BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI BINTANG TERTENTU
LOCATING-CHROMATIC NUMBER OF CERTAIN
AMALGAMATION OF STAR GRAPHS
Abstract
is the
Let c be a proper k-coloring of connected graph G and
of v is ordered
set consisting of the color classes of V(G). The color code
|
= min
) which is
k-tuple (
for
. If every G has different color code, then c is called the locating
coloring of G. The minimum numbers of colors needed in a locating coloring of
is called the locating chromatic number of G, denoted by
Amalgamation of star graphs,
obtained from
copies of amalgamation
star
by connecting a leaf from each
through a track. The result
of the research are:
If
,
and
then
(
)
to
,
, and
(
)
then
(
)
then
(
for another .
another
)
. If
to
Keywords: Graph, Color code, Locating-chromatic number
,
, then
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
ABSTRAK
Misalkan c adalah suatu pewarnaan-k sejati dari graf terhubung G dan
adalah himpunan yang terdiri dari kelas – kelas warna
dari v adalah k-pasang terurut
dari V(G). Kode warna
|
untuk
= min
) dengan
(
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang berbeda, maka c disebut
pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang diperlukan dalam
pewarnaan lokasi dari G disebut bilangan kromatik lokasi graf G, dinotasikan
Graf amalgamasi bintang,
diperoleh dari buah graf bintang amalgamasi
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
melalui sebuah
lintasan. Hasil dari penelitian adalah : Jika
,
, dan
maka
, selanjutnya (
)
untuk
(
)
untuk
lainnya. Jika
untuk
.
, selanjutnya
(
dan
)
maka
Kata Kunci : Graf, Kode warna, Bilangan kromatik lokasi
(
untuk
)
lainnya.
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
Oleh
C. Ike Tri Widyastuti
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada
Jurusan Matematika Program Studi Magister Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
Tesis
Oleh
C. Ike Tri Widyastuti
MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Jalur penerbangan bandara Chicago dan bandara - bandara
tujuannya ...............................................................................
Gambar 2.
buah graf bintang
2
.......................................................
5
Gambar 3.
Graf
..............................................................................
6
Gambar 4.
Contoh graf G dengan 7 titik dan 8 sisi ..................................
9
Gambar 5.
Graf
......................................................
12
Gambar 6.
Contoh graf
Eulerian ..........................................................
12
Gambar 7.
Contoh graf
Halmitonian ....................................................
13
Gambar 8.
Contoh pohon dan hutan ........................................................
14
Gambar 9.
Graf bintang
....................................................................
14
..........................................................
15
Gambar 11. Graf ulat..................................................................................
15
Gambar 12. Graf pohon pisang
..........................................................
16
Gambar 13. Graf kembang api
............................................................
16
dan graf ,
Gambar 10. Graf bintang ganda
Gambar 14. Graf almagamasi bintang
................................................
Gambar 15. Contoh bilangan kromatik dengan
........................
17
20
Gambar 16. Contoh pewarnaan lokasi minimum pada Graf
..................
22
Gambar 17. Pewarnaan lokasi minimum pada graf lintasan
.................
23
Gambar 18. Pewarnaan lokasi minimum pada Graf
...........................
24
Gambar 19. Pohon T dari berorde
..........................
24
Gambar 20. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
............................
28
Gambar 21. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
............................
29
............................................................
34
Gambar 22. Konstruksi graf
dengan
Gambar 23. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
Gambar 24. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
Gambar 25. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
dan
39
...
44
..............................................................................
50
Gambar 26. Pewarnaan lokasi minimum
dan
2
pada graf
untuk
..............................................................................
52
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................
5
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................
6
1.4
Manfaat Penelitian ......................................................................
7
BAB II KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON
2.1
Konsep Dasar Graf ......................................................................
8
2.2
Graf Pohon dan Beberapa Kelas dari Graf Pohon ......................
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Bilangan Kromatik Lokasi
untuk
dengan
Bilangan Asli ................................................................................
5.2
Bilangan Kromatik Lokasi
untuk
35
dengan
Bilangan Asli ................................................................................
44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan ...................................................................................
53
6.2
Saran ..............................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA
MOTO
Yang harus diwaspadai dalam sebuah perjalanan bukanlah waktu, tetapi langkah
kaki. Waktu akan terus melaju, sementara langkah kaki kapan saja bisa berhenti.
Semangat tanpa batas.
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk yang terkasih:
Ayahanda dan Ibunda, Alm. Bapak D. Saridjo Dwiatmoko
dan Ibu Christina Kamtini.
Kakak dan Adikku, Mas Ahen, Mbak Henny,
Elis, dan Tata.
Sahabat kehidupanku, Joseph Emmanuel.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 23 Januari 1976 merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Dominicus Saridjo Dwiatmoko
dan Ibu Christina Kamtini.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh :
1. Sekolah Dasar (SD) di SD Xaverius Rawa Laut, Bandar Lampung pada tahun
1983 – 1989.
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Xaverius Pasir Gintung, Bandar
Lampung pada tahun 1989 – 1992.
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan,
Jawa Tengah tahun 1992 – 1995.
4. S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 1995 – 2002.
5. Akta Mengajar Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2004-2005
Pada tahun 2002 sampai dengan 2004 penulis bekerja sebagai guru di SMA Santa
Maria Nanga Pinoh Kalimantan Barat dan pada bulan Juli 2005 sampai sekarang,
penulis menjadi guru tetap Yayasan Dwi Bhakti di SMA Fransiskus Bandar
Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa sumber
kehidupan dan pengharapan yang telah melimpahkan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang
berjudul
“Bilangan
Kromatik
Lokasi
Graf
Amalgamasi Bintang Tertentu“.
Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar
Magister Sains
di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penulisan
tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr. Asmiati, S.Si., M.Si, selaku pembimbing I sekaligus pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan sumbangan
pemikiran dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Drs. Suharsono, M.S.,M.Sc.,Ph.D, selaku Pembimbing II yang telah
membantu memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis.
3. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Matematika
serta pembahas yang memberikan arahan, saran, dan kritik yang
membangun pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Drs. Mustofa Usman, M.A, Ph.D, selaku Ketua Program Studi
Magister Matematika yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis.
5. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
menyelesaikan masa studi.
6. Orang tua penulis khususnya Ibu dan Alm. Bapak serta keluarga yang
selalu mendoakan, memberikan semangat, dan dukungan kepada penulis
dari awal masa studi sampai penulisan tesis ini selesai.
7. Sahabat kehidupanku, Joseph Emmanuel yang selalu menemani dan
memberi energi semangat selama penulis berjuang menyelesaikan studi.
8. Sr. M. Pauli, FSGM selaku kepala sekolah dan segenap rekan kerja penulis
di SMA Fransiskus Bandar Lampung untuk semangat dan perhatiannya
selama penulis berjuang menyelesaikan studi.
9. Teman-teman angkatan 2013 atas diskusi, kebersamaan, dan suasana
kuliah yang indah dan tak terlupakan.
Harapan penulis semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Oktober 2015
Penulis
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,
Leonard Euler pada tahun 1736, dalam permasalahan jembatan Konigsberg. Teori
graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika yang semakin lama semakin
berkembang. Banyak permasalahan yang dapat dinyatakan dan diselesaikan dengan
menggunakan teori graf. Salah satunya adalah menyelesaikan masalah jalur
penerbangan untuk menentukan jalur tercepat .
Jalur tercepat atau terpendek sangat dibutuhkan dalam penerbangan guna efesiensi
bahan bakar dan waktu. Pesawat tidak bisa berlama-lama di udara karena bahan bakar
pesawat yang terbatas. Jadwal penerbangan juga sudah ditentukan sehingga tidak
boleh terjadi keterlambatan penerbangan. Jalur tercepat lebih mengutamakan jarak
antara pesawat dengan bandara tujuan. Jalur ini akan membentuk jalur alternatif.
Pengambilan jalur terpendek dari bandara asal ke bandara tujuan dapat dilakukan
dengan membuat grafik garis, seperti contoh pada Gambar 1. jalur penerbangan
bandara Chicago dan bandara-bandara tujuannya.
2
Gambar 1. Jalur penerbangan bandara Chicago dan bandara-bandara tujuannya
Alternatif yang digunakan dalam menyelesaikan masalah jalur penerbangan tersebut
adalah
dengan
menggunakan
graf.
Graf
merupakan
alat
bantu
untuk
merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut.
Pengambilan jalur terpendek dari bandara asal ke bandara tujuan dapat dilakukan
dengan membuat grafik garis. Dengan demikian, permasalahan jalur terpendek
tersebut dapat direprensentasikan dalam graf, dimisalkan bandara Chicago dan
bandara-bandara tujuan sebagai titik (vertex) dan jalur penerbangannya dinyatakan
sebagai sisi (edge).
Dalam permasalahan penerbangan menentukan jalur tercepat dapat menggunakan
metode pewarnaan graf. Pewarnaan tersebut berdasarkan perbedaan level ketinggian.
Sehingga akan lebih mudah dalam menentukan jalurnya dan semakin mudah untuk
dilihat jalur mana yang akan memberikan alternatif terbaik. Salah satu teori graf yang
3
memiliki kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan
adalah teori
pewarnaan lokasi.
Kajian tentang pewarnaan lokasi adalah kajian yang cukup baru dalam teori graf.
Misalkan c suatu pewarnaan titik pada graf G dengan ( )
yang bertetangga di G. Misalkan
himpunan titik–titik yang diberi warna i, yang
selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = { ,
,
,
( ,
untuk 1
), ( ,
),
, ( ,
)
dengan
} adalah himpunan yang
( ) dari v adalah k-pasang
terdiri dari kelas – kelas warna dari V(G). Kode warna
terurut
( ) untuk u dan v
( ,
) = min{ ( , )|
}
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang berbeda, maka c disebut
pewarnaan lokasi G. Bilangan kromatik lokasi dari G, dan dinotasikan dengan
adalah bilangan terkecil
sehingga
( )
mempunyai pewarnaaan- lokasi (Chartrand,
dkk, 2002).
Teori pewarnaan lokasi pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002) dengan
menentukan lokasi dari beberapa kelas graf sebagai berikut. Untuk lintasan
3 diperoleh
(
berlaku
diperoleh
( ) = 3. Untuk graf siklus diperoleh dua hasil yaitu
) = 3 dan untuk
genap berlaku
(
ganjil
) = 4. Selanjutnya juga
( ) untuk graf multipartit lengkap dan graf bintang ganda. Pada tahun
2003 Chartrand dkk. membuktikan bahwa bilangan kromatik lokasi graf
orde
dengan
yang memuat graf multipartit lengkap berorde (
induksinya, berada pada selang
(
)
,
dengan
1) sebagai subgraf
dan juga graf-graf yang mempunyai
4
2). Selain itu, Chartrand dkk.
bilangan kromatik lokasi dengan batas atasnya (
(2003) menunjukkan bahwa terdapat pohon berorde
lokasi
{3, 4,
jika dan hanya jika
,
5 dengan bilangan kromatik
2, }.
Selanjutnya beberapa penelitian Asmiati dkk. (2011-2014) juga memberikan
pemikiran untuk melatarbelakangi kajian penelitian ini. Pada tahun 2011-2012,
Asmiati dkk. berhasil meneliti bilangan kromatik lokasi graf amalgamasi bintang,
bilangan kromatik lokasi kembang api (firecracker graph), karakterisasi graf memuat
siklus dengan bilangan kromatik lokasi tiga, dan dimensi partisi graf amalgamasi
bintang. Sedangkan pada tahun 2013-2014, Asmiati dkk. berhasil meneliti
karakterisasi graf pohon dengan bilangan kromatik lokasi tiga, graf amalgamasi
pohon berbilangan kromatik lokasi empat dan bilangan kromatik lokasi graf
amalgamasi bintang non homogen. Masalah penentuan bilangan kromatik lokasi pada
suatu graf, masih terbuka untuk dikaji karena belum adanya teorema yang digunakan
untuk menentukan bilangan kromatik lokasi pada sembarang graf.
Graf amalgamasi bintang
,
adalah gabungan (amalgamasi) dari graf-graf bintang
yang diperoleh dengan mengidentifikasi sebuah daun dari setiap bintang dengan titik
hasil identifikasinya disebut pusat amalgamasi. Kajian graf amalgamasi bintang
,
ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam, maka penulis ingin menentukan bilangan
kromatik lokasi grafamalgamasi bintang
,
. Penelitian ini juga merupakan
penelitian lanjutan dari hasil – hasil penelitian Asmiati dkk. (2012).
5
1.2 Perumusan Masalah
Misalkan terdapat
buah graf bintang
,
,
1,
= 1,2,3,
adalah bilangan bulat. Graf amalgamasi titik bintang
,(
,
,
, ,
dengan ,
),
2,
dari
adalah graf yang diperoleh dengan mengidentifikasi sebuah daun dari setiap bintang.
Titik hasil identifikasi disebut pusat amalgamasi, dinotasikan . Titik yang berjarak
satu dari pusat amalgamasi disebut titik tengah, dinotasikan
dan titik daun ke- dari titik tengah
, = 1,2,3,
adalah
semua , graf amalgamasi bintang dinotasikan sebagai
,
= 1,2,3,
,
,
. Jika
m
m
1
Gambar 2.
Sedangkan graf
,
2
buah graf bintang
,
yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut
1
1 untuk
(Asmiati dkk. (2012)).
m
k
,
6
1
1
l
l
2m
l
l
1
23
1
l
l1
1
2
2m
1
32
l
l
33
1
l
1
31
1
l
3m
l l
21
1m
l
(k1)1
x
l
l
13
k1
12
1
l
(k1)m
1
l
2
31
2
23
n
l l2
(k1)2
2
l
2
x
l
13
l
2
11
l
n
2
31
1m
12
x
l
n
n
3m
3
n
( k 1)1
l
n
( k 1) 2
n
l
n
1
n
k 1
l
n
n
( k 1) m
11
y
n
2
graf
l
n
y
diperoleh dari
l
n
l l
(k1)m
Gambar 3. Graf
,
n
l
13
11
1
Graf
l
k 1
2
y
l
n
2
l
n
(k1)3
2
2
12
21
l
l
1
n
33
22
n
l
(k1)1
2
2m
l
l l
n
l
l
2
21
l
n
32
3
2
l
l
2
l
3m
2
1m
(k1)3
1
33
22
l
l
1
2
(k1)2
1
1
1
l l
1
2
l l
2
2
l
l l
1
1
l
1
l
2
32
2
23
3
22
1
l
2
,
,
dan setiap titik
,
,
,,
,
nya
dihubungkan oleh suatu lintasan. Pada penelitian ini akan ditentukan bilangan
kromatik lokasi untuk graf
,
untuk , ,
bilangan asli.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan bilangan kromatik lokasi dari graf
,
dengan
, ,
sebarang bilangan asli.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan wawasan tentang teori graf terutama tentang bilangan kromatik
lokasi dari graf amalgamasi bintang
,
.
2. Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas dan memperdalam ilmu
matematika dalam bidang teori graf terutama tentang bilangan kromatik lokasi
dari graf amalgamasi bintang
,
.
3. Sebagai bahan kajian untuk referensi penelitian lanjutan mengenai bilangan
kromatik lokasi dari suatu graf.
II.
KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON
Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf
sebagai landasan teori pada penelitian ini.
2.1 Konsep Dasar Graf
Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar dari graf yang diambil dari
Deo, 1989. Sebuah graf G adalah himpunan terurut (V(G), E(G)), dengan
( )
menyatakan himpunan titik (vertex) { ,
0, dan
( )
} yakni pasangan tak terurut dari
( ).
menyatakan himpunan sisi (edge) { ,
} dari
,
,
dengan
Banyaknya himpunan titik ( ) disebut orde dari graf . Jika
oleh sisi
maka
dan
dan
dihubungkan
dikatakan bertetangga (adjacent), sedangkan titik
dikatakan menempel (incident) dengan sisi
menempel dengan titik
( )
, demikian juga sisi
dan
dikatakan
dan . Himpunan tetangga (Neigborhood) dari suatu titik v,
dinotasikan dengan N(v) adalah himpunan titik-titik yang bertetangga dengan v.
Derajat dari titik
( ) adalah banyaknya sisi yang menempel pada titik
dinotasikan ( ). Derajat daun (pendant vertex) adalah titik yang berderajat satu.
9
Loop adalah sisi yang memiliki titik awal dan titik akhir yang sama. Sisi paralel
adalah sisi yang memiliki dua titik ujung yang sama. Graf yang tidak mempunyai sisi
ganda atau loop disebut graf sederhana (simple graph). Pada graf terhubung G, jarak
dan y adalah panjang lintasan terpendek diantara kedua titik
diantara dua titik
tersebut, dinotasikan dengan ( , ).
Istilah lain yang sering muncul pada pembahasan graf adalah jalan (walk), lintasan
(path) dan sirkuit (circuit). Jalan (walk) adalah barisan berhingga dari titik dan sisi
dimulai dan diakhiri dengan titik sedemikian sehingga setiap sisi menempel dengan
titik sebelum dan sesudahnya. Lintasan (path) adalah jalan yang memiliki dan
melewati titik yang berbeda. Graf G dikatakan graf terhubung jika terdapat lintasan
yang menghubungkan setiap dua titik yang berbeda. Sirkuit adalah lintasan tertutup
(closed path), yaitu lintasan yang memiliki titik awal dan titik akhir yang sama.
Sirkuit dibedakan menjadi dua macam, yaitu sirkuit genap dan sirkuit ganjil. Sirkuit
genap adalah sirkuit dengan banyaknya titik genap, dan sirkuit ganjil adalah sirkuit
dengan banyaknya titik ganjil.
e5
v2
e2
v1
e8
e7
e4
v4
v7
v5
e6
e3
e1
v3
e 10
e
9
v6
e11
Gambar 4. Contoh graf G dengan 7 titik dan 8 sisi
10
Berdasarkan uraian di atas, pada Gambar 4. terlihat ( ) = { ,
dan
( )=
,
,
,
,
,
,
,
menempel (incident) dengan titik
. Titik
dan
dan
pada titik
,
bertetangga dengan titik
( ) = 3 , dan
yaitu
.
Dapat.dilihat
dan titik
,
,
,
bahwa
}
sisi
dan
karena terdapat sisi-sisi yang
bertetangga dengan titik
, maka dapat ditulis
( ) = 5,
,
menempel pada sisi
. Demikian pula dengan titik
Derajat graf pada Gambar 4. adalah
( )= 3,
,
bertetangga (adjacent) dengan titik
menghubungkan
, dan titik
,
,
( ) = 2,
( )={ ,
( )=6
}.
( ) = 2,
( ) = 1 adalah daun karena berderajat satu. Loop
, sedangkan
,
,
dan
disebut sisi-sisi paralel pada graf
yang mempunyai 2 titik ujung yang sama. Secara jelas dapat disimpulkan bahwa graf
pada Gambar 4. bukan merupakan graf sederhana karena pada graf tersebut memiliki
loop dan sisi paralel. Contoh jalan pada Gambar 4. dapat dipilih
, contoh lintasan adalah
dan contoh sirkuit adalah
.
Berikut ini adalah lemma dan teorema yang menyatakan derajat dari suatu graf.
11
Lemma 2.1 (Narsing Deo dkk. 1989) Jumlah derajat semua titik pada graf G adalah
genap, yaitu dua kali jumlah sisi pada graf tersebut. Dengan kata lain jika
( , )
maka :
( )=2
Contoh dari
(2.1.1)
jumlah derajat seluruh titik pada graf Gambar 4. adalah
( )+
( )+ ( )+ ( )+ ( )+ ( )+ ( ) = 5+2+6+2+3+3+1 =
22 = dua kali jumlah sisi.
Teorema 2.1 (Narsing Deo dkk. 1989) Untuk sembarang graf G, banyaknya titik
yang berderajat ganjil, selalu genap.
Bukti : Jika titik-titik berderajat ganjil dan genap dipandang secara terpisah, jumlah
ruas kiri persamaan (2.1.1) dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan.
Pertama diperoleh dari titik-titik berderajat ganjil dan kedua dari titik-titik berderajat
genap. Jadi,
( )=
+
(
)
dari titik-titik genap dan
dengan
(2.1.2)
(
) dari titik-titik ganjil. Karena ruas
kiri persamaan (2.1.2) genap, dan suku pertama dari ruas kanan adalah genap, maka
suku kedua ruas kanan juga pasti genap.
(
) = sebuah bilangan genap
(2.1.3)
12
(
Karena dalam persamaan (2.1.3) tiap
) adalah bilangan ganjil, maka jumlah
■
keseluruhannya pastilah genap.
Berikut ini akan dijelaskan juga mengenai subgraf, graf Eurelian dan graf
Hamiltonian. Sebuah subgraf dari graf (V(G), E(G))adalah sebuah graf (V(H), E(H))
sedemikian hingga ( )
5. graf
( )
( ), dan
( ). Sebagai contoh pada Gambar
adalah salah satu subgraf dari graf .
v2
e1
e2
v3
v1
e6
e5
v5
v3
v1
e6
e3
v4
e4
v4
v5
G
H
Gambar 5. Graf
Graf
e3
dan graf ,
dikatakan Eulerian jika terdapat lintasan tertutup yang memuat semua sisi
pada graf . Lintasan yang demikian disebut lintasan Eulerian (Eulerian path).
v2
v3
v7
v1
v6
Gambar 6. Contoh graf
v4
v5
Eulerian
13
Dari Gambar 6., dapat ditentukan lintasan tertutup
.Jadi
Sirkuit dalam graf
Graf
merupakan graf Eulerian.
yang memuat semua titik dari
, disebut sirkuit Hamiltonian.
yang memiliki sirkuit Hamiltonian disebut graf Hamiltonian.
v1
v2
v3
v4
v8
v7
v6
v5
Gambar 7. Contoh graf
Halmitonian
Contoh sirkuit Hamiltonian pada Gambar 7. adalah
.
2.2 Graf Pohon dan Beberapa Kelas dari Graf Pohon
Misalkan
adalah graf terhubung,
disebut pohon (tree) jika dan hanya jika
tidak memuat siklus. Suatu graf yang setiap titiknya mempunyai derajat satu disebut
daun (pendant vertex). Sedangkan hutan (forest) merupakan kumpulan pohon yang
saling lepas. Dengan kata lain, hutan merupakan graf tidak terhubung yang tidak
memuat sirkuit.
14
T
H
Gambar 8. Contoh pohon dan hutan
Beberapa kelas graf pohon yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai berikut
1. Graf Bintang (Star Graph)
Graf bintang K1,n (star) adalah suatu graf terhubung yang mempunyai satu titik
berderajat n yang disebut pusat dan titik lainnya berderajat satu .
Gambar 9. Graf bintang
,
15
2. Graf Bintang Ganda (Double Star Graph)
Suatu graf pohon disebut graf bintang ganda jika graf pohon tersebut mempunyai
tepat dua titik
berderajat
dan
+ 1 dan
berderajat lebih dari satu. Jika
+ 1 , dinotasikan dengan
,
dan
berturut-turut
(Chartrand dkk.,2002).
Gambar 10. Graf bintang ganda
,
3. Graf Ulat (Caterpillar Graph)
Graf ulat adalah graf pohon yang memiliki sifat apabila dihapus semua daunnya
akan menghasilkan lintasan (Gallian.,2012).
Gambar 11. Graf ulat
16
4. Graf Pohon Pisang (Banana Tree)
Graf Pohon pisang
,
adalah graf yang diperoleh dari
buah ke graf bintang
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap graf bintang suatu titik baru.
Titik baru itu disebut titik root. (Chen dkk.,1997).
Gambar 12. Graf pohon pisang
,
5. Graf Kembang Api
Graf kembang api seragam,
bintang
,
adalah graf yang diperoleh dari n buah buah graf
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
sebuah lintasan (Chen dkk.(1997)).
Gambar 13. Graf kembang api
,
melalui
17
6. Graf Almagamasi Bintang
Graf almagamasi bintang seragam,
,
adalah amalgamasi dari k
buah graf
bintang K1,m. (Asmiati dkk.(2012))
Gambar 14. Graf almagamasi bintang
,
Selanjutnya diberikan beberapa lemma dan teorema yang berkaitan dengan graf
pohon sebagai berikut:
Teorema 2.2 (Harsfield, N. dan G. Ringel, 1994) Jika
(vertex ) dan
Bukti: Jika
sisi (edge), maka
=
adalah pohon dengan
+ 1.
adalah pohon dengan satu sisi maka teorema benar untuk
Asumsikan teorema benar untuk semua pohon dengan sisi kurang dari
untuk
terpanjang di
, maka
dari
=
+ 1. Misal
ke . Titik
titik
pohon dengan
.
, artinya
sisi. Kita pilih satu lintasan
harus berderajat 1. Karena kalau tidak lintasan
akan menjadi lebih panjang atau terbentuk siklus di
. selanjutnya kita buang titik ,
18
terbuang. Sehingga pohon terbentuk dengan (
akibatnya sisi terhubung titik
dan (
=
1=(
1) sisi dengan asumsi
1) + 1 diperoleh
1)
1=
atau
■
+ 1.
Teorema 2.2 (Harsfield, N. dan G. Ringel, 1994) Graf
adalah pohon jika dan
hanya jika ada terdapat tepat satu lintasan diantara kedua titik tersebut.
Bukti:
(1) Akan ditunjukkan graf
adalah pohon maka ada terdapat tepat satu lintasan di
antara kedua titik. Misalkan
dihubungkan lintasan
=
dalam
ke
dan
, selanjutnya
pohon ,
dan
. Anggaplah dua
=
Untuk beberapa ,
yang juga dalam
,
dengan
yang juga
, maka kita lihat pada
, karena ada dua lintasan
dari
ke
berbeda
sampai ditemukan suatu titik yang memuat
=
maka pohon
lintasan dari
. Jika
sehinggmempunyai siklus . Jika
Selanjutnya
titik-titik di
.
sebagai asumsi.
sampai ditemukan suatu titik yang memuat dalam
dan selanjutnya ambil
mendapatkan siklus lagi. Tetapi
asumsi bahwa ada dua
kembali ke
, dan kita
adalah pohon, sehingga tidak ada siklus. Jadi
lintasan salah.
(2) Akan ditunjukkan ada terdapat tepat satu lintasan di antara kedua titik maka graf
adalah pohon Misalkan
titik. Pertama perhatikan
adalah graf dengan tepat satu lintasan diantara dua
terhubung. Anggaplah bahwa
mengandung siklus
19
. Jelas bahwa ada dua lintasan dari
ke
. Ini kontradiksi, karena
mempunyai tepat satu lintasan diantara dua titik. Jadi graf
siklus dan
adalah pohon.
tidak memuat
■
III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF
Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002). Konsep
ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.
Pewarnaan titik pada graf adalah : ( )
{1,2,3,
, } dengan syarat untuk setiap
dua titik yang bertetangga harus memiliki warna yang berbeda. Minimum banyaknya
warna yang digunakan untuk pewarnaan titik pada graf disebut bilangan kromatik,
yang dinotasikan ( ).
v2
1
v1
1
v3
2
v5
2
v6
2
v4 1
v7
2
Gambar 15. Contoh bilangan kromatik dengan ( ) = 2
Berikut ini diberikan definisi bilangan kromatik lokasi graf yang diambil dari
(Chartrand, dkk, 2002). Misalkan c
( )
( ) untuk u dan
suatu pewarnaan titik pada graf G dengan
yang bertetangga di G. Misalkan
himpunan titik–titik
yang diberi warna i, yang selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = { ,
,
,
}
✁
adalah himpunan yang terdiri dari kelas – kelas warna dari V(G). Kode warna
dari v adalah k-pasang terurut
( ,
} untuk 1
min{ ( , )|
), ( ,
),
, ( ,
) dengan
( ,
( )
) =
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang
berbeda, maka c disebut pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang
digunakan untuk pewarnaan lokasi disebut bilangan kromatik lokasi dari G, dan
( ). Karena setiap pewarnaan lokasi juga merupakan
dinotasikan dengan
pewarnaan, maka ( )
( ).
Teorema 3.1 (Chartrand dkk, 2002) Misal
graf terhubung
. Jika
dan
adalah dua titik pada graf
dan
( )
sehingga
Untuk titik
berada
( ,
,
dalam
)= ( ,
maka ( ,
sehingga
sedemikian
( ).
adalah suatu pewarnaan lokasi pada graf terhubung
={ ,
misalkan
( ). Dalam hal
adalah titik-titik yang tidak bertetangga di
( ) , maka ( )
Bukti: Misalkan
sedemikian sehingga
( ) { , }, maka ( )
( , ) = ( , ) untuk setiap
khusus, jika
adalah suatu pewarnaan lokasi pada
,
,
} adalah partisi dari titik-titik
ke dalam kelas warna
( ), andaikan ( ) = ( ) sedemikian sehingga titik
kelas
warna
)= 0. Karena
)= ( ,
yang
sama,
misal
dari
( , ) = ( , ) untuk setiap
) untuk setiap
,1
bukan pewarnaan lokasi. Jadi ( )
. Akibatnya,
( ).
dan
.
.
dan
Akibatnya,
( ) { , }
( )=
( )
■
✂✂
Akibat 3.1 (Chartrand dkk, 2002) Jika
suatu titik yang bertetangga dengan
Bukti: Misalkan
adalah suatu graf terhubung yang memuat
( )
daun di , maka
adalah suatu titik yang bertetangga dengan
. Berdasarkan Teorema 3.1, setiap pewarnaan lokasi dari
, = 1,2,
yang berbeda untuk setiap
maka
( )
, . Karena
+ 1.
daun
,
,
,
di
mempunyai pewarnaan
bertetangga dengan semua
harus mempunyai warna yang berbeda dengan semua daun
,
. Akibatnya
■
+ 1.
v22
v3 3
v1
v 71
v8 2
v9
2
1
v4
v6 3
4
v5 1
Gambar 16. Contoh pewarnaan lokasi minimum pada Graf
Teorema 3.2 (Chartrand dkk, 2003) Misalkan
maka
( )
adalah derajat maksimum di graf
+ 1.
Beberapa teorema penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Teorema 3.3 (Chartrand dkk, 2002) Bilangan kromatik lokasi graf lintasan
(
3) adalah 3.
✄☎
Bukti: Perhatikan bahwa
untuk
( ) = 2 . Jelaslah bahwa
3 . Berdasarkan Teorema 3.2.
( )
= 2 maka
( )
maksimum. Karena pada
Jadi,
( ) = 1 dan
( )
,
+ 1, dengan
( )
3
derajat titik
( )
2 + 1. Akibatnya
3.
■
3.
1
2
3
v1
v2
v3
1
v4
2
v5
1
2
1
v6
vn1
vn
Gambar 17. Pewarnaan lokasi minimum pada graf lintasan
Teorema 3.4 (Chartrand dkk, 2002)
Untuk bilangan bulat
dan
dengan
Bukti: Berdasarkan Akibat 3.1, diperoleh batas bawah yaitu
,
+ 1.
1
dan
2,
,
=
+1.
Selanjutnya, akan ditentukan batas atasnya, yaitu
+ 1. Misalkan
,
adalah pewarnaan titik menggunakan ( + 1) warna sebagaimana terlihat pada
Gambar 18. Perhatikan bahwa kode warna dari setiap titik
adalah pewarnaan lokasi.Jadi,
,
+ 1.
,
berbeda, akibatnya
■
✆✝
1
2
2
3
1
b 1
a
v
u
a 1
b
Gambar 18. Pewarnaan lokasi minimum pada Graf
Teorema 3.5 (Chartrand dkk, 2002)
mempunyai bilangan kromatik
k 1 uk 1
k
1
2
v1
v2
v3
1
v4
{3, 4,
Bukti: Pertama misalkan
= , misalkan
pada
=
,
,
,
,
. Berikanlah warna
jika
2, }.
vnk 1
3 dan
( )=
= 3, misalkan
=
. Sehingga diasumsikan bahwa 4
:
,
,
,
pada
, warna 1 pada
pada
,
2.
dengan menambahkan
dan hubungkan setiap
ganjil, dan warna
Gambar 19. Dengan demikian
dengan
2, }. Untuk
,
didapat dari lintasan
1) titik baru
dengan
,
2
Gambar 19. Pohon T dari berorde
(
{3, 4,
jika dan hanya jika
1
u2
Misalkan
5 yang
Terdapat pohon berorde
u1
2
untuk
,
, untuk 1
jika
1
genap , warna 2
, untuk 1
( ) adalah pewarnaan lokasi,
1 lihat
( )
.
✞✟
( )
berdasarkan akibat 3.1
Lemma 3.2 (Asmiati dkk, 2011) Misalkan
menggunakan paling sedikit
pewarnaan
lokasi
jika
( ) = 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi dari
warna dengan
dan
− 1 dan
)
,
2. Pewarnaan
( ) = ( ),
hanya
(
■
( )= .
maka
= 1,2,3,…,
,
adalah
mengakibatkan
− 1 adalah dua himpunan
yang berbeda.
=
(
Bukti:
Misalkan
1,2,3,…,
− 1}. Misalkan
)
(
∈
)
dan
≠
kelas-kelas warna |Π| ≥
terdapat warna
. Andaikan
= 1,2,3,…,
maka kode warna dari
kontradiksi. Akibatnya
−1
=
,
(
)
ordinat ke
Jika
(
( , ) untuk
( ) dari terhadap
≠
. Karena
∈
,
, maka
.
( ), karena kedua kode warna tersebut berbeda pada
atau ke- .
(
−1 ,
sedemikian sehingga ( ∈ , ∉ ) atau ( ∈ , ∉ ).
( )≠
)≠
=
≥ 2 dan
= 1,2,3,…,
. Misalkan Π suatu partisi dari
. Pandang ( ) = ( ), ≠
dan
Jelas bahwa
≥ 2,
)
bukan pewarnaan lokasi, suatu
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap
,
. Karena ( , ) =
−1 ∪ =
sama. Jadi
= { ( (
dan
adalah pewarnaan lokasi dari
( ) = ( ), untuk suatu ≠
setiap
= 1,2,3,…,
), untuk setiap
≠
, dibagi menjadi dua kasus.
✠6
Kasus 1:
Jika ( ) = ( ), maka berdasarkan premis dari teorema ini,
(
)≠
Kasus 2: Misalkan
(
(
( )=
( )=
dan
≠
, dengan
(
. Maka
)≠
) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya
( )= (
Jika
. Jadi
).
pada ordinat yang ke
≠
dan
.
( ) memuat sedikitnya dua
), maka kode warna dari
( )=
komponen yang bernilai 1. Akibatnya
(
).
Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk semua titik
di
,
berbeda, maka
Lemma 3.3 (Asmiati dkk, 2011) Misalkan
+
menggunakan
warna dan
( )= (
( ).
≤
Bukti: Misal
■
merupakan pewarnaaan lokasi.
adalah pewarnaan lokasi dari
adalah pewarnaan lokasi dari ,
+ −1
+ − 1)
, ≥ 0, maka
−1
,
suatu titik tetap , misal ( ) warna dari titik tengah
= 1,2,3,…,
warna yang digunakan oleh
+
menggunakan
. maka banyak kombinasi
−1
adalah
Karena satu warna digunakan untuk titik pusat amalgamasi
(
+
− 1)
untuk
,
untuk
diperoleh nilai maksimum dari
maka
≤
( ).
setiap
adalah
= 1,2,3,…, .
( )= (
+
warna, Untuk
− 1)
+
−1
.
−1
, maka terdapat
Dari
+
Lemma
−1
,
−1
3.2,
≥ 0,
■
27
Teorema 3.6 (Asmiati dkk, 2011) Jika
≥ 0,
≥ 2, dan
( )= (
+
+
− 1)
=
2 ≤ ≤ (0), ≥ 3
( − 1) < < ( ), ≥ 1
;
;
+
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
(0) =
≤
,
untuk
− 1.
(1) Batas bawah dari
,
.
Berdasarkan Akibat 3.1, setiap titik
bertetangga dengan (
titik = 1,2,3,…, . Dengan demikian
(2) Batas atas dari
Misalkan
untuk
≥ 3, maka
,
2≤
−1
−1
,
≥
− 1)daun, untuk
.
,
adalah pewarnaan dari
,
menggunakan
mengurangi keumuman , misal ( ) = 1 dan ( ) =
+ 1 untuk
warna. Tanpa
= 1,2,3,…, .
Karena daun-daun harus mempunyai kode warna yang berbeda, maka daun-daun
= 1,2,…,
− 1 diberi warna oleh {1,2,…, }\ { + 1} untuk sebarang .
Maka, berdasarkan Lemma 3.1,
,
≤
Selanjutnya,
( − 1) <
.
akan
<
adalah pewarnaan lokasi. Dengan demikian
dicari
batas
bawah
( ), ≥ 1 , yaitu sebagai berikut.
dan
batas
atas
untuk
28
(1) Batas bawah dari
>
Karena
,
( − 1), maka berdasarkan Lemma 2.3,
>
sisi lain, jika
( ) maka berdasarkan Lemma 3.3,
Dengan demikian,
(2) Batas atas dari
≥
,
+
( − 1) <
jika
(
)
= 1,2,3,…,
Lemma 3.3,
( − 1) <
)≥
,
+
+ 1.
( ).
<
adalah 2,3,…,
+
. Karena
( ), ≥ 1 maka banyak titik tengah yang mempunyai warna
<
+
yang sama tidak lebih dari
jika
(
+ . Pada
,
Karena ( ) = 1 dan warna dari titik tengah
( − 1) <
≥
,
−1
≠
+1
, untuk sebarang
−1
(
)
= 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi. Jadi,
− 1 . Berdasarkan
,
≤
4
3
5
1
6
6
3
1
2
4
1
5
2
+
untuk
■
( ).
<
. Akibatnya
4
3
6
4
1
2
5
1
6
2
5
3
Gambar 20. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
29
1
3
3
1
2
2
4
2
4
3
3
4
2
1
1
4
2
1
3
3
1
4
3
2
1
2
4
Gambar 21. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dikaji dan didiskusikan hasil-hasil penelitian untuk bilangan
kromatik lokasi pada graf amalgamasi bintang tertentu
ini diberikan konstruksi graf
2m
l
l
1
23
1
l
l1
1
2
2m
1
32
l
l
33
1
l
1
31
1
l
3m
1m
l l
(k1)1
x
l
l
13
1
l
1
k1
1
l l
12
1
l
(k1)m
1
11
y
1
l
2
2
2
21
l
x
2
l
13
2
n
l
l
3
23
n
l l2
(k1)2
2
12
l
l
n
2
31
21
l
l
k 1
l
n
1m
l
13
l l
12
11
y
1
n
3m
n
l
n
( k 1) 2
n
n
k 1
l
n
11
n
✡
n
l
3
( k 1)1
l
n
y
2
Gambar 22. Konstruksi graf
x
n
(k1)m
l
n
n
2
l
2
n
n
(k1)3
2
2
22
l
l
1
2m
n
33
32
(k1)1
2
l
n
l
l l
3m
2
l
l
2
1m
l
. Berikut
☛
l
2
l
2
(k1)2
1
(k1)3
1
33
22
l
1
1
1
2
l l31
2
2
l
1
1
21
l
l
☛
2
32
2
23
3
22
l l
l
2
l
l
untuk
.
✡
1
1
✡
n
( k 1) m
35
Misalkan graf amalgamasi bintang tertentu adalah graf yang diperoleh dari
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
☞
lintasan. Graf amalgamasi bintang tertentu dinotasikan
✍
✍
= 1,2,3,…, ;
✍
,
1,2,3,…,
= {
= 1,2,3,…, − 1,
| = 1,2,3,…, − 1} ∪
− 1,
☞
= 1,2,3,…,
,
graf
melalui sebuah
☞
. Misalkan
= 1,2,3,…,
,
✌
☞
dan
| = 1,2,3,…, ;
=
.
5.1 Bilangan Kromatik Lokasi
,
untuk
≤
, ,
dengan
Bilangan
Asli
Pada bagian ini akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi
dengan
, ,
,
untuk
≤
bilangan asli.
Teorema 5.1
Misalkan
,
adalah graf amalgamasi bintang tertentu untuk ≤
≥ 2 dan
,
≥ 2
,
=
+1
;1 ≤
+2
;
≤
−1
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
1≤
≤
,
untuk
36
(1) Batas bawah dari
Berdasarkan
,
Akibat
= 1,2,3,…, − 1
bertetangga
(2) Batas atas dari
Misalkan
setiap titik
= 1,2,3,…,
untuk
dengan
daun.
Dengan
dan
demikian
+ 1.
≥
,
3.1,
(5.1.1)
,
adalah suatu pewarnaan lokasi dari
,
menggunakan (
+ 1)
warna.
Misal beri warna:
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…,
( ) = 2, untuk
= {2,3,…,
= {1,2,3,…,
ganjil dan ( ) = 3, untuk
+ 1}, untuk
+ 1} ✧
= 1,2,3,…,
genap,
= 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…, − 1
, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…,
− 1 dan = 1,2,3,…,
akan membangun suatu partisi Π = {
Akibatnya pewarnaan
pada
, dengan
,
untuk
= 1,2,3,…,
untuk setiap
,
,
,
,…,
}
adalah himpunan dari semua titik yang bewarna
+ 1. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna
berbeda. Misalkan
, ∈
,
dan
( )= ( )
( )≠
( ) karena
maka pandang kasus-kasus berikut ini:
Jika =
( , )≠
,
=
( , ).
untuk suatu ,
dan
≠
, maka
37
Jika
=
,
=
( ) , titik yang diberi warna (
( ), karena pada
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua
( ) , titik yang diberi warna
komponen bernilai satu, sedangkan pada
(
( )≠
untuk suatu , , , maka
+ 1) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
untuk suatu , , , dan
≠
( ) , titik yang diberi warna (
karena pada
, maka
Jika
=
,
( ),
+ 1) terdapat sekurang( ) , titik yang
kurangnya dua komponen bernilai satu, sedangkan pada
diberi warna (
( )≠
+ 1) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
=
, untuk suatu
( ) , titik yang diberi warna (
,
maka
( )≠
( ). karena pada
+ 1) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna (
+ 1) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
, untuk suatu
, ,
dan
≠
( ) , titik yang diberi warna (
maka
( )≠
( )
+ 1) terdapat tepat dua
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
(
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
=
untuk suatu , ,
( ), titik yang diberi warna (
maka
( )≠
( ). karena pada
+ 1) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna (
+ 1) terdapat
tepat satu komponen yang bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
untuk suatu
, , ,
dan
( ) , titik yang diberi warna (
≠
maka
( )≠
( )
+ 1) terdapat tepat dua
38
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
(
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
=
Jika
=
,
maka untuk suatu , ,
( ), titik yang diberi warna (
komponen
(
( ) karena pada
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua
( ), titik
bernilai satu, sedangkan pada
yang diberi warna
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
=
Jika
( )≠
maka
=
,
( )≠
, maka untuk suatu , , , ,
( ) karena pada
dan
≠
( ), titik yang diberi warna (
, ≠
maka
+ 1) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu, sedangkan pada ( ), titik
yang diberi warna (
=
Jika
=
,
=
Jika
, maka untuk suatu , , , , ≠
≠
karena titik
=
,
sehingga ( , ) ≠
( )≠
( )
( )≠
( )
maka
( , ).
, maka untuk suatu , , , , ≠
≠
karena titik
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
maka
sehingga ( , ) ≠ ( , ) .
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua
untuk
≤
adalah berbeda. Jadi
,
≤
+ 1.
,
(5.1.2)
Berdasarkan (5.1.1) dan (5.1.2) dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua
,
Jadi
untuk
,
=
≤
,
+ 1.
≥ 2 dan
≥ 2, untuk 1 ≤
≤
adalah berbeda.
■
39
Sebagai ilustrasi, diberikan pewarnaan lokasi
untuk 1 ≤
,
≤ 2 yang
dapat
dilihat pada gambar berikut:
1
5
4
3
3
1
3
5
4
5
1
1
3
Gambar 23. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
Selanjutnya akan dicari batas bawah dan batas atas untuk
(1) Batas bawah dari
ditunjukkan bahwa (
≥
,
≥ 2 dan
dengan
{1,2,3,…,
≥ 2 dan
≠
,
≥
>
>
.
+ 1}. Sangat jelas
+ 2 untuk
+ 1 untuk >
=
= 1,2,3,…,
>
+ 1) lokasi
. Karena
sedemikian hingga
= 1,2,3,…, − 1,
suatu
untuk 1 ≤
≤ 2
, tetapi akan
+ 1) tidaklah cukup untuk mewarnai. Untuk suatu
kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan (
, , ,
,
,
Berdasarkan akibat 3.1 diperoleh
,
4
1
2
≤
2
2
4
2
1
5
3
2
.
>
pada
,
untuk
, maka terdapat suatu
,
akibatnya
=
,
=
=
untuk
adalah sama, suatu kontradiksi. Jadi
(5.1.3)
40
(2) Batas atas dari
,
Misalkan adalah pewarnaan dari
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…,
( ) = 2, untuk
= {2,3,…,
= {1,2,3,…,
menggunakan (
,
ganjil dan ( ) = 3, untuk
+ 2}, untuk
+ 2} ✎
genap,
= 1,2,3,…, dan
+ 2) warna.
= 1,2,3,…,
= 1,2,3,…, − 1
, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…,
− 1 dan = 1,2,3,…, .
Jika
= {1,2,3,…,
= 1,2,3,…,
Pewarnaan
+ 2}, didefinisikan
=
✎ {1,2}
,
{
+ 2} ,
✎
akan membangun suatu partisi Π =
bahwa kode warna dari semua titik di
(
)=
jika = 1, = 1
lainnya.
0
1
2
2
;
;
;
;
,
berbeda.
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen − ( + 1)
lainnya
Untuk ≥ 2 ganjil
( )=
0
1
2
;
;
;
+3 ;
komponen ke − 1
komponen ke − 2 dan ke −
komponen ke – + 1
lainnya
,
. Akan ditunjukkan
41
Untuk ≥ 2 genap
( )=
0
2
1
;
;
;
;
+3
(
)=
1
0
1
3
3
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke −
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − 3
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − 3
komponen ke − ( + 1)
lainnya
Untuk ≥ 2 ganjil
( )=
1
0
1
3
+2
Untuk ≥ 2 genap
1
1
0
3
+2
( )=
( )=
1
1
1
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( + 1)
lainnya
42
(
1
0
1
3
)=
Untuk = 2,3,…,
1
0
1
3
=
Untuk ≥ 2
(
Untuk
(
(
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( − 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
−1
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( + 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
= 1,2,3,…,
−1
=
1
1
1
+4
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
)=
2
1
2
0
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
= 2,3,…,
)=
)=
2
1
0
2
2
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
2
1
0
2
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
43
(
2
1
0
4
=
)
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( − 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
≥ 2 , = 1,2,3,…,
Untuk
0
1
+5
=
Karena
kode warna
Pewarnaan
>
;
;
;
lokasi
− 1, = 1,2,3,…,
komponen ke −
komponen ke − ( + 1)
lainnya
dari semua titik
pada
.
,
berbeda,
Jadi
akibatnya
,
≤
+2
.
adalah
untuk
(5.1.4)
Berdasarkan persamaan (5.1.3) dan (5.1.4), dapat disimpulkan bahwa kode warna
dari semua
berbeda. Jadi
untuk ≤
,
,
=
,
≥ 2 dan
>
adalah
■
+ 2.
Sebagai ilustrasi, diberikan pewarnaan lokasi
dilihat pada gambar berikut:
≥ 2, untuk
,
untuk
> 2 yang
dapat
44
1
5
4
1
3
3
6
1
3
5
4
5
1
1
2
1
3
3
2
1
5
3
2
1
4
5
4
1
1
>
untuk
,
1
3
> 2
untuk
, ,
dengan
Bilangan
Asli
Pada bagian ini akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi
dengan
, ,
untuk
,
>
bilangan asli.
Lemma 5.1
Misalkan
adalah pewarnaan lokasi dari
( − ) warna dengan
>
,
≥ 2,
,
menggunakan paling
≥ 2 , ≥ 0,
(
)
= 1,2,3,…,
−
dan { (
sedikit
− 2. Pewarnaan
= ( ),
adalah pewarnaan lokasi jika dan hanya
mengakibatkan
=
≠
dan
≠
)| = 1,2,3,…, } adalah dua
himpunan yang berbeda.
Bukti: Misalkan
Misalkan
=
(
)
= 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi dari
= { (
dan
,
,
>
,
)| = 1,2,3,…, }.
≥ 2,
2
3
3
Gambar 24. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
5
1
2
5.2 Bilangan Kromatik Lokasi
5
3
2
2
3
4
5
1
3
1
2
4
4
1
1
5
4
2
2
4
2
5
3
2
≥ 2, ≥ 0, dan
4
45
= ( ) , untuk suatu
( , )=
{ (
( , )
≠
,
untuk
≠ . Andaikan
dan
∈ ✏
setiap
)| = 1,2,3,…, } , maka kode warna dari
= ( ), ≠
, dan ≠ . Karena
( ∈ , ∉
sedemikian sehingga
ordinat ke
≠
Jelas bahwa
Kasus 1: Jika
(
Kasus 2: Misalkan
), untuk setiap
(
, maka terdapat warna
∈
,
dan
). Selanjutnya akan
berbeda.
≠
, dibagi menjadi dua kasus.
≠
. Jadi
).
dan ( ) =
=
, dengan
≠
. Maka
≠
) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya
dan
.
Jika ( ) = ( ), maka kode warna dari
yang bernilai 1. Akibatnya
≠
.
( ), karena kedua kode warna tersebut berbeda pada
pada ordinat yang ke
bukan
.
= ( ) , maka berdasarkan premis dari teorema ini,
≠
(
∪
atau ke- .
≠
Jika
= 1,2,3,…,
sama. Jadi
) atau ( ∈ , ∉
ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap
. Karena
( ) dari terhadap kelas-kelas warna |Π| ≥
Misalkan Π suatu partisi dari
Pandang
)
dan
≠
pewarnaan lokasi, suatu kontradiksi . Akibatnya
(
=
( )=
( ).
Jika ( ) = ( ), maka kode warna dari
yang bernilai 1. Akibatnya
( )=
( ) memuat sedikitnya 1 komponen
( ).
( ) memuat sedikitnya 2 komponen
46
Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk semua titik
di
berbeda, maka
,
■
merupakan pewarnaaan lokasi.
Lemma 5.2
≥ 1,
Misalkan
dari
,
≥ 0 ,
(
( )=
dan
=
−
− 2 jika
)
, maka
≥
misalkan ( ) adalah warna dari titik antara
= 1,2,3,…,
untuk setiap = 1,2,…,
adalah
−1
dan
(
lokasi
,
. Untuk suatu ,
, maka banyaknya kombinasi warna
. Karena satu warna sudah digunakan
, maka terdapat ( −
untuk mewarnai titik pusat
maksimum untuk
−
adalah
−
( ).
adalah pewarnaan ( − ) lokasi dari
Bukti: Misalkan
dari
adalah pewarnaan
− 1)warna untuk mewarnai
= 1,2,3,…, − 1. Dari Lemma 4.2, diperoleh nilai
)
=
( ),
■
≥ 0.
Teorema 5.2
adalah graf amalgamasi bintang tertentu untuk ≥ 0,
Misalkan
,
≥ 3,
≥ 2,
,
=
=
−
−
−
+1
−2
; 1≤
;
≤
( )
,
>
,
47
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
1≤
≤
(
( )=
)
.
(1) Batas bawah dari
Berdasarkan
,
Akibat 3.1,
setiap titik
= 1,2,3,…, − 1 bertetangga dengan
,
≥
untuk
=
−
= 1,2,3,…,
(2) Batas atas dari
dan
− 1 daun. Dengan demikian
− .
Misalkan
untuk
,
(5.1.5)
,
adalah suatu pewarnaan lokasi dari
menggunakan
,
( − ) warna.
Misal beri warna:
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…, .
( ) = 2, untuk
ganjil dan ( ) = 3, untuk
genap,
= 1,2,3,…, .
= {2,3,…, − }, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…, − 1.
= {1,2,3,…, − } ✑
, untuk
= 1,2,3,…,
dan
= 1,2,3,…, − 1 dan = 1,2,3,…, .
Akibatnya pewarnaan
pada
, dengan
,
akan membangun suatu partisi Π = {
,
,
,…,
}
adalah himpunan dari semua titik yang bewarna
untuk = 1,2,3,…, − . Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk
setiap
,
berbeda. Misalkan
pandang kasus-kasus berikut ini:
, ∈
,
dan
( ) = ( ) maka
48
Jika
=
=
,
( , )≠
Jika
=
untuk suatu , dan ≠
( )≠
, maka
( ) karena
( , ).
=
,
( ), titik
( )≠
untuk suatu , , , maka
( ), karena pada
yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-kurangnya 1
komponen bernilai satu, sedangkan pada
( ) , titik yang diberi warna
( − ) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
untuk suatu , , , dan ≠
( )≠
, maka
( ),
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-
karena pada
( ), titik yang
kurangnya 1 komponen bernilai satu, sedangkan pada
diberi warna ( − ) memuat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
, untuk suatu
,
maka
( )≠
( ), karena pada
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna ( −
) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
, untuk suatu
, , dan
≠
maka
( )≠
( )
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
−
Jika
terdapat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
=
,
=
untuk suatu , ,
maka
( )≠
( ). karena pada
( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat
tepat satu komponen yang bernilai satu.
49
Jika
=
,
=
untuk suatu
, , ,
≠
dan
maka
( )≠
( )
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua
karena pada
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
( − ) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
Jika
=
=
,
maka untuk suatu
, ,
( )≠
maka
( ) karena
( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-kurangnya
pada
dua komponen bernilai satu, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
( − ) terdapat tepat satu komponen yang bern
AMALGAMATION OF STAR GRAPHS
Abstract
is the
Let c be a proper k-coloring of connected graph G and
of v is ordered
set consisting of the color classes of V(G). The color code
|
= min
) which is
k-tuple (
for
. If every G has different color code, then c is called the locating
coloring of G. The minimum numbers of colors needed in a locating coloring of
is called the locating chromatic number of G, denoted by
Amalgamation of star graphs,
obtained from
copies of amalgamation
star
by connecting a leaf from each
through a track. The result
of the research are:
If
,
and
then
(
)
to
,
, and
(
)
then
(
)
then
(
for another .
another
)
. If
to
Keywords: Graph, Color code, Locating-chromatic number
,
, then
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
ABSTRAK
Misalkan c adalah suatu pewarnaan-k sejati dari graf terhubung G dan
adalah himpunan yang terdiri dari kelas – kelas warna
dari v adalah k-pasang terurut
dari V(G). Kode warna
|
untuk
= min
) dengan
(
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang berbeda, maka c disebut
pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang diperlukan dalam
pewarnaan lokasi dari G disebut bilangan kromatik lokasi graf G, dinotasikan
Graf amalgamasi bintang,
diperoleh dari buah graf bintang amalgamasi
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
melalui sebuah
lintasan. Hasil dari penelitian adalah : Jika
,
, dan
maka
, selanjutnya (
)
untuk
(
)
untuk
lainnya. Jika
untuk
.
, selanjutnya
(
dan
)
maka
Kata Kunci : Graf, Kode warna, Bilangan kromatik lokasi
(
untuk
)
lainnya.
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
Oleh
C. Ike Tri Widyastuti
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada
Jurusan Matematika Program Studi Magister Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF AMALGAMASI
BINTANG TERTENTU
Tesis
Oleh
C. Ike Tri Widyastuti
MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Jalur penerbangan bandara Chicago dan bandara - bandara
tujuannya ...............................................................................
Gambar 2.
buah graf bintang
2
.......................................................
5
Gambar 3.
Graf
..............................................................................
6
Gambar 4.
Contoh graf G dengan 7 titik dan 8 sisi ..................................
9
Gambar 5.
Graf
......................................................
12
Gambar 6.
Contoh graf
Eulerian ..........................................................
12
Gambar 7.
Contoh graf
Halmitonian ....................................................
13
Gambar 8.
Contoh pohon dan hutan ........................................................
14
Gambar 9.
Graf bintang
....................................................................
14
..........................................................
15
Gambar 11. Graf ulat..................................................................................
15
Gambar 12. Graf pohon pisang
..........................................................
16
Gambar 13. Graf kembang api
............................................................
16
dan graf ,
Gambar 10. Graf bintang ganda
Gambar 14. Graf almagamasi bintang
................................................
Gambar 15. Contoh bilangan kromatik dengan
........................
17
20
Gambar 16. Contoh pewarnaan lokasi minimum pada Graf
..................
22
Gambar 17. Pewarnaan lokasi minimum pada graf lintasan
.................
23
Gambar 18. Pewarnaan lokasi minimum pada Graf
...........................
24
Gambar 19. Pohon T dari berorde
..........................
24
Gambar 20. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
............................
28
Gambar 21. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
............................
29
............................................................
34
Gambar 22. Konstruksi graf
dengan
Gambar 23. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
Gambar 24. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
Gambar 25. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
untuk
dan
39
...
44
..............................................................................
50
Gambar 26. Pewarnaan lokasi minimum
dan
2
pada graf
untuk
..............................................................................
52
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................
5
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................
6
1.4
Manfaat Penelitian ......................................................................
7
BAB II KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON
2.1
Konsep Dasar Graf ......................................................................
8
2.2
Graf Pohon dan Beberapa Kelas dari Graf Pohon ......................
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Bilangan Kromatik Lokasi
untuk
dengan
Bilangan Asli ................................................................................
5.2
Bilangan Kromatik Lokasi
untuk
35
dengan
Bilangan Asli ................................................................................
44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan ...................................................................................
53
6.2
Saran ..............................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA
MOTO
Yang harus diwaspadai dalam sebuah perjalanan bukanlah waktu, tetapi langkah
kaki. Waktu akan terus melaju, sementara langkah kaki kapan saja bisa berhenti.
Semangat tanpa batas.
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk yang terkasih:
Ayahanda dan Ibunda, Alm. Bapak D. Saridjo Dwiatmoko
dan Ibu Christina Kamtini.
Kakak dan Adikku, Mas Ahen, Mbak Henny,
Elis, dan Tata.
Sahabat kehidupanku, Joseph Emmanuel.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 23 Januari 1976 merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Dominicus Saridjo Dwiatmoko
dan Ibu Christina Kamtini.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh :
1. Sekolah Dasar (SD) di SD Xaverius Rawa Laut, Bandar Lampung pada tahun
1983 – 1989.
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Xaverius Pasir Gintung, Bandar
Lampung pada tahun 1989 – 1992.
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan,
Jawa Tengah tahun 1992 – 1995.
4. S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 1995 – 2002.
5. Akta Mengajar Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2004-2005
Pada tahun 2002 sampai dengan 2004 penulis bekerja sebagai guru di SMA Santa
Maria Nanga Pinoh Kalimantan Barat dan pada bulan Juli 2005 sampai sekarang,
penulis menjadi guru tetap Yayasan Dwi Bhakti di SMA Fransiskus Bandar
Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa sumber
kehidupan dan pengharapan yang telah melimpahkan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang
berjudul
“Bilangan
Kromatik
Lokasi
Graf
Amalgamasi Bintang Tertentu“.
Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar
Magister Sains
di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penulisan
tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr. Asmiati, S.Si., M.Si, selaku pembimbing I sekaligus pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan sumbangan
pemikiran dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Drs. Suharsono, M.S.,M.Sc.,Ph.D, selaku Pembimbing II yang telah
membantu memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis.
3. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Matematika
serta pembahas yang memberikan arahan, saran, dan kritik yang
membangun pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Drs. Mustofa Usman, M.A, Ph.D, selaku Ketua Program Studi
Magister Matematika yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis.
5. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
menyelesaikan masa studi.
6. Orang tua penulis khususnya Ibu dan Alm. Bapak serta keluarga yang
selalu mendoakan, memberikan semangat, dan dukungan kepada penulis
dari awal masa studi sampai penulisan tesis ini selesai.
7. Sahabat kehidupanku, Joseph Emmanuel yang selalu menemani dan
memberi energi semangat selama penulis berjuang menyelesaikan studi.
8. Sr. M. Pauli, FSGM selaku kepala sekolah dan segenap rekan kerja penulis
di SMA Fransiskus Bandar Lampung untuk semangat dan perhatiannya
selama penulis berjuang menyelesaikan studi.
9. Teman-teman angkatan 2013 atas diskusi, kebersamaan, dan suasana
kuliah yang indah dan tak terlupakan.
Harapan penulis semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Oktober 2015
Penulis
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,
Leonard Euler pada tahun 1736, dalam permasalahan jembatan Konigsberg. Teori
graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika yang semakin lama semakin
berkembang. Banyak permasalahan yang dapat dinyatakan dan diselesaikan dengan
menggunakan teori graf. Salah satunya adalah menyelesaikan masalah jalur
penerbangan untuk menentukan jalur tercepat .
Jalur tercepat atau terpendek sangat dibutuhkan dalam penerbangan guna efesiensi
bahan bakar dan waktu. Pesawat tidak bisa berlama-lama di udara karena bahan bakar
pesawat yang terbatas. Jadwal penerbangan juga sudah ditentukan sehingga tidak
boleh terjadi keterlambatan penerbangan. Jalur tercepat lebih mengutamakan jarak
antara pesawat dengan bandara tujuan. Jalur ini akan membentuk jalur alternatif.
Pengambilan jalur terpendek dari bandara asal ke bandara tujuan dapat dilakukan
dengan membuat grafik garis, seperti contoh pada Gambar 1. jalur penerbangan
bandara Chicago dan bandara-bandara tujuannya.
2
Gambar 1. Jalur penerbangan bandara Chicago dan bandara-bandara tujuannya
Alternatif yang digunakan dalam menyelesaikan masalah jalur penerbangan tersebut
adalah
dengan
menggunakan
graf.
Graf
merupakan
alat
bantu
untuk
merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut.
Pengambilan jalur terpendek dari bandara asal ke bandara tujuan dapat dilakukan
dengan membuat grafik garis. Dengan demikian, permasalahan jalur terpendek
tersebut dapat direprensentasikan dalam graf, dimisalkan bandara Chicago dan
bandara-bandara tujuan sebagai titik (vertex) dan jalur penerbangannya dinyatakan
sebagai sisi (edge).
Dalam permasalahan penerbangan menentukan jalur tercepat dapat menggunakan
metode pewarnaan graf. Pewarnaan tersebut berdasarkan perbedaan level ketinggian.
Sehingga akan lebih mudah dalam menentukan jalurnya dan semakin mudah untuk
dilihat jalur mana yang akan memberikan alternatif terbaik. Salah satu teori graf yang
3
memiliki kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan
adalah teori
pewarnaan lokasi.
Kajian tentang pewarnaan lokasi adalah kajian yang cukup baru dalam teori graf.
Misalkan c suatu pewarnaan titik pada graf G dengan ( )
yang bertetangga di G. Misalkan
himpunan titik–titik yang diberi warna i, yang
selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = { ,
,
,
( ,
untuk 1
), ( ,
),
, ( ,
)
dengan
} adalah himpunan yang
( ) dari v adalah k-pasang
terdiri dari kelas – kelas warna dari V(G). Kode warna
terurut
( ) untuk u dan v
( ,
) = min{ ( , )|
}
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang berbeda, maka c disebut
pewarnaan lokasi G. Bilangan kromatik lokasi dari G, dan dinotasikan dengan
adalah bilangan terkecil
sehingga
( )
mempunyai pewarnaaan- lokasi (Chartrand,
dkk, 2002).
Teori pewarnaan lokasi pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002) dengan
menentukan lokasi dari beberapa kelas graf sebagai berikut. Untuk lintasan
3 diperoleh
(
berlaku
diperoleh
( ) = 3. Untuk graf siklus diperoleh dua hasil yaitu
) = 3 dan untuk
genap berlaku
(
ganjil
) = 4. Selanjutnya juga
( ) untuk graf multipartit lengkap dan graf bintang ganda. Pada tahun
2003 Chartrand dkk. membuktikan bahwa bilangan kromatik lokasi graf
orde
dengan
yang memuat graf multipartit lengkap berorde (
induksinya, berada pada selang
(
)
,
dengan
1) sebagai subgraf
dan juga graf-graf yang mempunyai
4
2). Selain itu, Chartrand dkk.
bilangan kromatik lokasi dengan batas atasnya (
(2003) menunjukkan bahwa terdapat pohon berorde
lokasi
{3, 4,
jika dan hanya jika
,
5 dengan bilangan kromatik
2, }.
Selanjutnya beberapa penelitian Asmiati dkk. (2011-2014) juga memberikan
pemikiran untuk melatarbelakangi kajian penelitian ini. Pada tahun 2011-2012,
Asmiati dkk. berhasil meneliti bilangan kromatik lokasi graf amalgamasi bintang,
bilangan kromatik lokasi kembang api (firecracker graph), karakterisasi graf memuat
siklus dengan bilangan kromatik lokasi tiga, dan dimensi partisi graf amalgamasi
bintang. Sedangkan pada tahun 2013-2014, Asmiati dkk. berhasil meneliti
karakterisasi graf pohon dengan bilangan kromatik lokasi tiga, graf amalgamasi
pohon berbilangan kromatik lokasi empat dan bilangan kromatik lokasi graf
amalgamasi bintang non homogen. Masalah penentuan bilangan kromatik lokasi pada
suatu graf, masih terbuka untuk dikaji karena belum adanya teorema yang digunakan
untuk menentukan bilangan kromatik lokasi pada sembarang graf.
Graf amalgamasi bintang
,
adalah gabungan (amalgamasi) dari graf-graf bintang
yang diperoleh dengan mengidentifikasi sebuah daun dari setiap bintang dengan titik
hasil identifikasinya disebut pusat amalgamasi. Kajian graf amalgamasi bintang
,
ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam, maka penulis ingin menentukan bilangan
kromatik lokasi grafamalgamasi bintang
,
. Penelitian ini juga merupakan
penelitian lanjutan dari hasil – hasil penelitian Asmiati dkk. (2012).
5
1.2 Perumusan Masalah
Misalkan terdapat
buah graf bintang
,
,
1,
= 1,2,3,
adalah bilangan bulat. Graf amalgamasi titik bintang
,(
,
,
, ,
dengan ,
),
2,
dari
adalah graf yang diperoleh dengan mengidentifikasi sebuah daun dari setiap bintang.
Titik hasil identifikasi disebut pusat amalgamasi, dinotasikan . Titik yang berjarak
satu dari pusat amalgamasi disebut titik tengah, dinotasikan
dan titik daun ke- dari titik tengah
, = 1,2,3,
adalah
semua , graf amalgamasi bintang dinotasikan sebagai
,
= 1,2,3,
,
,
. Jika
m
m
1
Gambar 2.
Sedangkan graf
,
2
buah graf bintang
,
yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut
1
1 untuk
(Asmiati dkk. (2012)).
m
k
,
6
1
1
l
l
2m
l
l
1
23
1
l
l1
1
2
2m
1
32
l
l
33
1
l
1
31
1
l
3m
l l
21
1m
l
(k1)1
x
l
l
13
k1
12
1
l
(k1)m
1
l
2
31
2
23
n
l l2
(k1)2
2
l
2
x
l
13
l
2
11
l
n
2
31
1m
12
x
l
n
n
3m
3
n
( k 1)1
l
n
( k 1) 2
n
l
n
1
n
k 1
l
n
n
( k 1) m
11
y
n
2
graf
l
n
y
diperoleh dari
l
n
l l
(k1)m
Gambar 3. Graf
,
n
l
13
11
1
Graf
l
k 1
2
y
l
n
2
l
n
(k1)3
2
2
12
21
l
l
1
n
33
22
n
l
(k1)1
2
2m
l
l l
n
l
l
2
21
l
n
32
3
2
l
l
2
l
3m
2
1m
(k1)3
1
33
22
l
l
1
2
(k1)2
1
1
1
l l
1
2
l l
2
2
l
l l
1
1
l
1
l
2
32
2
23
3
22
1
l
2
,
,
dan setiap titik
,
,
,,
,
nya
dihubungkan oleh suatu lintasan. Pada penelitian ini akan ditentukan bilangan
kromatik lokasi untuk graf
,
untuk , ,
bilangan asli.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan bilangan kromatik lokasi dari graf
,
dengan
, ,
sebarang bilangan asli.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan wawasan tentang teori graf terutama tentang bilangan kromatik
lokasi dari graf amalgamasi bintang
,
.
2. Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas dan memperdalam ilmu
matematika dalam bidang teori graf terutama tentang bilangan kromatik lokasi
dari graf amalgamasi bintang
,
.
3. Sebagai bahan kajian untuk referensi penelitian lanjutan mengenai bilangan
kromatik lokasi dari suatu graf.
II.
KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON
Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf
sebagai landasan teori pada penelitian ini.
2.1 Konsep Dasar Graf
Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar dari graf yang diambil dari
Deo, 1989. Sebuah graf G adalah himpunan terurut (V(G), E(G)), dengan
( )
menyatakan himpunan titik (vertex) { ,
0, dan
( )
} yakni pasangan tak terurut dari
( ).
menyatakan himpunan sisi (edge) { ,
} dari
,
,
dengan
Banyaknya himpunan titik ( ) disebut orde dari graf . Jika
oleh sisi
maka
dan
dan
dihubungkan
dikatakan bertetangga (adjacent), sedangkan titik
dikatakan menempel (incident) dengan sisi
menempel dengan titik
( )
, demikian juga sisi
dan
dikatakan
dan . Himpunan tetangga (Neigborhood) dari suatu titik v,
dinotasikan dengan N(v) adalah himpunan titik-titik yang bertetangga dengan v.
Derajat dari titik
( ) adalah banyaknya sisi yang menempel pada titik
dinotasikan ( ). Derajat daun (pendant vertex) adalah titik yang berderajat satu.
9
Loop adalah sisi yang memiliki titik awal dan titik akhir yang sama. Sisi paralel
adalah sisi yang memiliki dua titik ujung yang sama. Graf yang tidak mempunyai sisi
ganda atau loop disebut graf sederhana (simple graph). Pada graf terhubung G, jarak
dan y adalah panjang lintasan terpendek diantara kedua titik
diantara dua titik
tersebut, dinotasikan dengan ( , ).
Istilah lain yang sering muncul pada pembahasan graf adalah jalan (walk), lintasan
(path) dan sirkuit (circuit). Jalan (walk) adalah barisan berhingga dari titik dan sisi
dimulai dan diakhiri dengan titik sedemikian sehingga setiap sisi menempel dengan
titik sebelum dan sesudahnya. Lintasan (path) adalah jalan yang memiliki dan
melewati titik yang berbeda. Graf G dikatakan graf terhubung jika terdapat lintasan
yang menghubungkan setiap dua titik yang berbeda. Sirkuit adalah lintasan tertutup
(closed path), yaitu lintasan yang memiliki titik awal dan titik akhir yang sama.
Sirkuit dibedakan menjadi dua macam, yaitu sirkuit genap dan sirkuit ganjil. Sirkuit
genap adalah sirkuit dengan banyaknya titik genap, dan sirkuit ganjil adalah sirkuit
dengan banyaknya titik ganjil.
e5
v2
e2
v1
e8
e7
e4
v4
v7
v5
e6
e3
e1
v3
e 10
e
9
v6
e11
Gambar 4. Contoh graf G dengan 7 titik dan 8 sisi
10
Berdasarkan uraian di atas, pada Gambar 4. terlihat ( ) = { ,
dan
( )=
,
,
,
,
,
,
,
menempel (incident) dengan titik
. Titik
dan
dan
pada titik
,
bertetangga dengan titik
( ) = 3 , dan
yaitu
.
Dapat.dilihat
dan titik
,
,
,
bahwa
}
sisi
dan
karena terdapat sisi-sisi yang
bertetangga dengan titik
, maka dapat ditulis
( ) = 5,
,
menempel pada sisi
. Demikian pula dengan titik
Derajat graf pada Gambar 4. adalah
( )= 3,
,
bertetangga (adjacent) dengan titik
menghubungkan
, dan titik
,
,
( ) = 2,
( )={ ,
( )=6
}.
( ) = 2,
( ) = 1 adalah daun karena berderajat satu. Loop
, sedangkan
,
,
dan
disebut sisi-sisi paralel pada graf
yang mempunyai 2 titik ujung yang sama. Secara jelas dapat disimpulkan bahwa graf
pada Gambar 4. bukan merupakan graf sederhana karena pada graf tersebut memiliki
loop dan sisi paralel. Contoh jalan pada Gambar 4. dapat dipilih
, contoh lintasan adalah
dan contoh sirkuit adalah
.
Berikut ini adalah lemma dan teorema yang menyatakan derajat dari suatu graf.
11
Lemma 2.1 (Narsing Deo dkk. 1989) Jumlah derajat semua titik pada graf G adalah
genap, yaitu dua kali jumlah sisi pada graf tersebut. Dengan kata lain jika
( , )
maka :
( )=2
Contoh dari
(2.1.1)
jumlah derajat seluruh titik pada graf Gambar 4. adalah
( )+
( )+ ( )+ ( )+ ( )+ ( )+ ( ) = 5+2+6+2+3+3+1 =
22 = dua kali jumlah sisi.
Teorema 2.1 (Narsing Deo dkk. 1989) Untuk sembarang graf G, banyaknya titik
yang berderajat ganjil, selalu genap.
Bukti : Jika titik-titik berderajat ganjil dan genap dipandang secara terpisah, jumlah
ruas kiri persamaan (2.1.1) dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan.
Pertama diperoleh dari titik-titik berderajat ganjil dan kedua dari titik-titik berderajat
genap. Jadi,
( )=
+
(
)
dari titik-titik genap dan
dengan
(2.1.2)
(
) dari titik-titik ganjil. Karena ruas
kiri persamaan (2.1.2) genap, dan suku pertama dari ruas kanan adalah genap, maka
suku kedua ruas kanan juga pasti genap.
(
) = sebuah bilangan genap
(2.1.3)
12
(
Karena dalam persamaan (2.1.3) tiap
) adalah bilangan ganjil, maka jumlah
■
keseluruhannya pastilah genap.
Berikut ini akan dijelaskan juga mengenai subgraf, graf Eurelian dan graf
Hamiltonian. Sebuah subgraf dari graf (V(G), E(G))adalah sebuah graf (V(H), E(H))
sedemikian hingga ( )
5. graf
( )
( ), dan
( ). Sebagai contoh pada Gambar
adalah salah satu subgraf dari graf .
v2
e1
e2
v3
v1
e6
e5
v5
v3
v1
e6
e3
v4
e4
v4
v5
G
H
Gambar 5. Graf
Graf
e3
dan graf ,
dikatakan Eulerian jika terdapat lintasan tertutup yang memuat semua sisi
pada graf . Lintasan yang demikian disebut lintasan Eulerian (Eulerian path).
v2
v3
v7
v1
v6
Gambar 6. Contoh graf
v4
v5
Eulerian
13
Dari Gambar 6., dapat ditentukan lintasan tertutup
.Jadi
Sirkuit dalam graf
Graf
merupakan graf Eulerian.
yang memuat semua titik dari
, disebut sirkuit Hamiltonian.
yang memiliki sirkuit Hamiltonian disebut graf Hamiltonian.
v1
v2
v3
v4
v8
v7
v6
v5
Gambar 7. Contoh graf
Halmitonian
Contoh sirkuit Hamiltonian pada Gambar 7. adalah
.
2.2 Graf Pohon dan Beberapa Kelas dari Graf Pohon
Misalkan
adalah graf terhubung,
disebut pohon (tree) jika dan hanya jika
tidak memuat siklus. Suatu graf yang setiap titiknya mempunyai derajat satu disebut
daun (pendant vertex). Sedangkan hutan (forest) merupakan kumpulan pohon yang
saling lepas. Dengan kata lain, hutan merupakan graf tidak terhubung yang tidak
memuat sirkuit.
14
T
H
Gambar 8. Contoh pohon dan hutan
Beberapa kelas graf pohon yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai berikut
1. Graf Bintang (Star Graph)
Graf bintang K1,n (star) adalah suatu graf terhubung yang mempunyai satu titik
berderajat n yang disebut pusat dan titik lainnya berderajat satu .
Gambar 9. Graf bintang
,
15
2. Graf Bintang Ganda (Double Star Graph)
Suatu graf pohon disebut graf bintang ganda jika graf pohon tersebut mempunyai
tepat dua titik
berderajat
dan
+ 1 dan
berderajat lebih dari satu. Jika
+ 1 , dinotasikan dengan
,
dan
berturut-turut
(Chartrand dkk.,2002).
Gambar 10. Graf bintang ganda
,
3. Graf Ulat (Caterpillar Graph)
Graf ulat adalah graf pohon yang memiliki sifat apabila dihapus semua daunnya
akan menghasilkan lintasan (Gallian.,2012).
Gambar 11. Graf ulat
16
4. Graf Pohon Pisang (Banana Tree)
Graf Pohon pisang
,
adalah graf yang diperoleh dari
buah ke graf bintang
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap graf bintang suatu titik baru.
Titik baru itu disebut titik root. (Chen dkk.,1997).
Gambar 12. Graf pohon pisang
,
5. Graf Kembang Api
Graf kembang api seragam,
bintang
,
adalah graf yang diperoleh dari n buah buah graf
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
sebuah lintasan (Chen dkk.(1997)).
Gambar 13. Graf kembang api
,
melalui
17
6. Graf Almagamasi Bintang
Graf almagamasi bintang seragam,
,
adalah amalgamasi dari k
buah graf
bintang K1,m. (Asmiati dkk.(2012))
Gambar 14. Graf almagamasi bintang
,
Selanjutnya diberikan beberapa lemma dan teorema yang berkaitan dengan graf
pohon sebagai berikut:
Teorema 2.2 (Harsfield, N. dan G. Ringel, 1994) Jika
(vertex ) dan
Bukti: Jika
sisi (edge), maka
=
adalah pohon dengan
+ 1.
adalah pohon dengan satu sisi maka teorema benar untuk
Asumsikan teorema benar untuk semua pohon dengan sisi kurang dari
untuk
terpanjang di
, maka
dari
=
+ 1. Misal
ke . Titik
titik
pohon dengan
.
, artinya
sisi. Kita pilih satu lintasan
harus berderajat 1. Karena kalau tidak lintasan
akan menjadi lebih panjang atau terbentuk siklus di
. selanjutnya kita buang titik ,
18
terbuang. Sehingga pohon terbentuk dengan (
akibatnya sisi terhubung titik
dan (
=
1=(
1) sisi dengan asumsi
1) + 1 diperoleh
1)
1=
atau
■
+ 1.
Teorema 2.2 (Harsfield, N. dan G. Ringel, 1994) Graf
adalah pohon jika dan
hanya jika ada terdapat tepat satu lintasan diantara kedua titik tersebut.
Bukti:
(1) Akan ditunjukkan graf
adalah pohon maka ada terdapat tepat satu lintasan di
antara kedua titik. Misalkan
dihubungkan lintasan
=
dalam
ke
dan
, selanjutnya
pohon ,
dan
. Anggaplah dua
=
Untuk beberapa ,
yang juga dalam
,
dengan
yang juga
, maka kita lihat pada
, karena ada dua lintasan
dari
ke
berbeda
sampai ditemukan suatu titik yang memuat
=
maka pohon
lintasan dari
. Jika
sehinggmempunyai siklus . Jika
Selanjutnya
titik-titik di
.
sebagai asumsi.
sampai ditemukan suatu titik yang memuat dalam
dan selanjutnya ambil
mendapatkan siklus lagi. Tetapi
asumsi bahwa ada dua
kembali ke
, dan kita
adalah pohon, sehingga tidak ada siklus. Jadi
lintasan salah.
(2) Akan ditunjukkan ada terdapat tepat satu lintasan di antara kedua titik maka graf
adalah pohon Misalkan
titik. Pertama perhatikan
adalah graf dengan tepat satu lintasan diantara dua
terhubung. Anggaplah bahwa
mengandung siklus
19
. Jelas bahwa ada dua lintasan dari
ke
. Ini kontradiksi, karena
mempunyai tepat satu lintasan diantara dua titik. Jadi graf
siklus dan
adalah pohon.
tidak memuat
■
III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF
Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002). Konsep
ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.
Pewarnaan titik pada graf adalah : ( )
{1,2,3,
, } dengan syarat untuk setiap
dua titik yang bertetangga harus memiliki warna yang berbeda. Minimum banyaknya
warna yang digunakan untuk pewarnaan titik pada graf disebut bilangan kromatik,
yang dinotasikan ( ).
v2
1
v1
1
v3
2
v5
2
v6
2
v4 1
v7
2
Gambar 15. Contoh bilangan kromatik dengan ( ) = 2
Berikut ini diberikan definisi bilangan kromatik lokasi graf yang diambil dari
(Chartrand, dkk, 2002). Misalkan c
( )
( ) untuk u dan
suatu pewarnaan titik pada graf G dengan
yang bertetangga di G. Misalkan
himpunan titik–titik
yang diberi warna i, yang selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = { ,
,
,
}
✁
adalah himpunan yang terdiri dari kelas – kelas warna dari V(G). Kode warna
dari v adalah k-pasang terurut
( ,
} untuk 1
min{ ( , )|
), ( ,
),
, ( ,
) dengan
( ,
( )
) =
. Jika setiap G mempunyai kode warna yang
berbeda, maka c disebut pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang
digunakan untuk pewarnaan lokasi disebut bilangan kromatik lokasi dari G, dan
( ). Karena setiap pewarnaan lokasi juga merupakan
dinotasikan dengan
pewarnaan, maka ( )
( ).
Teorema 3.1 (Chartrand dkk, 2002) Misal
graf terhubung
. Jika
dan
adalah dua titik pada graf
dan
( )
sehingga
Untuk titik
berada
( ,
,
dalam
)= ( ,
maka ( ,
sehingga
sedemikian
( ).
adalah suatu pewarnaan lokasi pada graf terhubung
={ ,
misalkan
( ). Dalam hal
adalah titik-titik yang tidak bertetangga di
( ) , maka ( )
Bukti: Misalkan
sedemikian sehingga
( ) { , }, maka ( )
( , ) = ( , ) untuk setiap
khusus, jika
adalah suatu pewarnaan lokasi pada
,
,
} adalah partisi dari titik-titik
ke dalam kelas warna
( ), andaikan ( ) = ( ) sedemikian sehingga titik
kelas
warna
)= 0. Karena
)= ( ,
yang
sama,
misal
dari
( , ) = ( , ) untuk setiap
) untuk setiap
,1
bukan pewarnaan lokasi. Jadi ( )
. Akibatnya,
( ).
dan
.
.
dan
Akibatnya,
( ) { , }
( )=
( )
■
✂✂
Akibat 3.1 (Chartrand dkk, 2002) Jika
suatu titik yang bertetangga dengan
Bukti: Misalkan
adalah suatu graf terhubung yang memuat
( )
daun di , maka
adalah suatu titik yang bertetangga dengan
. Berdasarkan Teorema 3.1, setiap pewarnaan lokasi dari
, = 1,2,
yang berbeda untuk setiap
maka
( )
, . Karena
+ 1.
daun
,
,
,
di
mempunyai pewarnaan
bertetangga dengan semua
harus mempunyai warna yang berbeda dengan semua daun
,
. Akibatnya
■
+ 1.
v22
v3 3
v1
v 71
v8 2
v9
2
1
v4
v6 3
4
v5 1
Gambar 16. Contoh pewarnaan lokasi minimum pada Graf
Teorema 3.2 (Chartrand dkk, 2003) Misalkan
maka
( )
adalah derajat maksimum di graf
+ 1.
Beberapa teorema penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Teorema 3.3 (Chartrand dkk, 2002) Bilangan kromatik lokasi graf lintasan
(
3) adalah 3.
✄☎
Bukti: Perhatikan bahwa
untuk
( ) = 2 . Jelaslah bahwa
3 . Berdasarkan Teorema 3.2.
( )
= 2 maka
( )
maksimum. Karena pada
Jadi,
( ) = 1 dan
( )
,
+ 1, dengan
( )
3
derajat titik
( )
2 + 1. Akibatnya
3.
■
3.
1
2
3
v1
v2
v3
1
v4
2
v5
1
2
1
v6
vn1
vn
Gambar 17. Pewarnaan lokasi minimum pada graf lintasan
Teorema 3.4 (Chartrand dkk, 2002)
Untuk bilangan bulat
dan
dengan
Bukti: Berdasarkan Akibat 3.1, diperoleh batas bawah yaitu
,
+ 1.
1
dan
2,
,
=
+1.
Selanjutnya, akan ditentukan batas atasnya, yaitu
+ 1. Misalkan
,
adalah pewarnaan titik menggunakan ( + 1) warna sebagaimana terlihat pada
Gambar 18. Perhatikan bahwa kode warna dari setiap titik
adalah pewarnaan lokasi.Jadi,
,
+ 1.
,
berbeda, akibatnya
■
✆✝
1
2
2
3
1
b 1
a
v
u
a 1
b
Gambar 18. Pewarnaan lokasi minimum pada Graf
Teorema 3.5 (Chartrand dkk, 2002)
mempunyai bilangan kromatik
k 1 uk 1
k
1
2
v1
v2
v3
1
v4
{3, 4,
Bukti: Pertama misalkan
= , misalkan
pada
=
,
,
,
,
. Berikanlah warna
jika
2, }.
vnk 1
3 dan
( )=
= 3, misalkan
=
. Sehingga diasumsikan bahwa 4
:
,
,
,
pada
, warna 1 pada
pada
,
2.
dengan menambahkan
dan hubungkan setiap
ganjil, dan warna
Gambar 19. Dengan demikian
dengan
2, }. Untuk
,
didapat dari lintasan
1) titik baru
dengan
,
2
Gambar 19. Pohon T dari berorde
(
{3, 4,
jika dan hanya jika
1
u2
Misalkan
5 yang
Terdapat pohon berorde
u1
2
untuk
,
, untuk 1
jika
1
genap , warna 2
, untuk 1
( ) adalah pewarnaan lokasi,
1 lihat
( )
.
✞✟
( )
berdasarkan akibat 3.1
Lemma 3.2 (Asmiati dkk, 2011) Misalkan
menggunakan paling sedikit
pewarnaan
lokasi
jika
( ) = 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi dari
warna dengan
dan
− 1 dan
)
,
2. Pewarnaan
( ) = ( ),
hanya
(
■
( )= .
maka
= 1,2,3,…,
,
adalah
mengakibatkan
− 1 adalah dua himpunan
yang berbeda.
=
(
Bukti:
Misalkan
1,2,3,…,
− 1}. Misalkan
)
(
∈
)
dan
≠
kelas-kelas warna |Π| ≥
terdapat warna
. Andaikan
= 1,2,3,…,
maka kode warna dari
kontradiksi. Akibatnya
−1
=
,
(
)
ordinat ke
Jika
(
( , ) untuk
( ) dari terhadap
≠
. Karena
∈
,
, maka
.
( ), karena kedua kode warna tersebut berbeda pada
atau ke- .
(
−1 ,
sedemikian sehingga ( ∈ , ∉ ) atau ( ∈ , ∉ ).
( )≠
)≠
=
≥ 2 dan
= 1,2,3,…,
. Misalkan Π suatu partisi dari
. Pandang ( ) = ( ), ≠
dan
Jelas bahwa
≥ 2,
)
bukan pewarnaan lokasi, suatu
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap
,
. Karena ( , ) =
−1 ∪ =
sama. Jadi
= { ( (
dan
adalah pewarnaan lokasi dari
( ) = ( ), untuk suatu ≠
setiap
= 1,2,3,…,
), untuk setiap
≠
, dibagi menjadi dua kasus.
✠6
Kasus 1:
Jika ( ) = ( ), maka berdasarkan premis dari teorema ini,
(
)≠
Kasus 2: Misalkan
(
(
( )=
( )=
dan
≠
, dengan
(
. Maka
)≠
) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya
( )= (
Jika
. Jadi
).
pada ordinat yang ke
≠
dan
.
( ) memuat sedikitnya dua
), maka kode warna dari
( )=
komponen yang bernilai 1. Akibatnya
(
).
Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk semua titik
di
,
berbeda, maka
Lemma 3.3 (Asmiati dkk, 2011) Misalkan
+
menggunakan
warna dan
( )= (
( ).
≤
Bukti: Misal
■
merupakan pewarnaaan lokasi.
adalah pewarnaan lokasi dari
adalah pewarnaan lokasi dari ,
+ −1
+ − 1)
, ≥ 0, maka
−1
,
suatu titik tetap , misal ( ) warna dari titik tengah
= 1,2,3,…,
warna yang digunakan oleh
+
menggunakan
. maka banyak kombinasi
−1
adalah
Karena satu warna digunakan untuk titik pusat amalgamasi
(
+
− 1)
untuk
,
untuk
diperoleh nilai maksimum dari
maka
≤
( ).
setiap
adalah
= 1,2,3,…, .
( )= (
+
warna, Untuk
− 1)
+
−1
.
−1
, maka terdapat
Dari
+
Lemma
−1
,
−1
3.2,
≥ 0,
■
27
Teorema 3.6 (Asmiati dkk, 2011) Jika
≥ 0,
≥ 2, dan
( )= (
+
+
− 1)
=
2 ≤ ≤ (0), ≥ 3
( − 1) < < ( ), ≥ 1
;
;
+
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
(0) =
≤
,
untuk
− 1.
(1) Batas bawah dari
,
.
Berdasarkan Akibat 3.1, setiap titik
bertetangga dengan (
titik = 1,2,3,…, . Dengan demikian
(2) Batas atas dari
Misalkan
untuk
≥ 3, maka
,
2≤
−1
−1
,
≥
− 1)daun, untuk
.
,
adalah pewarnaan dari
,
menggunakan
mengurangi keumuman , misal ( ) = 1 dan ( ) =
+ 1 untuk
warna. Tanpa
= 1,2,3,…, .
Karena daun-daun harus mempunyai kode warna yang berbeda, maka daun-daun
= 1,2,…,
− 1 diberi warna oleh {1,2,…, }\ { + 1} untuk sebarang .
Maka, berdasarkan Lemma 3.1,
,
≤
Selanjutnya,
( − 1) <
.
akan
<
adalah pewarnaan lokasi. Dengan demikian
dicari
batas
bawah
( ), ≥ 1 , yaitu sebagai berikut.
dan
batas
atas
untuk
28
(1) Batas bawah dari
>
Karena
,
( − 1), maka berdasarkan Lemma 2.3,
>
sisi lain, jika
( ) maka berdasarkan Lemma 3.3,
Dengan demikian,
(2) Batas atas dari
≥
,
+
( − 1) <
jika
(
)
= 1,2,3,…,
Lemma 3.3,
( − 1) <
)≥
,
+
+ 1.
( ).
<
adalah 2,3,…,
+
. Karena
( ), ≥ 1 maka banyak titik tengah yang mempunyai warna
<
+
yang sama tidak lebih dari
jika
(
+ . Pada
,
Karena ( ) = 1 dan warna dari titik tengah
( − 1) <
≥
,
−1
≠
+1
, untuk sebarang
−1
(
)
= 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi. Jadi,
− 1 . Berdasarkan
,
≤
4
3
5
1
6
6
3
1
2
4
1
5
2
+
untuk
■
( ).
<
. Akibatnya
4
3
6
4
1
2
5
1
6
2
5
3
Gambar 20. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
29
1
3
3
1
2
2
4
2
4
3
3
4
2
1
1
4
2
1
3
3
1
4
3
2
1
2
4
Gambar 21. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dikaji dan didiskusikan hasil-hasil penelitian untuk bilangan
kromatik lokasi pada graf amalgamasi bintang tertentu
ini diberikan konstruksi graf
2m
l
l
1
23
1
l
l1
1
2
2m
1
32
l
l
33
1
l
1
31
1
l
3m
1m
l l
(k1)1
x
l
l
13
1
l
1
k1
1
l l
12
1
l
(k1)m
1
11
y
1
l
2
2
2
21
l
x
2
l
13
2
n
l
l
3
23
n
l l2
(k1)2
2
12
l
l
n
2
31
21
l
l
k 1
l
n
1m
l
13
l l
12
11
y
1
n
3m
n
l
n
( k 1) 2
n
n
k 1
l
n
11
n
✡
n
l
3
( k 1)1
l
n
y
2
Gambar 22. Konstruksi graf
x
n
(k1)m
l
n
n
2
l
2
n
n
(k1)3
2
2
22
l
l
1
2m
n
33
32
(k1)1
2
l
n
l
l l
3m
2
l
l
2
1m
l
. Berikut
☛
l
2
l
2
(k1)2
1
(k1)3
1
33
22
l
1
1
1
2
l l31
2
2
l
1
1
21
l
l
☛
2
32
2
23
3
22
l l
l
2
l
l
untuk
.
✡
1
1
✡
n
( k 1) m
35
Misalkan graf amalgamasi bintang tertentu adalah graf yang diperoleh dari
dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap
☞
lintasan. Graf amalgamasi bintang tertentu dinotasikan
✍
✍
= 1,2,3,…, ;
✍
,
1,2,3,…,
= {
= 1,2,3,…, − 1,
| = 1,2,3,…, − 1} ∪
− 1,
☞
= 1,2,3,…,
,
graf
melalui sebuah
☞
. Misalkan
= 1,2,3,…,
,
✌
☞
dan
| = 1,2,3,…, ;
=
.
5.1 Bilangan Kromatik Lokasi
,
untuk
≤
, ,
dengan
Bilangan
Asli
Pada bagian ini akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi
dengan
, ,
,
untuk
≤
bilangan asli.
Teorema 5.1
Misalkan
,
adalah graf amalgamasi bintang tertentu untuk ≤
≥ 2 dan
,
≥ 2
,
=
+1
;1 ≤
+2
;
≤
−1
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
1≤
≤
,
untuk
36
(1) Batas bawah dari
Berdasarkan
,
Akibat
= 1,2,3,…, − 1
bertetangga
(2) Batas atas dari
Misalkan
setiap titik
= 1,2,3,…,
untuk
dengan
daun.
Dengan
dan
demikian
+ 1.
≥
,
3.1,
(5.1.1)
,
adalah suatu pewarnaan lokasi dari
,
menggunakan (
+ 1)
warna.
Misal beri warna:
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…,
( ) = 2, untuk
= {2,3,…,
= {1,2,3,…,
ganjil dan ( ) = 3, untuk
+ 1}, untuk
+ 1} ✧
= 1,2,3,…,
genap,
= 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…, − 1
, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…,
− 1 dan = 1,2,3,…,
akan membangun suatu partisi Π = {
Akibatnya pewarnaan
pada
, dengan
,
untuk
= 1,2,3,…,
untuk setiap
,
,
,
,…,
}
adalah himpunan dari semua titik yang bewarna
+ 1. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna
berbeda. Misalkan
, ∈
,
dan
( )= ( )
( )≠
( ) karena
maka pandang kasus-kasus berikut ini:
Jika =
( , )≠
,
=
( , ).
untuk suatu ,
dan
≠
, maka
37
Jika
=
,
=
( ) , titik yang diberi warna (
( ), karena pada
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua
( ) , titik yang diberi warna
komponen bernilai satu, sedangkan pada
(
( )≠
untuk suatu , , , maka
+ 1) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
untuk suatu , , , dan
≠
( ) , titik yang diberi warna (
karena pada
, maka
Jika
=
,
( ),
+ 1) terdapat sekurang( ) , titik yang
kurangnya dua komponen bernilai satu, sedangkan pada
diberi warna (
( )≠
+ 1) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
=
, untuk suatu
( ) , titik yang diberi warna (
,
maka
( )≠
( ). karena pada
+ 1) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna (
+ 1) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
, untuk suatu
, ,
dan
≠
( ) , titik yang diberi warna (
maka
( )≠
( )
+ 1) terdapat tepat dua
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
(
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
=
untuk suatu , ,
( ), titik yang diberi warna (
maka
( )≠
( ). karena pada
+ 1) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna (
+ 1) terdapat
tepat satu komponen yang bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
untuk suatu
, , ,
dan
( ) , titik yang diberi warna (
≠
maka
( )≠
( )
+ 1) terdapat tepat dua
38
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
(
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
=
Jika
=
,
maka untuk suatu , ,
( ), titik yang diberi warna (
komponen
(
( ) karena pada
+ 1) terdapat sekurang-kurangnya dua
( ), titik
bernilai satu, sedangkan pada
yang diberi warna
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
=
Jika
( )≠
maka
=
,
( )≠
, maka untuk suatu , , , ,
( ) karena pada
dan
≠
( ), titik yang diberi warna (
, ≠
maka
+ 1) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu, sedangkan pada ( ), titik
yang diberi warna (
=
Jika
=
,
=
Jika
, maka untuk suatu , , , , ≠
≠
karena titik
=
,
sehingga ( , ) ≠
( )≠
( )
( )≠
( )
maka
( , ).
, maka untuk suatu , , , , ≠
≠
karena titik
+ 1) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
maka
sehingga ( , ) ≠ ( , ) .
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua
untuk
≤
adalah berbeda. Jadi
,
≤
+ 1.
,
(5.1.2)
Berdasarkan (5.1.1) dan (5.1.2) dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua
,
Jadi
untuk
,
=
≤
,
+ 1.
≥ 2 dan
≥ 2, untuk 1 ≤
≤
adalah berbeda.
■
39
Sebagai ilustrasi, diberikan pewarnaan lokasi
untuk 1 ≤
,
≤ 2 yang
dapat
dilihat pada gambar berikut:
1
5
4
3
3
1
3
5
4
5
1
1
3
Gambar 23. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
Selanjutnya akan dicari batas bawah dan batas atas untuk
(1) Batas bawah dari
ditunjukkan bahwa (
≥
,
≥ 2 dan
dengan
{1,2,3,…,
≥ 2 dan
≠
,
≥
>
>
.
+ 1}. Sangat jelas
+ 2 untuk
+ 1 untuk >
=
= 1,2,3,…,
>
+ 1) lokasi
. Karena
sedemikian hingga
= 1,2,3,…, − 1,
suatu
untuk 1 ≤
≤ 2
, tetapi akan
+ 1) tidaklah cukup untuk mewarnai. Untuk suatu
kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan (
, , ,
,
,
Berdasarkan akibat 3.1 diperoleh
,
4
1
2
≤
2
2
4
2
1
5
3
2
.
>
pada
,
untuk
, maka terdapat suatu
,
akibatnya
=
,
=
=
untuk
adalah sama, suatu kontradiksi. Jadi
(5.1.3)
40
(2) Batas atas dari
,
Misalkan adalah pewarnaan dari
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…,
( ) = 2, untuk
= {2,3,…,
= {1,2,3,…,
menggunakan (
,
ganjil dan ( ) = 3, untuk
+ 2}, untuk
+ 2} ✎
genap,
= 1,2,3,…, dan
+ 2) warna.
= 1,2,3,…,
= 1,2,3,…, − 1
, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…,
− 1 dan = 1,2,3,…, .
Jika
= {1,2,3,…,
= 1,2,3,…,
Pewarnaan
+ 2}, didefinisikan
=
✎ {1,2}
,
{
+ 2} ,
✎
akan membangun suatu partisi Π =
bahwa kode warna dari semua titik di
(
)=
jika = 1, = 1
lainnya.
0
1
2
2
;
;
;
;
,
berbeda.
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen − ( + 1)
lainnya
Untuk ≥ 2 ganjil
( )=
0
1
2
;
;
;
+3 ;
komponen ke − 1
komponen ke − 2 dan ke −
komponen ke – + 1
lainnya
,
. Akan ditunjukkan
41
Untuk ≥ 2 genap
( )=
0
2
1
;
;
;
;
+3
(
)=
1
0
1
3
3
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke −
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − 3
komponen ke − ( + 1)
lainnya
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − 3
komponen ke − ( + 1)
lainnya
Untuk ≥ 2 ganjil
( )=
1
0
1
3
+2
Untuk ≥ 2 genap
1
1
0
3
+2
( )=
( )=
1
1
1
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( + 1)
lainnya
42
(
1
0
1
3
)=
Untuk = 2,3,…,
1
0
1
3
=
Untuk ≥ 2
(
Untuk
(
(
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( − 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
−1
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( + 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
= 1,2,3,…,
−1
=
1
1
1
+4
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
)=
2
1
2
0
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
= 2,3,…,
)=
)=
2
1
0
2
2
;
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
2
1
0
2
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − 2
komponen ke − ( + 1)
lainnya
43
(
2
1
0
4
=
)
;
;
;
;
komponen ke − 1
komponen ke − ( − 1)
komponen ke − ( + 1)
lainnya
≥ 2 , = 1,2,3,…,
Untuk
0
1
+5
=
Karena
kode warna
Pewarnaan
>
;
;
;
lokasi
− 1, = 1,2,3,…,
komponen ke −
komponen ke − ( + 1)
lainnya
dari semua titik
pada
.
,
berbeda,
Jadi
akibatnya
,
≤
+2
.
adalah
untuk
(5.1.4)
Berdasarkan persamaan (5.1.3) dan (5.1.4), dapat disimpulkan bahwa kode warna
dari semua
berbeda. Jadi
untuk ≤
,
,
=
,
≥ 2 dan
>
adalah
■
+ 2.
Sebagai ilustrasi, diberikan pewarnaan lokasi
dilihat pada gambar berikut:
≥ 2, untuk
,
untuk
> 2 yang
dapat
44
1
5
4
1
3
3
6
1
3
5
4
5
1
1
2
1
3
3
2
1
5
3
2
1
4
5
4
1
1
>
untuk
,
1
3
> 2
untuk
, ,
dengan
Bilangan
Asli
Pada bagian ini akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi
dengan
, ,
untuk
,
>
bilangan asli.
Lemma 5.1
Misalkan
adalah pewarnaan lokasi dari
( − ) warna dengan
>
,
≥ 2,
,
menggunakan paling
≥ 2 , ≥ 0,
(
)
= 1,2,3,…,
−
dan { (
sedikit
− 2. Pewarnaan
= ( ),
adalah pewarnaan lokasi jika dan hanya
mengakibatkan
=
≠
dan
≠
)| = 1,2,3,…, } adalah dua
himpunan yang berbeda.
Bukti: Misalkan
Misalkan
=
(
)
= 1,2,3,…,
adalah pewarnaan lokasi dari
= { (
dan
,
,
>
,
)| = 1,2,3,…, }.
≥ 2,
2
3
3
Gambar 24. Pewarnaan lokasi minimum pada graf
,
5
1
2
5.2 Bilangan Kromatik Lokasi
5
3
2
2
3
4
5
1
3
1
2
4
4
1
1
5
4
2
2
4
2
5
3
2
≥ 2, ≥ 0, dan
4
45
= ( ) , untuk suatu
( , )=
{ (
( , )
≠
,
untuk
≠ . Andaikan
dan
∈ ✏
setiap
)| = 1,2,3,…, } , maka kode warna dari
= ( ), ≠
, dan ≠ . Karena
( ∈ , ∉
sedemikian sehingga
ordinat ke
≠
Jelas bahwa
Kasus 1: Jika
(
Kasus 2: Misalkan
), untuk setiap
(
, maka terdapat warna
∈
,
dan
). Selanjutnya akan
berbeda.
≠
, dibagi menjadi dua kasus.
≠
. Jadi
).
dan ( ) =
=
, dengan
≠
. Maka
≠
) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya
dan
.
Jika ( ) = ( ), maka kode warna dari
yang bernilai 1. Akibatnya
≠
.
( ), karena kedua kode warna tersebut berbeda pada
pada ordinat yang ke
bukan
.
= ( ) , maka berdasarkan premis dari teorema ini,
≠
(
∪
atau ke- .
≠
Jika
= 1,2,3,…,
sama. Jadi
) atau ( ∈ , ∉
ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap
. Karena
( ) dari terhadap kelas-kelas warna |Π| ≥
Misalkan Π suatu partisi dari
Pandang
)
dan
≠
pewarnaan lokasi, suatu kontradiksi . Akibatnya
(
=
( )=
( ).
Jika ( ) = ( ), maka kode warna dari
yang bernilai 1. Akibatnya
( )=
( ) memuat sedikitnya 1 komponen
( ).
( ) memuat sedikitnya 2 komponen
46
Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk semua titik
di
berbeda, maka
,
■
merupakan pewarnaaan lokasi.
Lemma 5.2
≥ 1,
Misalkan
dari
,
≥ 0 ,
(
( )=
dan
=
−
− 2 jika
)
, maka
≥
misalkan ( ) adalah warna dari titik antara
= 1,2,3,…,
untuk setiap = 1,2,…,
adalah
−1
dan
(
lokasi
,
. Untuk suatu ,
, maka banyaknya kombinasi warna
. Karena satu warna sudah digunakan
, maka terdapat ( −
untuk mewarnai titik pusat
maksimum untuk
−
adalah
−
( ).
adalah pewarnaan ( − ) lokasi dari
Bukti: Misalkan
dari
adalah pewarnaan
− 1)warna untuk mewarnai
= 1,2,3,…, − 1. Dari Lemma 4.2, diperoleh nilai
)
=
( ),
■
≥ 0.
Teorema 5.2
adalah graf amalgamasi bintang tertentu untuk ≥ 0,
Misalkan
,
≥ 3,
≥ 2,
,
=
=
−
−
−
+1
−2
; 1≤
;
≤
( )
,
>
,
47
Bukti: Pertama-tama akan dicari batas bawah dan batas atas dari
1≤
≤
(
( )=
)
.
(1) Batas bawah dari
Berdasarkan
,
Akibat 3.1,
setiap titik
= 1,2,3,…, − 1 bertetangga dengan
,
≥
untuk
=
−
= 1,2,3,…,
(2) Batas atas dari
dan
− 1 daun. Dengan demikian
− .
Misalkan
untuk
,
(5.1.5)
,
adalah suatu pewarnaan lokasi dari
menggunakan
,
( − ) warna.
Misal beri warna:
( ) = 1, untuk = 1,2,3,…, .
( ) = 2, untuk
ganjil dan ( ) = 3, untuk
genap,
= 1,2,3,…, .
= {2,3,…, − }, untuk = 1,2,3,…, dan = 1,2,3,…, − 1.
= {1,2,3,…, − } ✑
, untuk
= 1,2,3,…,
dan
= 1,2,3,…, − 1 dan = 1,2,3,…, .
Akibatnya pewarnaan
pada
, dengan
,
akan membangun suatu partisi Π = {
,
,
,…,
}
adalah himpunan dari semua titik yang bewarna
untuk = 1,2,3,…, − . Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk
setiap
,
berbeda. Misalkan
pandang kasus-kasus berikut ini:
, ∈
,
dan
( ) = ( ) maka
48
Jika
=
=
,
( , )≠
Jika
=
untuk suatu , dan ≠
( )≠
, maka
( ) karena
( , ).
=
,
( ), titik
( )≠
untuk suatu , , , maka
( ), karena pada
yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-kurangnya 1
komponen bernilai satu, sedangkan pada
( ) , titik yang diberi warna
( − ) memuat tepat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
untuk suatu , , , dan ≠
( )≠
, maka
( ),
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-
karena pada
( ), titik yang
kurangnya 1 komponen bernilai satu, sedangkan pada
diberi warna ( − ) memuat tepat satu komponen yang bernilai 1.
Jika
=
,
=
, untuk suatu
,
maka
( )≠
( ), karena pada
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna ( −
) terdapat
sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
Jika
=
,
karena pada
=
, untuk suatu
, , dan
≠
maka
( )≠
( )
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
−
Jika
terdapat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai satu.
=
,
=
untuk suatu , ,
maka
( )≠
( ). karena pada
( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua komponen yang
bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat
tepat satu komponen yang bernilai satu.
49
Jika
=
,
=
untuk suatu
, , ,
≠
dan
maka
( )≠
( )
( ) , titik yang diberi warna ( − ) terdapat tepat dua
karena pada
komponen yang bernilai 1, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
( − ) terdapat tepat satu komponen yang bernilai satu.
Jika
=
=
,
maka untuk suatu
, ,
( )≠
maka
( ) karena
( ), titik yang diberi warna ( − ) terdapat sekurang-kurangnya
pada
dua komponen bernilai satu, sedangkan pada ( ), titik yang diberi warna
( − ) terdapat tepat satu komponen yang bern