Penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 Juni 1991, merupakan putera pertama dari Ayahanda Surya Sofyan Hadi,SH, dan ibunda Rita Helmi,SE. Penulis menimba ilmu di SD. Swasta Pertiwi Medan Tahun 1997-2003 melanjutkan ke SMP Swasta Pertiwi Medan. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 7 Medan, penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (Stambuk 2009) dan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada tahun 2014.
(2)
DAFTAR PUSTAKA Buku
Andrew R. Cecil, et. al., Traffic Law Enforcement, Terj. Hega Angayomi, Penegakan Hukum Lalu Lintas, Panduan bagi Para Polisi dan Pengendara, Bandung: Nuansa, 2011, hal 99
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 1995
Bambang Poernomo, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Ghalia Indonesia
Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks, diterjemahkan oleh Purwo Setianto, Teknik Jalan Raya, Erlangga, Jakarta: Erlangga, 1988
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1987.
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta : Djambatan, 2004
Muhammad Ikhsan, Makalah Seminar Lalu Lintas dan Permasalahannya, Yogyakarta, 10 Juli 2009.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Parsudi Suparlan, Dari Masyarakat Majemuk Menuju Masyarakat Multikultural Sudarto, Hukum Pidana I, Jakarta: Rineka Cipta 1998.
, Jakarta: YPKIK, 2008
Rinto Raharjo, Tertib Lalu Lintas, Yogyakarta: Shafa Media, 2014
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1994.
Soerjono Soekanto 2, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum terhadap Masalah – Masalah Sosial, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta : UI Press, 1986. Sadjijono, “Fungsi Kepolisian dalam Melaksanakan Good Gevernance”,
(3)
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah ,Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003.
Wirjono Prodjodikoro, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.
Warpani, S.P, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung: ITB. 2002. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Fokus Media, Jakarta.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, Visimedia, Jakarta, 2008.
Undang-Uundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Departemen Pendidikan,“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, 2012 Internet
tanggal 8 Maret 2014
(4)
A. Gambaran Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan
Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan,26
Penyebab kecelakaan dapat dikelompokkan dalam empat unsur, yaitu : manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan”. Keempat unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan / atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
Permasalahan lalu lintas di Kota Medan secara umum meliputi meliputi keamanan dan keselamatan lalu lintas yang sangat kurang, kemacetan lalu lintas dan pelanggaran lalu lintas serta ketidaktertiban lalu lintas. Persoalan-persoalan lalu lintas tersebut menimbulkan berbagai kerugian baik kerugian materiil maupun non materiil.
27
1. Manusia
Manusia sebagai pemakai jalan yaitu sebagai pejalan kaki dan pengendara kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor. Interaksi antara faktor Manusia, Kendaraan, Jalan dan Lingkungan sangat bergantung dari perilaku Manusia sebagai pengguna jalan menjadi hal yang paling dominan
26
Pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
27
(5)
terhadap Kamseltibcar Lantas, hal ini sangat ditentukan oleh beberapa indicator yang membentuk sikap dan perilakunya di Jalan raya berupa:28
Dalam menciptakan dan memelihara Keamanan, Keselamatan, Ketertiban serta Kelancaran Lalu lintas, telah dilakukan pengaturan yang disesuaikan dengan perkembangan situasi lalu lintas yang ada dengan mempertimbangkan a. Mental
Mental dan perilaku yang membudaya dari pengguna jalan merupakan salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap situasi lalu lintas. Etika, sopan - santun, toleransi antar pengguna jalan, kematangan dalam pengendalian emosi serta kepedulian pengguna jalan di jalan raya akan menimbulkan sebuah interaksi yang dapat mewarnai situasi lalu lintas berupa hasil yang positif seperti terciptanya keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas maupun dampak negatif yang dapat menimbulkan kesemrawutan, kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, sehingga mentalitas pengguna Jalan merupakan suatu hal yang pondamental dalam mewujudkan situasi lalu lintas yang baik. Mental dan perilaku pengguna jalan merupakan suatu cerminan budaya berlalulintas, hal ini tidak dapat dibentuk secara instant oleh suatu lembaga tertentu, baik itu lembaga pendidikan maupun lembaga lainnya, tetapi terbentuk secara berkesinambungan mulai kehidupan sehari-hari dalam keluarga, lingkungan dan situasi lalu lintas yang kasat mata secara keseharian selalu terlihat oleh pengguna jalan sehingga membentuk kultur mentalitas berlalu lintas seseorang.
b. Pengetahuan
28
Muhamad Ikhsan, Makalah Seminar Lalu Lintas dan Permasalahannya, Yogyakarta, 10 Juli 2009. hal. 3-5.
(6)
perkembangan teknologi di bidang transportasi baik yang berhubungan dengan kendaraan, sarana dan prasarana jalan serta dampak lingkungan lainnya dalam bentuk suatu aturan yang tegas dan jelas serta telah melalui roses sosialisai secara bertahap sehingga dapat dijadikan pedoman dalam berinteraksi di jalan raya. Setiap Pengguna Jalan wajib memahami setiap aturan yang telah dibakukan secara formal baik dalam bentuk Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Perda dan aturan lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak dan pola pikir dalam berinteraksi di jalan raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya.
Selain pemahaman terhadap pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengetahuan tentang karakteristik kendaraan merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan, setiap kendaraan memiliki karakteristik yang berbeda dalam penanganannya, pengetahuan terhadap karakteristik kendaraan sangat berpengaruh terhadap operasional kendaraan di jalan raya yang secara otomatis akan berpengaruh pula terhadap situasi lalu lintas jalan raya, pengetahuan tentang karakteristik kendaraan bisa didapat dengan mempelajari buku manual kendaraan tersebut serta dengan mempelajari karakter kendaraan secara langsung (fisik).
(7)
c. Keterampilan
Kemampuan dalam mengendalikan (Mengendarai/Mengemudi) Kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor di jalan raya akan berpengaruh besar terhadap situasi lalu lintas, keterampilan mengendalikan kendaraan merupakan suatu keharusan yang mutlak demi keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaraan lalu lintas baik bagi pengemudi /pengendara kendaraan tersebut maupun pengguna jalan lainnya. Lisensi terhadap kemampuan dalam mengendalikan kendaraan di wujudkan secara formal melalui Surat Izin Mengemudi yang di keluarkan oleh SATPAS Polri sesuai dengan peruntukan kendaraan bermotor yang dikemudikan /dikendarai oleh pengguna jalan sesuai dengan Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Keterampilan mengendalikan (Mengendarai / Mengemudi) kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor diperoleh melalui serangkaian pelatihan sebelum mengajukan Lisensi keterampilannya (SIM), secara formal khusus untuk kendaraan bermotor setiap pemohon SIM diwajibkan telah memiliki ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor yang dapat diperoleh baik melalui lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi maupun tidak melalui lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi yang berarti pemohon telah melalui proses pelatihan keterampilan sebelum dilanjutkan proses pengujian keterampilannya untuk mendapatkan SIM.
2. Kendaraan
Kendaraan adalah satu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor, Kendaraan bermotor adalah
(8)
kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.Kendaraan merupakan salah satu faktor utama yang secara langsung terlibat dalam dinamika lalu lintas jalan raya dengan dikendalikan oleh manusia, interaksi antara manusia dan kendaraan dalam satu kesatuan gerak di jalan raya memerlukan penanganan khusus baik terhadap mental, pengetahuan dan keterampilan pengemudi maupun kesiapan (laik jalan) kendaraan tersebut untuk dioperasionalkan di jalan raya.
Faktor yang dapat mempengaruhi situasi lalu lintas jalan raya yang melibatkan kendaraan dapat di bagi dalam 2 (dua) faktor utama yaitu :29
a. Kuantitas Kendaraan
Pertambahan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya menunjukan angka yang signifikan, hal ini merupakan sebuah manifestasi dari Laju pembangunan Nasional seiring dengan era globalisasi menuntut adanya percepatan dalam bidang perekonomian dan keamanan tuntutan perkembangan di sektor lainnnya yang mengharuskan adanya percepatan mobilitas untuk pencapaian hasil secara optimal, apabila dipandang dari sisi ekonomi dan teknologi perindustrian memang hal ini merupakan sebuah prestasi yang sangat baik tetapi setiap suatu perubahan atau perkembangan di satu sektor akan menimbulkan dampak pada sektor yang lainnya, apabila tidak segera di sikapi secara cepat dan akurat hal ini justruakan menimbulkan dampak negatif pada sektor tertentu.
(9)
Persaingan ekonomi dan perindustrian dalam era pasar bebas memang sudah mulai dirasakan, dimana sekarang semakin banyaknya produsen kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat atau lebih bahkan dewasa ini telah muncul pula kendaraan yang digerakan secara mekanik tetapi dengan menggunakan tenaga baterai, dengan banyaknya kompetitor dalam bidang otomotif memaksa setiap produsen melakukan promo yang mampu menarik konsumen untuk membeli produknya, segala upaya dilakukan baik dengan memberikan hadiah, potongan harga bahkan dalam perkembangan terkini setiap dealer maupun ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) telah bekerja sama dengan persaingan usaha di bidang finasial yang tidak kalah ketatnya dalam bentuk kredit angsuran kendaraan bermotor mulai dari bunga angsuran ringan sampai dengan pemberian kemudahan uang muka yang sangat ringan bahkan ada yang mempromosikan tanpa uang muka setiap konsumen telah dapat memiliki kendaraan bermotor, persaingan usaha seperti ini memberikan kemudahan dan keringanan bagi masyarakat konsumen disamping itu apabial ditinjau dari aspek kesejahteraan hal ini memberikan kontribusi positif sehingga tidak dapat dielakan lagi dengan gencarnya promo serta kemudahan baik biaya maupun fasilitas menimbulkan dampak semakin tingginya kecepatan pertambahan jumlah kendaraan bermotor khususnya roda dua.
Tingginya tingkat angka pertambahan kendaraan bermotor apabila ditinjau dari sektor keamanan dan keselamatan transportasi lalu lintas jalan raya menimbulkan dampak permasalahan yang cukup serius, apaliagi bila dibandingan dengan pertambahan panjang dan lebar ruas jalan yang sangat sedikit
(10)
mengakibatkan semakin rumit dampak permasalahan yang ditimbulkan. Dapat dirasakan oleh seluruh pengguna jalan bahwa dari tahun ke tahun pertambahan lokasi dan ruas penggal jalan raya yang rawan kepadatan, kemacetan dan kesemrawutan semakin bertambah jumlahnya, situasi seperti ini tidak dapat dipecahkan oleh hanya satu instansi saja tetapi memerlukan solusi pemecahan secara terpadu dari semua stake holder dan pengguna jalan itu sendiri untuk dapat merumuskan solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan secara cepat untuk mampu mengatasi setiap permasalahan yang muncul sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing serta peranserta masyarakat pengguana jalan itu sendiri.
b. Kualitas Kendaraan
Kendaraan bermotor saat ini dirancang telah mempertimbangkan aspek keamanaan yang berhubungan dengan pemakai jalan dan angkutan barang dilain pihak juga mempertimbangkan tentang gerak kendaraan itu sendiri dalam kaitannya dengan arus lalu lintas. Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk menjamin keselamatan bagi pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai, oleh karena itu kendaraan harus dipelihara dengan baik sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca spion, sabuk pengaman, dan alat-alat mobil. Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan dapat :
1) Mengurangi jumlah kecelakaan
2) Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya 3) Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor
(11)
4) Kendaraan dapat tetap laik jalan
5) Komponen kendaraan selalu dalam kondisi siap untuk dioperasionalkan secara baik sesuai dengan kebutuhan pada saat dikendarai / dikemudikan.
Perbedaan pola pandang dan kepentingan dari setiap individu masyarakat pengguna jalan mengakibatkan adanya perubahan spesifikasi kendaraan bermotor sesuai dengan rancangan standard keamanan yang telah ditetapkan, dengan berbagai alasan pola pandang dan kepentingan banyak kendaraan dilakukan modifikasi yang mempengaruhi standard kelengkapan keamanan yang ada seperti penggantian spion sepeda motor standard menjadi spion modifikasi yang hanya memenuhi syarat formal tetapi tidak memenuhi syarat fungsi keamanannya bahkan banyak pula yang hanya memasang spion sebelah saja (satu spion) ataupun tidak melengkapi spion sama sekali, penggantian knalpot baik roda dua maupun roda empat dari standard menjadi modifikasi yang memiliki tampilan dan suara berbeda dan cenderung memekakan telinga bahkan dalam situasi tertentu dengan sengaja melepaskan knalpotnya, penggantian struktur pegas / suspensi kendaraan dengan ketinggian ekstrim baik yang dibuat sangat tinggi atau dibuat sangat rendah, hal ini menimbulkan dampak ketidak stabilan kendaraan serta mempengaruhi kelenturan dan sistem kejut dari fungsi pegas sehingga pada saat pengereman tidak dapat dikendalikan secara baik, masih banyak perubahan lain yang dilakukan sehingga mengakibatkan kualitas kendaraan bermotor tidak lagi memenuhi spesifikasi keamanan baik bagi pengemudi / pengendaranya maupun pengguna jalan lainnya termasuk lingkungan.
(12)
Selain perubahan secara fisik / modifikasi kendaraan, perawatan dan usia pakai kendaraan sering kali menjadi permasalahan terhadap keamanan dan keselamatan jalan raya, di lapangan kita sering menemukan asap knalpot yang mengeluarkan asap yang jauh melebihi batas gas buang emisi tidak saja menyebabkan polusi udara tetapi terhalangnya jarak pandang pengguna jalan lainnya, perawatan komponen mesin, rem, bam, dan komponen lain sering kali menjadi penyebab utama terjadinya suatu kemacetan, kesemrawutan bahkan kecelakan lalu lintas, kesadaran pengguna jalan terhadap kepedulian pada laik jalan kendaraan bermotornya merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kamseltibcar lalu lintas.
3. Jalan
Transportasi di jalan sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan moda transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.30
Jaringan transportasi jalan merupakan serangkaian simpul dan / atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu
(13)
kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 4. Lingkungan
Lingkungan alam atau lingkungan binaan sangat mempengaruhi keselamatan lalu lintas. Bukit atau pohon yang menghalangi pandangan, tanjakan terjal, serta tikungan tajam merupakan faktor alam yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lalu lintas. Cuaca buruk juga mempengaruhi keselamatan arus lalu lintas. Hujan yang deras atau berkabut menjadikan pandangan pengemudi sangat terbatas sehingga mudah sekali terjadi kesalahan antisipasi.
Penyebab kecelakaan yang paling dominan di Kota Medan adalah faktor manusia, yaitu sebesar 93,7 %, kemudian faktor kendaraan, faktor jalan, dan terakhir faktor lingkungan.31
Pelanggaran merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, baik dalam norma masyarakat atau hukum yang berlaku. Dalam konteks ini pelanggaran lalu lintas adalah suatu tindakan baik sengaja ataupun tidak sengaja melakukan perbuatan untuk tidak mematuhi aturan-aturan lalu lintas yang berlaku. Pada umumnya pelanggaran lalu lintas merupakan awal terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Pelaku terbanyak melanggar peraturan lalu lintas (lalin) di Kota Medan dari kalangan pelajar dengan persentase mencapai sekitar 70 persen.32
31
Hasil wawancara penulis dengan narasumber M.H Sitorus S.H. Kepala Urusan Pembinaan Operasional Polantas Medan dan Benny S.H. Polisi lalu lintas di Poltabes Medan.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya disiplin berlalu lintas para pengguna jalan. Untuk
32
(14)
itu perlu upaya menegakkan disiplin dan membangun kesadaran para pengguna jalan untuk tertib Lalin guna meminimalisir kemacetan. Kemacetan lalu lintas, tidak terlepas dari tata ruang dan kebijakan pembangunan. Program pembangunan yang terpusat di inti kota membuat kendaraan menumpuk di satu kawasan sehingga kemacetan sulit dikendalikan.
Tak ayal juga, kemacetan lalu lintas menjadi salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas, karena masing-masing pengemudi kendaraan bermotor yang tidak sabar dan mengambil arah berlawanan arus sehingga sering terjadi tebrakan dengan kendaraan lain di depannya.
Walaupun banyaknya kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Indonesia, khususnya di kota Medan, tak sedikit pula para pelaku pelanggaran lalu lintas yang akhirnya berdamai di tempat karena merasa malas untuk memperpanjang masalah, selama tidak ada korban jiwa yang ditimbulkan. Informasi ini penulis dapatkan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa narasumber
Berbicara mengenai kecelakaan lalu lintas atau pelanggaran lalu lintas, maka kita juga harus memahami sanksi-sanksi yang akan kita peroleh bila melakukan pelanggaran lalu lintas. Sanksi / hukuman bagi para pengguna jalan yang melanggar peraturan lalu lintas sangat beragam, yaitu tergantung dari tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang paling ringan yaitu peringatan atau teguran agar pemakai jalan lebih disiplin, kemudian sanksi tilang dan denda di Poltabes Medan dengan informan M.H Sitorus S.H. Kepala Urusan Pembinaan Operasional Polantas Medan dan Benny S.H. polisi lalu lintas di poltabes Medan.
(15)
dikenakan bagi pemakai jalan yang melakukan pelanggaran tidak mempunyai kelengkapan surat-surat mengemudi diantaranya Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
B. Tugas dan Wewenang Polri dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas
Penggunaan kata Polisi cenderung berbeda-beda sesuai dengan bahasa dan kebiasaan yang dipakainya seperti di Inggris menggunankan istilah “Police”, di Jerman “pilizei”, di Belanda “Politie” dan di Amerika digunakan istilah “Sheriff”. Jadi definisi polisi adalah merupakan suatu organ yang ada dalam suatu Negara sedangkan kepolisian berarti berbicara tentang organ dan fungsinya.
Definisi Polisi dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :33
Sadjijono menyadur pendapatnya Momo Kelana tentang pengertian polisi sebagi berikut :
“Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar Undang-Undang dan sebagainya), atau anggota badan pemerintah (pegawai yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya).”
34
Dimana pada jaman itu istilah “polis” memiliki arti yang sangat luas, yakni meliputi seluruh pemerintahan kota termasuk urusan keagamaan atau
“Istilah polisi berasal dan kata “Politeia” yang dalam bahasa Yunani memiliki arti seluruh Pemerintahan Negara kota namun kemudian definisi ini berubah menjadi seluruh Pemerintah kota dikurangi agama.”
33
Departemen Pendidikan,“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, 2012 hlm 693.
34
Sadjijono, “Fungsi Kepolisian Dalam Melaksanakan Good Gevernance”, Laksbang, Yogyakarta, 2005, hlm 38
(16)
penyembahan terhadap dewa-dewa. Baru kemudian setelah lahirnya agama nasrani urusan keagamaan dipisahkan, sehingga arti “polis” menjadi seluruh pemerintahan kota dikurangi agama.
Selain itu Sadjijono juga menyadur pendapatnya Van Vollenhoven yang mendefinisikan polisi adalah :35
Perbedaan Istilah polisi dengan kepolisian ini dikatakan oleh Sadjijono sebagai berikut :
“Politie meliputi organ-organ Pemerintah yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan pengawasan dan pemaksaan jika diperlukan agar yang diperintah untuk berbuat atau tidak berbuat menurut kewajiban masing-masing.”
Definisi politie menurut Van Vollenhoven tersebut fungsi dijalankan atas kewenangan dan kewajiban untuk mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan cara memerintah untuk melaksanakan kewajiban umum, mencari secara aktif perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban umum, memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa perantara pengadilan.
36
35
Sadjijono, Ibid, hlm 38.
“Polisi sebagai suatu wadah atau organisasi yakni suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan struktur dalam ketatanegaraan yang oleh undang-undang diberi tugas dan wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kepolisian.Sedangkan Kepolisian menunjukan kepada tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang yakni fungsi refresif dan fungsi preventif.Untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.”
(17)
Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang yakni fungsi refresif dalam rangka penegakan hukum dan fungsi preventif melalui pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.Dikaitkan dengan tugas intinya menunjuk kepada tugas yang secara universal untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat untuk memelihara keamanan, ketertiban dan ketenteraman dalam menjamin kelangsungan, kelestarian masyarakat itu sendiri.
Kepolisian menurut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 BAB I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1, 2, 3 dan 4 mengatakan sebagai berikut :37
1. Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dari lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian;
4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dalam masyarakat dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
37
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Fokus Media, Jakarta, hlm 3.
(18)
Norma hukum memiliki tugas sangat penting yakni untuk menjaga kedamaian hidup bersama berarti terwujudnya keadaan yang tertib atau rasa aman dan ketenteraman atau ketenangan dalam kehidupan masyarakat. Berbeda dengan norma-norma lainnya sifat dari norma hukum adalah dapat dipaksakan kepada tiap individu dalam masyarakat oleh suatu otoritas, karena norma hukum ini memiliki daya ikat bagi setiap individu, serta kemungkinan untuk dijatuhkannya sanksi bagi individu yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum.
Parsudi Suparlan mengatakan tentang fungsi kepolisian dalam masyarakat modern adalah :38
1. Polri dalam masyarakat yang modern dan demokrasi dimanapun memiliki fungsi pelayanan keamanan kepada individu, komuniti (masyarakat setempat) dan negara;
2. Untuk dapat berfungsi sebaik-baiknya maka polisi berfungsi sebagai pengayoman individu dan masyarakat dari berbagai gangguan yang merugikan dan merusak kesejahteraan, penegakan hukum atau menegakkan keadilan sehingga hukum dapat ditaati dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Momo Kelana yang disadur oleh Sadjijono mengatakan bahwa:39
“Kepolisian dalam arti materiil memberikan jawaban-jawaban terhadap persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya dan gangguan keamanan dan ketertiban sesuai dengan ketentuan-ketentuan
38
Parsudi Suparlan, Dari Masyarakat Majemuk Menuju Masyarakat Multikultural, Jakarta: YPKIK, 2008, hlm 147-148.
(19)
yang diatur Undang-Undang sehingga norma-norma tersebut dapat terpilihara dengan baik.”
Terjadinya suatu pengkhususan dari fungsi kepolisian itu sendiri, dari fungsi kepolisian yang semula meliputi semua bidang kenegaraan menjadi fungsi yang khusus memelihara keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat dan menempatkan polisi kepada pengayoman dan pelindung masyarakat.
Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyebutkan tugas pokok kepolisian adalah:40
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Menegakkan hukum; dan
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Penjelasan dari Pasal 13 tersebut menyebutkan bahwa rumusan Pasal tersebut tidak didasarkan pada suatu urutan prioritas, artinya ketiga-tiganya sama penting. Dalam pelaksanaannya tugas pokok yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut memelihara, yakni memelihara ketertiban dan keamanan umum dalam masyarakat yang dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan.
Undang-Undang Kepolisian Pasal 1 ayat (5), keamanan dan ketertiban masyarakat diartikan sebagai berikut:41
“Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
40
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002,Op.Cit, hlm 9
41
(20)
nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.”
Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:42
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Indonesia secara umum berwenang:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
(21)
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan Peraturan Perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dan gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;
l. Melaksanakan tugas lain dalam memberikan pengarahan dan perbuatan sesuai dengan peraturan perundang-undang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan polisi dan masyarakat adalah subyek sekaligus obyek yang tak mungkin terpisahkan polisi lahir karena adanya masyarakat, dan masyarakat membutuhkan polisi guna menjaga ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Keberadaan polisi dalam suatu masyarakat, semua orang memahaminya sedemikian jauhnya sehingga keberadaannya merupakan suatu esensial, sehingga bilamana peranannya buruk, maka caci maki akan diterimanya. Ini menandakan bukan karena adanya kebencian melainkan rakyat
(22)
tidak ingin melihat aparat yang melindunginya berperilaku buruk dan bertentangan dengan budayanya, dengan begitu diatur dalam tugas polisi yang dijelaskan di atas sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 juga diatur mengenai Wewenang Kepolisian dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) yang berisi:43
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Indonesia dibidang proses pidana berwenang untuk:
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengarkan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
(23)
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf I adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia.
Penyidikkan terhadap pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas dikota Medan dan kota lainnya, seharusnya sesuai dengan Kitab Undang-undang
(24)
Hukum Acara Pidana dalam pemeriksaan tindak pidana ringan untuk penyidikkan diatur dalam Pasal 207 yang berisi :44
(1) a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat dia harus mengahadapi sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan;
b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga.
(1) a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya;
b. Dalam buku register dimulai nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerja terdakwa, serta apa yang didakwakan kepadanya.
Pasal 260 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan kewenangan yang dimiliki oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia adalah sebagai berikut: 45
(1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain dari yang diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Berwenang;
44
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm 199.
(25)
a. Memberhentikan, melarang atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan atau hasil kejahatan;
b. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan penyidikan tindak pidana dibidang lalu lintas dan angkutan jalan;
c. Meminta keterangan dari pengemudi, pemilik kendaraan bermotor dan atau perusahaan angkutan umum;
d. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, Muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bemotor, dan atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan lalu lintas menurut ketentuan peraturan perundang undangan;
f. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; g. Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
h. Melakukan Penahanan yang berkaitan dengan Tindak Pidana kejahatan lalu lintas; dan atau
i. Melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
(26)
(2) Pelaksanaan penindakan dan penyidikan tindak pidana sebagaimana maksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa tugas dan wewenang yang disebutkan di dalam Undang-Undang Kepolisian ini.Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk kepentingan umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.Tindakan menurut penilaian sendiri disini hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
C. Peranan Satlantas Polresta Medan dalam Upaya Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas
Hasil penelitian yang diperloleh penulis adalah mengenai peranan Polresta Medan dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas, yaitu:
(1) Peran Satlantas Polresta Medan dalam meningkatkan kesadaran berlalu lintas adalah dengan mengadakan:
a. Sosialisasi Undang-undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Police Go to Campus;
c. Program safety ridding;
d. Saka Bhayangkara Lalu Lintas;
(27)
(2) Upaya yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Medan dalam menangani pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh masyarakat kota Medan adalah dengan cara:
a. Penindakan tilang;
b. Penindakan dengan teguran yaitu dengan cara memberikan penjelasan tentang pelanggaran yang telah dilakukan oleh pengendara.
Bagi pihak Satlantas Polresta Medan sosialisasi menunjukkan banyak perubahan disiplin berlalu lintas masyarakat kota Medan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemberian tilang setelah dilakukannya sosialisasi. Rata-rata tilang yang diberikan setelah diadakan sosialisasi mengalami penurunan yang sangat signifikan
D. Asas-asas Dalam Melaksanakan Tugas dan Wewenang Kepolisian
Sadjijono mengutip pendapatnya Kelana yang mengatakan bahwa pelaksanaan wewenang kepolisian disandarkan pada tiga asas yakni:46
1. Asas Legalitas;
2. Asas Plichmatigheid; dan
3. Asas Subsidiaritas.
Asas legalitas adalah asas dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada Undang-undang atau Peraturan Perundang-undangan dan bilamana tidak didasarkan kepada Undang-undang atau Peraturan Perundang-undangan maka dikatakan bahwa tindakan polisi itu melawan hukum (Onrechtmatig), hal ini mengingat polisi adalah merupakan aparat penegak hukum.
46
(28)
Asas Plichmatigheid ialah asas dimana polisi sudah dianggap sah berdasarkan atau bersumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum, dengan demikian sudah ada kewajiban bagi polisi untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum. Asas ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan, polisi dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum. Asas ini berkaitan dengan diskresi. Asas Subsidiaritas merupakan asas yang mewajibkan pejabat polisi untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu sebelum pejabat yang berwenang hadir (memiliki inisiatif sendiri). Asas ini bersumber dari kewajiban polisi untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum.
E. Koordinasi dan Pengawasan Penyidikan Pegawai Negeri Sipil dalam Perkembangan Perundang-undangan.
Pada dasarnya masalah yang dihadapi jalan raya, khususnya berkisar pada lalu lintas dan angkutan jalan raya. Masalah-masalah lalu lintas dan angkutan jalan raya tersebut, secara konvensional berkisar pada kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, pencemaran dan juga evaluasi tentang hasil-hasil operasi di jalan raya.
Hukum yang menjadi landasan dan mencakup tidak hanya terdiri dari perundang-undangan. Disatu pihak perundang-undangan memang merupakan suatu produk yang tujuan utamanya adalah kepastian hukum, akan tetapi kepastian hukum saja tidak akan menjamin adanya keadilan. Oleh karena itu mengenai efektivitas peraturan lalu lintas yang menjadi aspek hukum akan diawali dengan masalah dibidang hukum, yang dengan sendirinya berlaku bagi
(29)
perundang-undangan, misalnya perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan raya.
Hukum mencapai tujuannya yakni kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, dapat diukur dari derajat kepatuhan warga masyarakat yang kepentingannya diatur oleh hukum. Misalnya efektivitas perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan raya akan dapat diukur dari derajat kepatuhan hukum para pemakai jalan raya, yang sangat patuh, sedang-sedang, kurang patuh dan tidak patuh (kadang-kadang melawan). Maka hal ini perlu adanya pengawasan yang sesuai dengan wewenang dan tugasnya dalam penyidikan dan penyelidikan di jalan raya dalam berlalu lintas oleh pengawasan penyidik pegawai negeri sipil dan aparatur hukum lainnya.
Di dalam situasi adanya kemungkinan bahwa inisiatif ada pada penegak hukum.Penegak hukum tersebut memprakarsai suatu aksi, di mana wewenang penuh ada padanya, walaupun prakasa tersebut mungkin merupakan suatu tanggapan terhadap suatu masalah yang oleh masyarakat dianggap mengganggu. Misalnya bis kota yang terlampau banyak penumpangnya, knalpot mengeluarkan asap tebal, tabrak lari, dan sebagainya. Dalam kasus seperti ini, ada warga masyarakat yang terganggu, sehingga melaporkan hal itu kepada penegak hukum. Maka penegak hukum mempunyai beberapa pilihan untuk melaksanakan peranan aktualnya.
Penegak hukum di jalan raya mewakili negara, pemerintah dan masyarakat. Seorang penegak hukum harus mempunyai kepercayaan diri sendiri dan sebanyak mungkin menghindarkan diri dari keadaan terlalu emosional. Untuk
(30)
melaksanakan fungsinya, penegak hukum tidak hanya harus menyadari bahwa dia mewakili negara, pemerintah dan masyarakat. Penegak hukum harus sadar bahwa dalam lalu lintas dia merupakan pendidik. Penegakan hukumpun harus sadar bahwa dia merupakan pejabat resmi yang berperan sebagai pihak yang melayani kepentingan dan tidak harus dilayani oleh umum. Oleh karena itu, maka penegak hukum senantiasa harus sedapat mungkin menghindari perbuatan paksaan dan kekerasan. Setiap penegak hukum di jalan raya harus menolak segala pemberian hadiah yang cenderung mempengaruhi sifat keputusannya dan harus bertindak tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelanggar.
Penegak hukum menyadari bahwa pekerjaan yang diberikan kepadanya merupakan suatu kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, dengan menimbulkan citra yang baik, maka timbul pula citra yang baik terhadap organisasi dimana dia menjadi anggotanya. Oleh karena itu penegak hukum harus taat pada batas-batas wewenangnya.Penegak hukum di jalan raya merupakan suatu hal yang sangat rumit, pertama-tama penegak hukum harus dapat menjaga kewibawaannya untuk kepentingan profesinya. Di lain pihak dia harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri untuk mengambil keputusan yang bijaksana sehingga menghasilkan keadilan.
Untuk mencapai suatu keamanan, ketentraman, dan ketertiban dalam berlalu lintas dalam perkembangan perundang-undangan saat ini tidak ada jalan lain perlu adanya suatu tindak tegas yang dilakukan oleh penegak hukum demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri, namun disamping itu perlu adanya suatu koordinasi antara penegak hukum dan pengawasan penyidik pegawai negeri sipil
(31)
yang mana diatur dalam Pasal 263 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 263 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menyatakan:47
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku koordinator dan pegawas, melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
(2) Dalam melaksanakan kewenangannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan beserta barang bukti kepada pengadilan melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di dalam paraktek dilapangannya sendiri jarang sekali koordinasi ini dilakukan sehingga masyarakat sendiri sulit untuk mematuhi peraturan yang ada demi terlaksananya kepastian hukum yang sesuai dengan tujuannya tidak akan pernah terealisasi dengan baik sampai kapanpun jika tidak adanya koordinasi antara para pihak penegak hukum maupun dengan masyarakatnya sendiri.
47
(32)
A. Kasus Pelanggaran dan Pasal-Pasal yang dilanggar 1. Kronologis Kasus
Dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang oleh karenanya diperoleh fakta hukum. Benar pada hari sabtu tanggal 31 Agustus 2013 sekitar pukul 08 :30 WIB, Telah terjadi kecelakaan lalu lintas dimana satu unit sepeda motor Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BA 4210 JK yang dikendarai oleh terdakwa bersama teman-temannya yaitu Sokiato Hulu dan Bowoli Telaumbanua telah telah menabrak seorang kakek pejalan kaki yang bernama Tandraomasi Bu’ulolo yang sedang menyebrang jalan raya. Benar kecepatan satu unit sepeda motor Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BA 4210 JK yang dikendarai tedakwa pada saat itu berkisar 40-50 km/jam. Benar sebelum kecelakaan tersebut terjadi, Terdakwa melihat korban Tandraomasi Buulolo tiba-tiba menyeberang jalan raya, sehingga terdakwa tidak sempat mengelak dan langsung ditabrak oleh Terdakwa. Terdakwa tidak sempat mengerem ataupun menghidupkan klakson sepeda motor yang dikendarainya. Terdakwa mengendarai satu unit sepeda motor Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BA 4210 JK bersama teman-temannya yang bertujuan ke pekan. Benar pada saat kejadian, keadaan jalan lurus dan mendatar serta beraspal dengan baik (hotmik). Benar akibat kecelakaan
(33)
tersebut menyebabkan korban Tandraomasi Bu’ulolo mengalami luka-luka sampai akhirnya meninggal dunia sesuai dengan Surat Visum Et Repertum Nomor ; 441/935/VER/IX/2013 yang di buat dan ditanda tangani oleh dr.Mardiana Simamora sebagai dokter di UPT Puskesmas Perawatan Plus Lahusa pada tanggal 11 September 2013
Benar antara Terdakwa dengan keluarga korban Tandraomasi Bu’ulolo sudah ada perdamaian, sebagaimana yang dituangkan dalam surat perdamaian tanggal 31 Agustus 2013
Dari fakta hukum di atas majelis dapat menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut adalah disebabkan karena ketidakhati-hatian Terdakwa dalam mengendarai satu unit sepeda motor Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BA 4210 JK dan benar pula bahwa pada saat terdakwa mengendarai sepeda motornya bersama teman-temannya, ternyata Terdakwa tidak memperhatikan kelayakan sepeda motornya dengan baik terhadap kondisi jalan yang dilaluinya, apalagi sebelum kecelakaan itu terjadi, Terdakwa sudah melihat korban Tandraomasi Bu’ulolo yang sudah berdiri dipinggir jalan, seharusnya sebagai pengendara yang baik tentu saja Terdakwa dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan mengurangi kecepatannya atau memberikan tanda klakson kepada korban Tandraomasi Buulolo sehingga kecelakaan lalu lintas yang telah mengakibatkan tubuh korban Tandramasi Buulolo mengalami luka-luka sampai akhirnya korban Tandramasi Buulolo meninggal dunia dapat dihindari .
(34)
2. Dakwaan
Bahwa ia Terdakwa Tafo’olo Lase Alias Tafo pada hari Sabtu tanggal 31 Agustus 2013 sekira pukul 08.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Agustus 2013 bertempat di jalan umum Mehaga Kecamatan Somambawa Kabupaten Nias Selatan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Gunungsitoli, mengemudikan kendaraan bermotor karenan kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain, yaitu Tandraomasi Bu’ulolo meninggal dunia, perbuatan terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut:
- Bahwa pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas, Terdakwa mengendarai sepeda motor Supra X dengan Nomor Polisi BA 4210 JK dengan berbonceengan dengan Sokhiato Hulu dan Bowoli Telaumbanua hendak menuju ke pekan Halejalulu di Kecamatan Lahusa dan setibanya di jalan umum Teluk Dalam Gunungsitoli Desa Sitolu Banua Kecamatan Lahusa, Terdakwa melihat korban Tandraomasi Bu’ulolo sedang berdiri di badan jalan sebelah kanan jika dilihat dari arah Gunungsitoli menuju arah Teluk Dalam, namun Terdakwa mengendarai sepeda motor tersebut dengan kecepatan tinggi dan ketika jarak sekira 1 meter, korban Tandraonasi hendak menyeberang namun tiba-tiba Terdakwa tidak dapat menghindari kecelakaan tersebut dengan kecepatan tinggi terkejut sehingga terdakwa tidak dapat menghindari kecelakaan
(35)
tersebut dan akhirnya Terdakwa menabrak korban tersebut sehingga korban terlempar ke atas aspal dan kepalanya membentur aspal.
- Bahwa akibat kelalaian Terdakwa mengendarai sepeda motor korban meninggal dunia sesuai dengan visum et repertum Nomor: 441/935/VER/XII/2013 tanggal 11 September 2013 untuk Tandaraomasi Bu’ulolo, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr Mardian Simamora yaitu dokter pemerintah pada Puskesmas Perawatan Plus Lahusa dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut Pemeriksaan Luar:
Pemeriksaan Kepala/Leher:
- Kepala: Luka terbuka pada kepala bagian belakang dengan ukuran P: 5 cm, L: 3 cm;
- Muka: Keluar darah dari kedua lubang hidung secara terus menerus;
Anggota gerak:
- Atas: Luka lecet pada lengan bawah sebelah kiri dengan ukuran P: 3 cm, L: 2 cm;
- Bawah: tidak dijumpai kelainan; Kesimpulan:
Luka terbuka pada bagian kepala belakang, tulang kepala bagian belakang, luka lecet pada lengan bawah sebelah kiri, darah keluar dari kepala belakang dan kedua lubang hidung secara terus
(36)
menerus, dari hasil pemeriksaan luar atas, kematian disebabkan karena akibat pendarahan yang banyak dan trauma capitis.
3. Tuntutan Jaksa
Telah membaca surat pelimpahan perkara Acara Pemeriksaan Biasa atas nama Terdakwa Tofo’olo Lase als Tafo, Nomor: B-/N.2.22/Ep.3/11/2013, tertanggal 08 November 2013.
ad. 1. Unsur “Setiap Orang”
“Setiap Orang” adalah seseorang yang pada saat ini sedang diajukan sebagai terdakwa dalam persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya karena didakwa melakukan tindak pidana.
Menurut surat dakwaan Penuntut Umum, Nomor Reg. Perkara : PDM-22/TDL.03/2013 yang sedang diajukan sebagai Terdakwa adalah Tafo’olo Lase als Tafo dengan identitas lengkap sebagaimana dalam surat dakwaan dan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan ternyata terdakwa adalah benar bernama Tafo’olo Lase als Tafo dengan identitas yang sama sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga dengan demikian tidak terjadi adanya kesalahan orang yang diajukan sebagai terdakwa dalam persidangan tersebut (errorin persora) dan berdasarkan pertimbangan tersebut maka dengan demikian unsur “setiap orang” telah terpenuhi menurut hukum.
(37)
ad.2. Unsur “ Yang mengemudikan kendaraan bermotor”
Berdasarkan dari keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa sendiri serta dihubungkan dengan kendaraan barang bukti yang telah dihadirkan dipersidangan maka diperoleh fakta hukum bahwa benar Terdakwa Tafo’olo Lase als Tafo adalah seorang yang mengendarai satu unit sepeda motor Supra X warna hitam denagn Nomor Polisi BA 4210 JK dan benar pula bahwa sepeda motor tersebut merupakan kenderaan bermotor yang dipergunakan saat menabrak diri korban Tandraomasi Buulolo sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan korban tandraomasi Buulolo mengalami luka-luka dibagian tubuhnya sampai akhirnya korban Tandraomas Buulolo meninggal dunia. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dengan demikian unsur “yang mengemudiakan kendaraan bermotor “ telah terpenuhi menurut hukum. ad.3. Unsur “Kerana kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas”
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dengan demikian unsur “karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas’ juga telah terpenuhi menurut hukum
ad.4. Unsur “Mengakibatkan orang lain meninggal dunia”
Bahwa yang dimaksud “mengakibatkan orang lain meninggal dunia” disini bukanlah sama sekali oleh keinginan Terdakwa, akan tetapi kematian tersebut disebabkan akibat dari kurang hati-hatinya Terdakwa sendiri.
(38)
Berdasarkan atas keterangan saksi-saksi serta keterangan Terdakwa serta hubungan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan, maka Majelis Hakim memberikan penilaian bahwa benar akibat kelalaian Terdakwa dalam mengendarai sepeda motornya yaitu dengan tidak memperhatikan keselamatan dirinya ataupun diri korban, dapat membuktikan bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan (UU RI Nomor 22 Tahun 2009), apalagi akibat perbuatan Terdakwa tersebut sampai menyebabkan korban Tandraomasi Bu’ulolo meninggal dunia, sebagaimana hasil dari Surat Visum Et Repertum Nomor : 441/935/VER/IX/2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Mardiana Simamora sebagai dokter di UPT Puskesmas Perawatan Plus Lahusa pada tanggal 11 September 2013.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dengan demikian unsur “mengakibatkan orang lain meninggal dunia” juga telah terpenuhi menurut hukum.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas maka unsur-unsur yang terdapat didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum diatas telah terpenuhi keseluruhan, maka terhadap diri Terdakwa dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana sebagaiman dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
4. Putusan
Putusan Nomor: 310/Pid.B/2013/PN-GS “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang mengadili
(39)
perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa, telah menjatuhkan Putusan dalam perkara atas nama Terdakwa, Nama
Lengkap Tafo’olo Lase als Tafo, tempat lahir, Desa Simandraolo, umur/tanggal lahir 23 tahun, jenis kelamin Laki-Laki, Kebangsaan Indonesia,
tempat tinggal Dusun III Orahua Kecamatan Gomo Kabupaten Nias Selatan, Agama Keristen Katolik, Pekerjaan Mahasiswa.
1. Terdakwa ditahan di Rutan berdasarkan surat perintah/penetapan penahanan :
Penyidik, sejak tanggal 02 September 2013 s/d 21 Septemeber 2013, Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 22 September 2013 s/d 31 Oktober 2013.
2. Penuntut Umum sejak tanggal 22 Oktober 2013 s/d 10 November 2013,; 3. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Peradilan Nnegeri Gunugsitoli,
sejak tanggal 11 November 2013 s/d 10 Desember 2013,
4. Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, sejak tanggal 14 Desember 2013 s/d 13 Desember 2013
5. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli, sejak tanggal 14 Desember 2013 s/d 11 Februari 2014
Terdakwa menyatakan dengan tegas tidak akan didampingi oleh penasehat Hukum dalam menghadapi perkara di Pengadilan Negeri tersebut.
Berdasarkan pengamatan Majelis Hakim terhadap diri Terdakwa selama peroses persidangan dalam perkara ini bahwa ternyata terhadap diri maupun perbuatan Terdakwa tidak terdapat alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang
(40)
dapat menghapus pemidanaan sehingga atas pertimbangan tersebut pula maka perbuatan Terdakwa tersebut harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum dan terhadap diri Terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya tetapi pidana yang akan dijatuhkan tersebut harus bersifat pembinaan bagi diri Terdakwa dan bukan sebagai alat untuk membalas dendam, sehingga atas pertimbangan tersebut pula maka Majelis Hakim menilai bahwa lamanya pidana yang telah dituntut oleh Penuntut Umum terhadap diri Terdakwa yaitu selama 2 (dua) tahun dinilai sangat emosional,seharusnya dengan adanya surat perdamaian antara Terdakwa dengan keluarga korban menjadi suatu hal –hal yang meringankan bagi diri Terdakwa dan atas pertimbangan tersebut pula sehingga Majelis Hakim akan menjatuhka hukuman yang lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum.
Terdakwa selama ini telah ditahan berdasarkan Surat Penahanan yang sah, maka Majelis Hakim cukup alasan untuk menetapkan bahwa lamanya Terdakwa berada dalam tahanan tersebut dikurangkan dari pidana penjaranya yang dijatuhkan terhadap Terdakwa. Oleh karena pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani maka sesuai dengan Pasal 197 ayat (1). Huruf k. KUHAP maka harus diperhatikan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Mengenai barang bukti yang telah diajukan oleh Penuntut Umum di muka persidangan, berupa :
(41)
a. 1 (satu) unit sepeda motor honda / NF 100 D (Supra X) warna hitam dengan nomor polisi BA4210 JK. Nomor rangka MHIKEV8162K133870, Nomor Mesin KEV8E1131365 dalam keadaan fantasi depan rusak ringan.
b. 1 (satu) lembar STNK An. Budi Sulaiman dengan nomor STNK No.0061019/sd/2008.
Dari keseluruhan barang bukti tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terhadap barang bukti yang telah diajukan oleh Penuntut Umum dipersidangan, cukup berdasarkan hukum bila barang bukti tersebut dikembalikan kepada yang berhak, oleh karena Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, maka terhadap Terdakwa dibebani pula untuk membayar perkara yang besarannya akan ditentukan dalam amar putusan.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, maka hukum atau pidana (sentencing atau staftoemeting) yang akan dijatuhkan, Majelis Hakim memandang sudah tepat dan adil
Hal-hal yang meringankan:
1. Terdakwa selama persidangan berlaku sopan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan
2. Terdakwa belum pernah dihukum; Terdakwa menyesal dengan perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya
3. Antara Terdakwa dengan keluarga korban sudah ada kesepakatan perdamaian.
(42)
Memperhatikan ketentuan Pasal 310 Ayat (4) UU RI No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan serta UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan lainnya yang berhubungan dengan perkara ini
Mengadili
1. Menyatakan Terdakwa TAFO’OLO LASE Alias TAFO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan 15 (lima belas) hari.
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa, dikurangkan seluruh dari pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa :.
a. 1 (satu) unit sepeda motor honda/NF 100 D (supra X) warna hitam dengan nomor polisi BA4210 JK .Nomor rangka MHIKEV8162K133870, Nomor Mesin KEV8E1131365 dalam keadaan fantasi depan rusak ringan.;
b. 1 (satu) lembar STNK An. Budi Sulaiman dengan nomor STNK No. 0061019/SB/2008.;...
Dikembalikan kepada yang berhak
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk biaya perkara sebesar Rp.2000,-(dua ribu),
(43)
Demikianlah diputuskan dalam Musyawarah Majelis Hakim pada hari JUMAT tanggal 24 JANUARI 2014 oleh kami PRMATONI, SH. Sebagai Hakim Ketua Majelis, ERITA HAREFA, SH. Dan OBAJA DAVID J.H. SITORUS, SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari KAMIS tanggal 30 JANUARI 2014, oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi oleh masing-masing Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh IKUTI TELAUMBANUA, SH, Panitera Pengganti pada Pengadialn Negeri Gunungsitoli dan di hadiri oleh FATZARO ZAI, SH sebagai Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Teluk Dalam dan dihadapkan Terdakwa.;
B. Analisis Putusan B.1. Posisi Kasus
Terdakwa Tafo’olo als Tafo pada hari Sabtu tanggal 31 Agustus 2013 sekira pukul 08.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Agustus 2013 bertempat di Jalan Umum Megaha Kec. Somambawa Kab. Nias Selatan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Gunungsitoli, mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain Tandraomasi Bu’ulolo meninggal dunia, perbuatan Terdakwa lakukan.
B.2. Analisis Hukum
Terdakwa mengendarai sepeda motor Supra X dengan nomor Polisi BA 4210 JK dengan berboncengan Sokhiato Hulu dan Bowoli Telaumbanua hendak
(44)
menuju Pekan Halejalulu di Kec. Lahusa dan setibanya di jalan umum Teluk Dalam Gunungsitoli Desa Sitolu Banua Kec. Lahusa, Terdakwa melihat korban Tandraomasi Bu’ulolo sedang berdiri di badan jalan sebelah kanan jika dilihat dari arah Gunungsitoli menuju arah Teluk Dalam, namun Terdakwa mengendarai sepeda motor tersebut dengan kecepatan tinggi dan ketika jarak sekira 1 meter, korban Tandraomasi Bu’ulolo hendak menyeberang namun tiba-tiba terdakwa tidak dapat menghindari kecelakaan tersebut dengan kecepatan tinggi terkejut sehingga Terdakwa tidak dapat menghindari kecelakaan tersebut dan akhirnya Terdakwa menabrak korban tersebut sehingga korban terlempar ke atas aspal dan kepalanya membentur aspal.
Akibat kelalaian Terdakwa mengendarai sepeda motor korban meninggal dunia sesuai dengan visum et repertum nomor :441/935/VER/XII/2013 tanggal 11 September 2013 untuk Tandaraomasi Bu’ulolo, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr Mardian Simamora yaitu dokter pemerintah pada Puskesmas Perawatan Plus Lahusa dengan hasil pemeriksaan.
Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada saat terjadi kecelakaan Tafo’olol\ Lase als Tafo berusia 23 tahun dilihat dari usianya Tafo’olol\ Lase als Tafo telah dewasa oleh karenanya Tafo’olol\ Lase als Tafo telah memahami makna dari perbuatannya setelah dilakukan pemeriksaan Tafo’olo Lase als Tafo dalam kondisi keadaan sehat dan kondisi kejiwaaanyapun normal oleh karenanya Tafo’olol\ Lase als Tafo seharusnya menginsyafi perbuatannya melanggar hukum. Berdasarkan penjelasan
(45)
tersebut dapat diketahui bahwa Tafo’olol\ Lase als Tafo dalam keadaan normal dan tidak ada tekanan dari orang lain. Oleh karenanya sepatutnya perbuatan Tafo’olol\ Lase als Tafo mengendarai sepeda motor dapat dipertanggungjawaban secara pidana.
Terdakwa dijatuhi hukuman 6 (enam) bulan 15 (lima belas) hari penjara dikurangi masa selama Terdakwa ditahan di tahanan. Hukuman penjara tersebut dapat diganti dengan pidana denda jika para pihak menghendaki serta menyetujui dengan jumlah paling banyak Rp. 12.000.000,00 tetapi tidak dapat diganti dengan pidana kurungan.
(46)
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab-bab di atas dapat simpulkan sebagai berikut: 4. Ketentuan hukum pidana Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 281
Pelanggaran dalam Pasal ini yaitu perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000 (satu juta rupiah).
5. Peran Polrestas Medan Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas,Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; Memanggil orang untuk didengarkan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; Mengadakan penghentian penyidikan; Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
(47)
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
6. Analisis kasus-kasus pelanggaran lalu lintas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, akibat kelalaian Terdakwa mengendarai sepeda motor korban meninggal dunia sesuai dengan visum et repertum nomor :441/935/VER/XII/2013 tanggal 11 September 2013 untuk Tandaraomasi Bu’ulolo, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr Mardian Simamora yaitu dokter pemerintah pada Puskesmas Perawatan Plus Lahusa dengan hasil pemeriksaan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dalam penulisan karya tulis ini beberapa saran yang dapat penulis berikan antara Lain:
1. Terhadap Undang-undang ini perlu adanya Peraturan Pemerintah yang baru bukan mengacu kepada PP nomor 42 Tahun 1993 Tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Dijalan dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4. Oleh selain itu, perlu adanya peninjauan kembali terhadap ketentuan Sanksi Pidana agar sesuai dengan kemampuan masyarakat serta untuk meminimalisir praktek suap dalam rangka mengganti atau menghindari sanksi denda dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009; 2. Dalam kasus tersebut terhadap pelaksanaan Pidana denda Undang-undang
(48)
perubahan dalam hal paradigma sistem pemidanaan Pasal 280 yo 68 ayat (1) dan Pasal 285 ayat (1) yo 106 (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan (3) dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dan adanya penyuluhan hukum tentang lalu lintas dalam penerapan dan sanksi dilapangan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia;
3. Agar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat dilaksanakan dengan baik maka diperlukan adanya perbaikan saran dan prasarana lalu lintas yang memadai khususnya di wilayah Polresta Medan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tentang penyelenggaraan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan harus disertai dengan adanya peningkatan kualitas dari aparat penegak hukum Polresta Medan dengan cara memberlakukan system reward bagi aparat penegak hukum khususnya polisi lalu lintas yang menajalankan Tugasnya dengan baik berupa pemberian beasiswa melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan bagi yang melanggar ketentuan baik itu menerima suap agar diberlakukan sebagaimana ketentuan yang berlaku.
(49)
A. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dalam suatu peraturan perundang-undangan, adanya pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena didalam hukum pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.20
Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah menetapkan sanksi, keberadannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan berlakunya norma.
Seperti undang-undang pada umumnya, Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga memiliki sanksi-sanksi pidana.
21
Sanksi pidana didalam undang-undang ini dirumuskan menggunakan sistem perumusan alternative. Dari aspek pengertian dan substansinya, sistem perumusan alternatif adalah sistem dimana pidana penjara dirumuskan secara alternatif dengan jenis sanksi pidana lainnya, berdasarkan urutan-urutan jenis sanksi pidana dari yang terberat sampai yang teringan. Dengan demikian, hakim
20
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1987, hlm 19
21
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah ,Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hlm.82
(50)
diberikan kesempatan memilih salah satu jenis pidana yang dicantumkan dalam Pasal yang bersangkutan.22
Adapun sanksi pidana yang dikenakan pada pelaku pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam beberapa Pasal yaitu :23
1. Pasal 281
“Pelanggaran dalam Pasal ini yaitu perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000 (satu juta rupiah).”
Pada undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan sebelumnya yaitu UU Nomor 14 Tahun 1992 Pasal 59 ayat (2) disebutkan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.6.000.000 (enam juta rupiah)
2. Pasal 282
“Pelanggaran dalam Pasal ini yaitu perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak mematuhi pemerintah yang diberikan oleh petugas kepolisian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
3. Pasal 283
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).”
22
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta : Djambatan, 2004, hlm 19
(51)
4. Pasal 284
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
5. Pasal 285
(1) “Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).“
(2) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
6. Pasal 286
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
7. Pasal 287
(1) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
(52)
(2) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
(3) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
(4) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
(5) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
(6) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
8. Pasal 288
Didalam ayat (1) Pasal ini berisi ketentuan pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan surat tanda kendaraan bermotor (STNK) atau surat tanda coba kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah).
(53)
Pada undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan sebelumnya yaitu UU No 14 tahun 1992 pelanggaran serupa dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.2.000.000 (dua juta rupiah).
Pada ayat (2) Pasal ini berisi ketentuan pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pada undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan sebelumnya yaitu UU 14 tahun 1992 pelanggaran serupa dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.2.000.000 (dua juta rupiah).
9. Pasal 289
Pasal ini berisi ketentuan pidana terhadap pengemudi kendaraan roda empat atau lebih dan penumpang disampingnya yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Pada undang-undang lalu lintas dana ngkutan jalan sebelumnya yaitu UU Nomor 14 Tahun 1992 pelanggaran serupa dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.1.000.,000 (satu juta rupiah).
(54)
10. Pasal 290
Pasal ini berisi ancaman pidana terhadap pengemudi dan penumpang kendaraan bermotor selain sepeda motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
11. Pasal 291
Pada ayat 1 (satu) Pasal ini mengatur pidana terhadap pengendara kendaraan bermotor roda dua yang tidak mengenakan helm Standard Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) , sementara pada ayat 2 (dua) mengatur terhadap pengendara kendaraan bermotor roda dua yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm Standard Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh bribu rupiah).
Pada undang-undang lalu lintas dan jalan yang sebelumnya yaitu UU Nomor 14 Tahun 1992 pelanggaran serupa dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000 (satu juta rupiah).
Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah diatur penggunaan helm Standard Nasional Indonesia (SNI), yang sebelumnya belum diatur dalam UU lalu lintas dan angkutan jalan yang lama. Helm Standard Nasional Indonesia
(55)
maksudnya adalah helm yang memenuhi syarat keamanan oleh pemerintah dan memiliki tanda atau cap SNI di bagian tertentu dari helm tersebut
12. Pasal 292
Pasal ini berisikan ketentuan pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda dua tanpa kereta samping yang mengangkut penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
13. Pasal 293
Pada ayat (1) Pasal ini disebutkan pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang tidak menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana di maksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Pada ayat (2) yaitu pelanggaran terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda dua tidak menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp.100.000 (seratus ribu rupiah).
Kewajiban menyalakan lampu utama pada siang hari bagi sepeda motor merupakan peraturan yang baru, kewajiban menghidupkan lampu utama pada siang hari digunakan untuk mengurangi tingkat kecelakaan.
(56)
14. Pasal 294
Pada ayat ini disebutkan pidana terhadap pengendara kendaraan bermotor yang membelok atau berbalik arah tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
15. Pasal 295
Pada ayat ini disebutkan pidana terhadap pelanggaran pengendara kendaraan bermotor yang berpindah lajur atau bergerak kesamping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
16. Pasal 296
Pada ayat ini disebutkan pidana terhadap pelanggaran pengendara kendaraan bermotor yang tidak berhenti di lintasan kereta api ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
(57)
17. Pasal 297
Pasal ini berisi ketentuan pidana bagi pengemudi kendaraan bermotor yang berbalapan dijalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dapat dipidana dengan pidana kurunagan paling lama 1 tahun atau denda paling bannyak Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah).
18. Pasal 298
Pasal ini berisi ketentuan pidana bagi pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman ,lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp.500.000 (liam ratus ribu rupiah). 19. Pasal 299
Pasal ini berisi ketentuan pidana bagi pengendara kendaraan bermotor yang dengan sengaja berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain, dan/atau menggunakan jalur-jalur kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b atau huruf c dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp.100.000 (seratus ribu rupiah).
20. Pasal 300
Pasal ini berisi ketentuan pidana terhadap tindakan pengemudi kendaraan bermotor yang tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan atau tidak menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah
(58)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat 1 huruf c, bagi pengemudi kendaraan umum yang tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan/atau menurunkan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat 1 huruf d, tidak menutup pintu kendaraan selama kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf e dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
21. Pasal 301
Ayat ini berisikan pidana pidana terhadap pengemudi berkendaraan angkutan barang yang tidak mengemudikan Kendaraan Bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
22. Pasal 302
Ayat ini berisikan pidana terhadap umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(1)
ABSTRAK
Nico Adhari Effendi * Nurmalawati, S.H., M.Hum ** Syafruddin, S.H., M.H, D.F.M ***
Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sudah tak asing lagi dikalangan masyarat khususnya di Kota Medan, pelanggaran lalu lintas sudah membudaya dikaladngan masyarakat, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas oleh Polantas, pasti banyak terjaring kasus pelanggaran lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas yang banyak dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor antara lain mengemudi kendaraan bermotor tanpa dilengkapi surat tanda nomor kendaraan bermotor, atau pun tidak memiliki surat izin mengemudi, melanggar ketentuan rambu-rambu lalu lintas, tidak menggunakan helm standar bagi pengendara sepeda motor, mengemudikan kendaraaan bermotor dengan kecepatan yang melampaui batas dan lain sebagainya
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan hukum pidana Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, bagaimanakah peran Satlantas Polresta Medan dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas, bagaimnakah analisis kasus-kasus pelanggaran lalu lintas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
Ketentuan hukum pidana Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Lalu lintas di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 ini menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan karena pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan apabila terjadi kecelakaan atau pelanggaran. Dalam hal kecelakaan lalu lintas, petugas kepolisian negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan kecelakaan lalu lintas dengan cara-cara mendatangi tempat kejadian segera, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian, melakukan pengolahan tempat kejadian perkara, mengatur kelancaran lalu lintas, mengamankan barang bukti dan melakukan penyidikan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 227 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009.
* Nico Adhari Effendi, Mahasiswa Fakultas Hukum USU
** Nurmalawati, SH., M.Hum, Dosen Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum USU *** Syafruddin, S.H., M.H, D.F.M, Dosen Pembimbing II dan Pembantu Dekan II Fakultas
(2)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa yang ingin menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehubungan dengan itu, disusun skripsi yang berjudul: Penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam pengerjaan skripsi ini.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. H.M. Hamdan, SH., MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(3)
6. Ibu Nurmalawati, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.
7. Bapak Syarifuddin, SH., M.Hum, DMF, selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini. 8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.
9. Kepada kedua orang tua penulis Ayahanda Surya Sofyan Hadi dan Ibunda, Rita Helmi, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun materi sehingga terselesaikanya skripsi ini.
10.Adinda Indah Pradini Naska yang terkasih, yang telah banyak menyempatkan waktu untuk membantu Penulis selama masa perkuliahan, masa pengerjaan hingga selesainya skripsi ini.
11.Teman-teman stambuk 2009, Rizky Dwi Satria, Rio Pranata, Saddam Yafizham, Fitri Hidayanti, Marwansyah, Dhabitah Amalina Utami Tanjung, Hanny Luvika, yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini. 12.Kepada sahabat Penulis Didi Putranto, yang telah banyak memberikan
motivasi kepada Penulis selama pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
(4)
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.
Medan, Mei 2014 Hormat Saya
NICO ADHARI EFFENDI 090200271
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
1. Sejarah Undang-Undang Lalu Lintas ... 8
2. Faktor-faktor terjadinya pelanggaran lalu lintas ... 16
3. Tujuan Pidana dalam Sanksi Pidana ... 17
F. Metode Penelitian ... 20
G. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II KETENTUAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ... 24
A. Ketentuan Pidana dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan... 24 B. Ketentuan Pidana Terhadap Pengemudi Dalam Kecelakaan
Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
(6)
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
BAB III PERAN SATLANTAS POLRESTA MEDAN DALAM
... 43
MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS ... 51
A. Gambaran Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan ... 51
B. Tugas dan Wewenang Polri dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas ... 62
C. Peranan Satlantas Polresta Medan dalam Upaya Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas ... 73
D. Asas-asas dalam Melaksanakan Tugas dan Wewenang Kepolisian... 74
E. Koordinasi dan Pengawasan Penyidikan Pegawai Negeri Sipil dalam Perkembangan Perundang-undangan... 75
BAB IV ANALISIS KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ... 79
A. Kasus Pelanggaran dan Pasal-Pasal yang dilanggar ... 79
B. Analisis Kasus ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA