dari isolasi tanah, sisa-sisa tanaman, dan lingkungan udara serta di dalam ruangan. Sementara di beberapa negara hanya beberapa fungi Aspergillus spp yang telah di golongkan ke dalam teleomorphic dan yang lain-lainnya di golongkan menjadi mitosporic, dan tanpa diketahui produksi spora seksualnya (Doctorfungus, 2007).

Bentuk Makroskopik Aspergillus sp.

Bentuk makroskopik adalah bentuk yang dapat dilihat dengan kasat mata yang merupakan hal utama dalam identifikasi suatu spesies, antara lain adalah tingkat pertumbuhan, warna koloni, dan ketahanan terhadap suhu. Bentuk koloni

Aspergillus memiliki ciri berupa berbulu halus yang menyerupai serbuk di atas

permukaannya. Warna permukaan dapat bervariasi, tergantung pada spesies, dan sebagian besar isolat memiliki warna kuning pucat dan kuing tua pada bagian belakang atau bagian bawah dari cawan Petri. Namun, pada jenis Aspergillus

nidulans terdapat warna ungu pada daerah di sekitar warna kuning lansat, dan

pada Aspergillus versicolor terdapat warna oranye pada daerah di sekitar warna ungu. Aspergillus memiliki suatu koloni yang unik yaitu koloni Aspergillus

fumigatus yang merupakan fungi sangat toleran terhadap suhu dan dapat tumbuh


(25)

3. Penicillium sp.

Kingdom : Fungi

Divisio : Eumycota

Sub-divisio : Ascomycotina

Clas : Plectomycetes

Ordo : Eurotiales

Famili : Euroticeae

Genus : Penicillium (Doctorfungus, 2007).

Bentuk Makroskopik Penicillium sp.

Koloni Penicillium adalah koloni yang cepat tumbuh dengan stekstur, datar, berserabut, dan beludru, berupa wol, atau kapas. Pada awalnya warna koloni-koloni bewarna putih kemudian berubah warna menjadi berwarna biru dan hijau, abu-abu hijau, abu-abu kuninglansat, kuning atau merah muda. Dapat tumbuh pada suhu 250 - 370 C (Doctorfungus, 2007).

4. Trichoderma sp.

Kingdom : Fungi

Divisio : Amastigomycota

Sub-divisio : Deuteromycotina

Clas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae


(26)

Trichoderma adalah fungi berserat yang penyebarannya terdapat secara

luas di dalam tanah, vegetasi yang membusuk, dan kayu. Fungi ini dapat berkembang dengan baik pada suhu 25-30° C, tapi tidak akan dapat tumbuh pada suhu di atas 35° C. Pada awalnya koloni berbentuk transparan terutama pada media seperti agar-agar tepung jagung atau lebih putih pada media agar-agar kentang (PDA). Miselium biasanya tidak jelas pada agar-agar tepung jagung, bentuk konidia biasanya dalam satu minggu sudah terbentuk dan berkumpul seperti gumpalan yang padat dengan warna hijau atau kuning (Wikipedia, 2009)

Deskripsi Perombakan Bahan Organik

Bahan organik tersusun dari atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang berada dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Penyusun organik jaringan tumbuhan menjadi 6 kategori besar:

1. Selulosa yang merupakan penyusun kimiawi terbanyak dengan jumlah 15-60% berat kering.

2. Hemiselulosa 10-30%. 3. Lignin 5-30%

4. Fraksi yang larut air sebanyak 5-30% mencakup gula, asam amino, dan asam alifatik.

5. Fraksi yang larut dalam larutan eter dan alkohol dalam jumlah yang sedikit, terdiri atas lemak, lilin, damar, dan sejumlah pigmen.

6. Protein dalam jumlah terbatas tempat N dan S tumbuhan banyak berada di dalam strukturnya (Alexander, (1961) dalam (Notohadiprawiro, 1998).


(27)

Fase Perombakan Bahan Organik

Perombakan bahan organik dibedakan menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase biokimia awal yang terjadi di sekitar jaringan makhluk yang mati. Proses biokimia berlangsung dengan hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis memecahkan secara parsial senyawa amilum menjadi gula dan protein menjadi peptida dan asam amino. Oksidasi menguraikan senyawa cincin fenol menjadi senyawa yang memiliki warna (daun dan jerami berubah warna).

2. Pemecahan mekanik menjadi bagian-bagian kecil oleh meso-dan makrofauna dengan gigitan, kunyahan, dan cernaan.

3. Penguraian mikrobiologi oleh semua organisme heterotrofik dan saprofik, baik flora maupun fauna. Proses yang terlibat adalah enzimatik dan oksidasi. Penguraian enzimatik senyawa rumit menjadi yang lebih sederhana sebagian digunakan organisme untuk membangun tubuh, akan tetapi terutama digunakan sebagai sumber energi (Schroeder, 1984) dalam (Bastoni, 1999).

Kecepatan bahan-bahan tanaman didekomposisi dipengaruhi oleh: 1. Kandungan lignin dan lilin yang rendah

2. Kehadiran sejumlah supply nitrogen yang tersedia 3. Keadaan pH

4. Kelembaban


(28)

Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanah

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N langsung dari udara. N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Hara P sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada bahan organik yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari bahan organik dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia

lipolitika, Pseudomonas sp, Bacillus megatherium var. Phosphaticum. Mikroba

yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. (Sutedjo dkk,1991).


(29)

Manfaat Mikroba Fungi bagi Tanaman

Fungi yang bermanfaat bagi tanaman disebut dengan Mikoriza. Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti fungi (mykos = miko) dan akar (rhiza). Fungi ini membentuk simbiosa mutualisme antara fungi dan akar tumbuhan. Fungi memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, fungi menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan. Mikoriza merupakan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) fungi. Asosiasi antara akar tanaman dengan fungi ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat fungi tersebut tumbuh dan berkembang biak. Fungi mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan (Hesti & Tata, 2009) dalam (Novriani & Madjid, 2009).

Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe :

1. Ektomikoriza

Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur pada jaringan.


(30)

2. Ektendomikoriza

Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan.

3. Endomikoriza

Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004).

Mikoriza dikenal dengan fungi tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai fungi tanah juga biasa dikatakan sebagai fungi akar. Keistimewaan fungi ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama Phosphates (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. Infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Syib’li, 2008) dalam (Novriani & Madjid, 2009).


(31)

Mikoriza berpengaruh terhadap:

1. Adanya peningkatan absorpsi hara, sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai akar lebih cepat.

2. Meningkatkan toleransi terhadap erosi, pemadatan, keasaman, salinitas.

3. Melindungi dari herbisida.

4. Memperbaiki agregasi partikel tanah (Rao, 1994).

Deskkripsi Tanah Gambut

Tanah gambut terbentuk dari bahan organik dari tanaman-tanaman yang tergenang air yang terurai secara lambat. Gambut yang terbentuk terdiri atas berbagai bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada berbagai tingkatan. Ciri-ciri khas dari lahan gambut adalah mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi lebih dari 65%. Gambut yang terjadi di daerah-daerah hutan rawa kandungan haranya rendah, pH rendah sekali atau asam sekali (gambut oligotrop), gambut akan mengkerut apabila keadaannya menjadi kering, permukaannya akan turun, ketebalan berkurang, dan mudah terbakar. Kedalaman lahan gambut dapat mencapai lebih dari 15 m. Umumnya, kawasan gambut berbentuk kubah yang tebal pada bagian tengah dan menipis pada bagian tepi yang biasanya terdapat pada daerah-daerah pinggiran sungai atau tanah gambut berada diantara dua buah aliran sungai. Ketebalan gambut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitar lahan gambut sendiri, dibeberapa rawa yang berada pada ketinggian 1 - 2 m dari permukaan laut, dan di wilayah pesisir ketebalan gambut sekitar 0,5 - 2,0 m (Noor, 2001).


(32)

Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi 4 yaitu gambut seratan (gambut mentah yang paling sedikit terombak atau fibrik), gambut lembaran (folik) yang terdiri atas dedaunan dan ranting-ranting yang terombak sebagian (merupakan busukan atau seresah), gambut hemik (terombak sedang), dan gambut saprik (terombak paling matang) (Darmawijaya, 1980).

Tanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2.8 - 4.5 dengan ketersediaan unsur-unsur makro, N, P, K serta sejumlah unsur mikro pada umumnya juga rendah. Gambut Indonesia memiliki karbohidrat yang sangat rendah, dan sifatnya berbeda dengan gambut yang berada di daerah subtropis. Lahan gambut di Indonesia pada umumnya telah diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, bahkan akhir-akhir ini pembukaan lahan gambut meningkat akibat kebutuhan untuk ekstensifikasi usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan (Darmawijaya, 1980).

Karakteristik Gambut

Gambut mempunyai karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh jenis tanah yang lain. Sifat fisik yang dimiliki tanah gambut adalah mampu menyerap air yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering (kering berkelanjutan), gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah (0,1 - 0,2 g/cm3) dan mempunyai sifat hidrofobik (sulit) menyerap air dan akan mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami amblesan (subsidensi) dan mudah terbakar. Sedangkan sifat kimianya, gambut sangat tergantung pada jenis tumbuhan yang membentuk gambut, keadaan tanah dasarnya, pengaruh luar (seperti endapan sungai/banjir, endapan vulkanis) dan sebagainya. Ada dua kriteria utama yang mempengaruhi sifat kimia gambut yaitu:


(33)

(1). Sifat dan asal tanaman yang terombak dan (2). Tingkat dekomposisi (Noor, 2004).

Deskripsi Pohon Banio / Meranti Batu (Shorea platyclados)

Taksonomi dan Penyebaran Shorea platyclados

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae

Clas

Ordo : Periatales

Famili

Genus : Shorea

Sub genus : Red Shorea

Species : Shorea platycladosv.Slooten exFoxw (Arkive, 2009) Shorea platyclados memiliki beberapa nama, dalam bahasa Indonesia

dikenal dengan nama banio, nama meranti batu (Sumatera Utara), meranti cingham (Sumatera Bagian Timur), ketir (Klimantan Selatan), meranti bukit (Malaysia) dan umumnya dikenal dengan meranti merah tua, karena warna dari kayunya yang merah tua ( Newman dkk, 1996) dalam (Irmayuni, 2004).

Penyebaran S. platyclados meliputi Semenanjung Malaysia, Sumatera, Sarawak (Lembah Rajung kea rah timur laut), Brunei, Sabah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Jenis ini banyak ditemukan di hutan pegunungan dataran tinggi hingga 1800 mdpl di Sumatera ( Newman dkk, 1996)


(34)

Morfologi

Bunga memiliki daun mahkota kuning pucat, benang sari berjumlah 15. Kelopak buah memiliki tiga sayap panjang dan sayap pendek. Sayap panjang berukuran 5,2 – 8,3 cm x 0,9 – 1,5 cm dan sayap pendek 1,9 – 5,8 cm x 0,3 – 0,8 cm. Buah berukuran 7 – 16 mm x 6 – 12 mm. Ranting berbentuk pipih. Tangkai daun berukuran 0,9 – 2 cm. Daun berbentuk lanset dengan ukuran 6,1 – 13,1 cm x 6 – 13,1 cm x 2,2 – 4 cm. Pada bagian perakaran terdapat banir yang tinggi mencapai 4 m dan membentang. Permukaan pepagan merah tua hingga coklat, berlekah sempit dan dalam, lekahan-lekahan mencapai panjang 1 m, lebar 2 cm, dan dalamnya mencapai 1,5 cm, bewarna coklat, pepagan dalam berserat, coklat merah di sebelah luar hingga coklat kuning pada cambium, kayu gubal cukup keras, kuning jerami, kayu teras merah tua hingga merah. Sistem perkaran dalam, dengan banyak akar utama melandas membentuk pohon yang sangat kokoh dan tahan akan tiupan angin ( Newman dkk, 1996) dalam (Irmayuni, 2004).

Pohon dari marga Dipterocarpaceae mendominasi dataran hutan hujan tropis Asia Tenggara, dan batang yang lurus, tinggi bebas cabang (TBC) yang tinggi dan kayu yang keras menjadikan kayu ini menjadi favorit dan banyak di eksploitasi, Pohon-pohon dari genus Shorea dianggap terbesar dari marga

Dipterocarpaceae dan paling penting dalam hal nilai ekonomis. Spesies banio

atau meranti batu ini adalah salah satu dari beberapa spesies Shorea, yang telah dikelompokkan ke dalam Subgenus Red shorea, yang umum dikenal sebagai meranti merah tua, karena warna kayunya yang merah tua. Kelompok ini ditandai dengan pohon yang besar dan tinggi mencapai ketinggian 70 m, dengan batang yang lurus dan silindris (Arkive, 2009).


(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dengan menggunakan sampel gambut Fibrik yang diambil di Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah gambut fibrik, fungi (Aspergillus sp,

Penicillium sp, Trichorderma sp, Curvularia sp), PDA (Potato Dextro Agar),

jagung, air steril, dektrosa, alkohol 70%, kloroks 1% , aluminium foil, tissue, kertas label. Peralatan yang digunakan yaitu: cangkul, kantong plastik besar, goni plastik, cawan Petri, beaker glass, tabung reaksi, gelas ukur, mikroskop cahaya, spatula, jarum Ose, timbangan analitik, bunsen, autoklaf, oven, laminar air flow, gunting, kamera digital, kaca objek dan kalkulator, dan alat-alat tulis.

Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu:

1. A0= Kontrol 2. A1= Curvularia sp. 3. A2= Aspergillus sp. 4. A3= Penicillium sp. 5. A4= Trichorderma sp.


(36)

Dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga didapat 15 unit percobaan. Model matematika yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij= μ + δi + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan ulangan ke-i dan perlakuan ke-j

μ = Nilai tengah

δi = Pengaruh ulangan ke-i

εij = Galat ulangan ke-i dan perlakuan ke-j.

Selanjutnya jika berpengaruh nyata maka dilakukan analisis data dengan uji DMRT (Duncan Multyple Range Test).

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahapan pengerjaan yaitu sebagai berikut :

1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

Media pembiakan fungi berupa PDA (Potatoe Dextrose Agar) dibuat dari bahan-bahan yang terdiri dari kentang , gula, agar-agar, dan aquadest. Untuk membuat larutan media sebanyak 1 liter, maka dibutuhkan 200 g kentang yang sudah dikupas, 20 g gula, 20 g agar-agar dan 1 liter aquadest. Kentang yang sudah dikupas dipotong kecil-kecil kemudian direbus dengan 800 ml aquadest sampai kentang menjadi empuk, kemudian kentang disaring dan air rebusan kentang dipisahkan. Agar-agar dan gula dextrose dilarutkan dengan 200 ml air kemudian larutan dicampurkan dengan air rebusan kentang. Larutan yang telah tercampur


(37)

kemudian diukur volumenya dan apabila belum mencapai 1 liter maka ditambahkan aquadest secukupnya sehingga volumenya menjadi 1 liter. Setelah itu larutan kembali dipanaskan sampai mengental. Apabila larutan sudah mengental maka dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer sampai memenuhi setengah dari volume Erlenmeyer dan dindinginkan. Larutan media PDA yang telah dindinginkan kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 15 psi. Selanjutnya peralatan seperti labu Erlenmeyer, dan cawan Petri disterilkan dalam oven selama satu jam atau lebih pada suhu 180oC.

2. Pembiakan Fungi Dekomposer

Untuk pemindahan PDA yang dalam Erlenmeyer ke cawan Petri, maka PDA yang beku dipanaskan kembali sampai mencair lalu dimasukkan kedalam cawan Petri sampai semua dasar cawan tertutupi oleh PDA, dan pada pemindahan PDA kedalam cawan Petri jangan sampai terkontaminasi, lalu dibiarkan dingin dan membeku, setelah PDA yang di dalam cawan Petri dingin maka dilakukan pemindahan fungi ke dalam cawan Petri. Pemindahan fungi dilakukan dengan menggunakan jarum Ose yang steril dan di dekat api bunsen agar tidak terkontaminasi, lalu ditutup dan direkat dengan menggunakan lakban agar tidak mudah terbuka dan dibiarkan sampai misellium fungi tumbuh dan bekembang pada media PDA.


(38)

Gambar 2. Curvularia sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.

Gambar 3. Aspergillus sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.

Gambar 4. Penicillium sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.

A B

B A

B A


(39)

Gambar 5. Trichorderma sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.

3. Pembuatan Media Starter

Sebelum fungi di pindahkan ke dalam polibag maka terlebih dahulu fungi di pindahkan ke media starter dengan menggunakan jagung. Cara pembuatannya sebagai berikut: jagung yang sudah tua dicuci dengan menggunakan air sampai bersih, kemudian jagung dikukus selama 50 menit lalu dindinginkan, kemudian jagung ditimbang sebanyak 200 gram per masing-masing kantong plastik, kemudian jagung disterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C dengan tekanan 15 psi selama 30 menit dan dibiarkan dingin, setelah dingin lalu di masukkan fungi yang telah dibiakkan pada cawan Petri ke dalam media starter dan pemindahan fungi ke media starter harus setril, kemudian diikat dan dibiarkan sampai misellium berkembang pada jagung. Media stater dibuat lebih banyak bila terkontaminasi dapat dipakai starter cadangan.

4. Pengambilan Tanah Gambut dan Penyiapan Polibag

Sampel tanah gambut yang diambil adalah tanah gambut yang bahan vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasi, dan paling sedikit mengalami

B A


(40)

dekomposisi yang sering disebut dengan tanah gambut Fibrik, kemudian tanah gambut ditimbang dengan seberat 2 kg per polibag, untuk di masukkan ke dalam masing-masing polibag yang telah disediakan atau sebanyak 20 polibag.

5. Penanaman Bibit Meranti Batu

Bibit meranti batu ditaman ke dalam polibag yang telah berisi dengan tanah gambut. Penanaman dilakukan dengan cara membuka dan membuang polibag yang lama, serta membuang sebagian tanah yang melekat pada bagian bawah akar.

6. Aplikasi Fungi ke Tanah Gambut

Fungi yang tumbuh dan berkembang pada media starter langsung di pindahkan ke tanah gambut di dalam polibag yang telah disiapkan sebelumnya. Pemindahan dilakukan dengan cara mencampurkan fungi dengan tanah gambut sehingga merata antar fungi, tanah dan kayu. Kemudian polibag diberi label sesuai dengan jenis fungi yang diaplikasikan dan nomor ulangannya. Tanah gambut penelitian ini diletakkan di rumah kaca untuk dilakukan pengamatan.


(41)

7. Pemeliharaan

Pemeliharaan di lakukan setelah bibit dan fungi di tanam pada polibag. Pemeliharaan yang di lakukan berupa penyiraman, penyiraman dilakukan 1 kali dalam 1 hari dan dilakukan pada sore hari, apabila cuaca sangat panas maka penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore hari. Banyak air yang disiramkan mencapai kejenuhan pada polibag.

8. Variabel yang diteliti

Variabel yang diteliti terdiri dari 2 bagian yaitu:

1. Laju Dekomposisi Gambut.

Pengambilan data pertama, dilakukan setelah 2 bulan aplikasi fungi ke tanah gambut, dan pengambilan data berikutnya dilakukan sekali dalam 14 hari sampai pengambilan data ke 4.

Cara pengambilan data adalah dengan cara menimbang berat tanah awal dan berat tanah setelah kering oven. Pengovenan dilakukan dengan suhu 1050 C selama 24 jam.

2. Pengukuran Parameter Shorea platyclados yaitu:

Pengukuran parameter terdiri dari beberapa parameter yang di amati yaitu:

Tinggi Batang

Pengukuran tinggi batang dilakukan sekali dalam jangka waktu 14 hari setelah bibit ditanam, dan pengaplikasian fungi


(42)

ke tanah gambut, dengan menggunakan penggaris dengan panjang 1 m.

Cara pengambilan data adalah pertama dibuat sebuah ajir kecil yang ditancapkan dekat dengan batang tanaman.

Diameter Batang

Pengukuran diameter batang dilakukan sekali dalam jangka waktu 14 hari setelah bibit ditanam, dan pengaplikasian fungi ke tanah gambut, dengan menggunakan kalifer manual.

Luas Daun.

Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir penelitian, dengan menggunakan Autocad 2006. Daun yang di ambil adalah daun yang telah berkembang sempurna, dan kedudukan daun harus sama dengan daun yang lainnya yang diambil.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut (g)

Nilai rata-rata hasil laju dekomposisi bahan organik tanah gambut pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1 (Lampiran 1).

Tabel 3. Hasil Uji Duncan Multiply Range Test

Jenis Fungi Rataan Hasil DMRT

Curvularia sp Aspergillus sp Trichoderma sp Penicillium sp

Kontrol

11.07 11.80 11.99 12.57 12.99

a b c c c

Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut UDMRT pada taraf 5%.

Dari hasil uji Duncan di atas, dapat dilihat bahwa pemberian jenis fungi

Curvularia sp, memberikan pengaruh yang nyata pada laju dekomposisi bahan

organik tanah gambut. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda sebagai dekomposer, akan berpengaruh kepada jumlah bahan organik


(44)

yang dapat teruraikan. Hasil analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 2 (Lampiran 1).

Hasil keseluruhan dari pemberian fungi pada tanah gambut dapat dilihat bahwa, rata-rata laju dekomposisi tanah gambut pada pemberian jenis fungi

Curvularia sp adalah jenis fungi yang paling banyak menguraikan bahan organik

tanah gambut, dengan jumlah bahan organik yang terurai atau terdekomposisi adalah sebanyak 38.93 g dari 50 g tanah gambut, dan rata-rata bahan organik tanah gambut yang tersisa seberat 11.07 g. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda sebagai dekomposer, akan berpengaruh kepada jumlah bahan organik yang dapat teruraikan. Perbedaan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan oleh dekomposer tergantung dari jenis dekomposernya serta fungsi dekomposer itu sendiri, dan di dalam penelitian ini adalah Fungi yang menyebabkan berat bahan organik menjadi turun.

Dari data hasil penelitian diduga bahwa, Fungi Curvularia sp adalah fungi yang dapat menguraikan lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin jika dibandingkan dengan Apergillus sp, Trichoderma sp dan Penicillium sp yang

Gambar 7. Grafik Rata-rata Laju Dekomposisi Tanah Gambut dengan Pemberian Berbagai Jenis Fungi.


(45)

merupakan sejenis fungi pendegradasi selulosa dan hemi selulosa. Sumarsih (2003) menyatakan selama proses dekomposisi, terjadi proses oksidasi biokonversi oleh berbagai kelompok mikroba. Mikroba yang berperan dalam proses dekomposisi mulai dari bakteri, protozoa dan fungi. Peranan mikroba yang bersifat lignoselulotik sangat besar pengaruhnya pada proses dekomposisi sisa tanaman yang banyak mengandung ligoselulosa.

Dari referensi yang dikemukakan oleh Deacon, (2004) dalam Priadi (2005) Selulosa adalah komponen terbesar dari struktur kayu 40-50 % berat kayu, hemiselulosa dalam kayu adalah sekitar 25-40 % berat kayu dan kandungan lignin dalam kayu berkisar antara 20-35 %.

Menurut Rowell (2006) dalam Renhartjemi (2009), bahwa fungi pembusuk menyerang kayu, melalui adanya enzim yang masuk ke hemiselulosa pada dinding sel kayu, dimana hemiselulosa merupakan sumber energi untuk perkembangannya melalui reaksi kimia oksidasi. Sehingga dinding sel kayu melemah dan akhirnya mempengaruhi kekuatan kayu dan berat kayu menjadi menurun. Fungi dengan hipanya masuk kayu melalui dinding sel dan berpindah dinding sel kayu melalui penetrasi. Hipa tersebut mengeluarkan enzim yang kemudian membusukan komponen kimia kayu yang ada di dinding sel kayu yang kemudian mendegradasi kimia kayu menjadi komponen yang larut dan akhirnya menjadi senyawa-senyawa kimia sederhana yang dimasuk kedalam metabolisme organisme.

Menurut Murtihapsari (2008) Fungi yang biasa menyerang dan mendekomposisi kayu dapat dikelompokkan sebagai berikut :


(46)

• Pembusuk cokelat (brown-rot), genera fungi dari Basidiomicetes, terutama mendegradasi polisakarida kayu. Tetapi juga ada perubahan dan degradasi tertentu yang ditemukan pada lignin. Akibatnya kayu menjadi coklat dan rapuh, dan umumnya menyerang kayu lunak. Kekuatan mekanik fungi ini berkurang setelah periode singkat inkubasi, dimana degradasi diikuti dengan penyusunan longitudinal tak normal dan perubahan bentuk dinding sel.

• Pembusuk Putih (white-rot), fungi-fungi ini juga termasuk dalam genera

Basidiomycetes dan mendegradasi lignin, yang mengakibatkan kayu menjadi

putih dan lunak. Kebanyakan fungi ini menyukai jenis kayu yang keras.

• Pembusuk-lunak (soft-rot), Kelompok fungi yang termasuk dalam genera

Ascomycetes dan fungi imperfekti, yang dapat mendegradasi polisakarida dan

lignin, namun laju degradasinya masing-masing berbeda tergantung jenis pembusuk lunaknya. Pembusuk kayu ini dapat ditemukan dalam kayu lunak dan keras.

Sudiana & Rahmansyah (2002) menyatakan fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa dan lignin). Kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Degradasi selulosa oleh mikrobia secara enzimatis merupakan proses penguraian bahan organik secara biologi. Pelapukan akibat enzim kompleks selulase yang dominan terjadi pada lapisan humus lantai hutan. Bakteri, fungi, khamir, dan Actinomycetes dapat memproduksi enzim selulolitik pada


(47)

lingkup masing-masing keberadaanya dalam membentuk sistem degradasi ketika mempercepat peluruhan bahan organik.

Laju Pertumbuhan Tinggi S. platyclados

Nilai rata-rata hasil laju pertumbuhan tinggi tanaman S. platyclados pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 4 (Lampiran 1).

Tabel 6. Hasil Uji Duncan Multiply Range Test

Jenis Fungi Rataan Hasil DMRT

Aspergillus sp Trichoderma sp Penicillium sp Curvularia sp

Kontrol

33.87 26.67 22.50 16.80 8.67

a a b c c

Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut UDMRT pada taraf 5%.

Dari hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa Aspergillus sp memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Dari Tabel 4 (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa pertumbuhan S. platyclados pada pemberian jenis fungi Aspergillus sp lebih baik pertumbuhannya, menghasilkan nilai rata-rata laju pertumbuhan terbesar yaitu 33.87 cm, sedangkan laju petumbuhan S. platyclados yang terkecil terdapat pada kontrol yaitu 8.67 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan pada S. platyclados.


(48)

Pada Gambar 8 menunjukkan adanya perbedaan tinggi S. platyclados akibat pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut sebagai media tanam. Hal ini diduga karena adanya perbedaan dari jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi S. platyclados, dan kemampuan serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga unsur hara jadi tersedia di dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Gambar 8. Grafik Rata-rata Laju Pertumbuhan S. platyclados dengan Pemberian Berbagai Jenis Fungi.


(49)

Gambar 9. Perbedaan Tinggi Tanaman S. platyclados dengan Pemberian Jenis Fungi yang Berbeda. Ket dari kiri ke kanan: Aspergillus sp,

Curvularia sp, Kontrol, Penicillium sp, Trichoderma sp.

Hal ini diduga bahwa Aspergillus sp adalah salah satu fungi penambat unsur hara makro seperti Nitrogen, (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) yang sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pada pertumbuhan tinggi serta pertumbuhan tunas, cabang dan daun.

Sumarsih (2003) menyatakan bahwa mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila tercukupi N. Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik). Mikroba penambat N non-simbiotik dapat


(50)

digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari bahan organik dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp dan Penicillium sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Rasti & Sumarno (2008) mengemukakan bahwa pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat memberikan berbagai manfaat, yaitu (1) menyediakan sumber hara bagi tanaman, (2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, (3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna dan memperpanjang usia akar, (3) memacu mitosis jaringanmeristempada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, (4) sebagai penawar racun beberapa logam berat, (5) sebagai metabolit pengatur tumbuh, dan (6) sebagai bioaktivator.


(51)

Nilai rata-rata laju pertumbuhan diameter batang S. platyclados pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7 (Lampiran 1). Dari hasil analisis sidik ragam pada Tabel 8 (Lampiran 1), dapat dilihat bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda pada S. Platyclados, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang S. platyclados. Menurut Ali (2007) melaporkan tidak berpengaruhnya perlakuan yang diberikan terhadap tanaman disebabkan karena bibit yang ditanam masih dalam keadaan fase vegetatif dimana hanya kelihatan pada tinggi dan jumlah daun, sehingga diperlukan lebih banyak waktu lagi untuk dapat melihat pertumbuhan diameter batang.

Pada Gambar 10 dapat dilihat pertambahan diameter batang terbesar terdapat pada pemberian jenis fungi Penicillium sp dan Aspergillus sp menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0.18 cm, sedangkan pertambahan diameter batang yang terkecil pada bibit S. platyclados terdapat pada pemberian jenis fungi Curvularia sp sebesar 0.15 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan diameter batang pada S. platyclados. Diduga tanaman S. platyclados Gambar 10. Grafik Rata-rata Laju Pertumbuhan Diameter Batang S. platyclados


(52)

memanfaatkan zat gula sebagai karbohidrat untuk melakukan pembelahan sel serta perkembangan jaringan sel yang mengakibatkan pembesaran pada diameter batang. Zat gula yang berasal dari degradasi selulosa menjadi glukosa.

Menurut Firman & Aryantha (2003) Dari hasil penelitian yang dilakukannya terungkap pula bahwa fungi Penicillium dan Aspergillus memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi . Sedangkan Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah, dengan hal demikian laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka akan meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang.

Menurut Isroi (2008) banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan unsur P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan unsur P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan unsur K. Menurut Whitelauw dkk (1999) dalam Ginting dkk (2009) mikroba pelarut fosfat (P) di dalam aktivitasnya akan membebaskan sejumlah asam-asam organik. Tanaman dapat menyerap fosfat dalam bentuk ion H2PO4-, hara fosfat diperlukan dalam proses metabolisme tanaman antara lain untuk merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pertumbuhan buah, pembelahan sel (pertambahan diameter batang), memperkuat batang, meningkatkan ketahanan terhadap rebah. Fungi merombak fosfor organik tanah gambut yang sukar larut, menjadi unsur hara fosfor (P) yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk pertumbuhannya. Menurut Cunningham & Kuiack, (1992) Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman dan


(53)

memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO4= dan PO4=. Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman dari pada HPO4= dan PO4=.

Luas Daun S. platyclados

Nilai rata-rata hasil pengamatan untuk luas daun tanaman S. platyclados pada masing-masing perlakuan jenis fungi disajikan pada Tabel 9 (Lampiran 1). Hasil analisis sidik ragam pada keragaman pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut sebagai dekomposer bahan organik tanah gambut, tidak menghasilkan pengaruh yang nyata. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa luas daun yang terluas pada bibit S. platyclados terdapat pada pemberian jenis fungi

Aspergillus sp dengan luas daun rata-rata 67.54 cm2, sedangkan luas daun kecil terdapat pada kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan luas daun pada S. platyclados.

Gambar 10. Grafik Rata-rata Luas Daun S. platyclados dengan Pemberian Berbagai Jenis Fungi.


(54)

Pada Gambar 10 menunjukkan adanya perbedaan luas daun pada tanaman

S. platyclados akibat pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut

sebagai media tanam. Jika dibandingkan secara fisual dengan luas daun dari jenis fungi Aspergillus sp dengan yang lainnya terdapat perbedaan. Hal ini diduga

karena adanya perbedaan dari jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi

S. platyclados, dan kemampuan serta perbedaan zat asam yang dikeluarkan oleh

fungi untuk mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga unsur hara jadi tersedia di dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Menurut Putri (2006) mengemukakan dalam proses pengkomposan telah digunakan mikroorganisme seperti Aspergillus spp, Rhizopus spp, Trichoderma spp, Mucor sp, dan Bacillus spp. Mikroorganisme inilah yang membantu tersedianya hara di tanah Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) secara cepat. Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga kebutuhan nutrisi pada tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga kestabilan kelembaban tanah, yang pada akhirnya membantu akar dalam proses penyerapan unsur hara tanah dengan lebih cepat.

Kemungkinan lain juga karena aktivator fungi Aspergillus niger,

Trichoderma viridae, merupakan fungi bermiselium benang dalam tanah yang

mempunyai fungsi utama menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan yang mirip dengan humus dalam tanah dan humus merupakan habitat subur untuk mikroba (Subba-Rao, 1994). Sifat fungi tersebut sangat bermanfaat dan dianggap sangat penting dalam memelihara bahan-bahan organik atau bahan dasar kompos


(55)

yang terombak dalam proses pengomposan, sehingga akan memelihara kehidupan mikroba lain dalam kompos tersebut.

Perbedaan yang dihasilkan oleh fungi Trichoderma sp, Aspergillus sp, dan

Penicillium sp terhadap pertumbuhan S. platyclados, diduga karena perbedaan

dari jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi S. platyclados, dan kemampuan serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga unsur hara jadi tersedia di dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Menurut Sumarsih (2003) selama proses dekomposisi (penguraian bahan organik), mikroba akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S, dan unsur lainnya untuk síntesis sel, jumlahnya berkisar antara 10 – 70 % tergantung kepada sifat-sifat tanah dan jenis mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi (penguraian). Gambar 11. Grafik Dekomposisi, Tinggi, Diameter Batang dan Luas Daun


(56)

KESIMPULAN

1. Fungi yang paling cepat mendekomposisi tanah gambut adalah jenis

Curvularia sp dengan laju dekomposisi rata-rata sebesar 11.07 g. Aspergillus

sp sebesar 11.80 g, Trichoderma sp sebesar 11.99 g, Penicillium sp sebesar 12.57 g.

2. Fungi Aspergillus sp meningkatkan rata-rata pertumbuhan tinggi batang

Shorea platyclados sebesar 33.87 cm, Trichoderma sp sebesar 26.67 cm, Curvularia sp sebesar 16.83 cm, Penicillium sp sebesar 22.50 cm.

3. Fungi Penicillium sp dan Aspergillus sp meningkatkan pertumbuhan rata-rata diameter batang Shorea platyclados sebesar 0.18 cm, Trichoderma sp sebesar 0.17 cm, Curvularia sp sebesar 0.15 cm.

4. Fungi Aspergillus sp sebesar 67.54 cm2, Trichoderma sp sebesar 62.33 cm2,

Penicillium sp sebesar 49.94 cm2, Curvularia sp sebesar 48.24 cm2.

5. Fungi Aspergillus sp lebih baik dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman

S. Platyclados, di bandingkan dengan jenis fungi Trichoderma sp, Penicillium

sp, dan Curvularia sp.

SARAN

Disarankan untuk meneliti fungi Curvularia sp dalam kecepatannya mendekomposisi lignin, selulosa dan hemiselulosa, agar diketahui dengan jelas kecepatan fungi Curvularia sp dalam mendekomposisi Lignoselulosa.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. 2007. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcus L) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan. Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Arkive. 2009. Shorea platyclados.

Atmawigjaja, R. 1988. Pengelolaan lahan gambut di Indonesia dari gatra konservasi dan lingkungan. Kongres gambut I. Himpunan Gambut Indonesia, di Yogyakarta.www.peat-portal.net/view_file.cfm?fileid=383. [3 Februari 2009]

Bastoni. 1999. Studi aspek kimia dan kesuburan campuran tanah organik (gambut) dan mineral (lumpur) yang digunakan untuk media tumbuh. Bulletin Reboisasi 7. Jakarta

Budianta, D. 1988. Pengaruh pemberian bahan tanah vertisol terhadap beberapa sifat kimia gambut. Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta. http//www.peat-portal.net.pdf [15 Janurai 2009]

Brundrett, M. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations. www.faqs.org/.../Diversity-and-classification-of-mycorrhizal-associations-Vegetation-dynamics-simulating-responses-to.html

Budianta, D. 2003. Strategi pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk mendukung otonomi daerah di Sumatera Selatan. Makalah disampaikan pada seminar Lokakarya Nasional Ketahanan Pangan Dalam Era Otonomi Daerah. Palembang.

Cunningham,JE., and C. Kuiack. 1992. Production of citric and oxalic acidand solubilization of calsium phosphate by Penicillium bilail. Appl.Environ. Microbial.htpp://www.unsjournals.com/D/D0801/D080105.pdf. [3 Maret 2009]

Darmawidjaja, M.I. 1980. Klasifikasi tanah. BPTK Gambung, Bandung.

Doctorfungus. 2007. Aspergillus spp.


(58)

FAO-UNESCO. 1974. Soil map of the world. Vol 1. Legend. Unesco, Paris. FAO. 2009. Trichoderma.

Juli 2009]

Firman, A. P & I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus)

Indigenus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.

Ginting, R. C. B., R, Saraswati & E. Husen. 2009. Mikro Organisme Pelarut Fosfat

Irmayuni. 2004. Pengaruh Pengkabutan dan Konsentrasi IBA (Indol Butiric Acid) Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Meranti Batu (Shorea platycldos). Skripsi. Departemen Kehutanan. USU. Medan.

Isroi. 2008. Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Oraganik. Biogen Online.

Lingga, P. 1986. Petunjuk Pengunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta

Murtihapsari. 2008. Bio-Dekomposisi Kayu Keras. Mayor Kimia, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor & Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,

Universitas Negeri Papua, Manokwari.

Niken. 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma Viride.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Yoyakarta.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bersifat Masam. Raja Grafindo. Jakarta.

Notohadiprawiro. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Novriani & Madjid. 2009. Peran dan Prospek Mikoriza.


(59)

Priadi, T. 2005. Pelapukan Kayu oleh Jamur dan Strategi Pengendaliannya Pengantar Falsafah Sains (Pps702) Sekolah Pasca Sarjana/ S3 Institut Pertanian Bogor

Putri, D, M, S. 2006. Pengaruh Jenis Media terhadap Pertumbuhan Begonia

imperialis dan Begonia ‘Bethlehem Star’. B I O D I V E R S I T A S. ISSN:

1412-033X Volume 7, Nomor 2 April 2006. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bali.

Rahmansyah, M & Sudiana, I. M. 2004. Status Aktivitas β-amilase dan Pola

Fosfomonoesterase Isolat Mikrobia Tanah dari Hutan Bukit Bangkirai. B i o S MART ISSN: 1411-321X. Volume 6, Nomor 1 April 2004. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Rao, N.S Subha, 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Rasti, S & Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan Vol. 3 No. 1 - 2008

Renhartjemi. 2006. Sifat Biologis Kayu Modifika Panas.

Sarief & E. Saifuddin. 1984. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Satari, A.M. 1988. Pemanfaatan gambut dan limbah tanaman untuk industri media

buatan. Makalah pada seminar budidaya dan bisnis bunga. Yayasan Bunga Nusantara, Jakarta.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Simplex. Jakarta.

Steven, L., W.C. Price. (1992), Fundamental of enzymology, Second Edition, Oxford.University, New York.

Sudiana, I.M. & Rahmansyah, M., 2002. Aktivitas amilase dan selulase jamur tiram putih yang ditumbuhkan pada medium ampas aren dan serbuk gergaji kayu. Jurnal Mikrobiologi Indonesia.

Suhardi. 2000. Pola perubahan laju mineralisasi nitrogen pada peralihan fungsi lahan gambut menjadi lahan pertanian. Kumpulan artikel penelitian berbagai bidang ilmu (BBI). Lembaga Penelitian UNIB.


(60)

Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian. UPN. Veteran. Yogyakarta.

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra., & S. Sastroadmodjo. 1991. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Yani, A. 2003. Kemampuan Beberapa Biak Kapang Aspergillus spp Dalam Memproduksi Enzim Sellulase Pada Media Singkong. Staf Puslit Biologi LIPI. 2009].

Wikipedia. 2009. Trichoderma.


(61)

Lampiran 1. Tabel Analisa Rancangan Percobaan

Tabel. 1. Analisis Rancangan Percobaan Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut (g) Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 11.45 10.20 11.55 11.75 12.00 11.65 12.18 12.83 12.70 11.33 11.90 12.75 13.15 12.95 12.87 59.86 59.88 61.52

Total 33.20 35.40 37.71 35.98 38.97 181.26

Tabel. 2. Anova Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 6.54 2.50 1.64 0.25

6.55* 3.48

Total 14 9.04

* = bebeda nyata pada taraf 5 %

Tabel. 4. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 21.5 20.5 8.5 24.0 31.6 46.0 15.0 23.5 29.0 39.0 25.5 15.5 13 5 8 112.5 106.1 107.0

Total 50.5 101.6 67.5 80 26 325.6

Tabel. 5. Anova Tinggi Tanaman Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 1100.66 764.71 275.17 76.47

3.60* 3.48

Total 14 1865.37 * = bebeda nyata pada taraf 5 %


(62)

Lampiran 1. Lanjutan

Tabel. 7. Analisis Rancangan Percobaan Diameter Batang (cm)

Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.25 0.15 0.20 0.20 0.25 0.15 0.10 0.05 0.10 0.10 0.75 0.75 0.80

Total 0.45 0.55 0.55 0.50 0.25 2.30

Tabel. 8. Anova Diameter Batang Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 0.021 0.022 0.005 0.002

2.384tn 3.48

Total 14 0.043

tn

= tidak bebeda nyata pada taraf 5 %

Tabel. 9. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2)

Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 62.93 54.12 27.67 78.68 64.90 59.03 32.23 53.71 54.87 53.20 67.28 66.43 39.50 41.98 36.08 266.54 281.99 244.08

Total 144.72 202.61 140.81 186.91 117.56 792.61

Tabel. 10. Anova Luas Daun Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 1643.91 1344.31 410.98 134.43

3.06tn 3.48

Total 14 2988.22

tn


(63)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian


(64)

Lampiran 2. Lanjutan


(1)

Priadi, T. 2005. Pelapukan Kayu oleh Jamur dan Strategi Pengendaliannya Pengantar Falsafah Sains (Pps702) Sekolah Pasca Sarjana/ S3 Institut Pertanian Bogor

Putri, D, M, S. 2006. Pengaruh Jenis Media terhadap Pertumbuhan Begonia imperialis dan Begonia ‘Bethlehem Star’. B I O D I V E R S I T A S. ISSN: 1412-033X Volume 7, Nomor 2 April 2006. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bali. Rahmansyah, M & Sudiana, I. M. 2004. Status Aktivitas β-amilase dan Pola

Fosfomonoesterase Isolat Mikrobia Tanah dari Hutan Bukit Bangkirai. B i o S MART ISSN: 1411-321X. Volume 6, Nomor 1 April 2004. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Rao, N.S Subha, 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Rasti, S & Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan Vol. 3 No. 1 - 2008

Renhartjemi. 2006. Sifat Biologis Kayu Modifika Panas.

Sarief & E. Saifuddin. 1984. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Satari, A.M. 1988. Pemanfaatan gambut dan limbah tanaman untuk industri media

buatan. Makalah pada seminar budidaya dan bisnis bunga. Yayasan Bunga Nusantara, Jakarta.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Simplex. Jakarta.

Steven, L., W.C. Price. (1992), Fundamental of enzymology, Second Edition, Oxford.University, New York.

Sudiana, I.M. & Rahmansyah, M., 2002. Aktivitas amilase dan selulase jamur tiram putih yang ditumbuhkan pada medium ampas aren dan serbuk gergaji kayu. Jurnal Mikrobiologi Indonesia.

Suhardi. 2000. Pola perubahan laju mineralisasi nitrogen pada peralihan fungsi lahan gambut menjadi lahan pertanian. Kumpulan artikel penelitian berbagai bidang ilmu (BBI). Lembaga Penelitian UNIB.


(2)

Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian. UPN. Veteran. Yogyakarta.

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra., & S. Sastroadmodjo. 1991. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Yani, A. 2003. Kemampuan Beberapa Biak Kapang Aspergillus spp Dalam Memproduksi Enzim Sellulase Pada Media Singkong. Staf Puslit Biologi LIPI. 2009].

Wikipedia. 2009. Trichoderma.


(3)

Lampiran 1. Tabel Analisa Rancangan Percobaan

Tabel. 1. Analisis Rancangan Percobaan Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut (g) Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 11.45 10.20 11.55 11.75 12.00 11.65 12.18 12.83 12.70 11.33 11.90 12.75 13.15 12.95 12.87 59.86 59.88 61.52

Total 33.20 35.40 37.71 35.98 38.97 181.26

Tabel. 2. Anova Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 6.54 2.50 1.64 0.25

6.55* 3.48

Total 14 9.04

* = bebeda nyata pada taraf 5 %

Tabel. 4. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 21.5 20.5 8.5 24.0 31.6 46.0 15.0 23.5 29.0 39.0 25.5 15.5 13 5 8 112.5 106.1 107.0

Total 50.5 101.6 67.5 80 26 325.6

Tabel. 5. Anova Tinggi Tanaman Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 1100.66 764.71 275.17 76.47

3.60* 3.48

Total 14 1865.37 * = bebeda nyata pada taraf 5 %


(4)

Lampiran 1. Lanjutan

Tabel. 7. Analisis Rancangan Percobaan Diameter Batang (cm) Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.25 0.15 0.20 0.20 0.25 0.15 0.10 0.05 0.10 0.10 0.75 0.75 0.80 Total 0.45 0.55 0.55 0.50 0.25 2.30

Tabel. 8. Anova Diameter Batang Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 0.021 0.022 0.005 0.002

2.384tn 3.48

Total 14 0.043

tn

= tidak bebeda nyata pada taraf 5 %

Tabel. 9. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2) Perlakuan/ Ulangan Curvularia sp Aspergillus sp Penicillium sp Trichoderma

sp Kontrol Total 1 2 3 62.93 54.12 27.67 78.68 64.90 59.03 32.23 53.71 54.87 53.20 67.28 66.43 39.50 41.98 36.08 266.54 281.99 244.08 Total 144.72 202.61 140.81 186.91 117.56 792.61

Tabel. 10. Anova Luas Daun Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 0.05 Perlakuan Galat 4 10 1643.91 1344.31 410.98 134.43

3.06tn 3.48

Total 14 2988.22

tn


(5)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian


(6)

Lampiran 2. Lanjutan