TEKS NASKAH PIDATO CONTOH

TEKS NASKAH PIDATO (CONTOH)
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang terhormati Bapak/Ibu Dan teman-teman yang
saya cintai Sebelumnya marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat-Nya dan memberikan kesehatan bagi diri kita semua sehingga kita semua dapat
hadir disini menghadiri acara Hari Kesehatan Nasional iniIbu/Bapak serta rekan semuanya, kesehatan
memang sangatlah penting bagi diri kita semuanya, tanpa terkecuali. baik untuk kalangan muda
maupun orang-orang telah dewasa sekalipun sangatlah penting untuk menjaga
kesehatannya.Sebelumnya marilah kita meninjau dulu kebelakang tentang sejarah hari kesehatan
nasional ini.Ibi/bapak sekalian, Pada sekitar tahun 1960-an malaria merupakan salah satu penyakit
rakyat yang berkembang dengan subur. Ratusan ribu jiwa mati akibat malaria. Berdasarkan
penyelidikan dan pengalaman, sebenarnya penyakit malaria di Indonesia dapat dilenyapkan. Untuk itu
cara kerja harus dirubah dan diperbarui. Maka pada September 1959 dibentuk Dinas Pembasmian
Malaria (DPM) yang kemudian pada Januari 1963 dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian
Malaria (KOPEM). Pembasmian malaria tersebut ditangani secara serius oleh pemerintah dengan
dibantu oleh USAID dan WHO. Direncanakan bahwa pada tahun 1970 malaria hilang dari bumi
Indonesia.Pada akhir tahun 1963, dalam rangka pembasmian malaria dengan racun serangga DDT,
telah dijalankan penyemprotan rumah-rumah di seluruh Jawa, Bali dan Lampung, sehingga l.k. 64,5
juta penduduk telah mendapat perlindungan dari kemungkinan serangan malaria. Usaha itu juga
dilanjutkan dengan nusaha surveilans yang berhasil menurunkan ”parasite index” dengan cepat, yaitu
dari 15 % menjadi hanya 2%.Pada saat itulah, tepatnya pada tanggal 12 November 1964, peristiwa
penyemprotan nyamuk malaria secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku Presiden RI di desa

Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Meskipun peristiwanya sendiri merupakan
upacara simbolis penyemprotan nyamuk, tetapi kegiatan tersebut harus dibarengi dengan kegiatan
pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Hari
Kesehatan Nasional (HKN), yang setiap tahun terus menerus diperingati sampai sekarang. Sejak itu,
HKN dijadikan momentum untuk melakukan pendidikan/penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat.Ibu/bapak serta rekan sekalian, dengan semakin berkembangnya tekhnologi di era
sekarang ini. kita haruslah lebih berhati-hati dalam menjaring segala sesuatu yang masuk ke sekitar
lingkungan kita. dengan semakin berkembangnya teknologi tersebt, jelaslah sangat berpengaruh dan
erat sekali hubungannya dengan kesehatan kita semua. sebagai salah satu contoh. dalam hal berolah
raga. dewasa ini orang-orang seolah melupakan olahraga, itu disebabkan karena mereka semakin
sebuk dengan kegiatan-kegiatannya masing-masing, mereka apalagi anak-anak muda sekarang ini
cenderung lebih memilih main game berjam-jam didepan komputernya daripada memilih
berolahraga.Tidak sedikit pula kalangan muda sekarang menyalahgunaan Narkotika dan zat aditif
lainnya sebagai salah satu pelarian, itu tentu saja membawa dampak yang luas dan kompleks. Sebagai
salah satu contoh dari dampaknya antara lain perubahan perilaku, gangguan kesehatan, menurunnya
produktivitas kerja secara drastis.Penyalahgunaan narkoba dapat dicegah melalui program-program
diantaranya mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, tidak bergaul dengan pengguna atau pengedar
narkoba, tidak mudah terpengaruh ajakan atau rayuan untuk menggunakan narkoba. Pengguna
narkoba biasanya lebih didominasi oleh para remaja dan anak sekolah.Biasanya pengedar maupun
pemakai di sekolah telah paham betul program-program disekolah untuk pencegahan pengguna atau

pemakai disekolah, mereke tentu saja mengantisipasinya dengan sebaik yang mereka bisa. Sepintar
apapun kiat mereka, ibarat sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Jurus-jurus jitu
menghindari deteksi sekolah memang mereka kuasai, tapi mengingat sifat narkoba yang adiktif dan
menutut dosis yang lebih tinggi maka disiplin cara aman akan terkuak jugaUntuk itu marilah kita
memulainya dari sekarang dengan pola hidup sehat untuk diri kita sendiri dulu. Merubah pola hidup
memanglah tidak gampang. tetapi sehat itu sebih murah daripada sakit yang mungkin rekan-rekan
ketahui kalau biaya pengobatan dewasa ini tidaklah murah, meskipun pemerintah telah memberikan
program bagi warga tidak mampu. Namun sekali lagi saya tekankan kalau sehat itu lebih baik dari
segalanya. Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan apabila ada kesalahan dalam bertutur
kata, saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih dan saya
akhiri.Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Materi teks pidato
Illegal Fishing di Indonesia

Samudera Pasifik merupakan daerah
yang tingkat pelanggarannya cukup tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Pelanggaranpelanggaran tersebut terutama dilakukan oleh KIA yang berasal dari berbagai negara diantaranya
Thailand, Vietnam, China, dan Filipina.
Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang dikeluarkan oleh International Plan
of Action (IPOA) – Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai oleh FAO dalam

konteks implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing
dijelaskan sebagai berikut.
Illegal Fishing, adalah :
1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan
yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan
penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu (Activities
conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission
of that state, or in contravention of its laws and regulation).
2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu negara yang
tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management
Organization (RFMO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan
konservasidan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti
aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum internasional (Activities
conducted by vessels flying the flag of states that are parties to a relevant regional fisheries
management organization (RFMO) but operate in contravention of the conservation and management
measures adopted by the organization and by which states are bound, or relevant provisions of the
applicable international law).
3.
Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau
ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO (Activities in


violation of national laws or international obligations, including those undertaken by cooperating stares
to a relevant regioanl fisheries management organization (RFMO).
Walaupun IPOA-IUU Fishing telah memberikan batasan terhadap pengertian IUU fishing, dalam
pengertian yang lebih sederhana dan bersifat operasional
Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
Illegal Fishing di Indonesia
Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah
pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga
(neighboring countries). Walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing
yang terjadi di WPP-RI, namun dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat
disimpulkan bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone) dan
juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Pada umumnya, Jenis alat
tangkap yang digunakan oleh KIA atau kapal eks Asing illegal di perairan Indonesia adalah alat-alat
tangkap produktif seperti purse seine dan trawl.Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh kapal ikan
Indonesia (KII).
Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain: penangkapan ikan tanpa
izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal
Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan
(pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan

berpangkalan), pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal),
transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan
memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan
yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.
Sampai dengan tahun 2008, kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia, terbilang cukup tinggi dan
memprihatinkan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar...
Gambar ..
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Perikanan
di WPP-RI

Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari
lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut,
dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab
tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi
overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia
berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di
Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.

Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih
menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus
mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya
armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk
mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan
masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi
magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open
acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika
dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan
dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari
sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan
(PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut,
tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih
diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.

Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara
tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan

komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Overfising,
overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak
kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak
nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat
terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena
dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing perlu ditetapkan angka
asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing
sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25%
dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield =
tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka
kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
Prediksi lain sebagian kerugian ekonomi akibat illegal fishing melalui perhitungan yang didasarkan
pada data hasil penelitian dapat kita simak pada Tabel
Tabel
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing
Pukat
Pukat

Pukat
Ikan
Pukat
Cincin
Rawai
Rincian
Ikan
Slt.
Udang
Pelagis
Tuna
L. Arafura
Malaka
Besar
Ukuran Kapal (GT)
202
240
138
134
178

Kekuatan Mesin (HP)
540
960
279
336
750
Produksi
847
864
152
269
107
(Ton/Kpl/thn)
Rugi pungutan
193
232
170
267
78
Perikanan (Rp

juta/Kpl/Thn)
Rugi subsidi BBM
112
221
64
77
173
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Rugi Produksi Ikan
3.559
1.733
3.160
1.101
801
(Rp. Juta/Kpl/Thn)
Total Kerugian
3.864
2.187
3.395
1.446

1.052
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat pencurian ikan oleh
kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara
akibat illegal fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal
fishing dengan jumlah kerugian tersebut.

Penulis : Mukhtar, A.Pi, M.Si

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sesuai dengan komitmennya untuk memerangi kegiatan
illegal fishing dan destructive fishing terus melakukan kegiatan pengawasan di laut dengan
mengerahkan armada kapal pengawas yang dimiliki. Kegiatan Illegal fishing yang dilakukan oleh Kapal

Perikanan Asing (KIA) dan Kapal Perikanan Indoneisa (KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia
(WPP-NRI), secara nyata melanggar Undang-undang (UU) No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana diubah dengan UU No. 45 tahun 2009, dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai perikanan tangkap. Selain itu, illegal fishing oleh KII di wilayah perairan
kompetensi Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management
Organizations/RFMOs) dan di laut lepas, juga menyalahi resolusi-resolusi RFMOs, termasuk ketentuan
mengenai Conservation and Management Measures (CMM), dan ketentuan-ketentuan internasional
tentang perikanan.
Modus operandi illegal fishing pun dilakukan dengan beragam cara, antara lain dengan melakukan
penangkapan ikan tanpa izin, mengunakan izin palsu, menggunakan alat tangkap yang dilarang,
menangkap jenis ikan (spesies) yang tidak sesuai dengan izin, menangkap ikan di wilayah yang tidak
sesuai ijin, tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data hasil
tangkapan, membawa ikan hasil tangkapan langsung ke negara lain (transhipment), penangkapan ikan
di wilayah yang dilarang, menangkap ikan di wilayah kompetensi RFMOs tanpa mengindahkan
ketentuan RFMOs maupun ketentuan internasional, penangkapan ikan menggunakan modifikasi
API/ABPI ikan yang dilarang, dan berbagai modus lainnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengungkapkan, bahwa praktek-praktek
Illegal fishing yang terjadi di WPP-NRI telah menyebabkan kerugian bagi Pemerintah RI, baik secara
langsung maupun tidak langsung, berupa kerugian material maupun immaterial, dari aspek ekonomi,
ekologi, maupun sosial”. Selanjutnya Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan (PSDKP), Syahrin Abdurrahman, merinci bahwa kerugian ekonomis antara lain
kehilangan nilai ekonomis dari ikan yang dicuri yaitu Pungutan Hasil Perikanan (PHP), subsidi BBM yang
dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan
baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk
perikanan. Sedangkan kerugian dari aspek ekologis, antara lain berupa kerusakan sumber daya ikan
dan lingkungannya, yang diakibatkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan (API/ABPI) yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, praktek illegal fishing
menyebabkan kesulitan otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya
perikanan yang akurat, yang diperlukan untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan.
Dari aspek sosial, terbukti bahwa praktek illegal fishing di WPP-NRI menyebabkan nelayan dalam
negeri yang notabene didominasi oleh nelayan-nelayan skala kecil, menjadi kalah bersaing, dan
berpotensi mendesak matapencaharian masyarakat nelayan kecil.
Dalam menanggulangi praktek-praktek illegal fishing di WPP-NRI, KKP menerapkan pendekatan hard
structure dan soft structure, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, mengamankan usaha kelautan dan perikanan,
termasuk menyelamatkan kerugian ekonomi, dan melindungi keberlanjutan mata pencaharian
masyarakat kelautan dan perikanan. Pendekatan hard structure dilakukan dilakukan dengan
memeriksa dokumen perizinan, melakukan pemantauan posisi dan pergerakan kapal perikanan
menggunakan sarana vessel monitoring system (VMS), melakukan operasi pengawasan di laut baik
secara mandiri maupun dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya (TNI-AL, POLAIR,
TNI-AU, dll.). Selain itu, pengawasan juga dilakukan dimulai di darat (sebelum kapal-kapal perikanan
beroperasi menangkap ikan), dilanjutkan di laut (pada saat kapal-kapal perikanan melakukan operasi
penangkapan ikan), ketika kapal-kapal perikanan kembali ke darat saat mendaratkan hasil
tangkapannya, dan ketika kapal-kapal perikanan mendistribusikan hasil tangkapannya.
Upaya-upaya pengawasan tersebut terus dilakukan, walaupun di sisi lain, KKP sebagai sebuah
lembaga yang relatif baru dibandingkan dengan Kementerian lain, masih memiliki berbagai
keterbatasan. Dalam hal pengawasan, antara lain belum memadainya kapasitas dan kapabilitas
pengawasan SDKP, yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang cukup besar antara kebutuhan
penguatan kelembagaan pengawasan SDKP dengan kondisi yang mampu dicapai saat ini. Hingga awal
Tahun 2013 ini, jumlah Kapal Pengawas Perikanan yang dimiliki sebanyak 26 unit dari kondisi ideal
yang dibutuhkan adalah sebanyak 83 unit. Selain itu, Kapal Pengawas tersebut juga idealnya
beroperasi secara terus menerus dalam 1 (satu) tahun (365 hari), namun seiring dengan keterbatasan
anggaran, saat ini Kapal Pengawas hanya dapat melaksanakan operasi sebanyak 115 hari pera tahun.
Jumlah SDM yang dimiliki pun terdapat keterbatasan, dimana jumlah Pengawas Perikanan yang ada
baru tersedia 389 orang sedangkan kebutuhan ideal lebih kurang 1.500 orang.

Berbagai keterbatasan yang dimiliki tidak membuat KKP lemah dalam melakukan pengawasan. Upayaupaya terobosan terus dilakukan, baik dengan memperkuat mental para petugas dilapangan untuk
terhindar dari praktek suap, dengan menanamkan semboyan pantang tercela di laut. Cara lain juga
dilakukan untuk memperkuat pengawasan, yaitu dengan menjalin kerjasama lintas sekor. Dalam hal
kerjasama lintas sektor, Ditjen PSDKP secara rutin menggelar patroli bersama dengan TNI-AL, Polri dan
Bakorkamla. Selain itu dalam proses persidangan terhadap para pelaku Illegal fishing dan destructive
fishing, Ditjen. PSDKP telah melaksanakan kerjasama dengan Kejaksaan Agung RI untuk menyiapkan
Jaksa Penuntut Umum tindak pidana perikanan, dan kerjasama dengan Mahkamah Agung RI untuk
pembentukan Pengadilan Perikanan sekaligus menyiapkan Hakim Ad Hoc yang bertugas mengadili
para pelaku illegal fishing dan destructive fishing. Kerjasama juga dilakukan dengan negara-negara di
kawasan, dan juga dengan beberapa organisasi pengelolaan perikanan regional ( Regional Fisheries
Management Organizations/ RFMOs]. Dalam rangka menggalang kerjasama dengan negara-negara di
kawasan, Indonesia telah menginisiasi pembentukan forum komunikasi dan kerjasama dengan 10
(sepuluh) negara, dalam bentuk Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices
including Combating IUU Fishing in the Region (RPOA), dengan 11 negara peserta meliputi: Australia,
Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina, Singapura, Thailand,
Timor Leste, dan Viet Nam. Melalui forum RPOA, dimungkinkan adanya pertukaran data dan informasi
mengenai kapal-kapal perikanan yang dikategorikan sebagai IUU Vessel List menurut RFMOs,
kerjasama penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan, penyelenggaraan penyadaran
masyarakat, dan dukungan teknis pengawasan. Dalam hal pelaksanaan pengawasan dan penegakan
hukum di laut, Indonesia juga melakukan operasi pengawasan bersama beberapa negara tetangga,
yaitu: Malaysia, Singapura, Thailand, dan Australia. Di samping itu, Indonesia juga telah
menandatangani perjanjian kerjasama bilateral di bidang perikanan, dengan Viet Nam, dengan salah
satu bidang yang dikerjasamakan (area of cooperation) adalah Combatting IUU fishing. Kerjasama
dengan Australia di bidang pemberantasan illegal fishing, berada di bawah Working Group on
Combating IUU Fishing. Di pihak Indonesia, dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal PSDKP, sedangkan
di pihak Australia, dikoordinasikan oleh Border Prpotection Service/Border Protection Command.
Implementasi kerjasama pemberantasan illegal fishing diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan,
meliputi: pelaksanaan Coordinated Patrol, atau patroli bersama di wilayah perbatasan kedua negara
dan pertukaran data (surveillance data exchange).
Gencarnya kegiatan pengawasan yang dilaksanakan semata-mata bertujuan untuk tercapainya
kesejahteraan bangsa Indonesia. Betapa tidak kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang kita
miliki sangat potensial untuk mensejahterakan bangsa. Seiring dengan visi KKP untuk mewujudkan
pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat, tentu peran pengawasan menjadi sangat dibutuhkan. Kesuksesan produktifitas di bidang
perikanan tangkap tentu tidak dapat dilaksanakan bila ikan di laut habis dijarah oleh pelaku illegal
fishing atau bila jumlah ikan semakin sedikit akibat perilaku destructive fishing (menggunakan bom
dan racun) yang mengakibatkan bibit ikan dan lingkungan tempat berkembang biak ikan seperti
terumbu karang menjadi rusak. Demikian halnya dengan usaha budidaya, tidak akan dapat menuai
hasil maksimal bila lingkungan perairannya telah tercemar. Tidak hanya itu, telah terbukti beberapa
kali produk hasil perikanan Indonesia di embargo oleh negara importir oleh karena dianggap
mengandung zat-zat yang berbahaya akibat kegiatan budidaya atau penanganan dan pengolahan
yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan dasar-dasar yang kokoh untuk memberantas praktek illegal
fishing di WPP-NRI, diharapkan pemberantasan illegal fishing dan destructive fsihing akan terus
dilakanakan oleh Pemernitah RI, walaupun secara lima tahun akan terjadi perubahan. Hal ini
dimungkinkan dengan telah tersedianya berbagai instrumen kebijakan yang secara tegas mendukung
pemberantasan illegal fishing. Memperyimbangkan besarnya kerugian materiil dan immateriil yang
diakibatkan oleh praktek illegal fishing, maka di dalam Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan
Perikanan, saya telah menetapkan bahwa pemberantasan illegal fishing merupakan salah satu
program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk mendukung tercapainya target-taget
produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan, ujar Sharif C Sutardjo.
Selanjutnya, Sharif C Sutardjo, menyampaikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan secara
bertahap terus mengupayakan penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan, agar mampu melaksanakan mandat yang diamanatkan Undang-undang
bidang Perikanan secara optimal, baik dengan menyelenggarakan operasi penagwasan secara mandiri,
maupun dengan pengawasan bersama beberapa instansi terkait lainnya. Bahkan, karena illegal fishing

menyebabkan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya dan dilakukan dengan melibatkan
lintas negara secara terencana, yang akhir-akhir ini dunia internasional mulai mempertimbangkan
untuk memasukkan praktek illegal fishing ke dalam kriteria trans-national organized crime.