PENGARUH PENAMBAHAN ABU TERBANG BATU BARA TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS PHENOLIC

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ABU TERBANG BATU BARA TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS PHENOLIC

Oleh :

GALEH KRISTIANTO

Di provinsi lampung jumlah limbah batubara (fly ash) yang dihasilkan PLTU Tarahan sebanyak 76,8 ton/hari. Artinya, semakin hari akan semakin besar lahan yang dibutuhkan sebagai tempat penumpukan limbah fly ash dan dapat membawa dampak pencemaran yang kurang baik bagi lingkungan. Salah satu pemecahan masalah ini adalah dengan memanfaatkan limbah abu terbang batubara sebagai bahan komposit untuk mendapatkan meterial alternatif yang baru.

Komposit adalah material gabungan antara bahan matrik dan penguat. Komposit yang digunakan adalah jenis komposit partikel dengan perbandingan fly ash 5%, 10%, 15% sebagai penguat, NBR (Nitrile Butadiene Rubber) 15%, 10%, 5% sebagai bahan pengikat (Binder), phenolic resin 60% sebagai matriks, barium sulfat (BaSO4) 10% sebagai bahan (Friction Modifier), serbuk besi (Fe) dan grafit 10% sebagai bahan pengisi (Filler) di bentuk menjadi komposit dengan metode Hot Pressing. Penelitian ini dilakukan untuk Mengetahui pengaruh penambahan abu terbang batubara terhadap tingkat kekerasan komposit dan Mengidentifikasi distribusi partikel bahan penyusun komposit dan melihat ikatan partikel bahan penyusun pada permukaan hasil pengujian dengan menggunakan digital mikroskop.

Hasil pengujian kekerasan permukaan atas komposit fly ash di peroleh hasil rata-rata, yaitu komposit dengan komposisi fly ash 5% di peroleh hasil sebesar 89,99 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi 15 % fly ash di peroleh hasil sebesar 119,59 kg/mm2. Sedangkan pada pengujian kekerasan permukaan bawah di peroleh hasil rata-rata, yaitu komposit dengan komposisi fly ash 5% di peroleh hasil sebesar 85,39 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi 15 % fly ash di peroleh hasil sebesar 110,86 kg/mm2. Sehingga dapat disimpulkan semakin banyak jumlah flyash pada komposit, maka semakin meningkat nilai kekerasan komposit tersebut. Pada pengamatan foto makro dapat dilihat, bahwa komposisi fly ash 15% dengan nilai kekerasan tertinggi, distribusi partikel merata keseluruh bagian komposit dan tidak ada rongga-rongga pada permukaan komposit. Sedangkan komposisi fly ash 5% dengan nilai kekerasan terendah, distribusi partikel kurang merata, masih ada beberapa void, dan retakan (creaking) pada permukaan komposit yang sudah diuji kekerasan, hal ini menyebabkan kegagalan pada komposit.


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN ABU TERBANG BATUBARA

TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS

PHENOLIC

Oleh

GALEH KRISTIANTO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(3)

PENGARUH PENAMBAHAN ABU TERBANG BATUBARA

TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS

PHENOLIC

(Skripsi)

Oleh

GALEH KRISTIANTO

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Particulate Composite ... 9

Gambar 2. Continuous fiber composite. ... 10

Gambar 3. Woven fiber composite. ... 11

Gambar 4. Discontinuous fiber composite ... 11

Gambar 5. Hybrid fiber Composite ... 12

Gambar 6. Mikrostruktur lamina ... 12

Gambar 7. Structural composite sandwich panel ... 13

Gambar 8. Klasifikasi komposit berdasarkan matriks ... 14

Gambar 9. Aplikasi material gesek kampas rem ... 23

Gambar 10. Macam-macam mixing ... 29

Gambar 11. Proses kompaksi serbuk ... 30

Gambar 12. Alat uji kekerasan ... 34

Gambar 13. Bentuk indentor rockwell ... 34

Gambar 14. Bentuk indentor brinell ... 35

Gambar 15. Bentuk indentor vickers. ... 37

Gambar 16. Bentuk indentor knoop ... 37


(5)

xv

Gambar 18. Serbuk fly ash (abu terbang batu bara) ... 40

Gambar 19. Serbuk barium sulfat (BaSo4) ... 40

Gambar 20. Serbuk grafit. ... 41

Gambar 21. Serbuk NBR (Nitrile Butadiene Rubber). ... 41

Gambar 22. Serbuk besi (Fe). ... 42

Gambar 23. Hardnes tester. ... 43

Gambar 24. Thermo control. ... 44

Gambar 25. Cetakan ... 44

Gambar 26. Mixer. ... 45

Gambar 27. Timbangan digital. ... 45

Gambar 28. Furnace ... 46

Gambar 29. Dongkrak hidrolik. ... 46

Gambar 30. Digital mikroskop. ... 47

Gambar 31. Cetakan spesimen komposit ... 49

Gambar 32. Ilustrasi pengujian kekerasan rockwell. ... 53

Gambar 33. Diagram alir penelitian. ... 55

Gambar 34. Grafik hasil rata-rata pengujian kekerasan pada permukaan atas. ... 59

Gambar 35. Grafik hasil rata-rata pengujian kekerasan pada permukaan bawah. ... 61

Gambar 36. Hasil foto makro komposit fly ash 5% dengan nilai kekerasan terendah. ... 64

Gambar 37. Hasil foto makro komposit fly ash 5% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 65


(6)

xvi Gambar 38. Hasil foto makro komposit fly ash 10%

dengan nilai kekerasan terendah. ... 66

Gambar 39. Hasil foto makro komposit fly ash 10% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 67

Gambar 40. Hasil foto makro komposit fly ash 15% dengan nilai kekerasan terendah. ... 68

Gambar 41. Hasil foto makro komposit fly ash 15% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 69

Gambar 42. Hasil foto makro komposit fly ash 5% dengan nilai kekerasan terendah. ... 70

Gambar 43. Hasil foto makro komposit fly ash 5% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 71

Gambar 44. Hasil foto makro komposit fly ash 10% dengan nilai kekerasan terendah. ... 72

Gambar 45. Hasil foto makro komposit fly ash 10% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 73

Gambar 46. Hasil foto makro komposit fly ash 15% dengan nilai kekerasan terendah. ... 74

Gambar 47. Hasil foto makro komposit fly ash 15% dengan nilai kekerasan tertinggi. ... 75

Gambar 48. Hasil foto makro partikel serbuk phenolic. ... 76

Gambar 49. Hasil foto makro partikel serbuk fly ash. ... 76

Gambar 50. Hasil foto makro partikel serbuk NBR. ... 77


(7)

xvii Gambar 52. Hasil foto makro partikel serbuk BaSO4. ... 77 Gambar 53. Hasil foto makro partikel serbuk besi. ... 78


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTTO ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan ... 5

C. Batasan masalah ... 5

D. Hipotesa ... 6

E. Sistematika penulisan ... 6


(9)

xi

A. Material komposit ... 8

1. Reinforcement (penguat) ... 9

2. Matriks ... 13

B. Fly ash (abu terbang batubara) ... 15

1. Sifat-sifat fly ash ... 17

2. Pemanfaatan fly ash ... 18

C. Kampas rem ... 19

1. Komposisi kampas rem ... 19

2. Material komposit untuk kampas rem ... 20

3. Sifat mekanik kampas rem ... 22

D. Metalurgi serbuk komposit ... 23

1. Karakteristik serbuk ... 24

2. Pencampuran (mixing) ... 28

3. Penekanan (kompaksi) ... 30

4. Pemanasan (curing) ... 30

E. Pengujian kekerasan ... 31

1. Pengujian kekerasan rockwell ... 31

2. Pengujian kekerasan brinell ... 35

3. Pengujian kekerasan knoop dan vickers ... 36

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Tempat penelitian ... 39

B. Bahan yang digunakan ... 39

C. Alat yang digunakan ... 43


(10)

xii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil pengujian kekerasan rockwell ... 56

B. Pengamatan permukaan (foto makro) ... 64

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Simpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara. ... 18

Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell... 32

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun komposit ... 51

Tabel 4. Jumlah spesimen yang akan diuji kekerasan... 52

Tabel 5. Skala kekerasan rockwell (ASTM D 785-03) ... 53

Tabel 6. Data hasil pengujian kekerasan pada permukaan atas spesimen ... 57

Tabel 7. Data hasil pengujian kekerasan pada permukaan bawah spesimen ... 58

Tabel 8. Nilai rata-rata hasil pengujian kekerasan komposit pada permukaan atas ... 59

Tabel 9. Nilai rata-rata hasil pengujian kekerasan komposit pada permukaan bawah ... 61


(12)

(13)

(14)

(15)

MOTO

“To Get A Success, You Courage Must e Greater Than You Fear” (Untuk Mendapatkan Kesuksesan, Keberanianmu Harus Lebih Besar Dari

Pada Ketakutanmu)

“Intelligence Is Not The Measurement, ut Intelligence Support All” (Kecerdasan Bukanlah Tolak Ukur Kesuksesan, Tetapi Dengan Menjadi

Cerdas Kita Bisa Menggapai Kesuksesan)

“Always e Yourself No Metter What They Say An Never e Anyone Else Even If They Look etter Than You”

(Selalu Jadi Diri Sendiri Tidak Peduli Apa Yang Mereka Katakan Dan Jangan Pernah Menjadi Orang Lain Meskipun Mereka Tampak Lebih Baik


(16)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Agustus 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara di Bandar Sakti, Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, dilahirkan dari pasangan Sutrisno dan Prihartini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Bandar Sakti Pada tahun 2003, kemudian penulis menyelesaikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Terusan Nunyai pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikannya dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Terbanggi Besar. Dan sejak tahun 2009 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Ujian Mandiri (UM).

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) untuk periode 2011-2012 sebagai anggota divisi otomotif, selanjutnya penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT.KAI (Kereta Api Indonesia) Sub Divisi Regional III.2 Tanjung Karang Bandar Lampung. Sejak tahun 2014 bulan September, penulis mulai melakukan penelitian tugas akhir skripsi tentang “Pengaruh Penambahan Abu Terbang Batubara Terhadap Kekerasan Komposit Matriks Phenolic. Penulis mengerjakan skripsi dibawah bimbingan Ibu Dr. Eng Shirley Savetlana, S.T., M.Met. sebagai pembimbing utama dan Bapak Dr. Gusri Ahyar Ibrahim, S.T., M.T. sebagai pembimbing kedua, serta Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. sebagai penguji utama.


(17)

SANWACANA

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, nikmat, kesehatan karunia dan kelancaran hingga penulis dapat menyelesaikan Studi strata satu diperguruan tinggi Universitas Lampung. Shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada kekasih Allah SWT, Baginda Rasullullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang dengan keislamannya hingga saat ini.

Skripsi dengan judul ” PENGARUH PENAMBAHAN ABU TERBANG

BATUBARA TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS

PHENOLIC ” ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, partisipasi, dan dukungan, serta do‟a dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih Bapak, Ibu atas doa dan dukungannya, atas perhatian yang selalu berikan kepadaku, do‟a, semangat, dukungan moril, dan materi untuk menyelesaikan Tugas akhir ini, maaf Bapak, dan Ibu jika saya selama ini kurang maksimal.

2. Adikku Rangga Prasetyo yang selama ini selalu memberikan do‟a. Istriku tercinta Sesaria Ayu Tyaswati dan anakku tersayang Shellyne Putri Alensia yang selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis


(18)

viii 3. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.S, M.Sc.selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

4. Ibu Dr. Eng Shirley Savetlana,S.T.,M.Met selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung atas segala arahan dan motivasinya selama ini.

5. Ibu Dr. Eng Shirley Savetlana,S.T.,M.Met dan Bapak Dr. Gusri Ahyar Ibrahim, S.T.,M.T. selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, serta nasehat selama proses penyelesaian skripsi.

6. Bapak Harnowo Supriyadi, S.T.,M.T. selaku dosen pembahas yang telah memberikan saran dan masukan sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin atas ilmu yang telah diberikan selama penulis melaksanakan studi, baik materi akademik dan motivasi untuk masa yang akan datang. Tak lupa juga terima kasih kepada staff dan karyawan Gedung H Teknik Mesin Universitas Lampung.

10. Kepada teman-teman seperjuangan „‟MESIN 09‟‟, tri wibowo, mei hartanto, adi nuryansyah, riski rusdiono, muhamad todaro, feny setiawan, agus rantau jaya, juni eko purnomo, eko hermawan, rizal ahmad fadil, budi santoso, erik ilham, gunawan efendi, ardian prabowo, solihin, iqbal deby, ari ardianto, mario, andi saputra, aditya eka, wili alfani, ronal yaki, lambok silalahi, dedi hernando, tunas dewntara, andreas harianja. Untuk semua teknik mesin 09 jangan pernah lupa dengan almamater, dipatri didalam bilik-bilik jiwa kita “Solidrity Forever” kebersamaan yang terus ada.


(19)

ix 15. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan, yang telah ikut serta

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membaca dan bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, 10 Desember 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena keistimewaan sifatnya yang terbarukan, rasio kekuatan terhadap beban yang tinggi, kekakuan, ketahan terhadap korosi. Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan untuk menerima beban, gaya, energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan tersebut. Sering kali bila suatu bahan komposit mempunyai sifat mekanik yang kurang baik, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan penambahan elemen penguat. Salah satunya adalah fly ash batubara yang banyak di jumpai dipabrik-pabrik, PLTU, dan lain-lain (Pratama, 2011).

Fly ash batubara adalah material yang memiliki ukuran butiran yang halus berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara (Wardani, 2008). Setelah proses pembakaran batubara, terdapat limbah padat yaitu abu layang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas buang disebut fly ash, sedangkan abu yang tertinggal dan


(21)

dikeluarkan dari bawah tungku disebut bottom ash. Di Indonesia, produksi limbah abu dasar dan abu layang dari tahun ke tahun meningkat sebanding dengan konsumsi penggunaan batubara sebagai bahan baku untuk proses pembakaran di industri (Harijono, 2006).

Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatik precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam batubara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya.

Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg, sedangkan ukuran partikel rata-rata abu terbang batubara jenis sub-bituminous 0,01mm–0,015 mm, luas permukaannya 1-2 m2/g, massa jenis (specific gravity) 2,2–2,4 dan bentuk partikel mostly spherical, yaitu sebagian besar berbentuk seperti bola, sehingga menghasilkan mampu kerja yang lebih baik. Abu terbang (fly ash) ini tidak terpakai dan jika ditumpuk saja disuatu tempat dapat membawa pengaruh yang kurang baik bagi kelestarian lingkungan (Antoni, 2007).


(22)

3

Pemanfaatan dan peningkatan kualitas salah satu Limbah Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu Fly ash (abu terbang) batubara yang tersedia dalam jumlah sangat banyak. Hal ini merupakan permasalahan besar yang sedang dihadapi industri-industri pembangkit listrik. Sebagai contoh, PLTU Tarahan yang memiliki 2 unit pembangkit berkapasitas 100 MW per unit menggunakan batu bara sebanyak 40 ton/jam per unit. Pada Pidato Pengukuhan Guru Besar, Wardani (2008) menyampaikan bahwa dari pembakaran batu bara dihasilkan sekitar 5 % polutan padat berupa abu (fly ash dan bottom ash), dimana sekitar 10-20% adalah bottom ash dan 80-90% fly ash dari total abu yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan pernyataan di atas, setiap harinya PLTU Tarahan menghasilkan fly ash sebanyak 5% x 80 ton/jam x 24 jam/hari x 80% = 76,8 ton/hari. Artinya, semakin hari akan semakin besar lahan yang dibutuhkan sebagai tempat penumpukan limbah fly ash tersebut.

Pada penelitian yang telah di lakukan dengan judul analisa sifat mekanik komposit bahan kampas rem dengan penguat fly ash batubara. Bahan yang diuji adalah bahan komposit fly ash batubara, MgO, resin epoksi. campuran resin dan MgO merata dan konstan, dengan perbandingan resin epoksi 40%, 50%, dan 60% sedangkan MgO 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Bahan tambah yang akan digunakan sebagai penguat adalah fly ash batubara dengan variasi 60%, 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10%. Didapatkan hasil uji kekerasan, bahwa penambahan resin dan pengurangan persentase fly ash memberikan peningkatan terhadap nilai kekerasannya. Untuk nilai kekerasan yang paling tinggi yaitu 94 HRB dikomposisi 60 % resin dan 40 % fly ash dan nilai


(23)

4

kekerasan terkecil 73,33 HRB pada komposisi 40 % resin dan 60 % fly ash. Pada pengujian kekerasan ini penambahan fly ash membuat nilai kekerasan spesimen kampas rem menjadi turun. Ini dikarenakan ikatan antar partikel berkurang, distribusi partikel tidak merata dan terjadi void pada spesimen yang mempengaruhi kekerasannya. Untuk itu memanfaatkan resin sebagai pengikat dalam bahan kampas rem maka diperlukan bahan penguat berupa fly ash yang dapat merekayasa sifat mekaniknya sesuai dengan nilai standar untuk pembuatan kampas rem dimana untuk nilai kekerasan kampas rem komposit bernilai 70 – 90 HRB (Pratama, 2011).

Sedangkan pada penelitian dengan judul karakteristik komposit karbon batubara berukuran mesh 250 dengan matriks coal tar pitch dengan perbandingan komposisi abu terbang batubara dan arang tempurung kelapa yaitu : (80:20, 70:30, dan 60:40) berukuran mesh 250 dengan menggunakan metode hot pressing dengan beban 11 ton pada temperatur 100o C selama 30 menit dan

kemudian di karbonasi pada temperatur 500o C. Didapatkan hasil dari pengujian

kekerasan, dimana nilai kekerasan meningkat dengan peningkatan fraksi massa dari arang tempurung kelapa. Nilai kekerasan tertinggi yaitu pada perbandingan karbon batubara dengan arang tempurung kelapa 60:40 dengan nilai kekerasan 56,44 BHN. Sedangkan pada perbandingan 70:30 didapatkan hasil kekerasan 46,86 BHN. Dan pada perbandingan 80:20 dengan nilai kekerasan 44,58 BHN (Ardianto, 2011).

Adapun penelitian ini dianggap perlu dilakukakan untuk mencari bahan kampas rem yang baik dalam sifat-sifat mekanik tetapi juga optimal dalam aplikasinya serta memanfaatkan material limbah dalam jumlah cukup besar,


(24)

5

sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, perairan dan penurunan kualitas ekosistem. Diharapkan nantinya kampas rem memiliki sifat tahan terhadap panas, dan memiliki kekerasan yang tinggi.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan abu terbang batubara terhadap tingkat kekerasan komposit.

2. Mengidentifikasi distribusi partikel bahan penyusun komposit dan melihat ikatan partikel bahan penyusun pada permukaan hasil pengujian dengan menggunakan mikroskop.

C. Batasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Fly ash yang digunakan dari fly ash batu bara PT. PLTU Tarahan. 2. Dimensi spesimen yang diuji sesuai dengan ASTM D 785-03. 3. Pengujian sifat mekanik dibatasi pada pengujian kekerasan.

4. Diasumsikan campuran phenolic resin, barium sulfat (BaSO4), grafit, serbuk besi (Fe), merata dan konstan, dengan perbandingan phenolic resin 60%, sulfat (BaSO4) 10%, grafit 5%, serbuk besi (Fe) 5%.


(25)

6

5. Bahan yang akan digunakan sebagai penguat adalah fly ash batubara dengan komposisi 5%, 10%, 15%, dan bahan pengikat adalah NBR (Nitrile Butadiene Rubber) dengan komposisi 15%, 10%, 5%.

D. Hipotesa

Fly ash adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf (yang berukuran kecil). Dengan menggunakan resin phenolic sebagai matriks, NBR (Nitrile Butadiene Rubber) sebagai bahan pengikat (Binder), BaSO4 (Barium Sulfat) dan serbuk besi (Fe) sebagai bahan pengisi (Filler), dan grafit sebagai bahan (Friction Modifier). Maka diharapkan dapat meningkatkan nilai kekerasan komposit berpenguat (fly ash) tersebut.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam menyusun laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, hipotesa dan sistematika penulisan laporan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka berisikan tentang teori yang berhubungan dengan komposit, fly ash, proses metalurgi serbuk, dan pengujian kekerasan untuk mendukung pembahasan masalah yang diambil.


(26)

7

BAB III : METODELOGI PENELITIAN

Berisikan tentang metode yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan informasi, tempat dan waktu penelitian serta menerangkan alur proses penelitian, sebagaimana proses pengambilan data yang dilakukan.

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang data pengamatan yang diperoleh, dari hasil pengujian kekerasan dan menganalisa struktur hasil pengujian dengan mikroskop optik.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan kesimpulan dan saran dari data yang diperoleh dari hasil pengujian dan pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi tentang literatur-literatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis sebagai acuan dalam penyusunan laporan penelitian.

LAMPIRAN


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Material Komposit

Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih yang tetap terpisah, berbeda dalam level makroskopik, dan membentuk komponen tunggal. Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis.

Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal dimana merupakan susunan dari dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya. Komposit terdiri dari suatu bahan utama (matriks) dan suatu jenis penguatan (reinforcement) yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matriks. Penguatan ini biasanya dalam bentuk serat (fiber). Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen penyusunnya (Handoyo Kus, 2008).


(28)

9

1. Reinforcement (penguat)

Salah satu bagian utama dari komposit adalah Reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit.

Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi menjadi tiga macam, yaitu : a. Partikel sebagai penguat (Particulate composites)

b. Fiber sebagai penguat (Fiber composites) c. Fiber sebagai sturktural (Structute composites)

a. Partikel sebagai penguat (particulate composites)

Komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel, dimana interaksi antara partikel dan matriks terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata. Contohnya large particle composite adalah cemet dengan sand atau gravel. Cemet sebagai matriks dan sand sebagai partikel, Sphereodite steel (cementite sebagai partikulat), Tire (carbon sebagai partikulat), Oxide-base cermet (oksida logam sebagai partikulat)


(29)

10

b. Fiber sebagai penguat (fiber composites)

Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang diberikan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan ke serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik.

Komposit yang diperkuat oleh serat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Continuous fiber composite

Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya kekuatan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriksnya.


(30)

11

2. Woven fiber composite (bi-dirtectional)

Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik tipe continuous fiber.

Gambar 3. Woven Fiber Composite. (Gibson, 1994)

3. Discontinuous fiber composite (chopped fiber composite)

Komposit ini diperkuat dengan serat pendek dan susunan seratnya secara acak.


(31)

12

4. Hybrid fiber composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak.

Gambar 5. Hybrid fiber composite. (Gibson, 1994)

c. Fiber sebagai struktural (structute composites)

Komposit struktural dibentuk oleh reinforce-reinforce yang memiliki bentuk lembaran-lembaran. Berdasarkan struktur, komposit dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur laminate dan struktur sandwich. Laminate adalah gabungan dari dua atau lebih lamina yang membentuk elemen struktur secara integral pada komposit.


(32)

13

Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari 3 lapisan yang terdiri dari flat composite (metal sheet) sebagai kulit permukaan (skin) serta meterial inti (core) di bagian tengahnya. Core yang biasa dipakai adalah polyuretan (PU), polyvynil clorida (PVC), dan honeycomb. Komposit sandwich dapat diaplikasikan sebagai struktural maupun non-struktural bagian internal dan eksternal pada kereta, bus, truk, dan jenis kendaraan yang lainnya.

Gambar 7. Structural composites sandwich panels. (http://www.engineredmaterialsinc.com)

2. Matriks

Berdasarkan matriks, komposit dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu:

a) Komposit matrik polimer (KMP), polimer sebagai matrik b) Komposit matrik logam (KML), logam sebagi matrik c) Komposit matrik keramik (KMK), keramik sebagai matrik


(33)

14

Gambar 8. Klasifikasi komposit berdasarkan bentuk dari matriksnya

a. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites–PMC)

Jenis polimer yang banyak digunakan adalah thermoplastic dan thermoset. Thermoplastic adalah plastic yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle) dengan menggunakan pemanasan. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Contoh thermoplastic yaitu poliester, nylon 66, PP, PTFE, PET, polieter sulfon, PES, dan polieter eterketon (PEEK).

Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak dapat melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai. Contoh dari thermoset yaitu epoksida, bismaleimida (BMI), dan poli-imida (PI).


(34)

15

b. Komposit matrik logam (metal matrix composites – MMC)

Metal matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah continous filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aerospace.

c. Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites – CMC) CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida, carbide, dan nitrid. Salah satu proses pembuatan dari CMC, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk perkembangan matriks keramik disekeliling daerah filler (penguat).

B. Fly ash (abu terbang batu bara)

Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan menggunakan presipitator elektrostatik.


(35)

16

Karena partikel-partikel fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul pada presipitator elektrostatik berukuran (0.074 – 0.005 mm). Fly ash ini terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3).

Pemanfaatan untuk membantu mengatasi krisis energi, polusi udara (meningkatkan efisiensi pembakaran), dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi industri-industri. Sebagai contoh, PLTU Tarahan yang memiliki 2 unit pembangkit berkapasitas 100 MW per unit menggunakan batu bara sebanyak 40 ton/jam per unit. Pembakaran batu bara dihasilkan sekitar 5 % polutan padat berupa abu (fly ash dan bottom ash), dimana sekitar 10-20% adalah bottom ash dan 80-90% fly ash dari total abu yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan pernyataan di atas, setiap harinya PLTU tarahan menghasilkan fly ash sebanyak 5% x 80 ton/jam x 24 jam/hari x 80% = 76,8 ton/hari. Artinya, semakin hari akan semakin besar lahan yang dibutuhkan sebagai tempat penumpukan limbah fly ash tersebut (Wardani 2008).

Hal ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan manusia yang terus meningkat yang berarti kebutuhan akan tempat tinggal pun semakin tinggi. Selain itu, pencemaran lingkungan akibat limbah fly ash juga dapat menyebabkan berbagai penyakit gangguan saluran pernafasan seperti silikosis dan antrakosis. Jumlah limbah yang sangat banyak ini, tentu akan menyebabkan permasalahan besar seperti di atas, yang harus diselesaikan dan dicarikan solusinya (Dafi,2009).


(36)

17

1. Sifat-sifat fly ash (abu terbang)

Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangat menguntungkan di dalam menunjang pemanfaatannya yaitu :

a. Sifat Fisik

Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam proses pembakaran batubara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi dari temperatur pembakarannya, dan kondisi ini menghasilkan abu yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg. Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain : Warna : abu-abu keputihan, Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %.

b. Sifat Kimia

Komponen utama dari abu terbang batubara yag berasal dari pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang. Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis


(37)

18

batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. (Marinda P, 2008).

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara (Wardani, 2008) Komponen Bituminous Sub-bituminous Lignite

SiO2 20-60% 40-60% 15-45%

Al2O3 5-35% 20-30% 10-25%

Fe2O3 10-40% 4-10% 4-15%

CaO 1-12% 5-30% 15-40%

MgO 0-5% 1-6% 3-10%

SO3 0-4% 0-2% 0-10%

Na2O 0-4% 0-2% 0-6%

K2O 0-3% 0-4% 0-4%

LOI 0-15% 0-3% 0-5%

2. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang)

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam (Silvonen,2001) yaitu:

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Recovery magnetik, cenosphere dan karbon

3. Bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori


(38)

19

5. Filler aspal, plastik, dan kertas 6. Pengganti dan bahan baku semen

7. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 8. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai penahan (isolator) panas

pada tanur-tanur suhu tinggi yang banyak digunakan oleh berbagai industri,

seperti industri peleburan logam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor

merupakan bahan tahan api berupa bubuk yang jika dicampur dengan air

dan dibiarkan beberapa saat akan mengeras (setting). Penggunaannya

sebagai isolator panas dilakukan dengan cara pengecoran adonan campuran

bahan tersebut dengan air pada dinding tanur yang akan diisolasi (Kumar et

al, 2003).

C. Kampas rem

1. Komposisi Kampas Rem

Memasuki tahun 1897, mulai digunakan rem jenis teromol (brake lining) pada kendaraan. Jenis rem ini diciptakan Herber Food dari perusahaan Ferodo Ltd. Kampas yang digunakan menggunakan bahan campuran sabut dengan kain katun (cotton belting). Selanjutnya sekitar 1908, bahan asbestos mulai digunakan. Asbestos merupakan paduan kuningan dan serat metal yang disatukan menggunakan binder (bahan pengikat) namun belum dicetak. Hingga 1920, kampas rem mulai dicetak dengan serat metal


(39)

20

dengan ukuran lebih pendek, logam kuningan yang lebih halus serta tambahan bahan organik.

Namun pada 1994, ditemukan kalau asbestos mengandung zat karsinogen yang dituding sebagai salah satu zat penyebab kanker paru-paru. Dan efek itu baru terasa setelah 10-15 tahun. Sejak itu, produksinya pun mulai perlahan dihentikan. Sebagai gantinya adalah penggunaan brass, copper fiber dan aramid pulp. Kampas rem non-asbestos ini terbagi 2, yakni low steel yang masih mengandung besi meski sedikit dan non-steel yang tidak menggunakan besi. Namun ada 2 kelemahannya, kotoran dari pengikisan kampas berwarna hitam dapat mengotori pelek dan harganya pun lebih mahal dari kampas rem asbestos. Namun kini beberapa produsen telah meninggalkan penggunaan asbestos. Bahan baku kampas rem asbestos: asbestos 40 s/d 60 %, resin 12 s/d 15%, BaSO4 14 s/d 15%, sisanya karet ban bekas, tembaga sisa kerajinan, frict dust. Bahan baku kampas rem non asbestos: aramyd/ kevlar/ twaron, rockwool, fiberglass, potasiumtitanate, carbonfiber, graphite, celullose, vemiculate, steelfiber, BaSO4, resin, Nitrile butadine rubber ( Ari Tristianto Wibowo, 2010).

2. Material Komposit Untuk Kampas Rem

Indonesia kaya akan material-material bahan tambang berupa oksida-oksida logam seperti Calcite, Barite, Hematite, Silikat, dll yang sangat bermanfaat dan murah untuk pengembangan bahan tahan aus tinggi. Di samping itu pula juga memiliki potensi bahan-bahan organik alam lainnya. yang bisa dimanfaatkan sebagai resin sebagai matriks bahan komposit.


(40)

21

Sekarang sudah saatnya kita memanfaatkan sumber kekayaan alam kita yang bernilai tambah tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dari segi mutu produk dan keunggulan kompetitif dari segi harga. Kita harus dapat menciptakan material cerdas dari bahan baku lokal yang bermanfaat.

Secara umum keempat klasifikasi bahan friksi harus mengandung tipe bahan penyusun yang terdiri dari bahan pengikat, bahan serat dan bahan pengisi. Komposit bahan kampas rem yang akan kita uji cobakan adalah komposit yang terdiri dari resin sebagai pengikat. Resin ini berfungsi untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan tersebut. Resin sintetik yang digunakan terdiri dari 2 macam yaitu termoset dan termoplastik. Bila dipanaskan perilaku kedua resin ini akan berbeda. Termoset tidak melunak sedangkan termoplastik melunak tetapi akan kembali keras setelah didinginkan. Perbedaan sifatnya ditentukan oleh struktur dalamnya (Hartomo, 1995).

Dalam menghasilkan “Brakelining” yang baru dengan nilai yang cukup pada koefisien gesek dan kecepatan wear yang rendah, faktor biaya kedua bahan mentah proses pembuatannya harus dipertimbangkan. Bahan-bahannya sangat penting digunakan dalam menentukan performa friksi dan juga biaya, sehingga proses seleksi dan evaluasi pada bahan mentah sangat diperlukan. Pendekatan seleksi bahan untuk perkembangan “Brake lining

material” di mana pemodelan mikro-mekanik digunakan untuk menghubungkan performa secara menyeluruh untuk memilih bahan penyusun dan sifat-sifatnya (Desi, 2008).


(41)

22

3. Sifat Mekanik Kampas Rem

Karakterisasi yang perlu dilakukan dalam pembuatan kampas rem adalah kekerasan dan keausan. Kedua hal ini sangat penting karena saling berhubungan satu sama lain. Jika kampas rem sangat keras akan mempengaruhi rotornya dan jika kampas rem cepat aus maka akan menambah pengeluaran.

Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Sering kali bila suatu bahan mempunya sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi teknik kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan, bending dan sifat mekanik lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya. Adapun persyaratan teknik dari kampas rem komposit (www.stopcobrake.com) yaitu :

a) Untuk nilai kekerasan sesuai standar keamanan 68 – 105 (Rockwell R). b) Ketahanan panas 360 oC, untuk pemakaian terus menerus sampai

dengan 250 oC

c) Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg) d) Koefisien gesek 0,14 – 0,27

e) Massa jenis kampas rem adalah 1,5 – 2,4 gr/cm3 f) Konduktivitas thermal 0,12 – 0,8 W.m.°K


(42)

23

h) Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2 i) Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2

Aplikasi material gesek kampas rem dapat dilihat pada Gambar 9:

Gambar 9. Aplikasi material gesek kampas rem: (a) brake pad, (b) brake lining, (c) kopling, (d) rem kereta api (Rachman, 2010).

D. Metalurgi serbuk komposit

Metalurgi serbuk merupakan salah satu pilihan cara pembuatan untuk menghasilkan suatu komponen. Metalurgi serbuk merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari mengenai proses yang berkaitan dengan serbuk logam dan serbuk komposit yang meliputi pembuatan (fabrikasi), karakteristik serbuk, hingga konversi serbuk menjadi suatu komponen produk. Proses metalurgi serbuk ini meliputi tahapan proses metalurgi serbuk antara lain:

1. Karakteristik serbuk meliputi ukuran, bentuk serbuk, dan komposisi kimia. 2. Mixing atau blending (pencampuran serbuk).

3. Kompaksi (penekanan). 4. Curing (pemanasan).


(43)

24

Berikut ini adalah beberapa keunggulan dan kekurangan dari proses metalurgi serbuk (Rizkiyani, 2008) yaitu:

1. keunggulan:

a) Kemampuan untuk membuat komponen dengan tingkat kerumitan yang tinggi dan toleransi dimensi yang baik dengan kualitas yang tinggi. b) Konsumsi energi yang rendah.

c) Penggunaan bahan baku yang efisien.

d) Proses pencampuran yang lebih mudah dibanding pengecoran.

e) Dapat meminimalisasi terjadinya reaksi antar muka yang tidak diinginkan karna mudah diperbaiki pada temperatur rendah.

f) Dapat dilakukan proses perlakuan panas dan pembentukan pada kondisi panas atau dingin guna meningkatkan sifat mekanisnya.

2. Kekurangan:

a) Sulit untuk menghasilkan produksi massal.

b) Sulit untuk mendapatkan distribusi pertikel yang merata pada produk. c) Membutuhkan kebersihan proses dengan tingkat yang tinggi.

d) Terbentuknya inklusi di dalam produk yang memberikan efek beracun. e) Desain komponen harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah

dikeluarkan dari cetakan.

1. Karakteristik serbuk

Selain komposisi kimia yang menentukan sifat akhir komponen, sifat serbuk awal yang akan diproses juga mempengaruhi sifat produk akhir yang dihasilkan. Hal ini sangat penting untuk menentukan sifat mekanis


(44)

25

dari hasil kompaksi serbuk serta karakteristik-karakteristik lainnya yang meliputi ukuran serbuk, berat jenis serbuk, mampu alir serbuk (flowability), dan mampu tekan serbuk (compressability). Sesuatu dapat dikatakan serbuk apabila merupakan suatu padatan yang memiliki ukuran dimensi lebih kecil dari pada 1mm.

a. Ukuran dan distribusi partikel serbuk

Ukuran serbuk dapat didefinisikan sebagai ukuran linier pertikel yang kecil. Ukuran pertikel biasanya dilambangkan dengan ukuran mikron (µm). Ukuran partikel juga menentukan stabilitas dimensi, pelepasan gas yang tertangkap dan karakteristik selama proses pencampuran. Semakin halus ukuran partikel, maka akan semakin besar berat jenis bahan tersebut. Sedangkan distribusi ukuran partikel adalah pengelompokan besar pertikel dalam berbagai ukuran yang bertujuan untuk menghasilkan pengukuran kerapatan maksimum suatu partikel. Distribusi partikel ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan saling isi partikel untuk mendapatkan volume terpadat. Berikut ini adalah pengaruh ukuran partikel serbuk terhadap karakteristik serbuk:

1) Ukuran partikel serbuk yang halus lebih digunakan untuk proses kompaksi serbuk yang keras atau getas seperti: tungsten dan alumina, karna dengan meningkatnya gesekan akan membantu meningkatkan kekuatan adhesi sehingga memudahkan proses selanjutnya.


(45)

26

2) Serbuk yang halus memiliki luas permukaan antar partikel yang lebih banyak sehingga luasnya permukaan akan meningkatkan mekanisme ikatan antar partikel secara difusi saat proses pemanasan. 3) Serbuk yang kasar, maka dapat lebih mudah didapatkan berat jenis yang lebih seragam pada saat kompasi, akan tetapi sifat hasil pemanasannya kurang baik dibandingkan dengan partikel yang lebih halus karna rendahnya luas antar partikel yang menyebabkan sedikitnya difusi yang terjadi sehingga menurunkan sifat mekanisnya.

b. Bentuk partikel serbuk

Bentuk partikel serbuk merupakan faktor penting terhadap sifat massa serbuk, seperti efisiensi pemadatan serbuk, mampu alir serbuk, dan mampu tekan serbuk. Bentuk partikel serbuk yang besar mempengaruhi besarnya kontak antar pertikel sehinnga besarnya gaya gesekan antar partikel dihubungkan dengan luas permukaan partikel serbuk. Bentuk partikel serbuk juga bepengaruh pada perpindahan serbuk saat proses penekanan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perpindahan massa pada proses pemanasan. Berdasarkan standar ISO 3252, bentuk serbuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Spherical berbentuk bulat

2) Angular berbentuk polihedral kasar dengan tepi tajam 3) Acicular berbentuk jarum


(46)

27

5) Flake berbentuk serpihan

6) Fibrous berbentuk serabut yang beraturan atau tidak beraturan 7) Dendritic berbentuk kristalin dan bercabang

8) Granular berbentuk hampir bulat

9) Nodular berbentuk bulat dan tidak beraturan

c. Berat jenis serbuk

Berat jenis serbuk dapat didefinisikan sebagai tingkat kerapatan dari serbuk. Pada metode metalurgi serbuk terdapat beberapa terminologi mengenai pengertian berat jenis yaitu:

1) Apparent density atau bulk density didefinisikan sebagai berat per satuan volume dari serbuk.

2) Tap density didefinisikan sebagai berat jenis tertinggi yang dicapai dengan vibrasi tanpa aplikasi tekanan luar.

3) Green density didefinisikan sebagai berat jenis serbuk setelah serbuk mengalami penekanan kompaksi untuk proses pemanasan.

4) Theoritical density didefinisikan sebagai berat jenis sesungguhnya dari material serbuk ketika material serbuk ditekan hingga menghasilkan serbuk tanpa pori.

d. Mampu alir serbuk (Flowability)

Mampu alir serbuk merupakan karakteristik serbuk yang menggambarkan sifat alir dan kemampuan serbuk untuk dapat memenuhi ruang cetakan dan beberapa faktor yang mempengaruhi


(47)

28

mampu alir serbuk adalah bentuk serbuk, berat jenis serbuk, distribusi ukuran partikel, dan kelembaban serbuk.

e. Mampu tekan (Compressibility)

Mampu tekan merupakan perbandingan volume serbuk mula-mula dengan volume benda yang ditekan yang nilainya berbeda-beda tergantung distribusi ukuran serbuk dan bentuk serbuk. Mampu tekan menunjukan bahwa densitas merupakan fungsi dari tekanan yang diberikan. Serbuk yang halus akan memiliki mampu tekan yang lebih tinggi dari pada serbuk yang kasar. Mampu tekan serbuk juga dipengaruhi oleh efek gesekan antar partikel. (Rizkiyani, 2008)

2. Pencampuran (Mixing)

Pencampuran serbuk dapat dilakukan dengan mencampurkan logam yang berbeda dan material-material lain untuk memberikan sifat fisik dan mekanik yang lebih baik. Pencampuran Ada 2 macam, yaitu: dilakukan dengan proses basah (wet mixing) dan proses kering (dry mixing).

a) Pencampuran basah (wet mixing)

Yaitu proses pencampuaran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik dan filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi.Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuaran material yang digunakan dan untuk melapisi


(48)

29

permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.

b) Pencampuran kering (dry mixing)

Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan di udara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.

Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain: kecepatan pencampuran, lamanya waktu pencampuran, ukuran partikel, jenis material, temperatur, dan media pencampuran. Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga kualitas ikatan antar partikel semakin baik. (Nurun, 2008).


(49)

30

3. Penekanan (kompaksi)

Penekanan (kompaksi) adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi bentuk yang diinginkan. Terdapat beberapa metode penekanan, diantaranya, penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas (hot compaction). Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi.

Gambar 11. Proses kompaksi serbuk (Nurun, 2008)

4. Pemanasan (Curing )

Curing adalah salah satu proses heat treatment dimana material komposit dipanaskan dengan temperatur dan waktu tertentu, sehingga material komposit akan mengalami perubahan pada sifat mekanik.


(50)

31

E. Pengujian kekerasan

Kekerasan adalah ukuran ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis lokal. Nilai kekerasan tersebut dihitung hanya pada tempat dilakukannya pengujian tersebut (lokal), sedangkan pada tempat lain bisa jadi kekerasan suatu material berbeda dengan tempat yang lainnya. Tetapi nilai kekerasan suatu material adalah homogen secara teoritik akan sama untuk tiap-tiap titik.

1. Pengujian kekerasan Rockwell

Pengujian Rockwell merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur kekerasan, karena pengujiannya sederhana untuk dikerjakan dan tidak dibutuhkan kemampuan khusus. Dalam uji kekerasan Rockwell ada beberapa skala yang dapat digunakan dan kombinasi jenis identor dan beban yang diterapkan. Identor yang digunakan ada dua macam, yaitu: a) Bola baja yang dimiliki diameter 1/16, 1/8, 1/4, 1/2 in .

b) Kerucut intan yang digunakan untuk bahan-bahan yang keras.

Dengan sistem ini, angka kekerasan dapat ditentukan berdasarkan perbedaan kedalaman hasil penetrasi yang diawali beban minor dan diikuti oleh beban mayor yang lebih besar. Besarnya beban minor adalah 10 kg dan beban mayor adalah 60, 100, 150 kg. Kekerasan dapat dibaca secara langsung dan hanya membutuhkan beberapa detik saja.

Lokasi titik pengujian pada mesin uji kekerasan sangat penting. Bila penekanan dilakukan terlalu dekat dengan bagian tepi dari benda uji maka harga kekerasan yang didapat akan berkurang dari yang sebenarnya.


(51)

32

Sedangkan jarak minimum antara satu penekanan dengan penekanan yang lain minimal lima kali diameter penekanan (Callister, 2001).

Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell (Callister, 2001)

Skala Beban Mayor

(Kgf) Tipe Indentor Tipe Material Uji

A 60 1/16” bola intan

kerucut

Sangat keras, tungsten, karbida

B 100 1/16” bola

Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang, kuningan, perunggu

C 150 Intan kerucut

Baja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil tempering

D 100 1/8” bola

Besi cor, paduan

alumunium, magnesium yg dianealing

E 100 Intan Kerucut Baja kawakan

F 60 1/16” bola Kuningan yang

dianealing dan tembaga

G 150 1/8” bola Tembaga, berilium,

fosfor, perunggu

H 60 1/8” bola Pelat alumunium, timah

K 150 ¼” bola Besi cor, paduan

alumunium, timah

L 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

M 100 ¼” bola Plastik, logam lunak

R 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

S 100 ½” bola Plastik, logam lunak


(52)

33

Pemilihan skala yang tepat juga sangat mempengaruhi terhadap hasil pengukuran kekerasan. Contohnya pada material lunak digunakan Rockwell B dengan indentor bola baja, bila diganti dengan yang lain maka harga kekerasan yang didapat tidak benar. Tidak ada batasan maksimum pada pengukuran kekerasan dengan menggunakan indentor intan. Tetapi bagaimanapun, Rockwell C sebaiknya tidak digunakan pada material tungsteen, karena material tersebut akan retak atau umur indentornya intan akan berkurang. Rockwell A adalah skala yang dapat diterima dalam pengujian kekerasan produk industri karbida. Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :

1. HRa (Untuk material yang sangat keras)

2. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.

3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (specimen) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.


(53)

34

Gambar 12. Alat pengujian kekerasan (Callister, 2001)

Indentor terbuat dari baja yang diperkeras berbentuk bola dan selain itu ada juga yang berbentuk kerucut intan. Indentor bola mempunyai ukuran diameter masing-masing 1,588 mm, 3,175 mm, 6,350 mm dan 12,70 mm. Sedangkan beban yang tersedia adalah 10, 60, 100 dan 150 kg.


(54)

35

2. Pengujian kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan Brinell menggunakan penumbuk (penetrator) yang terbuat dari bola baja yang diperkeras (tungsten carbide). Diameter bola adalah 10 mm, lihat gambar dan beban standar antara 500 dan 3000 kg dengan peningkatan beban 500 kg. Selama pembebanan, beban ditahan 10 sampai 30 detik. Pemilihan beban tergantung dari kekerasan material, semakin keras material maka beban yang diterapkan juga semakin besar.

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (specimen). Dalam pengujian brinnel biasa dinyatakan dalam contoh : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan brinell hasil pengujian dengan bola baja (identor) berdiameter 5 mm, beban uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.


(55)

36

--

(1)

HB = Angka kekerasan Brinell P = Beban

Angka kekerasan brinell disimbolkan dengan HB. Ketebalan maksimum spesimen sama dengan indentor, sedangkan jarak antar penjejakan sama dengan pengujian rockwell. Pengujian ini juga memerlukan permukaan yang datar dan halus.

3. Pengujian kekerasan Knoop dan Vickers

Kedua jenis pengujian ini menggunakan indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Hasil penjejakan diukur dengan mikroskop lalu dikonversikan menjadi angka kekerasan.

Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136o yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Dalam praktiknya, pengujian vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini


(56)

37

berarti bahwa kekerasan vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik.

Gambar 15. Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)

HV= 1,854 P/d2 (2)

HV = Angka kekerasan Vickers

P = Beban

Gambar 16. Bentuk indentor Knoop ( Callister, 2001)

HK= 14,2 P/l2 (3)

HK = Angka kekerasan Knoop


(57)

38

Kekerasan Knoop dan Vickers dilambangkan dengan HK dan HV. Kedua jenis pengujian ini cocok untuk pengujian dengan material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.


(58)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan di laboratorium material teknik mesin adalah: menimbang berat bahan, pencampuran bahan, pembuatan spesimen, pemanasan spesimen komposit, pengujian kekerasan dan foto makro.

B. Bahan Yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Resin phenolic (phenolic resin)

Resin phenolic berfungsi sebagai matrik dalam komposit. Resin ini mampu tahan pada temperatur tinggi (thermoset), sampai 200oC.


(59)

40

2. Fly ash (abu terbang batu bara)

Fly ash berfungsi sebagai penguat atau pengisi dalam komposit. Fly ash mengandung bahan seperti: silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi oksida(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang.

Gambar 18. Serbuk fly ash

3. Barium sulfat (BaSo4)

Barium sulfat (BaSo4) dapat meningkatkan kerapatan massa dan dapat meningkatkan ketahanan pada temperatur tinggi serta dapat mengurangi tingkat keausan. Di indonesia, barium sulfat dalam bentuk serbuk berwarna putih.


(60)

41

4. Grafit

Grafit termasuk bahan friction modifier tingkat gesekan grafit dipengaruhi oleh kelembaban dan strukturnya. Penambahan grafit dapat meningkatkan ketahanan aus serta dapat mempengaruhi koefisien gesek.

Gambar 20. Serbuk grafit

5. NBR (Nitrile Butadiene Rubber)

NBR digunakan untuk mengurangi kekerasan. NBR dipilih menjadi bahan penyusun komposit, karna NBR memiliki ketahanan thermal yang baik dibandingkan jenis karet lainnya.


(61)

42

6. Serbuk besi (Fe)

Serbuk ini ditambahkan sebagai material gesek agar dapat memperbaiki karakteristik thermal komposit. Serbuk besi memiliki konduktivitas thermal dan difusivitas thermal yang baik.


(62)

43

C. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rockwell hardness tester

Merk : AFFRI Seri 206.RT-206.RTS

Loading : Maximum 150 Kgf dan Minimum 60 Kgf Spesifikasi : HR C Load : 150 Kgf,

HR B Load : 100 Kgf Indentor : Steel Ball 1/16” HR A Load : 60 Kgf

Indentor : Kerucut Diamond 1200

Alat ini digunakan sebagai pengujian kekerasan komposit.


(63)

44

2. Thermo control

Alat ini digunakan untuk mengatur temperatur pada saat proses pemanasan komposit. Thermo control ini dapat memanaskan elemen pemanas hingga temperatur 600o C.

Gambar 24. Thermo control

3. Cetakan

Digunakan untuk mencetak benda uji. Dimensi dari cetakan ini yaitu panjang : 52 mm, lebar : 33 mm, dan tinggi : 20 mm yang ditunjukan pada gambar berikut ini :

Gambar 25. Cetakan

P: 52mm

T: 20mm L: 33mm


(64)

45

4. Mixer

Digunakan sebagai pengaduk resin phenolic, fly ash, byrite (BaSO4), grafit, NBR , dan serbuk besi (Fe) sehingga mempunyai komposisi yang seragam.

Gambar 26. Mixer

5. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untuk mengukur berat Phenolic resin, fly ash, byrite (BaSO4), grafit, NBR , dan serbuk besi (Fe) sebelum dilakukan pencampuran dalam pembuatan komposit. Timbangan ini memiliki ketelitian 0,1-500 kg


(65)

46

6. Furnace

Digunakan untuk proses curing (perlakuan panas komposit) dimana material komposit dipanaskan dengan temperatur dan waktu tertentu.

Gambar 28. Furnace

7. Dongkrak hidrolik

Digunakan untuk mengepress komposit agar padat. Dongkrak ini memiliki kapasitas untuk menahan beban hingga 5 ton.


(66)

47

8. Digital mikroskop

Digital mikroskop ini digunakan untuk mengamati hasil pengujian kekerasan dan distribusi partikel bahan penyusun komposit. Mikroskop ini memiliki ukuran perbesaran antara 40x sampai 1000x.


(67)

48

D. Prosedur Penelitian

Prosedur pengujian dimulai dengan menyiapkan kelengkapan alat uji kekerasan seperti identor bola baja 1/8 in, dudukan tempat spesimen uji dan kalibrasi hardness gauge. Adapun alat uji kekerasan yang digunakan adalah Rockwell hardness tester. Pengujian dilanjutkan dengan meletakkan spesimen di tempat alat uji kekerasan. Kemudian pemberian beban awal (minor load) pada sepesimen dimana beban yang diberikan adalah sebesar 10 kg. Selanjutnya memberi beban penuh yaitu major load sebesar 100 kg dan menghitung waktu yang digunakan pada proses pengujian yaitu dengan waktu 10 detik. Sehingga didapatkan hasil pengujian berupa cekungan (identasi) pada spesimen akibat tekanan dari bola baja. Pengujian ini terus berjalan sampai 15 spesimen komposit, dengan 3 variasi komposisi fly ash dan NBR. Pada setiap variasi didapatkan 5 spesimen pengujian. Pada variasi pertama fly ash yang digunakan adalah 5% dan NBR 15%, variasi kedua fly ash 10% dan NBR 10%, dan variasi ketiga fly ash 15% dan NBR 5%. Pengujian pada setiap spesimen dilakukan pada dua permukaan, dimana setiap permukaan dilakukan 3 titik pengujian yang berbeda.

Metode pelaksanaan penelitian yang dilakukan dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:

1. Persiapan cetakan spesimen uji 2. Persiapan pencampuran bahan 3. Pembuatan spesimen uji 4. Prosedur pengujian dan analisa


(68)

49

1. Persiapan cetakan spesimen uji

Cetakan spesimen uji dibuat dengan ukuran standar pengujian, bahan yang digunakan untuk cetakan ini adalah baja dengan kelas sedang. Cetakan ini disesuaikan dengan geometri spesimen uji kekerasan ASTM D 785-03 Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials.

Gambar 31. Cetakan spesimen komposit

2. Persiapan pencampuran bahan a. Persiapan matriks

Pencampuran untuk pembuatan spesimen uji kekerasan, matriks yang digunakan adalah resin phenolic. Resin ini memiliki warna hitam dan berbentuk serbuk. Resin ini digunakan karna memiliki ketahanan temperatur tinggi. Komposisi matriks yang digunakan sebanyak 60%.

b. Persiapan bahan penguat (Reinforcement)

Bahan penguat yang digunakan adalah fly ash batu bara PLTU Tarahan. Fly ash mengandung bahan seperti: silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan


(69)

50

besi oksida(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang. Fly ash ini memiliki bentuk serbuk berwarna abu-abu. Komposisi fly ash yang digunakan yaitu sebanyak 5%, 10%, dan 15%.

c. Persiapan bahan pengisi (Filler)

Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah serbuk besi (Fe), dan barium sulfat (BaSO4). Serbuk besi (Fe) digunakan untuk menaikkan konduktifitas thermal, dan akan meningkatkan koefisien gesek. Barium sulfat (BaSo4) memiliki fungsi memperbaiki ketahanan matriks pnenolic terhadap temperatur tinggi. Komposisi serbuk besi (Fe) yang digunakan yaitu sebanyak 5%, dan barium sulfat (BaSO4) sebanyak 10%.

d. Persiapan bahan pengikat (Binder)

Bahan pengikat yang digunakan adalah NBR (Nitrile Butadiene Rubber) . NBR digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas komposit dan memiliki ketahanan thermal yang baik dibandingkan dengan jenis karet yang lain. Komposisi NBR yang digunakan sebanyak 15%, 10%, 5%.

e. Persiapan bahan (Friction modifier)

Friction modifier berfungsi untuk memodifikasi atau mengatur koefisien gesek. Bahan yang digunakan sebagai Friction modifier adalah grafit. Grafit dapat meningkatkan ketahanan aus serta mempengaruhi koefisien gesek. Komposisi grafit yang digunakan sebanyak 5%.


(70)

51

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun komposit

Bahan penyusun komposit komposisi komposit (%)

A B C

Matriks Phenolic resin 60% 60% 60%

Reinforcement Fly ash 5% 10% 15%

Binder NBR (Nitrile Butadiene Rubber)

15% 10% 5%

Filler BaSO4 (Barium sulfat) 10% 10% 10%

Serbuk besi (Fe) 5% 5% 5%

Friction modifier Grafit 5% 5% 5%

3. Pembuatan spesimen uji

Setelah menyiapkan bahan penyusun komposit yang berupa phenolic resin, fly ash, NBR, BaSO4 (Barium sulfat), grafit, serbuk besi (Fe) dengan komposisi yang sudah sesuai, selanjutnya mencampur komposisi (mixing) dengan lama waktu pencampuran 20 menit. Sehingga mendapatkan campuran yang homogen. Selanjutnya adalah memasukkan bahan bahan yang telah tercampur kedalam cetakan yang telah diberi oli untuk mempermudah mengeluarkan komposit dari cetakan. Kemudian memanaskan komposit dengan temperatur 250o C dan ditekan dengan tekanan 5 ton selama 30 menit. Setelah proses penekanan selesai selanjutnya adalah proses curing pada proses ini spesimen komposit dipanaskan dengan menggunakan Furnace selama 4 jam dengan


(71)

52

temperatur 150o C. Selanjutnya mengamplas spesimen agar permukaan yang akan diuji kekerasan memiliki permukaan yang rata dan halus, selanjutnya memberi label (Kode spesimen).

Tabel 4. Jumlah spesimen yang akan diuji kekerasan

Pengujian Jumlah spesimen komposit

Kekerasan Rockwell (R)

Variasi A Variasi B Variasi C

5 5 5

4. Prosedur pengujian dan analisa

Pelaksanaan pengujian adalah proses uji kekerasan, pengujian kekerasan pada komposit dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan. Dari pengujian ini akan didapatkan hasil nilai kekerasan Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials. Prosedur pengukuran kekerasan dengan metode Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials adalah sebagai berikut :

1. Pertama-tama permukaan benda uji (spesimen) dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan benda uji.

2. Kemudian dilakukan pemilihan metode pengujian kekerasan Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials. dengan identor bola baja 1/8". Pengukuran-pengukuran kekerasan dilakukan beberapa titik pada permukaan spesimen.


(72)

53

Tabel 5. Skala kekerasan rockwell (ASTM D 785-03) Rockwell

Hardness Scale

Minor load (kg)

Major load (kg)

Identer diameter

in mm

R 10 60 0.5000 12.700

L 10 60 0.2500 6.350

M 10 100 0.2500 6.350

E 10 100 0.1250 3.175

K 10 150 0.1250 3.175

Ilustrasi pengujian kekerasan rockwell dapat dilihat pada Gambar 32 dibawah ini:


(73)

54

3. Menyiapkan beban penekan yang akan digunakan untuk pengujian sesuai dengan jenis sampelnya dengan berat pembebanan 100 kg.

4. Meletakkan spesimen uji pada meja uji.

5. Memilih waktu penekanan selama 10 detik.

6. Setelah selesai proses penekanan selama 10 detik, maka hardness gauge akan menunjukan nilai kekerasan.

7. Mencatat hasil dari pengujian kekerasan.

8. Mengidentifikasi hasil pengujian dengan menggunakan foto Makro menggunakan alat digital mikroskop, untuk melihat distribusi partikel bahan penyusun komposit dan melihat ikatan partikel bahan penyusun pada permukaan hasil pengujian.


(74)

55

5. Alur proses penelitian

Adapun diagram alir pada penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 33 sebagai berikut:

Gambar 33. Diagram alir penelitian Persiapan bahan, alat uji dan alat ukur

Pembuatan komposit

Pengujian kekerasan

Analisa data

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran Mulai

Selesai

Pencampuran phenolic resin, fly ash, NBR, BaSo4, grafit, dan serbuk besi

Study Literatur


(75)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data hasil pengujian komposit berpenguat fly ash, didapat beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Semakin tinggi peresentase fly ash pada komposit, maka semakin meningkat nilai kekerasan komposit. Hal ini disesuaikan dengan pengaruh muatan/jumlah dari partikel fly ash yang bertambah dan kandungan kimia fly ash seperti silikat (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3) yang memiliki sifat keras. Dimana pada hasil pengujian kekerasan permukaan atas menunjukan komposit dengan komposisi fly ash 5% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 89,99 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi fly ash 15% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 119,59 kg/mm2. Sedangkan hasil pengujian kekerasan permukaan bawah menunjukan komposit dengan komposisi fly ash 5% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 85,38 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi fly ash 15% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 110,86 kg/mm2.

2. Pada pengamatan foto makro dapat dilihat, bahwa komposisi fly ash 15% dengan nilai kekerasan tertinggi, distribusi partikel merata keseluruh


(76)

80

bagian komposit dan tidak ada rongga-rongga pada permukaan komposit. sedangkan komposisi fly ash 5% dengan nilai kekerasan terendah, distribusi partikel kurang merata, masih ada beberapa void, dan retakan(creaking) pada permukaan komposit yang sudah diuji kekerasan, hal ini menyebabkan kegagalan pada komposit.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang ingin disampaikan penulis agar penelitian ini dapat lebih dikembangkan lagi adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pembuatan komposit dengan alat yang lebih memadai, misalnya mesin press yang sudah menggunakan pressure gauge agar tekanan pada saat proses pengepressan dapat diketahui dan hasil yang diperoleh lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan pengujian sifat mekanik lainnya seperti pengujian bending, dan pengujian ketahanan panas.


(77)

DAFTAR PUSTAKA

Antoni, 2007. Sifat Kimia Dan Sifat Fisika Fly Ash. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ardianto, 2011. Studi Karakteristik Komposit Karbon Batubara/Arang Tempurung Kelapa Berukuran Mesh 250 Dengan Matriks Coal Tar Pitch. Fakultas Teknik, Teknik Metalurgi Dan Material. Depok.

Ari Tristianto, Wibowo, 2010. Pengembangan Dan Pembuatan Kampas rem Kendaraan Bermotor Berbahan dasar Komposit Serbuk Limbah Besi Cor, Serat Asbes Dan Serbuk Limbah Plastik. Universitas Indonesia. Jakarta.

ASTM D 785. Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials.

Aziz1, Muchtar, Ngurah Ardha Dan Lili Tahli. 2006. Karakterisasi Abu Terbang

PLTU Suralaya Dan Evaluasinya Untuk Refraktori Cor.

www.tekmira.esdm.go.id.

Callister, W. D., 2007. Material Science End Engineering An Introduction, 7ed, Departemen of metallurgical engineering the university of utah, John willey and sons, Inc.


(78)

Gibson, 1994. Principle Of Composite Material Mechanics. New york; Mc Graw Hill, Inc.

Handoyo, Kus. 2008. Material Komposit. Jurusan Teknik Material Dan Metalurgi ITS. Surabaya.

Harijono, 2006. Fly ash dan Pemanfaatannya, Seminar Nasional Batubara Indonesia. Yogyakarta : UGM.

Http://www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661. Diunduh pada 22 oktober 2014.

Http://heidyolivia.files.wordpress.com/2011/02/bab-2-pb.pdf. Diunduh pada 22 oktober 2014.

Http://www.enginerematerialsinc. Diunduh pada tanggal 19 September 2014.

Kiswiranti, Desi. 2008. Pemanfaatan Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Serat Penguat Bahan Friksi Nonasbes Pada Pembuatan Kampas Rem Sepeda Motor. Skripsi Teknik FisikaUniversitas Negeri Semarang. Semarang.

Koesnadi Heri, 2008. FlyAsh.

http://heri-mylife.blogspot.com/2008/06/fly-ash.html.

Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, “Effect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables – Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite”, Bulletin of American Ceramic Society, Abstract on http://www.ceramicbulletin.org.


(79)

Miranda putri, 2006. Kumpulan artikel abu terbang batubara, http//www.pu.go.id.

Nurun, 2008. Metalurgi serbuk material, pdf. Diunduh pada 04 september 2014.

Pratama, 2011. Analisa sifat material komposit bahan kampas rem dengan penguat fly ash batubara, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rizkiyani, 2008. Pengaruh Kadar Grafit, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.

Silvonen, J. 2001, Porous Ceramic Castable Refractories, Presentation Outline, TUT, Institute of Materials Science, Ceramic Materials Laboratory.

Wardani, 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Widodo, 2008. Material komposit. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yun Fu, Shao., 2008, Effects of particle size, particle/matrix interface adhesion and particle loading on mechanical properties of particulate–polymer composites, Chinese Academy of Sciences, china.


(1)

55

5. Alur proses penelitian

Adapun diagram alir pada penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 33 sebagai berikut:

Gambar 33. Diagram alir penelitian Persiapan bahan, alat uji dan alat ukur

Pembuatan komposit

Pengujian kekerasan

Analisa data

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran Mulai

Selesai

Pencampuran phenolic resin, fly ash, NBR, BaSo4, grafit, dan serbuk besi

Study Literatur


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data hasil pengujian komposit berpenguat fly ash, didapat beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Semakin tinggi peresentase fly ash pada komposit, maka semakin meningkat nilai kekerasan komposit. Hal ini disesuaikan dengan pengaruh muatan/jumlah dari partikel fly ash yang bertambah dan kandungan kimia fly ash seperti silikat (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3) yang memiliki sifat keras. Dimana pada hasil pengujian kekerasan permukaan atas menunjukan komposit dengan komposisi fly ash 5% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 89,99 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi fly ash 15% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 119,59 kg/mm2. Sedangkan hasil pengujian kekerasan permukaan bawah menunjukan komposit dengan komposisi fly ash 5% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 85,38 kg/mm2, dan komposit dengan komposisi fly ash 15% mempunyai nilai rata-rata HR (E) 110,86 kg/mm2.

2. Pada pengamatan foto makro dapat dilihat, bahwa komposisi fly ash 15% dengan nilai kekerasan tertinggi, distribusi partikel merata keseluruh


(3)

80

bagian komposit dan tidak ada rongga-rongga pada permukaan komposit. sedangkan komposisi fly ash 5% dengan nilai kekerasan terendah, distribusi partikel kurang merata, masih ada beberapa void, dan retakan(creaking) pada permukaan komposit yang sudah diuji kekerasan, hal ini menyebabkan kegagalan pada komposit.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang ingin disampaikan penulis agar penelitian ini dapat lebih dikembangkan lagi adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pembuatan komposit dengan alat yang lebih memadai, misalnya mesin press yang sudah menggunakan pressure gauge agar tekanan pada saat proses pengepressan dapat diketahui dan hasil yang diperoleh lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan pengujian sifat mekanik lainnya seperti pengujian bending, dan pengujian ketahanan panas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Antoni, 2007. Sifat Kimia Dan Sifat Fisika Fly Ash. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ardianto, 2011. Studi Karakteristik Komposit Karbon Batubara/Arang Tempurung Kelapa Berukuran Mesh 250 Dengan Matriks Coal Tar Pitch. Fakultas Teknik, Teknik Metalurgi Dan Material. Depok.

Ari Tristianto, Wibowo, 2010. Pengembangan Dan Pembuatan Kampas rem Kendaraan Bermotor Berbahan dasar Komposit Serbuk Limbah Besi Cor, Serat Asbes Dan Serbuk Limbah Plastik. Universitas Indonesia. Jakarta.

ASTM D 785. Rockwell Hardness of Plastics and Electrical Insulating Materials.

Aziz1, Muchtar, Ngurah Ardha Dan Lili Tahli. 2006. Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya Dan Evaluasinya Untuk Refraktori Cor. www.tekmira.esdm.go.id.

Callister, W. D., 2007. Material Science End Engineering An Introduction, 7ed, Departemen of metallurgical engineering the university of utah, John willey and sons, Inc.


(5)

Gibson, 1994. Principle Of Composite Material Mechanics. New york; Mc Graw Hill, Inc.

Handoyo, Kus. 2008. Material Komposit. Jurusan Teknik Material Dan Metalurgi ITS. Surabaya.

Harijono, 2006. Fly ash dan Pemanfaatannya, Seminar Nasional Batubara Indonesia. Yogyakarta : UGM.

Http://www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661. Diunduh pada 22 oktober 2014.

Http://heidyolivia.files.wordpress.com/2011/02/bab-2-pb.pdf. Diunduh pada 22 oktober 2014.

Http://www.enginerematerialsinc. Diunduh pada tanggal 19 September 2014.

Kiswiranti, Desi. 2008. Pemanfaatan Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Serat Penguat Bahan Friksi Nonasbes Pada Pembuatan Kampas Rem Sepeda Motor. Skripsi Teknik FisikaUniversitas Negeri Semarang. Semarang.

Koesnadi Heri, 2008. FlyAsh.

http://heri-mylife.blogspot.com/2008/06/fly-ash.html.

Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, “Effect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables – Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite”, Bulletin of American Ceramic Society, Abstract on http://www.ceramicbulletin.org.


(6)

Miranda putri, 2006. Kumpulan artikel abu terbang batubara, http//www.pu.go.id.

Nurun, 2008. Metalurgi serbuk material, pdf. Diunduh pada 04 september 2014.

Pratama, 2011. Analisa sifat material komposit bahan kampas rem dengan penguat fly ash batubara, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rizkiyani, 2008. Pengaruh Kadar Grafit, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.

Silvonen, J. 2001, Porous Ceramic Castable Refractories, Presentation Outline, TUT, Institute of Materials Science, Ceramic Materials Laboratory.

Wardani, 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Widodo, 2008. Material komposit. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yun Fu, Shao., 2008, Effects of particle size, particle/matrix interface adhesion and particle loading on mechanical properties of particulate–polymer composites, Chinese Academy of Sciences, china.