KETAHANAN PANAS KOMPOSIT MATRIK PHENOLIC BERPENGUAT ABU TERBANG

(1)

ABSTRAC

HEAT RESISTANCE OF PHENOLIC MATRIX COMPOSITE WITH FLY ASH COAL AS AMPLIFIER

Oleh :

MUHAMMAD IRVAN

Fly ash is the waste produced at coal combustion process, the amount is large enough to require management that does not cause environmental problems. Braking systems on trains require a brake canvas material that can be made using composites, waste fly ash as reinforcement composite. Operating temperature of the brake canvas that is up to 350°C, so the research for heat resistance of brake canvas is required. The purpose of this research was to determine the heat resistance of phenolic matrix composite with fly ash coal as amplifier.

Composites that are used is particle type of composite with ratio of phenolic resin of 50%, 60%, 70%, 80% as a matrix, BaSO4 10% as a filler, fly ash 40%, 30%, 20%, 10% as an amplifier. Research method conducted by mixing the composition (mixing) phenolic, BaSO4 and fly ash for 10 minutes to obtain a homogeneous mixture, then heat up the composite totemperature of 250°C and pressed with pressure of 5 tons for 20 minutes. Once the suppression process is complete, continued with the curing process. In the curing process, composite specimen is heated using the furnace for 4 hours at temperature of 150°C. In this research the specimen was formed into powder. Thermogravimetric testing can be done.

Composite of 40% fly ash/Phenolic has the highest heat resistance and composite of 10% fly ash/Phenolic has low heat resistance. The early reduction between temperature of 100-150°C is the reduction of water vapor, the next phase in the temperature range 150-350°C is the weight reduction of the phenolic resin in the sample because the resin decomposition point range between 240-280°C. Last phase is the temperature of 350-1000°C where there is a reduction in phenolic resin that has not decomposed due to temperatures above 300°C phenol resin will burn back without going through the melting process. BaSO4ingredients do not experience weight loss because BaSO4has a decomposition point of 1580°C. Fly ash as a composite reinforcement has not undergone weight reduction because the liquid temperature is generally at 900-1600°C. The conclusion of this research is increasingly fly ash in the composite the higher the temperature of the heat resistance of the composite fly ash/phenolic.


(2)

ABU TERBANG(FLY ASH) BATUBARA Oleh :

MUHAMMAD IRVAN

Fly ash adalah limbah yang dihasilkan pada proses pembakaran batubara, jumlah tersebut cukup besar sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan. Sistem pengereman pada kereta api memerlukan bahan kampas rem yang dapat dibuat dengan menggunakan komposit, limbah fly ash sebagai penguat komposit tersebut. Temperatur operasional kampas rem yaitu sampai 350°C, sehingga penelitian ketahanan panas kampas rem diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ketahanan panas komposit berpenguat abu terbang batubara bermatrikphenolic.

Komposit yang digunakan adalah jenis komposit partikel dengan perbandingan phenolic resin 50%, 60%, 70%, 80% sebagai matrik, BaSO410% sebagai bahan pengisi(Filler),fly ash40%, 30%, 20%, 10% sebagai penguat. Metode penelitian dilakukan dengan mencampur komposisi (mixing) phenolic, BaSO4 dan fly ash selama 10 menit sehingga mendapatkan campuran yang homogen, kemudian memanaskan komposit dengan temperatur 250°C dan ditekan dengan tekanan 5 ton selama 20 menit. Setelah proses penekanan selesai selanjutnya adalah proses curing. Pada prosescuring spesimen komposit dipanaskan dengan menggunakan furnace selama 4 jam dengan temperatur 150°C. Pada penelitian ini spesimen dibentuk menjadi serbuk. Pengujianthermogravimetricdapat dilakukan.

Kompositfly ash 40%/Phenolicmemiliki ketahanan panas tertinggi dan komposit fly ash 10%/Phenolic memiliki ketahanan panas terendah. Pengurangan awal antara temperatur 100-150°C yaitu pengurangan uap air, tahap berikutnya pada rentang temperatur 150-350°C adalah pengurangan berat resin phenolic didalam sampel karena titik dekomposisi resin tersebut berkisar antara 240-280°C. Tahap terakhir yaitu antara temperatur 350-1000°C dimana terjadi pengurangan resin fenol yang belum terdekomposisi karena pada suhu diatas 300°C resin fenol kembali akan terbakar tanpa melalui proses pelelehan. Kandungan bahan BaSO4 tidak mengalami pengurangan berat karena BaSO4 memiliki titik dekomposisi sebesar 1580°C. Fly ash sebagai penguat komposit belum mengalami pengurangan berat karena temperatur cair umumnya pada 900-1600°C. Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini yaitu semakin banyak fly ash didalam komposit semakin tinggi pula temperatur ketahanan panas komposit fly ash/phenolic.


(3)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat………..….... 6

Gambar 2. Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya ..………..………... 7

Gambar 3.Mikrostruktur lamina……….…...……….... 10

Gambar 4. Bagan klasifikasi komposit…..……...…...… 12

Gambar 5. Aplikasi material gesek pada rem kereta api ... 23

Gambar 6. Ilustrasi pengereman ...……….. 24

Gambar 7. Penampilan kuantifikasi TGAbaseline.……….…...………….. 28

Gambar 8. Skematis sistem kerja TGA ...……….……….… 29

Gambar 9. Berbagai mekanisme timbangan TGA ....………...………….. 30

Gambar 10. Abu terbang (fly ash)…...………. 32

Gambar 11. Matrikphenolic……….………...…….. 33

Gambar 12. Barium sulfat (BaSO4) ...………. 33

Gambar 13. Cetakan ...………..………. 34

Gambar 14. Timbangan digital……….….…...…...………. 34

Gambar 15.Mixer………...………. 35

Gambar 16. Dongkrak hidrolik ...……….……….…………. 35

Gambar 17.Temperature controller……… 36

Gambar 18. Mesinfurnace...……….………...……. 36 Gambar 19. Alat uji panas ………... 41


(4)

xv Gambar 22. Kurva TGA komposit 30%fly ash/phenolic………. 44 Gambar 23. Kurva TGA komposit 20%fly ash/phenolic………. 45 Gambar 24. Kurva TGA komposit 10%fly ash/phenolic………. 46 Gambar 25. Kurva TGA semua sampel kompositfly ash/phenolic………..47 Gambar 26. Grafik pengurangan berat kompositfly ash/phenolic………48


(5)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTTO ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... . 1

B. Tujuan Penelitian ... . 3

C. Manfaat Penelitian ... . 3

D. Batasan Masalah ... . 3

E. Hipotesa ... . 3


(6)

✁i

A. Material Komposit ... . 5

1. Klasifikasi Material Komposit ... 8

a. Komposit Serat(Fiber Composite) ... . 8

1. Komposit Serat Pendek(short fiber composite)... 9

2. Komposit Serat Panjang(long fiber composite)... 9

b. Komposit Laminat(laminated composite) ... 10

c. Komposit Partikel(particulated composite)………..11

d. Komposit Serpihan(flake composite)... 11

2. Unsur-Unsur Utama Pembentuk Komposit Fiber Reinforced Plastics (FRP) ... 12

a. Serat ... 13

b. Matrik ... 14

B. Abu Terbang Batubara ... 16

a. Sifat-SifatFly Ash(Abu Terbang) ... 18

1. Sifat Fisik ... 18

2. Sifat Kimia ... 19

b. PemanfaatanFly Ash(Abu Terbang) ... 20

C. Material Rem Kereta Api ... 21

1. Konsep Dasar Pengereman ... ... 24

D. Uji Ketahanan Panas ... 26

a. Definisi ... 27

b. Prinsip Kerja ... 27


(7)

✂ii

III METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian... 32

B. Bahan yang Digunakan ... 32

C. Alat yang Digunakan………..34

D. Prosedur Penelitian……….37

E. Alur Proses Penelitian………42

IV HASIL DAN PENGUJIAN A. Hasil Pengujian Panas ………43

V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan………51


(8)

✄iii

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara………...………... 20

Tabel 2.Spesifikasi teknik rem komposit PT. KAI ………. 25

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun komposit ……….... 38

Tabel 4. Jumlah spesimen yang akan diuji panas……...……….... 40


(9)

(10)

(11)

vi

MOTO

"Cukup Allah sebagai penolong kami dan Dia

adalah sebaik-baik pelindung."

(QS. Ali Imran : 173)

Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya

belajar maka kamu harus sanggup menahan

perihnya kebodohan

(Imam Syafi i)

KEEP ROCK N ROLL


(12)

Penulis dilahirkan di Tanjung karang pada tanggal 19 september 1991, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari Bapak Darma Putra dan Ibu Nuzul Huda.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Sumur batu pada tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 25 Bandar lampung pada tahun 2006, dan pendidikan tingkat sekolah menengah atas (SMA) diselesaikan di SMA Muhammadiyah 9 bekasi pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur SMPTN.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM). Pada tahun 2012, penulis melakukan Kerja Praktek di PT. Krakatau Steel Cilegon, prov. Banten. Penulis melakukan penelitian tugas akhir dengan judul “Ketahanan Panas Komposit Matrik Phenolic Berpenguat Abu Terbang (Fly Ash) Batubara” di bawah bimbingan ibu Dr. Eng. Shirley Savetlana, S.T., M.Met. dan bapak Nafrizal, S.T., M.T. serta Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. sebagai penguji utama.


(13)

SANWACANA

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, nikmat, kesehatan karunia dan kelancaran hingga penulis dapat menyelesaikan Studi strata satu diperguruan tinggi Universitas Lampung. Shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada kekasih Allah SWT, Baginda Rasullullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang dengan keislamannya hingga saat ini.

Skripsi dengan judul KETAHANAN PANAS KOMPOSIT MATRIK PHENOLICBERPENGUAT ABU TERBANG(FLY ASH) BATUBARA”ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, partisipasi, dan dukungan, sertado’a

dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang Tua tercinta, Bapak Darma Putra dan Ibu Nuzul Huda, atas do’a

dan dukungannya dalam moril maupun materil serta semangat yang tiada henti selalu diberikan kepadaku.

2. Kakak-kakaku tersayang Galang Ramadhan Putra dan Nabila yang selalu memberikan motivasi.


(14)

viii 5. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T. Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Lampung atas segala arahan dan motivasinya selama ini. 6. Ibu Dr. Eng. Shirley Savetlana, S.T., M.Met dan Bapak Nafrizal, S.T.,

M.T. Selaku dosen pembimbing dengan memberikan pengetahuan, saran, serta nasehat selama proses penyelesaian skripsi.

7. Bapak Harnowo Supriyadi, S.T., M.T. Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan sebagai penyempurnaan penulisan skripsi. 8. Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin atas ilmu yang telah diberikan selama penulis melaksanakan studi, baik materi akademik dan motivasi untuk masa yang akan datang. Tak lupa juga terima kasih kepada staff dan karyawan Gedung H Teknik Mesin Universitas Lampung.

9. Gunawan efendi, Erick irham sanjaya, Lingga aditya yuono, Andy saputra, Galeh kristianto, Dedi hernando S, Lambok silalahi teman seperjuangan mengerjakan tugas akhir.

10. Kepada teman-teman seperjuangan TEKNIK MESIN 2009’’, Tri wibowo, Anisa rahman, Tunas dewantara, Ari ardianto, Feny setiawan, Solihin, Agus rantau jaya, Ronal yaki, Wilson J pasaribu, Topik nizam, Mei hartanto, Budi santoso, Rizal ahmad fadil, Ardian prabowo, Andreassa harianja, Iqbal deby, Mario sitorus, Aditya eka pratama, Wili alfani, Risky risdiono, Adi nuryansah, Muhammad todaro.


(15)

ix 11. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas

Lampung.

12. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan, yang telah ikut serta membantu dalam penulisan skripsi ini.

‘‘Tiada gading yang tak retak’’ begitu pula dengan penelitian tugas akhir ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan serta ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 17 januari 2016 Penulis,


(16)

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fly ash adalah terminologi untuk abu terbang yang ringan hasil dari pembakaran batubara, fly ash banyak diproduksi oleh industri-industri besar yang membutuhkan bahan bakar seperti PLTU, industri semen, karet dan lain- lain. Di Indonesia produksi fly ash dari pembangkit listrik terus meningkat, dimana pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 juta ton dan diperkirakan mencapai 2 juta ton pada tahun 2006 Besarnya jumlah fly ash yang dihasilkan dari tahun ke tahun tak seiring dengan cara penanganannya yang masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong atau bahkan terbuang begitu saja. Oleh karena itu, usaha untuk pemanfaatan fly ash terus dilakukan, diantaranya adalah penyusun beton untuk jalan dan bendungan, Penimbun lahan bekas pertambangan, Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori, filler aspal, plastik, dan kertas, pengganti dan bahan baku semen, aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) (Ngurah Ardha, dkk, 2008).

Aplikasi kanvas rem pada kereta api memerlukan ketahanan panas operasional sampai temperature 250°C. Pada temperatur tersebut bahan kampas rem tidak meleleh dan tidak terbakar untuk pemakaian kontinyu (Hilman, 2012).


(18)

Thermogravimetric analysis (TGA) adalah salah satu teknik analisis termal yang digunakan untuk menggambarkan nilai kekuatan panas berbagai bahan. TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa sebuah sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam kondisi yang dikendalikan. Pengukuran yang digunakan terutama untuk menentukan panas dan kestabilan bahan oksidatif serta sifat komposisi mereka. Teknik ini dapat menganalisis bahan yang menunjukkan penguranagn massa karena dekomposisi, oksidasi atau hilangnya bahan karena penguapan. Hal ini terutama berguna untuk mempelajari bahan polimer, termasuk termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film, serat, pelapis dan cat (Mufthi, 2009).

Stabilitas termal dan ketahanan nyala komposit polipropilena dengan penambahan abu boiler pabrik pulp ternyata lebih baik daripada komposit polipropilena tanpa penambahan abu boiler, hal ini dapat berdasarkan dari dataDifferential Thermal Analysis, waktu dan uji nyala (Hutabarat, 2009).

Pada penyiapan sampel asbes telah ditemukan bahwa harus tahan pada suhu tinggi, yang diperlukan untuk pelapis rem kendaraan. Plot jelas menunjukkan bahwa ada penurunan kecil di plot sampai 300°C. Di luar 350°C, komposit menunjukkan defleksi tajam, sehingga menunjukkan suhu tinggi resistensi di kisaran 0-350°C (Ganguly, 2007).

Dengan penguraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang ketahanan panas komposit berpenguat abu terbang dengan judul penelitian

“Ketahanan panas komposit phenolic berpenguat abu terbang (fly ash) batubara”


(19)

3

B. Tujuan penelitian

Tujuan dari pelaksanaan dan penulisan laporan tugas akhir ini adalah :

Mengetahui nilai ketahanan panas dari komposit berpenguat abu terbang batubara bermatrikphenolic.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pada dunia industri untuk mengetahui batas ketahanan panas dari bahan kampas rem.

D. Batasan Masalah

Penguat yang digunakan pada penelitian ini adalah abu terbang batubara. Sedangkan untuk pengujian sampel bahan kampas rem yaitu uji panas (Thermogravimetric)dengan variasifly ash40, 30, 20 dan 10 %.

E. Hipotesa

Dengan ditambahkannya fly ash sebagai penguat pada phenolic resin diharapkan dalam pengujian panas dapat meningkatkan ketahanan panas pada bahan kampas rem.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini disusun menjadi lima Bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

I . PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, hipotesa, serta sistematika penulisan laporan.


(20)

II. KAJIAN PUSTAKA

Berisikan landasan teori dari beberapa literatur yang mendukung pembahasan tentang studi kasus yang diambil. Dasar teori ini dijadikan sebagai penuntun untuk memecahkan masalah yang berbentuk uraian kualitatif atau model matematis.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode yang digunakan penulis dalam pelaksanaan penelitian yaitu tentang diagram alur penelitian, penyiapan spesimen uji, pembuatan spesimen uji, serta pengujian panas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan data-data yang diperlukan dan pembahasan tentang studi kasus yang diteliti yaitu pengujian panas.

V . SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari data yang diperoleh dan pembahasan dari penulis tentang studi kasus yang diambil.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan literatur-literatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis untuk menunjang penyusunan laporan penelitian.

LAMPIRAN


(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Material Komposit

Material komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi (tailorability), memiliki kekuatan lelah (fatigue) yang baik, memiliki kekuatan jenis (strength/weight) dan kekakuan jenis (modulus Young/density) yang lebih tinggi daripada logam, tahan korosi, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik, dan dapat juga digunakan untuk menambal kerusakan akibat pembebanan dan korosi (Sirait, 2010).

Penjelasan lain tentang komposit juga diutarakan (Van Rijswijk, M.Sc, dkk, 2001), dalam bukunya Natural Fibre Composites, komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Komposit merupakan gabungan material multifasa yang memiliki interface makroskopis yang dapat dibedakan secara makro dan memiliki sifat-sifat yang merupakan penggabungan sifat


(22)

positif material penyusunnya. Komposit berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3 macam yaitu komposit partikulat, komposit fiber dan komposit structural, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat (widyastuti, 2009).

Berdasarkan sifat penguatnya, komposit dibagi menjadi dua yaitu komposit isotropik dan anisotropik. Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang sama. Sebaliknya komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang tidak sama (baik arah transversal maupun longitudinal). Seperti diilustrasikan pada gambar 2.


(23)

7

Gambar 2. Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya (Agus, 2008).

Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu:

1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya .

2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan.

3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan campuran atau kombinasi komponen-komponen yang berbeda baik dalam hal bahannya maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda (Sirait, 2010).

Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen utama yaitu matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. (Gibson, 1984) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit.


(24)

1. Klasifikasi Material Komposit

Berdasarkan bahan penguat, material komposit dapat diklasifikasikan menjadi komposit serat, komposit lamina, komposit partikel dan komposit serpihan.

a. Komposit serat(fiber composite)

Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai penguat. Serat yang digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon,serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

Bila peningkatan kekuatan menjadi tujuan utama, komponen penguat harus mempunyai rasio aspek yang besar, yaitu rasio panjang terhadap diameter harus tinggi, agar beban ditransfer melewati titik dimana mungkin terjadi perpatahan (Vlack L. H., 2004).

Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik penyusun komposit (Vlack L. H., 1985).


(25)

9

Bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu komposit partikel (particulate composite) dan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel yang diikat matrik. Komposit serat ada dua macam, yaitu serat pendek (short fiber atau whisker) dan serat panjang(continous fiber).

1. Komposit serat pendek(short fiber composite)

Berdasarkan arah orientasi material komposit yang diperkuat dengan serat pendek dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu serat acak(inplane random orientation)dan serat satu arah.

Tipe serat acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

2. Komposit serat panjang(long fiber composite)

Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan, jika dibandingkan dengan serat pendek. Secara teoritis serat panjang dapat menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu titik pemakaiannya. Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung atau kelemahan matrik akan menentukan sifat dari produk komposit tersebut yakni jauh lebih kecil dibandingkan dengan


(26)

besaran yang terdapat pada serat panjang yang rendah agar masalah dispersi dapat dikurangi dan untuk menghemat jumlah serat penguat. Serat yang sangat kuat akan memaksimalkan pembagi dan tentunya sangat membantu. Jadi suatu matrik dengan kecenderungan pengerasan regangan kuat memerlukan fraksi volume serat yang relative banyak (Smallman, 2000).

b. Komposit Laminat (laminated composite)

Komposit Laminat merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabungkan menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik khusus. Komposit laminat ini terdiri dari empat jenis yaitu komposit serat kontinyu, komposit serat anyam, komposit serat acak dan komposit serathybrid, dapat dilihat pada gambar 3.


(27)

11

c. Komposit Partikel(particulated composite)

Komposit Partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matrik. Komposit yang terdiri dari partikel dan matrik yaitu butiran (batu, pasir) yang diperkuat semen yang kita jumpai sebagai beton, senyawa komplek ke dalam senyawa komplek. Komposit partikel merupakan produk yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan sekaligus mengikatnya dengan suatu matriks bersama-sama dengan satu atau lebih unsur-unsur perlakuan seperti panas, tekanan, kelembaban, katalisator dan lain-lain. Komposit partikel ini berbeda dengan jenis serat acak sehingga bersifat isotropis. Kekuatan komposit serat dipengaruhi oleh tegangan koheren di antara fase partikel dan matrik yang menunjukkan sambungan yang baik.

d. Komposit serpihan (flake composite)

Komposit serpihan terdiri atas serpihan-serpihan yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan ke dalam matrik. Pengertian dari serpihan adalah partikel kecil yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang khusus dengan orientasi serat sejajar permukaannya. Sifat-sifat khusus yang dapat diperoleh dari serpihan adalah bentuknya besar dan datar sehingga dapat disusun dengan rapat untuk menghasilkan suatu bahan penguat yang tinggi untuk luas penampang lintang tertentu. Pada umumnya serpihan-serpihan saling tumpang tindih pada suatu komposit sehingga dapat membentuk lintasan fluida ataupun uap yang dapat mengurangi


(28)

kerusakan mekanis karena penetrasi atau perembesan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Bagan klasifikasi komposit (Ramatawa, 2008)

2. Unsur-unsur utama pembentuk komposit Fiber Reinforced Plastics (FRP)

Fiber Reinforced Plastics (FRP) mempunyai dua unsur bahan yaitu serat (fiber)dan bahan pengikat serat yang disebut dengan matrik. Unsur utama dari bahan komposit adalah serat, serat inilah yang menentukan karakteristik suatu bahan seperti kekuatan, keuletan, kekakuan dan sifat mekanik yang lain. Serat menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada material komposit, sedangkan matrik mengikat serat, melindungi dan meneruskan gaya antar serat (Van Vlack, 2005).


(29)

13

Secara prinsip, komposit dapat tersusun dari berbagai kombinasi dua atau lebih bahan, baik bahan logam, bahan organik, maupun bahan non organik. Namun demikian bentuk dari unsur-unsur pokok bahan komposit adalah fibers, particles, leminae or layers, flakes fillers and matrix. Matrik sering disebut unsur pokok body, karena sebagian besar terdiri dari matrik yang melengkap komposit (Van Vlack, 2005).

a. Serat

Serat ataufiber dalam bahan komposit berperan sebagai bagian utama yang menahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dari kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil bahan (diameter serat mendekati ukuran kristal) maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada material (Triyono & Diharjo, 2000).

Selain itu serat (fiber) juga merupakan unsur yang terpenting, karena seratlah nantinya yang akan menentukan sifat mekanik komposit tersebut seperti kekakuan, keuletan, kekuatan dsb. Fungsi utama dari serat adalah:

1. Sebagai pembawa beban. Dalam struktur komposit 70%-90% beban dibawa oleh serat.

2. Memberikan sifat kekakuan, kekuatan, stabilitas panas dan sifat-sifat lain dalam komposit.


(30)

3. Memberikan insulasi kelistrikan (konduktivitas) pada komposit, tetapi ini tergantung dari serat yang digunakan.

b. Matrik

Menurut (Gibson, 1994), bahwa matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat.

Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:

1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductilen tetapi lebihrigidserta lebih kuat.

2. Matrik, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah.

Pada material komposit sifat unsur pendukungnya masih terlihat dengan jelas, sedangkan pada alloy paduan sudah tidak kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya. Salah satu keunggulan dari material komposit bila dibandingkan dengan material lainnya adalah penggabungan unsur-unsur yang unggul dari masing-masing unsur-unsur pembentuknya tersebut. Sifat material hasil penggabungan ini diharapkan dapat saling melengkapi kelemahan-kelemahan yang ada pada masing-masing material penyusunnya. Sifat-sifat yang dapat diperbaharui (Jones,1975). antara lain :


(31)

15

a. kekuatan (strength).

b. ketahanan korosi(Corrosion resistance). c. ketahanan gesek/aus(Wear resistance). d. berat(Weight).

e. ketahanan lelah(Fatigue life). f. Meningkatkan konduktivitas panas. g. Tahan lama.

Secara alami kemampuan tersebut, tidak ada semua pada waktu yang bersamaan (Jones, 1975). Sekarang ini perkembangan teknologi komposit mulai berkembang dengan pesat. Komposit sekarang ini digunakan dalam berbagai variasi komponen antara lain untuk otomotif, pesawat terbang, pesawat luar angkasa, kapal dan alat-alat olah raga seperti ski, golf, raket tenis dan lain-lain, Pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi (Triyono & Diharjo, 2000).

Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Menurut Diharjo, pada bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitu sebagai berikut :

1. Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.

2. Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat.


(32)

3. Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical insulation.

B. Abu Terbang Batubara

Saat ini penggunaan batubara di kalangan industri semakin meningkat, karena selain harga yang relatif murah juga harga bahan bakar minyak untuk industri cenderung naik. Penggunaan batubara sebagai sumber energi pengganti BBM, disatu sisi sangat menguntungkan namun disisi lain menimbulkan masalah, yaitu abu batubara yang merupakan hasil samping pembakaran batubara. Dari sejumlah pemakaian batubara akan dihasilkan abu batubara sekitar 2-10 % (tergantung jenis batubaranya, low calory atau high calory). Sampai saat ini pengelolaan limbah abu batubara oleh kalangan industri hanya ditimbun dalam areal pabrik saja (ash disposal).

Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena proses pembakaran. Dari proses pembakaran batubara pada unit pembangkit uap (boiler) akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 10-20 % abu dasar, sedang sisanya sekitar 80-90 % berupa abu terbang. Abu terbang ditangkap dengan electric precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong.


(33)

17

Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili mikron) 5-27 % denganspesific gravityantara 2,15-2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80% dengan sebagian silika berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain densitasnya 2,23 gr/cm3, kadar air sekitar 4% dan komposisi mineral yang

dominan adalah α-kuarsa dan mullite. Selain itu abu batubara mengandung SiO

2 = 58,75%, Al2O3 = 25,82%, Fe2O3 = 5,30% CaO = 4,66%, alkali = 1,36%, MgO = 3,30% dan bahan lainnya = 0,81% (Misbachul Munir ,2008). Beberapa logam berat yang terkandung dalam abu batubara seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd), chrom (Cr).

Fly ashmerupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan oleh industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk proses produksinya. Fly ash memiliki sifat sebagai pozzolan, yaitu suatu bahan yang mengandung silika atau alumina silika yang tidak mempunyai sifat perekat (sementasi) pada dirinya sendiri tetapi dengan butirannya yang sangat halus bisa bereaksi secara kimia dengan kapur dan air membentuk bahan perekat pada temperatur normal.

Saat ini jumlah limbah batubara (fly ash) di dunia yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara di PLTU sangatlah besar, termasuk di Indonesia. Di Indonesia PLTU penghasil limbah batubara adalah PLTU Paiton (Jawa Timur), PLTU Suralaya (Banten) dan PLTU Bukit Tinggi (Sumatera Barat). Untuk PLTU Suralaya dan Paiton pada tahun 1996 menghasilkan limbah


(34)

ampas batubara (fly ash) sebesar hampir satu juta ton per tahun. Apalagi pada saat ini jumlah untuk pembangkit yang beroperasi pada ketiga PLTU tersebut semakin banyak. Limbah batubara yang relatif besar ini menimbulkan dampak pencemaran yang cukup berat. Sehingga perlu difikirkan sebuah alternatif pemecahan permasalahan pencemaran ini (Andriati, 2005).

Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO

2), alumina (Al

2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO

2), alkalin (Na

2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan Karbon (Wardani, 2008).

a. Sifat-sifat Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangat menguntungkan di dalam menunjang pemanfaatannya yaitu :

1. Sifat Fisik

Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam proses pembakaran batubara ini titik leleh abu batubara lebih tinggi dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu yang


(35)

19

memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000m2/kg. Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain : Warna : abu-abu keputihan, Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88%.

2. Sifat Kimia

Komponen utama dari abu terbang batubara yag berasal dari pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang.

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub/bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit daripada bituminous. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100-3000kg/m3dan luas area spesifiknya antara 170-1000m2/kg.


(36)

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara (http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/pemanfaatan-abu-batubara.html)

Komponen Bituminous Sub-bituminous Lignite

S1O2 20-60% 40-60% 15-45%

A12O3 5-35% 20-30% 10-25%

Fe2O3 10-40% 4-10% 4-15%

CaO 1-12% 5-30% 15-40%

MgO 0-5% 1-6% 3-10%

SO3 0-4% 0-2% 0-10%

Na2O 0-4% 0-2% 0-6%

K2O 0-3% 0-4% 0-4%

b. Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash)

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:

1. penyusun beton untuk jalan dan bendungan. 2. penimbun lahan bekas pertambangan. 3. recovery magnetik, cenosphere dan karbon.

4. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori. 5. bahan penggosok (polisher).


(37)

21

7. pengganti dan bahan baku semen.

8. aditif dalam pengolahan limbah(waste stabilization). 9. konversi menjadi zeolit dan adsorben.

Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai penahan (isolator) panas pada tanur-tanur suhu tinggi yang banyak digunakan oleh berbagai industri, seperti industri peleburan logam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor merupakan bahan tahan api berupa bubuk yang jika dicampur dengan air dan dibiarkan beberapasaat akan mengeras (setting). Penggunaannya sebagai isolator panas dilakukan dengan cara pengecoran adonan campuran bahan tersebut dengan air pada dinding tanur yang akan diisolasi (Kumar, 2009).

C. Material Rem Kereta Api

Pemakaian blok rem komposit menggantikan blok rem berbahan besi cor untuk kanvas kereta api di Indonesia sudah dimulai sejak dasawarsa terakhir. Blok rem komposit pada mulanya diperkenalkan di Indonesia oleh para importir asing dengan blok rem merek Fituris (Australia), Ferodo (Inggris), Marquist(China), Nabco(Jepang) dan dari Sideria (Ipung Kurniawan, et.all., 2011). Baru sejak tahun 2002 blok rem komposit diproduksi di tanah air, dan saat ini sudah ada sekurang-kurangnya 3 pabrik blok rem komposit lokal dan 2 diantaranya telah mendapat sertifikasi dari PT. KAI (Agung, 2009). Blok rem yang terbuat dari material besi cor mempunyai berat 11-12 kg. Blok rem seberat ini dapat mempersulit proses pemasangan atau biaya pemasangan


(38)

yang tinggi. Umur pemakaian hanya mencapai satu bulan dan nilai jual bahan bekasnya masih relatif tinggi (Agung, 2009).

Berbagai macam usaha dilakukan untuk mencari alternatif material yang mempunyai sifat ringan, keras dan tahan aus sebagai pengganti blok rem berbahan besi cor. Namun demikian hasil yang diperoleh belum bisa seperti yang diharapkan. Salah satu upaya yang telah ditempuh adalah menggabungkan dua material penyusunnya, yaitu matrik dan penguat (Ipung, 2011).

Keunggulan dari blok rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage valueatau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian. Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga sangat layak untuk aplikasi di kereta barang (kereta parcel) khususnya kereta yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain lain. Penggantian blok rem metalik(Cast Iron)menjadi blok rem komposit dengan mempertimbangkan aspek ekonomis dimana kanvas rem komposit memiliki keunggulan dibanding rem metalik. Keunggulan blok rem komposit adalah sebagai berikut :

1. Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat dibanding blok rem besi cor (bisa bertahan 3 bulan).

2. Rem komposit lebih ringan, sehingga memudahkan penggantian (replacement).

3. Rem komposit memiliki harga lebih murah, karena usia pakai lebih panjang.


(39)

23

4. Rem komposit tidak rawan pencurian karena tidak bisa dijual kiloan seperti rem besi (metalik).

5. Rem komposit tidak memercikkan api yang terjadi saat pengereman (gesekan) sehingga aman jika digunakan untuk karena yang mengangkut bahan bakar seperti minyak, gas, batubara dan lain-lain.

Bahkan menurut rencana secara gradual PT KAI akan mengganti rem blok metalik (Cast Iron) menjadi rem blok komposit, karena alasan ekonomis, dengan memakai rem blok komposit maka efisiensi yang didapat hampir 3 kali dibanding rem blok metalik (Cast Iron).Rem jenis ini telah digunakan di perkeretaapian PT.KAI dan juga di luar negeri seperti di Jepang, Eropa, Australia dan beberapa negara tetangga di Asia, seperti Malaysia, Thailand dan India (Agung, 2009).

Bagaimanapun blok rem komposit harus tahan aus atau memiliki ketahanan aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot ringan, memiliki sifat ulet, cukup keras tapi tidak mudah pecah/hancur, dan memiliki konduktivitas panas tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul akibat gaya gesek radial, sehingga panas tidak berbalik ke roda yang menyebabkan thermal crack(Agung, 2009). Dapat dilihat pada gambar 5 bagian-bagian pada rem.

Gambar 5. Aplikasi material gesek pada rem kereta api: a)brake pad, b)brake lining,c)kopling,d)rem kereta api(Rachman, 2010).


(40)

1. Konsep Dasar Pengereman

Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting karena berkaitan dengan faktor keselamatan berkendara. Prinsip kerja sistem rem adalah mengubah tenaga kinetik menjadi panas dengan cara menggesekkan dua buah benda yang berbeda berputar sehingga putarannya akan melambat. Oleh sebab itu komponen rem yang bergesekan ini harus tahan terhadap gesekan tidak mudah aus, (tahan panas) dan tidak mudah berubah bentuk pada saat bekerja dalam suhu tinggi (Hardianto, 2008). Ilustrasi pengereman dapat kita lihat pada gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi pengereman (Hardianto, 2008).

Pengereman dilakukan dengan diberikannya gaya pada kanvas rem untuk menahan atau menghentikan putaran roda. Pada saat kanvas bersentuhan langsung dengan roda maka akan timbul gesekan. Jarak pengereman kereta api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis menarik tuas (handle) rem dengan kondisi pelayanan pengereman penuh (full brake) sampai


(41)

25

dengan kereta api benar-benar berhenti. Yang dimaksud dengan pengereman penuh (full brake)pada rangkaian kereta api yang dilengkapi peralatan pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan udara pada pipa utama sebesar 1,4-1,6kg/cm2(1,4-1,6atm) melalui tuas pengereman yang dilakukan masinis di lokomotif yang menyebabkan tekanan maksimum pada silinder pengereman kereta atau gerbong mencapai 3,8kg/cm2 (3,8atm) pada masing-masing kereta atau gerbong. Memiliki bobot ringan, memiliki sifat ulet, cukup keras tapi tidak mudah pecah/hancur, dan memiliki konduktivitas panas tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul akibat gaya gesek radial (gaya gesekan), sehingga panas tidak berbalik ke roda yang menyebabkan thermal crack, memiliki modulus elastisitas cukup baik atau masuk range spesifikasi teknis PT.KAI yaitu antara 2400 s/d 150.000N/cm2 (Agung, 2009). Spesifikasi teknik rem komposit dapat dilihat pada tabel 2.


(42)

D. Uji Ketahanan Panas

TGA (Thermogravimetric Analysis)

TGA terutama dipakai untuk menentukan stabilitas panas polimer-polimer. Metode TGA yang banyak diterapkan didasarkan pada pengukuran bobot yang kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (disebut neraca panas) ketika suhu sampel dinaikkan dalam udara atau dalam atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai TGA nonisotermal. Data dicatat sebagai thermogram bobot versus temperatur. Hilangnya bobot bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer. Selain memberikan informasi mengenai stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu entitas yang diketahui. TGA juga bermanfaat untuk penetapan bahan pemlastik dan bahan-bahan tambahan lainnya.

Suatu variasi dari metode TGA adalah mencatat kehilangan bobot dengan waktu pada suhu konstan (TGA isotermal). TGA ini kurang umum dipakai daripada TGA nonisotermal. Instrumen-instrumen TGA modern memungkinkan termogram-termogram dicatat pada kwantitas mikrogram bahan. Beberapa instrument didesain untuk mencatat dan memproses data DSC dan TGA sekaligus dan bisa juga diadaptasi untuk analisis kromatografi gas dan spektrometri massa terhadap produk-produk degradasi yang terjadi (Steven, 2001).

Analisis thermogravimetri merupakan metode dinamik yang didasarkan pada hilangnya bobot sampel yang diukur secara kontinyu sebagai fungsi


(43)

27

temperatur pada kecepatan tetap atau sebagai fungsi waktu. Aplikasinya untuk menentukan kemurnian sampel, mempelajari degradasi termal dan kinetika kimia (West,1992).

Berdasar kurva thermogram, maka diperoleh:

1. Tahap pertama menyatakan bobot awal (wo-wi) yang jumlahnya kecil, merupakan hilangnya pelarut akibat desrpsi, tapi bila terjadi pada suhu mendekati 1000°C merupakan air yang menguap.

2. Tahap berikutnya (wi-w2) atau (w2-w3) ialah hasil dekomposisi cuplikan (Narkanti, 1996).

a. Definisi

TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju dalam berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000oC. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi, atau dehidrasi. Teknik ini sesuai untuk berbagai macam material padat termasuk material organik maupun anorganik.

b. Prinsip Kerja

Preparasi sampel TGA

Memaksimalkan luas permukaan dari sampel untuk meningkatkan resolusi kehilangan berat dan reprodusibilitas temperatur.


(44)

Berat sampel : 10-20mg untuk aplikasi pada umumnya, 50-100mg untuk pengukuran zat-zat mudah menguap. Kebanyakan TGA memiliki baseline drift 0.25% dari 10mg sampel. Gambar 7 yaitu Penampilan kuantifikasi TGAbaseline

Gambar 7 Penampilan kuantifikasi TGAbaseline(Mohomed, 2005).

TGA terdiri dari sebuah sample pan yang didukung oleh sebuahprecision balance. Pan tersebut ditempatkan dalam suatu furnace dan dipanaskan atau didinginkan selama eksperimen. Massa dari sampel dipantau selama eksperimen. Sampel dialiri oleh suatu gas untuk mengontrol lingkungan sampelnya. Gas yang digunakan dapat berupa gas inert atau gas reaktif yang mengalir melalui sampel dan keluar melalui exhaust. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 8.


(45)

29

Cara Kerja Timbangan

Gambar 8. Skematis sistem kerja TGA (Mohomed, 2005).

Timbangan bekerja pada 3 prinsip :

1. Null-balance: pada posisi nol sama dengan jumlah sinar yang memancar pada dua photodiode. Bila timbangan bergerak tidak sama dengan nol, maka terjadi ketidakseimbangan jumlah cahaya yang memancar pada dua photodiode. Arus dialirkan ke meter movement untuk mengembalikan timbangan pada posisi nol. Jumlah arus yang dialirkan sama dengan nilai kehilangan berat atau pertambahan berat.

2. Deflection balance: Perpindahan dari sistem mekanik itu sendiri melawan perubahan berat dan menetapkan posisi kesetimbangan yang baru.

3. Pseudo-null balance: Gabungan kedua sistem. Perubahan berat

‘sebagian’ dinetralkan dengan gaya pemulih, kemudian defleksi sisa dari posisi null (posisi ‘0’) ditentukan. Perubahan berat total adalah


(46)

Mekanisme timbangan pada TGA seperti pada gambar 9.

Gambar 9. Berbagai mekanisme timbangan TGA (Mohomed, 2005).

c. Aplikasi

Analisa TGA banyak digunakan untuk mengkarakterisasi dan menentukan material. TGA dapat digunakan pada banyak industri seperti pada lingkungan, makanan, farmasi, petrokimia dan biasanya dengan evolved gas analysis.

Kebanyakan pengujian TGA menggunakan sampel yang dialiri gas inert. Hal tersebut dilakukan agar sampel hanya bereaksi terhadap suhu selama dekomposisi. Saat sampel dipanaskan pada atmosfer inert proses terjadi suatu proses yang biasanya disebut pirolisis. Pirolisis merupakan dekomposisi kimia dari material organik dengan pemanasan saat tidak adanya oksigen atau reagen lainnya. Berikut ini merupakan beberapa aplikasi penggunaan TGA:


(47)

31

a. Menentukan perubahan temperatur dan berat karena adanya reaksi dekomposisi yang biasanya memungkinkan untuk menentukan analisa komposisi kuantitatif.

b. Menentukan kelembaban, kandungansolventataufiller. c. Mengetahui peristiwa reduksi atau oksidasi.

d. Memungkinkan menganalisa reaksi dengan air, oksigen, atau gas reaktif lainnya.

e. Dapat digunakan untuk mengukur laju penguapan, seperti pengukuran emisi yang mudah menguap pada campuranliquid.

f. Memungkinkan penentuan temperatur curie pada transisi magnetik dengan mengukur temperatur dimana kekuatan yang diberikan oleh sebuah magnet didekatnya akan menghilang pada saat dipanaskan dan akan muncul kembali saat didinginkan.

g. Membantu mengidentifikasi material plastik dan organik dengan menentukan temperatur dari bond scissions pada atmosfer inert atau oksidasi di udara atau oksigen

h. Mengukur berat dari fiberglass dan isi material inorganik di plastik, laminat, cat, primer dan material komposit dengan membakar resin dari polimer. Kemudian isi dari material tersebut dapat diidentifikasi dengan XPS dan mikroskop. Isi material tersebut dapat berupacarbon black, TiO2, CaCO3, MgCO3, Al2O3, Al(OH)3, Mg(OH)2, bubuk, tanah liat kaolin, silika, dan lain-lain.


(48)

A. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan :

1. Pembuatan spesimen kampas rem berbahan (fly ash)abu terbang batubara berpenguat matrik (phenolic)di laboratorium Material Teknik Universitas lampung.

2. Pengujian Thermogravimetric analysis dilakukan dilaboratorium Biomassa universitas lampung.

B. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Abu terbang (fly ash) batubara sebagai bahan penguat seperti pada gambar 10.


(49)

33

2. Matrikphenolic

Sebagai matrik pada komposit dalam pembuatan spesimen seperti pada gambar 11

Gambar 11. Matrikphenolic

3. Barium sulfat (BaSO4)

Barium sulfat (BaSO4) memiliki fungsi untuk memperbaiki resin phenol terhadap temperatur tinggi dan menambah kekuatan ikat seperti pada gambar 12.


(50)

C. Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Cetakan

Cetakan berbahan besi untuk mencetak spesimen dengan ukuran dimensi dan bentuk yang sudah ditentukaan seperti pada gambar 13.

Gambar 13. Cetakan

2. Timbangan digital

Untuk menimbang berat abu terbang (fly ash) batubara, barium sulfat dan matrikphenolicyang digunakan seperti pada gambar 14.


(51)

35

3. Mixer

Untuk mencampurkan/mengaduk bahan-bahan sepertiphenolic, BaSO4, danfly ashseperti pada gambar 15.

Gambar 15.Mixer

4. Dongkrak hidrolik

Untuk menekan komposit didalam cetakan agar spesimen menjadi padat seperti pada gambar 16.


(52)

5. Temperature controller

Besarnya nilai suhu yang diukur (actual) akan ditampilkan pada display yang terdapat pada temperature control lalu dibandingkan dengan nilai suhu yang diinginkan atau set point seperti pada gambar 17.

Gambar 17.Temperature controller

6. Mesinfurnace

Digunakan untuk proses curing (perlakuan panas komposit) dimana material komposit dipanaskan dengan temperatur dan waktu tertentu seperti pada gambar 18.


(53)

37

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan proses, yaitu: 1. Survei Lapangan danStudy Literature

Pada penelitian ini, proses yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data awal sebagai study literature. Study literature bertujuan untuk mengenal masalah yang dihadapi, serta untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan. Pada study awal dilakukan untuk mengambil data penelitian tentang abu terbang (fly ash) batubara yang sudah ada sebagai pembanding terhadap hasil pengujian yang akan dianalisa.

2. Melakukan persiapan pemilihan serbuk

Langkah-langkah dalam persiapan serbuk ini sebagai berikut : a. Pemilihan serbuk yang digunakan.

b. Campurkan serbuk menggunakanmixeragar setiap campuran serbuk merata.

c. Setelah merata serbuk siap dimasukkan kedalam cetakan

3. Proses pencetakan komposit

Pada proses pembuatan komposit memiliki langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

a. Persiapan serbuk yang sudah dicampurkan (mixing) kemudian dilakukan proses pembuatan sesuai bentuk pada cetakan.

1. Persiapan matrik (phenolic)

Pencampuran untuk pembuatan spesimen uji panas, matrik yang digunakan adalah resin phenolic. Resin ini memiliki warna hitam dan


(54)

berbentuk serbuk. Resin ini digunakan karena memiliki ketahanan temperatur tinggi.

2. Persiapan bahan penguat(Reinforcement)

Bahan penguat yang digunakan adalahfly ashbatu bara PLTU Tarahan. Fly ash mengandung bahan seperti: silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi oksida(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang.Fly ashini memiliki bentuk serbuk berwarna abu-abu.

3. Persiapan bahan pengisi(Filler)

Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah barium sulfat (BaSO4). Barium sulfat (BaSO4) memiliki fungsi untuk memperbaiki ketahanan resin phenol terhadap temperatur tinggi dan menambah daya ikat.

Komposisi komposit dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun komposit

Bahan penyusun komposit

Variasi komposisi komposit (%)

F40 F30 F20 F10

Phenolic resin 50 60 70 80

Fly ash 40 30 20 10


(55)

39

4. Pembuatan spesimen uji

Setelah menyiapkan bahan penyusun komposit yang berupaphenolicresin, fly ash, BaSO4 (Barium sulfat), dengan komposisi yang sudah sesuai, selanjutnya mencampur komposisi (mixing) dengan lama waktu pencampuran 10 menit sehingga mendapatkan campuran yang homogen. Selanjutnya adalah memasukkan bahan-bahan yang telah tercampur kedalam cetakan yang telah diberi oli untuk mempermudah mengeluarkan komposit dari cetakan. Kemudian memanaskan komposit dengan temperatur 250°C dan ditekan dengan tekanan 5 ton selama 20 menit. Setelah proses penekanan selesai selanjutnya adalah proses curing. Pada proses curing spesimen komposit dipanaskan dengan menggunakan Furnace selama 4 jam dengan temperatur 150°C. Tahap selanjutnya membentuk spesimen sampai menjadi serbuk lalu meyaringnya agar mendapatkan ukuran butir yang sama, saringan yang digunakan yaitu dengan ukuran 100 mesh. Pada pengujian ini sampel yang diperlukan hanya 10 mg karena zat yang tidak mudah menguap agar lebih efisien karena mendapat hasil uji yang lebih cepat dan jika sampel terlalu banyak energi yang dibutuhkan pun semakin besar. Spesimen serbuk lebih menguntungkan karena berbagai arah difraksi dapat diwakili oleh partikel-partikel yang halus tersebut (Dian, 2008).


(56)

Tabel 4. Jumlah spesimen yang diuji panas

Pengujian Jumlah spesimen komposit

Panas

Variasi F40 Variasi F30 Variasi F20 Variasi F10

1 1 1 1

5. Prosedur pengujian dan analisa

Cara menggunakan Thermogravimetri analizer (TGA) bergantung pada jenis dan merk alat. Alat dengan merk yang berbeda memiliki bagian yang berbeda pula. Thermogravimetri analizer (TGA) dilengkapi dengan alat atau bagian yang berbeda-beda sehingga cara menggunakannya disesuaikan dengan jenis alat. Cara pemakaian TGA dapat dilakukan dengan material yang berbentuk serbuk dimasukkan ke dalam cawan kecil dari bahan platina, atau alumina ataupun teflon. Pemilihan bahan dari cawan ini perlu disesuaikan dengan bahan uji. Pastikan bahan uji tidak bereaksi dengan bahan cawan serta tidak lengket ketika dipanaskan.

1. Persiapan Sampel :

- Menimbang sampel ± 10mg - Memasukkan sampel dalam cawan

2. Alat :

- Menyalakan alat DTA/TGA - Menyalakan CPU


(57)

41

- Menyambungkan PC dan alat (Software)

3. Pengujian :

- Membuka penutupbalance beam

- Menaruh cawan yang berisi sampel padabalance beam - Menutup coverbalance beam

- Masukan parameter

(Nama sampel, Heating rate: 10°C/min, Range: 25-1000°C, Berat sampel: ± 10mg.)

- Menunggu 10 menit untuk kalibrasi - Menekan tombol play

Dapat dilihat pada gambar 19 alat uji panas SII TG/DTA 7300 EKSTAR.


(58)

E. Alur proses Penelitian

Gambar 20 ini menunjukkan diagram alur penelitian yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut :

Gambar 20. Diagram alir Kesimpulan Study literatur

Penyiapan Alat ukur, bahan, dan alat uji

Pencampuran bahan pembuatan spesimen : Pengikat dan fly ash

Data

Selesai Pengolahan data Uji Ketahanan Panas

Mulai


(59)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data hasil pengujian panas komposit berpenguat fly ash, maka didapat simpulan sebagai berikut :

1. Pada komposit F40 dengan kandungan fly ash 40%, phenolic 50%, dan BaSO4 10% memiliki ketahanan panas tertinggi, dapat dilihat dari keseluruhan pengurangan berat sebesar 32% dari sampel yang telah diuji. 2. Pada komposit F10 dengan kandungan fly ash 10%, phenolic 80%, dan

BaSO4 10% memiliki ketahanan panas terendah, dapat dilihat dari keseluruhan pengurangan berat sebesar 45% dari sampel yang telah diuji. 3. Semakin banyak fly ashdidalam komposit semakin tinggi pula ketahanan

panas kompositfly ash/phenolic.

B. Saran

Agar tekanan saat proses pengepresan pada pembuatan spesimen lebih maksimal, maka diperlukannya peralatan yang lebih memadai seperti mesinpressure gauge.


(60)

Agung Suryadi Pamenang, 2009. Pengembangan Material Komposit Lokal Berbasis polimer.Paper, Jakarta.

Agus Pramono, 2008. Komposit Sebagai Trend Teknologi Masa Depan. Jurnal, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Yogyakarta.

Arianti, Myrna. 2011. Slide Thermal Analysis, Karakterisasi Material 2. Departemen Metalurgi UI.

Bondan T. Sofyan. 2011.Pengantar Material Teknik. Jakarta. Salemba Teknika.

Dian Adisty, 2008.Sintesis Geopolimer Berbahan Baku Abu Terbang ASTM Kelas C. Universitas Indonesia. Depok.

Diharjo, K., Dan Triyono, T., 2000. Buku Pegangan Kuliah Material Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

file:///E:/temperatur%20bahan/presentasi_ptk_2_2.pdf

Ganguly, A., and George, R., 2007. Asbestos free friction composition for brake linings. M.S. Ramaiah Institute of Technology, MSRIT POST, Bangalore 560 054, India


(61)

Gibson, 1994. Principle Of Composite Material Mechanics. New York; Mc Graw Hill, Inc.

Hardianto, 2008.Kinerja Rem Tromol Terhadap Kinerja Rem Cakram Kendaraan Roda Dua Pada Pengujian Stasioner, Jurusan Teknik Mesin. Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Hilman, et al., 2012. Penentuan Parameter Produksi Material Rem Ramah Lingkungan Untuk Aplikasi Kereta Api Menggunakan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Penguat. Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

http://www.eaglabs.com/techniques/analytical_techniques/tga_dta.phpdiakses Senin, 26 Desember 2011, jam 19:40.

http://ramatawa.wordpress.com/2008/11/23/komposit-part-definisiklasifikasiaplik/

Husin, Andriati Amir, M.Si. 2005,Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan, Jakarta

Hutabarat, J. T. P., 2009. Pemanfaatan Abu Boiler Fiber Recovery Pabrik Pulp dan Kertas Sebagai Pengisi Untuk Ketahanan Panas dan Komposit. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Medan.

Ipung Kurniawan., Amat Umron, 2011. Karakterisasi Blok Rem Kereta Api Berbahan Al-Sic Berdasarkan Komposisi Material. Infotekmesin Volume 3, Jurnal, Cilacap.


(62)

Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.

John A. Schey. 2000. Proses Manufaktur. Terjemahan oleh Rines, Dwiyani Asih dan Basuki Heri Winarno. 2009. Yogyakarta. Andi.

Jones, M., R., 1975. Mechanics Of Composite Material. Mc Graw Hill. Kogakusha, Ltd.

Kumar, D., Sarangi, S., (2009),Fabrication and Characterisation of Aluminium-Fly Ash Composite Using Stir Casting Method, Rourkela: Department of Metallurgical and Materials Engineering National Institute of Technology.

K. van Rijswijk, M.Sc, et.al. 2001. Natural Fibre Composites Structures and Materials. Laboratory Faculty of Aerospace Engineering Delft University of Technology

Marinda Putri, 2006,Kumpulan Artikel Abu Batubara,http://www.pu.go.id

Mohomed, Kadine. 2005. Thermogravimetric Analysis Theory, Operation, Calibration, and Data Interpretation.Thermal Application Chemist, TA Instrument.


(63)

Mufthi, M., 2009. Metode analisis thermal.(terhubung berkala) http://banemo.wordpress.com/2009/12/27/ metode-analisis-thermal/.(21 November 2001).

Narkanti, Santoso, E., Juwono, H. 1996.Kimia Polimer. Jurusan Kimia. FMIPA-ITS. Surabaya

Ngurah, Ardha, dkk. 2008. Pemanfaatan Abu Terbang PLTU-Suralaya untuk Castable Refractory.www.tekmira.esdm.go.id.

Perkin, Elmer. 2010.Thermogravimetric Analysis (TGA).USA:Perkin Elmer,Inc.

Rachman, Setiawan, 2010.Perancangan Material Gesek Komposit Menggunakan Metodologi Perancangan Berbasis Data.Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9 Palembang, ISBN : 978-602-97742-0-7.

Smallman, R. (2000). Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material (Edisi keenam ed.).(S. Djaprie, Penerj.) Jakarta: Erlangga.

Sinaro, S.D., 2003. Tarahan, PLTU Pertama yang Ramah Lingkungan. Sumber : http : //www.sinarharapan.co.id. Diakses tanggal 19 Februari 2008.

Sirait, D. H. (2010, September 22). Material Komposit Berbasis Polimer Menggunakan Serat Alami. Dipetik Februari 5, 2012, dari http://dedyharianto.wordpress.com

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya Paramita. Jakarta.


(64)

Van Vlack, 2005,Ilmu Dan Teknologi Bahan, Erlangga, Jakarta.

Vlack, L. H. (2004). Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. (S. Djaprie, Penerj.) Jakarta: Erlangga.

Vlack, L. H. (1985).Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Erlangga.

Wardani, 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

West, Anthony R. 1992.Solid State Chemisty and Its Applications.Department of Chmistry. University of Abardeen. Chichester. New York: John Willey and Sons.

Widodo, B., 2008.Analisa Sifat Mekanik Komposit Epoksi Dengan Penguat Serat Pohon Aren (Ijuk) Model Lamina Berorientasi Sudut Acak (Random). Jurnal Teknologi Technoscientia, Jurusan Teknik Mesin, ITN Malang .

Widyastuti, 2009. Rekayasa Proses. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jurnal, Jakarta.


(65)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agung Suryadi Pamenang, 2009. Pengembangan Material Komposit Lokal Berbasis polimer.Paper, Jakarta.

Agus Pramono, 2008. Komposit Sebagai Trend Teknologi Masa Depan. Jurnal, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Yogyakarta.

Arianti, Myrna. 2011. Slide Thermal Analysis, Karakterisasi Material 2. Departemen Metalurgi UI.

Bondan T. Sofyan. 2011.Pengantar Material Teknik. Jakarta. Salemba Teknika.

Dian Adisty, 2008.Sintesis Geopolimer Berbahan Baku Abu Terbang ASTM Kelas C. Universitas Indonesia. Depok.

Diharjo, K., Dan Triyono, T., 2000. Buku Pegangan Kuliah Material Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

file:///E:/temperatur%20bahan/presentasi_ptk_2_2.pdf

Ganguly, A., and George, R., 2007. Asbestos free friction composition for brake linings. M.S. Ramaiah Institute of Technology, MSRIT POST, Bangalore 560 054, India


(2)

Gibson, 1994. Principle Of Composite Material Mechanics. New York; Mc Graw Hill, Inc.

Hardianto, 2008.Kinerja Rem Tromol Terhadap Kinerja Rem Cakram Kendaraan Roda Dua Pada Pengujian Stasioner, Jurusan Teknik Mesin. Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Hilman, et al., 2012. Penentuan Parameter Produksi Material Rem Ramah Lingkungan Untuk Aplikasi Kereta Api Menggunakan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Penguat. Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

http://www.eaglabs.com/techniques/analytical_techniques/tga_dta.phpdiakses Senin, 26 Desember 2011, jam 19:40.

http://ramatawa.wordpress.com/2008/11/23/komposit-part-definisiklasifikasiaplik/

Husin, Andriati Amir, M.Si. 2005,Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan, Jakarta

Hutabarat, J. T. P., 2009. Pemanfaatan Abu Boiler Fiber Recovery Pabrik Pulp dan Kertas Sebagai Pengisi Untuk Ketahanan Panas dan Komposit. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Medan.

Ipung Kurniawan., Amat Umron, 2011. Karakterisasi Blok Rem Kereta Api Berbahan Al-Sic Berdasarkan Komposisi Material. Infotekmesin Volume 3, Jurnal, Cilacap.


(3)

Iwan, S., 2011. Studi Kapasitas Panas Campuran Serbuk BaSO4 (50 wt %) dan ZnO (50 wt %) Menggunakan Differential Scanning Calorimeter. Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.

John A. Schey. 2000. Proses Manufaktur. Terjemahan oleh Rines, Dwiyani Asih dan Basuki Heri Winarno. 2009. Yogyakarta. Andi.

Jones, M., R., 1975. Mechanics Of Composite Material. Mc Graw Hill. Kogakusha, Ltd.

Kumar, D., Sarangi, S., (2009),Fabrication and Characterisation of Aluminium-Fly Ash Composite Using Stir Casting Method, Rourkela: Department of Metallurgical and Materials Engineering National Institute of Technology.

K. van Rijswijk, M.Sc, et.al. 2001. Natural Fibre Composites Structures and Materials. Laboratory Faculty of Aerospace Engineering Delft University of Technology

Marinda Putri, 2006,Kumpulan Artikel Abu Batubara,http://www.pu.go.id

Mohomed, Kadine. 2005. Thermogravimetric Analysis Theory, Operation, Calibration, and Data Interpretation.Thermal Application Chemist, TA Instrument.


(4)

Mufthi, M., 2009. Metode analisis thermal.(terhubung berkala) http://banemo.wordpress.com/2009/12/27/ metode-analisis-thermal/.(21 November 2001).

Narkanti, Santoso, E., Juwono, H. 1996.Kimia Polimer. Jurusan Kimia. FMIPA-ITS. Surabaya

Ngurah, Ardha, dkk. 2008. Pemanfaatan Abu Terbang PLTU-Suralaya untuk Castable Refractory.www.tekmira.esdm.go.id.

Perkin, Elmer. 2010.Thermogravimetric Analysis (TGA).USA:Perkin Elmer,Inc.

Rachman, Setiawan, 2010.Perancangan Material Gesek Komposit Menggunakan Metodologi Perancangan Berbasis Data.Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9 Palembang, ISBN : 978-602-97742-0-7.

Smallman, R. (2000). Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material (Edisi keenam ed.).(S. Djaprie, Penerj.) Jakarta: Erlangga.

Sinaro, S.D., 2003. Tarahan, PLTU Pertama yang Ramah Lingkungan. Sumber : http : //www.sinarharapan.co.id. Diakses tanggal 19 Februari 2008.

Sirait, D. H. (2010, September 22). Material Komposit Berbasis Polimer Menggunakan Serat Alami. Dipetik Februari 5, 2012, dari http://dedyharianto.wordpress.com

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya Paramita. Jakarta.


(5)

Tiffani, A.S., 2013. Analisis Proximate, Analisis Ultimate dan Analisis Miscellaneous Pada Batubara.Innstitut Teknologi Medan, Medan.

Van Vlack, 2005,Ilmu Dan Teknologi Bahan, Erlangga, Jakarta.

Vlack, L. H. (2004). Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. (S. Djaprie, Penerj.) Jakarta: Erlangga.

Vlack, L. H. (1985).Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Erlangga.

Wardani, 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

West, Anthony R. 1992.Solid State Chemisty and Its Applications.Department of Chmistry. University of Abardeen. Chichester. New York: John Willey and Sons.

Widodo, B., 2008.Analisa Sifat Mekanik Komposit Epoksi Dengan Penguat Serat Pohon Aren (Ijuk) Model Lamina Berorientasi Sudut Acak (Random). Jurnal Teknologi Technoscientia, Jurusan Teknik Mesin, ITN Malang .

Widyastuti, 2009. Rekayasa Proses. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jurnal, Jakarta.


(6)