PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG LALU LINTAS

ABSTRACT

LAW ENFORCEMENT TOWARD CHILDREN WHO VIOLATE
THE ACT OF TRAFFIC
By

BAGUS SADDAM YEKTI
Traffic criminal cases generally occur without deliberate or no element of
negligence or the negligence of the offender, however, remains to be the culprit
responsible for the case. The research problem is formulated: (1) How does law
enforcement against child who violates the Act Traffic? (2) What are the factors that
hinder enforcement of a child in violation of the Act Traffic?
Approach the problem using normative juridical and empirical jurisdiction. Data
were analyzed qualitatively for the conclusion of the study.
The results showed that: (1) The enforcement of the law against child who violates
Traffic Act implemented by the City Police Bandar Lampung through the diversion
process as mandated by Article 1 Paragraph (7) of Law No. 11 of 2012 on the
Criminal Justice System Child is outside the criminal justice process through peace,
as mandated by Law child Criminal Justice System which aims to achieve peace
between the victim and the child, the child settle the case outside the judicial
process, prevent children from deprivation of liberty, encouraging people to

participate and instill a sense of responsibility accountable to the child. (2) Factors
that hinder enforcement of a child in violation of the Traffic Act are: Factors
legislation, namely the regulation of discretionary authority under the Police Act
potentially misinterpreted; Factors law enforcement, which is the quantity of the
limited number of members of Traffic in handling cases of traffic in the city of
Bandar Lampung and the quality is still a lack of knowledge and skills of
investigators in implementing peace in the completion of a criminal traffic cases;
Community factors, namely the lack of completeness of data and information
submitted by the offender and the victim were involved in a criminal case traffic;
Cultural factors, namely the personal character of the offender and the victim and his
family that does not support the resolution of the case outside the justice or peace.
Suggestions in this research are: (1) Police as law enforcement officers advised
continue to improve the professionalism and capacity as executor of the peace
process between the parties involved in a criminal case traffic. (2) Police in the
mediation process is recommended to be proportional to place itself as a neutral
party, so as to avoid the appearance of partiality toward one party.
Keywords: Law Enforcement, Child, Traffic

ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELANGGAR

UNDANG-UNDANG LALU LINTAS
Oleh

BAGUS SADDAM YEKTI
Perkara tindak pidana lalu lintas umumnya terjadi tanpa kesengajaan atau ada unsur
kealpaan atau kelalaian dari pelaku, namun demikian pelakunya tetap harus
bertanggung jawab atas perkara tersebut. Permasalahan penelitian ini dirumuskan:
(1) Bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak yang melanggar UndangUndang Lalu Lintas? (2) Apakah faktor yang menghambat penegakan hukum
terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas?
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Data dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penegakan hukum terhadap anak yang
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dilaksanakan oleh Kepolisian Resor Kota
Bandar Lampung melalui proses diversi sebagaimana diamanatkan Pasal 1 Ayat (7)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu
proses proses di luar peradilan pidana melalui perdamaian, sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang bertujuan untuk
mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar
proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

(2) Faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar
Undang-Undang Lalu Lintas adalah: Faktor perundang-undangan, yaitu pengaturan
mengenai kewenangan diskresi dalam Undang-Undang Kepolisian yang berpotensi
disalahtafsirkan; Faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya
jumlah anggota Satlantas dalam menangani perkara lalu lintas di Kota Bandar
Lampung dan secara kualitas masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan
penyidik dalam menerapkan perdamaian dalam penyelesaian perkara pidana lalu
lintas; Faktor masyarakat, yaitu ketidak lengkapan data dan informasi yang
disampaikan oleh pelaku dan korban yang terlibat dalam perkara pidana lalu lintas;
Faktor Kebudayaan, yaitu karakter personal pelaku dan korban serta kleluarganya
yang tidak mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan atau perdamaian.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pihak Kepolisian sebagai aparat penegak
hukum disarankan terus meningkatkan profesionalisme dan kapasitas sebagai
pelaksana proses perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat dalam perkara pidana
lalu lintas. (2) Pihak Kepolisian dalam proses mediasi disarankan untuk secara
proporsional menempatkan diri sebagai pihak yang netral, sehingga tidak
menimbulkan kesan adanya pemihakan terhadap salah satu pihak
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Anak, Lalu Lintas

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELANGGAR

UNDANG-UNDANG LALU LINTAS

Oleh
BAGUS SADDAMYEKTI

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER HUKUM

Pada
Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

i


PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELANGGAR
UNDANG-UNDANG LALU LINTAS

(Tesis)

Oleh

BAGUS SADDAM YEKTI
NPM. 1322011010

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI
Halaman
I.


II.

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................

10

D. Kerangka Pemikiran .........................................................................


11

E. Metode Penelitian .............................................................................

15

F. Sistematika Penulisan .......................................................................

19

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

20

A. Penegakan Hukum ............................................................................

20

B. Perkara Pidana Lalu Lintas ...............................................................


25

C. Penanggulangan Tindak Pidana ........................................................

28

D. Pengertian Anak dan Perlindungan Hukum terhadap Anak .............

31

E. Perdamaian dan Keadilan Restoratif .................................................

39

F. Keadilan Substantif terhadap Anak yang Melakukan

III.

IV.


Tindak Pidana....................................................................................

48

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................

61

A. Karakteristik Narasumber .................................................................

61

B. Penegakan Hukum terhadap Anak yang Melanggar UndangUndang Lalu Lintas ...........................................................................

62

C. Faktor yang Menghambat Penegakan Hukum terhadap
Anak yang Melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ........................

96


PENUTUP .............................................................................................

103

A. Simpulan ...........................................................................................

103

B. Saran ..................................................................................................

104

DAFTAR PUSTAKA

MENGESAIIKAN

l.

Tim Penguji

Ketua Tim Penguji

Dr. Eddy Rifa'i, S.H., M.H.

Sekretaris

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.II.

Penguji Utama

Dr. Nikmah Rosidah, S.IL, M.H.

Anggota

Dr. Erna Dewi, S.H, M.II.

Anggota

Dr. Nlaroni, S.H., M.H.

%{,,\}lJffidN
I s*^e d9]+."'is

\j,tffiE&?1
\, Ew*ary$e" --::

a.Eemdi, S.H.,M.S.
21109 198703 1 003

Direktur Program Pascasarj ana

: Sudjarwo, M.S.
30528 198103

I

002

Tanggal Lulus Ujian : 17 Desember

2Al4

Judul Tesis

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG
MELANGGAR UNDANG-UNDANG LALU LINTAS

Nama

!BoB* gaddarnlekti

No. Pokok Mahasiswa

132201rcrc

Program Kekhususan

Hukum Pidana

Fakultas

Hukum

MENYETUJUI
Dosen Komisi Pembimbing

ddy Rifa'i, S.II., M.H.
196109t2 198603

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H.

NiP

1 003

19650204 199003

MENGETAHUI
Ketua Program
Program Studi Magister
Universi

qana
Fakultas Hukum
(,

b

.haidi'd Anwar, S.H., M.Hum.
,19550314 t98603 I00t

I

004

SURAT PERJ\TYATAAN

Dengan ini sayamenyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1.

Tesis dengan judul: "Penegakan rrukum Terhadap Anak yang Melanggar

undang-undang LaIu Lintasn, adalah karya saya sendiri dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang

tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik
atau yang disebut

2.

plagiarisme.

"

Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari temyata ditemukan adanya ketidak
benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya;
saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung 17 Desember 2014
Yang Membuat Pernyataarg

Bagus Saddamyekti

NPM

1322011010

PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
serta junjungan tinggi Rasulullah Muhammad SAW
Kupersembahkan Tesis ini kepada :
Ayahanda dan Ibunda
Sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan
membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu memberikan kasih sayang
yang tulus dan memberikan do’a yang tak pernah putus untuk setiap langkah
yang penulis lewati, serta yang tidak pernah meninggalkan penulis
dalam keadaan penulis terpuruk sekalipun
Kakak ku Yugo beserta adik-adik ku Yogia, Anggun, dan Tata
yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa
depan yang jauh lebih baik dari sekarang.
Keluarga besarku atas motivasi dan dukungannya untuk keberhasilanku
Almamaterku Tercinta Universitas Lampung

i

MOTO

Dan siapa yang menempuh suatu jalan yang padanya dia dapatkan ilmu,
maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga
(HR Muslim)

Kerja dan fungsi memecahkan manusia, sujud sembah yang mengutuhkannya.
Ego dan nafsu menumpas kehidupan, oleh cinta nyawa dikembalikan.
(Emha Ainun Nadjib)

Keputusan yang kita ambil hari ini adalah kehidupan yang akan kita jalani
di masa depan
(Penulis)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Bagus Saddamyekti, dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada
tanggal 12 Januari 1991, merupakan putra kedua dari lima bersaudara, pasangan
Bapak Drs. Haryanto, M.Si., dan Ibu Supriyati, S.Pd.

Penulis menempuh pendidikan TK Al-Azhar selesai pada tahun 1997, Sekolah Dasar
(SD) Al-Azhar diselesaikan pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 16 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menegah Atas
(SMA) Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2009. Selanjutnya pada
Tahun 2013, penulis menyelesaikan pendidikan pada Program Strata Satu (S1) pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan
pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas
Hukum Universitas Lampung, selesai tahun 2015.

i

SAIY

WACANA

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, Tuhan yang Maha Menguasai Semesta Alarn, sebab hanya dengan kehendak-

Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: penegakan Hukum
Terhadap Anak Yang Melan ggar Undang-Unda ng LaIu Lin tas.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
pada Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Lampung. Dalam penulisan

tesis ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis menxlmpaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

l-

Bapak Prof. Dr. Heryandi, SH., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

Bapak Dr. Khaidir Anwar, s.H., M.Hum., selaku Ketua program pascasmjana
Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.
a

J.

Bapak Dr. Eddy Rifai, s.H., M.H. selaku Pembimbing

I,

atas bimbingan,

masukan, motivasi dan saran yang diberikan dalam penyusrman sampai dengan
selesainya Tesis ini.
4.

Bapak Dr. Heni siswanto, s.H., M.H. selaku Pembimbing

II,

atas bimbingan,

masukan, motivasi dan 561an yang diberikan dalam penyusunan sampai dengan
selesainya Tesis ini-

lbu Dr. Mkmah Rosidah, S.H., M.H-, sebagai Penguji Utama Ibu Dr. Erna Dewi,
S.H.,

MlI.,

dan Bapak Dr. Maroni, S.H.,

M.fL, sebagai Penguji Aoggota terima

kasih atas mazukan dan saran yang diberikan dalam pros€s perbaikan Tesis.

Para narasumber dari Polresta Bandar lampung, Kejaksaan Negeri Bandar
Lampung, Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan LSM LADA Bandar
Lampung atas bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.

7.

Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana I\{agister Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lannpung yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

8.

Seluruh staf Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas

lampung yang telah memberikan trantuan kepada penulis selarna menempuh
studi.

9.

Rekan-rekan Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Huhrm Universitas

Lampung atas persahabatan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian
Tesis dan menempuh studi.
10.

Maya Utari yang selalu memberikan motivasi serta semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan Tesis.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis berdoa semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan
kebaikan dari sisi Allah SWT. Akhirnya semoga Tesis ini dapat bermanfaaL

Bandar Lampung, I 7 Desember 2014
Penulis,

Bagus Saddamyekti

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari
sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan
jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seiring kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pemerintah Indonesia telah berusaha melaksanakan
pembangunan di berbagai bidang. Pembangunan tersebut tidak hanya meliputi
pembangunan fisik saja seperti pembangunan gedung, perbaikan jalan, tetapi juga
dalam segi kehidupan lain di antaranya meningkatkan keamanan bagi warga
masyarakat, karena kehidupan yang aman merupakan salah satu faktor yang
mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat, sehingga bila keamanan yang
dimaksud bukan berarti tidak ada perang tetapi dapat meliputi keamanan dalam
segi yang lain, salah satunya adalah keamanan menggunakan jalan raya dan
fasilitas-fasilitas yang ada di jalan raya tersebut.1

1

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya .Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta. 1995. hlm.4.

2

Apabila antara alat transportasi dengan sarana dan prasarana transportasi tidak
berjalan seimbang akan menimbulkan dampak yang tidak baik, misalnya
kemacetan lalu lintas, terlebih lagi jika disertai dengan kurangnya kesadaran
masyarakat sebagai pengguna jalan raya akan menimbulkan banyak pelanggaran
lalu lintas kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu
penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang
dari luar. Akibat hukum terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi yang harus
diterapkan terhadap pelaku pelanggaran, terutama yang mengakibatkan korban
harta benda dan manusia berupa cacat tetap, bahkan meninggal dunia.

Saat ini lalu lintas yang macet merupakan suatu kejadian yang biasa kita lihat,
baik di pagi hari, sore hari maupun di malam hari. Masalah ini terjadi karena
pertambahan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan jalan tidak seimbang,
sehingga selain menyebabkan kemacetan juga dapat menyebabkan kecelakaan
lalu lintas. Masalah lalu lintas tidak hanya karena kemacetan melainkan karena
terjadinya kecelakaan, baik kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat yang
mengakibatkan meninggalnya seseorang. Kecelakaan lalu lintas bisa terjadi akibat
kelalaian seseorang atau akibat ketidakpatuhan seseorang terhadap rambu dan
marka lalu lintas. Kecelakaan adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh siapa
pun kecuali memang ada niat untuk melakukan sesuatu yang direncanakan untuk
melukai seseorang. Artinya kecelakaan lalu lintas secara umum terjadi tanpa ada
niat atau unsur kesengajaan dari pelakunya, karena kejadian tersebut berlangsung
tanpa dikehendaki2

2

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil .Ibid. hlm.5.

3

Perkara tindak pidana lalu lintas umumnya terjadi tanpa kesengajaan, di sini yang
ada hanya unsur kealpaan atau kelalaian. Pengenaan pidana kepada orang yang
karena alpa melakukan kejahatan, artinya ada kejahatan yang pada waktu
terjadinya keadaan mental terdakwa adalah tidak mengetahui dan sama sekali
tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan, meskipun demikian pelakunya
dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang itu,
walaupun sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang
ternyata adalah kejahatan. 3

Sistem peradilan untuk perkara lalu lintas jalan sedikit berbeda dengan sistem
peradilan biasa, acara pemeriksaannya terdapat peraturan beracara yang berbeda
dari acara biasa yaitu: 4
1. Perkara tilang tidak memerlukan berita acara pemeriksaan, penyidik hanya
mengirimkan catatan-catatan ke Pengadilan (formulir tilang)
2. Di dalam sidang pemeriksaan perkara tilang terdakwa boleh tidak hadir
dan dapat menunjuk seseorang untuk wakilinya disidang dalam hal ini
pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan dan diputus dengan putusan verstek.
3. Perkara tilang tidak ada surat tuduhan dan tidak adanya putusan tersendiri
yang lepas dari berkas perkara, putusan hakim tercantum dalam berita
acara sidang artinya disambungkan pada berita acara tersebut.
4. Jaksa tidak perlu hadir disidang kecuali apabila kejaksaan atau jaksa
menganggap perlu maka pihak kejaksaan akan hadir disidang.

Perkara tilang diadili dengan acara pemeriksaan cepat dan tidak dapat diadili
dengan cara pemeriksaan biasa. Sistem peradilan tilang lembaga yang terlibat
sebagai subsistem adalah kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dengan tugas dan
fungsinya yang telah diatur sesuai dengan undang-undang. Acara pemeriksaan
cepat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3

Warpani P Suwardjoko,
Udayana, Bali, 2001. hlm.6.
4
Ibid. hlm.7.

Keselamatan Lalu Lintas, Simpusium ke-4

FSTPT, Universitas

4

meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu
lintas. Pasal 211 KUHAP menyebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran lalu lintas tertentu
terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.

Sistem peradilan tilang pihak sama dengan sistem peradilan pidana perkara biasa,
yang dilakukan oleh Kepolisian. Pemeriksaan permulaan dilakukan di tempat
kejadian. Polisi yang bertugas melaksanakan penegakan hukum apabila
menemukan pelanggaran lalu lintas tertentu harus menindak langsung di tempat
kejadian.

Dasar hukum mengenai kecelakaan lalu lintas adalah Pasal 229 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menggolongkan
kecelakaan lalu lintas sebagai berikut:
(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan
dan/atau barang.
(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf
c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia
atau luka berat.
(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat
disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta
ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
Ketentuan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa perkara Kecelakaan Lalu Lintas

5

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) diproses
dengan acara peradilan pidana sesuai aturan perundang-undangan.

Aparat penegak hukum dalam menangani perkara pidana lalu lintas dapat
melakukan tindakan represif yaitu tindakan yang pada prinsipnya didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP, misalnya dalam
bentuk penegakan hukum (penyidikan) kepada pelaku.

Kriteria seperti di atas dalam praktek Polisi sebagai penyidik penegak hukum juga
bisa menyelesaikan kasus yang menyangkut tindak pidana lalu lintas khususnya
yang termasuk Pasal 359 KUHP yang menjelaskan bahwa barangsiapa karena
kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun penjara.
Pasal di atas menyebutkan adanya unsur “ kealpaan” yang berfungsi menjelaskan
unsur kesalahan yang berbentuk culpa di mana akibat yang berakibat matinya
korban. Kealpaan maka satu-satunya ukuran yang diperlukan untuk adanya
kealpaan tersebut ada perbuatan yang obyektif menyebabkan mati atau luka-luka
ialah apakah dalam melakukan perbuatan telah memperhatikan dan mentaati
norma-norma yang bertalian dengan perbuatan tersebut, baik yang telah
diwujudkan sebagai peraturan tertulis maupun masih menampakkan diri sebagai
perbuatan yang patut atau tidak patut. 5
Perkara pidana lalu lintas dapat diselesaikan melalui perdamaian sebagai proses
penyelesaian pekara pidana lalu lintas di luar pengadilan. Polisi sebagai penyidik
dalam menyelesaikan tindak pidana lalu lintas khususnya yang termasuk Pasal
5

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil Opcit. hlm.5.

6

359 KUHP di luar Pengadilan ini kalau pelaku dan pihak korban sudah ada
kesepakatan kehendak. Penyelesaian di dalam Pengadilan, apabila para pihak
pelaku dan keluarga korban tidak ada kesepakatan kehendak untuk diselesaikan di
luar Pengadilan, Polisi sebagai penyidik sesuai dengan tugasnya membuat berita
acara tentang kejadiannya dan kemudian menyerahkan ke Jaksa penuntut Umum
agar dilakukan penuntutan. Hukum Pidana harus dipandang sebagai hukum yang
mempunyai fungsi subsider, karena hukum pidana baru digunakan apabila upaya
lain dirasakan tidak berhasil atau tidak sesuai.

Perkara lalu lintas pada dasarnya termasuk jenis perkara pelanggaran. Pelanggaran
lalu lintas tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
tetapi ada yang menyangkut delik-delik yang disebut dalam KUHP, misalnya
sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP, yaitu karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain dan sebagimana diatur dalam Pasal 360 KUHP,
yaitu karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat.

Penyelesaian perkara pidana lalu lintas ada yang penyelesaiannya dilakukan di
luar pengadilan yang menyangkut kecelakaan lalu lintas antara pihak-pihak yang
terlibat tanpa melalui pengadilan, baik bagi pelaku yang berstatus anak atau orang
dewasa. Proses penyelesaian tersebut dilakukan oleh para pihak sendiri karena
masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikan tanpa melalui proses yang
berbelit-belit dan memakan waktu yang lama, adapun hal ini terjadi karena
pengadilan akan mempelajari bukti-bukti yang ada guna mencari kebenaran dan
keadilan yang dapat diterima kedua belah pihak.

7

Tugas Kepolisian dalam hal penyelesaian perkara di luar pengadilan adalah
sebagai penengah dari masing-masing pihak dan apabila masing-masing pihak
sudah ada kesepakatan mengenai penggantian biaya apabila sebelum meninggal
korban terlebih dahulu dirawat di rumah sakit, menanggung biaya pemakaman,
selamatan sampai dengan selesai dan memberikan sejumlah uang sebagai uang
duka dan setelah itu membuat surat pernyataan yang berisi telah selesainya
perkara tersebut dan tidak ada penuntutan kembali dari masing-masing pihak,
maka perkara tersebut oleh polisi dinyatakan selesai.

Pelaku tindak pidana lalu lintas salah satunya adalah pengendara yang masih
digolongkan sebagai anak, yaitu di bawah usia 17 tahun. Hal ini didasarkan pada
dasar hukum yaitu Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang menyatakan persyaratan
pemohon SIM perseorangan berdasarkan usia adalah minimal berusia 16 tahun
untuk memperolah SIM C dan D. Selain itu ketentuan Pasal 81 Ayat (2) UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009, bahwa batas usia minimal untuk memperoleh
SIM A adalah 18 tahun. Dengan demikian maka seseorang yang belum berusia 16
tahun (untuk pengendara kendaraan roda dua) dan belum berusia 18 tahun (untuk
pengendara kendaraan roda empat), dapat dikategorikan sebagai anak.
Pengertian anak menurut Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002

tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai
pengendara kendaraaan bermotor pada umumnya belum memahami dan tidak
mematuhi peraturan lalu lintas di antaranya tidak memiliki kemampuan

8

mengemudikan kendaraannya dengan wajar, tidak mengutamakan keselamatan
pejalan kaki, tidak mampu menunjukkan STNK, SIM. Para pelajar juga umumnya
tidak mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat
pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu
lintas berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor
dan tidak mengindahkan kecepatan minimum dan maksimum dalam berkendara.

Contoh perkara tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak adalah
kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh AQJ (13 tahun), yang mengendarai
mobil dengan kecepatan tinggi, sehingga menabrak pembatas jalan dan menabrak
dua mobil lain, mengakibatkan 7 pengendara mobil meninggal dunia dan 9
terluka. Pihak kepolisian menetapkan AQJ sebagai tersangka, karena melanggar
Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) dengan ancaman 6 tahun pidana penjara. AQJ juga
melanggar Pasal 281 jo. Pasal 77 UU LLAJ, karena mengemudikan kendaraan
bermotor tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Selain itu melanggar Pasal
280 jo. Pasal 68 UU LLAJ karena Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang
dipasang tidak sesuai dengan yang ditetapkan Polri. 6 Tim Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mendakwa AQJ karena melanggar
Pasal 310 Ayat (1), (3) dan (4), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman hukuman 6 tahun pidana
penjara.7

6

http://hukum.kompasiana.com/2013/09/29/pertanggungjawaban-pidana-anak-ditengah-masatransisi. artikel/heruwijayanto.Diakses Sabtu 18 Oktober 2014
7
http://www.indopos.co.id/2014/02/dul-di-tuntut-enam-jaksa.html Diakses Sabtu 18 Oktober
2014

9

Penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak dapat ditempuh
dengan menerapkan diversi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (7) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan
bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian yang berjudul:
Penegakan Hukum Terhadap Anak Yang Melanggar Undang-Undang Lalu Lintas

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak yang melanggar UndangUndang Lalu Lintas?
b. Mengapa terdapat faktor penghambat penegakan hukum terhadap anak yang
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas?

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana, dengan kajian
mengenai penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu
Lintas dan faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah
pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan waktu penelitian
dilaksanakan pada Tahun 2014.

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk:
a. Menganalisis penegakan hukum terhadap anak yang melanggar UndangUndang Lalu Lintas
b. Menganalisis faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas

2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan praktis sebagai
berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu
hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap
anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan faktor yang
menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar UndangUndang Lalu Lintas.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kontribusi positif bagi
aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap anak
yang melanggar lalu lintas. Selain itu diharapkan dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang membutuhkan informasi mengenai penegakan hukum
pidana di masa-masa yang akan datang.

11

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir
Alur pikir penelitian mengenai penegakan hukum terhadap anak yang melanggar
undang-undang lalu lintas adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

Anak Pelanggar
Lalu Lintas

Undang-Undang
Lalu Lintas

Penegakan Hukum

1

2

Proses Penegakan
Hukum




Penyidikan
Diversi

Permasalahan





Teori Penegakan Hukum

Pembahasan

Pembahasan

Faktor-Faktor Penghambat
Penegakan Hukum
Substansi Hukum (UU
Kepolisian)
Penegak Hukum (Kualitas dan
Kuantitas Penyidik)
Masyarakat (Ketidaklengkapan
Informasi)
Kebudayaan (karakter personal)
Teori Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum

12

2. Kerangka Teori
Kerangka pemikian merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka
acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya
dalam penelitian ilmu hukum8. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini
didasarkan pada berbagai teori sebagai berikut:
a. Konsep Penegakan Hukum Juridis – Kontekstual
Menurut Barda Nawawi Arief sebagaimana dikutip Heni Siswanto9, pada
hakikatnya kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam penegakan in
abstracto dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan system
(penegakan) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang
kebijkaan pembangunan nasional (national development). Ini berarti bahwa
penegakan hukum pidana in abstracto (pembuatan/perubahan UU; law
making/law reform) dalam penegakan hukum pidana in concreto (law
enforcement) seharusnya bertujuan menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi
pembangunan nasional (bangnas) dan menunjang terwujudnya sistem (penegakan)
hukum nasional.10

Walaupun hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber/berinduk pada
KUHP buatan Belanda (WvS), tetapi dalam penegakan hukum harusnya berbeda
dengan penegakan hukum pidana seperti zaman Belanda. Hal ini wajar karena
kondisi lingkungan atau kerangka hukum nasional (national legal framework)
sebagai tempat dioperasionalisasikannya WvS (tempat dijalankannya mobil)

8

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm.14.
Heni Siswanto, Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi Kejahatan
Perdagangan Orang, Penerbit Pustaka Magister, Semarang, 2013, hlm.85-86.
10
Ibid, hlm.86.
9

13

sudah berubah. Menjalankan mobil (WvS) di Belanda atau di jaman Belanda
tentunya berbeda dengan di zaman Republik Indonesia. Ini berarti penegakan
hukum pidana positif saat ini (terlebih KUHP warisan Belanda) tentunya harus
memperhatikan rambu-rambu umum proses peradilan (penegakan hukum dan
keadilan) dalam sistem hukum nasional. Penegakan hukum pidana positif harus
berada dalam konteks ke-Indonesia-an (dalam konteks sistem hukum nasional/
national legal framework) dan bahkan dalam konteks bangnas dan bangkumnas.
Inilah baru dapat dikatakan penegakan hukum pidana di Indonesia. 11

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu: 12
(1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
(2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan
hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa
kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran
adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap
lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa,
terlihat dan diaktualisasikan.
(3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup. Tanpa sarana yang memadai, penegakan hukum tidak
berjalan lancar dan penegak hukum tidak menjalankan peranan semestinya.
(4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat
11
12

Ibid, hlm.86
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rineka
Cipta, 1986, hlm.8-11

14

maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin
rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk
melaksanakan penegakan hukum yang baik.
(5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Semakin banyak penyesuaian antara
peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan
semakin mudahlah dalam menegakannya.

3. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian.13

Berdasarkan definisi tersebut, maka

konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penegakan hukum pidana adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian
hukum, ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan,
keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilainilai aktual di dalam masyarakat beradab. 14
b. Perkara pidana adalah bagian dari perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana
merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang
dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku15
c. Perkara pidana lalu lintas adalah jenis perkara yang berkaitan dengan tidak
dipenuhinya persyaratan untuk mengemudikan kendaraaan oleh pengemudi,
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan lalu lintas maupun yang berkaitan

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1983, hlm.63
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.
15
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina
Aksara, 1993, hlm. 46
14

15

dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang berakibat pada timbulnya
korban baik luka-luka maupun meninggal dunia. 16
d. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana (Pasal 1 Ayat (2), Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
secara yuridis normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan secara yuridis
normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan
cara membaca, mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.
Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman
dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus17

2. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data diperoleh dari data lapangan dan data kepustakaan.
Data lapangan diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan
diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan.

16

C,S,T, Kansil dan Christine S,T, Kansil, Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya ,Jakarta, Rineka
Cipta, Jakarta, 1995, hlm.41
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm. 7.

16

b. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
1) Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh melalui studi kepustakaan
(library research) dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap
berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan
dalam penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian terdiri dari
3 (tiga) bahan hukum, yaitu:
1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
c) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008

tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia.
d) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan
e) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
2) Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari teori atau pendapat para ahli di
bidang ilmu hukum yang terkait dengan permasalahan penelitian.

17

3) Bahan hukum tersier, bersumber dari berbagai referensi atau literatur
buku-buku hukum, dokumen, arsip dan kamus hukum yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
2) Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dengan cara melakukan penelitian
langsung terhadap objek penelitian dengan cara observasi dan wawancara
terhadap narasumber.

3. Penentuan Narasumber
Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Penyidik Polresta Bandar Lampung

:

1 orang

2) Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

:

1 orang

3) Hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang :

1 orang

4) Aktivis LSM Lembaga Advokasi Anak (LADA)

1 orang+

Jumlah

:

4 orang

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi
lapangan sebagai berikut:
1) Studi kepustakaan (library research), dilakukan dengan serangkaian
kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku
literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

18

2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan
data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang
dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara:
(a) Observasi (observation), yaitu melakukan pencatatan terhadap data
dan fakta yang ada di lokasi penelitian.
(b) Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada
narasumber penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara
yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah
diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data
yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:
1) Seleksi data, yaitu kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan
data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
2) Klasifikasi data, yaitu

kegiatan penempatan data menurut kelompok-

kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang
benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.
3) Penyusunan data, yaitu kegiatan penempatan dan menyusun data yang
saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu
pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

5. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis
kualitatif. Analisis yuridis kualitatif dilakukan dengan menguraikan data yang
diperoleh dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan

19

terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun untuk memudahkan dan memahami isi Tesis secara
keseluruhan dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab ini berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri
dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan
Penelitian, Kerangka Konseptual serta Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka,

Bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi

pengertian penegakan hukum, perkara pidana lalu lintas, penanggulangan tindak
pidana, pengertian anak dan perlindungan terhadap anak, perdamaian dan keadilan
substantif terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini berisi penyajian dan
pembahasan data yang telah didapat dari hasil penelitian, yang terdiri dari análisis
penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas
dan faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar
Undang-Undang Lalu Lintas.

Bab IV Penutup, Bab ini berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil
analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran yang ditujukan demi
perbaikan kualitas penegakan hukum di masa mendatang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum

Penegakan hukum menurut Badra Nawawi Arief, sebagaimana dikutip Heni
Siswanto1

adalah:

(a)

keseluruhan

rangkaian

kegiatan

penyelenggara/

pemeliharaan keseimbangan hak dan kewajiban warga masyarakat sesuai harkat
dan martabat manusia serta pertanggungjawaban masing-masing sesuai fungsinya
secara adil dan merata, dengan aturan hukum dan peraturan hukum dan
perundang-undangan yang merupakan perwujudan Pancasilan dan UndangUndang Dasar 1945; (b) keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegak hukum
ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum sesuai dengan UndangUndang Dasar 1945.
Menurut Barda Nawawi Arief sebagaimana dikutip Heni Siswanto2, pada
hakikatnya kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam penegakan in
abstracto dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan system
(penegakan) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang
kebijkaan pembangunan nasional (national development). Ini berarti bahwa
penegakan hukum pidana in abstracto (pembuatan/perubahan UU; law
1
2

Heni Siswanto.Op cit. hlm.1
Ibid, hlm.85-86

21

making/law reform) dalam penegakan hukum pidana in concreto (law
enforcement) seharusnya bertujuan menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi
pembangunan nasional (bangnas) dan menunjang terwujudnya sistem (penegakan)
hukum nasional.
Menurut Joseph Goldstein sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro3,
penegakan hukum sendiri, harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:
1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang
menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali
2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept)
yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual
3. Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasanketerbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana, kualitas sumber daya
manusianya, perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang
melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan
hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu

3

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994,
hlm.76.

22

perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan disertai dengan ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu sebagai pertanggungjawabannya4
Menurut Lawrence Friedman sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro5,
unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal structure),
substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture).
a. Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta
lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi
Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain.
b. Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.
c. Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari
masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim
hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim
dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar
atau dilaksanakan.

Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini
dapat dianggap sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah,
sehingga substansi hukum perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga
sangat tergantung pada bidang apakah yang hendak diatur. Perlu pula dperhatikan
perkembangan

sosial,

ekonomi

dan

politik,

termasuk

perkembangan-

perkembangan ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap politik yang
paling pantas untuk diambil adalah meletakkan atau menggariskan prinsip-prinsip
pengembangannya dan sebatas inilah blue print-nya. Untuk itu maka gagasan
4

Ibid, hlm.79.
Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan
Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum.
Jakarta. 1994. hlm.81.

5

23

dasar yang terdapat dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip
atau parameter dalam pembentukan undang-undang apa saja, kesetaraan antar
lembaga negara, hubungan yang bersifat demokratis antara pemerintah pusat
dengan daerah, hak asasi manusia (HAM) yang meliputi hak sosial, ekonomi,
hukum, dan pembangunan harus dijadikan sumber sekaligus parameter dalam
menguji substansi RUU atau UU yang akan dibentuk.
Budaya hukum (legal culture) menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum
yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide
ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap
hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan
signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang
lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan
lembaga hukum. Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu
menjelaskan banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum
yang nampak sama dapat berfungsi pada masyarakat yang berbeda.

Aspek kultural melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut
dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor
nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum
melengkapi kehadiran dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum
memperlancar bekerjanya hukum, sehingga perilaku orang menjadi positif
terhadap hukum. Wibawa hukum tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang
rasional, tetapi lebih daripada itu mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu

24

kepercayaan. Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi
psikologis masyarakat yang menerima dan menghormati hukumnya.6
Menurut Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan nilainilai yang berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif,
maupun negatif. Jika masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum
akan diterima dengan baik, sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang
dan menjauhi hukum dan bahkan menganggap hukum tidak ada.membentuk
undang-undang memang merupakan budaya hukum. Tetapi mengandalakan
undang-undang untuk membangun budaya hukum yang berkarakter tunduk, patuh
dan terikat pada norma huku